HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum"

Transkripsi

1 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor yang berada pada ketinggian 216 m di atas permukaan laut, LS dan BT pada bulan Mei 2008 Juli Hasil analisis tanah dari lokasi penelitian yang dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB disajikan lengkap pada Tabel 2. Tabel 2. Data hasil analisis contoh tanah tempat penelitian Parameter Hasil Kriteria * C. Organik (%) 1.76 rendah N- total (%) 0.19 rendah P Bray (ppm) 2 sangat rendah P HCl 25% (ppm) 22.2 sedang Ca (me/100g) 1.52 sangat rendah Mg (me/100g) 0.51 rendah K (me/100g) 0.1 rendah Na (me/100g) 0.17 rendah KTK (me/100g) rendah KB (%) rendah ph H 2 O 5.1 masam Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) * Menurut kriteria sifat kimia tanah Balai Penelitian Tanah Bogor Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Darmaga Bogor, Kota Bogor memiliki rata-rata curah hujan tinggi ( mm/bln), jumlah hari hujan 297 hari/tahun, suhu harian antara 21.2 o C 32.4 o C, jumlah rata-rata bulan basah 12 bulan/tahun. Berdasarkan kondisi tersebut menurut Schmidt dan Ferguson kota Bogor termasuk wilayah yang beriklim basah (Wisnubroto et al. 1983). Data klimatologi wilayah Darmaga Bogor dari Januari 2008 Juli 2009 disajikan pada Lampiran 3.

2 27 Analisis Karakter Agronomi Batang Batang tanaman jarak pagar berbentuk bulat, batang muda berwarna hijau muda dan batang tua berwarna hijau keabuan (Gambar 3). Batang memiliki buku yang merupakan tempat duduknya tangkai daun. Tabel pengamatan karakter kualitatif dan nilai kategori bagian-bagian tanaman serta hasil pengamatan karakter kualitatif disajikan lengkap pada Lampiran 4 dan 5. Tanaman jarak pagar tumbuh bercabang dengan sistem percabangan yang tidak teratur (Gambar 4). Berdasarkan hasil analisis Santoso (2009), cabang primer tumbuh dan berkembang dari batang utama dekat dengan permukaan tanah namun terkadang cabang primer muncul pula pada bagian atas dari batang utama. Cabang primer terhenti perpanjangannya setelah terbentuk bunga pada bagian terminal cabang, setelah bunga berkembang terbentuk percabangan sekunder pada titik tumbuh aksilar dekat tangkai bunga (malai). Umumnya cabang sekunder yang terbentuk dua cabang dengan ukuran yang sama, namun terkadang terbentuk hanya satu. Percabangan berikutnya adalah cabang tertier, cabang tertier tumbuh setelah terbentuknya bunga berikutnya dan jumlah cabang tertier yang muncul biasanya dua. Menurut Tjitrosoepomo (1985) tipe percabangan demikian disebut sebagai sistem percabangan menggarpu atau dikotom. a b Gambar 3. Bentuk batang dan warna batang; (a) batang muda dan (b) batang tua

3 28 a b c d e f g h Gambar 4. Cabang yang muncul dari batang utama pada genotipe jarak pagar; (a) IP-1A, (b) IP-1M, (c) IP-2P, (d) Lombok Timur, (e) Lombok Barat, (f) Lombok Tengah, (g) Sumbawa (h) Bima Berdasarkan sidik ragam yang disajikan pada Tabel 3, genotipe berpengaruh sangat nyata pada karakter jumlah cabang sekunder dan jumlah cabang produktif, berpengaruh nyata pada karakter sudut cabang primer. Genotipe pada karakter jumlah cabang primer, tinggi tanaman saat muncul bunga pertama, diameter pangkal batang umur 6 bulan setelah tanam dan panjang ruas tidak berbeda nyata. Nilai tengah jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, jumlah cabang produktif, sudut cabang, tinggi tanaman pada saat muncul bunga pertama, diameter pangkal batang umur 6 bulan setelah tanam dan panjang ruas masing-masing genotipe jarak pagar disajikan pada Tabel 4. Tabel 3. Sidik ragam karakter kuantitatif batang pada delapan genotipe jarak pagar Sumber Keragaman db Jumlah cabang primer 12 BST Jumlah cabang sekunder 12 BST Jumlah cabang produktif 12 BST Kuadrat Tengah Sudut cabang primer ( ) Tinggi tanaman berbunga (cm) Diameter pangkal batang 6 BST (mm) Panjang ruas (cm) Ulangan tn 1.63tn 3.69* 17.47tn 7.54tn 12.75tn 0.36** Genotipe tn 7.49** 17.93** 15.17* tn 4.03tn 0.02tn Galat Keterangan: **: nyata pada taraf 1%, *: nyata pada taraf 5%, tn: tidak nyata

4 29 Tabel 4. Nilai tengah beberapa sifat kuantitatif batang pada delapan genotipe jarak pagar Genotipe Jumlah cabang primer 12 BST Jumlah cabang sekunder 12 BST Jumlah cabang produktif 12 BST Sudut cabang primer ( ) Tinggi tanaman berbunga (cm) Diameter pangkal batang 6 BST (mm) Panjang ruas (cm) IP-1A a 5.1 b abc IP-1M b 3.3 c abc IP-2P a 10.3 a ab Lombok Timur b 4.1 bc bc Lombok Barat b 2.9 c bc Lombok Tengah b 3.7 bc a Sumbawa b 3.4 bc c Bima b 3.2 c bc Rata-rata KK (%) Keterangan : Angka-angka pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; BST = bulan setelah tanam. Jumlah cabang sekunder berbeda pada beberapa genotipe. Jumlah cabang sekunder terbanyak dimiliki oleh genotipe IP-2P dan IP-1A dan jumlah cabang sekunder yang dimiliki oleh genotipe Lombok Tengah, Lombok Barat, IP-1M, Lombok Timur, Sumbawa dan Bima tidak berbeda. Menurut Santoso (2009), jumlah cabang primer dan jumlah cabang sekunder mempengaruhi tipe pertumbuhan tanaman jarak pagar, dimana tanaman jarak pagar yang memiliki jumlah cabang primer yang sedikit tipe pertumbuhannya tampak tegak akan tetapi jika jumlah cabang sekundernya banyak, tipe pertumbuhannya tampak seperti semak. Jumlah cabang produktif yang diamati pada delapan genotipe berkisar antara 2.9 (Lombok Barat) hingga 10.3 (IP-2P). Cabang produktif adalah cabang yang menghasilkan buah. Sudut cabang primer antar genotipe memiliki perbedaan, genotipe Lombok Tengah memiliki sudut cabang yang paling besar dan genotipe Sumbawa memiliki sudut cabang paling kecil. Menurut Raden (2009), sudut cabang mempunyai fungsi strategis dalam mengoptimalkan cabang atau tanaman dalam menyerap sinar matahari untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Tinggi tanaman pada saat muncul bunga pertama, diameter pangkal batang umur 6 bulan setelah tanam dan panjang ruas tidak menunjukkan perbedaan antar genotipe dengan rata-rata tinggi tanaman, diamater pangkal batang umur 6 bulan

5 30 dan panjang ruas berturut-turut adalah cm, mm dan 2.36 cm. Menurut Santoso (2009), ukuran diameter pangkal batang suatu genotipe akan bertambah seiring dengan semakin bertambahnya jumlah cabang primer, karena percabangan (cabang primer) banyak terbentuk di pangkal batang dekat permukaan tanah. Pertumbuhan jarak pagar pada umur 6 bulan terlihat pada Gambar 5. a b c d e f g h Gambar 5. Pertumbuhan tanaman jarak pagar umur 6 bulan setelah tanam; (a) genotipe IP-1A, (b) IP-1M, (c) IP-2P, (d) Lombok Timur, (e) Lombok Barat, (f) Lombok Tengah, (g) Sumbawa dan (h) Bima Daun Daun jarak pagar bertipe daun tunggal yang terletak pada buku batang yang didukung oleh tangkai daun, dengan tangkai daun berbentuk silinder dan tak berongga. Daun jarak pagar berbentuk bulat dengan bentuk ujung daun yang runcing dan pada pangkal daun berlekuk dalam, memiliki tipe tulang daun menjari dengan lima tulang daun utama, serta pada daun muda tidak memiliki bulu (Gambar 6). Jika dilihat dari permukaan daun, jarak pagar memiliki tekstur daun muda dan daun tua baik permukaan atas dan permukaan bawah yang licin (Gambar 7). Daun muda pada tanaman jarak pagar umumnya berwarna coklat

6 31 pada genotipe IP-1A, IP-1M, Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa, Bima dan berwarna hijau kekuningan pada genotipe IP-2P. Daun tua berwarna hijau muda pada genotipe IP-1M, Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa serta Bima dan berwarna hijau pada genotipe IP-1A dan IP-2P. a b c d e f g h Gambar 6. Daun beberapa genotipe jarak pagar; (a) IP-1A, (b) IP-1M, (c) IP-2P, (d) Lombok Timur, (e) Lombok Barat, (f) Lombok Tengah, (g) Sumbawa dan (h) Bima a b c d e Gambar 7. Permukaan daun jarak pagar; (a). daun muda licin dan berwarna hijau kekuningan, (b) permukaan atas daun muda licin dan berwarna coklat, (c). permukaan bawah daun muda licin dan berwarna coklat, (d). permukaan atas daun tua licin dan berwarna hijau, dan (e). permukaan bawah daun tua licin dan berwarna hijau.

7 32 Sidik ragam beberapa karakter kuantitatif daun disajikan pada Tabel 5. Genotipe pada semua karakter yang diamati tidak berbeda nyata kecuali jumlah daun saat muncul bunga pertama berpengaruh sangat nyata. Tabel 5. Sidik ragam karakter kuantitatif daun pada delapan genotipe jarak pagar Sumber Keragaman db Panjang tangkai daun (cm) Kuadrat Tengah Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) muda tua muda tua muda tua Jumlah daun saat muncul bunga pertama Ulangan tn 6.06tn 0.20tn 3.58** 0.57tn 4.01** 60.76tn Genotipe tn 4.13tn 0.57tn 0.22tn 0.53tn 0.44tn ** Galat Keterangan: **: nyata pada taraf 1%, *: nyata pada taraf 5%, tn: tidak nyata Nilai tengah panjang tangkai daun muda dan tua, panjang daun muda dan daun tua, lebar daun muda dan daun tua, jumlah daun saat muncul bunga pertama masing-masing genotipe disajikan pada Tabel 6. Rata-rata panjang tangkai daun muda 9.91 cm, panjang tangkai daun tua cm, panjang daun muda 9.75 cm, panjang daun tua cm, lebar daun muda cm dan rata-rata lebar daun tua cm. Tabel 6. Nilai tengah beberapa sifat kuantitatif daun pada delapan genotipe jarak pagar Genotipe Panjang tangkai daun (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Jumlah daun saat muncul muda tua muda tua muda tua bunga pertama IP-1A ab IP-1M bc IP-2P a Lombok Timur cd Lombok Barat cd Lombok Tengah d Sumbawa bcd Bima bc Rata-rata KK (%) Keterangan : Angka-angka pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Tangkai daun menghubungkan helaian daun dengan batang/cabang/ranting. Bagian ujung dan pangkal tangkai daun saat berumur muda berwarna ungu,

8 33 sedangkan bagian tengah berwarna kuning kehijauan. Warna ungu ini akan berkurang dan menjadi kuning kehijauan seiring dengan pertumbuhan tanaman. Karakter jumlah daun saat muncul bunga pertama antar genotipe terdapat perbedaan. Masing-masing genotipe memiliki jumlah daun tertentu untuk masuk ke fase generatif. Jumlah daun saat muncul bunga pertama paling banyak dimiliki oleh genotipe IP-2P dan genotipe Lombok Tengah memiliki jumlah daun yang paling sedikit. Bunga Bunga jarak pagar tersusun dalam malai (inflorescence), malai bunga terbentuk di ujung cabang dengan warna bunga yang sama antar genotipe yaitu kuning kehijauan. Bunga memiliki lima kelopak bunga (sepal) dan lima mahkota bunga (petal). Bunga jantan mempunyai 10 benang sari (stamen) tersusun dalam dua lingkaran masing-masing terdiri atas lima benang sari. Kepala sari berwarna kuning muda dan kepala putik berwarna hijau sementara itu kelopak bunga dan tangkai bunga berwarna hijau muda. Bunga betina berukuran lebih besar dibanding bunga jantan (Gambar 8). a b c Gambar 8. Bunga jarak pagar; (a). malai bunga terbentuk di ujung cabang, (b) perbedaan bentuk bunga; (i) bunga betina, (ii) bunga jantan, (c) posisi bunga betina diantara bunga jantan Sidik ragam beberapa karakter kuantitatif bunga disajikan pada Tabel 7. Genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap karakter umur berbunga dan jumlah malai per tanaman. Genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter jumlah bunga jantan per malai. Semetara itu genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap karakter

9 34 jumlah bunga betina per malai, jumlah buah per malai dan persentase bunga betina menjadi buah. Tabel 7. Sidik ragam karakter kuantitatif bunga pada delapan genotipe jarak pagar Sumber Keragaman db Umur berbunga (HST) Kuadrat Tengah Jumlah bunga Jumlah betina jantan per buah per per malai malai malai % bunga betina menjadi buah Jumlah malai per tanaman Ulangan * tn 0.58tn 0.41tn 12.38tn 18.27tn Genotipe ** * 0.42tn 0.39tn 29.58tn ** Galat Keterangan: **: nyata pada taraf 1%, *: nyata pada taraf 5%, tn tidak nyata; HST: hari setelah tanam Tabel 8. Nilai tengah beberapa sifat kuantitatif bunga pada delapan genotipe jarak pagar Genotipe Umur berbunga (HST) Jumlah bunga jantan per malai betina per malai jumlah buah per malai % bunga betina menjadi buah Jumlah malai per tanaman IP-1A c a b IP-1M bc 77.1 c c IP-2P d ab a Lombok Timur a 87.4 bc c Lombok Barat ab 85.1 bc c Lombok Tengah ab ab c Sumbawa a 90.8 bc c Bima ab 85.7 bc c Rata-rata KK (%) Keterangan : Angka-angka pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, HST = hari setelah tanam Nilai tengah umur berbunga, jumlah bunga jantan dan betina per malai, jumlah buah per malai, persentase bunga betina menjadi buah dan jumlah malai per tanaman masing-masing genotipe disajikan pada Tabel 8. Umur tanaman mulai berbunga berbeda antar genotipe. Genotipe yang paling cepat berbunga yaitu IP-2P (134.2 HST) dan yang paling lambat berbunga yaitu Sumbawa (177.8 HST) dan Lombok Timur (174.6 HST). Jumlah bunga jantan per malai berbeda antar genotipe. Jumlah bunga jantan jauh lebih banyak dibanding bunga betina. Bunga betina terletak di tengah,

10 35 dikelilingi oleh bunga jantan. Perbandingan rata-rata jumlah bunga jantan dengan bunga betina adalah 17:1 (Tabel 8). Menurut Hartati (2006), potensi tanaman jarak pagar dalam membentuk bunga jantan dan bunga betina dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain ketersediaan air, cahaya dan kesuburan tanah. Dari kedelapan genotipe yang diamati jumlah bunga jantan per malai terbanyak dimiliki oleh IP-1A (115.1 bunga) dan genotipe yang memiliki jumlah bunga jantan paling sedikit yaitu IP-1M (77.1 bunga). Rata-rata jumlah bunga betina per malai, jumlah buah per malai dan persentase bunga betina menjadi buah berturut-turut adalah 5.4, 4.7 dan 86.13% (Tabel 8). Jumlah malai per tanaman berbeda antar genotipe. Jumlah malai per tanaman terbanyak dimiliki oleh IP-2P (26.0 malai) kemudian diikuti oleh IP-1A (13.0 malai). IP-1M, Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa serta Bima memiliki jumlah malai per tanaman yang sama. Dalam satu malai mekarnya bunga tidak terjadi secara bersamaan. Menurut Raden (2009) umumnya bunga yang berada di ujung malai utama mekar lebih dahulu kemudian diikuti oleh bunga lainnya. Kuncup yang terbentuk terlebih dahulu akan mekar lebih awal. Buah Buah jarak pagar sering disebut kapsul dan istilah biologinya biasa disebut buah kendaga (rhegma), mempunyai sifat seperti buah berbelah dan tiap bagian buah mudah pecah sehingga biji yang terdapat di dalamnya dapat terlepas dari bilik atau ruang (Tjitrosoepomo 1985). Berdasarkan jumlah kendaganya keseluruhan genotipe jarak pagar dalam penelitian ini termasuk ke dalam buah berkendaga tiga, ketika masak pecah menjadi tiga bagian, masing-masing pecah dan mengeluarkan satu biji. Warna buah muda dan buah masak antar genotipe tidak berbeda, yaitu pada buah muda berwarna hijau muda dan buah masak berwarna kuning (Gambar 9).

11 36 a b c d Gambar 9. Buah jarak pagar; (a) buah muda, (b) buah masak, (c) penampang melintang buah dan (d) biji dalam bilik/ruang Sidik ragam beberapa karakter kuantitatif buah disajikan pada Tabel 9. Genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap karakter umur panen dan jumlah buah per tanaman. Pengaruh genotipe pada karakter tebal daging buah, panjang buah masak, diameter buah dan bobot buah rata-rata tidak nyata. Nilai tengah tebal daging buah, panjang buah masak, diameter buah masak, umur panen, jumlah buah per tanaman dan boot buah rata-rata disajikan pada Tabel 10. Tabel 9. Sidik ragam karakter kuantitatif buah pada delapan genotipe jarak pagar Sumber Keragaman db Tebal daging buah (mm) Panjang buah masak (mm) Kuadrat Tengah Diameter buah masak (mm) Umur panen (HST) Jumlah buah per tanaman Bobot buah rata-rata (g) Ulangan tn 0.53tn 0.73tn 87.20tn tn 0.04tn Genotipe tn 0.99tn 0.41tn ** ** 1.05tn Galat Keterangan: **: nyata pada taraf 1%, *: nyata pada taraf 5%, tn: tidak nyata, HST: hari setelah tanam Tabel 10. Nilai tengah beberapa sifat kuantitatif buah pada delapan genotipe jarak pagar Genotipe Tebal daging buah (mm) Panjang buah masak (mm) Diameter buah masak (mm) Umur panen (HST) Jumlah buah per tanaman Bobot buah ratarata (g) IP-1A b 60.5 b IP-1M ab 24.3 c IP-2P c a Lombok Timur ab 32.4 c Lombok Barat ab 25.8 c Lombok Tengah ab 34.0 c Sumbawa a 29.6 c Bima ab 30.5 c Rata-rata KK (%) Keterangan : Angka-angka pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, HST: hari setelah tanam

12 37 Rata-rata tebal daging buah, panjang buah masak, diameter buah masak dan bobot buah rata-rata berturut-turut adalah 3.75 mm, mm, mm dan g. Pada karakter umur panen terdapat perbedaan antara genotipe Sumbawa dengan IP-2P dan antara genotipe IP-1A dengan IP-2P, dimana genotipe yang paling lama dipanen adalah Sumbawa (237.9 HST) dan yang paling cepat dipanen yaitu genotipe IP-2P (196.6 HST). IP-2P memiliki umur panen paling cepat karena terbentuknya bunga pertama pada genotipe ini juga lebih cepat, sementara itu untuk genotipe Sumbawa dengan Bima, Lombok Tengah, Lombok Barat, Lombok Timur dan IP-1M memiliki umur panen relatif sama. Proses pematangan buah pada setiap malai tidak serempak. Proses pemanenan pada tanaman jarak pagar ini dilakukan secara bertahap. Panen dilakukan dengan memetik buah yang telah berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Yeyen et al. (2006) bahwa tingkat kemasakan buah memberikan pengaruh terhadap kadar minyak, buah yang dipanen saat berwarna kuning memberikan kadar minyak yang paling tinggi. Jumlah buah per tanaman genotipe IP-2P berbeda dengan IP-1A, sedangkan antar genotipe IP-1M, Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa dan Bima tidak terdapat perbedaan. Jumlah buah per tanaman tertinggi dicapai oleh genotipe IP-2P (109.9 buah). Biji Biji jarak pagar sesaat setelah dipanen tampak berwarna hitam kecoklatan pada genotipe Lombok Timur dan Lombok Tengah, berwarna hitam pada genotipe IP-1A, IP-1M, IP-2P, Lombok Barat, Sumbawa dan Bima. Ketika biji mulai kering permukaan biji tersebut akan tampak garis-garis putih dan retakanretakan halus (Gambar 10). a b Gambar 10. Keragaman bentuk biji; (a) biji basah dan (b) biji kering jarak pagar

13 38 Sidik ragam karakter kuantitatif ukuran biji disajikan pada Tabel 11. Genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap karakter panjang biji dan jumlah biji per tanaman, genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter bobot 100 biji. Pengaruh genotipe pada karakter tebal biji dan jumlah biji per buah tidak nyata. Tabel 11. Sidik ragam karakter kuantitatif ukuran biji pada delapan genotipe jarak pagar Sumber Keragaman db Panjang biji (mm) Tebal biji (mm) Kuadrat Tengah Jumlah biji per buah Jumlah biji per tanaman Bobot 100 biji (g) Ulangan tn 0.09tn 0.01tn tn 0.95tn Genotipe ** 0.03tn 0.01tn ** 15.60* Galat Keterangan: **: nyata pada taraf 1%, *: nyata pada taraf 5%, tn: tidak nyata Tabel 12. Nilai tengah beberapa sifat kuantitatif ukuran biji pada delapan genotipe jarak pagar Genotipe Panjang Tebal Jumlah biji Jumlah biji Bobot 100 biji (mm) biji (mm) per buah per tanaman biji (g) IP-1A b b ab IP-1M b c ab IP-2P a a a Lombok Timur b c bc Lombok Barat b c bc Lombok Tengah b bc ab Sumbawa b c ab Bima b c c Rata-rata KK (%) Keterangan : Angka-angka pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Nilai tengah panjang biji, tebal biji, jumlah biji per buah, jumlah biji per tanaman dan bobot 100 biji disajikan pada Tabel 12. Tebal biji rata-rata 9.02 mm dan rata-rata jumlah biji per buah 2.7. Pada karakter panjang biji, genotipe IP-2P memiliki panjang biji berbeda dengan ketujuh genotipe lainnya. Panjang biji terpanjang dimiliki oleh IP-2P (22.06 mm). Jumlah biji per tanaman terbanyak dicapai oleh genotipe IP-2P (297.7 biji). Bobot 100 biji terberat dicapai oleh IP-2P (72.33 g), sedangkan bobot terendah pada genotipe Bima (64.32 g).

14 39 Sidik ragam karakter kuantitatif bobot biji disajikan pada Tabel 13. Genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap karakter bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak dan bobot kering biji per hektar. Pengaruh genotipe pada karakter bobot basah biji dan bobot kering biji tidak nyata. Tabel 13. Sidik ragam karakter kuantitatif bobot biji pada delapan genotipe jarak pagar Kuadrat Tengah Sumber Keragaman db Bobot basah biji (g) Bobot kering biji (g) Bobot kering biji per tanaman (g) Bobot kering biji per petak (kg) Bobot kering biji per hektar (kg) Ulangan tn tn tn 0.23tn tn Genotipe tn tn ** 1.58** ** Galat Keterangan: **: nyata pada taraf 1%, *: nyata pada taraf 5%, tn: tidak nyata Tabel 14. Nilai tengah sifat kuantitatif bobot biji pada delapan genotipe jarak pagar Genotipe Bobot basah biji (g) Bobot kering biji (g) Bobot kering biji per tanaman (g) Bobot kering biji per petak (kg) Bobot kering biji per hektar (kg) IP-1A b 1.42 b b IP-1M c 0.58 c c IP-2P a 2.68 a a Lombok Timur bc 0.71 bc bc Lombok Barat c 0.59 c c Lombok Tengah bc 0.80 bc bc Sumbawa bc 0.68 bc bc Bima c 0.64 c c Rata-rata KK (%) Keterangan : Angka-angka pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Nilai tengah bobot basah biji, bobot kering biji, bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak dan bobot kering biji per hektar disajikan pada Tabel 14. Rata-rata bobot basah biji dan bobot kering biji adalah 1.13 g dan 0.7 g. Bobot kering biji per tanaman terberat dicapai oleh IP-2P ( g).

15 40 Bobot kering biji per petak tertinggi diperoleh genotipe IP-2P (2.68 kg). Bobot kering biji per hektar tertinggi dicapai oleh genotipe IP-2P ( kg). Produktivitas jarak pagar tertinggi pada tahun pertama yaitu kg/ha (2.68 kg/petak) diperoleh genotipe IP-2P. Produktivitas yang tinggi ini didukung oleh jumlah cabang produktif, jumlah malai per tanaman, jumlah buah per tanaman dan jumlah biji per tanaman yang tinggi. IP-2P memiliki rata-rata jumlah buah per malai yang rendah dibanding dengan genotipe lainnya, namun IP-2P memiliki jumlah malai per tanaman yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lain, sehingga jumlah buah per tanaman dan jumlah biji per tanaman tinggi. Pada tahun pertama untuk genotipe yang sama, produksi biji kering menunjukkan hasil yang lebih rendah dibanding produksi di daerah beriklim kering. Hasil penelitian Santoso et al. (2008) tahun pertama di Lombok menunjukkan genotipe IP-1A memiliki produksi kg/ha, Lombok Timur kg/ha, Lombok Barat kg/ha, Lombok Tengah kg/ha, Sumbawa kg/ha dan Bima kg/ha. Hasil penelitian Raden (2009) tahun pertama di daerah Bogor, produksi biji kering per hektar untuk genotipe Lombok Barat menunjukkan hasil 272 kg/ha. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe yang berproduksi baik di daerah beriklim kering belum tentu memiliki produksi yang baik pula di daerah beriklim basah. Genotipe IP-2P memiliki produktivitas yang tinggi karena merupakan genotipe yang beradaptasi di daerah dengan curah hujan tinggi, sehingga pada penelitian ini IP-2P dapat berproduksi dengan baik. Kadar Minyak Sidik ragam kadar minyak disajikan pada Tabel 15. Genotipe berpengaruh nyata terhadap kadar minyak biji panen pertama dan kedua, sedangkan tidak nyata pada kadar minyak kernel panen pertama dan kedua. Nilai tengah kadar minyak kernel dan kadar minyak biji panen pertama dan panen kedua disajikan pada Tabel 16.

16 41 Tabel 15. Sidik ragam kadar minyak pada delapan genotipe jarak pagar Kuadrat Tengah Sumber Keragaman db Kadar minyak kekrnel (%) Kadar minyak biji (%) panen 1 panen 2 panen 1 panen 2 Ulangan tn 2.22tn 1.86tn 2.78tn Genotipe tn 11.67tn 6.16* 6.91* Galat Keterangan: **: nyata pada taraf 1%, *: nyata pada taraf 5%, tn: tidak nyata Tabel 16. Nilai tengah sifat kuantitatif karakter kadar minyak pada delapan genotipe jarak pagar Genotipe Kadar minyak kernel (%) Kadar minyak biji (%) panen 1 panen 2 panen 1 panen 2 IP-1A c b IP-1M c b IP-2P c ab Lombok Timur c b Lombok Barat ab b Lombok Tengah a b Sumbawa bc a Bima bc ab Rata-rata KK (%) Keterangan : Angka-angka pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. tn = tidak nyata Rata-rata kadar minyak kernel panen pertama adalah 47.93% dan kadar minyak kernel panen kedua adalah 46.52%. Kadar minyak biji pada panen pertama tertinggi dicapai oleh genotipe Lombok Tengah (36.00%). Pada panen kedua kadar minyak biji tertinggi ini dicapai genotipe Sumbawa (34.96%). Analisis Korelasi dan Analisis Lintas Karakter hasil adalah sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh sejumlah gen. Untuk menduga hubungan antar karakter dengan hasil dihitung melalui korelasi yang disajikan dalam Lampiran 6. Karakter kuantitatif yang berkorelasi positif nyata dengan bobot kering biji per tanaman adalah jumlah cabang

17 42 sekunder, jumlah cabang produktif, panjang tangkai daun tua, jumlah daun, jumlah malai per tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot basah buah, panjang biji, jumlah biji per tanaman, bobot kering biji dan bobot 100 biji. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terdapat perubahan pada karakter tersebut maka perubahan tersebut akan mempengaruhi bobot kering biji per tanaman. Hubungan antara tinggi tanaman saat muncul bunga pertama, umur berbunga dan umur panen dengan bobot kering biji per tanaman berkorelasi negatif dan sangat nyata. Hal ini berarti bobot kering tanaman akan bertambah jika ketiga karakter tersebut menurun. Pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa karakter kuantitatif terhadap bobot kering biji per tanaman disajikan pada Tabel 17. Dari delapan belas karakter kuantitatif yang dianalisis pengaruh langsung maupun tidak langsungnya terhadap bobot kering biji per tanaman, tidak seluruhnya memberikan pengaruh langsung yang besar. Tabel 17. Pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa karakter dengan bobot kering biji per tanaman Karakter Pengaruh tidak langsung melalui X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X X X X X X X X X X X X X X X X X X Keterangan: ** = nyata pada tingkat signifikan 1%; Nilai sisa = ; Angka yang bergaris bawah pada diagonal = pengaruh langsung; Angka di atas dan di bawah diagonal= pengaruh tidak langsung; X1= Tinggi tanaman pada saat muncul bunga pertama; X2=Jumlah cabang sekunder; X3=Jumlah cabang produktif; X4=Panjang tangkai daun tua; X5=Jumlah daun saat muncul bunga pertama; X6= Umur berbunga; X7= Jumlah malai per tanaman; X8= Umur panen; X9= Jumlah buah per tanaman

18 43 Tabel 17. Pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa karakter dengan bobot kering biji per tanaman (lanjutan) Karakter Pengaruh tidak langsung melalui X 10 X 11 X 12 X 13 X 14 X 15 X 16 X 17 X 18 Pengaruh total X ** X ** X ** X ** X ** X ** X ** X ** X ** X ** X ** X ** X ** X ** X X X X Keterangan: ** = nyata pada tingkat signifikan 1%; Nilai sisa = ; Angka yang bergaris bawah pada diagonal = pengaruh langsung; Angka di atas dan di bawah diagonal= pengaruh tidak langsung; X10= Bobot basah buah rata-rata; X11= Panjang biji; X12= Jumlah biji per tanaman; X13= Bobot kering biji rata-rata; X14= Bobot 100 biji; X15= Kadar minyak kernel panen pertama; X16= Kadar minyak biji panen pertama; X17= Kadar minyak kernel panen kedua; X18= Kadar minyak biji panen kedua Terdapat dua karakter yang memiliki pengaruh langsung yang besar dan positif terhadap bobot kering biji per tanaman yaitu jumlah malai per tanaman dan jumlah biji per tanaman. Karakter jumlah malai per tanaman (X 7 ) berkorelasi positif sangat nyata (r 7 y = 0.98) dan memiliki pengaruh langsung yang positif (P 7 y = 0.51). Demikian juga untuk jumlah biji per tanaman, karakter ini berkorelasi positif sangat nyata dengan bobot kering biji per tanaman (r 12 y = 0.99) memiliki nilai yang hampir sama dengan pengaruh langsungnya (P 12 y = 1.10). Semakin banyak jumlah malai per tanaman dan jumlah biji per tanaman maka bobot kering biji per tanaman juga akan semakin besar. Tingginya hubungan langsung pada kedua karakter tersebut menunjukkan bahwa karakter jumlah malai per tanaman dan jumlah biji per tanaman merupakan karakter penting yang menentukan bobot kering biji per tanaman. Peningkatan nilai kedua karakter ini akan selalu diikuti oleh peningkatan bobot kering biji per tanaman.

19 44 Karakter jumlah buah per tanaman berkorelasi positif sangat nyata dengan bobot kering biji per tanaman (r 9 y =0.99) namun pengaruh langsung dari karakter jumlah buah per tanaman bernilai negatif (P 9 y = -0.57). Singh dan Chaudhary (1979) menyatakan bila koefisien korelasi antara faktor-faktor penyebab dan akibat hampir sama dengan nilai koefisien lintasannya, maka korelasi menyatakan hubungan yang benar dan akan menghasilkan seleksi tanaman yang efektif. Dengan demikian karakter jumlah biji per tanaman dan jumlah malai per tanaman dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk hasil tinggi. Jika korelasi bernilai positif tetapi pengaruh langsungnya bernilai negatif atau bernilai kecil, maka pengaruh tak langsunglah yang menyebabkan korelasi tersebut. Gambar 11. Diagram lintas beberapa karakter kuantitatif dengan bobot kering biji per tanaman Karakter jumlah buah per tanaman memiliki korelasi positif dan sangat nyata disebabkan oleh pengaruh tidak langsung melalui karakter jumlah malai per tanaman (P 7 r 7,9 = 0.51) dan pengaruh tidak langsung melalui jumlah biji per tanaman (P 12 r 12,9 = 1.09). Hubungan antara bobot kering biji per tanaman dengan beberapa karakter kuantitatif digambarkan melalui diagram lintas (Gambar 11). Karakter tinggi tanaman pada saat muncul bunga pertama, jumlah cabang

20 45 sekunder, jumlah cabang produktif, panjang tangkai daun tua, jumlah daun saat muncul bunga pertama, umur berbunga, umur panen, jumlah buah per tanaman, bobot basah buah rata-rata, panjang biji, bobot kering biji, bobot 100 biji memberikan pengaruh langsung yang sangat kecil terhadap bobot biji per tanaman. Pendugaan Parameter Genetik Pendugaan parameter genetik bertujuan untuk mengetahui potensi genetik delapan genotipe jarak pagar yang diuji. Analisis dilakukan terhadap ragam genotipe, ragam fenotipe, heritabilitas arti luas, koefisien keragaman genetik dan koefisien keragaman fenotipe. Hasil analisis nilai duga parameter genetik disajikan pada Tabel 18. Tabel. 18. Parameter genetik beberapa karakter kuantitatif Karakter Rataan umum Ragam genotipe (Vg) Ragam fenotipe (Vp) h 2 (bs) Kritteria h 2 bs KKG Kriteria KKG KKP JCSKUN tinggi agak rendah JCPROD tinggi cukup tinggi SDTCBG sedang 3.66 rendah 6.04 JD tinggi 14.6 rendah UB tinggi 8.63 rendah 9.47 JBJANTAN sedang rendah JMALAI tinggi tinggi UPANEN tinggi 5.6 rendah 7.31 JBUAH tinggi tinggi PBIJI tinggi 3.33 rendah 4.52 JBTAN tinggi tinggi 72.9 B100BJ sedang 2.83 rendah 4.15 BKBTAN tinggi tinggi 78.7 BKBJPETAK tinggi tinggi BKBJha tinggi tinggi 78.7 Keterangan: Vg = ragam genotipe; Vp = ragam fenotipe; h 2 (bs) = heritabilitas arti luas; KKG = koefisien keragaman genetik; KKP = koefien keragaman fenotipe; JCPRIM= jumlah cabang primer; JCSKUN= jumlah cabang sekunder; JCPROD = jumlah cabang produktif; SDTCBG= sudut cabang primer; JD= jumlah daun saat muncul bunga pertama; UB= umur berbunga; JBJANTAN= jumlah bunga jantan per malai; JMALAI= jumlah malai per tanaman; UPANEN= umur panen; JBUAH= jumlah buah per tanaman; PBIJI= panjang biji; JBTAN= jumlahh biji per tanaman; B100BJ= bobot 100 biji; BKBTAN= bobot kering biji per tanaman; BKBJPETAK= bobot kering biji per petak; BKBJha= bobot kering biji per hektar Nilai duga heritabilitas arti luas terhadap beberapa karakter kuantitatif berkisar antara 36.77% untuk sudut cabang primer dan 86.09% untuk jumlah

21 46 cabang produktif. Berdasarkan kriteria Stanfield (1983), nilai heritabilitas karakter sudut cabang primer (36.77%), jumlah bunga jantan per malai (42.57%) dan bobot 100 biji (46.42%) tergolong sedang. Karakter jumlah cabang sekunder (65.79%), jumlah cabang produktif (86.09%), jumlah daun saat muncul bunga pertama (72.10%), umur berbunga (83.09%), jumlah malai per tanaman (83.01%), umur panen (58.57%), jumlah buah per tanaman (82.48%), panjang biji (54.41%), jumlah biji per tanaman (77.60%), bobot kering biji per tanaman (74.31%) dan bobot kering biji per petak (74.31%) dan bobot kering biji per hektar (74.31%) memiliki nilai heritabilitas yang tergolong tinggi. Karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih dominan terhadap karakter yang ditampilkan tanaman karena faktor genetiknya memberi sumbangan yang lebih besar dibanding faktor lingkungan. Koefisien keragaman genetik (KKG) dan fenotipe (KKP) delapan genotipe jarak pagar berkisar antara % dan %. Dari nilai KKG absolut % ditetapkan nilai relatifnya. Nilai absolut 72.37% sebagai nilai relatif 100%. Kriteria KKG relatif adalah rendah (0 < x < 25%), agak rendah (25% < x < 50%), cukup tinggi (50% < x < 75%), dan tinggi (75% < x 100%) (Moedjiono dan Mejaya 1994). Jadi nilai absolut kriteria tersebut adalah rendah (0% < x < 18.09%), agak rendah (18.09% < x < 36.19%), cukup tinggi (36.19% < x < 54.28%) dan tinggi (54.28% < x 72.37%). Karakter dengan KKG relatif rendah dan agak rendah digolongkan sebagai karakter yang memiliki keragaman genetik sempit, sedangkan karakter dengan kriteria KKG relatif cukup tinggi dan tinggi digolongkan sebagai karakter yang memiliki keragaman genetik luas. Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat karakter dengan KKG tergolong rendah yaitu sudut cabang primer, jumlah daun saat muncul bunga pertama, umur berbunga, jumlah bunga jantan per malai, umur panen, panjang biji, bobot 100 biji, dan karakter yang memiliki KKG agak rendah yaitu jumlah cabang sekunder. Karakter kuantitatif yang memiliki KKG tergolong cukup tinggi yaitu jumlah cabang produktif dan karakter dengan KKG tergolong tinggi yaitu jumlah malai per tanaman, jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak dan bobot kering biji per hektar.

22 47 Terdapat tujuh karakter yang memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi dan koefisien keragaman genetik (KKG) yang luas. Karakter tersebut adalah jumlah cabang produktif, jumlah malai per tanaman, jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak dan bobot kering biji per hektar. Karakter yang memiliki ragam genetik luas berarti bahwa seleksi terhadap karakter tersebut berlangsung efektif dan mampu meningkatkan potensi genetik karakter pada generasi selanjutnya (Zen dan Bahar 2001). Seleksi dapat dilakukan lebih leluasa pada karakter yang mempunyai ragam genetik luas dan dapat digunakan dalam perbaikan genotipe. Berdasarkan informasi korelasi, pengaruh langsung dan tidak langsung serta heritabilitas maka karakter jumlah biji per tanaman dan jumlah malai per tanaman merupakan karakter seleksi yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil bobot kering biji per tanaman. Seleksi pada kedua karakter ini akan efektif, karena mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi, berkorelasi positif terhadap hasil dan memiliki nilai korelasi yang hampir sama dengan pengaruh langsungnya serta kedua karakter ini memiliki ragam genetik yang luas. Karakter-karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi akan diwariskan secara kuat terhadap keturunannya, sehingga akan memberikan respon seleksi yang cepat. Analisis Kekerabatan Berdasarkan Karakter Kualitatif Matrik kemiripan karakter kualitatif disajikan pada Tabel 19. Matrik kemiripan menunjukkan rentang kemiripan berkisar antara Nilai koefisien fenotipik tertinggi yaitu 1.00 diperoleh pada genotipe Lombok Barat dengan IP-1M, Bima dengan IP-1M, Lombok Timur dengan Lombok Tengah, dan Lombok Barat dengan Bima. Nilai koefisien fenotipik terendah diperoleh genotipe IP-2P dengan Lombok Timur yaitu Hasil analisis data dari karakter kualitatif berdasarkan koefisien kemiripan yang diukur dengan menggunakan analisis pengelompokan jarak genetik menghasilkan suatu dendrogram. Kedelapan genotipe jarak pagar memiliki

23 48 kemiripan berkisar antara % atau terdapat keragaman morfologi sebesar 0-14 % (Gambar 12). Tabel 19. Matrik kemiripan 8 genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) berdasarkan data kualitatif Genotipe IP1A IP1M IP2P Lotim Lobar Loteng Sumbawa Bima IP1A IP1M IP2P Lotim Lobar Loteng Sumbawa Bima Keteragan: Lobar= genotipe Lombok Barat; Lotim= genotipe Lombok Timur; Loteng= genotipe Lombok Tengah Pada tingkat kemiripan 93 % diperoleh tiga kelompok, kelompok A terdiri atas genotipe IP-1A, IP-1M, Lombok Barat, Bima, Lombok Timur dan Lombok Tengah, kelompok B dan C masing masing hanya terdiri atas satu genotipe, yaitu di kelompok B genotipe Sumbawa dan kelompok C genotipe IP-2P. Genotipe IP-2P tidak berada pada kelompok A dan B, hal ini kemungkinan karena adanya perbedaan dalam warna daun muda, warna daun tua dan bentuk buah. Warna daun muda pada saat pengamatan umumnya berwarna coklat. Pada genotipe IP-2P sebagian besar dari populasi pada umur pengamatan tersebut daun muda berwarna hijau kekuningan. Selain itu warna daun tua berwarna hijau dan bentuk buah agak elips. IP1A IP1M Lobar Bima A Lotim Loteng Koefisien kemiripan Sumbawa Gambar 12. Dendrogram 8 genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) berdasarkan karakter kualitatif IP2P B C

24 49 Kelompok A yang terdiri atas genotipe IP-1A, IP-1M, Lombok Barat, Bima, Lombok Timur dan Lombok Tengah mempunyai kesamaan pada karakter tipe tanaman, warna batang muda, warna batang tua, bentuk batang, bentuk daun, panjang pangkal daun berlekuk, bentuk ujung daun, tipe tulang daun, bulu pada daun muda, warna daun muda, tekstur permukaan daun bagian atas dan bagian bawah pada daun muda dan daun tua, warna kepala sari, warna kepala putik, warna buah muda, warna buah masak, bentuk buah dan bentuk biji. Nilai korelasi matrik kesamaan MxComp sebesar r = 0.887, artinya dendrogram yang dihasilkan dengan goodness of fit sesuai menggambarkan pengelompokan delapan genotipe jarak pagar tersebut. Analisis Kekerabatan Berdasarkan Karakter Kuantitatif Karakter yang digunakan dalam pengelompokan ini adalah karakter kuantitatif yang menunjukkan perbedaan nyata pada taraf α= 5%. Karakter tersebut adalah jumlah cabang sekunder, jumlah cabang produktif, sudut cabang primer, jumlah daun saat muncul bunga pertama, umur berbunga, jumlah bunga jantan per malai, jumlah malai per tanaman, umur panen, jumlah buah per tanaman, panjang biji, jumlah biji per tanaman, bobot 100 biji, bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak, bobot kering biji per hektar dan kadar minyak biji. Hasil analisis pengelompokan dari karakter kuantitatif disajikan dalam bentuk matrik kemiripan (Tabel 20). Tabel 20. Matrik kemiripan 8 genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) berdasarkan data kuantitatif Genotipe IP1A IP1M IP2P Lotim Lobar Loteng Sumbawa Bima IP1A IP1M IP2P Lotim Lobar Loteng Sumbawa Bima Keteragan: Lobar= genotipe Lombok Barat; Lotim= genotipe Lombok Timur; Loteng= genotipe Lombok Tengah

25 50 Nilai koefisien kemiripan tertinggi yaitu 0.83 diperoleh pada genotipe Lombok Timur dan Lombok Tengah. Nilai koefisien kemiripan terendah diperoleh genotipe IP-2P dengan Lombok Barat dan IP-2P dengan Bima yaitu Hasil analisis data dari karakter kuantitatif berdasarkan koefisien kemiripan yang diukur dengan menggunakan analisis pengelompokan jarak genetik menghasilkan suatu dendrogram. Kedelapan genotipe jarak pagar memiliki kemiripan berkisar antara 9-83% atau terdapat keragaman morfologi sebesar 17-81% (Gambar 13). IP-1A IP-1M A Lotim Loteng Bima B Lobar Sumbawa IP-2P C Koefisien kemiripan Gambar 13. Dendrogram 8 genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) berdasarkan karakter kuantitatif Delapan genotipe jarak pagar pada koefisien kemiripan 0.46 dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok A hanya terdiri atas genotipe IP-1A. Kelompok B terdiri atas genotipe IP-1M, Lombok Timur, Lombok Tengah, Bima, Lombok Barat dan Sumbawa. Genotipe IP-2P berdasarkan karakter kuantitatif termasuk dalam kelompok C (Gambar 13). Nilai korelasi matrik kesamaan MxComp sebesar r = 0.975, artinya dendrogram yang dihasilkan dengan goodness of fit sangat sesuai menggambarkan pengelompokan delapan genotipe jarak pagar tersebut.

26 51 Analisis Kekerabatan Berdasarkan Isozim Kelima isozim (peroksidase, esterase, alkohol dehidrogenase, aspartat aminotransferase dan malat dehidrogenase) yang dicobakan memberikan polimorfisme pada pola pitanya. Wendel dan Weeden (1989) mengemukakan bahwa pola pita isozim yang polimorfik dapat diinterpretasikan sebagai susunan genetik dari individu, karena enzim adalah produk langsung dari gen. Oleh karena itu tidak setiap enzim akan cocok untuk suatu tanaman atau akan terjadi keragaman polimorfisme dari setiap enzim yang diuji. Hasil lima macam isozim yang digunakan menunjukkan jumlah variasi pola pita yang terbentuk setiap enzim berbeda, kecuali untuk enzim aspartat aminotransferase (AAT) dan malat dehidrogenase (MDH) memiliki jumlah pola pita yang sama yaitu dua variasi pola pita. Pengamatan terhadap analisis isozim dengan enzim peroksidase (PER) menunjukkan adanya dua daerah aktif. Pada delapan genotipe yang diuji pada penelitian ini variasi pola pita yang terbanyak ditunjukkan oleh enzim peroksidase (PER) (Gambar 14-15). Sistem enzim peroksidase (PER) menunjukkan tujuh variasi pola pita. Genotipe IP-1A, IP-1M, IP-2P, Lombok Barat, Sumbawa dan Bima memiliki pola pita yang saling berbeda satu dengan yang lain, sementara itu untuk genotipe Lombok Timur dan Lombok Tengah memiliki variasi pola pita yang sama yaitu pola pita keempat. IP-1A IP-1M IP-2P Lotim (+) Lobar Loteng Smbw Bima 0 (-) Gambar 14. Variasi pola pita isozim PER pada 8 genotipe jarak pagar

27 52 Pola pita Gambar 15. Interpretasi pola pita PER dari 8 genotipe jarak pagar Enzim esterase (EST) menghasilkan jumlah pola pita sebanyak 4 variasi pola pita yang berada dalam satu daerah aktif (Gambar 16-17). Genotipe IP-1A, IP-2P, Lombok Tengah, Sumbawa dan Bima mempunyai variasi pola pita yang sama yaitu pola pita pertama. Variasi pola pita kedua dimiliki oleh genotipe IP- 1M, variasi pola pita ketiga dimiliki oleh genotipe Lombok Timur dan variasi pola pita keempat dimiliki oleh genotipe Lombok Barat. (+) IP-1A IP-1M IP-2P Lotim Lobar Loteng Smbw Bima 0 Gambar 16. Variasi pola pita isozim EST pada 8 genotipe jarak pagar Pola pita Gambar 17. Interpretasi pola pita EST dari 8 genotipe jarak pagar

28 53 Enzim alkohol dehidrogenase (ADH) membedakan genotipe ke dalam tiga variasi pola pita yang berada dalam satu daerah aktif dengan satu sampai tiga alel. Genotipe Bima, Sumbawa, Lombok Tengah, Lombok Timur, IP-2P dan IP-1M memiliki variasi pola pita yang sama yaitu pola pita kesatu yang terdiri atas tiga alel. Genotipe Lombok Barat memiliki variasi pola pita kedua yang hanya terdiri dari satu alel. Variasi pola pita ketiga dimiliki oleh genotipe IP-1A dengan dua alel. Hasil analisis isozim genotipe jarak pagar dengan enzim alkohol dehidrogenase (ADH) disajikan pada Gambar (+) Bima Smbw Loteng Lobar Lotim IP-2P IP-1M IP-1A 0 Gambar 18. Variasi pola pita isozim ADH pada 8 genotipe jarak pagar Pola pita Gambar 19. Interpretasi pola pita ADH dari 8 genotipe jarak pagar Pada enzim malat dehidrogenase (MDH) delapan genotipe jarak pagar yang diamati hanya dibedakan menjadi dua pola pita yang berada dalam satu daerah aktif dengan dua sampai tiga alel. Genotipe IP-1A, IP-1M, IP-2P, Lombok Timur, Lombok Tengah, Sumbawa dan Bima memiliki kesamaan variasi pola pita yaitu pola pita pertama dengan masing masing genotipe memiliki tiga alel. Hanya genotipe Lombok Barat yang mempunyai pola pita kedua dan memiliki dua alel (Gambar 20-21).

29 54 IP-1A IP-1M IP-2P Lotim Lobar Loteng Smbw Bima (+) 0 Gambar 20. Variasi pola pita isozim MDH pada 8 genotipe jarak pagar Pola pita Gambar 21. Interpretasi pola pita MDH dari 8 genotipe jarak pagar Seperti halnya enzim malat dehidrogenase (MDH), enzim aspartat aminotransferase (AAT) membedakan genotipe jarak pagar yang diamati ke dalam dua variasi pola pita dengan satu daerah aktif dan memiliki dua sampai tiga alel. Genotipe IP-1A, IP-1M, IP-2P, Lombok Barat dan Bima memiliki variasi pola pita yang sama yaitu pola pita kesatu dengan masing masing genotipe memiliki dua alel. Genotipe Lombok Timur, Lombok Tengah dan Sumbawa memiliki variasi pola pita kedua dengan masing-masing tiga alel. Hasil analisis isozim genotipe jarak pagar dengan enzim aspartat aminotransferase (AAT) disajikan pada Gambar IP-1A IP-1M IP-2P Lotim Lobar Loteng Smbw Bima (+) 0 Gambar 22. Variasi pola pita isozim AAT pada 8 genotipe jarak pagar

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di kebun percobaan IPB Cikabayan. Analisis isozim dan pengujian kadar minyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal LAMPIRAN 41 42 Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal Variabel Satuan Nilai Kriteria Tekstur Pasir Debu Liat % % % 25 46 29 Lempung berliat ph (H 2 O) 5.2 Masam Bahan Organik C Walklel&Black N Kjeidahl

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan Yij : µ + τi + pj + εij ; i : 1,2,3.,8 ; j : 1,2,3

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan Yij : µ + τi + pj + εij ; i : 1,2,3.,8 ; j : 1,2,3 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun Percobaan Cikabayan (University Farm) Institut Pertanian Bogor dengan ketinggian tempat 240 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi penelitian terletak di Kebun Percobaan Leuwikopo. Lahan yang digunakan merupakan lahan yang biasa untuk penanaman cabai, sehingga sebelum dilakukan penanaman,

Lebih terperinci

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun LAMPIRAN Lampiran 1. Skoring sifat dan karakter tanaman cabai 1. Tinggi tanaman : Tinggi tanaman diukur mulai dari atas permukaan tanah hingga ujung tanaman yang paling tinggi dan dinyatakan dengan cm.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

Lampiran 1 Deskripsi sifat varietas pembanding (Deptan 2011)

Lampiran 1 Deskripsi sifat varietas pembanding (Deptan 2011) 36 Lampiran 1 Deskripsi sifat varietas pembanding (Deptan 2011) SK Anjasmoro Wilis Slamet Tanggamus 537/Kpts/TP.240/10/200 1 tanggal 22 Oktober 2001 TP 240/519/Kpts/7/1983 tanggal 21 Juli 1983 Tahun 2001

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB LAMPIRAN 34 35 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Data analisa Kandungan Kriteria (*) ph (H 2 O 1:1) 5.20 Masam C-organik (%) 1.19 Rendah N-Total 0.12 Rendah P (Bray 1) 10.00

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Studi Fenologi Pembungaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Studi Fenologi Pembungaan 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Fenologi Pembungaan Studi fenologi pembungaan jarak kepyar dilaksanakan di Kebun Raya Bogor, dengan ketinggian lahan ± 260 m di atas permukaan laut (Subarna 2003). Curah hujan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa. 6 3 lintas, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: 1. Apabila koefisien korelasi antara peubah hampir sama dengan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Jagung Manis Varietas Bonanza. : Dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Pengembangan PT. East West Seed Indonesia.

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Jagung Manis Varietas Bonanza. : Dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Pengembangan PT. East West Seed Indonesia. 49 Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Jagung Manis Varietas Bonanza Asal Tanaman Golongan Umur Batang Tinggi Tanaman Tinggi letak tongkol Warna daun Keseragaman tanaman Bentuk malai Warna malai Warna sekam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007. 76 Lampiran 1. Deskripsi varietas jagung hibrida Bima3 DESKRIPSI VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BIMA3 Tanggal dilepas : 7 Februari 2007 Asal : Silang tunggal antara galur murni Nei 9008 dengan galur murni Mr14.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198)

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008 Tanggal : 28 Maret 2008 Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198 DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dilahan Pertanian, Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat 25 meter di atas permukaan laut, yang di mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman semusim yang mempunyai dua macam akar yaitu akar kecambah dan akar adventif. Akar adventif ini nantinya akan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif Tabel 4 menunjukkan kuadrat nilai tengah pada analisis ragam untuk tinggi tanaman, tinggi tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor

Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor LAMPIRAN 147 148 Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor Sifat kimia Nomor ph(1:5) Hasil analisis dihitung berdasarkan contoh tanah kering

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sertifikat hasil pengujian jenis contoh tanah top soil

Lampiran 1. Sertifikat hasil pengujian jenis contoh tanah top soil Lampiran 1. Sertifikat hasil pengujian jenis contoh tanah top soil No Jenis Analisis Nilai Metode 1. C-Organik (%) 1.53 Spectrophotometry 2. N-Total (%) 0.16 Kjeldahl 3. P-Bray I (ppm) 16.31 Spectrophotometry

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Bawang Merah Varietas Tuk Tuk

Lampiran 1. Deskripsi Bawang Merah Varietas Tuk Tuk Lampiran 1. Deskripsi Bawang Merah Varietas Tuk Tuk Asal : PT. East West Seed Philipina Silsilah : rekombinan 5607 (F) x 5607 (M) Golongan varietas : menyerbuk silang Tipe pertumbuhan : tegak Umur panen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Sumanto, L. Pramudiani dan M. Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalinatan Selatan ABSTRAK Kegiatan dilaksanakan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 s/d Januari 2016. Lokasi penelitian berada di Desa Giriharjo, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh 81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan Bentuk tanaman Tinggi tanaman Umur tanaman : hibrida : tegak : 110-140 cm : mulai berbunga 65 hari mulai panen 90 hari Bentuk kanopi : bulat Warna batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Tanah gambut terbentuk dari bahan organik sisa tanaman yang mati diatasnya, dan karena keadaan lingkungan yang selalu jenuh air atau rawa, tidak memungkinkan terjadinya proses

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 2 Pengaruh media terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada sebelas aksesi jarak pagar

HASIL. Tabel 2 Pengaruh media terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada sebelas aksesi jarak pagar 3 HASIL Respon pertumbuhan tanaman terhadap Media berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot kering akar, panjang akar primer tunggang, panjang akar primer samping, diameter akar primer tunggang,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 7 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Ketileng, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro pada bulan April Oktober 2015. B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

Deskripsi Mentimun Hibrida Varietas MAGI F M. Bentuk penampang melintang batang : segi empat

Deskripsi Mentimun Hibrida Varietas MAGI F M. Bentuk penampang melintang batang : segi empat Lampiran 1. Deskripsi Mentimun Hibrida Varietas MAGI F1 Golongan varietas : hibrida pesilangan 12545 F X 12545M Umur mulai berbunga : 32 hari Umur mulai panen : 41-44 hari Tipe tanaman : merambat Tipe

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga percobaan sebagai berikut: 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 2. Studi Keragaan Karakter Agronomis

Lebih terperinci