STUDI FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN KERAGAMAN GENETIK MENGGUNAKAN MARKA MORFOLOGI DAN MARKA MOLEKULER PADA TANAMAN JARAK KEPYAR (Ricinus communis L.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN KERAGAMAN GENETIK MENGGUNAKAN MARKA MORFOLOGI DAN MARKA MOLEKULER PADA TANAMAN JARAK KEPYAR (Ricinus communis L."

Transkripsi

1 STUDI FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN KERAGAMAN GENETIK MENGGUNAKAN MARKA MORFOLOGI DAN MARKA MOLEKULER PADA TANAMAN JARAK KEPYAR (Ricinus communis L.) RIA CAHYANINGSIH A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Judul Studi Fenologi Pembungaan dan Keragaman Genetik Menggunakan Marka Morfologi dan Marka Molekuler Pada Tanaman Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2011 Ria Cahyaningsih NRP A

3 ABSTRACT RIA CAHYANINGSIH. Study of Flowering Phenology and Genetic Diversity of Castor (Ricinus communis L.) Using Morphological and Molecular Markers under direction of DARDA EFENDI, ENDAH RETNO PALUPI, and MEMEN SURAHMAN This study was aimed at determining flowering phenology, characterizing and analyzing the diversity of phenotypes based on morphological and molecular markers (RAPD), to provide basis for the development of new varieties of castor (Ricinus communis L.) in Indonesia. The plant material for flowering phenology was PRO accession, and 14 castor accesions of IPB collection were used for genetic diversity study. The first leaf of the sprouts was sampled for DNA extraction then used in RAPD analysis. The eight primers used in this study were OPE-3, OPE-19, OPE-20, OPH-13, OPH-14, OPM-2, OPM-5, and OPM-8. The observation on flowering phenology showed that castor was a monocieous plant indicating a cross-pollinated species. The PRO had inflorescence type 1 (gradient monoecism) according to Shifriss in William (1967) in which female flowers were located at distal part and male flowers were at proximal part. Flowers are incomplete and imperfect. Female flowers (averaged of 20 flower/raceme) opened for 3-6 days followed by male flowers averaged f 52 flower/raceme for 1-2 days. Fruit set was 100%, and fruit development last about 40 days. Based on morphological markers of plant height, petiole length, leaf length and leaf width, 100 grain weight, grain length, grain width, and grain thickness, the 14 accessions were significantly diversed. Weight of 100 grains of seed characters were supposed to be for selection because its high heritability value and wide genetic variability coeficient (KKG). There were correlation between characters of width and length of leaves (97%), plant height and stem diameter (86%), petiole and leaf length (90%), as well as petiole length and leaf width (88%), and seed shape and mature petiole color (83%). At similarity coefficient of the morphological characters (qualitative) of 0.85, the 14 accessions were classified into 6 groups i.e. group 1 (BAG-1, PHIL-5, GRE, THAI-101, CIB-1, Sur, and PHIL-4), group 2 (plam-1, PHIL-2, and LAB-1), group 3 (PHIL-13), group 4 (PON-2), group 5 (PRO), and group 6 (TAN-1). Primers amplification produced 49 bands comprising of 36 polymorphic bands (73.47%) and 13 monomorphic bands (26.53%). At 0.85 coefficient of similarity of molecular characters, the 14 accessions were classified into 5 groups, i.e. group 1 (plam-1, PRO, GRE, CIB-1, LAB-1, BAG-1, PHIL-4, PHIL-5, and PON-2), group 2 (THAI-101 and TAN-1), group 3 (PHIL-13), group 4 (PHIL-2), and group 5 (Sur). Characters of juvenile stem color, juvenile petiole color, and mature stem color can be used as morphological markers, as well as OPH-14 primer can be used as molecular markers to classify accessions. PHIL-13 had the potential character to be used as germplasm in further plant breeding activities. Keywords: flowering, characterization, RAPD, Ricinus communis

4 RINGKASAN RIA CAHYANINGSIH. Studi Fenologi Pembungaan dan Keragaman Genetik Menggunakan Marka Morfologi dan Marka Molekuler Pada Tanaman Jarak Kepyar (Ricinus communis L.). Dibimbing oleh DARDA EFENDI, ENDAH RETNO PALUPI, dan MEMEN SURAHMAN Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang fenologi pembungaan jarak kepyar, menganalisis keragaman fenotipe antar genotipe jarak kepyar dan hubungan kemiripan berdasarkan marka morfologi, keragaman genetik antar genotipe jarak kepyar, dan hubungan kemiripan berdasarkan marka molekuler untuk menyediakan informasi dasar bagi pengembangan varietas jarak kepyar Indonesia. Bahan tanaman yang digunakan adalah plasma nutfah (genotipe) jarak kepyar koleksi IPB. Genotipe yang digunakan dalam studi fenologi bunga adalah PRO, sedangkan karakterisasi menggunakan 14 genotipe. Daun dari kecambah pertama menjadi bahan untuk ekstraksi DNA dalam analisis RAPD. Delapan primer yang digunakan yaitu OPE-3, OPE-19, OPE-20, OPH-13, OPH-14, OPM-2, OPM-5, dan OPM-8. Pengamatan pada fenologi pembungaan menunjukkan bahwa jarak kepyar adalah tanaman monocieous dan menyerbuk silang, dengan tipe malai 1 menurut Shifriss dalam William, yaitu bunga betina terdapat di bagian distal, sedangkan bunga jantan di bagian proksimal. Individu bunganya termasuk bunga tidak sempurna dan tidak lengkap. Bunga betina (ratarata berjumlah 20 bunga / malai) rata-rata mekar selama 3-6 hari diikuti dengan bunga jantan (rata-rata berjumlah 52 bunga /malai) yang mekar selama selama 1-2 hari. Keberhasilan pembuahan mencapai 100%, sedangkan pembentukan buah berlangsung selama 40 hari. Identifikasi keragaman genetik menggunakan marka morfologi menunjukkan karakter tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun, bobot 100 butir, panjang biji, lebar biji, dan tinggi biji dapat membedakan 14 genotipe secara nyata. Karakter bobot 100 butir biji diduga dapat dijadikan untuk seleksi karena memiliki nilai heritabilitas tinggi dan nilai KKG luas. Karakter warna batang muda, warna tangkai daun muda, dan warna batang tua dapat digunakan sebagai marka morfologi yang dapat mengelompokkan genotipe. Pada nilai koefisien kemiripan 0.85 karakter morfologi (kualitatif), 14 genotipe yang diamati terbagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok 1 (BAG-1, PHIL-5, GRE, THAI-101, CIB-1, SUR, dan PHIL-4), kelompok 2 (PLAM-1, PHIL-2, dan LAB-1), kelompok 3 (PHIL-13), kelompok 4 (PON-2), kelompok 5 (PRO), dan kelompok 6 (TAN-1). Identifikasi keragaman genetik menggunakan marka molekuler menghasilkan 49 pita yang terdiri atas 36 pita polimorfik (73.47%) dan 13 pita monomorfik (26.53%). Pada nilai koefisien kemiripan 0.85 karakter molekuler, genotipe yang diamati terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok 1 (PLAM-1, PRO, GRE, CIB-1, LAB-1, BAG-1, PHIL-4, PHIL-5, dan PON-2), kelompok 2 (THAI-101 dan TAN-1), kelompok 3 (PHIL-13), kelompok 4 (PHIL-2), dan kelompok 5 (SUR). Primer OPH-14 dapat digunakan sebagai marka molekuler yang dapat mengelompokkan genotipe. Berdasarkan karakterisasi morfologi dan analisis molekuler, genotipe PHIL-13 berpotensi untuk dijadikan bahan dalam kegiatan pemuliaan tanaman selanjutnya. Kata kunci: pembungaan, karakterisasi, RAPD, Ricinus communis

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

6 STUDI FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN KERAGAMAN GENETIK MENGGUNAKAN MARKA MORFOLOGI DAN MARKA MOLEKULER PADA TANAMAN JARAK KEPYAR (Ricinus communis L.) RIA CAHYANINGSIH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Desta Wirnas, SP., MSi

8 HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis : Studi Fenologi pembungaan dan Keragaman Genetik Menggunakan Marka Morfologi dan Marka Molekuler Pada Tanaman Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) Nama Mahasiswa : Ria Cahyaningsih NRP : A Program Studi : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Disetujui Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Darda Efendi, MSi Ketua Dr. Ir. Endah R. Palupi, MSc Anggota Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr Anggota Diketahui, Koordinator Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian: 22 Juli 2011 Tanggal Lulus:

9 Karya tulis ini kupersembahkan untuk ibunda dan ayahanda terkasih, serta teristimewa untuk suamiku tersayang.

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang telah dilaksanakan adalah Studi Fenologi Pembungaan dan Keragaman Genetik Menggunakan Marka Morfologi Dan Marka Molekuler Pada Tanaman Jarak Kepyar (Ricinus communis L.). Penulis sebagai mahasiswa menyadari banyak hal yang telah diperoleh selama studi di IPB. Berbagai pihak telah serta merta mendukung penulis dalam proses menyelesaikan studi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Darda Efendi, MSi, Dr. Endah R. Palupi, MSc, dan Dr. Ir. Memen Surahman, MScAgr yang berkenan menjadi komisi pembimbing, yang dengan tulus dan sabar telah memberikan ilmu, waktu, dan motivasi dalam membimbing penulis sejak awal penelitian sampai penulisan tesis; 2. Hibah Kompetitif Penelitian Kerjasama Internasional Dalam Rangka Publikasi Internasional Departemen Pendidikan Tinggi (tim Maryati Sari, SP., MSi, Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr., Dr. Ir. Tatiek Kartika Suharsi, MS) yang telah membiayai penelitian ini; 3. Prof. Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi yang telah memberikan peluang beasiswa untuk melanjutkan studi; 4. Bapak Jaegopal Hutapea, Bapak Nelson Sihotang, dan Ecoscience Investments, Pte. Ltd. yang telah baik hati memberikan beasiswa kepada penulis, selain kesempatan dan kepercayaannya untuk selama menjadi penanggungjawab kegiatan penelitian di kebun penelitian jarak pagar Cianjur selama 2 tahun penulis mengabdi di SBRC-IPB; 5. Dr. Desta Wirnas, SP., MSi selaku dosen penguji penulis dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. atas kritik dan sarannya yang membangun; 6. SBRC-LPPM IPB dan Kebun Raya Bogor yang telah menyediakan data cuaca setempat untuk melengkapi tugas akhir ini;

11 7. Bapak Yudiansyah selaku penanggungjawab laboratorium RGCI (Research Group on Crop Improvement) IPB yang telah turut membimbing dan membantu dalam proses penelitian; 8. Ali Napiah (alm), Heru, Misnen, Teh Lasih, dan Mba Fifin yang telah meluangkan waktu dalam membantu penulis dalam proses penelitian; 9. Semua dosen PBT, teman PBT , rekan SBRC (terutama Fahmi, Daru, dan Mas Bayu), dan sahabat di kebun raya Bogor yang selalu mendukung penyelesaian studi penulis; 10. Dr. Izu Andry Fijridiyanto, Dr. Reni Lestari, Dr. Sri Rahayu, dan Dr. Joko Ridho Witono yang mendukung penyelesaian studi di tengah kegiatan di Kebun Raya Bogor; Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang teramat mendalam kepada Mamah, Apa, dan Adik-adikku atas do a, kasih sayang, dan motivasi, teristimewa kepada suami yang membantu dan menemani dengan penuh cinta dan sabar pada saat-saat penelitian hingga lulus, juga Eyang Kakung dan Eyang Putri (alm) dengan semua nasehat yang membuat penulis selalu memiliki semangat berusaha untuk menjadi diri yang lebih bermakna tiap waktu. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya pengembangan jarak kepyar. Bogor, Juli 2011 Ria Cahyaningsih

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Cianjur, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 4 Desember Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak R. Nur Susetio dan Ibu Euis Darsita. Pada tahun 2003 penulis diterima di IPB (Institut Pertanian Bogor) melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, dan kemudian lulus pada tahun Selepas lulus, penulis bekerja sebagai staf peneliti dan dipercaya sebagai penanggungjawab beberapa kerjasama dengan perusahaan asing yang tertarik dengan penelitian jarak pagar (Jatropha curcas L.) ataupun jarak kepyar (Ricinus communis L.) di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (SBRC-IPB) selama 2 tahun ( ). Pada tahun 2007, penulis adalah penanggungjawab pembangunan kebun penelitian di Cianjur dalam rangka kerjasama SBRC-IPB dan Ecoscience Investments, Pte. Ltd. kemudian selama periode , penulis adalah penanggungjawab penelitian jarak pagar di Cianjur. Pertengahan tahun 2008 sampai akhir 2009, penulis dipercaya sebagai penanggungjawab demplot penelitian jarak pagar dan penyuluh petani di Biak dan Sentani, Papua dalam rangka kerjasama SBRC-IPB dan Eco- Emerald (EcoCarbon dan The Emerald Planet). Pada tahun 2009, penulis termasuk salah satu tim yang memulai kerjasama penelitian untuk tanaman jarak kepyar dengan PT Better Earth Green Energy. Selain itu, penulis juga turut aktif dalam penelitian seputar pengembangan jarak pagar dengan tim Departemen Agronomi Hortikultura, IPB. Penulis memperoleh beasiswa dari Ecoscience Investments, Pte. Ltd. pada tahun 2007 untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor selama dua tahun. Pada tahun 2010, penulis mulai bekerja sebagai kandidat peneliti di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (PKT KR Bogor-LIPI).

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jarak Kepyar... 5 Keanekaragaman Genetik dan Pemuliaan Tanaman Jarak Kepyar... 6 Marka Morfologi dan Molekuler... 9 RAPD METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Rancangan Penelitian Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Fenologi Pembungaan Perkembangan Malai Morfologi dan Perkembangan Bunga Perkembangan Buah Identifikasi Hubungan Kemiripan Genetik Menggunakan Marka Morfologi Keragaman Genotipe Berdasarkan Karakter Morfologi Korelasi antar Karakter Morfologi yang Diamati Hubungan Kemiripan diantara Genotipe yang Diamati Keragaman Genetik Berdasarkan Karakter Morfologi Identifikasi Hubungan Kemiripan Menggunakan Marka Molekuler Keragaman Genotipe Berdasarkan Karakter Molekuler Hubungan Kemiripan diantara Genotipe yang Diamati PEMBAHASAN UMUM Sistem Reproduksi Jarak Kepyar Keragaman Fenotipe 14 Genotipe Jarak Kepyar yang Diamati Hubungan Kemiripan Berdasarkan Marka Morfologi Vs Marka Molekuler SIMPULAN Simpulan... 67

14 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 75

15 DAFTAR TABEL Halaman 1. Daftar genotipe jarak kepyar yang digunakan (14) Primer dan sekuen basa yang digunakan dalam analisis RAPD jarak kepyar Bahan reaksi PCR yang digunakan dalam analisis RAPD pada jarak kepyar Analisis ragam rancangan kelompok lengkap teracak Suhu (T) dan kelembaban (RH) harian selama periode pengamatan studi fenologi pembungaan (Maret-Juni) Perkembangan bunga betina Perkembangan bunga jantan Perkembangan buah Keragaan karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar Rekapitulasi hasil analisis ANOVA pada karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar Beberapa keragaman karakter kualitatif pada fase vegetatif pada 14 genotipe jarak kepyar Beberapa keragaman karakter kualitatif pada fase generatif pada 14 genotipe jarak kepyar Nilai tengah karakter kuantitatif batang 14 genotipe jarak kepyar pada umur 6 bulan setelah dipindahtanam Nilai tengah karakter kuantitatif daun 14 genotipe jarak kepyar padaumur 6 bulan setelah dipindahtanam Nilai tengah karakter kuantitatif pada fase generatif morfologi 14 genotipe jarak kepyar yang diamati Korelasi antara karakter kuantitatif pada 14 genotipe jarak kepyar... 51

16 17. Pendugaan nilai ragam genetik (Vg), ragam fenotipe (Vp), heritabilitas dalam arti luas (h 2 bs) dan koefisien keragaman genetik (KKG) karakter morfologi 14 genotipe jarak kepyar Rekapitulasi jumlah amplifikasi pita DNA pada 8 primer RAPD... 58

17 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Fenotipe jarak kepyar Empat tipe malai tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) Proses reaksi PCR yang digunakan dalam analisis RAPD jarak kepyar DNA ladder Vivantis 100 bp Beberapa jenis serangga yang membantu penyerbukan Pertumbuhan panjang malai jarak kepyar Fase perkembangan malai Morfologi individu bunga Fase perkembangan bunga betina Fase perkembangan bunga jantan Perkembangan ukuran buah jarak kepyar Penampang melintang buah jarak kepyar Kondisi per tanaman umur 1 bulan setelah dipindahtanam Kondisi tanaman umur 4 bulan setelah dipindahtanam Hama yang menyerang pada tanaman jarak kepyar Keragaman warna daun tua pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati Keragaman warna daun muda pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati Keragaman warna tangkai daun tua pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati Keragaman warna tangkai daun muda pada jarak kepyar... 45

18 20. Warna bunga betina (pistil) yang beragam dan bunga jantan pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati Keragaman warna bakal buah dan ukurannya pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati Keragaman tipe malai 14 genotipe jarak kepyar yang diamati Keragaman warna rambut buah pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati Keragaman bentuk dan motif biji jarak kepyar yang diamati Dendrogram berdasarkan hasil analisis karakter morfologi (kualitatif) pada 14 genotipe jarak kepyar Hasil analisis komponen utama (AKU) dalam dua dimensi pada karakter morfologi pada 14 genotipe jarak kepyar Karakter pola pita DNA skematik 14 genotipe jarak kepyar Dendrogram berdasarkan analisis karakter molekuler (DNA) pada 14 genotipe jarak kepyar Hasil analisis komponen utama 14 genotipe jarak kepyar yang digambarkan ke dalam gambar dua dimensi, menggunakan penanda molekuler pada jarak kepyar... 61

19 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Deskripsi tiga varietas jarak kepyar yang dirilis oleh Balittas Hasil uji kenormalan sebaran data tiap karakter morfologi (kuantitatif) pada 14 genotipe jarak kepyar Matriks ketidakmiripan 14 genotipe jarak kepyar berdasarkan penanda morfologi Koefisien kemiripan 14 genotipe jarak kepyar berdasarkan penanda molekuler Nilai analisis komponen utama pada karakter morfologi Karakter morfologi pembentuk komponen utama Nilai komponen utama pada karakter molekuler Karakter pita DNA pembentuk komponen utama Rekapitulasi Hasil Amplifikasi Produk PCR dengan 9 Primer yang Diujikan Deskripsi Morfologi 14 Genotipe Jarak Kepyar yang Diamati... 81

20 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L) telah dikenal sejak 4000 SM (Heywood et al. 2007). Bijinya sangat beracun dan telah dimanfaatkan dalam dunia herbal (Challoner 1990; Foster & Duke 1990) seperti tercatat dalam papyrus pada 1500 SM di Mesir (Chevallier 2001). Tanaman ini menjadi tanaman penghasil minyak yang penting (Atsmon 1989; Heywood et al. 2007) karena dapat memenuhi keperluan dunia akan asam lemak hidroksi (Atsmon 1989), yaitu untuk produksi lubrikan, cat, sabun, dan industri farmasi (Heyne 1987; Foster & Duke 1990; Heywood et al. 2007). Saat ini, banyak industri besar yang memproduksi produk turunan dari minyak jarak kepyar sehingga permintaan terhadap produk ini tinggi. Jenis-jenis industri tersebut yaitu industri pelumas dan lemak, coating, bahan perawatan personal dan detergen, surfaktan, dan oleokimia. Kawasan Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Thailand selama periode tercatat oleh Oilworld (2010) memiliki permintaan terhadap minyak jarak kepyar terbesar di dunia, yaitu masing-masing berturut-turut sebesar 125, 38, 15, dan 14 (dalam 1000 ton), serta 9.5 ton oleh negara lainnya. Di Indonesia, biji dan minyak jarak kepyar hanya diekspor tanpa pengolahan lebih lanjut. Berdasarkan data dari BPS (2007) dalam laporan Statistik Perkebunan Indonesia, kegiatan ekspor dan impor dilakukan pada minyak jarak kepyar dan minyak olahan jarak kepyar. Jepang, Malaysia, dan Belanda adalah negara tujuan ekspor minyak jarak kepyar, sedangkan Jepang, Taiwan, dan Amerika Serikat adalah tujuan ekspor jenis minyak olahan jarak kepyar. Menurut data yang sama Indonesia mengimpor minyak jarak kepyar dan jenis minyak olahan jarak kepyar dari Inggris, Thailand, Jepang, Singapura, dan India. Didasari aspek-aspek tersebut, industri minyak jarak kepyar merupakan industri yang berprospek dan perlu dikembangkan di Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, agro-industri tanaman jarak kepyar di Indonesia sudah mulai dikembangkan. Tetapi, hingga saat ini tanaman jarak kepyar yang berpotensi tinggi sebagai penghasil minyak jarak kepyar belum banyak

21 2 dibudidayakan secara komersial karena keterbatasan varietas yang dilepas oleh pemerintah. Kegiatan pemuliaan tanaman diperlukan untuk mendapatkan varietas unggul baru. Arah pemuliaan komoditas jarak kepyar di Indonesia adalah untuk meningkatkan produksi biji, kadar minyak, ketahanan terhadap hama, dan ketahanan terhadap kekeringan dan curah hujan tinggi (Mardjono 2000). Produksi jarak kepyar di Indonesia saat ini masih rendah. Pada tahun 2008 produksi biji komoditas ini adalah 1000 ton, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil produksi India sebagai negara pengekspor hasil jarak kepyar tertinggi di dunia yaitu ton (FAO 2010). Menurut Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan (2009), produksi biji jarak kepyar di Indonesia pada tahun 2008 mencapai ton dari luasan lahan tanam 6938 ha. Kandungan minyak jarak kepyar standar ekspor adalah lebih dari 47% sementara kandungan minyak kultivar yang telah dibudidayakan antara 42 58% (Tamin 1986). Kerugian hasil jarak kepyar disebabkan oleh hama utama jenis ulat Achaea janata L yang mencapai 40 50%. Pada tanaman yang masih kecil, hama ini menyebabkan kematian. Tanaman ini memerlukan 3 bulan basah, sementara pengembangan penanaman ditujukan ke daerah iklim kering dengan hujan terbatas (erratic). Selain itu pengembangan varietas ini akan dilakukan di daerah-daerah basah (Mardjono 2000). Selain varietas unggul yang telah dilepas pemerintah, selama ini jarak kepyar masih berupa landrace-landrace yang belum jelas karakteristik dan mutunya. Jarak kepyar banyak dijumpai dengan fenotipe yang berbeda. Hal ini menandakan pentingnya informasi tentang keanekaragaman genetik jarak kepyar yang sebenarnya. Karakterisasi kultivar jarak kepyar yang dilakukan berdasarkan deskripsi morfologi memungkinkan terjadi kesalahan karena deskripsi tersebut dipengaruhi oleh lingkungan dan kesalahan manusia. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk estimasi variabilitas genetik adalah dengan menggunakan metode baru berdasarkan analisis molekuler (marka molekuler). Penggunaan marka DNA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan teknik yang cepat dan mudah dilakukan. Hasil reaksi PCR berupa potongan DNA yang dengan mudah

22 3 dapat dipisahkan melalui teknik elektroforesis dan dapat dilihat dalam bentuk berbagai ukuran pita DNA (Henry 1997). Dalam kegiatan ini selain karakterisasi kemiripan fenotipe dan molekuler, juga dikumpulkan informasi dasar tentang fenologi pembungaan jarak kepyar. Informasi dasar ini diharapkan akan dimanfaatkan untuk merencanakan program pemuliaan dan perbaikan potensi genetik tanaman jarak kepyar. Tujuan Secara umum kegiatan penelitian ini bertujuan menyediakan informasi dasar yang diperlukan bagi pengembangan varietas jarak kepyar Indonesia melalui tujuan khusus sebagai berikut: a. Mempelajari fenologi pembungaan jarak kepyar di Bogor, b. Mengetahui keragaman genetik dan hubungan kemiripan antar genotipe jarak kepyar yang diamati berdasarkan marka morfologi, c. Mengetahui hubungan kemiripan antar genotipe jarak kepyar yang diamati berdasarkan marka molekuler.

23 4

24 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jarak Kepyar Jarak kepyar (Ricinus communis L.) adalah tumbuhan semak tahunan (Soenardi 2000; Qiu & Gilbert 2008). Dalam bahasa Latin tanaman jarak kepyar disebut Ricinus yang artinya serangga, karena bentuk bijinya berbintik-bintik menyerupai serangga. Jarak kepyar berasal dari Afrika (Ethiopia), masuk ke Indonesia pada abad ke 16 bersamaan dengan masuknya bangsa Portugis. Menurut Heyne (1987) tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) diklasifikasikan ke dalam famili Euphorbiaceae dan genus Ricinus. Di beberapa daerah di Indonesia, tanaman ini diantaranya dikenal dengan nama dulang (Toba), jarak kaliki, kaliki (Sunda), jarak (Jawa), dan damar jarak (Timor). Tanaman jarak kepyar merupakan salah satu jenis tanaman yang relatif toleran terhadap kekeringan (Soenardi 2000). Jarak kepyar sangat cepat tumbuh dan memperbanyak diri melalui bijinya. Tanaman ini banyak ditanam di ladang yang kurang subur (Rumphius dalam Heyne 1987). Daun jarak kepyar berukuran lebar dan berbentuk menjari dengan 5-11 jumlah lekukan daun (Mardjono 2000; Foster & Duke 1990) dengan lekukan dangkal hingga dalam, warna hijau muda sampai hijau tua, juga berwarna kemerahan (Gambar 1). Batangnya berongga (Qiu & Gilbert 2008) dan beruasruas dengan variasi panjang hingga 20 cm, dapat memiliki lapisan lilin atau tidak, dan memiliki warna yang bervariasi juga dari hijau muda hingga hijau tua atau merah muda hingga merah kecoklatan (Mardjono 2000). Bunga terbentuk dalam tandan bunga, dengan tandan bunga terdapat di ujung batang ataupun cabang, dan kepala putik berwarna merah (Weiss 1971). Buah berbentuk bulat seperti kapsul, dapat berambut ataupun tidak (Mardjono 2000), dan akan pecah saat masak (Weiss 1971). Biji berbintik seperti serangga dan bentuknya variatif (Mardjono 2000). Kandungan minyak dalam biji jarak kepyar cukup tinggi, yaitu 45-55%, yang terdiri atas gliserida asam ricinoleat, ricin (protein), dan lektin (Chevallier 2001). Ricin menyebabkan biji jarak kepyar berbahaya jika dimakan karena dapat menyebabkan kematian (Challoner 1990; Foster & Duke 1990; Chevallier 2001).

25 6 Gambar 1. Fenotipe jarak kepyar. (a) susunan cabang dan tandan buah; (b) daun; (c) buah; dan (d) biji (Mardjono, 2000) Jarak kepyar tersebar pada areal bercurah hujan rendah antara mm/tahun. Jenis tanah tidak menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman ini. Tanaman ini lebih sesuai ditanam di tanah bertekstur ringan, yaitu lempung berpasir dan tanah yang beraerasi baik. Tanaman ini ramah lingkungan dan dapat memperbaiki mikroklimat setempat (Soenardi 2000). Keanekaragaman Genetik dan Pemuliaan Tanaman Jarak Kepyar Tanaman jarak kepyar berasal dari benua Afrika (Weiss 1971; Heyne 1987), yaitu di sekitar wilayah Afrika Timur (Chevallier 2001), kemungkinan dari Ethiopia (Weiss 1971). Daerah penyebaran jarak kepyar terletak antara 40 LU dan 40 LS, meskipun ada pula beberapa varietas hasil seleksi di Rusia yang dapat tumbuh dan berproduksi sampai 52 LU (Weiss 1971). Jumlah kromosom somatik jarak kepyar 20 (Shifriss 1956; Sharma dalam Goldbatt 1981; Vachova dalam Goldbatt 1981; Queiros dalam Goldbatt 1981) dengan set 2x (Richharia dalam Zimmerman 1958) dan 4x (Nemec dalam Zimmerman 1958). Jumlah kromosom gonosom n=5 (Nemec dalam Zimmerman 1958; Mehra dalam Goldbatt 1981; Koul et al. dalam Goldbatt 1981), dan n=10

26 7 (Richharia dalam Zimmerman 1958) sehingga tanaman ini dapat berupa tetraploid ataupun diploid. Kumpulan bunga jarak kepyar membentuk malai yang disebut racemes (Shifriss 1956; Bell & Bryan 2008). Tipe malai bunga racemes, memiliki satu sumbu monopodial, bunga yang memiliki pedikel (tangkai bunga) tumbuh pada sumbu tersebut (Bell & Bryan 2008). Malai jarak kepyar menunjukkan empat tipe diferensiasi seks yang berbeda, yaitu seluruh bunga betina di bagian distal (gradient monoecism) dan jantan di bagian proksimal, seluruhnya betina tanpa jantan, terselingi bunga jantan di wilayah bunga betina distal, dan jantan betina selang-seling (Shifriss dalam William et al. 1967) (Gambar 2). Gambar 2. Empat tipe malai tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.). Secara berturut-turut persegi dan lingkaran menunjukkan bunga betina dan bunga jantan (Shifriss dalam William 1967). Distribusi apical dari bunga betina (a), seluruhnya betina (b), terselingi bunga jantan di wilayah bunga betina apical (c), dan jantan betina selang-seling (d)

27 8 Adanya heterogenitas tanaman dalam suatu populasi ataupun antar populasi merupakan bahan dasar untuk pemuliaan tanaman jarak kepyar. Tingkat keragaman pada jarak kepyar tinggi karena tanaman ini merupakan tanaman menyerbuk silang (Mardjono 2000). Pemuliaan tanaman jarak kepyar yang dilakukan oleh Balittas (Mardjono 2000) dilaksanakan dengan metode seleksi massa dan hibridisasi. Prinsip metode seleksi massa adalah tidak memilih tanaman yang tidak sesuai dengan kriteria yang diharapkan (menyimpang). Dengan pengawasan dan seleksi yang ketat, dua sampai tiga generasi telah cukup dan dapat digunakan sebagai sumber biji. Sementara itu metode hibridisasi digunakan untuk pengembangan galur murni dan pengembangan hibrida. Galur murni diperoleh dengan mengisolasi tanaman terpilih agar tidak terjadi perkawinan silang. Pengembangan hibrida dilakukan dengan teknik persilangan tunggal, persilangan ganda, dan hibrida persilangan ganda dengan karakter khusus (Mardjono 2000). Hasil penelitian Balittas (1994) tentang karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah jarak kepyar dari berbagai daerah, terlihat ada keragaman fenotipe pada tanaman ini yang meliputi warna batang maupun tangkai daunnya, lapisan lilin pada batang (tangkai daun maupun daunnya), buah mudah pecah atau sulit pecah, umur berbunga atau berbuah (genjah, sedang, atau dalam), dan ketahanan terhadap hama (terutama terhadap A. janata L). Di Indonesia, pada saat ini sudah ada 3 varietas jarak kepyar yang sudah dilepas yaitu Asembagus 22 (Asb 22), Asembagus 60 (Asb 60), dan Asembagus 81 (Asb 81) (Mardjono et al. 1996), dengan deskripsi terlampir (Tabel Lampiran 1). Asembagus 22 diperoleh dari seleksi massa negatif dari populasi asal Dompu, Nusa Tenggara Timur. Asembagus 60 dan Asembagus 81 adalah hasil seleksi massa negatif dari populasi asal Desa Muneng, Probolinggo, Jawa Timur. Ketiga varietas ini dilepas oleh Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat (Balittas), Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan di Malang (Mardjono 2000). Di dunia, perkembangan penelitian pemuliaan jarak kepyar sudah pesat. Pemuliaan nonkonvensional telah banyak dilakukan terhadap komoditas ini, diantaranya studi transformasi genetik dengan menggunakan Agrobacterium

28 9 tumefaciens (Sujatha 2005), particle gun (Sailaja 2008), dan transformasi gen cry1ec (Sujatha et. al 2009). Kegiatan bioteknologi pendukung pemuliaan nonkonvensional juga telah dilakukan, misalnya isolasi full-length cdna yang mengkode enolase sitosol (Blakeley 1994), cloning dan karakterisasi gen calreticulin (Coughlan 1997), dan mempelajari ekspresi gen albumin (Chen 2004). Marka Morfologi dan Molekuler Beberapa marka (penanda) dapat digunakan untuk mengetahui tingkatan dan pola keanekaragaman genetik, seperti penanda morfologi (Talhinhas et al. 2006) dan molekuler (Alvarez et al. 2006). Penanda morfologi didasarkan pada pengamatan secara langsung fenotipe tanaman (Tanksley 1983), sedangkan penanda molekuler langsung berintegrasi dengan genetik dan menggambarkan keadaan genom yang sesungguhnya (Powel et al. 1996). Penanda morfologi telah banyak digunakan dalam program dasar genetika maupun kegiatan pemuliaan tanaman. Meski demikian, terdapat beberapa kelemahan yang dimiliki penanda ini, yaitu dapat dipengaruhi lingkungan, memperlihatkan karakter menurun dominan/resesif, dan memiliki tingkat keanekaragaman (polimorfisme) rendah (Tanksley 1983). Kegiatan pemuliaan tanaman tidak cukup menggunakan penanda morfologi, diperlukan juga penanda molekuler. Penanda molekuler merupakan suatu penanda yang mampu membedakan setiap spesies tanaman atau genotipe tanaman tanpa dipengaruhi oleh lingkungan. Penggunaan penanda molekuler sangat bermanfaat untuk membandingkan berbagai klasifikasi baik berdasarkan analisis RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA) maupun dengan analisis berdasarkan pada penanda lainnya seperti RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), dan SSR (Simple Sequence Repeat) sehingga hasil klasifikasi akan lebih akurat (Weising et al. 1995). Sebagai contoh, penelitian molekuler dengan single nucleotide polymorphism (SNPs) untuk mengkaji keragaman genetik jarak kepyar telah dilakukan (Foster 2010).

29 10 RAPD RAPD merupakan suatu cara untuk menganalisis keragaman genetik melalui amplifikasi DNA genom suatu tanaman dengan menggunakan primer acak tunggal. Keragaman genetik tanaman dilihat berdasarkan polimorfisme pita DNA yang berhasil diamplifikasi (Tingey et al. 1992). Penanda ini bersifat dominan, yaitu tidak bisa membedakan individu homosigot dan heterosigot karena memberikan hasil pita DNA yang sama (Ronning et al. 1995). Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis RAPD yaitu oligonukleotida (primer), larutan buffer, Taq DNA polymerase, deoksiribonuklease triphosphate (dntp) dan DNA cetakan. Templat DNA didenaturasi (denaturation) hingga ikatan doublehelix DNA terpisah melalui pemanasan pada 94 C, setelah itu primer dapat memulai reaksi PCR. Primer menempel pada salah satu untai DNA (annealing) pada suhu C dan memulai reaksi pemanjangan untai DNA (extention) dengan bahan-bahan dntp sebagai sumber utama nukleotida dalam reaksi pada suhu 72 C. Siklus diulang beberapa kali dan setiap siklus menggandakan jumlah produk DNA yang diinginkan (Sambrook et al. 1989). Produk PCR akan diperoleh berupa fragment atau pita DNA (Williams et al.1991). Aplikasi RAPD telah dilakukan pada banyak jenis tanaman. Pada tanaman hortikultura, analisis RAPD dilakukan pada pepaya (Satori et al. 2002), pisang (Surahman et al. 2005; Sukartini 2008), bawang putih (Hardiyanto et al. 2008), kelapa (Matondang, 2000), dan Phalaenopsis (Dwiatmini et al. 2003), pada tanaman kehutanan diantaranya pada bakau (Shorea laevis) (Siregar et al. 1998). Pada tanaman sefamili dengan jarak kepyar, RAPD telah dilakukan pada jarak pagar (Gupta et. al. 2008; Surahman et al. 2009; Susantidiana et al. 2009, Nisya 2010).

30 11 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Juni Studi fenologi pembungaan dilakukan selama periode September Juni 2011 di kebun pembibitan Kebun Raya Bogor, karakterisasi morfologi dilakukan selama periode Februari Desember 2010 di kebun percobaan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Citeureup, Bogor dan analisis RAPD dilakukan di Laboratorium RGCI (Research Group on Crop Improvement), Institut Pertanian Bogor (IPB) selama periode Oktober Februari Bahan dan Alat Penelitian Bahan tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah plasma nutfah jarak kepyar (Ricinus communis L.) koleksi IPB. Jumlah genotipe yang digunakan adalah 14 (Tabel 1). Tabel 1. Daftar genotipe jarak kepyar yang digunakan (14) No No. Genotipe Nama Genotipe Asal Genotipe 1 9 PLAM-1 Plampang-Sumbawa, NTB 2 11 LAB-1 Labuan-Sumbawa Besar, NTB 3 12 BAG-1 Warasaba-Lombok Timur, NTB 4 24 TAN-1 Labuan Haji-Lombok Timur, NTB 5 30 CIB-1 Cibadak-Sukabumi, Jawa Barat 6 74 PON-2 Babatan, Ponorogo, Jawa Timur 7 76 GRE Gresik, Jawa Timur 8 78 PRO Probolinggo, Jawa Timur 9 84 SUR Surabaya, Jawa Timur PHIL-2 Filipina PHIL-4 Filipina PHIL-5 Filipina PHIL-13 Filipina THAI-101 Thailand Bahan analisis RAPD yang digunakan adalah daun pertama dari kecambah jarak kepyar. Delapan primer digunakan dalam penelitian ini (Tabel 2). Tujuh primer diantaranya adalah primer yang digunakan dalam penelitian Nisya (2010) yang dilakukan pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L). Jarak pagar adalah tanaman yang sefamili dengan jarak kepyar. Selain itu, bahan yang digunakan

31 12 antara lain SIGMA-AldrichTM Extraction and dellution kit, aquabidestilata, campuran Chloroform dan Isoamilalkohol (CIA) 24:1, Etanol Absolut, PCR amplification reagents dari Vivantis, DNA ladder, gel agarose, buffer TAE (Tris Acetic acid EDTA) 1x, Loading die, dan Ethidium Bromide. Peralatan pertanaman yang digunakan adalah alat budidaya secara umum, sedangkan peralatan yang digunakan untuk pengamatan adalah meteran, penggaris, kaca pembesar, jangka sorong, dan timbangan digital. Peralatan yang digunakan dalam analisis RAPD adalah gunting, oven, water bath, microtube 2 ml, pelampung microtube, mikro pipet 1000 μl, mikro pipet 10 μl, mikro pipet 100 μl, rak tip dan microtube, centrifuge, desicator vacum pump, timbangan analitik, hot plate, labu erlemeyer, elektroforesis chamber, sisir gel, mesin PCR, mesin elektroforesis, dan UV transiluminator. Tabel 2. Primer dan sekuen basa yang digunakan dalam analisis RAPD jarak kepyar No. Primer Sekuen (5-3 ) Suhu melting Suhu annealing (TM) (TA=TM-4) 1. OPE-3 CCAGATGCAC OPE-19 ACGGCGTATG OPE-20 AACGGTGACC OPH-13 GACGCCACAC OPH-14 AGGGTCGTTC OPM-2 ACAACGCCTC OPM-5 GGGAACGTGT OPM-8 TCTGTTCCCC Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga kegiatan, yaitu: 1. Studi fenologi pembungaan Studi fenologi pembungaan dilakukan pada genotipe PRO (nomor 78). Sampel tanaman yang diamati adalah tanaman yang memiliki bakal tunas yang akan berkembang lebih lanjut menjadi bunga. Bahan yang digunakan adalah kompos, sekam, pupuk urea (20 g), polibag, pestisida, herbisida dan fungisida. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah thermohygrometer, jangka sorong, mikroskop, dan kamera digital. Pengamatan dilakukan setiap hari secara visual selama masa pembungaan terhadap malai dan individu bunga pada malai. Ulangan terdiri atas tiga

32 13 tanaman. Dari tiap tanaman, masing-masing diamati lima bunga betina dan bunga jantan. Variabel pengamatan pada studi fenologi pembungaan meliputi: a. Panjang malai Panjang malai diukur untuk mengetahui pertumbuhan malai saat pembentukan bunga berlangsung. Variabel ini diukur dari titik pertumbuhan hingga ke ujung malai yang dinyatakan dalam satuan sentimeter (cm). b. Lama individu bunga mekar Lama individu bunga mekar diketahui berdasarkan selisih waktu antara waktu bunga mulai mekar hingga bunga layu. c. Waktu bunga betina reseptif dan waktu antera bunga jantan pecah (anthesis) Waktu bunga betina reseptif diketahui dari ciri-ciri bunga betina reseptif, diantaranya dilihat dari warna bagian bunga yang menarik, memiliki eksudat di kepala putik, atau memiliki aroma khas pada bunganya. Sementara itu, waktu antera bunga jantan pecah adalah jika kantong sari sudah pecah, dan serbuk sari keluar dari antera. d. Lama malai mekar Lama malai mekar diketahui berdasarkan selisih waktu antara waktu individu bunga pertama mekar hingga semua individu bunga mekar dalam satu malai. e. Lama perkembangan buah Lama perkembangan buah diperoleh dari waktu mulai bunga terserbuki hingga buah matang. f. Panjang dan diameter buah (cm) Panjang adalah sisi yang membujur, sedangkan diameter adalah sisi yang melintang. Pengukuran panjang dan diameter buah dilakukan untuk mengetahui perkembangan buah setelah peristiwa pembuahan. Data lingkungan yang mendukung adalah suhu udara dan kelembaban udara yang diukur setiap hari selama masa pembungaan berlangsung. Suhu udara dan kelembaban udara yang diukur pada pagi hari, siang hari, dan malam hari dirata-ratakan dan dijadikan data lingkungan harian.

33 14 2. Analisis hubungan kemiripan dan keragaman genetik berdasarkan marka morfologi Penelitian analisis hubungan kemiripan berdasarkan karakter morfologi di lapangan disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Faktor yang digunakan yaitu genotipe jarak kepyar yang terdiri atas 14 genotipe. Percobaan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 42 satuan percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah: Yij = μ + i + j + εij, i: 1,2,3,...13 j: 1,2,3 Dengan: Yij = respon pengamatan dari genotipe ke-i pada ulangan ke-j μ = nilai tengah populasi i = pengaruh genotipe ke-i; j = pengaruh ulangan ke-j εij = pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i pada ulangan ke-j Pengamatan morfologi tanaman dilakukan setelah tanaman di dipindahtanam ke lapang, yaitu di kebun penelitian di Citeureup. Pengamatan marka morfologi dilakukan terhadap karakter kualitatif dan kuantitatif. Penentuan karakter kualitatif dan kuantitatif disesuaikan dengan yang dilakukan di Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat (Balittas), Malang. Pengamatan di lapang terhadap karakter vegetatif dilakukan secara serentak pada saat tanaman berumur 6 bulan setelah dipindahtanam, sedangkan pengamatan terhadap karakter generatif dilakukan saat tanaman berumur 1 tahun. Karakter kualitatif yang diamati terdiri atas: a. Warna tangkai daun tua dan tangkai daun muda b. Warna batang tua dan batang muda c. Lapisan lilin d. Bulu daun e. Warna daun muda dan daun tua f. Tekstur daun g. Bentuk ujung daun h. Warna bunga betina dan bunga jantan i. Warna bakal buah j. Warna rambut buah dan buah masak k. Bentuk biji dan warna biji l. Tipe malai (shifriss dalam william et al. 1967)

34 15 Setiap karakter kualitatif diamati secara visual, terutama warna. Sementara itu, karakter lain yang berkaitan dengan bentuk fisik diamati dengan visual dan juga indera peraba. Daun tua yang dipilih untuk diamati dalam penelitian ini adalah daun yang muncul pada tiga ruas batang pertama dari permukaan tanah, sementara daun muda adalah daun yang muncul pada tiga ruas batang dari atas pada tanaman yang sama tiap genotipe. Batang tua yang diamati dipilih dari tiga ruas batang pertama dari permukaan tanah, sedangkan batang muda adalah tiga ruas dari bawah. Karakter kuantitatif yang diamati terdiri atas: a. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur dari permukan tanah hingga titik tumbuh. b. Diameter batang (cm) Diameter batang diukur pada batang dengan ketinggian satu pertiga tinggi batang dari permukaan tanah. c. Panjang ruas batang tua dan batang muda (cm) Panjang ruas batang tua dan batang muda masing-masing diukur dari ruas pada batang tua dan batang muda yang dipilih secara acak. d. Panjang tangkai daun (cm) Panjang tangkai daun diukur dari daun tua. e. Panjang dan lebar daun (cm) Panjang dan lebar daun diukur dari daun tua. f. Jumlah jari daun (buah) Jumlah jari daun dihitung dari daun tua. g. Jumlah buah per pohon (buah) Jumlah buah per pohon diperoleh dari satu kali pengamatan dalam satu tahun. Buah yang masih hijau ataupun yang sudah menghitam dihitung jumlahnya secara serentak dari tiap tanaman per genotipe baik tanaman yang memiliki cabang ataupun tidak. h. Lebar, panjang, dan tebal biji (cm) Biji jarak kepyar berbetuk agak lonjong memanjang, namun sisi diameternya tidak bulat sempurna. Dimensi pengukuran yang dapat menggambarkan bentuk bijinya adalah lebar, panjang, dan tebal biji.

35 16 Lebar biji adalah sisi melintang terpanjang biji, sedangkan panjang biji adalah sisi yang membujur. Tebal biji menggambarkan sisi melintang terpanjang. Alat pengukur yang digunakan adalah jangka sorong. i. Bobot 100 butir biji (g) Biji yang ditimbang adalah yang dipanen secara bulk dari tiga tanaman per genotipe. Bobot 100 butir biji diperoleh dengan mengkonversikan bobot 10 butir biji, dengan rumus: Bobot 100 butir biji = bobot 10 butir biji x Analisis hubungan kemiripan berdasarkan marka molekuler Analisis hubungan kemiripan genetik berdasarkan marka molekuler dilakukan terhadap plasma nutfah yang dikoleksi menggunakan RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Pelaksanaan analisis RAPD tersebut meliputi beberapa tahapan yaitu isolasi DNA, amplifikasi DNA dengan PCR, dan elektroforesis. a. Isolasi DNA (ekstraksi DNA) Bahan yang digunakan untuk ekstraksi DNA adalah daun pertama yang muncul dari kecambah jarak kepyar. Bahan digunting kecil sebesar kurang lebih 2 x 2 cm lalu dicacah, kemudian dimasukkan ke dalam mikrotube 2 ml yang telah berisi cairan ekstrak dari kit SIGMA sebanyak 100 µl. Mikrotube dipanaskan pada suhu 95ºC selama 5 menit dalam waterbath. Setelah itu, ditambahkan larutan dilusi dari kit SIGMA sebanyak 100 µl, DD H 2 O sebanyak 300 µl, sambil dikocok manual beberapa saat. Larutan tersebut, dipisahkan ke mikrotube baru dari sisa-sisa daun. Chloroform : Isoamyl alcohol (CIA=24 : 1) 200 µl ditambahkan ke dalam mikrotube tersebut kemudian dihomogenkan dengan vorteks mixer selama 1 menit. Sentrifugasi rpm dilakukan selama 5 menit. Supernatan dipisahkan ke mikrotube 1.5 ml, kemudian ditambah ethanol absolut sebanyak 2 kali dari volume supernatan. Sentrifugasi rpm selama 3 detik. Setelah itu DNA dikeringkan dengan cara membalik tabung di atas kertas tissue sampai

36 17 tidak ada tetesan. DNA dikeringkan dengan vacuum pump, selanjutnya dicairkan dengan 200 μl aquabides. b. Amplifikasi DNA dengan PCR Metode amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan sesuai yang dilakukan Nisya (2010) pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) yang sefamili dengan jarak kepyar. Tahapan PCR meliputi pre heat, denaturation, annealing, extention, dan pendinginan suhu. Tahapan, penggunaan proses PCR terdapat pada Gambar 3. Keterangan: 1: menit, 11: detik, TA: suhu annealing (Tabel 2) Gambar 3. Proses reaksi PCR yang digunakan dalam analisis RAPD jarak kepyar Bahan reaksi yang digunakan dalam amplifikasi dengan PCR disajikan pada Tabel 3. Untuk amplifikasi DNA, 5 μl primer, 5 μl taqpol dari kit SIGMA dimasukkan ke dalam PCR tube dan diamplifikasi pada mesin PCR ASTEC Thermal Cycler PC 707. Proses amplifikasi ini dilakukan sebanyak 45 siklus, yaitu denaturasi selama 1 menit pada suhu 94 0 C, annealing selama 1 menit pada suhu 36 0 C dan extention selama 2 menit pada suhu 72 0 C serta stop PCR / post PCR dilakukan pada suhu 72 0 C selama 7 menit. Hasil dari amplifikasi ini dilanjutkan dengan elektroforesis.

37 18 Tabel 3. Bahan reaksi PCR yang digunakan dalam analisis RAPD pada jarak kepyar Volume yang diambil dari Konsentrasi akhir Bahan reaksi PCR larutan stok (μl) 10 x Vivantis Buffer A 2 1x 2mM dntp mix mM 50 mm MgCl mM Taq DNA polymerase (5 unit/μl) unit Double destilate water Primer pm/ μl DNA (10pm/ μl) 5 - Volume Total 20 c. Elektroforesis Produk PCR Langkah elektroforesis dimulai dengan pembuatan gel agarose 1.5% 0,6 g dengan larutan TAE 1x 200 ml. Gel agarose dipasangi sekat pencetak dan sisir pelubang (pembentuk sumur), kemudian dilepaskan saat beku. Larutan TAE 1x ditambahkan sampai gel terendam. Pelaksanaan tahap elektroforesis sama dengan proses pengujian DNA. Dengan perbandingan loading dye dan DNA adalah 10:2 DNA ladder disimpan pada salah satu sumur untuk mengukur pita pita DNA yang akan dihasilkan dari masing -masing genotipe jarak kepyar. DNA ladder yang digunakan adalah Vivantis 100 bp (Gambar 4). Gambar 4. DNA ladder Vivantis 100 bp Elektroforesis dilakukan selama 90 menit pada voltase 90 V. Hasil elektroforesis divisualisasikan di atas ultra violet transiluminator dan didokumentasikan dengan kamera.

38 19 Analisis Data 1. Karakterisasi, analisis korelasi dan analisis keragaman genetik berdasarkan karakter morfologi Karakterisasi jarak kepyar berdasarkan karakter morfologi diperoleh melalui analisis statistik deskriptif dan analisis ragam. Data morfologi kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui tingkat keragaman tiap karakter. Alat analisis yang digunakan adalah SPSS 15. Data kuantitatif dianalisis ragam ANOVA setelah sebelumnya dilihat sebarannya. Hasil analisis ragam yang berbeda nyata kemudian dianalisis lanjut dengan DMRT. Alat yang digunakan untuk analisis ANOVA adalah SAS 9.0. Hasil ANOVA digunakan untuk analisis parameter genetik, yakni heritabilitas arti luas (h 2 bs) dan koefisien keragaman genetik (KKG) yang diduga menggunakan analisis komponen ragam. Tabel 4. Analisis ragam rancangan kelompok lengkap teracak Sumber Derajat bebas Kuadrat Tengah Nilai harapan keragaman (db) (KT) Ulangan (r) r-1 Genotipe (g) g-1 M2 σ2e + r. σ2g Galat (e) (g-1)(r-1) M1 σ2e Pendugaan parameter genetik bertujuan untuk mengetahui potensi genetik genotipe tanaman yang diuji. Rumus parameter yang digunakan adalah sebagai berikut (Singh & Chaudhary 1979): Ve = σ 2 e = KT Galat= M1 KKG = Vp = σ 2 p = KT Genotipe = M2 h 2 bs = Vg = σ 2 g = dengan: Vg = σ 2 g = ragam genotipe h 2 bs = heritabilitas dalam arti luas Vp = σ 2 p = ragam fenotipe M1 = kuadrat tengah galat M2 = kuadrat tengah genotipe r = ulangan = rataan umum KKG = koefisien keragaman genetik

39 20 Pengelompokan nilai heritabilitas arti luas menurut Stansfield (1983): rendah (h 2 <20%), sedang (20%< h 2 50%), dan tinggi (50%< h 2 100%). Nilai duga koefisien keragaman genetik (KKG) dikelompokkan menurut Alnopri (2004), yakni sempit (0-10%), sedang (10%-20%), dan luas (>20%). 2. Analisis hubungan kemiripan diantara genotipe jarak kepyar yang diamati Hubungan kemiripan diantara genotipe jarak kepyar dianalisis berdasarkan pada data karakter morfologi kualitatif dan RAPD. Hasil analisis kemiripan digunakan untuk analisis cluster. Hasil analisis cluster berupa dendrogram. Pada karakter morfologi, data yang digunakan untuk analisis cluster adalah data kualitatif. Alat yang digunakan adalah SPSS 15. Koefisien ketidakmiripan pada dendrogram hasil program SPSS diubah menjadi koefisien kemiripan, dengan acuan koefisien kemiripan bernilai 1 dikurangi nilai koefisien ketidakmiripan. Sementara, pada karakter molekuler (RAPD) dengan program NTSYSpc versi Profil pita DNA hasil analisis RAPD diskoring dengan cara nilai 0 (jika tidak ada pita) dan nilai 1 (jika ada pita) pada tingkat migrasi yang sama. Data dianalisis menggunakan prosedur SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data) pada program NTSYSpc versi 2.02 dan dihitung berdasarkan metode SM (Simple Matching Coefficient) dari Sokal dan Sneath (dalam Rohlf 1998). Analisis komponen utama (AKU) atau Principal Component Analysis dilakukan untuk mengetahui sejumlah besar faktor-faktor utama yang dapat menjelaskan pengelompokkan 14 genotipe yang diamati. Selain itu, hasil AKU dapat digunakan untuk menjadi pembanding dengan jumlah kelompok yang dibentuk oleh dendrogram (hasil analisis hubungan kemiripan), seperti yang dilakukan pada penelitian yang menganalisis hubungan kemiripan pada tanaman manggis (Sulassih 2011). Alat yang digunakan adalah Minitab 14.

40 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Fenologi Pembungaan Studi fenologi pembungaan jarak kepyar dilaksanakan di Kebun Raya Bogor, dengan ketinggian lahan ± 260 m di atas permukaan laut (Subarna 2003). Curah hujan bulanan selama tahun 2011 (Januari-Juni) rata-rata sebesar mm. Selama dua bulan pengamatan studi fenologi pembungaan suhu (T) dan kelembaban udara (RH) harian berfluktuasi, masing-masing berkisar o C dan 34-80% (Tabel 5). Tabel 5. Suhu rata-rata (T) dan kelembaban udara rata-rata (RH) harian selama periode pengamatan studi fenologi pembungaan (Maret-Juni) Waktu Pengamatan T (ºC) RH (%) Tmin Tmax RHmin Rhmax Pagi Siang Sore Suhu udara pagi, siang dan sore hari memiliki kisaran yang luas, yaitu masing-masing antara 25-32ºC, 29-39ºC, dan 25-32ºC. Demikian juga dengan kelembaban udara (RH) pagi, siang dan sore hari, masing-masing berkisar antara 51-80%, 34-75%, dan 52-80%. Tanaman untuk pengamatan fenologi mengalami etiolasi karena tidak mendapat penyinaran matahari sepanjang hari. Akibatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman relatif lambat, sehingga pembungaan pun lambat. Jenis serangga yang menghampiri malai ataupun individu bunga yaitu beberapa jenis tabu-tabuan, lebah, semut, dan kupu-kupu (Gambar 5). Jenis tabutabuan dan lebah banyak ditemukan pada bunga betina dan bunga jantan yang sedang mekar, terutama pada pagi hari, sekitar pukul pagi, sementara kupu-kupu tidak menunjukkan pola kunjungan yang tertentu. Semut ditemukan sepanjang waktu di sekitar benjolan pada tangkai daun atau pada batang (gland =kelenjar). Seperti pada tanaman mangrove Aegialitis ataupun pisang, bagian gland dapat mengeluarkan sekresi yang mengandung gula ataupun metabolit sekunder (Luttge 1971). Tabu-tabuan dan lebah diduga merupakan serangga yang membantu penyerbukan.

41 22 Gambar 5. Serangga yang mengunjungi bunga betina dan bunga jantan jarak kepyar: tabu-tabuan (a), lebah (b); semut (c); kupu-kupu (d) Perkembangan Malai Jarak kepyar merupakan tanaman monoecious, dengan bunga jantan dan betina terdapat dalam satu malai. Pucuk generatif dapat dibedakan dari pucuk vegetative secara visual. Pucuk generatif lebih membulat dan padat, sedangkan pucuk vegetatif lebih lonjong berujung runcing dan kurang padat. Tipe malai tanaman jarak kepyar genotipe Pro sesuai dengan tipe pertama (gradient monoecism) menurut Shifriss dalam William et al. (1967), yaitu bunga betina terdapat pada bagian distal dan bunga jantan terdapat pada bagian proksimal. Genotipe yang sama yang ditanam di kebun Citeureup menunjukan pola malai yang sama. Tipe malai tersebut memberi indikasi bahwa penyerbukan (menempelnya serbuk sari ke kepala putik, yang letaknya lebih tinggi daripada antera pada satu malai) memerlukan vektor serbuk sari. Serangga diduga merupakan vektor serbuk sari yang potensial. Jika penyerbukan dibantu oleh angin, diduga kepala putik (bunga betina) akan mendapatkan serbuk sari dari bunga jantan malai yang lain. Malai bunga jarak kepyar dikategorikan telah mekar setelah kuncup individu bunga mulai muncul. Pertumbuhan malai ditandai dengan pertambahan panjang malai (Gambar 6). Saat malai bunga muncul, pertumbuhan vegetatif tetap berjalan sehingga pola pembungaan tanaman ini termasuk indeterminate. Namun demikian, saat masa pembungaan, pucuk vegetatif tetap tumbuh dan tidak muncul pucuk yang baru. Pucuk vegetatif akan muncul kembali setelah masa pembungaan dari bagian samping (aksilar).

42 23 Gambar 6. Pertumbuhan panjang malai jarak kepyar Gambar 6 menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang malai terjadi pada 8-19 hari setelah malai mekar (HSMM). Pada kisaran waktu ini, individu-individu bunga bermunculan. Malai tidak bertambah panjang setelah hari ke 18 sampai buah masak pada hari ke 43 setelah malai mekar. Penyerbukan mulai terjadi pada kisaran 6-8 hari setelah malai mekar (HSMM), yaitu saat antera pecah dan bunga betina mekar. Penyerbukan terjadi saat bunga betina pada 0 hari setelah anthesis (HSA). Jika dikonversikan, rata-rata 7 HSMM adalah sama dengan 0 HSA. Pola mekar bunga dalam satu malai tidak beraturan, tidak selalu bunga paling ujung mekar lebih dulu daripada bunga pada pangkal. Bunga mulai mekar rata-rata sekitar empat hari setelah malai mekar. Lama mekar malai yang dimulai sejak bunga pertama mekar (bunga betina) sampai bunga terakhir (bunga jantan) rata-rata berlangsung sekitar 16 hari. Bunga betina dalam satu malai mekar selama 4 hari, sedangkan bunga jantan mekar selama 15 hari. Akan tetapi overlapping antar mekar bunga betina dan jantan dalam satu malai hanya berlangsung selama dua hari, yang berpeluang terjadinya penyerbukan sendiri. Secara visual, perkembangan malai dapat dibedakan menjadi 5 fase (Gambar 7), yaitu: a) saat pucuk mulai dapat diidentifikasi sebagai pucuk

43 24 generatif (fase 1, umur 0 hari), b) saat banyak kuncup individu bunga muncul (fase 2, umur 5-7 hari setelah fase 1), c) saat individu bunga mekar (fase 3, umur 9-11 hari setelah fase 1), d) saat semua bunga betina berkembang menjadi buah (fase 4, umur hari setelah fase 1), dan saat buah mulai masak (fase 5, umur hari setelah fase 1). Gambar 7. Fase perkembangan malai: fase 1 (a); fase 2 (b); fase 3 (c); fase 4 (d); fase 5 (e) Pada fase 1 pucuk generatif (malai) masih terbungkus kuncup daun. Kuncup malai baru mekar satu hari kemudian pada saat kuncup individu bunga betina bagian distal muncul. Saat ini disebut saat malai mekar (Gambar 7a). Kuncupkuncup individu bunga, baik bunga betina ataupun bunga jantan mulai muncul pada lima sampai tujuh hari setelah malai mekar (Gambar 7b). Bunga betina dan jantan mulai mekar sekitar sembilan sampai 11 hari setelah malai mekar. Stigma (kepala putik) bunga betina yang berwarna kuning kemerahan tampak menjulur dan kelopak bunga jantan terbuka memperlihatkan benang sarinya (Gambar 7c). Bunga betina dalam satu malai mekar dalam 3-6 hari yang disusul dengan fase perkembangan buah. Semua ovarium bunga betina terlihat semakin besar (Gambar 7d). Buah pertama matang pada umur hari setelah malai mekar. Buah yang sudah masak umumnya merekah (Gambar 7e) sehingga bji dapat terlempar ke luar. Jumlah bunga betina dalam satu malai rata-rata 20, sedangkan jumlah bunga jantan rata-rata 52, sehingga rasio seks betina dan jantan adalah sekitar 1:2.5. Penelitian Shifriss (1956) terhadap beberapa varietas jarak kepyar juga menunjukkan hal yang sama, yaitu rasio seks betina dan jantan adalah 1:2.

44 25 Morfologi dan Perkembangan Bunga Bunga jarak kepyar adalah bunga tidak lengkap. Satu individu bunga hanya memiliki organ generatif betina atau jantan saja. Dalam satu malai bunga, bunga hermaprodit ataupun rudimenter tidak ditemukan. Sejak awal pucuk malai mekar, kuncup bunga betina dapat dibedakan dari kuncup bunga jantan. Kuncup bunga betina lonjong dan meruncing ujungnya, sedangkan bunga jantan lebih membulat dan juga meruncing ujungnya (Gambar 8.1 dan Gambar 8.2). Selain itu, individu bunga jarak kepyar baik bunga jantan ataupun bunga betina adalah bunga tidak sempurna karena tidak memiliki organ perhiasan bunga yang lengkap seperti mahkota bunga. Bunga betina jarak kepyar hanya terdiri atas pistil, dengan ovarium yang berduri dan kelopak bunga, tidak memiliki mahkota dan stamen (organ jantan). Pistil terdiri dari stigma (kepala putik) yang berwarna kuning kemerahan. Kepala putik berjumlah tiga dan masing-masing kepala putik terbelah dua hingga mencapai kepala putik, sehingga seolah-olah kepala putik bercabang lima atau enam dan cukup besar untuk menangkap serbuk sari. Pada saat bunga betina mekar kelopak bunga terbuka (mekar) dan kepala putik yang berwarna kuning kemerahan mulai menjulur (Gambar 8.1b). Ovarium memiliki tiga ruang yang masing-masing mengandung satu ovul (Gambar 8.1c). Bunga jantan terdiri atas kelopak bunga, filamen (tangkai sari) dan kotak sari yang berwarna kuning, tanpa mahkota bunga dan pistil (organ betina). Benang sari terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 (Gambar 8.2b). Tipe 1 memiliki dua cabang, tiap cabang memiliki dua ranting, dan tiap ranting memiliki delapan kotak sari. Tipe 2 memiliki dua cabang dan salah satu cabangnya memiliki dua ranting, dan tiap ranting memiliki delapan kotak sari. Tipe 3 memiliki dua cabang dan tiap cabang memiliki delapan kotak sari. Tipe 1 dan tipe 2 terletak di bagian tengah (aksilar) dalam bunga jantan, sedangkan tipe 3 terletak di bagian samping (peripheral). Tipe 3 mendominasi benang sari dalam satu bunga. Satu bunga jantan rata-rata memiliki 17 benang sari. Jika dalam satu bunga jantan, semua benang sari bertipe 1 maka jumlah kotak sari yang terdapat dalam satu bunga jantan berkisar 272, sedangkan jika semua benang sari bertipe 3 maka jumlah kotak sari mencapai 544 dalam satu bunga jantan.

45 26 Gambar 8. Morfologi individu bunga. Bunga betina (8.1-atas); Kuncup bunga betina (a); Bunga betina yang sedang mekar, kepala putik bercabang lina dan berwarna kuning kemerahan (b); Bunga diiris melintang (c). Bunga jantan (8.2-bawah): Kuncup bunga jantan (a); Tiga tipe benang sari (b); diagram tiga tipe benang sari (c) Bunga betina pertama mekar rata-rata pada 4 hari setelah pucuk malai mekar. Saat mekar, kelopak bunga membuka dan kepala putik bunga betina menjulur keluar (Tabel 6). Bunga jantan rata-rata baru mekar 6 hari setelah pucuk malai mekar. Periode mekar keseluruhan bunga betina dalam satu malai adalah sekitar empat hari, sedangkan periode mekar keseluruhan bunga jantan dalam satu malai adalah sekitar 15 hari. Kepala putik diduga reseptif sehari setelah bunga betina mekar, yang ditandai dengan warna kepala putik bagian dalam yang kemerahan yang berlangsung 1-2 hari. Individu bunga betina mekar selama 3-6 hari, sedangkan individu bunga jantan selama 1-2 hari. Kepala sari pecah pada hari yang sama bunga jantan mekar, dan pada keesokan harinya berubah menjadi kecoklatan sebagai indikasi bahwa serbuk sari sudah tidak viabel (Tabel 7).

46 27 Tabel 6. Perkembangan bunga betina Fase Keterangan Kuncup bunga Bunga mulai mekar (sebelum putik mencapai reseptif) Panjang mm, diameter mm, berwarna hijau, bentuk bulat lonjong dan berujung runcing. Panjang tangkai sekitar 3-5 mm. Fase ini berlangsung selama 1-2 hari (Gambar 9a). Kelopak bunga mulai membuka, kepala putik yang berwarna hijau kekuningan atau kuning mulai menjulur, dengan panjang 1-3 mm. Kelopak bunga terpisah, ovarium berduri, kepala putik menjulur semakin panjang, sekitar 1-3 cm. Fase ini berlangsung selama 2-4 hari (Gambar 9b). Mekar reseptif Kelopak bunga terpisah, ovarium terlihat seluruhnya, kepala putik menjulur panjang sekitar 8-9 mm, berwarna kuning dan kemerahan di bagian tengah. Fase ini berlangsung selama 1-2 hari (Gambar 9c). Pasca reseptif Kepala putik berwarna kuning kemerahan dengan ujung layu dan menghitam, ovarium mulai membesar (Gambar 9d). Tabel 7. Perkembangan bunga jantan Fase Keterangan Kuncup bunga Panjang mm, diameter 3-4 mm, berwarna hijau, bentuk bulat dan berujung runcing. Panjang tangkai bunga sekitar 3-5 mm. Fase ini berlangsung selama 2-4 hari (Gambar 10a). Bunga mulai mekar (sebelum antera pecah) Kelopak bunga mulai membuka dan terpisah saat mekar, tangkai sari berwarna kuning, kumpulan tangkai sari yang banyak tampak padat berkelompok. Kepala sari berwarna kuning mengkilat. Fase ini berlangsung selama ½ hari Mekar anthesis (Gambar 10b) Kelopak bunga terpisah. Tangkai sari yang berwarna kuning mulai renggang satu sama lain. Kepala sari pecah dan polen keluar. Fase ini berlangsung selama 1 hari (Gambar 10c). Pasca anthesis Kepala sari berwarna kuning kecoklatan, kelompok filamen tampak renggang. Lamakelamaan bunga jantan mengering dan menghitam, bahkan sebagian mulai rontok. Fase ini dimulai sejak 1 hari setelah mekar anthesis (Gambar 10d).

47 28 28 Gambar 9. Fase perkembangan bunga betina Gambar 10. Fase perkembangan bunga jantan

48 29 Perkembangan Buah Perkembangan buah dimulai sejak bunga betina mekar dan mengalami penyerbukan (1 hari setelah anthesis/hsa). Pasca penyerbukan, ujung kepala putik layu dan menghitam, sedangkan bunga jantan mengering, menghitam dan rontok. Perkembangan buah yang ditandai dengan mulai membesarnya bakal buah hingga buah matang dan biji mencapai masak fisiologis berlangsung sekitar 43 hari (Gambar 11). Panjang dan diameter buah digunakan sebagai parameter yang menggambarkan perkembangan buah. Gambar 11. Perkembangan ukuran buah jarak kepyar Perkembangan buah paling pesat terjadi pada 7 HSA hingga 17 HSA (Gambar 11), pada saat panjang dan diameter bertambah. Pada fase ini diduga pembentukan dan perkembangan embrio terjadi, kadar air dan berat basah biji meningkat pesat, sebagai akibatnya ukuran buah bertambah. Hal ini berlangsung sampai biji mencapai matang morfologi. Matang morfologi diduga terjadi pada 17 HSA karena ukuran buah mencapai maksimum. Pada 18 HSA sampai 32 HSA pertumbuhan sangat lamban, yang merupakan indikasi fase penumpukan cadangan makanan. Pada fase ini umumnya berat kering buah meningkat. Pada 32

49 30 HSA sampai 43 HSA ukuran buah sedikit menurun, yang menunjukkan terjadinya penurunan kadar air buah, sebagai indikasi akhir perkembangan buah yaitu benih mencapai masak fisiologi. Berat kering mencapai maksimum karena kadar air menurun saat pemasakan embrio (Kermode 1990; Utomo 2008). Buah masak ratarata pada umur 40 HSA yang ditandai dengan warna kulitnya yang coklat kehitaman dan telah mengering (Tabel 8). Tabel 8. Perkembangan buah Umur Keterangan 10 HSA Warna rambut hijau muda, warna kepala putik yang menjulur masih sedikit merah di bagian dalam sedangkan bagian ujungnya coklat, cangkang biji melekat pada ruang (carpel). Biji sudah terbentuk berwarna putih dan lunak, kulit biji lunak dan berwarna putih kekuningan. (Gambar 12a). 19 HSA Warna rambut buah hijau, warna kepala putik yang menjulur masih sedikit merah di bagian dalam sedangkan bagian ujung berwarna coklat. Cangkang biji melekat pada ruang (carpel) dan menempel dengan biji, agak keras, dan berwarna kuning, kulit biji agak keras dan berwarna coklat kehitaman. Biji berwarna putih, bagian tengah biji (embrio) masih lunak dan transparan (Gambar 12b). 30 HSA Warna rambut buah hijau tua, warna kepala putik yang menjulur masih sedikit merah di bagian dalam sedangkan bagian ujung berwarna coklat, cangkang biji menempel pada ruang (carpel), keras, dan berwarna kuning terang, kulit biji agak keras dan berwarna coklat kehitaman. Biji berwarna putih, bagian tengah biji (embrio) sedikit transparan (Gambar 12c). 40 HSA Warna rambut buah hijau tua kecoklatan, warna kepala putik sebagian besar berwarna coklat, cangkang biji menempel pada ruang (carpel), keras, dan berwarna putih kekuningan. Kulit biji keras dan berwarna hitam, warna biji putih. Kulit buah mulai pecah (Gambar 12d). Keterangan: HSA= Hari Setelah Anthesis Pembentukan buah secara alami mencapai 100%. Jumlah buah per malai yang terbentuk rata-rata 20. Panjang tangkai buah berkisar antara cm. Warna kulit buah berangsur-angsur berubah dari hijau, hijau tua, hingga coklat kehitaman sesuai dengan perkembangan buah (Gambar 12). Saat buah berwana coklat kehitaman diduga sebagai ciri buah telah mencapai masak fisiologis.

50 31 Gambar 12. Penampang melintang buah jarak kepyar; umur 10 HSA (a); umur 19 HSA (b); umur 30 HSA (c); umur 40 HSA (d) Identifikasi Hubungan Kemiripan Genetik Berdasarkan Marka Morfologi Penelitian karakterisasi morfologi dilaksanakan di kebun penelitian Citeureup dengan ketinggian lahan ± 168 m di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata per bulan, suhu udara rata-rata, suhu tanah, radiasi matahari rata-rata dan kadar air tanah selama penelitian berlangsung berturut-turut adalah 349 mm, 24.19ºC, ºC, (W/m 2 ), dan 0.22 (m 3 /m 3 ). Pada bulan pertama setelah dipindahtanam, banyak tanaman yang pertumbuhannya terganggu sehingga menjadi kerdil karena curah hujan yang tinggi (Gambar 13). Curah hujan tinggi menyebabkan sungai di samping pertanaman jarak kepyar meluap. Luapan air sungai menyebabkan sebagian pertanaman terendam sehingga ada beberapa tanaman yang mati. Meskipun demikian, terdapat sekitar 80-90% tanaman mampu hidup dan terlihat tumbuh dengan baik pada 4 bulan setelah tanam (Gambar 14). Gambar 13. Kondisi per tanaman umur 1 bulan setelah dipindahtanam: sehat (a); rebah (b); kerdil (c); mati (d)

51 32 Gambar 14. Kondisi tanaman umur 4 bulan setelah dipindahtanam Gangguan hama terjadi ketika memasuki musim panas dan saat tanaman mulai berbunga. Hama yang menyerang terdiri atas ulat dan keong (Gambar 15). Teknik pengendalian mekanis (manual) dilakukan untuk mengatasi serangan hama-hama tersebut. Gambar 15. Hama yang menyerang pada tanaman jarak kepyar: ulat bulu (a); ulat jengkal (b); keong (c) Keragaman Genotipe Berdasarkan Karakter Morfologi Keragaman morfologi 14 genotipe jarak kepyar yang diamati terdiri atas karakter kuantitatif dan kualitatif. Keragaan karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar dan hasil analisis ANOVA karakter kuantitatif pada 14 genotipe jarak kepyar masing-masing disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10.

52 33 Tabel 9. Keragaan karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar Karakter Rata-rata Std Min. Maks. Kisaran Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (cm) Panjang ruas batang muda (cm) Panjang ruas batang tua (cm) Panjang tangkai daun (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Jumlah jari daun Jumlah buah per pohon Bobot 100 butir biji Panjang biji (cm) Lebar biji (cm) Tebal biji (cm) Keterangan: Std: simpangan baku; Min: nilai minimum; Maks: nilai maksimum Hasil perhitungan statistik deskriptif meliputi nilai rata-rata, simpangan baku, nilai maksimum, nilai minimum, dan kisaran dari ke-14 genotipe jarak kepyar yang diamati (Tabel 9). Dari 13 karakter yang diamati, tinggi tanaman memiliki kisaran yang paling luas, yaitu dengan nilai minimum cm dan nilai maksimum cm. Namun demikian, varietas yang telah dilepas pemerintah (Asembagus 22, Asembagus 60, dan Asembagus 81) adalah tanaman yang tinggi lebih tinggi daripada semua genotipe yang diamati karena memiliki nilai minimum dan maksimum yang lebih tinggi ( cm) (Tabel Lampiran 1). Bobot (berat) 100 butir biji ke-14 genotipe jarak kepyar yang diamati memiliki kisaran berat 100 biji g. Berbeda dengan ketiga varietas yang dilepas oleh Balittas (Asembagus 22, Asembagus 60, dan Asembagus 81) yang memiliki kisaran berat 100 biji g. Diduga terdapat genotipe yang lebih unggul diantara 14 genotipe jarak pagar yang diamati dalam karakter bobot biji ataupun karakter yang berkaitan dengan bobot biji dibanding ketiga varietas yang telah dilepas oleh pemerintah.

53 34 Tabel 10. Rekapitulasi hasil analisis ANOVA pada karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar Karakter KTgenotipe KTgalat KK Pr>F Tinggi tanaman * Diameter batang Panjang ruas batang muda Panjang ruas batang tua Panjang tangkai daun * Panjang daun * Lebar daun * Jumlah jari daun Jumlah buah per pohon Bobot 100 butir biji <.0001** Panjang biji <.0001** Lebar biji <.0001** Tebal biji <.0001** Keterangan: KK: Koefisien keragaman; *=nyata pada taraf kepercayaan 95%; **=sangat nyata pada taraf kepercayaan 95% Nilai koefisien keragaman (KK) pada Tabel 10 menunjukkan seberapa baik keadaan percobaan yang beragam tergantung jenis percobaan, tanaman, dan karakter yang diukur (Gomez dan Gomez 1995). Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa nilai KK tinggi (KK>30%) dimiliki oleh karakter diameter batang, panjang ruas batang muda, panjang ruas batang tua, panjang tangkai daun, dan jumlah buah per pohon. Transformasi data pada karakter dengan nilai KK yang tinggi tidak dilakukan karena semua karakter sudah menyebar normal (Tabel Lampiran 2). Koefisien keragaman yang tinggi disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak stabil. Pertanaman yang sempat mengalami kondisi stres karena terendam saat musim hujan di awal pertumbuhannya diduga menyebabkan respon pertumbuhan tiap genotipe berbeda-beda. Beberapa genotipe diduga mungkin tumbuh dan berkembang tidak sebaik potensi genotipenya. Secara statistik karakter tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun berbeda nyata (0.01>F>0.05) pada genotipe jarak kepyar, sedangkan bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji berbeda sangat nyata (0.01<F) (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata pada karakter vegetatif yang terdiri atas tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun. Selain itu genotipe

54 35 berpengaruh sangat nyata pada karakter generatif yang terdiri atas bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji. Sesuai dengan hasil penelitian pada tanaman jarak pagar (tanaman yang sefamili dengan jarak kepyar) bahwa perbedaaan genotipe berpengaruh nyata pada panjang tangkai daun (Nisya 2010), dan panjang biji serta bobot 100 biji (Arisanti 2010). Karakter kualitatif yang diamati secara visual baik karakter vegetatif ataupun karakter generatif beragam. Keragaman terlihat di dalam populasi secara keseluruhan, bahkan di dalam genotipe itu sendiri. Hasil penelitian mengenai karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah jarak kepyar dari berbagai daerah yang dilakukan oleh Balittas (1994), terlihat ada keragaman karakter vegetatif pada tanaman ini diantaranya meliputi warna batang dan tangkai daunnya. Hal ini tampak pada warna batang dan tangkai daun 14 genotipe jarak kepyar yang diamati, yaitu baik pada bagian tanaman yang masih muda ataupun sudah tua (Tabel 11). Warna dan bentuk biji, serta tipe malai jarak kepyar yang diamati juga beragam (Tabel 12). Tingkat keragaman pada jarak kepyar tinggi karena tanaman ini merupakan tanaman menyerbuk silang (Shifriss 1956, Mardjono 2000). Namun demikian, keragaman yang tampak ini (fenotipe) selain dikendalikan oleh ragam genetik, masih dikendalikan oleh ragam lingkungan dan ragam interaksi dan lingkungan.

55 36 36 Tabel 11. Beberapa keragaman karakter kualitatif pada fase vegetatif pada 14 genotipe jarak kepyar Kode Warna tangkai Warna tangkai Warna batang Warna batang Warna daun Warna daun muda genotipe daun tua muda tua muda tua PLAM-1 Merah muda Hijau Abu-abu Hijau kemerahan Hijau kemerahan Hijau Hijau kemerahan Hijau Merah keunguan Hijau Merah kehijauan Hijau LAB-1 Hijau Hijau Abu kehijauan Hijau Hijau Hijau tua Merah muda Hijau muda Merah Merah keunguan Hijau Hijau keunguan kekuningan Hijau kemerahan Merah kehijauan BAG-1 Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau tua Coklat Hijau THAI-101 Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Merah kehijauan Hijau tua Merah Hijau Merah kehijauan PHIL-2 Hijau Hijau Hijau Hijau kekuningan Hijau Hijau Hijau muda Abu-abu Hijau Merah kehijauan TAN-1 Merah tua Hijau kemerahan Ungu muda Merah keunguan Merah kehijauan Hijau tua Merah kehijauan Hijau kemerahan Hijau CIB-1 Merah tua Hijau kemerahan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau Merah kehijauan Merah tua Merah kehijauan Hijau tua PHIL-4 Merah tua Merah Abu-abu Merah keunguan Merah kehijauan Hijau Hijau kemerahan PHIL-5 Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau tua Merah Merah kehijauan Hijau Merah muda

56 37 Lanjutan Tabel 11 Kode genotipe Warna tangkai daun tua Warna tangkai muda Warna batang tua Warna batang muda Warna daun muda Warna daun tua PHIL-13 Merah tua Merah Ungu Merah Merah kehijauan Hijau tua Merah muda Hijau Abu-abu Hijau Hijau Hijau Kuning kehijauan PON-2 Merah tua Merah kehijauan Coklat Merah kehijauan Hijau kemerahan Hijau Hijau kemerahan Abu-abu Merah Hijau tua Kehijauan GRE Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau Hijau kemerahan Merah kehijauan Hijau tua PRO Merah tua Hijau kemerahan Abu-abu Merah kehijauan Hijau kemerahan Hijau tua Merah kehijauan Coklat Merah kehijauan Hijau SUR Merah tua Merah Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau tua Merah kehijauan Merah kehijauan 37

57 38 38 Tabel 12. Beberapa keragaman karakter kualitatif pada fase generatif pada 14 genotipe jarak kepyar Kode genotipe Warna bunga betina Warna putik Warna rambut buah Bentuk biji Warna biji Tipe malai bunga PLAM-1 Merah muda Putih kehijauan Hijau muda Elips Coklat muda blirik A kuning LAB-1 Kuning Putih Hijau Elips Coklat muda belirik A kekuningan membulat hitam BAG-1 Merah muda Putih kehijauan Hijau Elips Coklat blirik abu-abu C THAI-101 Merah Putih Hijau kemerahan Elips Coklat blirik coklat D kekuningan muda PHIL-2 - TAN-1 Merah Putih Hijau muda Elips Coklat blirik coklat A, C kekuningan muda CIB-1 Merah Putih Hijau Elips Coklat tua blirik abuabu C kekuningan membulat PHIL-4 - PHIL-5 Merah Putih Hijau Elips Hitam blirik abu-abu A kekuningan PHIL-13 Hijau tua Elips Coklat blirik putih kemerahan membulat PON-2 Merah Putih Hijau Elips Hitam blirik abu-abu C kekuningan GRE Merah Putih Hijau Elips Hitam blirik abu-abu A kekuningan PRO Merah Putih Hijau Elips Coklat tua blirik abu- A SUR kekuningan Merah kekuningan kekuningan Putih kekuningan abu Hijau muda Elips Coklat blirik hitam A

58 39 Batang Tinggi tanaman, diameter batang, panjang ruas batang muda, panjang ruas batang tua, warna batang muda, dan warna batang tua termasuk karakter pada batang yang diamati. Diantara keempat karakter kuantitatif (tinggi tanaman, diameter batang, panjang ruas batang muda, dan panjang ruas batang tua), hanya karakter tinggi tanaman yang memperlihatkan perbedaan nyata pada 14 genotipe yang diamati (Tabel 13). Semua genotipe jarak kepyar yang diamati memiliki lapisan lilin yang tebal. Tabel 13. Nilai tengah karakter kuantitatif batang 14 genotipe jarak kepyar pada umur 6 bulan setelah dipindahtanam Tinggi Ukuran batang Kode tanaman Genotipe Diameter Panjang ruas Panjang ruas (cm) batang (cm) batang muda (cm) batang tua (cm) PLAM cd LAB bcd BAG bcd THAI a PHIL bcd TAN bcd CIB ab PHIL d PHIL cd PHIL d PON abc GRE 63.50bcd PRO 83.67abcd SUR 51.00bcd Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Tabel 13 menunjukkan bahwa tinggi tanaman tertinggi dimiliki oleh genotipe THAI-101 ( cm), sedangkan tinggi tanaman terendah dimiliki oleh genotipe PHIL-4 (18.85 cm). Meski demikian, tinggi tanaman pada genotipe THAI-101 tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman pada genotipe CIB-1, PON- 2, dan PRO. Tinggi tanaman pada genotipe PHIL-4 juga tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman pada genotipe PLAM-1, LAB-1, BAG-1, PHIL-2, TAN-1, PHIL-5, PHIL-13, GRE, PRO, dan SUR. Genotipe CIB-1 dan PHIL-4 secara berturut-turut memiliki diameter batang dan panjang ruas batang muda terbesar

59 40 dan terkecil. Ukuran panjang ruas batang tua terbesar dan terkecil secara berturutturut dimiliki oleh PHIL-13 dan BAG-1. Warna batang muda terdiri atas warna hijau, hijau kemerahan, hijau kekuningan, merah keunguan, merah muda, merah tua, merah, dan merah kehijauan. Merah keunguan mendominasi warna batang muda diantara beberapa genotipe yang diamati. Namun demikian, variasi warna batang muda di dalam satu genotipe tetap terjadi, kecuali pada BAG-1, THAI-101, TAN-1, PHIL-4, PHIL-5, GRE, dan PRO. Hampir semua genotipe tersebut batang mudanya berwarna merah keunguan di dalam satu populasi pengamatan 3 tanaman, kecuali PRO yang berwarna merah kehijauan. Genotipe PLAM 1 memiliki variasi warna yaitu merah keunguan, hijau kemerahan, dan hijau. LAB-1 memiliki variasi warna merah keunguan dan hijau. PHIL-2 memiliki variasi warna hijau kekuningan dan hijau. CIB-2 memiliki variasi warna merah keunguan dan merah tua. PHIL-13 memiliki variasi warna merah, hijau dan kuning kehijauan. Kemudian, SUR dan PON-2 sama-sama memiliki variasi merah keunguan dan merah kehijauan dalam satu genotipenya. Batang tua berwarna hijau, abu-abu, abu kehijauan, merah keunguan, coklat, ungu, dan ungu muda. Abu-abu adalah warna kebanyakan dari batang tua jarak kepyar yang diamati di tengah variasi warna di dalam genotipe yang ada. THAI- 101, CIB-1, PHIL-4, PHIL-5, GRE, SUR, dan TAN-1 hanya memiliki satu warna. Batang tua THAI-101, CIB-1, PHIL-4, PHIL-5, GRE, dan SUR, masing-masing berwarna abu-abu, sedangkan TAN-1 berwarna ungu muda. PLAM-1 dan PHIL-2 memiliki variasi warna abu-abu dan hijau di dalam satu genotipe. BAG-1, PON-2, dan PRO memiliki variasi warna abu-abu dan coklat. LAB-1 memiliki variasi warna abu kehijauan dan merah keunguan. Sementara itu, PHIL-13 memiliki variasi warna ungu dan abu-abu. Daun Panjang tangkai daun, panjang daun, lebar daun, jumlah jari daun, warna daun tua, bulu daun, tekstur daun, ujung daun, warna daun muda, warna tangkai daun tua, dan warna tangkai daun muda termasuk karakter pada karakter daun yang diamati. Semua karakter kuantitatif yang diamati (panjang tangkai daun,

60 41 panjang daun, lebar daun, dan jumlah jari daun) memperlihatkan perbedaan nyata pada 14 genotipe yang diamati (Tabel 14). Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa genotipe PON-2 memiliki keragaan daun yang ukurannya paling besar. Ukuran panjang tangkai daun, panjang daun, lebar daun, dan jumlah jari daun dari genotipe PON-2 secara berturut-turut adalah cm, cm, cm, dan Namun demikian, karakter panjang tangkai daun pada genotipe PON-2 tidak berbeda nyata dengan panjang tangkai daun pada genotipe LAB-1, BAG-1, THAI-101, TAN-1, CIB-1, GRE, PRO, dan SUR. Karakter panjang daun pada genotipe PON-2 tidak berbeda nyata dengan panjang daun pada genotipe LAB-1, BAG-1, THAI-101, TAN-1, CIB-1, PHIL-13, GRE, PRO, dan SUR. Karakter lebar daun pada genotipe PON-2 tidak berbeda nyata dengan lebar daun pada genotipe LAB-1, BAG-1, THAI-101, TAN-1, CIB-1, GRE, PRO, dan SUR. Meskipun paling besar dalam karakter jumlah jari daun, genotipe PON-2 hanya berbeda nyata dengan genotipe PHIL-4. Tabel 14. Nilai tengah karakter kuantitatif daun 14 genotipe jarak kepyar yang diamati pada 6 bulan setelah dipindahtanam Ukuran daun Kode Panjang tangkai Jumlah jari Genotipe daun (cm) Panjang daun Lebar daun daun (cm) (cm) (cm) PLAM d 14.47cd 15.37cd 8.00ab LAB abcd 33.50ab 35.07ab 9.00ab BAG abc 25.05abcd 23.75abcd 9.00ab THAI abcd 29.33abcd 30.40abcd 8.33ab PHIL bcd 13.60cd 15.20cd 7.50ab TAN abcd 28.50abcd 31.55abcd 8.50ab CIB ab 30.87abc 33.47abc 8.67ab PHIL cd 11.60d 13.20d 7.00b PHIL bcd 17.17bcd 21.30bcd 7.67ab PHIL bcd 25.33abcd 16.83bcd 7.33ab PON a 39.50a 41.13a 9.33a GRE 28.17abc abcd 32.33abcd 8.67ab PRO 27.27abcd 30.73abc 31.90abcd 8.67ab SUR 22.83abcd 25.47abcd 29.10abcd 9.00ab Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Panjang tangkai daun terendah dimiliki oleh PLAM-1 sebesar 8.00 cm dan berbeda nyata dengan genotipe LAB-1, THAI-101, PHIL-2, TAN-1, PHIL-4,

61 42 PHIL-5, PHIL-13, PRO, dan SUR. PHIL-4 memiliki panjang daun, lebar daun, dan jumlah jari daun terendah, secara berturut-turut yaitu sebesar cm, cm, dan Panjang daun PHIL-4 yang terendah tidak berbeda nyata dengan panjang daun pada genotipe PLAM-1, BAG-1, THAI-101, PHIL-2, TAN-1, PHIL-5, PHIL-13, GRE, dan SUR. Lebar daun PHIL-4 yang terendah tidak berbeda nyata dengan lebar daun pada genotipe PLAM-1, BAG-1, THAI-101, PHIL-2, TAN-1, PHIL-5, PHIL-13, GRE, PRO, dan SUR. Jumlah jari daun pada genotipe PHIL-4 berbeda nyata dengan semua genotipe lain. Ukuran daun tiap genotipe yang diamati hampir semua tidak berbeda nyata. Hal ini berarti diduga kemampuan fotosintesis pun tidak berbeda nyata. Fotosintesis dilakukan tumbuhan untuk menyediakan bahan makanan untuk ia tumbuh dan berkembang. Kemampuan daun untuk menghasilkan produk fotosintat ditentukan oleh produktivitas per satuan luas daun dan total luas daun (Fahn l995). Selain ukuran panjang dan lebar daunnya tidak berbeda nyata, ke-9 genotipe tersebut memiliki panjang tangkai daun dan jumlah jari daun yang tidak berbeda nyata pula. Daun jarak kepyar pada semua genotipe yang diamati tidak memiliki bulu daun, bertekstur licin, dan berujung runcing. Warna daun tua dan daun muda berbeda-beda pada genotipe yang diamati. Warna daun tua terdiri atas warna hijau dan hijau tua (Gambar 16). Warna daun muda terdiri atas warna hijau, hijau kemerahan, merah kehijauan, dan hijau kekuningan (Gambar 17). Warna hijau tua lebih mendominasi pada karakter warna daun tua. Hampir semua genotipe memiliki variasi warna hijau dan hijau tua dalam satu populasi pengamatan, kecuali PLAM-1, PHIL-2, PHIL-4, dan SUR. Daun tua PLAM- 1,PHIL-2, dan PHIL-4 berwarna hijau, sementara SUR berwarna hijau tua. Genotipe lainnya (LAB-1, BAG-1, THAI-101, TAN-1, CIB-1, PHIL-5, PHIL-13, PON-2, GRE, dan PRO) berwarna hijau dan hijau tua dalam masing-masing populasi pengamatan.

62 43 Gambar 16. Keragaman warna daun tua pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; hijau (a); hijau tua (b) Warna daun muda merah kehijauan adalah paling banyak dibandingkan dengan warna yang lain. Hampir semua genotipe memiliki variasi warna pada daun mudanya (Gambar 17), kecuali BAG-1, THAI-101, dan PHIL-13. BAG-1 memiliki warna hijau kemerahan, sedangkan THAI-101 dan PHIL-13 berwarna merah kehijauan. Dalam satu populasi pengamatan, genotipe TAN-1, CIB-1, PHIL-4, PHIL-5, PON-2, GRE, PRO, dan SUR sama-sama memiliki variasi warna merah kehijauan dan hijau kemerahan pada daun mudanya. PLAM-1 memiliki warna daun muda hijau kemerahan dan hijau. LAB-1 memiliki warna daun muda hijau, hijau kekuningan, dan merah kehijauan. Sementara itu, PHIL-2 memiliki warna daun muda hijau dan merah kehijauan. Gambar 17. Keragaman warna daun muda pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; hijau (a); hijau kemerahan (b); merah kehijauan (c); hijau kekuningan (d) Warna tangkai daun tua yang diamati terdiri atas hijau muda, hijau, merah muda, dan merah tua (Gambar 18). Umumnya tangkai daun tua berwarna merah tua. Genotipe yang memiliki warna tersebut adalah BAG-1, THAI-101, TAN-1, CIB-1, PHIL-4, PHIL-5, PHIL-13, PON-2, GRE, PRO, dan SUR. Merah muda adalah warna tangkai daun tua dari genotipe PLAM-1, PHIL-2, dan SUR. Warna hijau dimiliki oleh LAB-1, PHIL-2, dan PHIL-13. Genotipe yang memiliki warna

63 44 daun tua hijau muda adalah PHIL-2. Berdasarkan pengamatan pada karakter ini diketahui bahwa LAB-1, PHIL-2, PHIL-13, dan SUR memiliki ragam warna pada tangkai tuanya. Hal ini berarti keragaman di dalam genotipe terjadi karena heterozigot. Gambar 18. Keragaman warna tangkai daun tua pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; hijau muda (a); hijau (b); merah muda (c); merah tua (d) Warna tangkai daun muda terdiri atas warna hijau muda, hijau, hijau kemerahan, merah, merah muda, merah kehijauan (Gambar 19). Merah kehijauan adalah warna tangkai daun muda dominan dari populasi jarak kepyar yang diamati. Tidak setiap genotipe memiliki variasi warna tangkai daun muda di dalam genotipenya. BAG-1, PHIL-2, PHIL-4, dan PRO hanya memiliki satu warna tangkai daun muda dalam satu genotipenya, yaitu secara berturut-turut warnanya merah kehijauan, hijau, merah, dan hijau kemerahan. PLAM-1 memiliki warna tangkai daun muda hijau, hijau kemerahan, dan merah kehijauan. LAB-1 memiliki warna tangkai daun muda hijau, hijau muda, dan hijau kemerahan. THAI-101 memiliki warna tangkai daun muda merah kehijauan dan merah. TAN- 1, CIB-1, GRE, dan PON-2 sama-sama memiliki warna tangkai daun muda hijau kemerahan, dan merah kehijauan. PHIL-5 memiliki warna tangkai daun muda merah kehijauan, merah, dan merah muda. Sementara itu, SUR memiliki warna tangkai daun muda merah dan merah kehijauan.

64 45 Gambar 19. Keragaman warna tangkai daun muda pada jarak kepyar: hijau muda (a); hijau (b); hijau kemerahan (c); merah (d); merah muda (e); merah kehijauan (f) Karakter Morfologi pada Fase Generatif Bunga, buah dan biji adalah organ yang muncul pada fase generatif. Jumlah buah per pohon, bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, tebal biji, warna bunga betina (pistil), warna bunga jantan, warna bakal buah, tipe malai, warna rambut buah, bentuk biji, dan motif biji termasuk karakter pada fase generatif yang diamati. Biji jarak kepyar berbentuk lonjong dan diameternya bukan merupakan lingkaran sempurna, sehingga pengukuran dilakukan pada panjang, lebar, dan tebal biji. Hampir semua karakter kuantitatif yang diamati (bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, tebal biji) memperlihatkan perbedaan nyata pada 14 genotipe yang diamati, kecuali jumlah buah per pohon (Tabel 15). Genotipe PHIL-2 dan PHIL-4 belum berbuah selama masa pengamatan. Tabel 15 menunjukkan bahwa genotipe PHIL-13 memiliki hampir semua keragaan karakter pada fase generatif daun yang berbeda nyata dan paling besar nilainya, kecuali jumlah buah per pohon. Bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji dari genotipe PHIL-13 berturut-turut adalah 63.5 g, 1.61 cm, 1.32 cm, dan 0.72 cm. Jumlah buah per pohon terbanyak dimiliki oleh genotipe PON-2 (69 buah), sedangkan yang terendah dimiliki oleh LAB-1 (29.50 buah). Meskipun demikian, seberapa banyak jumlah buah per pohon tidak menunjukkan perbedaan diantara semua genotipe yang diamati. Bobot buah yang terendah diantara genotipe lain yang diamati dimiliki oleh genotipe PLAM-1 (4.00 gr), tapi

65 46 tidak berbeda nyata dengan bobot buah pada genotipe THAI-101, TAN-1, dan PHIL-5. Tabel 15. Nilai tengah karakter kuantitatif pada fase generatif 14 genotipe jarak kepyar yang diamati Ukuran biji Kode Jumlah buah Bobot 100 Genotipe per pohon butir biji (g) Panjang Lebar Tebal biji biji (cm) biji (cm) (cm) PLAM g 1.12cd 0.58e 0.44d LAB b 1.22b 0.70cd 0.47d BAG f 1.11cd 0.69cd 0.48d THAI ef 1.07d 0.60de 0.46d PHIL TAN ef 1.11cd 0.59de 0.44d CIB c 1.13cd 0.90b 0.60bc PHIL PHIL def 1.24b 0.74c 0.49d PHIL a 1.61a 1.32a 0.73a PON cd 1.23b 0.73c 0.48d GRE c 1.12cd 0.53e 0.64ab PRO c 1.56bcd 0.69cd 0.49d SUR de 1.19bc 0.76c 0.53cd Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; Tanda (-) menunjukkan nilai pengamatan tidak ada karena tidak ada karakter yang diamati pada genotipe tersebut Genotipe PLAM-1 memiliki bobot 100 biji terendah diduga karena ada sebagian bijinya yang tidak berisi (kopong). Pada tanaman jarak pagar, biji kopong disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi diantara genetik dan lingkungan dapat pula sebagai penyebab terjadinya biji kopong pada jarak pagar. Eliminasi alami pada biji hasil persilangan sendiri pada tanaman jarak pagar adalah faktor genetik (Heliyano 2007). Pengaruh lingkungan dapat dikarenakan musim kemarau, yaitu bila pada fase pengisian karbohidrat pada polong terjadi kekurangan nutrisi esensial air (Heliyano 2007; Purlani 2007). Meski demikian berdasarkan Gambar 20 dapat diketahui bahwa pengaruh genetik yang lain dapat terjadi pada jarak kepyar, yaitu morfologi bunga betina PLAM-1 memiliki kepala putik yang lebih pendek dan lebih tertutup daripada genotipe lainnya. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa persilangan yang terjadi tidak sempurna sehingga biji yang terbentuk pada akhirnya kopong. Selain itu, diduga

66 47 karena bobot 100 butir biji yang ditimbang bukan merupakan data aktual, melainkan hasil konversi perhitungan dari 10 butir biji, Panjang biji yang terpendek diantara 14 genotipe yang diamati dimiliki oleh genotipe THAI-101 (1.07 cm), tapi tidak berbeda nyata dengan panjang biji dari genotipe PLAM-1, BAG-1, TAN-1, CIB-1, GRE, dan PRO. Lebar biji dan tebal biji yang terendah diantara genotipe lain dimiliki oleh PLAM-1, dengan nilai secara berturut-turut 0.58 cm dan 0.44 cm. Karakter lebar biji yang rendah pada PLAM-1 tidak berbeda nyata dengan genotipe THAI-101, TAN-1, dan GRE. Karakter tebal biji yang rendah pada PLAM-1 juga tidak berbeda nyata pada genotipe LAB-1, BAG-1, THAI-101, TAN-1, PHIL-5, PON-2, PRO dan SUR (Tabel 15). Kadar minyak biji jarak berkorelasi positif nyata dengan jumlah buah panen per tanaman (pohon), bobot per biji, dan diameter biji (Nisya 2010). PHIL-13 memiliki potensi berkadar minyak yang tinggi karena memiliki bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji tertinggi. Dengan demikian, PHIL-13 berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Warna bunga betina sangat bervariasi pada genotipe-genotipe yang diamati (Gambar 20). Satu genotipe hanya memiliki satu warna bunga betina. Gambar 20 secara berturut-turut menunjukkan bunga betina genotipe PLAM-1, LAB-1, THAI-101, dan SUR. Warna bunga betina (pistil) yang beragam terdiri atas kuning, merah muda, merah, dan merah kekuningan. Meski demikian, warna merah adalah warna kebanyakan dari seluruh warna bunga betina yang diamati. Warna bunga betina yang merah dimiliki oleh genotipe THAI-101, TAN-1, CIB- 1, PHIL-5, PON-2, dan GRE. Warna merah kekuningan dimiliki oleh genotipe PRO dan SUR. Warna merah muda dimiliki oleh genotipe PLAM-1 dan BAG-1. Warna kuning hanya dimiliki oleh genotipe PLAM-1. Sementara itu, tidak ada variasi pada warna bunga jantan. Setiap genotipe yang diamati hanya memiliki warna bunga jantan kuning.

67 48 Gambar 20. Warna bunga betina (pistil) yang beragam dan bunga jantan pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; kuning (a); merah muda (b); merah(c); merah kekuningan (d); warna bunga jantan yang kuning (e) Bakal buah bunga dari 14 genotipe yang diamati terdiri atas warna putih kehijauan dan putih kekuningan (Gambar 21a-b). Hampir semua genotipe memiliki warna bakal buah putih kekuningan, kecuali PLAM-1 dan BAG-1. Kedua genotipe tersebut berwarna putih kehijauan. Di samping warna bakal buah, ukuran bakal buah pun beragam (Gambar 21c). Kisaran diameter ukuran bakal buah adalah 1,5-3 mm. Diasumsikan semakin besar ukuran bakal buah akan semakin besar pula ukuran buahnya. Gambar 21. Keragaman warna bakal buah dan ukurannya pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; putih kehijauan (a); putih kekuningan (b); keragaman ukuran putik (c) Berdasarkan hasil penelitian Shifriss (1966 dalam William et al. 1967), malai jarak kepyar yang diamati memiliki empat tipe pola diferensiasi seks yang berbeda, yaitu distribusi apical dari bunga betina (gradient monoecism), seluruhnya betina, terselingi bunga jantan di wilayah bunga betina apical, dan jantan betina selang-seling. Dalam hal ini, tidak terdapat malai yang seluruhnya (pola kedua) betina pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati (Gambar 22). Pola malai tipe pertama (distribusi apical dari bunga betina) dimiliki oleh genotipe PLAM-1, LAB-1, TAN-1, CIB-1, PHIL-5, GRE, PRO, dan SUR. Pola malai yang memiliki susunan jantan betina selang-seling dimiliki oleh TAN-1 dan CIB-3. Sementara itu, pola malai yang susunannya terselingi bunga jantan di wilayah

68 49 bunga betina apical hanya dimiliki oleh THAI-101. Berdasarkan pengamatan di lapang, diketahui bahwa pola pertama dan ketiga sama-sama dimiliki oleh genotipe TAN-1 dan CIB-1. Gambar 22. Keragaman tipe malai 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; distribusi apical dari bunga betina (gradient monoecism) (a); terselingi bunga jantan di wilayah bunga betina apical (b); jantan betina selang-seling (c); panah menunjukkan posisi bunga jantan Warna rambut buah terdiri atas hijau muda, hijau, hijau kemerahan, dan hijau tua kemerahan pada beberapa genotipe jarak kepyar yang diamati (Gambar 23). Warna rambut buah hijau mendominasi warna diantara warna rambut buah genotipe lainnya. Warna rambut ini dimiliki oleh genotipe LAB-1, BAG-1, CIB-1, PHIL-5, PON-2, GRE, dan PRO. Warna hijau muda dimiliki oleh P genotipe LAM-1, TAN-1, dan SUR. Warna hijau kemerahan dan warna hijau tua kemerahan masing-masing (secara berturut-turut) hanya dimiliki oleh genotipe THAI-101 dan PHIL-13. Semua rambut buah (termasuk kulit buah) akan menghitam saat menjadi buah tua. Gambar 23. Keragaman warna rambut buah pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati; hijau muda (a); hijau (b); hijau kemerahan (c); hijau tua kemerahan (d); warna buah tua yang hitam (e)

69 50 Bentuk biji dan motif pada tiap genotipe jarak kepyar yang diamati sangat bervariasi (Gambar 24). Hampir semua bentuk biji pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati terdiri atas elips, kecuali genotipe LAB-1, CIB-1, dan PHIL-13 (elips membulat). Motif biji terdiri atas coklat muda blirik kuning (9); coklat muda blirik hitam (11); coklat blirik abu-abu (12); coklat blirik coklat muda (13,24); coklat tua blirik abu-abu (30); hitam blirik abu-abu (57); coklat tua blirik kuning (65); hitam blirik abu-abu (74,76); coklat tua blirik abu-abu (78); coklat blirik hitam (84). Gambar 24. Keragaman bentuk dan motif biji jarak kepyar yang diamati Korelasi antar Karakter Morfologi yang Diamati Hubungan antara karakter kuantitatif dianalisis dengan pendekatan analisis korelasi (Tabel 16). Korelasi tertinggi dan sangat nyata (97%) terdapat pada

70 51 karakter lebar daun dan panjang daun. Korelasi yang tinggi dan juga sangat nyata (>80%) juga terdapat pada karakter tinggi tanaman dan diameter batang (86%), panjang tangkai daun dan panjang daun (90%), serta panjang tangkai daun dan lebar daun (88%) (Tabel 16). Semua karakter tersebut yang saling berkorelasi tinggi terletak pada satu dimensi (daun) sehingga tepat jika hubungannya paling erat jika dikorelasikan. Tabel 16. Korelasi antara karakter kuantitatif pada 14 genotipe jarak kepyar db prbm prbt ptd pd ld Jjd Jbp tt 0.86** 0.67** ** 0.64** 0.60** db 0.61** ** 0.64** 0.59** prbm ** 0.58** 0.61** prbt ptd 0.90** 0.88** 0.55** 0.12 pd 0.97** 0.58* ld 0.45* jjd * dan ** = nyata pada tingkat signifikansi 5% dan 1% Keterangan: tt: Tinggi tanaman (cm); db: Diameter batang (cm); prbm: Panjang ruas batang muda (cm); prbt: Panjang ruas batang tua (cm); ptd: Panjang tangkai daun (cm); pd: Panjang daun (cm); ld: Lebar daun (cm); jbp: Jumlah jari daun; jbp: Jumlah buah per pohon Karakter lain yang berkorelasi sangat nyata dengan nilai korelasi berkisar antara 50%-70% diantaranya tinggi tanaman dan panjang ruas batang muda (67%), diameter batang dan panjang tangkai daun (67%), dan panjang tangkai daun dan jumlah jari daun (55%). Disamping itu, terdapat karakter yang berkorelasi nyata yaitu panjang daun dan jumlah jari daun (58%) dan lebar daun dengan jumlah jari daun (45%). Sementara itu, tidak ada karakter yang berkorelasi nyata dengan jumlah buah per pohon, sehingga diduga dari semua karakter kuantitatif yang diamati tidak ada yang dapat menggambarkan produksi (jumlah buah per pohon). Hubungan antara dua karakter yang dapat diamati secara langsung adalah korelasi fenotipe (Falconer 1981). Tanda negatif atau positif pada r menunjukkan arah perubahan pada satu peubah secara nisbi terhadap perubahan yang lainnya. Nilai r negatif apabila perubahan positif pada satu peubah berhubungan dengan perubahan negatif pada peubah lainnya. dan positif apabila kedua peubah berubah ke arah yang sama (Gomez & Gomez 1995).

71 52 Hubungan Kemiripan Diantara Genotipe yang Diamati Berdasarkan dendrogam hubungan kemiripan genotipe berdasarkan karakter morfologi terbentuk 6 kelompok pada nilai koefisien kemiripan 0.85 (Gambar 25). Masing-masing koefisien kemiripan antar genotipe disajikan pada Tabel Lampiran 3, sedangkan keenam kelompok yang terbentuk adalah kelompok 1 (BAG-1, PHIL-5, GRE, THAI-101, CIB-1, SUR, dan PHIL-4), kelompok 2 (PLAM-1, PHIL-2, dan LAB-1), kelompok 3 (PHIL-13), kelompok 4 (PON-2), kelompok 5 (PRO), dan kelompok 6 (TAN-1). Gambar 25. Dendrogram berdasarkan hasil analisis karakter morfologi (kualitatif) pada 14 genotipe jarak kepyar dengan nilai koefisien kemiripan 85.00%. Keempatbelas genotipe bersatu pada koefisien kemiripan 75.00%. Koefisien kemiripan 75.00% adalah sama dengan koefisien ketidakmiripan 25.00%, sehingga menggambarkan keragaman berdasarkan karakter morfologi kualitatif kecil. Hal ini berarti, secara garis besar keragaman genotipe diantara populasi kecil walaupun secara visual tampak keragaman fenotipe di dalam genotipenya besar.

72 53 Kelompok 1 yang terdiri atas genotipe BAG-1, PHIL-5, GRE, THAI-101, CIB-1, SUR, dan PHIL-4 terbentuk pada koefisien kemiripan 87.95%, sedangkan kelompok 2 yang terbentuk dari genotipe PLAM-1, PHIL-2, dan LAB-1terbentuk pada koefisien kemiripan 87.96%. Koefisien kemiripan yang dimiliki kelompok 1 berkisar antara 87.95% %. Kelompok ini terdiri atas 2 cabang besar yang terpisah pada koefisien kemiripan 89.84% dan 89.09%. Genotipe BAG-1, PHIL-5, GRE, dan THAI-101 berkumpul pada cabang yang terbentuk pada koefisien kemiripan 89.84%. Genotipe CIB-1, SUR, dan PHIL-4 berkumpul pada cabang dengan koefisien kemiripan 89.09%. Semua anggota kelompok 1 dan anggota kelompok 2 memiliki koefisien kemiripan yang sama, yaitu 79.82%. Kelompok 3 (PHIL-13) dan kelompok 4 (PON-2) memiliki koefisien kemiripan 84.87%. Kedua kelompok ini bertemu dengan kelompok 5 (PRO) pada koefisien kemiripan 79.83%. Kelompok 3, 4, dan 5 memiliki koefisien kemiripan yang sama (76.88%) dengan kelompok 6 (TAN-1). Semua kelompok bertemu pada koefisien kemiripan 74.84%. Pada kelompok 1, GRE dan SUR serta PHIL-5 dan PHIL-4 berturut-turut berasal dari daerah yang sama, yaitu Jawa Timur dan Filipina, sementara genotipe yang lain berasal dari Thailand (THAI-1), BAG-1 (Nusa Tenggara Barat/NTB), dan Jawa Barat (CIB-1). PLAM-1 dan LAB-1 merupakan 2 genotipe yang berasal dari daerah yang sama, propinsi NTB. Genotipe BAG-1 dan PHIL-5 paling erat hubungan kemiripannya (dengan koefisien kemiripan 97.94%), padahal berasal dari daerah yang berbeda (NTB dan Filipina). Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar jarak kepyar yang berasal dari Indonesia, Filipina, dan Thailand berasal dari daerah yang sama karena memiliki keragaman genetik yang tidak dibedakan oleh asal daerahnya. Asal daerah tidak menggambarkan keragaman genetik dari jarak kepyar yang diamati. Hal ini diduga dikarenakan genotipe-genotipe yang diamati berasal dari wilayah yang sama, yaitu merupakan tanaman introduksi dari suatu daerah Afrika (Weiss 1971; Heyne 1987; Chevallier 2001). Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Hartati et al. (2007) pada tanaman pulai diketahui bahwa pengelompokan tidak berhubungan dengan letak geografis disebabkan karena

73 54 dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Indonesia, Thailand, dan Filipina masih dalam berada kondisi iklim yang sama. Berdasarkan hasil analisis komponen utama (AKU) dapat diketahui karakter-karakter yang dominan mempengaruhi pengelompokkan. Analisis Komponen Utama (AKU/Principal Component Analysis) digunakan untuk (1) identifikasi peubah baru yang mendasari data peubah ganda, (2) mengurangi banyaknya dimensi peubah yang banyak dan berkorelasi menjadi peubah baru yang tidak berkorelasi dengan mempertahankan keragaman pada himpunan data dan (3) menghilangkan peubah asal yang mempunyai sumbangan informasi yang relatif kecil. Banyaknya komponen utama yang dipilih yaitu apabila persentase keragaman kumulatif minimum 70% (Supranto 2004). Keragaman pada warna batang muda, warna tangkai daun muda, dan warna batang tua dapat mengelompokkan genotipe sebesar 74.3% ke dalam suatu dendrogam (Tabel Lampiran 5 dan Tabel Lampiran 6). Warna batang muda terdiri atas warna hijau, hijau kemerahan, hijau kekuningan, merah keunguan, merah muda, merah tua, merah, dan merah kehijauan. Warna tangkai daun muda terdiri atas warna hijau muda, hijau, hijau kemerahan, merah, merah muda, merah kehijauan. Sementara warna batang tua terdiri atas warna hijau, abu-abu, abu kehijauan, merah keunguan, coklat, ungu, dan ungu muda. Gambar 26. Hasil analisis komponen utama (AKU) dalam dua dimensi pada karakter morfologi pada 14 genotipe jarak kepyar

74 55 Kelompok yang terbentuk berdasarkan AKU dalam dua dimensi pada karakter morfologi (Gambar 26) 14 genotipe jarak kepyar terdiri atas 6 kelompok, yaitu kelompok 1(LAB-1 dan PHIL-2), kelompok 2 (PLAM-1), kelompok 3 (BAG-1, THAI-101, PHIL-4, PHIL-5, PON-2 dan GRE), kelompok 4 (TAN-1 dan PHIL-13), kelompok 5 (CIB-1) dan kelompok 6 (PRO dan SUR). Pengelompokan yang mencerminkan 74.3% dari keseluruhan data hasil pengamatan ini sesuai dengan pengelompokan berdasarkan 100% data dapat ditunjukan oleh dendrogram (Gambar 25). Genotipe LAB-1 dan PHIL-2 tetap dalam kelompok yang sama seperti hasil yang ditunjukan oleh dendrogram, tetapi genotipe PLAM-1 memisah menjadi kelompok kedua. Kelompok ketiga tersusun atas genotipe BAG-1, THAI-101, PHIL-4, PHIL-5, dan GRE yang merupakan kelompok yang sama. Genotipe PON-1 yang semula merupakan kelompok yang berbeda turut bergabung ke dalam kelompok 3 ini. Genotipe TAN-1 dan PHIL-13 yang semula terpisah di dua kelompok yang berbeda, kini bersatu di kelompok 4, sedangkan genotipe CIB-1 dan SUR yang semula bersatu, kini berpisah di dua kelompok yang berbeda, yaitu berturut-turut masuk ke kelompok 5 dan 6. Di kelompok 6, genotipe SUR disatukan dengan genotipe PRO. Keragaman Genetik Berdasarkan Karakter Morfologi Genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, lebar daun, bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji. Karakter tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang sedang (20%<h 2 <50%), sedangkan bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi (h 2 >50%) (Stansfield 1983). Nilai koefisien keragaman genetik (KKG) pada hampir semua karakter berkriteria luas (>20%), kecuali pada karakter panjang biji dan tebal biji dengan nilai KKG dengan kriteria sedang (10%-20%) (Alnopri 2004). Sementara itu, karakter yang diduga pengaruh genotipe tidak berpengaruh nyata juga memiliki nilai duga heritabilitas dan KKG, kecuali karakter jumlah buah per pohon yang masing-masing nilainya 0 (Tabel 17). Nilai heritabilitas dan

75 56 KKG pada karakter-karakter ini tidak tinggi; panjang ruas batang muda (sedangluas), panjang ruas batang tua (rendah-sedang), jumlah jari daun (rendah-sempit), dan jumlah buah per pohon (rendah-sempit). Tabel 17. Pendugaan nilai ragam genetik (Vg), ragam fenotipe (Vp), heritabilitas dalam arti luas (h 2 bs) dan koefisien keragaman genetik (KKG) karakter morfologi 14 genotipe jarak kepyar Karakter Ve Vg Vp H 2 bs (%) Kriteria H 2 bs KKG Kriteria KKG tinggi tanaman sedang Luas diameter batang rendah Sedang panjang ruas batang muda sedang Luas panjang ruas batang tua rendah Sedang panjang tangkai sedang Luas daun panjang daun sedang Luas lebar daun sedang Luas jumlah jari daun rendah 4.58 Sempit jumlah buah per pohon rendah 0 Rendah bobot 100 butir biji tinggi Luas panjang biji tinggi Sedang lebar biji tinggi Sedang tebal biji tinggi Sedang Keterangan :Ve= KT galat Hasil penelitian yang berbeda, pada tanaman jarak pagar (Nisya 2010), menunjukkan bahwa karakter panjang tangkai daun, panjang daun, lebar daun, lebar biji dan panjang biji memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas dan nilai KKG yang rendah dan sempit. Hal ini dikarenakan pada tanaman jarak pagar, genotipe tidak berpengaruh pada semua karakter tersebut. Semua karakter tersebut memiliki kemiripan (tidak berbeda nyata) pada genotipe yang berbeda. Hal ini berbeda dengan tanaman jarak kepyar. Semua karakter tersebut memang berbeda nyata diantara genotipe-genotipe yang diamati. Kegiatan seleksi dalam program pemuliaan tanaman akan efektif jika nilai duga heritabilitas karakter tersebut cukup tinggi (Falconer 1981). Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa pengaruh faktor genetik lebih besar terhadap penampilan fenotipe daripada pengaruh lingkungan. Sementara itu, jika suatu

76 57 karakter memiliki nilai KKG luas maka seleksi terhadap genotipe berdasarkan karakter tersebut akan efektif dilakukan, jika sebaliknya maka seleksi sebaiknya tidak dilakukan karena populasi relatif seragam sehingga perlu dilakukan upaya untuk memperbesar keragaman genetik (Poespodarsono 1988). Dengan demikian, dari 8 karakter yang dapat diketahui nilai heritabilitas dan KKG, hanya karakter bobot 100 butir biji merupakan karakter yang tepat untuk digunakan dalam kegiatan seleksi karena memiliki nilai heritabilitas tinggi dan nilai KKG luas. Identifikasi Hubungan Kemiripan Berdasarkan Marka Molekuler Daun pertama kecambah jarak kepyar sebagai bahan untuk ekstraksi DNA diperoleh pada umur bibit 4-6 minggu setelah penyemaian. Mengecambahkan benih jarak kepyar tidak mudah. Hal ini terkait dengan kualitas benih dan kondisi persemaian yang terlalu lembab. Benih yang ditanam berasal dari eksplorasi langsung setahun lalu, sehingga diduga viabilitas benih menurun dan daya berkecambah benih yang ditanam tidak 100%. Kebun Raya Bogor yang memiliki kondisi lembab turut mendorong hama penyakit menyerang bibit yang baru berkecambah. Penyemaian benih yang berhasil menumbuhkan bibit adalah persemaian yang menggunakan bahan media tanam yang sudah disterilisasi. Sterilisasi bahan dilakukan dengan merendam benih di dalam bakterisida dan fungisida. Sterilisasi media tanam dilakukan dengan menyiram media tanam yang terdiri dengan kompos dan pasir (1:1) dengan air panas. DNA yang telah diekstraksi dari bahan tanaman (daun pertama kecambah) diuji kualitasnya. Kualitas DNA tiap sampel diuji dengan proses amplifikasi langsung dengan primer OPH-13. Primer OPH-13 telah banyak mengamplifikasi beberapa spesies dengan baik di Laboratorium RGCI. Berdasarkan hasil elektroforesis dengan primer OPH-13 diketahui bahwa kualitas DNA dari tiap genotipe jarak kepyar yang diamati baik. Skrining primer untuk RAPD pada tanaman jarak kepyar tidak dilakukan. Beberapa primer yang digunakan pada tanaman sefamili (jarak pagar) pada penelitian Nisya (2010) dapat mengamplifikasi DNA jarak kepyar. Sementara itu, primer OPH-13 telah digunakan pertama kali dalam menguji kualitas DNA.

77 58 Keragaman Genotipe Berdasarkan Karakter Molekuler Amplifikasi primer terhadap 14 genotipe jarak kepyar menghasilkan 49 pita yang terdiri atas pola pita polimorfik sebanyak 36 pita atau sebesar 73.47% dan pita monomorfik sebanyak 13 pita atau sebesar 26.53% (Tabel 18). Pita-pita yang dihasilkan tersebar pada 18 lokus, pada posisi bp, 200 bp, 300 bp, bp, 400 bp, bp, 500 bp, 600 bp, 700 bp, 800 bp, 900 bp, bp, 1000 bp, bp, 1200 bp, bp, 1500 bp, dan bp (Tabel Lampiran 9). Tabel 18. Rekapitulasi jumlah amplifikasi pita DNA 14 genotipe jarak kepyar pada 8 primer RAPD No Primer Jumlah pita Jumlah pita polimorfik Jumlah pita monorfik 1 OPE OPE OPE OPH OPH OPM OPM OPM Total (73.47%) 13 (26.53%) Pita polimorfik dan monomorfik paling banyak terbentuk pada lokus dengan posisi 200 bp dan 600 bp. Terbentuk 5 lokus pada kedua posisi tersebut. Lokus 200 bp dibentuk oleh OPE-3, OPE-20, OPM-2, OPM-5, dan OPH-13, sedangkan lokus 600 bp dibentuk oleh OPE-3, OPH-13, OPH-14, OPM-2, dan OPM-5. M Gambar 27. Karakter pola pita DNA skematik 14 genotipe jarak kepyar (tanda panah menunjukkan pita polimorfik); DNA ladder (M)

78 59 Hubungan Kemiripan Diantara Genotipe yang Diamati Berdasarkan hasil analisis komponen utama (AKU) dapat diketahui karakter molekuler (digambarkan dengan pola pita pada primer yang terbentuk) yang dominan mempengaruhi pengelompokkan. Keragaman pada primer OPH-14 dapat mengelompokkan genotipe sebesar 63.1% ke dalam suatu dendrogam (Tabel Lampiran 7 dan Tabel Lampiran 8). Tidak ada satu karakter pun yang bisa mengelompokkan genotipe hingga 70% keragaman. Berdasarkan dendrogam hubungan kemiripan genotipe berdasarkan karakter molekuler, terbentuk 5 kelompok pada nilai koefisien kemiripan 85% (Gambar 28). Kelompok tersebut yaitu kelompok 1 (PLAM-1, PRO, GRE, CIB-1, LAB-1, BAG-1, PHIL-4, PHIL-5, dan PON-2), kelompok 2 (THAI-101 dan TAN-1), kelompok 3 (PHIL-13), kelompok 4 (PHIL-2), dan kelompok 5 (SUR). Masingmasing koefisien kemiripan berdasarkan karakter molekuler antar genotipe disajikan pada Tabel Lampiran Koefisien Kemiripan Gambar 28. Dendrogram berdasarkan analisis karakter molekuler (DNA) pada 14 genotipe jarak kepyar dengan nilai koefisien kemiripan 85.00%. PLAM-1 PRO GRE CIB-1 LAB-1 BAG-1 PHIL-4 PHIL-5 PON-2 PHIL-13 Phil-2 THAI-101 TAN-1 SUR

79 60 Hasil yang serupa dengan dendogram berdasarkan karakter morfologi (kualitatif) ditunjukkan oleh dendogram berdasarkan karakter molekuler (Gambar 29). Keempatbelas genotipe bersatu pada koefisien kemiripan 76.00%. Koefisien kemiripan 76.00% adalah sama dengan koefisien ketidakmiripan 24.00%, sehingga menggambarkan keragaman genetik kecil pada genotipe-genotipe yang diamati. Kelompok 1 yang terdiri atas genotipe PLAM-1, PRO, GRE, CIB-1, LAB- 1, BAG-1, PHIL-4, PHIL-5, dan PON-2 terbentuk pada koefisien kemiripan 86.70%, sedangkan kelompok 2 yang terbentuk dari genotipe THAI-101 dan TAN-1 terbentuk pada koefisien kemiripan 86.60%. Koefisien kemiripan yang dimiliki kelompok 1 berkisar antara 98.60% %. Kelompok ini terdiri atas 2 cabang besar yang terpisah pada koefisien kemiripan 87.20% dan 88.50%. Genotipe PLAM-1, PRO, GRE, CIB-1, LAB-1, dan BAG-1 berkumpul pada cabang yang terbentuk pada koefisien kemiripan 87.20%. Genotipe PHIL-4, PHIL-5, dan PON-2 berkumpul pada cabang dengan koefisien kemiripan 88.50%. Genotipe PHIL-4 dan PHIL-5 paling erat hubungan kemiripannya, yang dapat dilihat dari nilai koefisien kemiripannya terbesar yaitu 98.60%. PHIL-4 dan PHIL-5 sama-sama berasal dari satu daerah dengan kondisi lingkungan yang sama, yaitu Filipina. PLAM-1 yang berasal dari NTB dan PRO berasal yang dari Jawa Timur memiliki koefisien kemiripan terbesar kedua, yaitu sebesar 92.70%. Genotipe SUR yang berasal dari Jawa Timur paling kecil hubungan kemiripannya diantara genotipe yang berasal dari Jawa Timur, bahkan dengan semua genotipe yang diamati (75.00%). Hubungan kemiripan diantara dua genotipe yang diduga rendah karena tanaman jarak kepyar merupakan tanaman introduksi dari Afrika (Weiss 1971; Heyne 1987; Chevallier 2001) dan hasil pengelompokan tidak berhubungan dengan letak geografis (Hartati et al. 2007). Kelompok yang terbentuk berdasarkan AKU dalam dua dimensi menggunakan penanda molekuler (Gambar 29) membentuk jumlah kelompok yang sama seperti dendogram hasil analisis marka molekuler. 14 genotipe jarak kepyar terdiri atas kelompok 1 (PHIL-4 dan PHIL-5), kelompok 2 (PLAM-1,

80 61 LAB-1, BAG-1, CIB-1, PON-2, GRE, dan PRO), kelompok 3 (PHIL-2, PHIL-13, dan SUR), kelompok 4 (THAI-101), dan kelompok 5 (TAN-1). Gambar 29. Hasil analisis komponen utama 14 genotipe jarak kepyar yang digambarkan ke dalam gambar dua dimensi, menggunakan penanda molekuler pada jarak kepyar Kelompok 1 berdasarkan dendrogram berdasarkan marka molekuler terpecah menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok 1, 2, dan 3. Genotipe PHIL-2, PHI- 13, dan SUR yang semula terpisah, bersatu ke dalam kelompok 4. Sementara itu, genotipe THAI-1 dan TAN-1 yang semula bersatu, kini terpisah ke dalam kelompok 4 dan kelompok 5. Pengelompokan berdasarkan hasil AKU dengan 63.1% karakter berpengaruh juga sesuai dengan analisis kemiripan pada karakter molekuler.

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jarak Kepyar

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jarak Kepyar 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jarak Kepyar Jarak kepyar (Ricinus communis L.) adalah tumbuhan semak tahunan (Soenardi 2000; Qiu & Gilbert 2008). Dalam bahasa Latin tanaman jarak kepyar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Studi Fenologi Pembungaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Studi Fenologi Pembungaan 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Fenologi Pembungaan Studi fenologi pembungaan jarak kepyar dilaksanakan di Kebun Raya Bogor, dengan ketinggian lahan ± 260 m di atas permukaan laut (Subarna 2003). Curah hujan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

Karakterisasi dan Analisis Gerombol Plasma Nutfah Jarak Pagar Indonesia dan Beberapa Negara Lain Menggunakan Marka Morfologi dan Molekuler

Karakterisasi dan Analisis Gerombol Plasma Nutfah Jarak Pagar Indonesia dan Beberapa Negara Lain Menggunakan Marka Morfologi dan Molekuler Karakterisasi dan Analisis Gerombol Plasma Nutfah Jarak Pagar Indonesia dan Beberapa Negara Lain Menggunakan Marka Morfologi dan Molekuler Characterization and Cluster Analysis of Jatropha Germplasms from

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT Oleh: Fitri Yanti 11082201730 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) TERHADAP LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum f. sp. niveum) DAN KARAKTER KUANTITATIFNYA Oleh SWISCI MARGARET

Lebih terperinci

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor yang berada pada ketinggian 216 m di atas permukaan laut, 06.55 LS dan 106.72 BT pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA 060307012 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 EVALUASI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan Yij : µ + τi + pj + εij ; i : 1,2,3.,8 ; j : 1,2,3

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan Yij : µ + τi + pj + εij ; i : 1,2,3.,8 ; j : 1,2,3 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun Percobaan Cikabayan (University Farm) Institut Pertanian Bogor dengan ketinggian tempat 240 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen STX1A. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : FIDELIA MELISSA J. S. 040307013 / BDP PET PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) Pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pahoman, Tanjung Karang, Bandar Lampung pada bulan Oktober 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RAHMI YUNIANTI 1 dan SRIANI SUJIPRIHATI 2 1 Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : HERMANYANTO LAIA / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

SKRIPSI OLEH : HERMANYANTO LAIA / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017 ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KLON KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PLASMA NUTFAH PT. SOCFINDO MENGGUNAKAN MARKA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) SKRIPSI OLEH : HERMANYANTO LAIA / 130301234 PEMULIAAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di kebun percobaan IPB Cikabayan. Analisis isozim dan pengujian kadar minyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,

TINJAUAN PUSTAKA. berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2003) bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah

Lebih terperinci

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 i SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: ROSLINA HULU / AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

SKRIPSI. Oleh: ROSLINA HULU / AGROEKOTEKNOLOGI-BPP ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BEBERAPA AKSESI DI SAMOSIR MENGGUNAKAN MARKA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) SKRIPSI Oleh: ROSLINA HULU / 120301246 AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09

ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09 ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09 SKRIPSI Oleh: ANN SINAGA 110301242/PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) Tanaman kamboja (Plumeria sp.) merupakan salah satu contoh dari famili Apocynaceae. Kamboja diketahui merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN TOMAT TERHADAP FREKUENSI DAN TARAF PEMBERIAN AIR RISZKY DESMARINA A

RESPON TANAMAN TOMAT TERHADAP FREKUENSI DAN TARAF PEMBERIAN AIR RISZKY DESMARINA A RESPON TANAMAN TOMAT TERHADAP FREKUENSI DAN TARAF PEMBERIAN AIR RISZKY DESMARINA A24053423 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RISZKY DESMARINA.

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Kajian tentang potensi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati telah banyak dilakukan. Sebagai penghasil bahan bakar nabati, secara teknis banyak nilai positif yang dimiliki

Lebih terperinci

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A34104040 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Lebih terperinci