BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur Pengertian Pertambangan Pengertian pertambangan sesuai dengan Undang-undang Mineral dan Batubara (UU minerba) No.4 tahun 2009 Pasal 1 mengungkapkan yang dimaksud dengan pertambangan adalah keseluruhan atau sebagian tahapantahapan yang meliputi kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Menurut UU No.11 Tahun 1967, menyatakan bahwa bahan tambang dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yakni: 1. Golongan A sebagai bahan strategis Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya: minyak, uranium dan plutonium. 2. Golongan B sebagai bahan vital Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya: emas, perak, besi dan tembaga. 15

2 3. Golongan C sebagai bahan tidak strategis dan tidak vital Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap secara langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya: garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes Istilah dalam Pertambangan Berikut adalah istilah yang digunakan dalam industri pertambangan yang terkandung dalam UU minerba No.4 tahun 2009 Pasal 1: A. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. B. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. C. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. D. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. E. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. 16

3 F. Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. G. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. H. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi. I. Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas. J. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. K. IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. L. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus. M. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi. N. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, 17

4 dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. O. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca tambang. P. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan. Q. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan. R. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya. S. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan. T. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan. U. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara. 18

5 V. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. W. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. X. Kegiatan pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. Y. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya. Z. Wilayah Pertambangan (WP) adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional Karakteristik Industri Pertambangan Umum Eksplorasi, pengembangan dan konstruksi, produksi, dan pengolahan merupakan aktivitas yang dijalankan setiap perusahaan di dalam industri pertambangan. Pada dasarnya dapat berbentuk kesatuan usaha terpadu dimana perusahaan tersebut memiliki gabungan usaha dari keseluruhan 19

6 aktivitas penambangan atau dapat pula menjalankan bisnis dari salah satu aktivitas. Non renewable serta ketidakpastian yang tinggi atas kelayakan eksplorasi bahan galian tambang untuk dipasarkan, menjalankan setiap dan/ atau masing-masing aktivitas penambangan dibutuhkan tingkat modal yang sangat besar dalam jangka panjang dengan resiko yang tinggi dan teknologi yang canggih, Aktivitas Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang wajib dijalankan sesuai perundangan yang berlaku mengenai lingkungan hidup, dan adanya peraturan perundangan yang berlaku (UUD pasal 33 tahun 1945): segala bahan galian yang berada dalam wilayah hukum Indonesia adalah kekayaan nasional Bangsa Indonesia yang dikuasai dan dipergunakan oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat adalah 4 faktor yang menjadikan industri pertambangan dengan karakteristik yang berbeda dan spesial dengan industri lainnya (PSAK 33:4) Tahapan dan Biaya dalam Setiap kegiatan Pertambangan Berdasarkan UU no. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara BAB 1 Pasal 1, tahapan kegiatan pertambangan yaitu: 1) Eksplorasi Merupakan usaha dalam rangka mencari, menemukan, dan mengevaluasi Cadangan Terbukti (taksiran cadangan) dalam suatu Area of Interest yang secara teknis maupun ekonomis dapat dipertanggungjawabkan kemungkinannya untuk diproduksi di masa mendatang berdasarkan harga bahan galian tambang umum pada saat taksiran tersebut dibuat dan biaya penambangannya. Pada suatu 20

7 wilayah tambang dalam jangka waktu tertentu seperti yang diatur dalam peraturan perudangan yang berlaku. Uraian Kegiatan: a) Penyelidikan Umum. Penyelidikan umum merupakan penyelidikan secara geologi umum atau geofisik yang dilakukan di daratan, di perairan, dan/atau dari udara dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian. b) Perijinan dan Administrasi. Merupakan kegiatan pengurusan ijin untuk melakukan kegiatan eksplorasi di suatu daerah tertentu, antara lain meliputi pengurusan Hak Kuasa Pertambangan, Kontrak Kerja Sama, Kontrak Karya, dan pembebasan tanah serta kegiatan administrasi eksplorasi. c) Geologi dan Geofisika. Kegiatan geologi meliputi pekerjaan analisis foto udara dan pemetaan geologi permukaan tanah dengan tujuan untuk memetakan penyebaran mineral Geofisika merupakan suatu teknologi eksplorasi dengan menggunakan sifat-sifat fisik batuan yang diselidiki untuk tujuan memperoleh data di bawah permukaan tanah. d) Pemboran Eksplorasi. Pemboran digunakan untuk mengetahui data endapan di bawah permukaan tanah secara rinci. Melalui pemeriksaan laboratorium atas contoh bor dapat diketahui jenis dan kadar batuan. Hasil pemboran beberapa lubang dapat 21

8 dikorelasikan untuk batuan-batuan yang sejenis dan dapat pula dihitung besarnya cadangan bahan galian tambang umum. e) Evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan untuk mengkap apakah suatu cadangan secara teknis layak untuk ditimbang dan mempunyai nilai komersial. Kegiatan pada tahap ini meliputi penentuan jumlah/ besarnya dan kadar cadangan, penganalisisan dampak lingkungan, perijinan yang dibutuhkan, metode penambangan, proses pengolahan, survei mengenai transportasi prasarana yang dibutuhkan, anggaran yang dibutuhkan, serta nilai pasar cadangan dan rencana produksi. Tabel 2. 1 Jenis Biaya yang Termasuk di dalam Tahap Eksplorasi No Perijinan dan Administrasi Geologi dan Geofisika Pemboran Eksplorasi Evaluasi 1 Biaya perolehan Kuasa Biaya Side Looking Air Biaya persiapan lahan, Biaya Pertambangan, Radar (SLAR), termasuk biaya pembuatan Evaluasi. jalan masuk ke lokasi pemboran, 2 Biaya pembebasan Biaya penyelidikan Biaya logistik selama tanah/tanam tumbuh, seismik, dilaksanakannya pemboran, 3 Biaya perolehan Biaya penyelidikan Biaya pemboran, termasuk Kontrak Kerja Sama, gravitasi, peralatan bor, 4 Biaya perolehan Biaya penyelidikan Biaya pengujian dan Kontrak Karya, magnetik. perampungan. 5 Biaya administrasi eksplorasi. 22

9 2) Pengembangan dan konstruksi Pengembangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan Cadangan Terbukti sampai siap diproduksi secara komersial. Konstruksi adalah pembangunan fasilitas dan prasarana untuk melaksanakan dan mendukung kegiatan produksi. Uraian Kegiatan : a) Kegiatan administrasi merupakan kegiatan pengurusan perijinan dalam lingkup pertambangan umum guna mendukung dimulainya pelaksanaan kegiatan pengembangan dan konstruksi. b) Kegiatan teknis merupakan kegiatan rancang bangun dan kegiatan fisik lapangan untuk memudahkan masuk ke tempat cadangan bahan tambang dalam rangka persiapan kegiatan produksi Tabel 2. 2 Jenis Biaya yang Termasuk di dalam Tahap Pengembangan dan Konstruksi No Biaya Pengembangan Biaya Konstruksi 1 Biaya pembukaan tambang, termasuk pengupasan lapisan Biaya pembuatan prasarana, tanah (sebelum produksi), 2 Biaya pembersihan lahan (land clearing), Biaya pembuatan atau pengadaan bangunan, 3 Biaya Administrasi : Biaya pembuatan atau pengadaan mesin dan peralatan. a b Biaya pembebasan tanah, Biaya pengurusan perijinan dan Kuasa Pertambangan. 23

10 3) Produksi Semua kegiatan mulai dari pengangkatan bahan galian dari Cadangan Terbukti ke permukaan bumi sampai siap untuk dipasarkan, dimanfaatkan, atau diolah lebih lanjut Uraian Kegiatan : Kegiatan produksi penambangan meliputi: pengupasan tanah (stripping), pengambilan bahan galian, pencucian dan pemurnian, serta pengangkutan bahan galian ke stasiun pengumpul. a) Pengupasan lapisan tanah selama masa produksi meliputi kegiatan penggaruan/ dorong, gali/ muat, dan pengangkutan tanah dari lokasi penggalian ke lokasi penimbunan atau lokasi lainnya. b) Pengambilan bahan galian dengan cara yang sesuai dengan sifat dan karakteristik bahan galian tambang yang bersangkutan seperti: penggalian, penyemprotan dengan air, penggunaan alat-alat berat (bulidozer dan shovel), pengerukan dengan menggunakan kapal keruk, dan peledakan. c) Pencucian bahan galian adalah kegiatan untuk membersihkan dan memisahkan bahan galian dengan mineral atau bahan galian ikutan lainnya seperti: tanah, abu, lempung, pasir, belerang, lumpur, atau mineral pengotor lainnya. Kegiatan pencucian dilakukan dengan menggunakan air, bahan kimia (proses kimia), alat pencuci (misalnya polong atau jig), atau saringan. Dalam kegiatan pencucian termasuk pula proses penghancuran bahan galian yang 24

11 berukuran besar menjadi ukuran sesuai dengan yang ditetapkan, sehingga layak dijual atau diolah lebih lanjut. d) Pengangkutan bahan galian dari lokasi penambangan ke stasiun pengumpul dilakukan dengan menggunakan peralatan seperti: belt conveyor, lori pengangkut, dump truck, tongkang, atau kapal. Tabel 2. 3 Jenis Biaya yang Termasuk di dalam Tahap Produksi No Pengupasan Lapisan Tanah (Stripping) selama Masa Produksi Pengambilan Bahan Galian Pencucian Bahan Galian 1 Biaya pengupasan tanah, Biaya penggalian, Biaya pembersihan dan pemisahan bahan galian utama dari bahan galian ikutannya, 2 Biaya penyediaan lahan untuk Biaya Biaya pembentukan penimbunan tanah, penyemprotan, ukuran/besarnya bahan galian sesuai dengan yang ditetapkan perusahaan. 3 Biaya penimbunan tanah hasil Biaya pengerukan, pengupasan. atau biaya peledakan, 4 Penimbunan bahan galian. Pengelolaan Lingkungan Hidup Merupakan biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup. 4) Lingkungan hidup Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan 25

12 manusia, serta mahluk hidup lainnya. Dengan adanya kegiatan penambangan pada suatu daerah tertentu, maka akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar lokasi penambangan, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Pencemaran lingkungan, yaitu masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Perusakan lingkungan, yaitu adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap perubahan sifat-sifat dan atau hayati lingkungan yang mengakibatkan lingkungan itu kurang berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkesinambungan. Sebagai usaha untuk mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan usaha penambangan, maka perlu dilakukan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) yang meliputi upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup. 26

13 Uraian Kegiatan : Uraian kegiatan pengelolaan lingkungan hidup meliputi tetapi tidak terbatas pada: a) Penyusunan dokumen Analis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Upaya pencegahan pencemaran sungai oleh air hasil penirisan tambang, berupa pembuatan kolam pengendap lumpur di sekitar: lokasi penggalian, dumping area, dan stockpile. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pengurasan lumpur dari kolam pengendap. Pengaturan bentuk lahan (land scaping) disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi setempat. Kegiatan ini meliputi: 1. Pengaturan bentuk lereng, dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan air permukaan, erosi, sedimentasi, dan longsor; 2. Pengaturan saluran pembuangan air, dimaksudkan untuk mengatur air agar tidak mengalir pada tempat-tempat tertentu, sehingga dapat mengurangi kerusakan lahan akibat erosi. b) Pengelolaan tanah pucuk (topsoil), yaitu kegiatan pengambilan dan penyimpanan tanah pucuk dari lokasi tanah yang akan ditambang dan ditimbun untuk dimanfaatkan kembali pada kegiatan reklamasi bekas daerah timbunan yang telah selesai. c) Revegetasi, yaitu penanaman kembali pada lahan bekas tambang yang vegetasi awalnya telah rusak atau terganggu. 27

14 d) Pengendalian erosi, yaitu kegiatan berupa penanaman rumput, pembuatan teras, pemberian batu pecah, pembuatan saluran pengelak, dan lain-lain. e) Pencegahan pencemaran akibat debu, antara lain kegiatan berupa penyemprotan air di lokasi jalan produksi, loading station, stockpile, dan tempat lainnya yang dapat menimbulkan debu. f) Pencegahan kelongsoran, yaitu kegiatan berupa pemantapan lereng dengan melandaikannya, pembuatan slope dan tanggul pengaman (dike). g) Penelitian tanah dan tanaman untuk mendapatkan cara dan teknik penanaman yang baik dan cocok. h) Pemantauan kualitas air yang keluar dari kolam-kolam pengendap, saluran pemukiman, dan sungai di sekitar lokasi penambangan. i) Pemantauan kualitas udara di lokasi kegiatan penambangan dan pemukiman karyawan, serta penduduk sekitarnya. j) Pemantauan kualitas tanah di dumping area. k) Pemantauan luas lokasi vegetasi yang rusak dan yang telah direvegetasi. 28

15 l) Pemantauan keberhasilan dari usaha pengendalian dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan. m) Pemantauan laju erosi. Jenis Biaya yang Termasuk dalam Tahap Pengelolaan Lingkungan Hidup. Biaya-biaya pengelolaan lingkungan hidup meliputi tetapi tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan tersebut di atas. Pada dasarnya biaya ini merupakan biaya pengadaan prasarana Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH), biaya yang timbul atas usaha mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan pertambangan, dan biaya rutin lainnya. Untuk lebih jelasnya, tahapan diatas dapat dilihat secara sistematis pada gambar di bawah ini: PENYELIDIKAN UMUM EKSPLORASI 29 STUDY

16 2.1.2 Konsep Kerangka Kerja Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun untuk memberikan informasi yang berguna mengenai aktiva, kewajiban, dan modal perusahaan bagi para pengguna informasi akuntansi dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahan keuangan 30

17 perusahaan dan hasil operasional perusahaan lewat pelaporan keuangan yang akan digunakan untuk mengambil keputusan. Menurut Financial Accounting Standard Board (FASB), Kerangka kerja konseptual adalah suatu sistem koheren (sesuai dengan kaidah- kaidah berpikir logis) yang terdiri dari tujuan dan konsep fundamental yang saling berhubungan, yang menjadi landasan bagi penetapan standar yang konsisten dan penentuan sifat, fungsi, serta batasbatas dari akuntansi keuangan dan laporan keuangan. Terdapat tiga tingkat tujuan dalam laporan keuangan. Tingkat Pertama: Tujuan Dasar Tujuan pelaporan keuangan (objectives of financial reporting) adalah untuk menyediakan informasi: (1) yang bermanfaat bagi mereka yang memiliki pemahaman memadai tentang aktivitas bisnis dan ekonomi untuk membuat keputusan investasi serta kredit; (2) untuk membantu investor yang ada dan potensial, kreditor yang ada dan potensial, serta pemakai lainnya dalam menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus kas masa depan; dan (3) tentang sumber daya ekonomi, klaim terhadap sumber daya tersebut, dan perubahan di dalamnya. Tujuan dimulai dengan lebih banyak berfokus pada informasi yang berguna bagi para investor dan kreditor dalam membuat keputusan. Tujuan 31

18 berfokus pada laporan keuangan yang menyediakan informasi yang berguna untuk menilai prospek arus kas yang akan diterima entitas bisnis, yaitu arus kas yang menjadi harapan investor dan kreditor. Pendekatan ini dikenal sebagai kegunaan keputusan (decision usefulness). Tingkat Kedua: Konsep-Konsep Konseptual Tujuan (tingkat pertama) berhubungan dengan tujuan dan sasaran dari akuntansi. Bagaimana tujuan dan sasaran ini diimplementasikan (tingkat ketiga). Di antara kedua tingkat ini, diperlukan pondasi-pondasi konseptual untuk menjelaskan karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi dan mendefinisikan unsur-unsur laporan keuangan. a) Karakteristik Kualitatif dari Informasi Akuntansi Pemilihan metode akuntansi yang tepat, jumlah dan jenis informasi yang harus diungkapkan, serta format penyajiannya melibatkan penentuan alternatif mana yang menyediakan informasi mengidentifikasikan karakteristik kualitatif (qualitative characteristic) dari informasi akuntansi yang membedakan informasi yang lebih baik (lebih berguna) dengan informasi yang inferior (kurang berguna) bagi tujuan pelaporan keuangan. Selain itu, FASB juga telah mengidentifikasikan kendala-kendala (biayamanfaat dan materialitas) sebagai bagian dari kerangka kerja konseptual. b) Pengambilan Keputusan (Pemakai) dan Kemampuan Memahami Agar informasi menjadi bermanfaat, harus ada hubungan antara para pemakai ini dengan keputusan yang mereka buat. Kaitan ini, yaitu 32

19 kemampuan memahami (understandability), adalah kualitas informasi yang memungkinkan pemakai merasakan signifikansi dari informasi tersebut. Kualitas Primer: Relevansi dan Reliabilitas Relevansi (relevance) dan reliabilitas (reliability) merupakan dua kualitas primer yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pengambilan keputusan. Relevan. Informasi akuntansi harus mampu membuat perbedaan dalam sebuah keputusan. Jika tidak mempengaruhi keputusan, maka informasi tersebut dikatakan tidak relevan terhadap keputusan yang diambil. Informasi yang relevan akan membantu pemakai membuat prediksi tentang hasil akhir dari kejadian masa lalu, masa kini, dan masa depan; yaitu, memiliki nilai prediktif (predictive value). Informasi yang relevan juga membantu pemakai menjustifikasi atau mengoreksi ekspektasi atau harapan masa lalu; yaitu, memiliki nilai umpan balik (feedback value). Jadi, agar relevan, informasi juga harus tersedia kepada pengambil keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitas untuk mempengaruhi keputusan yang diambil; yaitu memiliki ketepatan waktu (timeliness). Agar relevan, informasi harus memiliki nilai prediktif atau nilai umpan-balik, dan harus disajikan secara tepat waktu. Reliabilitas. Informasi akuntansi dianggap handal jika dapat diverifikasi, disajikan secara tepat, serta bebas dari kesalahan dan bias. Reliabilitas sangat diperlukan oleh individu-individu yang tidak memiliki waktu atau keahlian untuk mengevaluasi isi factual dari informasi. 33

20 Daya-uji (verifiability) ditunjukkan ketika pengukur-pengukur independen, dengan menggunakan metode pengukuran yang sama, mendapatkan hasil yang serupa. Ketepatan penyajian (representational faithfulness) berarti bahwa angka-angka dan penjelasan dalam laporan keuangan mewakili apa yang betul-betul ada dan terjadi. Netralitas (neutrality) berarti bahwa informasi tidak dapat dipilih untuk kepentingan sekelompok pemakai tertentu. Informasi yang disajikan harus factual, benar, dan tidak bias Kualitas Sekunder: Komparabilitas dan Konsistensi Komparabilitas. Informasi dari berbagai perusahaan dipandang memiliki komparabilitas jika telah diukur dan dilaporkan dengan cara yang sama. Komparabilitas memungkinkan pemakai mengidentifikasi persamaan dan perbedaan dalam peristiwa ekonomi antar perusahaan. Konsistensi. Apabila sebuah entitas mengaplikasikan perlakuan akuntansi yang sama untuk kejadian-kejadian yang serupa, dari periode ke periode, maka entitas tersebut dianggap konsisten dalam menggunakan standar akuntansi. Itu tidak berarti bahwa perusahaan tidak boleh beralih dari 34

21 satu metode akuntansi ke metode akuntansi lainnya. Perusahaan dapat mengganti satu metode dengan metode lainnya, tetapi perusahaan harus dapat menunjukkan bahwa metode yang baru lebih baik daripada metode sebelumnya. Kemudian sifat dan pengaruh perubahan akuntansi, serta alasannya, harus diungkapkan dalam laporan keuangan pada periode terjadinya perubahan. Jika prinsip akuntansi telah berubah, maka auditor harus memberitahukannya dalam paragraf penjelasan dari laporan audit. Paragraf ini menjelaskan sifat perubahan dan meminta pembaca melihat catatan atas laporan keuangan untuk pembahasan yang lebih rinci tentang perubahan dimaksud. Unsur Unsur Laporan Keuangan Aktiva, Kewajiban, Ekuitas, Investasi Oleh Pemilik, Distribusi Kepada Pemilik, Laba Komprehensif, Pendapatan, Beban, Keuntungan, Kerugian. Tingkat Ketiga: Konsep-Konsep Pengakuan dan Pengukuran Tingkat ketiga dari kerangka kerja konseptual terdiri dari konsepkonsep yang dipakai untuk mengimplementasikan tujuan dasar dari tingkat pertama. Konsep-konsep ini menjelaskan bagaimana unsur-unsur serta kejadian keuangan harus diakui, diukur, dan dilaporkan oleh perusahaan. 35

22 Asumsi-asumsi Dasar 1. Asumsi Entitas Ekonomi Mengandung arti bahwa aktivitas ekonomi dapat diidentifikasi dengan unit pertanggungjawaban tertentu. 2. Asumsi Kelangsungan Hidup Sebagian besar metode akuntansi didasarkan atas asumsi kelangsungan hidup (going concern assumption) yaitu perusahaan bisnis akan memiliki umur yang panjang. 3. Asumsi Unit Moneter Mengandung arti bahwa uang adalah denominator umum dari aktivitas ekonomi dan merupakan dasar yang tepat bagi pengukuran dan analisis akuntansi. 4. Asumsi Periodisitas Menyiratkan bahwa aktivitas ekonomi sebuah perusahaan dapat dipisahkan ke dalam periode waktu artifisial. Periode waktu ini bervariasi, tetapi yang paling umum adalah secara bulanan, kuartalan, dan tahunan. 5. Dasar Akrual Transaksi yang berpengaruh terhadap perubahan laporan keuangan perusahaan dicatat pada saat terjadinya transaksi tersebut. 36

23 Gambar 2. 2 Konsep Kerangka Kerja Laporan keuangan Sumber: Mackenzie, B., dkk. (2012). Interpretation and Application of International Financial Reporting Standard. USA: John Wiley & Sons Ltd Pengertian PSAK Istilah PSAK tidak dapat dipungkiri lagi ketenarannya dikalangan masyarakat terlebih lagi dikalangan para emiten go public. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan merupakan kepanjangan dari PSAK, yang mana pernyataan ini disusun, dibangun, dan dikembangkan serta terus dilakukan pembaharuan sejak tahun 1994 oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Upaya pembaharuan terhadap Standar Akuntansi Keuangan ini memiliki tujuan dan harapan agar setiap perusahaan di Indonesia dapat menyajikan laporan keuangannya secara sempurna dan menciptakan terjadinya laporan keuangan 37

24 yang dapat dipercaya, dapat diandalkan, relevan dan dapat diperbandingkan dengan lebih memenuhi standar-standar akuntansi PSAK 33 PSAK 33 edisi tahun 1994 mengatur pencatatan akuntansi pertambangan umum. Hal ini dimulai dari karakteristik akuntansi pertambangan umum, ruang lingkup penerapan, jenis biaya dalam setiap tahapan kegiatan pertambangan ; eksplorasi, pengembangan dan konstruksi, produksi, dan pengelolaan lingkungan hidup. Perlakuan akuntansi atas penyajian laporan keuangan dan pengungkapan biaya-biaya terkait dalam setiap tahapan aktivitas pertambangan, serta tanggal efektif dimana PSAK mulai berlaku PSAK 33 (revisi 2011) Dalam rangka melakukan konvergensi PSAK kepada IFRS, DSAK selaku badan yang menerbitkan PSAK terus melakukan perbaikan terhadap PSAK saat ini dengan cara mengadopsi IAS/IFRS. Salah satu standar yang dilakukan revisi adalah PSAK 33 (Revisi 2011) tentang Akuntansi Pertambangan Umum. PSAK 33 ini telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) pada tanggal 1 Februari Penyempitan ruang lingkup PSAK 33 (revisi 2011) disebabkan oleh adopsi IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources menjadi PSAK 64: Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral yang mengatur akuntansi 38

25 terkait dengan aktivitas eksplorasi dan perubahan SAK lain yang mengatur akuntansi terkait dengan aktivitas pengembangan dan konstruksi Ruang Lingkup PSAK 33 (revisi 2011) Ruang lingkup terkait dengan: Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah Aktivitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia, serta mahluk hidup lainnya. Biaya pengelolaan lingkungan hidup adalah biaya yang timbul atas usaha mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan pertambangan, dan biaya rutin lainnya Dengan adanya kegiatan penambangan pada suatu daerah tertentu, maka akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar lokasi penambangan, meliputi tetapi tidak terbatas pada: (a) Pencemaran lingkungan, yaitu masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan dan/atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan 39

26 lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. (b) Perusakan lingkungan, yaitu adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap perubahan sifat-sifat dan/atau hayati lingkungan yang mengakibatkan lingkungan itu kurang berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkesinambungan. Sebagai usaha untuk mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan usaha penambangan, maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup Pengakuan dan Pengukuran 1. Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah Dalam pertambangan, stripping ratio atau strip ratio mengacu pada rasio volume overburden (atau bahan limbah) yang diperlukan untuk ditangani dalam rangka untuk mengambil beberapa volume bijih. Sebagai contoh, rasio pengupasan 03:01 berarti bahwa penambangan satu meter kubik bijih tambang akan membutuhkan tiga meter kubik limbah batuan. Rasio pengupasan tanah biasanya dikurangi untuk menunjukkan volume pembuangan sampah diperlukan untuk mengambil satu satuan volume bijih, misalnya, 2:1 sebagai lawan 04:02. 40

27 Bila dibandingkan dengan pertambangan permukaan, yang membutuhkan pemindahan tanah sebelum ekstraksi bijih, operasi penambangan bawah tanah cenderung memiliki rasio pengupasan yang lebih rendah karena meningkatnya selektivitas. Semua faktor lainnya sama, pertambangan pada rasio pengupasan tinggi kurang menguntungkan dibandingkan pertambangan pada rasio pengupasan rendah karena banyak limbah harus dipindahkan (dengan biaya per satuan volume) untuk volume setara menghasilkan pendapatan bijih. Jika rasio yang terlalu tinggi mengingat harga tertentu bijih dan biaya yang terkait pertambangan maka mungkin tidak ekonomis untuk melakukan penambangan. Berdasarkan PSAK 33 (2011:33.2-3) dalam stripping activities, biaya yang ditimbulkan pada awal kegiatan sebelum produksi diakui sebagai aset (accrued expense) dalam rangka pengakuan di laporan keuangan neraca, kriteria pengakuan pada standar akuntansi harus dipenuhi. Biaya pengupasan tanah penutup dibedakan antara pengupasan tanah awal untuk membuka tambang, yaitu : Pengupasan tanah yang dilakukan sebelum produksi dimulai, Pengupasan tanah lanjutan yang dilakukan selama masa produksi. Biaya pengupasan tanah awal diakui sebagai aset (beban tangguhan), sedangkan biaya pengupasan tanah lanjutan diakui sebagai beban. Sebelum produksi dilaksanakan, dihitung terlebih dahulu rasio rata-rata tanah penutup (average stripping ratio), yaitu perbandingan antara taksiran kuantitas lapisan 41

28 batuan/tanah penutup terhadap taksiran ketebalan bahan galian (seperti batubara) yang juga dinyatakan dalam satuan unit kuantitas. Biaya pengupasan tanah lanjutan pada dasarnya dibebankan berdasarkan rasio rata-rata tanah penutup. Dalam keadaan di mana rasio aktual tanah penutup (yaitu rasio antara kuantitas tanah/batuan yang dikupas pada periode tertentu terhadap kuantitas bagian cadangan yang diproduksi untuk periode yang sama) tidak berbeda jauh dengan rasio rata-ratanya, maka biaya pengupasan tanah yang timbul pada periode tersebut seluruhnya dapat dibebankan. Dalam hal rasio aktual berbeda jauh dengan rasio rata-ratanya, maka apabila rasio aktual lebih besar dari rasio rata-ratanya, kelebihan biaya pengupasan diakui sebagai aset (beban tangguhan). Selanjutnya, aset tersebut akan dibebankan pada periode di mana rasio aktual jauh lebih kecil dari rasio rata-ratanya. 2. Aktivitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Berdasarkan PSAK 33 (2011:33.3), Provisi pengelolaan lingkungan hidup harus diakui jika : (a) Terdapat petunjuk yang kuat bahwa telah timbul kewajiban pada tanggal pelaporan keuangan akibat kegiatan yang telah dilakukan; (b) Terdapat dasar yang wajar untuk menghitung jumlah kewajiban yang timbul. 42

29 Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan eksplorasi dan pengembangan diakui sebagai aset (beban tangguhan). Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan produksi tambang diakui sebagai beban. Pada tanggal pelaporan, jumlah provisi pengelolaan lingkungan hidup harus dievaluasi kembali untuk menentukan apakah jumlah akrualnya telah memadai. Jika jumlah pengeluaran pengelolaan lingkungan hidup yang sesungguhnya terjadi pada tahun berjalan sehubungan dengan kegiatan periode lalu lebih besar dari pada jumlah akrual yang telah dibentuk, maka selisihnya dibebankan ke periode di mana kelebihan tersebut timbul Penyajian Taksiran Provisi pengelolaan lingkungan hidup disajikan di laporan posisi keuangan sebesar jumlah kewajiban yang telah ditangguhkan, setelah dikurangi dengan jumlah pengeluaran yang sesungguhnya terjadi Pengungkapan Berdasarkan PSAK 33(2011:33.4) entitas mengungkapkan, tetapi tidak terbatas pada: (a) Kebijakan akuntansi sehubungan dengan: (i) Perlakuan akuntansi atas pembebanan biaya pengelolaan lingkungan hidup; 43

30 (ii) Metode amortisasi atas biaya pengelolaan lingkungan hidup yang ditangguhkan. (b) Mutasi taksiran kewajiban provisi pengelolaan lingkungan hidup selama tahun berjalan dengan menunjukkan: (i) Saldo awal; (ii) Penyisihan yang dibentuk; (iii) Pengeluaran sesungguhnya; (iv) Saldo akhir. (c) Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilaksanakan dan yang sedang berjalan; (d) Kewajiban bersyarat sehubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan kewajiban bersyarat lainnya sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan PSAK 64 Pengadopsian IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources memberikan dampak penyempitan atas PSAK 33 (revisi 2011) mengenai Akuntansi Pertambangan Umum, karena dalam IFRS 6 tidak diatur semua aktivitas dalam kegiatan pertambangan umum, dimana PSAK 64 mengatur aktivitas eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral. Terdapat pro dan kontra atas pengadopsian IFRS 6 yang mana sebagai suatu standar yang masih bersifat sementara dan masih terus dilakukan pengkajian oleh 44

31 International Accounting Standard Board untuk ditentukan apakah perusahaan pertambangan membutuhkan standar akuntansi pertambangan secara khusus atau tetap menggunakan standar akuntansi keuangan pertambangan yang sudah ada. PSAK 64 menyetujui pengadopsian IFRS 6 seperti yang tertera dalam PSAK 64 (2011,64:vi-vii) dengan alasan sebagai berikut: Adopsi IFRS 6 akan membuat laporan keuangan perusahaan pertambangan nasional dapat dibandingkan dengan perusahaan luar negeri mengingat secara umum perusahaan pertambangan nasional melakukan aktivitas lintas negara dan hal ini terkait dengan program konvergensi SAK dengan IFRS yang mana tidak terdapat alasan valid untuk menjustifikasi bahwa tidak perlu mengadopsi IFRS 6. Pengaturan dalam IFRS 6 tidak berbeda secara substantif dengan PSAK 29 dan PSAK 33. Hal ini hanya perbedaan pendekatan yang digunakan dalam mencatat biaya eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral yang dapat digambarkan dalam bagan berikut: Gambar 2. 3 Pengakuan Biaya Eksplorasi dalam IFRS 6, PSAK 29 & PSAK 33 Sumber: PSAK 64(2011:64.vii). 45

32 Sehingga, hal ini dianggap tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perlakuan akuntansi yang telah ada. Pengecualian yang diatur dalam IFRS 6 merupakan hal yang tidak relevan untuk diadopsi ke dalam PSAK 64 karena hal ini akan mengakibatkan tidak ada manfaatnya mengadopsi IFRS 6 jika mengadopsi juga bagian yang dianggap kontroversial. Hal tersebut bukan merupakan alasan valid untuk tidak mengadopsi IFRS Pengakuan Aset Eksplorasi dan Evaluasi Ketika mengembangkan kebijakan akuntansinya, entitas mengakui aset eksplorasi dan evaluasi menggunakan PSAK 25 (revisi 2009): kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan (Par 10). Dalam hal tidak ada PSAK yang secara spesifik berlaku untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lain, maka manajemen menggunakan pertimbangannya dalam mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi yang: (a) relevan untuk kebutuhan pengambilan keputusan ekonomi pengguna; dan (b) andal, dalam laporan keuangan yang: (i) menyajikan secara jujur posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas; (ii) mencerminkan substansi ekonomi transaksi, peristiwa, atau kondisi lainnya, dan bukan hanya bentuk hukum. 46

33 (iii) netral, yaitu bebas dari bias; (iv) pertimbangan sehat; dan (v) lengkap dalam semua hal yang material Pengukuran Aset Eksplorasi dan Evaluasi Pengukuran dalam kegiatan eksplorasi dapat dilakukan pada saat pengakuan aset eksplorasi dan evaluasi yang diukur pada biaya perolehan dan pengukuran setelah pengakuan dengan menerapkan salah satu model revaluasi atas aset eksplorasi dan evaluasi dan menerapkannya secara konsisten. Dalam menentukan kebijakan akuntansi ini, entitas mempertimbangkan tingkat pengeluaran yang dapat dikaitkan dengan penemuan sumber daya mineral spesifik. Berdasarkan PSAK 64(2011:64.3), berikut contoh pengeluaran yang dapat termasuk dalam pengukuran awal aset eksplorasi dan evaluasi (tidak terbatas hanya pada daftar berikut): (a) perolehan untuk eksplorasi; (b) kajian topografi, geologi, geokimia, dan geofisika; (c) pengeboran eksplorasi; (d) parit; (e) pengambilan contoh; dan (f) aktivitas yang terkait dengan evaluasi kelayakan teknis dan kelangsungan usaha komersial atas penambangan sumber daya mineral. 47

34 Pengeluaran yang terkait dengan pengembangan sumber daya mineral tidak diakui sebagai aset eksplorasi dan evaluasi. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dan PSAK 19 (revisi 2010) : Aset Tak berwujud memberikan panduan pengakuan aset yang timbul dari pengembangan. Suatu aset tidak berwujud yang timbul dari pengembangan (atau dari tahap pengembangan pada suatu proyek internal) diakui jika, dan hanya jika, entitas dapat menunjukkan semua hal berikut ini: (a) Kelayakan teknis penyelesaian aset tidak berwujud tersebut sehingga aset tersebut dapat digunakan atau dijual; (b) niat untuk menyelesaikan aset tidak berwujud tersebut dan (c) menggunakannya atau menjualnya; kemampuan untuk menggunakan atau menjual aset tidak berwujud tersebut; (d) bagaimana aset tidak berwujud akan menghasilkan kemungkinan besar manfaat ekonomis masa depan. Antara lain entitas harus mampu menunjukkan adanya pasar bagi keluaran aset tidak berwujud atau pasar atas aset tidak berwujud itu sendiri, atau, jika aset tidak berwujud itu akan digunakan secara internal, entitas harus mampu menunjukkan kegunaan aset tidak berwujud tersebut; (e) (f) tersedianya sumber daya teknis, keuangan, dan sumber daya lainnya untuk menyelesaikan pengembangan aset tidak berwujud dan untuk menggunakan atau menjual aset tersebut; dan kemampuan untuk mengukur secara andal pengeluaran yang terkait dengan aset tidak bewujud selama pengembangannya PSAK 19 revisi 2010 (par 56). Entitas dapat mengubah kebijakan akuntansinya atas pengeluaran ekplorasi dan evaluasi jika perubahan kebijakan tersebut dapat membuat laporan keuangan menjadi lebih relevan bagi kebutuhan pengguna dalam pengambilan keputusan dan andal, atau lebih andal dan relevan bagi kebutuhan pengambilan keputusan. Entitas mempertimbangkan unsur relevan dan keandalan dengan menggunakan kriteria dalam PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan. 48

35 Klasifikasi Aset Eksplorasi dan Evaluasi Perusahaan pertambangan dapat mengklasifikasikan aset eksplorasi dan evalusinya sebagai intangible asset misalnya hak pengeboran atau tangible asset misalnya sarana dan drilling rigs. Sepanjang aset berwujud yang digunakan dalam mengembangkan aset tidak berwujud, jumlah yang mencerminkan penggunaan tersebut sebagai bagian dari biaya perolehan aset tak berwujud. Namun demikian, penggunaan aset berwujud untuk mengembangkan suatu aset tidak berwujud tidak mengubah aset berwujud menjadi aset tidak berwujud. Suatu aset tidak diklasifikasikan sebagai aset eksplorasi dan evaluasi ketika kelayakan teknis dan kelangsungan usaha komersial atas penambangan sumber daya mineral dapat dibuktikan. Aset eksplorasi dan evaluasi diuji penurunan nilainya, dan setiap rugi penurunan nilai diakui, sebelum direklasifikasi Perbedaan PSAK 33 (1994) dan PSAK 33 (revisi 2011) Terdapat perbedaan ruang lingkup dalam pengaturan aktivitas pertambangan antara PSAK 33 (1994) dengan PSAK 33 (revisi 2011), yang dapat dilihat dari tabel berikut : 49

36 Tabel 2. 4 Perbedaan PSAK 33 (1994) dan PSAK 33 (revisi 2011) No Perihal PSAK 33 (1994) PSAK 33 (Revisi 2011) 1 Ruang Lingkup Eksplorasi Pengupasan lapisan tanah 2 Eksplorasi 3 Pengembangan dan Konstruksi Pengembangan dan Konstruksi Produksi Pengelolaan lingkungan hidup Biaya eksplorasi diakui sebagai beban, kecuali: Belum terdapat cadangan, izin masih berlaku, dan kegiatan eksplorasi signifikan masih dilakukan. Terdapat cadangan terbukti dan izin masih berlaku. Biaya ekplorasi mencakup biaya perizinan Biaya pengembangan diakui sebagai aset (biaya yang ditangguhkan) Biaya konstruksi diakui sebagai aset tetap. Pengelolaan lingkungan hidup Tidak diatur Dalam PSAK 64, biaya eksplorasi (dan evaluasi) diakui sebagai aset. Biaya tersebut tidak termasuk biaya perizinan. Tidak diatur Dalam PSAK 64, perlakuan atas biaya pengembangan merujuk pada KDPPLK dan PSAK 19 : Aset Tak berwujud 4 Produksi 5 Pengelolaan lingkungan hidup Biaya pengupasan lapisan tanah awal diakui sebagai aset (beban tangguhan) Biaya pengupasan lapisan tanah selanjutnya diakui sebagai beban. Biaya produksi diakui sebagai persediaan. Biaya pengelolaan lingkungan hidup dalam aktivitas produksi diakui sebagai beban. Biaya pengelolaan lingkungan hidup dalam aktivitas eksplorasi dan pengembangan diakui sebagai aset (beban tangguhan) Sumber: PSAK 33(2011:33.vii-viii) Biaya konstruksi diatur di PSAK lain, misalnya PSAK 16 : Aset tetap Biaya pengupasan lapisan tanah awal diakui sebagai aset (beban tangguhan) Biaya pengupasan lapisan tanah selanjutnya diakui sebagai beban. Sama 50

37 2.1.4 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai akuntansi pertambangan di Indonesia belum terlalu banyak jumlahnya. Beberapa penelitian banyak ditemukan di negara lain terlebih mengenai pembahasan akuntansi pertambangan yang berkaitan dengan IFRS (International Financial Accounting Standards). Beberapa penelitian terdahulu ini digunakan sebagai sumber dari penelitian ini ataupun sebagai bahan pendukung untuk melengkapi penelitian ini. Dalam jurnal berjudul International Oil and Gas Accounting - Accounting for Activities from the Extraction Process of Mineral Resources Under Us Gaap vis-à-vis IFRS: Theory and Implementation Practice, Mazijk, Rogier van. (2010) membahas perbedaan besar yang berdampak pada laporan laba rugi dan ekuitas pemegang saham pada perusahaan oil and gas yang menerapkan US GAAP dengan yang menerapkan IFRS. Perbedaan antara US GAAP dan IFRS dengan pertimbangan untuk implementasi praktek, dalam tahap pre-exploration US GAAP menyediakan lebih banyak kesempatan untuk mengkapitalisasi beban atas keuntungan di masa depan yang tidak tentu, membuat IFRS lebih konservatif. Dalam tahap eksplorasi dan evaluasi terdapat perbedaan substantial antara IFRS dan FC. 51

PSAK No AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PENDAHULUAN. Karakteristik Akuntansi Industri Pertambangan Umum

PSAK No AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PENDAHULUAN. Karakteristik Akuntansi Industri Pertambangan Umum PSAK No. 33 - AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PENDAHULUAN Karakteristik Akuntansi Industri Pertambangan Umum 01 Dalam industri pertambangan umum terdapat empat kegiatan usaha pokok, meliputi: a) Eksplorasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Usaha Pertambangan Kegiatan Usaha pertambangan berdasarkan Permen ESDM No. 24 tahun 2012 adalah segala kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan

Lebih terperinci

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi. Pengertian Pertambangan Pertambangan adalah : 1. Kegiatan, teknologi, dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian,

Lebih terperinci

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: -2-4. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172); Dengan

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI INDUSTRI BATUBARA

STANDAR AKUNTANSI INDUSTRI BATUBARA STANDAR AKUNTANSI INDUSTRI BATUBARA Agenda 1. 2. 3. 4. Perkembangan Standar ISAK 29 Pengupasan Tanah PSAK Terkait Diskusi PSAK Pertambangan Umum Tidak ada standar akuntansi khusus industri pertambangan

Lebih terperinci

Pertambangan Umum. Pernyataan. Exposure draft. (revisi 2011) Akuntansi. Exposure draft ini dikeluarkan oleh. Standar Akuntansi Keuangan

Pertambangan Umum. Pernyataan. Exposure draft. (revisi 2011) Akuntansi. Exposure draft ini dikeluarkan oleh. Standar Akuntansi Keuangan ED PSAK No. 33 1 Februari 2011 (revisi 2011) Exposure draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Akuntansi Pertambangan Umum Exposure draft ini dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Tanggapan

Lebih terperinci

SUMBER DAYA MINERAL. Dwi Martani

SUMBER DAYA MINERAL. Dwi Martani PSAK 64: EKSPLORASI DAN EVALUASI SUMBER DAYA MINERAL Dwi Martani 1 Ruang Lingkup IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources PSAK 29 PSAK 33 Akuntansi Minyak dan Gas Bumi Akuntansi Pertambangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG DISUSUN OLEH : BAGIAN HUKUM SETDA KOLAKA UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Eksplorasi dan Evaluasi. Exposure draft ini dikeluarkan oleh. Standar Akuntansi Keuangan

Eksplorasi dan Evaluasi. Exposure draft ini dikeluarkan oleh. Standar Akuntansi Keuangan ED PSAK No. 64 1 Februari 2011 exposure draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral Exposure draft ini dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Tanggapan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam industri pertambangan dan energi, proses menemukan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam industri pertambangan dan energi, proses menemukan sumber daya alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam industri pertambangan dan energi, proses menemukan sumber daya alam selalu dikaitkan dengan aktifitas eksplorasi dan evaluasi. Aktifitas eksplorasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG

NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG /).' PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Meng ingat

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3.

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3. GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

CONCEPTUAL FRAMEWORK (ACCOUNTING THEORY)

CONCEPTUAL FRAMEWORK (ACCOUNTING THEORY) CONCEPTUAL FRAMEWORK (ACCOUNTING THEORY) PENGERTIAN (1) Menurut FASB: a coherent system of interrelated objectives and fundamentals that is expected to lead to consistent standards and that prescribes

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akuntansi merupakan bahasa universal untuk bisnis karena akuntansi digunakan hampir di seluruh kegiatan bisnis di seluruh dunia sehingga akuntansi menjadi

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN Akuntansi Keuangan 2 - Pertemuan 14 Slide OCW Universitas Indonesia Oleh : Dwi Martani Departemen Akuntansi FEUI 1 Akuntansi Keuangan 2 - Departemen

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. PSAK 1 tentang penyajian laporan keuangan. a. Definisi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah standar yang digunakan untuk pelaporan keuangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian dunia dimana batasan penghambat menjadi semakin berkurang

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian dunia dimana batasan penghambat menjadi semakin berkurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi telah membuat sebuah dampak dramatis dalam perekonomian dunia dimana batasan penghambat menjadi semakin berkurang dan meningkatnya kerjasama

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA. pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi

BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA. pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA A. Pengertian Kegiatan Usaha Pertambangan Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan IAS 18 Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates, and Error Dwi Martani Latar Belakang o Tujuan o Menentukan kriteria

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Signalling theory menekankan pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh

BAB II LANDASAN TEORI. Signalling theory menekankan pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori dan Telaah Pustaka 2.1.1. Signalling Theory Signalling theory menekankan pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa mineral

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

IFRS - Kerangka konseptual dibagi menjadi 3 level First Level Second Level 1. Karakteristik kualitatif 2. Unsur-unsur laporan keuangan

IFRS - Kerangka konseptual dibagi menjadi 3 level First Level Second Level 1. Karakteristik kualitatif 2. Unsur-unsur laporan keuangan Kebutuhan menjadi acuan pembuatan standar akuntansi keuangan agar standar tersebut dapat lebih berguna, koheren dan konsisten sepanjang waktu Membantu akuntan untuk dengan cepat mengatasi masalah dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BUPATI BEKASI, Menimbang : a. bahwa bahan tambang merupakan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN Akuntansi Keuangan 2 - Pertemuan 14 Slide OCW Universitas Indonesia Oleh : Dwi Martani Departemen Akuntansi FEUI 1 Akuntansi Keuangan 2 - Departemen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN IV.1 Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan Perlakuan Akuntansi SAK ETAP Setelah mendapatkan gambaran detail mengenai objek penelitian, yaitu PT Aman Investama.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT No. Urut: 03, 2012 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

Penyajian Laporan Keuangan Koperasi RRKR Berdasarkan SAK ETAP

Penyajian Laporan Keuangan Koperasi RRKR Berdasarkan SAK ETAP Penyajian Laporan Keuangan Koperasi RRKR Berdasarkan SAK ETAP Nia Herlina Program Studi Akuntansi STIE STEMBI, niaherlina01@gmail.com Abstrak Tujuan_Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Standar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Sumber Daya Alam. Penilaian.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Sumber Daya Alam. Penilaian. No.226, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Sumber Daya Alam. Penilaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/PMK.06/2010 TENTANG PENILAIAN KEKAYAAN YANG DIKUASAI

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2-2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) SAK-ETAP merupakan suatu standar akuntansi yang disusun untuk mengatur pelaporan keuangan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PSAK 33 ( REVISI 2011) TENTANG AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PADA PT BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk

ANALISIS PENERAPAN PSAK 33 ( REVISI 2011) TENTANG AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PADA PT BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk ANALISIS PENERAPAN PSAK 33 ( REVISI 2011) TENTANG AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PADA PT BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk Evi Dwipuspasari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Program Studi Akuntansi Taufik Hidayat

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pertambangan rakyat di Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KONVERGENSI PSAK KE IFRS

ANALISIS KONVERGENSI PSAK KE IFRS ANALISIS KONVERGENSI PSAK KE IFRS KELOMPOK GOODWILL: Dwi Rahayu 090462201 098 Dedi Alhamdanis 100462201 362 Larasati Sunarto 100462201 107 FAKULTAS EKONOMI UMRAH 2012 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara `1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya alam (natural resources). Sumber daya alam itu ada yang dapat diperbaharui (renewable),

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Tiga karakteristik identifikasi, pengukuran dan komunikasi informasi keuangan mengenai kesatuan ekonomi kepada pihak yang berkepentingan

Tiga karakteristik identifikasi, pengukuran dan komunikasi informasi keuangan mengenai kesatuan ekonomi kepada pihak yang berkepentingan BAB 1 Apa itu AKUNTANSI? Akuntansi adalah seni yg menurut kepercayaan luas pertama kali ditemukan oleh Fra Luca Bartolomeo de Pacioli, seorang ahli matematika Italia dan friar Franciscan di abad ke 16

Lebih terperinci

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Kaur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam berupa tambang merupakan salah satu andalan negara Indonesia setelah pertanian. Beberapa peraturan nasional baik berupa undangundang, peraturan pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Mengingat : a. bahwa mineral dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA Antung Deddy Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

SE - 48/PJ/2011 TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PA

SE - 48/PJ/2011 TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PA SE - 48/PJ/2011 TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PA Contributed by Administrator Wednesday, 03 August 2011 Pusat Peraturan Pajak Online 3 Agustus 2011 SURAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin pesatnya laju pertumbuhan bisnis saat ini menuntut Indonesia untuk menyetarakan standar keuangan serta penyusunan laporan keuangan mengikuti standar internasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setelah adanya deregulasi dalam pasar modal dan situasi kebijakan uang ketat yang mulai berlaku pada tahun 1991, banyak perusahaan melakukan go public

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) SAK ETAP yaitu standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia yang bertujuan untuk memudahkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Manfaat Implementasi SAK ETAP Dengan mengimplementasikan SAK ETAP di dalam laporan keuangannya, maka CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan untuk mengambil keputusan baik secara internal maupun oleh pihak

BAB I PENDAHULUAN. keuangan untuk mengambil keputusan baik secara internal maupun oleh pihak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan rangkuman kinerja perusahaan untuk melaporkan setiap aktivitas yang dilakukan, mulai dari aktivitas operasional, investasi, dan pembiayaan.

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

KERANGKA KERJA KONSEPTUAL

KERANGKA KERJA KONSEPTUAL KERANGKA KERJA KONSEPTUAL Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) didefinisikan oleh FASB sebagai : a coherent system of interrelated objectives and fundamentals that is expected to lead to consistent

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN ISTILAH DAN DEFINISI Beberapa istilah dan definisi yang digunakan diambil dari acuan-acuan, yang dimodifikasi sesuai kebutuhan, yaitu : Bahan galian, segala jenis bahan

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan LAPORAN KEUANGAN. Bentuk Bentuk Laporan Keuangan. Idik Sodikin,SE,MBA,MM. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS

Manajemen Keuangan LAPORAN KEUANGAN. Bentuk Bentuk Laporan Keuangan. Idik Sodikin,SE,MBA,MM. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Modul ke: 02 Manajemen Keuangan LAPORAN KEUANGAN Bentuk Bentuk Laporan Keuangan Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi Idik Sodikin,SE,MBA,MM Pendahuluan Apa yang yang dimaksud Laporan Keuangan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH h GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL

Lebih terperinci

2. TELAAH TEORITIS 2.1 Laporan Keuangan Pemerintah Laporan keuangan pemerintah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi

2. TELAAH TEORITIS 2.1 Laporan Keuangan Pemerintah Laporan keuangan pemerintah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi 2. TELAAH TEORITIS 2.1 Laporan Keuangan Pemerintah Laporan keuangan pemerintah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara merupakan

Lebih terperinci

PSAK 25 (Revisi 2009) Perubahan Estimasi. Taufik Hidayat,.SE,.Ak,.MM Universitas Indonesia

PSAK 25 (Revisi 2009) Perubahan Estimasi. Taufik Hidayat,.SE,.Ak,.MM Universitas Indonesia PSAK 25 (Revisi 2009) Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan Taufik Hidayat,.SE,.Ak,.MM Universitas Indonesia Agenda 1. Lingkup dan Aplikasi Standar 2. Kebijakan Akuntansi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum dan Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum dan Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum dan Objek Penelitian Kerugian penurunan nilai aset (asset impairment) terjadi ketika nilai tercatat (carrying amount) suatu aset melebihi nilai terpulihkannya (recoverable

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Laporan Keuangan a. Pengertian Laporan keuangan adalah laporan yang berisikan informasi yang berguna bagi pihak internal dan eksternal perusahaan. Laporan

Lebih terperinci

22/02/2018. Oleh: Ersa Tri Wahyuni, PhD, CA, CPMA, CPSAK

22/02/2018. Oleh: Ersa Tri Wahyuni, PhD, CA, CPMA, CPSAK Oleh: Ersa Tri Wahyuni, PhD, CA, CPMA, CPSAK 1 Latar Belakang Tujuan Menentukan kriteria dalam pemilihan dan perubahan kebijakan akuntansi. Perlakuan akuntansi dan pengungkapan atas: Perubahan kebijakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

2010 MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENILAIAN KEKAYAAN YANG DIKUASAI NEGARA BERUPA SUMBER DAYA ALAM. BAB I KETENTUAN UMUM

2010 MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENILAIAN KEKAYAAN YANG DIKUASAI NEGARA BERUPA SUMBER DAYA ALAM. BAB I KETENTUAN UMUM 2010 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 98/PMK.06/2010 TENTANG PENILAIAN KEKAYAAN YANG DIKUASAI NEGARA BERUPA SUMBER DAYA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sebagai Entitas Pelaporan Dan Entitas Akuntansi bahwa: Dalam pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (2005:19) menyatakan entitas pelaporan keuangan adalah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG UMUM Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai prinsip-prinsip dan tata laksana reklamasi dan pascatambang.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PSAK NO. 64 TENTANG PERLAKUAN AKUNTANSI BIAYA EKSPLORASI DAN EVALUASI (STUDI KASUS PADA PT. MEDCO ENERGI INTERNASIONAL TBK.

IMPLEMENTASI PSAK NO. 64 TENTANG PERLAKUAN AKUNTANSI BIAYA EKSPLORASI DAN EVALUASI (STUDI KASUS PADA PT. MEDCO ENERGI INTERNASIONAL TBK. 1 IMPLEMENTASI PSAK NO. 64 TENTANG PERLAKUAN AKUNTANSI BIAYA EKSPLORASI DAN EVALUASI (STUDI KASUS PADA PT. MEDCO ENERGI INTERNASIONAL TBK.) Oleh: Oksidea Riveta Pembimbing: Sari Atmini, SE.,M.Si,Ak. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan. Untuk memenuhi hal itu, maka Ikatan Akuntan Indonesia dan Dewan

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan. Untuk memenuhi hal itu, maka Ikatan Akuntan Indonesia dan Dewan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin pesatnya dunia perekonomian dan perbankan internasional, Indonesia dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan standar akuntansi internasional, sehingga dapat

Lebih terperinci

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Ir. Bambang Susigit, MT KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA Contents

Lebih terperinci

KERANGKA KERJA KONSEPTUAL

KERANGKA KERJA KONSEPTUAL KERANGKA KERJA KONSEPTUAL Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) didefinisikan oleh FASB sebagai : a coherent system of interrelated objectives and fundamentals that is expected to lead to consistent

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengusahaan mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Jasa Migas merupakan kegiatan usaha jasa layanan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Jasa Migas merupakan kegiatan usaha jasa layanan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perusahaan Jasa Migas merupakan kegiatan usaha jasa layanan di bidang energi minyak dan gas bumi, dalam Kegiatan Usaha Hulu untuk penanganan pekerjaan bangunan

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL. Dr. Istianingsih

KERANGKA KONSEPTUAL. Dr. Istianingsih Modul ke: 02 Fakultas PASCA SARJANA KERANGKA KONSEPTUAL Dr. Istianingsih Program Studi Magister Akuntansi www.mercubuana.ac.id The Decision Usefulness Approach Dalam membahas pendekatan ini, setidaknya

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa dengan adanya perubahan kewenangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkepentingan (Margaretta dan Soeprianto 2012). Keberhasilan. tingkat kepercayaan investor dalam berinvestasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. berkepentingan (Margaretta dan Soeprianto 2012). Keberhasilan. tingkat kepercayaan investor dalam berinvestasi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan sebuah media yang dijadikan sebagai alat untuk berkomunikasi antara pihak manajemen dengan para pihak berkepentingan (Margaretta

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSII JAWA TENGH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSII JAWA TENGH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG 1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSII JAWA TENGH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan galian sebagai sumber

Lebih terperinci

RINGKASAN BAB VII KERANGKA KONSEPTUAL FASB

RINGKASAN BAB VII KERANGKA KONSEPTUAL FASB RINGKASAN BAB VII KERANGKA KONSEPTUAL FASB Setelah mengetahui anggota dari panitia pembuat dokumen (FASB) dan berasal dari AICPA, APB dan AAA. Rangkaian dari dokumen sangatlah penting, dimana dua hal yang

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa kegiatan usaha

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa potensi

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK) BERBASIS IFRS

STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK) BERBASIS IFRS Makalah Seminar Akuntansi STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK) BERBASIS IFRS OLEH : Wildha Ardhiyanto (A311 12 268) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 BAB I PENDAHULUAN Standar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci