ANALISIS PENERAPAN PSAK 33 ( REVISI 2011) TENTANG AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PADA PT BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENERAPAN PSAK 33 ( REVISI 2011) TENTANG AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PADA PT BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk"

Transkripsi

1 ANALISIS PENERAPAN PSAK 33 ( REVISI 2011) TENTANG AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PADA PT BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk Evi Dwipuspasari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Program Studi Akuntansi Taufik Hidayat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Program Studi Akuntansi ABSTRAK : Jurnal ini membahas mengenai analisis penerapan PSAK No. 33 (Revisi 2011) tentang Akuntansi Pertambangan Umum pada PT Bukit Asam (Persero) Tbk yang bergerak dibidang industri pertambangan batubara. Dalam laporan ini dijelaskan mengenai kebijakan akuntansi PT Bukit Asam (Persero) Tbk atas aktivitas pegupasan lapisan tanah dan aktivitas pengelolaan lingkungan yang kemudian dilakukan analisis terhadap masing-masing kebijakan akuntansi. Hasil dari jurnal ini menyimpulkan bahwa kebijakan akuntansi atas pengakuan dan pengukuran atas aktivitas pengupasan lapisan tanah PTBA telah sesuai dengan PSAK No. 33 (Revisi 2011) dan pengungkapannya telah sesuai dengan PSAK No. 1 (Revisi 2009). Untuk kebijakan akuntansi atas pengakuan, penyajian, dan pengungkapan atas aktivitas pengelolaan lingkungan hidup PTBA telah sesuai dengan PSAK No. 33 (Revisi 2011). Sedangkan untuk kebijakan akuntansi atas pengukurannya telah sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 18 Tahun Kata kunci : Pertambangan batubara, PSAK 33 (Revisi 2011), biaya pengupasan tanah, biaya pengelolaan lingkungan hidup. ABSTRACT : The journal explain the analysis of the implementation of SFAS Number 33 (Revised 2011) on Accounting of General Mining in PT Bukit Asam (Persero) Tbk, which is engaged in coal mining industry. This report also describe the accounting policies PT Bukit Asam (Persero) Tbk on soil stripping activities and environmental management activities that analysed for the each accounting policies. The result of this journal concluded that the accounting policies on the recognition and measurement of soil stripping activities in PTBA was compliance with SFAS Number 33 (Revised 2011) and the disclosures of soil stripping activities was refer to SFAS Number 1 (Revised 2009). The accounting policies on the recognition, presentation and disclosure of environmental management activities in PTBA were compliance with SFAS Number 33 (Revised 2011). For the measurement of environmental management activities in PTBA also complies with the ESDM Minister Regulation Number Keywords : Coal mining, SFAS Number 33, stripping cost, cost of environmental management. 1

2 I. PENDAHULUAN Perkembangan dunia bisnis yang sangat pesat menyebabkan tingginya tingkat persaingan antar perusahaan untuk dapat bertahan di pasar dan menghasilkan inovasi inovasi baru. Kondisi ini tentunya memberikan dampak seperti meningkatnya permintaan sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi kompetensi dalam bidang spesifik maupun dalam kemampuan non-teknis. Tuntutan inilah yang semakin disadari oleh Universitas Indonesia khususnya Fakultas Ekonomi sebagai salah satu lembaga pendidikan di Indonesia. Menanggapi tuntutan tersebut, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) menyelengggarakan program magang sebagai salah satu Mata Kuliah Pilihan untuk prasyarat kelulusan (selain skripsi) dengan bobot 6 SKS bagi para mahasiswanya yang telah menyelesaikan 120 SKS dengan minimal Indeks Prestasi Kumulatif 2,75. Tujuan utama program magang ini adalah memperkenalkan mahasiswa akan dunia kerja sekaligus memberikan tambahan pengalaman dan pengetahuan di dalam dunia kerja. Dengan banyaknya manfaat dari program magang ini, Penulis tertarik untuk memilih program ini sebagai salah satu syarat kelulusan. Melalui program ini, Penulis berharap dapat memahami bagaimana aplikasi teori yang telah didapat selama masa perkuliahan ketika berada di dunia kerja. Selain itu, penulis juga memperoleh pengalaman berharga yang mampu membantu dalam mempersiapkan diri ketika memasuki persaingan dunia kerja di masa yang akan datang setelah menyelesaikan perkuliahan. Didalam jurnal ini Penulis akan membahas mengenai analisis penerapan PSAK 33 (Revisi 2011) tentang akuntansi pertambangan umum pada PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Analisis pada jurnal ini akan lebih spesifik lagi membahas tentang pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan dari biaya atas aktivitas pengupasan lapisan tanah dan pengelolaan lingkungan hidup. Topik jurnal ini dipilih karena belum banyak jurnal yang membahas tentang bagaimana penerapan PSAK 33 (Revisi 2011) di perusahaan pertambangan. Disamping itu, topik ini dipilih karena Penulis melakukan proses magang di PT Bukit Asam (Persero) Tbk yang sekaligus dijadikan sampel sebagai dasar pembuatan jurnal ini. II. LANDASAN TEORI Definisi Usaha Pertambangan Menurut Undang Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan bahwa usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan 2

3 mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. Seperti yang juga dijelaskan dalam undang undang tersebut, prinsip dilakukannya usaha pertambangan dapat dipastikan berorientasi ke persoalan bisnis karena modal yang ditanamkan dalam usaha pertambangan berasal dari investor yang ingin mendapatkan keuntungan. Sehingga kegiatan kegiatan dalam usaha pertambangan sangat harus diperhitungkan sebelum memulai usaha. Kegiatan dalam usaha pertambangan akan dijelaskan secara rinci oleh penulis pada poin berikutnya. Selain memperhitungkan kegiatan kegiatan dalam usaha pertambangan, setiap perusahaan atau investor yang melakukan usaha wajib memiliki izin dari pihak berwenang yaitu pemerintah. Terdapat beberapa jenis izin dalam usaha pertambangan. Izin tersebut adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan Izin Lingkungan. Fase Kegiatan dalam Usaha Pertambangan Seperti yang dijelaskan melalui pengertian diatas, dalam usaha pertambangan terdapat beberapa rankaian kegiatan mulai dari sebelum dilakukannya penambangan sampai dengan setelah dilakukannya penambangan. Dalam Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik-Industri Pertambangan Umum (P3LKE PP-IPU) umumnya rangkaian kegiatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat fase kegiatan usaha pokok yaitu eksplorasi, pengembangan dan konstruksi, produksi penambangan (eksploitasi), dan pengelolaan lingkungan hidup (pascatambang). Akuntansi Pertambangan Umum - PSAK 33 (Revisi 2011) Akuntansi pertambangan umum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 33 (Revisi 2011). Standar ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi atas aktivitas pengupasan lapisan tanah dan aktivitas pengelolaan lingkungan hidup pertambangan umum. Aktivitas pengupasan tanah adalah aktivitas pemindahan lapisan tanah penutup atau material lainnya sehingga bahan galian seperti batubara dapat ditambang. Menurut PSAK 33 (Revisi 2011), biaya pengupasan tanah penutup dibedakan antara pengupasan tanah awal untuk membuka tambang yang dilakukan sebelum produksi dimulai dan pengupasan tanah lanjutan yang dilakukan selama masa produksi. Biaya pengupasan tanah awal diakui sebagai aset atau beban tangguhan. Pengukuran biaya pengupasan tanah awal ini pada umumnya dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan setelah diketahui terdapat bahan 3

4 galian yang terbukti. Biaya yang dikeluarkan ini seperti biaya pembebasan lahan, biaya konsultan, dan biaya pembersihan lahan (land clearing). Sedangkan untuk amortisasi menggunakan metode unit produksi. Penyajian biaya pengupasan tanah tangguhan ini disajikan pada laporan posisi keuangan. Selanjutnya untuk biaya pengupasan tanah lanjutan diakui sebagai beban yang biasanya masuk menjadi salah satu komponen biaya produksi. Biaya pengupasan tanah lanjutan ini akan disajikan pada laporan pendapatan komprehensif. Pengukuran atas biaya pengupasan tanah lanjutan ini adalah dengan cara memperhitungkan rasio rata rata tanah penutup terlebih dahulu agar dapat diketahui jumlah biaya yang dapat dibebankan. Sebelum proses produksi dimulai, dihitung rasio rata rata tanah penutup, yaitu taksiran perbandingan antara kuantitas lapisan tanah penutup pada seluruh area pertambangan terhadap ketebalan bahan galian pada seluruh area pertambangan. Ketika rasio aktual tanah penutup tidak berbeda jauh dengan rasio rata rata tanah penutup, maka biaya pengupasan tanah yang timbul pada periode tersebut seluruhnya dapat dibebankan. Hal yang perlu diingat adalah rasio aktual tanah penutup adalah perbandingan antara kuantitas tanah yang dikupas pada periode tertentu terhadap kuantitas bahan galian yang berhasil di gali pada periode yang sama. Namun jika rasio aktual berbeda jauh dengan rasio rata ratanya, dimana rasio aktual lebih besar daripada rasio rata rata, maka kelebihan biaya pengupasan diakui sebagai aset (beban tangguhan) yang nantinya akan dibebankan pada periode di mana rasio aktual jauh lebih kecil daripada rasio rata rata. Aktivitas pengelolaan lingkungan hidup adalah aktivitas yang dilakukan untuk mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan pertambangan. Dampak negatif dari kegiatan pertambangan dapat berupa pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan sehingga perlu dilakukannya pengelolan terhadap lingkungan hidup yang meliputi upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup. Perusahaan akan menghitung taksiran biaya pengelolaan lingkungan yang timbul karena akibat dari kegiatan eksplorasi dan pengembangan pertambangan diakui sebagai aset (beban tangguhan). Biaya ini akan dicatat oleh perusahaan sebagai Beban Pengelolaan Lingkungan Hidup Tangguhan. Selanjutnya beban tangguhan ini akan diamortisasi setiap tahunnya pada saat produksi komersial pertambangan dimulai dan dibebankan sebagai bagian dari Biaya Produksi. Sedangkan taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul karena akibat dari kegiatan produksi tambang juga akan dibebankan sebagai bagian dari Biaya Produksi dengan mengkredit liabilitas pengelolaan lingkungan hidup. Pada tanggal pelaporan, jumlah penyisihan pengelolaan lingkungan hidup 4

5 harus dievaluasi kembali agar dapat ditentukan apakah jumlah akrualnya telah memadai. Apabila pengeluaran sesungguhnya dari pengelolaan lingkungan hidup pada tahun berjalan lebih besar daripada jumlah akrual tahun lalu, maka selisihnya akan dibebankan ke periode dimana kelebihan tersebut timbul. Taksiran penyisihan pengelolaan lingkungan hidup ini disajikan pada laporan posisi keuangan sesuai jumlah liabilitas yang telah ditangguhkan, setelah dikurangi dengan jumlah pengeluaran yang sesungguhnya terjadi. Sedangkan realisasi biaya pengelolaan lingkungan hidup disajikan pada laporan pendapatan komprehensif. Pengukuran biaya pengelolaan lingkungan hidup tidak diatur dalam PSAK Nomor 33, tetapi dalam laporan ini penulis akan menggunakan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang sebagai landasan pengukuran. Dalam Peraturan Menteri ESDM dijelaskan bahwa terdapat dua biaya yang harus dikeluarkan untuk kegiatan raklamasi dan penutupan tambang. Kedua biaya ini biasanya digunakan oleh perusahaan pertambangan sebagai dasar perhitungan provisi lingkungan. Biaya tersebut adalah biaya reklamasi tambang dan biaya penutupan tambang. Biaya reklamasi tambang contohnya terdiri dari biaya penatagunaan lahan, biaya revegetasi, biaya pencegahan dan penanggulangan air asam tambang, dan biaya untuk pekerjaan sipil sesuai peruntukan lahan pasca tambang. Sedangkan biaya penutupan tambang terdiri dari biaya pembongkaran fasilitas tambang, biaya reklamasi tambang permukaan, biaya reklamasi lahan bekas fasilitas tambang, dan biaya pengamanan semua bukaan tambang yang berpotensi berbahaya bagi manusia. Menurut PSAK Nomor 33 ini, terdapat beberapa hal yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan antara lain terdiri dari kebijakan akuntansi sehubungan dengan perlakuan akuntansi atas pembebanan biaya pengelolaan lingkungan hidup dan metode amortisasi atas biaya pengelolaan lingkungan hidup yang ditangguhkan. Kemudian informasi mengenai mutasi taksiran liabilitas pengelolaan lingkungan hidup selama tahun berjalan, kegiatan pengelolaan lingkungan hidup telah dilaksanakan dan sedang berjalan serta Liabilitas bersyarat sehubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan liabilitas bersyarat lainnya sebagaimana yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan. III. PROFIL PERUSAHAAN PT Bukit Asam (Persero) Tbk atau yang biasa disebut PTBA merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang pertambangan batubara di Indonesia. Kantor 5

6 pusat dan lokasi penambangan PTBA berkedudukan di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. PTBA dalam laporan tahunan 2011 memegang hak Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi atas Tambang Batubara Tanjung Enim, Tambang Batubara Ombilin, Peranap di Indragiri Hulu Riau, dan Palaran di Samarinda (melalui anak perusahaan PT IPC). Masing masing lokasi memiliki proses penambangan yang berbeda sesuai dengan keadaan lokasi penambangan. Dikarenakan penulis melakukan magang di kantor pusat Tanjung Enim, Sumatera Selatan, penulis hanya akan menjelaskan proses penambangan yang dilakukan di tambang batubara Tanjung Enim. Unit Pertambangan Tanjung Enim (UPTE) memiliki beberapa lokasi penambangan, yaitu Tambang Air Laya (TAL), Tambang Muara Tiga Besar (MTB) dan Banko Barat. Metode penambangan yang diterapkan adalah Metode Penambangan Terbuka. Di TAL, peralatan tambang yang digunakan ada dua macam, yakni peralatan tambang sistem menerus dengan menggunakan Bucket Wheel Excavator (BWE) system dan sistem kombinasi Shovel dan Truck. Proses penambangan di TAL dilakukan sendiri oleh PTBA. Sedangkan di Tambang MTB dan Tambang Banko Barat peralatan tambang yang digunakan yaitu sistem kombinasi Shovel dan truck, PTBA bekerja sama dengan perusahaan kontraktor PT Pama Persada Nusantara dan PT Sumber Mitra Jaya untuk melakukan operasi penambangan. Untuk penjelasan mengenai proses penambangan, penulis hanya akan membahas mengenai proses penambangan yang dilakukan di Tambang Air Laya. Karena tidak terdapat perbedaan dalam proses penambangan yang dilakukan dimasing masing lokasi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kegiatan penambangan yang dilakukan di Tambang Air Laya menggunakan dua sistem yaitu sistem penambangan dengan menggunakan BWE dan sistem penambangan dengan menggunakan kombinasi Shovel dan Truck. Proses penambangan dengan sistem kombinasi Shovel dan Truck terdiri dari pembersihan lahan, pengupasan tanah penutup, pemuatan tanah penutup, pengangkutan tanah penutup, penimbunan, ripping batubara, penggalian batubara, pemuatan batubara, pengangkutan batubara, penimbunan batubara, dan pemuatan serta pengangkutan batubara ke kereta api. Sedangkan Proses penambangan dengan sistem Bucket Wheel Excavator sama seperti aktivitas penambangan lainnya. Dimulai dari kegiatan pembersihan lahan, pengupasan lapisan penutup (top soil), penggaruan (ripping), pemuatan tanah penutup (loading), pengangkutan tanah penutup (hauling), penimbunan ke disposal area (dumping), ripping batubara, pemuatan batubara, pengangkutan batubara,dan penimbunan batubara di disposal area. Penambangan dengan sistem BWE ini sifatnya continous mining. Alat tambang utama yang digunakan dalam sistem ini terdiri dari Bucket 6

7 Wheel Excavator (BWE), Belt Wagon (BW), Cable Rail Car (CRC), Hopper Car (HC), Conveyor Excavating (CE), Conveyor Distribution Point (CDP), Conveyor Dumping (CD), Coal Conveyor (CC), Stacker/Reclaimer (SR), Spreader (SP) dan Train Loading Station (TLS). Seluruh alat ini merupakan satu kesatuan yang bekerja secara terus menerus. Apabila terjadi hambatan di salah satu alat, maka sistem BWE secara keseluruhan tidak dapat beroperasi. IV. PEMBAHASAN Pada jurnal ini penulis akan membandingkan kesesuaian antara kebijakan akuntansi pertambangan pada PT Bukit Asam (Persero) Tbk dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 33 (Revisi 2011) dan Peraturan Menteri ESDM No. 18 Tahun Kebijakan Akuntansi atas Aktivitas Pengupasan Tanah Kebijakan akuntansi atas aktivitas pengupasan tanah yang dilakukan oleh PT Bukit Asam (Persero) Tbk mengacu pada PSAK No. 33 (Revisi 2011) tentang Akuntansi Pertambangan Umum. Dalam kebijakan perusahaan tersebut dijelaskan definisi biaya pengupasan tanah penutup dan pengupasan lapisan tanah. Menurut kebijakan akuntansi PTBA, biaya pengupasan tanah penutup dibedakan antara pengupasan tanah awal untuk membuka tambang atau disebut dengan pengupasan tanah sebelum produksi dan pengupasan tanah lanjutan yang dilakukan selama masa produksi. Sedangkan pengupasan lapisan tanah didefinisikan sebagai suatu kegiatan penggarukan/dorong, gali/muat, dan pengangkutan tanah dari lokasi penggalian ke lokasi penimbunan atau lokasi lainnya. PTBA mengakui biaya atas aktivitas pengupasan tanah awal sebagai bagian dari Beban Pengembangan yang Ditangguhkan (Aset) sedangkan biaya atas aktivitas pengupasan tanah lanjutan diakui sebagai Beban yang menjadi salah satu komponen dari Biaya Produksi. Dalam kebijakannya menjelaskan bahwa PTBA juga melakukan perhitungan rasio rata-rata tanah penutup. Rasio rata-rata tanah penutup ini dihitung dengan cara membandingkan estimasi kuantitas lapisan batuan/tanah penutup terhadap estimasi ketebalan bahan galian yang dalam hal ini adalah batubara yang juga dinyatakan dalam satuan unit kuantitas. Selanjutnya setelah dilakukannya produksi, PTBA mengukur rasio aktual tanah penutup. Jika rasio aktual lebih besar dari rasio rata-rata, maka terdapat kelebihan biaya atas aktivitas pengupasan tanah lanjutan. Kelebihan biaya ini akan ditangguhkan pembebanannya dan 7

8 dibukukan sebagai Beban Pengupasan yang Ditangguhkan (Aset). Namun manajemen PTBA menetapkan bahwa hanya akan menangguhkan 50% kelebihan biaya saja sedangkan sisanya tetap diakui sebagai beban. Beban Pengupasan yang Ditangguhkan ini nantinya akan diamortisasi di periode mendatang sepanjang umur tambang, sesuai dengan kegiatan produksi yang dihasilkan di periode mendatang tersebut. Jika tidak terdapat kelebihan biaya atau rasio aktual lebih kecil dari rasio rata-rata, biaya atas aktivitas pengupasan tanah lanjutan ini akan langsung dibebankan ke periode dimana kelebihan tersebut muncul. Dalam kebijakan akuntansinya, PTBA menggabungkan Beban Pengembangan yang Ditangguhkan dengan Beban Eksplorasi dan disajikan sebagai Beban Eksplorasi dan Pengembangan yang Ditangguhkan sebagai salah satu komponen Aset Tidak Lancar pada Laporan Posisi Keuangan. Sedangkan penyajian beban atas aktivitas pengupasan tanah lanjutan akan disajikan sebagai salah satu komponen dalam Biaya Produksi pada Laporan Pendapatan Komprehensif dan dijelaskan secara lebih lengkap pada Catatan atas Laporan Keuangan. Selanjutnya PTBA dalam laporan keuangannya mengungkapkan informasi seperti metode pembebanan biaya pengupasan tanah, metode perhitungan rasio rata-rata tanah penutup, jumlah biaya pengupasan tanah yang ditangguhkan dengan penjelasan mengenai perbedaan antara rasio aktual tanah penutup terhadap rasio rata-ratanya, dan perubahan atas rasio rata-rata tanah penutup (bila ada) Kebijakan Akuntansi atas Aktivitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Kebijakan akuntansi atas aktivitas pengelolaan lingkungan hidup yang dimiliki oleh PT Bukit Asam (Persero) Tbk juga mengacu kepada PSAK No.33 (Revisi 2011). Dalam kebijakan akuntansi PTBA dijelaskan beberapa definisi sebagai berikut : 1. Biaya pengelolaan lingkungan hidup adalah biaya yang timbul atas usaha mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan pertambangan. 2. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. 3. Penutupan Tambang adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat dihentikannya kegiatan penambangan dan/atau pengolahan dan pemurnian untuk memenuhi kriteria sesuai dengan dokumen Rencana Penutupan Tambang. 8

9 4. Jaminan Reklamasi adalah dana yang disediakan oleh Perseroan sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi. 5. Jaminan Penutupan Tambang adalah dana yang disediakan oleh Perseroan untuk melaksanakan Penutupan Tambang. Dalam kebijakan akuntansi PTBA, provisi pengelolaan lingkungan hidup diakui jika terdapat petunjuk yang kuat bahwa telah timbul liabilitas pada tanggal pelaporan keuangan akibat kegiatan yang telah dilakukan dan terdapat dasar yang wajar untuk mengitung jumlah liabilitas tersebut. Provisi pengelolaan lingkungan hidup ini mencakup jaminan reklamasi dan jaminan penutupan tambang. Masing masing jaminan ini diukur berdasarkan : 1. Jaminan Reklamasi, terdiri dari Biaya Langsung, antara lain terdiri dari biaya penatagunaan lahan, revegetasi, pekerjaan sipil, dan pencegahan serta penanggulangan air asam tambang. Serta Biaya Tidak Langsung, antara lain terdiri dari biaya mobilisasi dan demobilisasi, biaya perencanaan kegiatan reklamasi, biaya administrasi, dan biaya supervisi. 2. Jaminan Penutupan Tambang, terdiri Biaya Langsung, antara lain terdiri dari biaya pembongkaran bangunan dan sarana penunjang yang sudah tidak digunakan, biaya penanganan bahan berbahaya dan beracun, dan biaya aspek sosial, budaya, dan ekonomi. Serta Biaya Tidak Langsung, antara lain terdiri dari biaya mobilisasi dan demobilisasi, biaya perencanaan kegiatan reklamasi, biaya administrasi, dan biaya supervisi. Untuk taksiran biaya atas pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan eksplorasi dan pengembangan diakui sebagai aset. Sedangkan taksiran biaya atas pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan produksi tambang diakui sebagai beban. PTBA juga melakukan evaluasi disetiap tanggal pelaporan untuk menentukan apakah jumlah provisi pengelolaan lingkungan hidup telah memadai. Penyisihan pengelolaan lingkungan hidup ini disajikan pada laporan posisi keuangan sebesar jumlah liabilitas, setelah dikurangi dengan jumlah pengeluaran yang terjadi. Kemudian PTBA mengungkapkan informasi terkait pengelolaan lingkungan hidup ini, tetapi tidak terbatas pada kebijakan akuntansi sehubungan dengan perlakuan dan metode amortisasi atas biaya pengelolaan lingkungan hidup, mutasi taksiran provisi pengelolaan lingkungan hidup selama tahun berjalan dengan menunjukkan saldo awal, penyisihan yang dibentuk, pengeluaran yang terjadi, dan saldo akhir, kegiatan pengelolaan lingkungan yang telah dan sedang dilaksanakan, dan kewajiban bersyarat sehubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup. 9

10 Analisis Kebijakan Akuntansi atas Aktivitas Pengupasan Tanah Dalam analisis kebijakan akuntansi PTBA atas aktivitas pengupasan tanah ini, penulis akan membandingkannya dengan PSAK No. 33 (Revisi 2011). Perbandingan antara kebijakan akuntansi aktivitas pengupasan tanah PTBA dengan PSAK No. 33 akan dijelaskan melalui tabel berikut ini : Kebijakan Akuntansi PTBA PSAK No. 33 (Revisi 2011) Membedakan biaya pengupasan tanah menjadi dua yaitu biaya pengupasan tanah awal dan biaya pengupasan tanah lanjutan. Biaya pengupasan tanah awal diakui sebagai beban tangguhan (aset). PTBA menyajikannya sebagai Beban Pengembangan yang Ditangguhkan. Biaya pengupasan tanah lanjutan diakui sebagai beban. PTBA menyajikannya sebagai salah satu komponen beban produksi tepatnya sebagai Beban Jasa Pihak Ketiga. PTBA membebankan biaya pengupasan tanah lanjutan berdasarkan rasio rata-rata tanah penutup. Biaya pengupasan tanah penutup dibedakan menjadi dua yaitu biaya pengupasan tanah awal untuk membuka tambang dan biaya pengupasan tanah lanjutan. Biaya pengupasan tanah awal diakui sebagai aset (beban tangguhan). PSAK ini tidak mengatur secara detil bagaimana penyajian aset ini. PSAK hanya mengatur bagaimana mengakui biaya tersebut. Biaya pengupasan tanah lanjutan diakui sebagai beban. PSAK juga tidak mengatur secara detil bagaimana penyajian beban ini. PSAK hanya mengatur bagaimana mengakuinya. Biaya pengupasan tanah lanjutan dibebankan berdasarkan rasio ratarata tanah penutup. Jika terjadi perbedaan rasio rata-rata Biaya pengupasan tanah lanjutan 10

11 Kebijakan Akuntansi PTBA PSAK No. 33 (Revisi 2011) pengupasan tanah dengan rasio ditangguhkan jika terdapat aktualnya (rasio rata-rata lebih kecil dari rasio aktual), PTBA akan menangguhkan kelebihan biaya atas pengupasan tanah lanjutan. perbedaan antara rasio rata-rata pengupasan tanah dengan rasio aktual pengupasan tanah (rasio ratarata lebih kecil dari rasio aktual). Jika terjadi penangguhan biaya Biaya pengupasan tanah lanjutan pengupasan tanah lanjutan, PTBA yang ditangguhkan ini diakui akan mengakuinya sebagai beban tangguhan (aset). Dalam penyajian aset ini, PTBA mengacu pada PSAK No. 1 (Revisi 2009) tentang sebagai beban tangguhan (aset). PSAK juga tidak mengatur secara detil bagaimana penyajian beban ini. Penyajian Laporan Keuangan. Biaya pengupasan tanah awal PSAK juga tidak mengatur secara disajikan dalam laporan posisi detil bagaimana penyajian beban ini keuangan tepatnya dalam aset tidak dalam laporan keuangan. lancar sebagai Beban Pengembangan yang Ditangguhkan. Dalam penyajian beban ini, PTBA mengacu pada PSAK No. 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan. Biaya pengupasan tanah lanjutan disajikan dalam laporan pendapatan komprehensif sebagai salah satu komponen beban produksi (beban). Dalam penyajian beban ini, PTBA mengacu pada PSAK No. 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan. PSAK ini tidak mengatur secara detil bagaimana penyajian beban ini dalam laporan keuangan. PTBA dalam laporan keuangannya PSAK ini tidak mengatur informasi 11

12 Kebijakan Akuntansi PTBA PSAK No. 33 (Revisi 2011) mengungkapkan informasi sebagai berikut : apa saja yang harus diungkapkan terkait dengan aktivitas pengupasan 1) Metode pembebanan biaya tanah. pengupasan tanah 2) Metode perhitungan rasio ratarata tanah penutup 3) Jumlah biaya pengupasan tanah yang ditangguhkan dengan penjelasan mengenai perbedaan antara rasio aktual tanah penutup terhadap rasio rataratanya 4) Perubahan atas rasio rata-rata tanah penutup (bila ada) PTBA mengakui biaya pengupasan tanah awal sebagai aset (Beban Pengembangan yang Ditangguhkan) dan biaya pengupasan tanah lanjutan sebagai beban (Beban Produksi). Untuk pengukuran biaya pengupasan tanah awal, PTBA mengukurnya dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan setelah terbukti terdapat cadangan batubara pada lokasi penambangan. Biaya tersebut biasanya terdiri dari biaya pembebasan lahan, biaya jasa konsultan, biaya pembersihan lahan, biaya pengurusan izin izin terkait, dan lain lain. Sedangkan biaya pengupasan tanah lanjutan diukur dengan cara menghitung rasio rata rata tanah penutup dan rasio aktual tanah penutup. PTBA menyajikan Beban Pengembangan yang Ditangguhkan pada laporan posisi keuangan tepatnya dalam aset tidak lancar. Sedangkan Beban Produksi (Beban Jasa Pihak Ketiga) atas pengupasan tanah lanjutan disajikan pada laporan pendapatan komprehensif sebagai bagian dari Beban Pokok Penjualan. Rincian Beban Pokok Penjualan yang didalamnya terdapat Beban Jasa Pihak Ketiga dijelaskan pada catatan atas laporan keuangan. Penyajian yang dilakukan PTBA dalam laporan keuangannya dapat dilihat dalam Lampiran No. 1. Untuk cara penyajian ini tidak diatur secara detil oleh PSAK No. 33. Standar tersebut hanya menjelaskan pengakuan dan pengukuran saja. Sehingga untuk penyajian ini PTBA mengacu pada PSAK No. 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan 12

13 Keuangan. Dalam PSAK No. 1 dijelaskan bahwa aset yang diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar adalah aset yang memberikan manfaat jangka panjang. Berdasarkan penjelasan ini, Beban Pengembangan yang Ditangguhkan diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar karena beban tangguhan ini bersifat jangka panjang dalam pemanfaatannya. Pada standar itu juga dijelaskan bahwa beban disajikan dalam laporan pendapatan komprehensif sebagai salah satu komponen beban pokok penjualan. Selanjutnya informasi yang diungkapkan oleh PTBA terkait aktivitas pengupasan tanah ini hanya berupa informasi tentang perubahan saldo dari beban pengembangan yang ditangguhkan. Sedangkan informasi yang perlu diungkapkan sesuai kebijakan akuntansi PTBA tidak diungkapkan. Informasi yang perlu diungkapkan menurut kebijakan akuntansi PTBA adalah metode pembebanan biaya pengupasan tanah, metode perhitungan rasio ratarata tanah penutup, jumlah biaya pengupasan tanah yang ditangguhkan dengan penjelasan mengenai perbedaan antara rasio aktual tanah penutup terhadap rasio rata-ratanya, dan perubahan atas rasio rata-rata tanah penutup (bila ada). Penulis menyajikan hardcopy kebijakan akuntansi PTBA atas aktivitas pengupasan tanah pada Lampiran No. 4. Setelah menganalisis kebijakan akuntansi atas aktivitas pengupasan tanah PTBA, dapat diketahui bahwa dalam pengakuan dan pengukuran aktivitas pengupasan tanah telah sesuai dengan PSAK No. 33 (Revisi 2011). Sedangkan untuk penyajian atas aktivitas ini, PTBA mengacu pada PSAK No. 1 karena PSAK No. 33 tidak mengaturnya secara detil. Untuk pengungkapan yang terkait dengan aktivitas ini hanya berupa informasi tentang perubahan saldo dari beban pengembangan yang ditangguhkan. PSAK No. 33 (Revisi 2011) juga tidak mengatur secara detil tentang pengungkapan atas aktivitas pengupasan tanah. Analisis Kebijakan Akuntansi atas Aktivitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Analisis kebijakan akuntansi ini penulis akan membandingkannya dengan standar akuntansi (PSAK No. 33 Revisi 2011) dan peraturan pemerintah (Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008). Untuk kebijakan akuntansi atas pengakuan, penyajian, dan pengungkapan dibandingkan dengan PSAK No. 33 (Revisi 2011) sedangkan untuk pengukurannya dibandingkan dengan Peraturan Menteri ESDM No. 18 Tahun Hal ini dikarenakan dalam PSAK No. 33 tidak diatur pengukuran terhadap biaya pengelolaan lingkungan hidup sehingga penulis menggunakan peraturan pemerintah sebagai dasar perbandingan. Perbandingan antara kebijakan akuntansi PTBA dengan PSAK No. 33 akan dijelaskan melalui tabel berikut ini : 13

14 Kebijakan Akuntansi PTBA PSAK No. 33 (Revisi 2011) PTBA mengakui provisi pengelolaan lingkungan hidup jika : 1) Terdapat petunjuk yang kuat bahwa telah timbul kewajiban pada tanggal pelaporan keuangan akibat kegiatan yang telah dilakukan; 2) Terdapat dasar yang wajar untuk menghitung jumlah kewajiban yang timbul. PTBA mengakui taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul akibat dari kegiatan eksplorasi dan pengembangan diakui sebagai aset. PTBA menyajikannya sebagai Beban Pengelolaan Lingkungan Hidup Tangguhan. PTBA mengakui taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul akibat dari kegiatan produksi tambang diakui sebagai beban. PTBA menyajikannya sebagai Beban Produksi yang merupakan salah satu komponen dari Beban Pokok Penjualan. PTBA melakukan evaluasi pada setiap tanggal pelaporan terhadap jumlah provisi pengelolaan lingkungan hidup untuk Provisi pengelolaan lingkungan hidup harus diakui jika: 1) Terdapat petunjuk yang kuat bahwa telah timbul kewajiban pada tanggal pelaporan keuangan akibat kegiatan yang telah dilakukan; 2) Terdapat dasar yang wajar untuk menghitung jumlah kewajiban yang timbul. Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan eksplorasi dan pengembangan diakui sebagai aset (beban tangguhan). Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan produksi tambang diakui sebagai beban. Pada tanggal pelaporan, jumlah provisi pengelolaan lingkungan hidup harus dievaluasi kembali untuk menentukan apakah jumlah 14

15 Kebijakan Akuntansi PTBA PSAK No. 33 (Revisi 2011) menentukan apakah jumlah tersebut akrualnya telah memadai. telah memadai. PTBA menyajikan provisi Taksiran Provisi pengelolaan pengelolaan lingkungan hidup lingkungan hidup disajikan di laporan sebagai Penyisihan Reklamasi posisi keuangan sebesar jumlah Lingkungan dan Penutupan kewajiban yang telah ditangguhkan, Tambang pada laporan posisi setelah dikurangi dengan jumlah keuangan. pengeluaran yang sesungguhnya terjadi. PTBA mengungkapkan informasi sebagai berikut : Entitas yang harus diungkapkan terkait dengan aktivitas pengelolaan 1) Kebijakan akuntansi sehubungan dengan perlakuan akuntansi dan lingkungan hidup, tidak terbatas pada: metode amortisasi atas biaya 1) Kebijakan akuntansi sehubungan pengelolaan lingkungan hidup. dengan perlakuan akuntansi atas 2) Mutasi taksiran provisi pengelolaan pembebanan biaya pengelolaan lingkungan hidup selama tahun lingkungan hidup dan metode berjalan. amortisasi. 3) Kegiatan pengelolaan lingkungan 2) Mutasi taksiran kewajiban provisi hidup yang telah dan sedang pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan pada laporan tahunan perusahaan. a. Kewajiban bersyarat sehubungan selama tahun berjalan. 3) Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilaksanakan. dengan pengelolaan lingkungan 4) Kewajiban bersyarat sehubungan hidup. dengan pengelolaan lingkungan hidup. Sesuai dengan penjelasan pada kebijakan akuntansi PTBA, taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul karena akibat dari kegiatan eksplorasi dan pengembangan pertambangan diakui sebagai Aset. Sedangkan taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul karena akibat dari kegiatan produksi tambang diakui sebagai Beban. PTBA dalam mengakui penyisihan pengelolaan lingkungan hidup harus 15

16 terdapat petunjuk yang kuat bahwa telah timbul liabilitas pada tanggal pelaporan. Penyisihan tersebut juga harus memiliki dasar yang wajar untuk menghitung jumlah liabilitas yang timbul. Selanjutnya PTBA melakukan evaluasi provisi pengelolaan lingkungannya setiap tanggal pelaporan untuk menentukan apakah jumlahnya telah memadai. Evaluasi ini dilakukan PTBA bersama pihak independen yaitu Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Sriwijaya. PTBA dengan kebijakannya yang mengacu pada PSAK No. 33 ini mengakui taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul karena akibat dari kegiatan eksplorasi dan pengembangan pertambangan diakui sebagai Aset dengan nama akun Beban Pengelolaan Lingkungan Hidup Tangguhan dan diamortisasi setiap tahunnya. Sedangkan taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul karena akibat dari kegiatan produksi tambang diakui sebagai Beban Produksi dan merupakan salah satu komponen dari Beban Pokok Penjualan. Lebih lanjut, Penyisihan untuk Reklamasi Lingkungan dan Penutupan Tambang akan dikurangi dengan jumlah pengeluaran yang sebenarnya terjadi. Pengeluaran ini akan mengurangi besarnya akun penyisihan reklamasi lingkungan dan penutupan tambang. Pencatatan pengeluaran ini tidak akan menambah beban pada periode dimana pengeluaran ini terjadi dikarenakan hakikatnya pengeluaran ini adalah menyelesaikan liabilitas yang telah diakui Penyisihan (Provisi) Reklamasi Lingkungan dan Penutupan Tambang disajikan sebagai liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang dalam laporan posisi keuangan konsolidasi. PTBA menyajikannya dalam dua liabilitas karena menyesuaikan dengan rencana reklamasi lingkungan dan rencana penutupan tambang. Dalam rencana tersebut, PTBA membedakan liabilitas yang diselesaikan tidak lebih dari 12 bulan dan diselesaikan lebih dari 12 bulan. Untuk yang tidak lebih 12 bulan, provisi reklamasi lingkungan dan penutupan tambang disajikan sebagai liabilitas jangka pendek. Sedangkan yang lebih dari 12 bulan sebagai liabilitas jangka panjang. Kemudian untuk Beban Produksi disajikan pada laporan pendapatan komprehensif konsolidasi sebagai Beban Pokok Penjualan dan dirincikan lebih lengkap lagi pada catatan atas laporan keuangan konsolidasi. Terkait dengan liabilitas atas reklamasi lingkungan dan penutupan tambang, PTBA telah mengungkapkan kebijakan akuntansi sehubungan dengan perlakuan akuntansi dan metode amortisasi atas biaya pengelolaan lingkungan hidup. PTBA menjelaskan bahwa perusahaan berkewajiban untuk melakukan rehabilitasi tambang setelah produksi selesai. Pengungkapan lain yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup ini adalah mutasi taksiran provisi pengelolaan lingkungan hidup selama tahun berjalan. PTBA menjelaskan 16

17 bahwa penyisihan reklamasi lingkungan dan penutupan tambang akan dilakukan selama masa umur tambang. Mutasi taksiran ini menunjukkan saldo awal, penyisihan yang dibentuk, pengeluaran yang terjadi, dan saldo akhir. Selanjutnya PTBA mengungkapkan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dan sedang dilaksanakan pada laporan tahunan perusahaan. Kegiatan ini dijelaskan secara terperinci pada Laporan Pengelolaan Operasional. Salah satu kegiatan yang telah dilaksanakan PTBA pada tahun 2011 adalah pembuatan laboratorium kultur jaringan untuk mengembangkan jenis jenis bibit unggul yang nantinya akan ditanam di areal bekas tambang setelah dilakukanya rehabilitasi lahan. Berdasarkan penjelasan diatas, kebijakan akuntansi PTBA telah sesuai dengan PSAK No. 33 (Revisi 2011). Hal ini menunjukkan bahwa PTBA telah menerapkan PSAK No. 33 Sebagai dasar kebijakan akuntansi yang dimilikinya. Untuk lebih jelasnya penyajian dan pengungkapan yang dilakukan PTBA dalam laporan keuangannya dapat dilihat pada Lampiran No. 2. Penulis juga menyajikan hardcopy kebijakan akuntansi PTBA atas aktivitas pengelolaan lingkungan hidup pada Lampiran No. 5. Selanjutnya penulis akan menjelaskan pengukuran atas aktivitas pengelolaan lingkungan hidup. Perbandingan antara kebijakan akuntansi PTBA dengan Peraturan Menteri ESDM No. 18 akan dijelaskan melalui tabel berikut ini : Kebijakan Akuntansi PTBA Peraturan Menteri ESDM No. 18 Tahun 2008 Provisi pengelolaan lingkungan Terdapat dua biaya yang harus hidup PTBA mencakup jaminan dikeluarkan untuk kegiatan raklamasi reklamasi dan jaminan penutupan dan penutupan tambang dan tambang. Masing masing jaminan ini diukur berdasarkan : 1) Jaminan Reklamasi : digunakan sebagai dasar perhitungan provisi lingkungan. Kedua biaya itu adalah : Biaya Langsung, antara lain terdiri 1) Biaya reklamasi tambang antara lain dari biaya penatagunaan lahan, terdiri dari biaya penatagunaan revegetasi, pekerjaan sipil, dan lahan,biaya revegetasi, biaya pencegahan serta penanggulangan air asam tambang. pencegahan dan penanggulangan air asam tambang,dan lain lain. Biaya Tidak Langsung, antara lain 2) Biaya penutupan tambang antara lain terdiri dari biaya mobilisasi dan terdiri dari biaya tapak bekas 17

18 Kebijakan Akuntansi PTBA demobilisasi, biaya perencanaan kegiatan reklamasi, biaya administrasi, dan biaya supervisi. 2) Jaminan Penutupan Tambang : Biaya Langsung, antara lain terdiri dari biaya pembongkaran bangunan dan sarana penunjang yang sudah tidak digunakan, biaya penanganan bahan berbahaya dan beracun, dan biaya aspek sosial, budaya, dan ekonomi. Biaya Tidak Langsung, antara lain terdiri dari biaya mobilisasi dan demobilisasi, biaya perencanaan kegiatan reklamasi, biaya administrasi, dan biaya supervisi. Peraturan Menteri ESDM No. 18 Tahun 2008 tambang, biaya fasilitas pengolahan dan pemurnian bahan berbahaya tambang (limbah), dan lain-lain. Perhitungan penyisihan (provisi) pengelolaan lingkungan hidup mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No. 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Dalam kebijakan akuntansinya, penyisihan (provisi) pengelolaan lingkungan hidup mencakup jaminan reklamasi dan jaminan penutupan tambang. Biaya biaya yang dikeluarkan atas kegiatan reklamasi dan penutupan tambang ini yang menjadi dasar perhitungan provisi lingkungan. Rincian biaya dalam rangka kegiatan reklamasi dan penutupan tambang dapat dilihat pada Lampiran No. 3. Dilihat dari penjelasan tabel diatas, komponen biaya yang menjadi dasar pengukuran penyisihan (provisi) reklamasi lingkungan dan penutupan tambang sama seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 18. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan akuntansi PTBA atas pengukuran aktivitas pengelolaan lingkungan hidup telah diterapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 18

19 V. KESIMPULAN Setelah melakukan penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa PT Bukit Asam (Persero) Tbk memiliki kebijakan akuntansi atas aktivitas pengupasan tanah yang mencakup pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan. Pengakuan dan pengukuran atas aktivitas pengupasan tanah PTBA telah sesuai dengan PSAK No. 33 (revisi 2011) tentang Akuntansi Pertambangan Umum. Untuk penyajian atas aktivitas pengupasan tanah PTBA mengacu pada PSAK No. 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan. Sedangkan pengungkapan atas aktivitas pengupasan tanah yang dilakukan PTBA hanya berupa informasi tentang perubahan saldo dari beban pengembangan yang ditangguhkan. Serta PT Bukit Asam (Persero) Tbk memiliki kebijakan akuntansi atas aktivitas pengelolaan lingkungan hidup yang mencakup pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan. Pengakuan, penyajian, dan pengungkapan atas aktivitas pengelolaan lingkungan hidup PTBA telah sesuai dengan PSAK No. 33 (revisi 2011) tentang Akuntansi Pertambangan Umum. Sedangkan untuk pengukuran atas aktivitas pengelolaan lingkungan hidup PTBA juga telah sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. VI. SARAN Secara umum, penulis memberikan saran kepada PT Bukit Asam (Pesero) Tbk untuk mengungkapkan semua informasi tentang aktivitas pengupasan tanah sesuai dengan kebijakan akuntansi yang telah dibuat oleh PTBA. Karena informasi yang diungkapkan menunjukkan kondisi perusahaan yang sebenarnya agar pengambilan keputusan dilakukan dengan tepat. Penulis juga memberikan saran kepada Dewan Standar Akuntansi Keuangan agar dalam PSAK No. 33 (Revisi 2011) dijelaskan secara detil penyajian dan pengungkapan atas aktivitas pengupasan tanah serta pengukuran atas aktivitas pengelolaan lingkungan hidup agar perusahaan yang menerapkan standar ini tidak mengalami kesulitan dalam menentukan perlakuan akuntansi atas kedua aktivitas tersebut. Apabila perlakuan akuntansi atas kedua aktivitas tersebut telah diatur oleh standar akuntansi lain, DSAK dapat menjelaskannya dalam PSAK No. 33 (Revisi 2011). 19

20 DAFTAR REFERENSI Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. (2011). Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik-Industri Pertambangan Umum. Jakarta: BAPEPAM-LK. Diklat PT Bukit Asam (Persero) Tbk Ikatan Akuntan Indonesia. (2011). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomo3 33 (Revisi 2011). Jakarta: IAI. Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 1 (Revisi 2009). Jakarta: IAI. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2008). Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Jakarta: Kementerian ESDM. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Kementerian ESDM. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Jakarta: Kementerian ESDM. PT Bukit Asam (Persero) Tbk. (2012). Laporan Keuangan Interim Konsolidasi PT Bukit Asam (Persero) Tbk 30 September Tanjung Enim: PT Bukit Asam (Persero) Tbk. PT Bukit Asam (Persero) Tbk. (2010). Laporan Tahunan PT Bukit Asam (Persero) Tbk Tahun Tanjung Enim: PT Bukit Asam (Persero) Tbk. PT Bukit Asam (Persero) Tbk. (2011). Laporan Tahunan PT Bukit Asam (Persero) Tbk Tahun Tanjung Enim: PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Sriwijaya. (2011). Pedoman Perhitungan Tarif Provisi Lingkungan Tahun 2011 PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Palembang: PPLH Universitas Sriwijaya. 20

21 LAMPIRAN Lampiran 1 : Penyajian dan Pengungkapan Akuntansi Terkait dengan Aktivitas Pengupasan Tanah PTBA 1) Penyajian Beban Pengembangan yang Ditangguhkan dalam Laporan Posisi Keuangan Interim Konsolidasi Per 30 September 2012 PT Bukit Asam (Pesero) Tbk 2) Penyajian Beban Produksi atas Pengupasan Tanah Awal sebagai komponen dari Beban Pokok Penjualan dalam Laporan Pendapatan Komprehensif Interim Konsolidasi Per 30 September 2012 PT Bukit Asam (Pesero) Tbk Lampiran 1 (lanjutan) 21

22 3) Penyajian Beban Jasa Pihak Ketiga sebagai Kontraktor dalam Aktivitas Pengupasan Tanah Lanjutan dalam Catatan atas Laporan Keuangan Interim Konsolidasi Per 30 September 2012 PT Bukit Asam (Pesero) Tbk 22

23 Lampiran 1 (lanjutan) 4) Pengungkapan Informasi Terkait dengan Aktivitas Pengupasan Tanah dalam Catatan atas Laporan Keuangan Interim Konsolidasi Per 30 September 2012 PT Bukit Asam (Pesero) Tbk 23

24 Lampiran 2 : Penyajian dan Pengungkapan Akuntansi Terkait dengan Aktivitas Pengelolaan Lingkungan Hidup PTBA 1) Penyajian Penyisihan (Provisi) Reklamasi Lingkungan dan Penutupan Tambang pada Liabilitas Jangka Pendek pada Laporan Posisi Keuangan Interim Konsolidasi Per 30 September 2012 PT Bukit Asam (Pesero) Tbk 2) Penyajian Penyisihan (Provisi) Reklamasi Lingkungan dan Penutupan Tambang pada Liabilitas Jangka Panjang pada Laporan Posisi Keuangan Interim Konsolidasi Per 30 September 2012 PT Bukit Asam (Pesero) Tbk 24

25 3) Penyajian Pembebanan Reklamasi Lingkungan dan Penutupan Tambang sebagai bagian dari Beban Pokok Penjualan pada Laporan Pendapatan Komprehensif Interim Konsolidasi Per 30 September 2012 PT Bukit Asam (Pesero) Tbk 4) Penyajian Beban Reklamasi Lingkungan dan Penutupan Tambang dalam Beban Pokok Penjualan Catatan atas Laporan Keuangan Interim Konsolidasi Per 30 September 2012 PT Bukit Asam (Pesero) Tbk 25

26 5) Pengungkapan Kebijakan Akuntansi sehubungan dengan Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Catatan atas Laporan Keuangan Interim Konsolidasi Per 30 September 2012 PT Bukit Asam (Pesero) Tbk 6) Pengungkapan Mutasi Penyisihan Reklamasi Lingkungan dan Penutupan Tambang pada Tahun Berjalan pada Catatan atas Laporan Keuangan Interim Konsolidasi Per 30 September 2012 PT Bukit Asam (Pesero) Tbk 26

27 7) Pengungkapan Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Telah dan Sudah Dilaksanakan pada Laporan Tahunan 2011 PT Bukit Asam (Persero) Tbk 27

28 8) Penjelasan atas Diterapkannya PSAK No. 33 (Revisi 2011) dalam Kebijakan Akuntansi Perusahaan pada Catatan atas Laporan Keuangan Interim Konsolidasi Per 30 September 2012 PT Bukit Asam (Pesero) Tbk 28

29 Lampiran 3 : Rincian Biaya Reklamasi dan Penutupan Tambang PTBA sesuai dengan Panduan Perhitungan Tarif Provisi Lingkungan PT Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Pertambangan Tanjung Enim Tahun ) Estimasi Biaya Reklamasi Tambang Lokasi Air Laya Tahun 2012 Biaya Reklamasi Tambang Air Laya Tahun 2012 Tahun 2012 Uraian Kegiatan Unit Biaya/Unit(Rp) Volume Biaya (Rp) 1. Biaya Langsung a. Penataan Lahan 1) Biaya pengaturan permukaan lahan 2) Biaya penebaran tanah pucuk 3) Biaya pengendalian erosi dan pengelolaan air Pembuatan Saluran Pemasangan Batu Perawatan Saluran Pembuatan Kolam Pengendap Lumpur Pengurasan Lumpur b. Revegetasi 1) Analisa kualitas tanah 2) Pemupukan 3) Pengadaan bibit 4) Penanaman 5) Pemeliharaan tanaman c. Pencegahan dan penanggulangan air asam tambang d. Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun Ha Bcm M 1 M 3 M 1 Unit Bcm Ha Ha Ha Ha Ha Ton Kg e. Hydroseeding Ha f. Biaya untuk pekerjaan sipil sesuai peruntukan lahan pasca tambang 1) Zona Penerima/Rekreasi 2) Zona Hutan Tanaman 3) Zona Kebun Seleksi 4) Zona Penelitian Produktif 5) Zona Kebun Buah Ls Ls Ls Ls Ls

30 Biaya Reklamasi Tambang Air Laya Tahun 2012 Uraian Kegiatan Unit Biaya/Unit(Rp) Tahun 2012 Volume Biaya (Rp) 6) Zona Wisata Air Ls ) Zona Peternakan 8) Zona Sarana dan Prasarana Pendukung Ls Ls g. Pemindahan pemukiman atas dapur Ls h. Biaya PNBP Kawasan Hutan Ls i. Pemanfaatan lahan untuk ketahanan pangan Ha j. Pembuatan master plan hutan kota Ls k. Pembuatan AMDAL Terpadu Unit Pertambangan Tanjung Enim X l. Biaya perizinan Paket Sub Total Biaya Tidak Langsung a. Pembebasan tanah Ha b. Penelitian dan pengembangan lingkungan c. Pemantauan Lingkungan Kualitas Air Kualitas Udara Kualitas Tanah Revegetasi Top Soil / Tanah Pucuk Erosi Self Conbustion Infeksi Saluran Pernapasan Akut Limbah bahan berbahaya dan beracun Biota air Fauna Sosial, Ekonomi, dan Budaya Paket Titik Titik Titik Titik Titik Titik Titik Titik Titik Titik Titik Titik Sub Total TOTAL (1+2)

31 2) Rencana Biaya Penutupan Tambang Lokasi Air Laya Tahun 2030 Uraian Kegiatan Unit Biaya/Unit (Rp) 1. Biaya Langsung A. Tapak Bekas Tambang 1) Pembongkaran fasilitas tambang 2) Reklamasi lahan bekas fasilitas tambang 3) Pembongkaran dan reklamasi jalan tambang 4) Reklamasi tambang permukaan 5) Reklamasi lahan bekas kolam pengendap 6) Reklamasi peruntukan lahan a. Zona Penerima b. Zona Wisata Air c. Zona Kebun Buah d. Zona Penelitian Produktif Pembangunan zona penelitian konservasi Pembangunan zona kebun uji Pembangunan zona penelitian lahan bekas tambang e. Zona Peternakan Penataan dan pembangunan lokasi Pembangunan sarana penunjang Pengembangan usaha ternak f. Zona Hutan Tanaman B. Fasilitas Penunjang 1) Reklamasi lahan bekas tambang 2) Pembongkaran sisa bangunan, transmisi listrik, pipa, pelabuhan, dan lainnya 3) Reklamasi lahan bekas bangunan, transmisi listrik, pipa, pelabuhan, dan lainnya 4) Pembongkaran peralatan, mesin, tangki BBM, dan pelumas 5) Penanganan sisa BBM, pelumas, dan bahan kimia 6) Reklamasi lahan bekas sarana M 2 Ha Ha Ha Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ha Ls Ls Ls - M 2 Ha Cu,m Ha Lokasi Air Laya Volume Biaya (Rp) ,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PSAK No AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PENDAHULUAN. Karakteristik Akuntansi Industri Pertambangan Umum

PSAK No AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PENDAHULUAN. Karakteristik Akuntansi Industri Pertambangan Umum PSAK No. 33 - AKUNTANSI PERTAMBANGAN UMUM PENDAHULUAN Karakteristik Akuntansi Industri Pertambangan Umum 01 Dalam industri pertambangan umum terdapat empat kegiatan usaha pokok, meliputi: a) Eksplorasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Usaha Pertambangan Kegiatan Usaha pertambangan berdasarkan Permen ESDM No. 24 tahun 2012 adalah segala kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa kegiatan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG DISUSUN OLEH : BAGIAN HUKUM SETDA KOLAKA UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 42 TAHUN : 2011 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG REKLAMASI TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang :

Lebih terperinci

Pertambangan Umum. Pernyataan. Exposure draft. (revisi 2011) Akuntansi. Exposure draft ini dikeluarkan oleh. Standar Akuntansi Keuangan

Pertambangan Umum. Pernyataan. Exposure draft. (revisi 2011) Akuntansi. Exposure draft ini dikeluarkan oleh. Standar Akuntansi Keuangan ED PSAK No. 33 1 Februari 2011 (revisi 2011) Exposure draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Akuntansi Pertambangan Umum Exposure draft ini dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Tanggapan

Lebih terperinci

II. TUJUAN DAN MANFAAT

II. TUJUAN DAN MANFAAT I. PENDAHULUAN Semakin majunya dunia perindustrian dan teknologi membuat kebutuhan sumber daya alam akan semakin meningkat, hal tersebut mengharuskan suatu perusahaan untuk mengolah atau memperoduksi sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia berhasil menguasai sebidang

Lebih terperinci

TINJAUAN KEGIATAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DI PT. BUKIT ASAM BAGI PEMBELAJARAN DIKLAT KEHUTANAN

TINJAUAN KEGIATAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DI PT. BUKIT ASAM BAGI PEMBELAJARAN DIKLAT KEHUTANAN TINJAUAN KEGIATAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DI PT. BUKIT ASAM BAGI PEMBELAJARAN DIKLAT KEHUTANAN Oleh Burhanudin JP Widyaiswara Madya pada Pusat Diklat Kehutanan Abstrak Dewasa ini usaha pertambangan

Lebih terperinci

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: -2-4. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172); Dengan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA

PELAKSANAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA PELAKSANAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA D I S A M P A I K A N P A D A : K A J I A N T E K N O L O G I R E K L A M A S I L A H A N P A S C A T A M B A N G B A T U B A R A D I P R O V I N S I

Lebih terperinci

PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 1 Undang- Undang Nomor 4

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perencanaan Kegiatan dan Biaya Reklamasi Penambangan Batuan Andesit di Gunung Siwaluh, Kampung Bolang, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA?

REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA? REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA? Apa dan bagaimana pelaksanaan reklamasi? Bagaimana mekanisme penyediaan jaminan reklamasi? A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan Sejarah penambangan batubara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan dimulai sejak zaman kolonial Belanda tahun 1919 dengan menggunakan metoda penambangan terbuka

Lebih terperinci

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3.

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3. GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Ir. Bambang Susigit, MT KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA Contents

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG UMUM Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai prinsip-prinsip dan tata laksana reklamasi dan pascatambang.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pertambangan Pengertian pertambangan sesuai dengan Undang-undang Mineral dan Batubara (UU minerba) No.4 tahun 2009 Pasal 1 mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari alam dan lingkungannya. Manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari alam dan lingkungannya. Manusia selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidupnya, manusia tidak dapat dipisahkan dari alam dan lingkungannya. Manusia selalu mempengaruhi alam dalam pemanfaatan sumber

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 07 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA Antung Deddy Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2-2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

Tata Cara Pencairan Jaminan Reklamasi

Tata Cara Pencairan Jaminan Reklamasi Tata Cara Pencairan Jaminan Reklamasi Dr. Lana Saria KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA Pokok Bahasan

Lebih terperinci

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi. Pengertian Pertambangan Pertambangan adalah : 1. Kegiatan, teknologi, dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG. KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/ j/! /1I.05/HK/2015

GUBERNUR LAMPUNG. KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/ j/! /1I.05/HK/2015 GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/ j/! /1I.05/HK/2015 TENTANG KELAYAKAN LINGKUNGAN BIDUP RENCANA KEGIATAN PENAMBANGAN EMAS DAN MINERAL PENGlKUTNYA DI KECAMATAN BARADATU, BANJIT, BLAMBANGAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi No. 1211 k Tahun 1995 Tentang : Pencegahan Dan Penaggulangan Perusakan Dan Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum MENTERI PERTAMBANGAN DAN

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Analisis Kinerja Penggalian Bucket Wheel Excavator (BWE) dalam Upaya Mecapai Target Produksi Over Burden di PT Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Pertambangan Tanjung

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Analisis Kinerja Penggalian Bucket Wheel Excavator () dalam Upaya Mencapai Target Produksi Over Burden di PT Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Pertambangan Tanjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan berbagai macam deposit mineral tambang yang melimpah, seperti batubara, nikel, emas, bauksit, besi, dan sebagainya. Kegiatan penambangan

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI INDUSTRI BATUBARA

STANDAR AKUNTANSI INDUSTRI BATUBARA STANDAR AKUNTANSI INDUSTRI BATUBARA Agenda 1. 2. 3. 4. Perkembangan Standar ISAK 29 Pengupasan Tanah PSAK Terkait Diskusi PSAK Pertambangan Umum Tidak ada standar akuntansi khusus industri pertambangan

Lebih terperinci

BAB VI POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI PENAMBANGAN PASIR BESI

BAB VI POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI PENAMBANGAN PASIR BESI BAB VI POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI PENAMBANGAN PASIR BESI 6. 1 Pola Ekstraksi Aktual Pasir Besi Kabupaten Tasikmalaya Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya

Lebih terperinci

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur No.668, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat.

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCAA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah semakin maju, hal ini juga berkaitan erat dengan perkembangan peta yang saat ini berbentuk digital. Peta permukaan bumi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di dalam suatu negara dengan tujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dilihat

Lebih terperinci

2 Menteri Kehutanan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Penentuan Luas Areal Terganggu dan

2 Menteri Kehutanan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Penentuan Luas Areal Terganggu dan No. 1445, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Luas Areal Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. Pajak. Kawasan Hutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.84/Menhut-II/2014

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN RENCANA TAHUNAN RTKPL DAN RTPL

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN RENCANA TAHUNAN RTKPL DAN RTPL Lampiran V Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 K/29/MEM/2000 LAMPRAN V KEPUTUSAN MENTER ENERG DAN SUMBER DAYA MNERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggalian, muat dan pengangkutan material. Semua kegiatan ini selalu berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penggalian, muat dan pengangkutan material. Semua kegiatan ini selalu berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu kegiatan penambangan tidak akan terlepas dari suatu kegiatan penggalian, muat dan pengangkutan material. Semua kegiatan ini selalu berkaitan dengan masalah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN REKLAMASI PADA LAHAN BEKAS TAMBANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2012

KEBIJAKAN REKLAMASI PADA LAHAN BEKAS TAMBANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2012 KEBIJAKAN REKLAMASI PADA LAHAN BEKAS TAMBANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2012 UU No. 4 Th 2009 REKLAMASI Kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BUPATI BEKASI, Menimbang : a. bahwa bahan tambang merupakan

Lebih terperinci

PASCA TAMBANG. IZIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI NOMOR: 545 / Kep. 417 BPMPPT / 2014

PASCA TAMBANG. IZIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI NOMOR: 545 / Kep. 417 BPMPPT / 2014 RENCANA REKLAMASI PASCA TAMBANG BAHAN GALIAN BATUAN ANDESIT IZIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI NOMOR: 545 / Kep. 417 BPMPPT / 2014 Bahan Galian Batuan Andesit Seluas 11 Ha Desa Karang Sari, Kecamatan Cipongkor

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN PANJA MINERBA KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI LAMPUNG PENINJAUN TERMINAL BATUBARA TARAHAN. PT. BUKIT ASAM (Persero) MASA PERSIDANGAN I

LAPORAN KUNJUNGAN PANJA MINERBA KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI LAMPUNG PENINJAUN TERMINAL BATUBARA TARAHAN. PT. BUKIT ASAM (Persero) MASA PERSIDANGAN I LAPORAN KUNJUNGAN PANJA MINERBA KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI LAMPUNG PENINJAUN TERMINAL BATUBARA TARAHAN PT. BUKIT ASAM (Persero) MASA PERSIDANGAN I TAHUN SIDANG 2017-2018 KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.84/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.84/Menhut-II/2014 TENTANG Maret 2012 2012-1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.84/Menhut-II/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.56/MENHUT- II/2008 TENTANG TATA CARA PENENTUAN LUAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat. menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Sumberdaya alam yang tidak

I. PENDAHULUAN. yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat. menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Sumberdaya alam yang tidak I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan adalah bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat menjamin kehidupan di masa yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian salah satunya ditunjang oleh lapangan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian salah satunya ditunjang oleh lapangan usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perekonomian salah satunya ditunjang oleh lapangan usaha pertambangan yang diantaranya tambang batubara, sebagai sumber energi yang banyak dibutuhkan dalam

Lebih terperinci

PENAMBANGAN UMUM BATUBARA

PENAMBANGAN UMUM BATUBARA PENAMBANGAN UMUM BATUBARA Relita.indonetwork.co.id Batubara sebagai bahan galian strategis dalam usaha penambangannya pada prinsipnya hanya dapat dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara

Lebih terperinci

PT GOLDEN EAGLE ENERGY Tbk MATERI PAPARAN PUBLIK (PUBLIC EXPOSE )

PT GOLDEN EAGLE ENERGY Tbk MATERI PAPARAN PUBLIK (PUBLIC EXPOSE ) PT GOLDEN EAGLE ENERGY Tbk MATERI PAPARAN PUBLIK (PUBLIC EXPOSE ) FOUR SEASONS HOTEL 16 JUNI 2014 DAFTAR ISI 1 SEKILAS MENGENAI PERSEROAN 2 KINERJA PERSEROAN 3 STRATEGI PERSEROAN SEKILAS MENGENAI PERSEROAN

Lebih terperinci

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. - 2 - Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 2 1.3. Tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

ANALISIS MULTIDIMENSIONAL SCALING TERHADAP EVALUASI RENCANA PASCATAMBANG BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN SKALA LIKERT

ANALISIS MULTIDIMENSIONAL SCALING TERHADAP EVALUASI RENCANA PASCATAMBANG BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN SKALA LIKERT ANALISIS MULTIDIMENSIONAL SCALING TERHADAP EVALUASI RENCANA PASCATAMBANG BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN SKALA LIKERT Shilvyanora Aprilia Rande 1 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta Lia_rande89@yahoo.com

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di dalam suatu negara dengan tujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dilihat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari hasil tambang batubara. Keberadaan

Lebih terperinci

KAJIAN PENILAIAN KEBERHASILAN REKLAMASI TERHADAP LAHAN BEKAS PENAMBANGAN DI PT. SUGIH ALAMANUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KAJIAN PENILAIAN KEBERHASILAN REKLAMASI TERHADAP LAHAN BEKAS PENAMBANGAN DI PT. SUGIH ALAMANUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN PENILAIAN KEBERHASILAN REKLAMASI TERHADAP LAHAN BEKAS PENAMBANGAN DI PT. SUGIH ALAMANUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Fanny Crosby Elisabeth Wona Program Studi Teknik

Lebih terperinci

RANCANGAN PERMEN ESDM NO. TH

RANCANGAN PERMEN ESDM NO. TH RAHABILITASI LAHAN TAMBANG PERATURAN PEMERINTAH NO. 78 TH.2010 DAN RANCANGAN PERMEN ESDM NO. TH TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG (PENGGANTI PERMEN ESDM NO.18 TH.2008) Muh Nyl Hasan, ST, M.Si Dinas Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia adalah sumber daya mineralnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia diperkirakan cukup rendah. Kondisi demikian sudah menjadi perhatian pemerintah dan bisnis sejak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pertambangan. Mineral. BatuBara. Jasa. Penyelenggaraan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pertambangan. Mineral. BatuBara. Jasa. Penyelenggaraan. Pencabutan. No.341, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pertambangan. Mineral. BatuBara. Jasa. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan khususnya terhadap batubara. Batubara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan khususnya terhadap batubara. Batubara merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan akan energi mengalami peningkatan yang sangat signifikan khususnya terhadap batubara. Batubara merupakan sumber energi utama bagi manusia. Indonesia

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH

BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki potensi pertambangan yang sangat potensial. Secara geologist Indonesia berada pada tumbukan dua lempeng besar yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Bukit Makmur Mandiri Utama (PT BUMA) adalah sebuah perusahaan kontraktor pertambangan yang memiliki kerjasama operasional pertambangan dengan PT Bahari Cakrawala

Lebih terperinci

A.A Inung Arie Adnyano 1 STTNAS Yogyakarta 1 ABSTRACT

A.A Inung Arie Adnyano 1 STTNAS Yogyakarta 1 ABSTRACT PENILAIAN TINGKAT KEBERHASILAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG PIT 2 PT. PIPIT MUTIARA JAYA DI KABUPATEN TANA TIDUNG KALIMANTAN UTARA A.A Inung Arie Adnyano STTNAS Yogyakarta arie_adnyano@yahoo.com, ABSTRACT

Lebih terperinci

meliputi pemilihan: pola tanam, tahapan penanaman (prakondisi dan penanaman vegetasi tetap), sistem penanaman (monokultur, multiple cropping), jenis

meliputi pemilihan: pola tanam, tahapan penanaman (prakondisi dan penanaman vegetasi tetap), sistem penanaman (monokultur, multiple cropping), jenis IMPLIKASI KEBIJAKAN Aktivitas pertambangan khususnya tambang batubara yang menerapkan tambang terbuka menyubang kerusakan lingkungan yang sangat besar, sehingga diperlukan langkah yang tepat mulai penyusunan

Lebih terperinci

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG DISAMPAIKAN PADA BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka Tambang Terbuka I. Pengertian Tambang Terbuka Tambang Terbuka (open pit mine) adalah bukaan yang dibuat dipermukaan tanah, betujuan untuk mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak ditimbun

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan. No.49, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.56/Menhut-II/2008 TENTANG TATA CARA PENENTUAN

Lebih terperinci

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya alam khususnya sumber daya mineral. Dalam pekembangannya, telah berbagai macam teknik dan teknologi yang dipergunakan

Lebih terperinci

Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum No. 336.k Tahun 1996 Tentang : Jaminan Reklamasi

Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum No. 336.k Tahun 1996 Tentang : Jaminan Reklamasi Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum No. 336.k Tahun 1996 Tentang : Jaminan Reklamasi DIREKTUR JENDERAL PERTAMBANGAN UMUM Menimbang : bahwa dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem tambang terbuka (open pit mining) dengan teknik back filling. Sistem ini merupakan metode konvensional

Lebih terperinci

Disampaikan pada acara:

Disampaikan pada acara: GOOD MINING PRACTICE Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Evaluasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Perhitungan Kontribusi Penurunan Beban Pencemaran Lingkungan Sektor Pertambangan DIREKTORAT TEKNIK

Lebih terperinci

ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN ,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012

ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN ,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012 ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN 0000-0000,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012 ANALISA TEKNIS PRODUKSI ALAT BERAT UNTUK PENGUPASAN BATUAN PENUTUP PADA PENAMBANGAN BATUBARA PIT X PT. BINTANG SYAHID

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI NOMOR 61 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa dengan adanya perubahan kewenangan

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah nasional.

Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah nasional. - 583 - BB. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1. Mineral, Batu Bara, Panas Bumi, dan Air Tanah 1. Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air

Lebih terperinci

Laporan Bulanan Kegiatan Eksplorasi PT Toba Bara Sejahtra Tbk

Laporan Bulanan Kegiatan Eksplorasi PT Toba Bara Sejahtra Tbk Laporan Bulanan Kegiatan Eksplorasi PT Toba Bara Sejahtra Tbk Februari 2018 KATA PENGANTAR PT Toba Bara Sejahtra Tbk adalah perusahaan pertambangan batubara yang melakukan kegiatan penambangan di daerah

Lebih terperinci

Kewenangan Pengelolaan FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Kewenangan Pengelolaan FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA Kewenangan Pengelolaan 21 kewenangan berada di tangan Pusat 1. penetapan kebijakan nasional; 2. pembuatan peraturan perundang-undangan; 3. penetapan standar nasional, pedoman, dan kriteria; 4. penetapan

Lebih terperinci