UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 i UNIVERSITAS INDONESIA KOMPOSIT MATRIKS KERAMIK AL 2 O 3 / HASIL PROSES DIRECTED MELT OXIDATION (DIMOX) DISERTASI Oleh G. N. ANASTASIA SAHARI DISERTASI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI PERSYARATAN PROGRAM DOKTOR BIDANG METALURGI DAN MATERIAL DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL GANJIL 2011/2012

2

3 iii

4 iv UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas berkat dan rahmat-nya. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Anne Zulfia, M.Sc sebagai Promotor dan Prof. Dr. Eddy S. Siradj, M.Eng selaku Ko-Promotor yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi pengarahan, diskusi dan bimbingan serta persetujuan sehingga disertasi ini dapat selesai dengan baik. 2. Prof. Dr.-Ing. Bambang Suharno selaku Ketua Departemen Teknik Metalurgi & Material. 3. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi, Dr. Ir. Dedi Priadi DEA, Dr. Ir. Sutopo, M.Sc, Dr. Rudi Subagja dan Dr. Derry Pantjadarma, M.Sc sebagai penguji yang telah memberikan saran demi kesempurnaan disertasi ini. 4. Prof. Dr. Pasolang Pasapan SH, MH selaku Rektor Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar dan Bapak Litha Brent, SE selaku Ketua Yayasan PIKI Paulus yang memberikan kesempatan untuk studi. 5. Bapak i Utomo selaku Direktur Utama PT. Arezda Purnama Loka, Bapak Ir. CH. Kumenit selaku Manager Representative dan managemen PT. Arezda Purnama Loka yang telah memberikan kelonggaran waktu kerja dalam penyelesaian disertasi ini. 6. Seluruh Staf Pengajar Departemen Metalurgi dan Material FTUI yang selalu memberikan dukungan. 7. Seluruh karyawan Departemen Metalurgi dan Material FT UI yang telah memberikan bantuan. 8. Team Engineering PT. Arezda Purnama Loka, Pak Ghazali, Nicodemus, Novianto, Robby, Rudy, Vikky, Putra, Mas Ryantono, Iik Nurhikmah dan Ainun Kurniaty atas pengertiannya. 9. Yogi Sugiharto dan kakak-kakakku Selfi, Munirman, Dewi, Rachmat, Ricky, Diah dan seluruh keponakanku Nino, Sitha, Tya, None, Yanti, Boy, Ashar, Beby dan Dika yang telah memberikan dukungan moril dan motivasi yang tiada habisnya. Besar harapan penulis agar karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia khususnya dalam bidang Komposit Material. Depok, Nopember 2011 Penulis

5

6 vi KOMPOSIT MATRIKS KERAMIK AL 2 O 3 / HASIL PROSES DIRECTED MELT OXIDATION (DIMOX) ABSTRAK Komposit keramik yang berbasis 2 O 3 adalah material yang potensial untuk aplikasi temperatur tinggi. Reaksi antarmuka yang terjadi diantara matriks dan penguat penting dan merupakan penentu atau peran kunci dalam kemajuan aplikasi dari komposit keramik. Proses directed metal oxidation (dimox) merupakan salah satu proses pembuatan komposit matriks keramik yang fleksibel dan menawarkan kemampuan untuk membentuk komposit near-net shape dengan bermacam-macam komposisi dan mikrostruktur. Keberhasilan pembuatan komposit 2 O 3 / dengan proses ini dipengaruhi oleh dopant, waktu tahan, temperatur dan atmosfir tempat berlangsungnya proses. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menghasilkan komposit matriks keramik yang memiliki sifat mekanik yang baik dan antarmuka yang baik pula sebagai hasil dari reaksi antarmuka matriks dan penguat dalam meningkatkan ketangguhan dari matriks keramik. Temperatur proses yang digunakan 1100 o C, 1200 o C dan 1300 o C dengan lamanya pemanasan 10 jam, 15 jam dan 24 jam untuk lingkungan atm dan temperatur proses yang digunakan untuk lingkungan N 2 adalah 1100 o C, 1150 o C dan 1200 o C dengan lamanya pemanasan 15 jam dengan persentase Mg sebagai dopant 5, 8, 10, 12 %. Hasil penelitian menunjukkan kedalaman infiltrasi maksimum dicapai pada waktu tahan proses 24 jam dengan 12% Mg dan temperatur 1300 o C sebesar 29,34 mm, densitas maksimum dicapai pada waktu tahan proses 24 jam dengan 8% Mg pada temperatur 1100 o C sebesar 3,50 gr/cm 3, kekerasan mikro optimum dicapai pada waktu tahan proses 24 jam dengan 8% Mg dan temperatur 1100 o C sebesar 1221 VHN, nilai fracture toughness maksimum pada waktu tahan proses 24 Jam dengan persentase 5% Mg dan temperatur 1300 o C sebesar 8,25 MPa.m 1/2. Reaksi antarmuka yang terbentuk dalam KMK 2 O 3 / adalah 2 O 3, Mg 2 O 4, Mg 3 N 2, N, SiO and MgSiO 3. Kata kunci: komposit matriks keramik, dimox, Vickers, fracture toughness

7 vii 2 O 3 / CERAMIC MATRIX COMPOSITES PRODUCED by DIRECTED MELT OXIDATION PROCESS (DIMOX) ABSTRACT 2 O 3 based ceramic composites are potential materials for advanced temperature applications. Interfacial reaction that occurs between the matrix and the reinforcement is the critical, determinant and the key role in advancing the application of ceramic composites. Directed melt oxidation (dimox) process is one of the flexible way to produce ceramic matrix composites that offer the ability to form near-net shape composites in various compositions and microstructures. The successful manufacturing of 2 O 3 / composite using dimox process is influenced by the dopant, holding time, temperature and the atmospheric circumstances on the site of the process. The research was performed in order to produce ceramic matrix composites that have reliable mechanical properties and good interface as a result of matrix interface and reinforcement reaction in improving the toughness of matrix ceramic. Process temperature was set up at 1100 C, 1200 C and 1300 C for 10 hours, 15 hours and 24 hours in furnace atmosphere, while the temperature process was set up at 1100 C, 1150 C and 1200 C in N 2 atmosphere for 15 hours with the same Mg content various from 5, 8, 10 and 12% wt of Mg as the dopant. The results indicated that the maximum depth of infiltration was mm achieved in 24 hours sample with 12% wt of Mg at 1300 C. Generated density was 3.50 gr/cm 3 which was the maximum density after 24 hours of the process with 8% wt of Mg at 1100 C. The optimum microhardness of 1221 VHN was achieved in 24 hours at 1100 C with 8% wt of Mg. The maximum value of fracture toughness of 8.25 MPa.m 1/2 which was achieved in 24 hours for sample with 5% wt of Mg at 1300 C. The interfacial reaction was analyzed by XRD, content of phase that was formed by 2 O 3 / CMCs were 2 O 3, Mg 2 O 4, Mg 3 N 2, N, SiO and MgSiO 3. Keywords: CMCs, dimox, Vickers, fracture toughness

8 viii DAFTAR ISI JUDUL PENELITIAN PENYATAAN KEASLIAN DISERTASI PENGESAHAN UCAPAN TERIMAH KASIH PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN Halaman i ii iii iv v vi viii xi xvi xvii I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG HIPOTESIS ROAD MAP PENELITIAN STATE OF THE ART PENELITIAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KOMPOSIT MATRIKS KERAMIK (KMK) TEKNIK PEMBUATAN KMK ANTARMUKA MATRIKS PENGUAT KEMAMPUAN PEMBASAHAN (WETTABILITY) PENGARUH WAKTU PENGARUH DOPANT TERHADAP PERTUMBUHAN 18 PRODUK REAKSI 2.7 PENGARUH TEMPERATUR MATERIAL PEMBENTUK KOMPOSIT MATRIKS 23 KERAMIK (KMK) umina uminium Magnesium FABRIKASI KMK DENGAN PROSES DIRECTED 25 METAL OXIDATION (DIMOX)

9 ix 2.10 MEKANISME PEMBENTUKAN REAKSI PRODUK 27 DALAM SISTEM KMK 2 O 3 / III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN PEMBUATAN KMK 2 O 3 / PRODUK DIMOX PROSES Pembuatan KOMPOSIT MATRIKS KERAMIK 32 (KMK) Bahan-bahan KMK yang Digunakan Susunan Percobaan Proses Pembuatan KMK dengan 33 Directed Metal Oxidation (DIMOX) Preparasi Sampel Pembuatan Sampel Pengkodean Sampel Pengukuran Kedalaman Infiltrasi Karakterisasi Komposit Matriks Keramik (KMK) Pengujian Densitas dan Porositas (ASTM C 20-92) 38 Prinsip Archimedes Pengujian Kekerasan Ketangguhan (Fracture Toughness /Kc) Pengamatan Metalografi Mikroskop Optik Scanning Electron Microscop (SEM) dan EDX 42 (ASTM E ) Pengamatan XRD 43 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 KEDALAMAN INFILTRASI Pengaruh Persentase Mg dan Waktu Tahan Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur pada 58 Lingkungan Gas 4.2 DENSITAS DAN POROSITAS Pengaruh Persentase Mg dan Waktu Tahan terhadap 64 Densitas dan Porositas Komposit 2 O 3 / Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur Densitas 68 dan Porositas Komposit 2 O 3 / Pengaruh Persentase Mg dan Waktu Temperatur pada 73 Lingkungan Gas 4.3 KEKERASAN Pengaruh Persentase Mg dan Waktu Tahan Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur dalam 83 Llingkungan Gas 4.4 KETANGGUHAN KOMPOSIT 2 O 3 / Pengaruh Persentase Mg dan Waktu Tahan terhadap 86 Ketangguhan Komposit 2 O 3 / Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur terhadap 87

10 x Ketangguhan Komposit 2 O 3 / Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur terhadap 89 Ketangguhan Komposit 2 O 3 / dalam Lingkungan Gas 4.5 REAKSI ANTARMUKA KOMPOSIT 2 O 3 / Pengaruh Persentase Mg dan Waktu Tahan terhadap 91 Reaksi Antarmuka Komposit 2 O 3 / Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur dalam 110 lingkungan gas V. KESIMPULAN DAN SARAN 115 DAFTAR ACUAN 117 LAMPIRAN 123

11 xi DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Road map penelitian 5 Gambar 2.1 Perbandingan kurva tegangan regangan untuk 8 keramik monolitik dengan KMK Gambar 2.2 Teknik Deposisi fasa Gas 10 Gambar 2.3 Skematik proses Lanxide 11 Gambar 2.4 Interfacial layer antara dan 2 O 3 12 Gambar 2.5 Cairan dalam Kesetimbangan dengan Zat Padat dan Uap 14 Gambar 2.6 Besarnya sudut kontak / 2 O 3 terhadap waktu 15 kontak (φ) Gambar 2.7 Ketergantungan sudut kontak terhadap waktu 16 Gambar 2.8 Besarnya sudut kontak / 2 O 3 terhadap waktu 16 Gambar 2.9 Infiltrasi pada temperatur1300 o C dengan waktu tahan 17 a). 10 Jam b). 15Jam dan c). 24 jam Gambar 2.10 Pengaruh %wt Mg terhadap sudut kontak dalam sistem 18 2 O 3 / murni dan 2 O 3 /-Mg Gambar 2.11 Infiltrasi leburan dengan persentase Mg a). 5% b). 8% 19 c) 10% dan d) 14% dan waktu tahan 15 Jam 2 O 3 / Gambar 2.12 Pengaruh magnesium terhadap tegangan permukaan 20 Gambar 2.13 Pengaruh temperatur terhadap sudut kontak dalam 21 sistem 2 O 3 / murni dan 2 O 3 /-Mg Gambar 2.14 Struktur mikro produk KMK 2 O 3 / pada waktu tahan jam ; temperatur a) o C b) o C c) o C Gambar 2.15 Proses Dimox 26 Gambar 2.16 Mekanisme Proses directed metal oxidation 26 (courtesy of Lanxide Corporation) Gambar 2.17 Pengaruh temperatur dan konsentrasi dopant 27 terhadap pertambahan berat produk Gambar 2.18 Diagram skematik tingkat pertumbuhan DIMOX 28 Gambar 2.19 Standar energi bebas dari bentuk oksida sebagai 29 fungsi dari temperatur Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 30 Gambar 3.2 Pembuatan KMK 2 O 3 / dengan proses Dimox 31 Gambar 3.3 Penempatan bahan-bahan proses DIMOX 33 Gambar 3.4. Potongan aluminium 34 Gambar 3.5 Serbuk alumina dan serbuk magnesium 34 Gambar 3.6 Ukuran partikel alumina 34 Gambar 3.7 Barrier 35 Gambar 3.8 Posisi krusibel pada saat firing 36 Gambar 3.9 Pengukuran infiltrasi komposit 2 O 3 / 38 Gambar 3.10 Indentor Vickers 39 Gambar 3.11 Pengujian kekerasan dengan metode Vickers 40 Gambar 3.12 Gambar daerah benda pengamatan metalografi 42 Gambar 3.13 Difraksi sinar X 43 Gambar 4.1 Pengaruh persentase magnesium terhadap kedalaman 45

12 xii infiltrasi pada temperatur 1200 O C Gambar 4.2 Pengaruh waktu tahan terhadap kedalaman infiltrasi 45 pada temperatur 1200 O C Gambar 4.3 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 46 perubahan waktu tahan dan 5% Mg dengan temperatur 1200 o C Gambar 4.4 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 47 perubahan waktu tahan dan 8% Mg dengan temperatur 1200 o C Gambar 4.5 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 48 perubahan waktu tahan dan 10% Mg dengan temperatur 1200 o C Gambar 4.6 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 49 perubahan waktu tahan dan 12% Mg dengan temperatur 1200 o C Gambar 4.7 Pengaruh persentase magnesium terhadap 51 kedalaman infiltrasi pada waktu tahan 24 jam Gambar 4.8 Pengaruh temperatur terhadap kedalaman 51 infiltrasi pada waktu tahan 24 jam Gambar 4.9 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 53 perubahan Temperatur dan 5 % Mg dengan waktu tahan 24 jam Gambar 4.10 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 54 perubahan Temperatur dan 8% Mg dengan waktu tahan 24 jam Gambar 4.11 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 55 perubahan Temperatur dan 10% Mg dengan waktu tahan 24 Gambar 4.12 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 56 perubahan temperatur dan 12%Mg dengan waktu tahan 24 jam Gambar 4.13 Infiltrasi pada celah matriks 2O3 57 menggunakan TEM Gambar 4.14 Pengaruh persentase magnesium terhadap 58 kedalaman infiltrasi dengan waktu tahan 15 jam Gambar 4.15 Pengaruh temperature terhadap kedalaman 59 infiltrasi dengan waktu tahan 15 jam Gambar 4.16 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 60 perubahan Temperatur dan 5 % Mg dengan waktu tahan 15 jam Gambar 4.17 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 61 perubahan Temperatur dan 8% Mg dengan waktu tahan 15 jam Gambar 4.18 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 62 perubahan Temperatur dan 10% Mg dengan waktu tahan 15 jam Gambar 4.19 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat 63 perubahan Temperatur dan 12 Mg dengan

13 xiii waktu tahan 15 jam Gambar 4.20 Pengaruh persentase magnesium terhadap densitas 65 pada temperatur 1200 O C Gambar 4.21 Pengaruh waktu tahan terhadap densitas pada 65 temperatur 1200 O C Gambar 4.22 Pengaruh persentase magnesium terhadap porositas 67 pada temperatur 1200 O C Gambar 4.23 Pengaruh waktu tahan terhadap porositas pada 67 temperatur 1200 O C Gambar 4.24 Pori pada mirkostruktur komposit 2 O 3 / dengan 68 12% Mg pada temperatur 1200 o C Gambar 4.25 Pengaruh persentase magnesium terhadap densitas 69 pada waktu tahan 24 jam Gambar 4.26 Pengaruh temperatur terhadap densitas pada waktu 69 tahan 24 Gambar 4.27 Pengaruh persentase magnesium terhadap porositas 70 Pada waktu tahan 24 Jam Gambar 4.28 Pengaruh temperatur terhadap porositas pada waktu 71 tahan 24 Jam Gambar 4.29 Pori pada mirkostruktur komposit 2 O 3 / 71 dengan 10% Mg Gambar 4.30 Pengaruh persentase magnesium terhadap densitas 73 Pada waktu tahan 15 jam dalam lingkungan N 2 Gambar 4.31 Pengaruh temperatur terhadap densitas pada waktu 73 tahan 15 jam dalam lingkungan N 2 Gambar 4.32 Pengaruh persentase magnesium terhadap porositas 75 Pada waktu tahan 15 Jam dalam lingkungan N 2 Gambar 4.33 Pengaruh temperature terhadap porositas pada waktu 75 tahan 15 Jam dalam lingkungan N 2 Gambar 4.34 Pori pada mirkostruktur komposit 2 O 3 / 76 dengan 12% Mg Gambar 4.35 Pengaruh persentase magnesium terhadap kekerasan 77 pada temperatur 1200 O C Gambar 4.36 Pengaruh waktu tahan terhadap kekerasan pada 78 temperatur 1200 O C Gambar 4.37 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD 79 yang menghasilkan nilai kekerasan maksimun untuk S8t24 Gambar 4.38 Pengaruh persentase magnesium terhadap kekerasan 80 pada waktu tahan 24 Jam Gambar 4.39 Pengaruh temperatur terhadap kekerasan pada waktu 80 tahan 24 Jam Gambar 4.40 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil 81 XRD yang menghasilkan nilai kekerasan maksimun untuk S8T1100 Gambar 4.41 Struktur mikro komposit keramik 2 O 3 / pada 82 temperatur 1300 O C dengan waktu tahan 24 jam Gambar 4.42 Pengaruh persentase magnesium terhadap kekerasan 83

14 xiv pada waktu tahan 15 Jam Gambar 4.43 Pengaruh temperatur terhadap kekerasan pada waktu 83 tahan 15 Jam Gambar 4.44 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD 84 yang menghasilkan nilai kekerasan maksimun untuk S10T1150N Gambar 4.45 Crack hasil jejak indentasi vickers 85 Gambar 4.46 Pengaruh persentase magnesium terhadap nilai 86 ketangguhan pada temperatur 1200 O C Gambar 4.47 Pengaruh waktu tahan terhadap nilai ketangguhan 86 pada temperatur 1200 O C Gambar 4.48 Pengaruh persentase magnesium terhadap Nilai 88 Ketangguhan pada waktu tahan 24 Jam Gambar 4.49 Pengaruh temperatur terhadap Nilai ketangguhan 88 pada waktu tahan 24 Jam Gambar 4.50 Crack hasil jejak indentasi vickers sampel S5T Gambar 4.51 Pengaruh persentase magnesium terhadap Nilai 90 Ketangguhan pada waktu tahan 15 Jam Gambar 4.52 Pengaruh temperatur terhadap Nilai ketangguhan 90 pada waktu tahan 15 Jam Gambar 4.53 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD 92 dengan dengan persentase Mg 8 % pada temperatur 1200 o C Gambar 4.54 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / 93 hasil SEM sampel S8t10 Gambar 4.55 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / 94 hasil SEM sampel S8t15 Gambar 4.56 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / 94 hasil SEM sampel S8t24 Gambar 4.57 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD 95 dengan persentase Mg 12 % pada temperatur 1200 o C Gambar 4.58 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / 96 hasil SEM sampel S12t10 Gambar 4.59 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / 97 hasil SEM sampel S12t15 Gambar 4.60 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / 97 hasil SEM sampel S12t24 Gambar 4.61 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD 99 dengan persentase Mg 8% pada waktu tahan 24 jam Gambar 4.62 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD 100 dengan persentase Mg 12 % pada waktu tahan 24 jam Gambar 4.63 Reaksi antarmuka 2 O 3 / pada temperatur 1100 o C 101 menggunakan TEM Gambar 4.64 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / 102 hasil SEM sampel S8T1100 Gambar 4.65 Mikrostruktur permukaan hasil SEM sampel S8T Gambar 4.66 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / 103 hasil SEM sampel S8T1200

15 xv Gambar 4.67 Mikrostruktur permukaan hasil sampel S8T Gambar 4.68 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / 106 Hasil SEM sampel S8T1300 Gambar 4.69 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD 107 dengan waktu tahan 15 jam Gambar 4.70 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD 109 sampel 1180 o C dengan waktu tahan 24jam Gambar 4.71 Mikrostructur hasil TEM dan diffraction patterns 112 dari N pada antarmuka 2 O 3 - Gambar 4.72 Mikrostruktur diffraction patterns dari spinel pada 112 a). antarmuka, b). prabentuk 2 O 3 Gambar 4.73 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD 113 dengan dengan persentase Mg 8% dengan waktu tahan 15 jam Gambar 4.74 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD 114 dengan dengan persentase Mg 10% dengan waktu tahan 15 jam

16 xvi DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Karakteristik pembasahan dari leburan paduan 15 terhadap 2 O 3 Tabel 2.2 Sifat alumina 23 Tabel 2.3 Sifat-sifat logam aluminium 24 Tabel 2.4 Sifat-sifat magnesium 25 Tabel 3.1 Bahan bahan KMK 32 Tabel 3.2 Komposisi dari 2 O 3 32 Tabel 3.3 Komposisi dari 32 Tabel 3.4 Komposisi dari Mg 33 Tabel 3.5 Ukuran umina 35 Tabel 4.1 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS 93 sampel S8t10 Tabel 4.2 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS 94 sampel S8t15 Tabel 4.3 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS 95 sampel S8t24 Tabel 4.4 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS 96 sampel S12t10 Tabel 4.5 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS 97 sampel S12t15 Tabel 4.6 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS 98 sampel S12t24 Tabel 4.7 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS 102 sampel S8T1100 Tabel 4.8 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS 104 sampel S8T1200 Tabel 4.9 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS 106 sampel S8T1300

17 xvii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Ringkasan hasil penelitian KMK 2 O 3 / hasil 123 proses DIMOX Lampiran 2. Contoh Perhitungan fracture toughness 125 Lampiran 3 Kedalaman Infiltrasi 126 Lampiran 4. Densitas dan Porositas 129 Lampiran 5. Kekerasan 132 Lampiran 6. Nilai fracture toughness 135 Lampiran 7. Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / hasil SEM 138 Dan analisa elemen hasil EDS

18 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan yang telah dicapai, mendorong terciptanya suatu teknologi yang maju untuk menghasilkan suatu material yang berguna dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan teknologi modern akan material maka komposit merupakan salah satunya. Komposit adalah material hasil kombinasi makroskopik dari dua atau lebih komponen yang berbeda, memiliki antarmuka diantaranya dan dengan tujuan mendapatkan sifat-sifat fisik dan mekanis tertentu yang lebih baik daripada sifat masing-masing komponen penyusunnya. (1) Komposit matriks keramik (KMK) menjadi salah satu material alternatif yang digunakan pada temperatur tinggi karena memiliki sifat yang superior, seperti kekakuan, kekuatan yang tinggi dan densitas yang rendah, namun juga memiliki ketangguhan retak yang tinggi dibandingkan dengan keramik monolitik (2,3). Komposit keramik yang berbasis 2 O 3 adalah material yang potensial untuk aplikasi temperatur tinggi karena kekerasan yang tinggi, ketahanan kimia yang baik, kestabilan mekanis dalam rentang temperatur yang luas (4-8). Jika ketangguhan merupakan tujuan utama maka penambahan penguat, seperti logam ulet, akan mengurangi kekuatan dan kekakuan keramik pada temperatur tinggi (9). Salah satu jenis metode pembuatan KMK adalah melalui proses oksidasi langsung dari lelehan logam (directed melt oxidation process), atau proses DIMOX. Komposit matriks keramik yang diproduksi melalui oksidasi langsung dari lelehan logam yang pertama kali dikembangkan oleh (DIMOX TM, Lanxide Corporation, Newark, Delaware USA) dengan oksidasi suhu tinggi (T 1200 K) dari aluminium leburan. Prinsip dasar dari metode ini adalah melalui reaksi langsung antara leburan logam (molten metal) dengan suatu oksidan, misalnya udara sehingga leburan logam akan menginfiltrasi prabentuk (preform) secara spontan yang akan menghasilkan komposit matriks keramik dengan sedikit logam sisa. (10-14). Proses ini memiliki keunggulan baik dari segi biaya yang relatif lebih rendah, bentuk produk yang dihasilkan akan memiliki bentuk yang hampir sama

19 2 dengan yang diinginkan (near-net shape), sifat mekanis dari komposit yang dihasilkan juga baik. (3) dan dapat mengurangi permasalahan shrinkage yang dapat ditemui pada proses komposit lainnya seperti sol-gel dan Slurry infiltration (15) HIPOTESIS Pengembangan KMK dengan proses dimox adalah untuk meningkatkan ketangguhan dari matriks keramik ( 2 O 3 ) yang diawali dengan penambahan material lain yang memiliki keuletan lebih baik yaitu. Kesulitan utama dalam pembuatan KMK adalah menggabungkan material penyusunnya (keramik-logam) karena sudut kontak keramik-logam yang besar sehingga perlu ditambahkan agen pembasah (Mg) yang dicampur pada matriks untuk menurunkan sudut kontak dan mengurangi energi permukaan sehingga mendorong terjadinya reaksi antarmuka yang akan menghasilkan KMK 2 O 3 /. Dengan meningkatnya persentase Mg dan suhu proses diharapkan ketangguhan dari KMK 2 O 3 / akan meningkat RUMUSAN MASALAH Antarmuka antara matriks dan penguat adalah penting pada semua jenis material komposit dan merupakan penentu atau peran kunci dalam kemajuan aplikasi dari material komposit untuk menghasilkan komposit keramik yang memiliki sifat-sifat yang optimum. Beberapa permasalahan yang akan diteliti : Pengaruh temperatur (1100 o C, 1200 o C, 1300 o C untuk lingkungan atmosfir dan 1100 o C, 1150 o C, 1200 o C untuk lingkungan N 2 ) dan lamanya pemanasan (10 jam, 15 jam, 24 jam untuk lingkungan atmosfir dan 15 jam untuk lingkungan N 2 ) terhadap infiltrasi leburan aluminium, dimana distribusi aluminium yang terinfiltrasi ke dalam partikel alumina akan mempengaruhi reaksi antarmuka yang terbentuk dengan tingginya temperatur dan lamanya waktu tahan. Dopant (5, 8, 10, dan 12 % berat Mg), berpengaruh terhadap kemampuan pembasahan antara logam dan keramik, dimana pembasahan semakin baik maka reaksi antarmuka berpengaruh pada pembentukan antarmuka. Pengamatan dengan mikroskop optik untuk mengetahui infiltrasi leburan almunium.

20 3 Pengujian kekerasan dengan Vickers yang diindikasikasikan sebagai nilai ketangguhan retak. Pengamatan SEM dan EDS dilakukan untuk mengetahui reaksi antarmuka yang terbentuk dan memperoleh data kuantitatif dari hasil reaksi antarmuka yang ada pada material. Pengamatan struktur kristal dan untuk mengetahui reaksi antarmuka pada produk yang terbentuk di dalam komposit keramik secara kualititatif dilakukan dengan analisa XRD TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum dari penelitian ini dilakukan dalam rangka menghasilkan komposit matriks keramik yang memiliki sifat mekanik yang baik dan antarmuka yang baik pula sebagai hasil dari reaksi antarmuka matriks dan penguat dalam meningkatkan ketangguhan dari matriks keramik. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk : 1. Mendapatkan parameter proses yang optimum dari pembuatan komposit matriks keramik produk dimox 2. Menganalisa pengaruh dari temperatur, lamanya waktu proses penambahan dopant dan lingkungan pembuatan KMK terhadap infiltrasi leburan ke prabentuk, densitas dan porositas KMK 2 O 3 /. 3. Menganalisa pengaruh dari temperatur, lamanya waktu proses penambahan dopant dan lingkungan pembuatan KMK terhadap kekerasan dan nilai ketangguhan patah dari KMK 2 O 3 /. 4. Menganalisa pengaruh temperatur, lamanya waktu proses penambahan dopant dan lingkungan pembuatan KMK terhadap reaksi antarmuka yang terbentuk antara matriks alumina dan penguat aluminium. Sumbangan penelitian ini akan menjadi salah satu material alternatif yang dapat dipergunakan pada temperatur tinggi ROAD MAP PENELITIAN Sifat material alumina yang sensitif terhadap cacat atau retak serta menghasilkan perpatahan getas menjadikan alumina memiliki keterbatasan dalam aplikasi sehingga pembuatan komposit matriks keramik dengan penambahan

21 4 material lain yang memiliki keuletan lebih untuk meningkatkan ketangguhan alumina. Komposit matriks keramik menjadi subyek kunci untuk hal tersebut, namun kesulitan utama dalam KMK adalah sukarnya reaksi antarmuka antara keramik logam, tidak homogennya reaksi antarmuka dan kehadiran pori yang cukup tinggi. Telah banyak penelitian yang telah dilakukan untuk meningkatkan ketangguhan KMK 2 O 3 seperti, Yeomans (16) dengan menambahkan 5% Vol Cr menghasilkan nilai ketangguhan patah (fracture toughness) antara 5-6 MPa m 1/2, Yeong-Kyeun dan Tai-Joo (17) menambahkan LaPO 4 (25 wt%) dan TiO 2 (3 wt%) pada temperatur 1600 o C dengan nilai ketangguhan patah 2,50-2,72 MPa.m 1/2, Shang-Nan dkk (18). Menambahkan paduan (A 356) dari 5-40% dengan nilai ketangguhan patah MPa. m 1/2 dengan pengecoran, Aibing dkk. (19) memberi tambahan LaPO 4 menghasilkan nilai ketangguhan patah 4,8 MPa m 1/2 dengan maksimum penambahan 16,4% Vol, Varuchchaya chaiyacote dan Watanee Buggakupta (20) menambahakan WC-Co partikel untuk meningkatkan ketangguhan patah antara 5-8 MPa m 1/2. Reaksi kimia yang terjadi pada antarmuka keramik-logam menghasilkan fasa yang memberikan pengaruh pada antarmuka sehingga mempengaruhi sifat komposit yang dihasilkan. Antarmuka merupakan daerah dengan ketebalan hanya beberapa atom yang terjadi diantara komponen penyusun KMK 2 O 3 menghasilkan suatu lapisan yang biasa disebut dengan lapisan antarmuka (interfacial layer) yang memiliki struktur serta komposisi yang berbeda dengan kedua komponen penyusunnya. Jingzhong dkk. (21) menambahkan paduan -Si-ZN ke dalam komposit keramik 2 O 3 - dimana Zn mampu mengawali oksidasi dengan paduan -Si walaupun tanpa adanya Mg. Jumlah produk komposit meningkat seiring dengan peningkatan kadar Zn dalam paduan. Ruigang Wang dkk. (22) hampir sama dengan yang lainnya juga membuat komposit keramik 2 O 3 dengan menambahkan LaPO 4 menggunakan hot pressing yang menghasilkan mikrostruktur yang lebih homogen. Demikian juaga dengan i Sanggahaleh dan Mohammad Halali (23) menambahkan paduan magnesium 7 dan 10 wt % pada untuk membasahi 2 O 3 dibutuhakan waktu yang lebih lama pada temperatur 1000 o C.

22 5 Antarmuka antara matriks dan penguat adalah penting karena berperan pada transisi ulet-getas pada komposit matriks keramik dan merupakan penghubung migrasi cairan logam ke preform keramik. Sifat antarmuka dapat mempengaruhi berbagai aspek performa komposit dan reaksi antarmuka mempengaruhi ketangguhan dari komposit. Wannaparhun dan Seal (24) mengamati lapisan permukaan pada komposit Nextel O 3 dan peneliti George Levi dan Wayne Kaplan (25) melakukan pengamatan fenomena antarmuka selama pembasahan alumina oleh leburan. dan Clyne & Jones (26) mangamati fenomena selama pembasahan dan daerah antarmuka pada komposit alumina. Pada umumnya, hasil eksperimen memperlihatkan perbedaan sudut pembasahan yang nyata, dan kebanyakan disebabkan oleh kondisi percobaan yang berlainan, khususnya waktu dan pembentukan oksida, Kanopka (27) meneliti karateristik komposit 2 O 3 / dengan metode infiltrasi yang memperlihatkan bahwa sudut pembasahan yang sangat kecil dari pada 2 O 3 bisa diperoleh dengan mempertahankan tekanan parsial oksigen yang sangat rendah dalam sistem. Selain tekanan parsial oksigen dalam sistem, waktu tahan dan ukuran tetesan logam cair pada substrat padat bisa mempengaruhi besarnya sudut pembasahan karena reaksi antarmuka. Temperatur berpengaruh terhadap viskositas leburan, dalam banyak kasus peningkatan pembasahan. Karel Maka dan Sarka Simonikova (28) mengamati kenaikan temperatur yang memberikan pengaruh terhadap ukuran butir yang memberi efek terhadap mikrostruktur komposit. i sanggahaleh dan Mohammmad Halali (23) menyatakan pembasahan terlihat pada temperatur 900 o C untuk sistem 2 O 3 / murni yang menjelaskan penguraian lapisan oksida pada permukaan logam cair. Shen dkk (29) melakukan pengamatan penurunan sudut kontak seiiring dengan peningkatan temperatur pada 2 O 3 dengan Mg dalam lingkungan Ar. Komposit merupakan sistem yang tidak setimbang dimana reaksi interfacial yang kompleks, maka kemungkinan terdapat gradien kimia pada antarmuka logam:keramik yang memberikan gaya pendorong untuk reaksi antarmuka selama fabrikasi atau penggunaan suhu tinggi.

23 6

24 STATE OF THE ART PENELITIAN Berdasarkan pada hasil penelitian dan road map penelitian didapatkan korelasi antara waktu tahan, temperatur, dopant dan lingkungan pembuatan komposit terhadap reaksi antarmuka KMK 2 O 3 /. Waktu tahan mempengaruhi kinematika infiltrasi, waktu tahan yang lebih lama dengan parameter proses yang sama memberikan infiltrasi yang lebih besar, temperatur mempengaruhi energi permukaan dan viskositas dan dopant dapat menurunkan sudut kontak untuk peningkatan pembasahan. Lingkungan pembuatan komposit dalam hal ini nitrogen diharapkan reaksi antarmuka yang terjadi dapat lebih meningkatkan densitas dan nilai ketangguhan patah dari KMK 2 O 3 /. Penelitian disertasi ini menggunakan material keramik 2 O 3 sebagai matriks dengan penguat ingot.dan Mg sebagai dopant untuk membentuk material komposit matriks keramik 2 O 3 /, dimana prosesnya menggunakan dimox. Reaksi antarmuka 2 O 3 / dengan variasi waktu tahan, temperatur dan dopant dengan variabel fraksi berat masing-masing telah diteliti. Pengamatan dan analisa daerah mikrostrukturnya sebagai hasil reaksi antaramuka 2 O 3 - digunakan mikroskop optik, SEM, EDAX dan XRD sedangkan sifat mekanik KMK 2 O 3 / dilakukan dengan menggunakan pengujian kekerasan (Vickers), yang diindikasikan sebagai nilai ketangguhan retak, densitas dan porositas.

25 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KOMPOSIT MATRIKS KERAMIK (KMK) Komposit secara makro merupakan kombinasi dua atau lebih material membentuk material baru yang dihasilkan melalui teknologi rekayasa material dengan tujuan mendapatkan sifat-sifat tertentu yang lebih baik dari materialmaterial penyusunnya. Material tersebut haruslah berikatan dengan baik, tetapi karena adanya material yang berbeda dengan energi permukaan yang berbeda pula menyebabkan material sulit untuk digabungkan karena sudut kontak yang besar antara dua material tersebut, oleh karena itu perlu ditambahkan wetting agent (26). Komposit matriks keramik (KMK) merupakan suatu kombinasi antara keramik sebagai matrik dengan penguat logam seperti untuk meningkatkan sifat ketangguhannya. Dalam komposit matriks keramik, tujuan utama dari penambahan material penguat adalah untuk memberikan ketangguhan terhadap matriks keramik yang umumnya bersifat getas (10). Pada Gambar 2.1. memperlihatkan bahwa dengan pemberian penguat pada material keramik, maka ketangguhan retak dari keramik akan meningkat. Hal ini karena terdapat interaksi antara perambatan retak dengan partikel fasa terdispersi. Secara normal, inisiasi retak terjadi pada matriks, namun dengan adanya partikel, serat yang terdispersi di dalam fasa matriks, maka perambatan retak akan terhalang. (1) Gambar 2.1 Perbandingan kurva tegangan regangan untuk keramik monolitik dengan KMK. (10)

26 9 Keunggulan KMK dibandingkan dengan material lainnya meliputi stabilitas pada temperatur tinggi yang baik, kekerasan yang tinggi, ketahanan korosi yang baik, ringan, sifat non-magnetik dan non-konduktif. Kombinasi dari berbagai sifat tersebut menjadikan KMK sebagai alternatif yang tepat sebagai pengganti baja paduan tinggi dan logam refraktori. 2.2 TEKNIK PEMBUATAN KMK Proses pembuatan KMK dapat dilakukan dengan berbagai cara (10), antara lain : 1. Teknik Konvensional Campur dan Tekan Merupakan teknik yang sederhana, dilakukan dengan cara mencampur matriks dan bahan pemberi ketangguhan (toughtening constituent) dalam bentuk partikulat atau whisker. Campuran ini diberi binder selanjutnya ditekan dan dipanaskan atau dengan teknik tekan panas (hot pressed). Kendala proses ini adalah sulit untuk memperoleh campuran homogen dari matriks dan penguat berbentuk serat cenderung untuk membentuk agregat. (10) 2.. Teknik dengan Peleburan Teknik dengan peleburan melibatkan infiltrasi antara matriks dengan penguat. Produksi KMK dengan cara ini banyak digunakan untuk matriks berupa gelas (glass). Kekurangannya adalah teknik ini terbatas penggunaanya karena reaksi dengan penguat akibat tingginya temperatur lebur refraktori keramik dan reaktifitas leburan gelas serta laju infiltrasi yang rendah dari viskositas yang tinggi (10). 3. Teknik Sol - Gel Sol adalah dispersi partikel lebih kecil dari 100 nm diperoleh dengan pengendapan dari reaksi dalam larutan sedangkan gel merupakan sol yang telah kehilangan sebagian besar pelarutnya sehingga terjadi peningkatan viskositas. Pembuatan keramik dengan sol dilakukan dengan infiltrasi sol ke prabentuk yang diikuti dengan pengeringan. Untuk mendapatkan densitas matriks yang baik maka penuangan sol dilakukan berkali-kali. Dalam kondisi sol dan gel akan memudahkan dalam hal pencampuran penguat berupa partikulat atau whisker. Hal

27 10 ini diikuti dengan pengeringan, kalsinasi, tekanan dan sintering atau dengan tekan panas (10). 4. Teknik Slurries Teknik slurries dapat mereduksi kesulitan mendapatkan campuran yang homogen. Teknik ini menggunakan deffloculant yang akan menyebabkan bahan baku mudah terdispersi dalam bentuk bubur (slurry) dan disertai pengaturan ph larutan. Dispersi ditingkatkan dengan cara pengadukan yang umumnya dilakukan dengan ultrasonic vibration. Komposit dapat dibentuk dengan pengeringan solvent yang dilanjutkan dengan kompaksi dan sinter atau dengan tekan panas (10). 5. Teknik Deposisi Uap Teknik ini melibatkan pemanasan salah satu komponen komposit sehingga mencapai fasa gas. Digunakan untuk melapisi fiber dan menginfiltasi prabentuk berpori membentuk matriks. Reaktan yang digunakan dapat dalam bentuk cair, padat atau gas pada temperatur ruang. Selanjutnya dipanaskan sampai fasa gas dan dibawa oleh carrier gas menuju reaktor dan akan menginfiltrasi subtrat yang telah dipanaskan dalam reaktor. Reaksi kimia terjadi dalam fasa gas dan terjadi deposisi matriks. Carrier gas Carrier gas Reaktan fasa gas Deposisi pada prabentuk panas Gas Keluaran Reaktor Reaktan fasa gas Reaktan Jika padat atau cair Gambar 2.2 Teknik Deposisi fasa Gas (10)

28 11 6. Proses Lanxide dan Teknik In Situ Proses Lanxide merupakan proses untuk memproduksi komposit dengan cara reaksi leburan logam dengan gas. Proses ini banyak dikembangkan untuk sistem aluminium alumina dan aluminium-sic. Komposit terbentuk melalui infiltrasi leburan aluminium ke prabentuk yang ada diatasnya dengan gaya kapiler. Keramik tumbuh keluar menuju daerah kaya gas oksidan. Syarat yang dibutuhkan adalah partikulat atau fiber yang digunakan tidak bereaksi dengan gas. (1) Gambar 2.3 menunjukkan proses Lanxide. Teknik in situ merupakan pembentukan komposit secara in situ melalui reaksi kimia. Reaksi kimia ini memungkinkan untuk mendapatkan distribusi toughening phase yang homogen. Lingkungan kaya gas oksidan Prabentuk Prabentuk terinfiltrasi Logan cair Gambar 2.3 Skematik proses Lanxide (10) 2. 3 ANTARMUKA MATRIKS PENGUAT Pada material komposit, ketika matriks dan permukaan penguat saling bersentuhan dan berada dalam kontak yang sangat baik, akan terjadi interaksi kimia dan fisika antara matriks dan penguat di antarmuka (1,30). Untuk sistem yang melibatkan logam dan keramik, diantara kedua komponen penyusunnya menghasilkan suatu lapisan yang biasa disebut dengan lapisan antarmuka yang memiliki struktur serta komposisi yang berbeda dimana matriks dan penguat berinteraksi yang mempengaruhi performa dari komposit. lapisan antarmuka ini, memiliki sifat mekanis yang berbeda sehingga akan sangat mempengaruhi

29 12 karakteristik dari antarmuka (31,32). Matriks pada komposit berfungsi sebagai pengikat penguat menjadi satu kesatuan, mentrasfer beban dari penguat satu ke penguat lainnya dan melindungi penguat dari pengaruh lingkungan. Antarmuka merupakan daerah yang mempunyai ketebalan hanya beberapa atom dan pada daerah ini terjadi perubahan sifat dari matriks ke penguat (13). Optimalisasi dari antarmuka diperlukan oleh material komposit untuk mendapatkan sifat mekanis dinamis dan statis yang maksimum, serta untuk mendapatkan ketahanan yang baik terhadap lingkungan. (31,32) Interfacial layer Gambar 2.4. Interfacial layer antara dan 2 O (33) 3 Antarmuka yang kuat memungkinkan perpindahan dan distribusi beban dari matriks dengan penguat tanpa kegagalan, karena ketidakseimbangan dalam sistem komposit, maka terdapat gradien potensial kimia pada antarmuka antara logam dan keramik yang memberikan gaya pendorong pada reaksi antarmuka selama fabrikasi (33). Antarmuka yang ada pada komposit ini berguna sebagai penerus beban yang efisien antara matriks dan penguat. [1] Perilaku perpatahan (fracture behavior) komposit juga bergantung pada kekuatan antarmuka. Antarmuka yang bersifat lemah akan menghasilkan kekuatan dan kekakuan yang rendah, akan tetapi memiliki ketahanan yang tinggi terhadap perpatahan. Sedangkan, antarmuka yang bersifat kuat akan menghasilkan kekuatan dan kekakuan yang tinggi, akan tetapi memiliki ketahanan yang rendah terhadap perpatahan, yakni perilaku getas (brittle behavior). Sifat-sifat komposit yang lain, seperti ketahanan terhadap creep, fatik, dan degradasi lingkungan juga dipengaruhi oleh karakteristik dari antarmuka. [10]. Reaksi antarmuka dapat menjadi motivator pada pembasahan logam dan keramik. Meskipun stabilitas dari fase keramik dalam

30 13 sistem logam - keramik biasanya hanya memungkinkan solubilitas/daya larut yang sedang saja, namun sejumlah kecil pelarutan bisa sangat mengurangi energi antarmuka padat : cair (29,31,32,34,35). 2.4 KEMAMPUAN PEMBASAHAN (WETTABILITY) Salah satu faktor utama untuk mendapatkan sifat komposit yang baik adalah dengan memastikan terbentuknya ikatan antarmuka yang baik akibat gaya adhesi antara matriks dengan penguat serta akibat adanya ikatan mekanik. Dalam hal ini melibatkan proses pembasahan dan pembentukan antarmuka antara matriks dan penguat (34,35). Gaya adhesi antara matriks dengan penguat selama proses pembuatan komposit merupakan suatu peristiwa dinamis yang dapat dipengaruhi oleh kondisi fabrikasi dan akhirnya akan mempengaruhi sifat komposit yang dihasilkan. Kemampuan pembasahan dari padatan oleh cairan diperlukan di banyak dalam bidang industri (30). Kemampuan pembasahan yang baik dipengaruhi oleh faktor-faktor pokok seperti kandungan elemen campuran, orientasi kristal dan kekasaran dari material padat, dan pengotor. Kemampuan pembasahan adalah kemampuan dari cairan untuk tersebar merata ke permukaan suatu padatan. Jika cairan memiliki kemampuan pembasahan yang baik maka cairan tersebut dapat menutupi seluruh lubang dan kontur pada permukaan yang kasar dan menghilangkan semua udara. Ikatan antarmuka diakibatkan adhesi antara penguat dengan matriks dan karena penguncian mekanis. Reaksi antara penyusunnya menghasilkan antarfasa pada antarmuka keduanya (10,30). Agar adhesi terjadi selama fabrikasi komposit, harus ditemukan dalam suatu kontak yang kuat. Pada tahap fabrikasi komposit, seringkali matriks berada dalam kondisi dimana matriks mampu mengalir (flowing) dan perilakunya mendekati perilaku cairan. Konsep dalam konteks ini adalah kemampuan pembasahan. Kemampuan pembasahan merupakan kemampuan di mana cairan akan menyebar pada permukaan padat. Semua permukaan memiliki energi bebas per satuan luas antarmuka padat-gas, cair-gas dan padat-cair masing-masing adalah γ SG, γ LG, dan γ SL. Untuk pertambahan luas da yang ditutupi oleh lapisan yang menyebar, dibutuhkan energi ekstra untuk luas baru dari antarmuka padat-cair dan cair-gas. Energi ekstra ini adalah (γ SL da + γ LG

31 14 da), sedangkan γ SG da adalah energi ketika permukaan padat tertutup. Agar penyebaran cairan terjadi dengan spontan, cairan harus menguntungkan secara energi, sehingga syaratnya : γ SL da + γ LG da < γ SG da.. (2.1) Dibagi dengan da memberikan γ SL + γ LG < γ SG (2.2) Dari hubungan ini, koefisien penyebaran / SC (spreading coefficient) ditentukan sebagai parameter pembasahan. SC = γ SG (γ SL + γ LG ) (2.3) Pembasahan terjadi jika nilai SC adalah positif. Dari persamaan (2.3) terlihat bahwa jika γ SG sama dengan atau kurang dari γ LG, maka pembasahan tidak akan terjadi. Analisis ini menunjukkan pentingnya nilai energi permukaan yang terlibat dalam proses pembasahan. Gambar 2.5. melukiskan sebuah contoh dari tetesan cairan yang dibiarkan mencapai kesetimbangan dan sebagian membasahi padatan berdasarkan sudut kontak. Gambar 2.5 Cairan dalam Kesetimbangan dengan Zat Padat dan Uap (32) Kesetimbangan energi pada sistem disajikan dalam persamaan Young (1), yaitu : γ sl γ sv + γ lv cos θ = 0... (2.4) Dengan menyusun kembali persamaan (2.4) maka diperoleh, cos θ γ γ = sv sl... (2.5) γ lv

32 15 Sudut kontak θ dijadikan indikator tingkat pembasahan. Nilai θ berada diantara dengan ketentuan jika sudut kontak lebih besar dari 90 o maka tidak terjadi mengalami pembasahan sedangkan jika sudut kontak kurang dari 90 o maka maka mengalami pembasahan (1). Seperti pada Gambar 2.6 Pembasahan lengkap Pembasahan kurang lengkap Tidak terjadi pembasahan = 0 < 90 = 90 > 90 = > 0 - = 0 - < 0 Gambar 2.6 Kemampuan pembasahan berdasarkan besarnya sudut kontak (φ) (36) Besarnya sudut pembasahan dari leburan paduan aluminium terhadap 2 O 3 dan besarnya sudut pembasahan dari leburan aluminium murni terhadap berbagai jenis material keramik, masing-masing ditunjukkan pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Karakteristik pembasahan dari leburan aluminium terhadap berbagai jenis material keramik (32)

33 PENGARUH WAKTU Ketergantungan infiltrasi terhadap waktu berkaitan dalam hal kinetika reaksi pada sistem keramik-logam. Untuk sistem dengan reaktivitas tinggi, reaksi antarmuka berlangsung dengan cepat setelah kontak fisik antara fasa padat dan cair. Pada umumnya, kemampuan pembasahan keramik-logam buruk dan proses infiltrasi terjadi dengan lambat sehingga diperlukan waktu untuk mencapai pembasahan (30,33,34,). Gambar 2.7 Ketergantungan sudut kontak terhadap waktu (30) Gambar 2.8 Besarnya sudut kontak / 2 O 3 terhadap waktu (34)

34 17 Ketergantungan sudut kontak pembasahan terhadap waktu terlihat pada sistem 2 O 3 /. Ahgajanian (12) dalam penelitiannya membuktikan bahwa waktu tahan mempengaruhi kinetika infiltrasi, waktu yang lebih lama dengan parameter proses yang sama memberikan kinetika infiltrasi yang lebih besar. (a) (b) (c) Gambar 2.9 Infiltrasi pada temperatur 1300 O C dengan waktu tahan (a) 10 jam, (b) 15 jam, dan (c) 24 jam KMK 2 O 3 / (37) Laju infiltrasi dan pembasahan partikulat keramik dalam paduan cair yang cepat berhubungan dengan rasio permukaan terhadap volume yang tinggi dari partikulat, serta daya larut dopant yang tinggi dalam aluminium (12).

35 PENGARUH DOPANT TERHADAP PERTUMBUHAN PRODUK REAKSI. Pada awal oksidasi, aluminium membentuk lapisan tipis yang terjadi di permukaan. Walaupun tebalnya mendekati 2 nanometer (35), lapisan tipis ini tidak mudah ditembus, sangat stabil dan lapisan oksidanya koheren, menahan laju oksidasi lebih lanjut oleh tekanan oksigen. Lapisan oksida yang protektif ini lebih lanjut dapat diatasi oleh proses Dimox dengan menambahkan dopant yang menyebabkan lapisan oksida menjadi tidak protektif. Rendahnya pembasahan sistem logam keramik dapat ditingkatkan dengan penambahan dopant. Meskipun efek penambahan dopant pada oksidasi aluminium tidak sepenuhnya penting, namun penambahan dopant dapat menaikkan penetrasi kapilaritas pada lapisan oksida mencakup leburan logam dan mudah terbentuk antarmuka logam/substrat. Dopant mempengaruhi tegangan permukaan atau mengurangi energi permukaan fasa padat-cair (27,37,38). Penambahan dopant juga dapat menurunkan sudut kontak, mencegah pertumbuhan butir dan mendispersikan fasa keramik dengan merata (37). Gambar 2.10 Pengaruh wt % Mg terhadap sudut kontak dalam sistem 2 O 3 / murni dan 2 O 3 /-Mg (23)

36 19 50 µm 50 µm 50 µm 50 µm Gambar 2.11 Infiltrasi leburan dengan presentase magnesium (a). 5 %, (b). 8%, (c). 10%, (d). 14% pada temperatur 1300 o C, dan waktu tahan 15 jam KMK 2 O 3 / (39) Untuk sistem 2 O 3 /, dopant yang banyak digunakan adalah Mg dan Si. Magnesium lebih efektif dibandingkan Si (24,44,51) karena Mg memiliki reaktifitas yang tinggi sehingga dalam proses oksidasi, Mg bereaksi lebih dahulu dibandingkan. Magnesium memperbaiki pembasahan dengan cara merusak lapisan protektif pada permukaan sehingga dapat terjadi reaksi permukaan yang mendukung pembasahan dengan cara membentuk spinel yang mudah terbasahi oleh leburan aluminum (23). Persyaratan bagi infiltrasi secara spontan meliputi penggunaan paduan yang mengandung magnesium. Magnesium bersifat efektif dalam mengurangi tegangan permukaan cairan dan mendorong reaksi- reaksi antarmuka. S.Y. Oh dkk. (35), mengamati peningkatan kemampuan pembasahan oleh magnesium, dan diyakini bahwa pendorongan reaksi-reaksi antarmuka merupakan mekanisme yang paling aktif untuk meningkatkan pembasahan suatu permukaan keramik padat dengan paduan aluminium leburan.

37 20 Peningkatan pembasahan dengan menurunkan tegangan permukaan material keramik yang diakibatkan oleh penambahan magnesium pada paduan aluminium. Shen dkk. (29) dan Benerji dkk. (39) menyatakan bahwa penambahan unsur penyusun paduan matriks dapat meningkatkan pembasahan suatu permukaan padat dengan tiga cara, yaitu : 1. Dengan mengurangi tegangan permukaan paduan 2. Dengan mengurangi energi antarmuka padat-cair, dan 3. Dengan mendorong reaksi kimia pada antarmuka padat cair. Gambar 2.12 Pengaruh magnesium terhadap tegangan permukaan (1) 2.7 PENGARUH TEMPERATUR Energi antarmuka padat-cair berkurang terhadap waktu untuk semua sistem partikel keramik-paduan aluminium. Efek ini diduga disebabkan sebagian oleh perubahan energi permukaan dan sebagian oleh reaksi antarmuka yang lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi. Penguraian lapisan oksida pada fasa keramik padat baik secara fisik maupun kimia juga telah mempertimbangkan temperatur sebagai salah satu yang mempengaruhi kinetika pembasahan. Logam cair memulai berinfiltrasi jika energi antarmuka padat cair berkurang.

38 21 Temperatur berpengaruh terhadap viskositas dimana pengaruh viskositas paduan aluminium leburan terhadap infiltrasi ditunjukkan oleh parameter temperatur (φ) yang dikembangkan oleh, Martins dkk. (40) yang dapat dinyatakan sebagai : ( γ cosθ ) Φ = 2µ... (2.6) dimana γ = Tegangan permukaan (mnm -1 ) θ = Sudut kontak cair padat ( ) µ = Viskositas leburan Gambar 2.13 Pengaruh Temperatur terhadap sudut kontak dalam sistem 2 O 3 / murni dan 2 O 3 /-Mg (23) Nilai parameter temperatur yang tinggi digunakan sebagai gambaran peningkatan kecepatan infiltrasi untuk leburan paduan dengan viskositas lebih rendah. Meskipun stabilitas dari fasa keramik dalam sistem logam-keramik biasanya hanya memungkinkan solubilitas/daya larut yang kecil, namun sejumlah kecil pelarutan bisa sangat mengurangi energi/tegangan antarmuka padat-cair. Adsorbsi merupakan reaksi permukaan yang tergantung pada konsentrasi dan temperatur. Hubungan antara adsorbsi dan temperatur, energi permukaan dan konsentrasi diberikan oleh persamaan adsorbsi Gibbs yaitu :

39 22 1 dγ Γ =.. (2.7) RT ln dx dimana : Γ = Adsorbsi (m/ o mol) R = Konstanta gas ( joules / o mol) γ = Tegangan permukaan (mnm -1 ) X = Fraksi mol temper. Semakin besar adsorbsi, maka solute semakin cenderung untuk mengurangi energi permukaan. Aghajanian (12) menemukan bahwa infiltrasi meningkat dengan cara yang hampir linear dengan temperatur. 50µm 50µm (a) (b) 50µm (c) Gambar 2.14 Struktur mikro produk KMK 2 O 3 / hasil firing pada waktu tahan 15 jam temperatur a) o C, b) 1200 o C, c) o C (41) 50 µm

40 MATERIAL PEMBENTUK KOMPOSIT MATRIKS KERAMIK (KMK) umina umina ( 2 O 3 ) memiliki beberapa struktur kristal, beberapa di antaranya bersifat metastabil; fasa alumina yang berbeda dinotasikan alpha (α), delta (δ), gamma (γ) dan eta (η) alumina. Keramik alumina bulk yang familiar, digunakan misalnya dalam busi, adalah α-alumina yang memiliki struktur kristal heksagonal. umina merupakan polikristalin dan tidak 100% 2 O 3, namun mengandung oksida lain yang seringkali dalam jumlah cukup besar. Penambahan oksida yang paling umum adalah SiO 2. umina dikatagorikan sebagai keramik modern dan yang banyak digunakan berbagai aplikasi karena stabilitas termal yang baik, tahan korosi dan mempunyai daya tahan aus yang baik (1, 42). Berikut diberikan sifatsifat fisik dan mekanik yang dimiliki oleh alumina pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Sifat-sifat alumina (42) Sifat Fisik Nilai 50 µ Densitas, g/cm 3 3,89 Warna putih Titik Lebur, o C 2015 Sifat Mekanik* Nilai Kekuatan bending, MPa 50 Fracture toughness, MPa.m 1/2 3 Kekerasan, VHN uminium uminium mempunyai densitas yang relatif rendah dibandingkan dengan logam lainnya, memiliki ketangguhan yang tinggi, murah dan mudah untuk difabrikasi. uminium juga memiliki ketahanan korosi yang baik, karena aluminium akan selalu membentuk lapisan oksida tipis ( 2 O 3 ) yang protekif jika bersentuhan dengan udara sehingga melindungi logam di bawahnya dari korosi selanjutnya.

41 24 Karena sifat-sifat yang menguntungkan tersebut, menjadikan aluminium banyak digunakan dalam berbagai industri. Salah satunya adalah dalam pengembangan material komposit. Dari sekian banyak sistem matriks logam yang ada, komposit matriks paduan aluminium telah menjadi obyek dari banyak penelitian, karena sifatnya yang baik dan mudah untuk difabrikasi. Berikut diberikan sifat-sifat fisik, mekanik dan termal yang dimiliki oleh logam aluminium pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Sifat-sifat logam aluminium [1,43] Sifat Fisik Nilai Densitas, g/cm 3 2,7 Berat Atom, g/mol 26,97 Warna Putih keperak-perakkan Titik Lebur, o C 660,4 Titik Didih, o C 2467 Jari-jari Atom, nm 0,143 Sifat Mekanik Nilai Modulus Elastisitas, GPa 71 Rasio Poisson 0,35 Kekuatan Luluh, MPa 25 Fracture toughness, MPa m 33 Sifat Termal Nilai Konduktivitas Panas, W/m o K 237 Kapasitas Panas, J/kg o C Magnesium Magnesium merupakan material struktural yang paling ringan, sangat reaktif (lebih reaktif daripada ) dan Mg adalah unsur kedelapan yang paling berlimpah di kulit bumi. Magnesium terdapat secara alami dalam dolomite, magnesite, carnallite dan chloride.. Magnesium memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembentukan KMK 2 O 3 / melalui proses DIMOX, yakni sebagai agen pembasah (wetting agent). Sebagai agen pembasah, Mg mampu memperbaiki sifat pembasahan antara logam dan keramik yang umumnya mempunyai sifat pembasahan yang buruk dengan cara merusak lapisan protektif 2 O 3 pada permukaan. Dengan rusaknya lapisan pasif ini maka dapat terjadi reaksi permukaan, dimana akan

42 25 membentuk spinel (Mg 2 O 4 ) yang memiliki celah mikro (microchannel) sehingga leburan mudah terinfiltrasi ke prabentuk. Adanya Mg ini juga akan mengurangi tegangan permukaan dari leburan aluminium sehingga akan mencegah pembentukan batas butir alumina-alumina yang pada akhirnya mencegah terbentuknya lapisan alumina protektif. (32) Secara umum sifat-sifat logam Mg ditunjukkan pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Sifat-sifat magnesium (1) Sifat Fisik Nilai Densitas, g/cm 3 1,74 Berat atom, g/mol 24,31 Titik Lebur, o C 649 Titik Didih, o C 1097 Sifat Mekanik* Nilai Modulus Elastisitas, GPa 45 Kekuatan Luluh, MPa 255 Kekerasan, VHN 12 * Kondisi pada temperatur ruang 2.9 FABRIKASI KMK DENGAN PROSES DIRECTED MELT OXIODATION (DIMOX) Salah satu jenis metode infiltrasi cairan adalah proses oksidasi langsung (directed metal oxidation process), atau proses Lanxide (Lanxide yang merupakan merek dagang dari Advanced Material Lanxide LLC, Newark, DE). (1) Proses DIMOX merupakan proses hasil reaksi antara logam cair dangan gas. Pertumbuhan keramik terjadi disebelah luar permukaan logam dan melalui prabentuk. Komposit dapat dihasilkan akibat adanya infiltrasi logam cair karena adanya gaya kapilaritas logam leburan pada temperatur tinggi dan berlangsung secara spontan, tanpa adanya tekanan dari luar. Proses ini sangat fleksibel dan sederhana, mengatasi banyak keterbatasan yang ditemui dalam proses proses pembuatan KMK lainnya dan infiltrasi kedalam pra bentuk mengandalkan pembasahan antara logam dan keramik yang didorong oleh adanya gaya kapilaritas aluminium leburan melalui celah mikro

43 26 (microchannel) yang terjadi pada produk oksidasi ke melalui prabentuk yang akan menghasilkan komposit matriks keramik (1,10,44), seperti terlihat pada Gambar 2.15 dan Gambar 2.16, disamping itu proses ini dapat memanfaatkan cetakan murah untuk menghasilkan bentuk-bentuk produk yang rumit produk yang dihasilkan akan memiliki bentuk yang hampir sama dengan yang diinginkan, dan sifat mekanis (kekuatan, ketangguhan, dsb) dari komposit yang dihasilkan juga baik, selain itu juga tidak terjadinya penyusutan (shrinkage) (1). Lingkungan Preform Infiltrasi preform Logam Cair Gambar 2.15 Proses Dimox (11) Gambar 2.16 Mekanisme Proses directed melt oxiodation (courtesy of Lanxide Corporation). (1)

44 27 Pada proses dimox ini, leburan logam mengalami proses oksidasi langsung dengan atmosfer gas disekitarnya. Sebagai contoh, leburan yang bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, sedangkan jika bereaksi dengan gas nitrogen akan membentuk aluminium nitrida. (1) + udara 2 O 3 + N2 AIN 2.10 MEKANISME PEMBENTUKAN REAKSI DALAM SISTEM KMK 2 O 3 / Mekanisme pembentukan KMK 2 O 3 / sangat dipengaruhi oleh proses infiltrasi leburan. Terbentuknya spinel yang merupakan senyawa interphase, yang sangat mempengaruhi proses pembasahan leburan terhadap 2 O 3.karena kehadiran spinel yang memiliki celah micro pada sistem antarmuka, maka leburan mudah terinfiltrasi ke prabentuk 2 O 3. Newkirk, Benerji dkk. dalam publikasinya (11,39) mengkonsentrasikan reaksi produk pertumbuhan 2 O 3 / yang diperoleh dari aluminium leburan dengan elemen dopant Mg dan Si. Pertumbuhan dari -Mg leburan, dimana dalam kasus ini, awalnya membutuhkan penghilangan oksida dari aluminium leburan yang langsung dari atmosfir udara. Xio & Derby (44) menyatakan bahwa MgO dapat digunakan sebagai dopant eksternal pada permulaan pertumbuan dengan aluminium leburan. Gambar Pengaruh temperatur dan konsentrasi dopant terhadap pertambahan berat produk (11)

45 28 Beberapa peneliti menyatakan rangkaian permulaan sistem reaksi pada /alumina diawali oleh magnesium (11,44). Xiao dan Derby (44) melaporkan bahwa ketika MgO murni ditempatkan pada permukaan leburan ( > 99.5 %) dan dioksidasi pada 1200 o C selama 7 jam, menghasilkan produk reaksi pembentukan spinel. Bagaimanapun permulaan pertumbuhan komposit memerlukan perlakuan/gangguan mekanik dalam bentuk perlindungan oksida selama permulaan pemanasan dengan kenaikan temperatur. MgO 2Mg (s) + O(g) 2MgO (s) 4 (s) + 3O 2 (g ) 2 2O 3 (s) 2O 3 (film ) MgO Mg 2O 4 2Mg (s) + O(g ) 2MgO (s) MgO (s) + 2O 3 (s) Mg 2O 4 (s) MgO 2Mg (s) + O(g) 2MgO (s) Mg 2 O 4 / 2 O 3 MgO (s) + 4(l) + 3O 2 (g) 2Mg 2O 4 (s) Mg O 4 (s) + 2(l) + O 2 (g) 2 2O 3 (s) 2 + Mg(g) Mg 2 O 4 3 2MgO (s) + 4(l) + O 2 2Mg 2O 4 (s) 2 2 O 3 Gambar 2.18 Diagram skematik tingkat pertumbuhan DIMOX (45)

46 29 Ketika uminium bereaksi pada oksigen di udara bebas akan menghasilkan lapisan oksida, dengan bentuk reaksi 3 ( s) + O 2 ( g ) 2 O ( s).. (2.8) Proses pembentukan spinel (Mg 2 O 4 ) memerlukan kehadiran magnesium pada sistem. Jika terdapat Mg, baik yang berasal dari dalam paduan ataupun yang ditambahkan secara eksternal sebagai wetting agent, maka Mg lebih reaktif dibandingkan dan akan teroksidasi terlebih dahulu (berdasarkan diagram Ellingham Gambar 2.19 menghasilkan lapisan magnesia yang tipis dan kontinu menurut reaksi : 2 Mg (S) + ½ O 2 (G) 2 MgO (S)... (2.9) Gambar 2.19 Standar energi bebas dari bentuk oksida sebagai fungsi dari temperatur (46 )

47 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Pada gambar dibawah ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan proses yang dilakukan dalam penelitian ini. Persiapan bahan KMK yang digunakan 2 O 3 (matriks) Mg (dopant) (filler) Tahapan Penelitian Tahap I Tahap II Tahap III Pengaruh Waktu tahan terhadap reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / produk Dimox Pengaruh temperatur terhadap reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / produk Dimox Pengaruh gas N 2 terhadap reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / produk Dimox D O P A N T Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

48 PEMBUATAN KMK AL 2 O 3 /AL PRODUK DIMOX 2 O 3 Dopant ingot Tray Penimbangan 2 O 3 Penimbangan dopant Pemotongan Ingot Buat Barrier dalam tray Pencampuran 2 O 3 +dopant Masukkan ingot dan campuran 2 O 3 + dopant kedalam tray TAHAP I Temperatur : 1200 o C dopant : 5, 8, 10 dan 12% Mg Waktu tahan : 10, 15 dan 24 Jam Lingkungan : Atm (furnace atmosfir) TAHAP II Temperatur : 1100, 1200 dan 1300 o C dopant : 5, 8, 10 dan 12% Mg Waktu tahan : 24 Jam Lingkungan :Atm (furnace atmosfir) TAHAP III Temperatur : 1100, 1150 dan 1200 o C dopant : 5, 8, 10 dan 12% Mg Waktu tahan : 15 Jam Lingkungan : N 2 Pembongkaran produk KMK dari tray Pemotongan produk KMK dengan diamond cutting Karaterisasi KMK 2 O 3 / Mechanical properties Mikroskop Optik XRD SEM/EDS Data Literatur Analisa Kesimpulan Gambar 3.2 Pembuatan KMK 2 O 3 / dengan proses Dimox

49 PROSES PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIKS KERAMIK (KMK) Bahan Bahan KMK Yang Digunakan Bahan bahan KMK yang digunakan terdiri dari aluminium ingot, alumina sebagai matrik dan serbuk Mg sebagai dopant untuk menurunkan sudut kontak antara 2 O 3 /. Bahan bahan KMK yang digunakan disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Bahan bahan KMK No Bahan Ukuran 1 Ingot 30 x 30 x 10 mm 2 Mg mm 3 umina Komposisi bahan-bahan KMK yang digunakan : 1. umina Tabel 3.2 Komposisi dari 2 O 3 Komposisi (% berat) 2 O 3 ZnO TiO 2 MgO BaO Na 2 Fe CaO 2 K 2 O SiO LOI uminium Tabel 3.3 Komposisi dari Komposisi (% berat) Si Fe V Ca Ti LOI

50 33 Magnesium Tabel 3.4 Komposisi dari Mg Komposisi (% berat) Mg Mn Fe Cu LOI Susunan Percobaan Proses Pembuatan KMK dengan Directed melt oxiodation ( DIMOX) Proses pembuatan komposit matrik keramik dilakukan dalam furnace dengan lingkungan atm dan N 2. Pada lingkungan atm, temperatur proses 1100 o C, 1200 o C dan 1300 o C dengan waktu tahan proses 10jam, 15 jam dan 24 jam. Untuk sampel dengan lingkungan N 2 temperatur proses 1100 o C, 1150 o C dan 1200 o C dan waktu tahan proses 15 jam. Pada semua kondisi pembuatan sampel kenaikan temperatur 10 o C/ menit dan pendinginan dilakukan dengan lambat dalam dapur. Penempatan bahan-bahan KMK dalam proses DIMOX seperti pada Gambar 3.3 Serbuk umina dan Mg Mangkok (Tray) Barrier Material ( Serbuk 2 O 3 ) + Aquades uminium Ingot Gambar 3.3 Penempatan bahan-bahan proses DIMOX

51 Preparasi Sampel a. Potong ingot aluminium dengan ukuran panjang 3 x 3 x 1 (cm). 1,5 cm Gambar 3.4 Potongan aluminium b. Timbang alumina dan magnesium. 1cm 2 cm (a) (b) Gambar 3.5 (a) Serbuk alumina, (b). Serbuk magnesium B A C Gambar 3.6 Ukuran partikel alumina

52 35 Tabel 3.5 Ukuran umina No Butir umina P1 (µm) P2 (µm) Rata-rata butir (µm) Ukuran Butir (µm) 1 A 117,81 170,59 144,2 2 B 112,65 131,26 121, C 122,98 125,95 124, Pembuatan Sampel Pada Preparasi Sampel dilakukan sebagai berikut : 1. Pembuatan Barrier 1,5 cm Gambar 3.7 Barrier 2. Serbuk alumina + magnesium dicampur (diblender selama 3 menit) 3. Potongan aluminium dimasukkan terlebih dahulu kemudian campuran serbuk alumina + magnesium yang telah di blender, selanjutnya dimasukkan dalam dapur carbolite. 4. Proses firing dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: * Tahap I - Pemanasan dilakukan pada temperature 1200 o C dengan 5, 8, 10, dan 12% wt Mg, waktu tahan 10 jam, 15 jam dan 24 jam. * Tahap II - Pemanasan dilakukan pada temperature 1100 o C, 1200 o C dan 1300 o C dengan 5, 8, 10, dan 12% wt Mg dan waktu tahan 24 jam.

53 36 * Tahap III - Pemanasan dilakukan pada temperature 1100 o C, 1150 o C dan 1200 o C dengan 5, 8, 10, dan 12% wt Mg dan waktu tahan 15 jam dalam lingkungan gas N 2. * Pendinginan dilakukan dengan lambat dalam dapur kemudian sampel dikeluarkan dari tray dengan jalan membongkar barrier. 10 cm Gambar 3.8 Posisi krusibel pada saat firing Pengkodean Sampel Kode kode yang digunakan untuk pengenal sampel dengan variasi waktu tahan, temperatur, persentase magnesium dan lingkungan pemansanasan adalah : * Tahap I S5t10 : sampel dengan 5%Mg dengan waktu tahan 10 jam S8t10 : sampel dengan 8% Mg dengan waktu tahan 10 jam S10t10 : sampel dengan 10% Mg dengan waktu tahan 10 jam S12t10 : sampel dengan 12% Mg dengan waktu tahan 10 jam S5t15 : sampel dengan 5% Mg dengan waktu tahan 15 jam S8t15 : sampel dengan 8% Mg dengan waktu tahan 15 jam S10t15 : sampel dengan 10% Mg dengan waktu tahan 15 jam S12t15 : sampel dengan 12% Mg dengan waktu tahan 15 jam S5t24 : sampel dengan 5% Mg dengan waktu tahan 24 jam

54 37 S8t24 : sampel dengan 8% Mg dengan waktu tahan 24 jam S10t24 : sampel dengan 10% Mg dengan waktu tahan 24 jam S12t24 : sampel dengan 12% Mg dengan waktu tahan 24 jam * Tahap II S5T1100 : sampel dengan 5%Mg dengan temperatur 1100 o C S8T1100 : sampel dengan 8% Mg dengan temperatur 1100 o C S10T1100 : sampel dengan 10% Mg dengan temperatur 1100 o C S12T1100 : sampel dengan 12% Mg dengan temperatur 1100 o C S5T1200 : sampel dengan 5% Mg dengan temperatur 1200 o C S8T1200 : sampel dengan 8% Mg dengan temperatur 1200 o C S10T1200 : sampel dengan 10% Mg dengan temperatur 1200 o C S12T1200 : sampel dengan 12% Mg dengan temperatur 1200 o C S5T1300 : sampel dengan 5% Mg dengan temperatur 1300 o C S8T1300 : sampel dengan 8% Mg dengan temperatur 1300 o C S10T1300 : sampel dengan 10% Mg dengan temperatur 1300 o C S12T1300 : sampel dengan 12% Mg dengan temperatur 1300 o C * Tahap III S5T1100 N : sampel dengan 5%Mg dengan temperatur 1100 o C dalam Nitrogen S8T1100 N : sampel dengan 8%Mg dengan temperatur 1100 o C dalam Nitrogen S10T1100 N: sampel dengan 10%Mg dengan temperatur 1100 o C dalam Nitrogen S12T1100N : sampel dengan 12%Mg dengan temperatur 1100 o C dalam Nitrogen S5T1150 N : sampel dengan 5%Mg dengan temperatur 1150 o C dalam Nitrogen S8T1150 N : sampel dengan 8%Mg dengan temperatur 1150 o C dalam Nitrogen S10T1150 N : sampel dengan 10%Mg dengan temperatur 1150 o C dalam Nitrogen S12T1150 N : sampel dengan 12%Mg dengan temperatur 1150 o C dalam Nitrogen S5T1200 N : sampel dengan 5%Mg dengan temperatur 1200 o C dalam Nitrogen S8T1200 N : sampel dengan 8%Mg dengan temperatur 1200 o C dalam Nitrogen S10T1200 N : sampel dengan 10%Mg dengan temperatur 1200 o C dalam Nitrogen S12T1200 N : sampel dengan 12%Mg dengan temperatur 1200 o C dalam Nitrogen

55 Pengukuran Kedalaman Infiltrasi Pengukuran kedalaman infiltrasi dilakukan dengan mikrosop pada 10 (sepuluh) tempat disetiap sampel seperti pada Gambar 3.9 Pengukuran infiltrasi Gambar 3.9 Pengukuran infiltrasi komposit 2 O 3 / KARAKTERISASI KOMPOSIT MATRIK KERAMIK (KMK) Pengujian Densitas dan Porositas (ASTM C ) Prinsip Archimedes Densitas merupakan pengukuran massa suatu benda per unit volume dan satuan yang biasa digunakan adalah gram/cm 3 atau lb/inch 3. Densitas dan porosita pengujian per ASTM C untuk bentuk geometri material seperti silinder, kubus atau balok dapat dihitung dengan cara membagi berat kering dengan volume. Wk D B = V (3.1) dimana : D = Densitas (gr/cm 3 ) B Wk = Berat kering (gr) V = Volume (cm 3 ) Untuk bentuk geometri yang komplek pengukuran densitas dan porositas dihitung dengan menggunakan gelas ukur. Pada saat benda dicelupkan dalam air maka terjadi penambahan sejumlah volume yang terbaca pada gelas ukur tersebut. Selisih volume yang terbaca pada gelas ukur diasumsikan sebagai volume benda, kemudian nilai densitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

56 39 D B Wk Wk = = (3.2) V Vb Va Sedangkan untuk nilai porositas dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Wb Wk P =.... (3.3) Vb Va dimana : Va = volume air awal (cm 3 ) Vb = volume air saat terisi benda uji (cm 3 ) DB = densitas (gram/cm 3 ) Wk = berat kering (gram) Wb = berat basah di air (gram) P = porositas (%) Pengujian Kekerasan Kekerasan adalah ketahanan material terhadap deformasi plastik yang diakibatkan tekanan atau goresan dari benda lain. Pengujian kekerasan dilakukan dengan menekan sebuah indentor ke permukaan benda uji. Microhardness pengujian logam, keramik, dan komposit berguna untuk berbagai aplikasi untuk pengukuran kekerasan. Microhardness pengujian per ASTM-E 384 diijinkan memberikan berbagai beban untuk pengujian dengan indentor intan, lekukan yang dihasilkan diukur dan dikonversi ke nilai kekerasan. Metode ini menggunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136 o. Gambar 3.10 Indentor Vickers (47)

57 40 Penggunaan indentor dengan metode Vickers sangat menguntungkan karena dapat digunakan untuk memeriksa bahan-bahan dengan kekerasan tinggi. Selain itu, bentuk dan geometri jejak yang dihasilkan tidak banyak terpengaruh oleh beban yang diberikan sehingga besarnya beban tidak perlu dikontrol terlalu ketat. Selain untuk pengujian dalam skala makro, metode Vickers dapat dilakukan untuk pengujian dalam skala mikro dengan pembebanan yang rendah yaitu gram. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bergantung pada elastisitas material yang diuji sehingga hasilnya pun berbeda-beda pada setiap material. Material lunak yang memiliki keelastisitasan tinggi, hasil indentasinya akan mengempis. Dan material dengan keelastisitasan rendah, hasil indentasinya akan menggembung. Gambar 3.11 Pengujian Kekerasan dengan metode Vickers (47) Keuntungan lain dari metode Vickers dibanding dengan metode Brinell ialah memiliki pembacaan pada mesin yang lebih akurat dibandingkan dengan pembacaan diameter lingkaran pada metode Brinell. Mesin Vickers dapat digunakan pada logam setebal 0,15 mm.

58 Ketangguhan (Fracture Toughness /Kc) Uji ketangguhan (toughness) dilakukan dengan metode indentation fracture pada alat yang sama dengan uji kekerasan, bedanya yang diukur adalah panjang retak. Besarnya nilai Kc dapat diukur dengan persamaan 3.4 (48) : Dengan : P Hv E C Kc = 0,016 {P/C 3/2 }. {E/Hv} 1/2.. (3.4 ) : Beban yang diberikan (N) : Kekerasan Vickers (GPa) : Modulus young (254 GPa) : Panjang retak (m) Kc : nilai ketangguhan patah (MPa.m 1/2 ) Pengamatan Metalografi Mikroskop Optik Sampel metalografi diamati dengan mikroskop optik sesuai dengan ASTM E 3-95 untuk mengetahui distribusi aluminium yang terinfiltrasi ke dalam partikel alumina. Sebelum dilakukan pengamatan struktur mikro, benda uji terlebih dahulu dilakukan preparasi metalografi, yang meliputi pemotongan, mounting, pengamplasan dan pemolesan. Proses pemotongan benda uji produk KMK ini dilakukan dengan menggunakan alat potong diamond saw sehingga deformasi yang dihasilkan sangat kecil. Setelah itu, dilanjutkan ke tahap mounting, yang bertujuan untuk memudahkan penanganan benda uji yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak benda uji. Jenis mounting yang digunakan adalah jenis castable mounting, yakni dengan menggunakan campuran bahan antara resin dan hardener. Setelah itu, dilakukan tahap pengamplasan. Tahapan pengamplasan ini dimulai dari grid paling rendah hingga grid paling tinggi dengan urutan #80, #120, #240, #400, #600, #800, #1000, #1200, dan #1500. Setelah dilakukan

59 42 pengamplasan hingga permukaan benda uji rata, kemudian dilanjutkan dengan proses pemolesan dengan menggunakan larutan alumina 0,05 µm. Selanjutnya dilakukan pengamatan struktur mikro. Pengamatan struktur mikro dilakukan pada 3 daerah pada penampang melintang, yaitu pada daerah awal infiltrasi, daerah tengah, dan daerah KMK. Sketsa pengamtan struktur mikro dapat dilihat pada Gambar Gambar 3.12 Gambar daerah benda pengamatan metalografi Scanning Electron Microscop (SEM) dan EDX Analisa SEM dan EDX sesuai dengan ASTM E bermanfaat untuk memperoleh data dari suatu unsur yang ada pada material, dan untuk membandingkan dengan hasil pengamatan yang diperoleh dari XRD. Pengujian komposisi kimia dari produk KMK yang terbentuk dilakukan dengan menggunakan instrumen EDS, dimana pengujian ini mengacu pada pengujian komposisi kimia dilakukan bersamaan dengan pengamatan struktur mikro dengan menggunakan SEM. Pengamatan struktur mikro dengan menggunakan SEM dan pengujian komposisi dengan menggunakan EDS hanya dilakukan pada produk KMK yang tidak menyisakan paduan. Daerah yang diamati dipilih secara acak. Pengamatan dengan SEM dan uji EDS ini dilakukan di Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik.

60 Pengamatan XRD Sinar X adalah suatu bentuk radiasielektromagnetik yang dipancarkan dari tabung sinar-x dengan panjang gelombang λ yang ditembakkan mengenai sampel dan dihamburkan sesuai ketentuan hukum Bragg. Gambar Difraksi sinar X (49) Pada Gambar 3.13 diatas, terlihat bahwa berkas sinar-x dengan panjang gelombang λ, jatuh pada kristal dengan sudut θ terhadap permukaan bidang Bragg dengan jarak antaranya d. Seberkas sinar mengenai atom A pada bidang pertama dan atom B pada bidang berikutnya, masing-masing atom menghamburkan sebagian berkasa tersebut dalam arah rambang. Interferensi konstruktif hanya terjadi antara sinar terhambur yang sejajar dan beda jarak jalannya λ, 2λ, 3λ dan seterusnya. Jadi beda jarak jalan nλ, dengan n menyatakan bilangan bulat. at uji XRD yang digunakan dalam penelitian ini adalah XRD mesin dari Philips. Tujuan dari analisa XRD untuk mengetahui reaksi produk yang terbentuk di dalam KMK secara kuantitatif. Parameter pengujian adalah dengan CuKα , sudut scan dari 0 sampai 98, sudut diffraksi 2θ adalah 0.020, langkah per-detik dan intensitas yang diperoleh disesuaikan dengan kartu hanawalt. Kartu ini disebut JCPDS (Joint Committee of Powder Diffraction Standard). Analisa terhadap hasil XRD menggunakan software JCPDS- International Centre for Diffraction Data.

61 44 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 KEDALAMAN INFILTRASI Kedalaman infiltrasi komposit 2 O 3 / produk DIMOX adalah sampai sejauh mana leburan berinfiltrasi kedalam matriks 2 O 3. Pengukuran kedalaman infiltrasi menunjukkan pembentukan komposit yang terjadi akibat reaksi antarmuka antara 2 O 3 dengan dengan variasi waktu tahan, dopant dan temperatur. Pengukuran dilakukan dengan jangka sorong digital pada 10 (sepuluh) tempat di setiap sampel (Gambar 3.9). Permasalahan utama dari komposit matrik keramik 2 O 3 - adalah sulitnya aluminium berinfiltrasi ke keramik 2 O 3. Hal ini dikarenakan pada permulaan oksidasi di permukaan aluminium akan terbentuk lapisan tipis protektif yang sangat stabil dan tidak mudah ditembus Pengaruh Persentase Mg dan Waktu Tahan Pada saat sinter aluminium akan membentuk lapisan tipis yang terjadi di permukaan seperti yang diteliti oleh Oh, S.Y., J.A. Cornie dan K.C. Russel (35) menyatakan bahwa lapisan yang terbentuk pada permukaan dengan ketebalan mendekati 2 nanometer, namun lapisan tipis ini tidak mudah ditembus, sangat stabil dan lapisan oksidanya koheren, menahan laju oksidasi lebih lanjut oleh tekanan oksigen.terhambatnya laju oksidasi membuat pembasahan antara 2 O 3 - menjadi rendah. Lapisan oksida yang protektif ini lebih lanjut dapat diatasi oleh proses dimox dengan menambahkan dopant Mg yang menyebabkan lapisan oksida menjadi tidak protektif, Mg lebih reaktif dibandingkan dan akan teroksidasi lebih dahulu menghasilkan lapisan magnesia yang tipis dan kontinue. Lapisan magnesia akan bereaksi dengan lapisan oksida protektif yang terbentuk pada permukaan dan akan menghasilkan spinel yang memiliki celah mikro sehingga leburan mudah berinfiltasi. Keterkaitan infiltrasi leburan terhadap pertambahan persentase Mg dan waktu tahan dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2.

62 Kedalaman infiltrasi (mm) !0 Jam 15 Jam 24 Jam Mg (%) Gambar 4.1 Pengaruh persentase magnesium terhadap kedalaman infiltrasi pada temperatur 1200 O C 30 Kedalaman Infiltrasi (mm) %Mg 8%Mg 10 %Mg 12 %Mg Waktu Tahan (Jam) Gambar 4.2 Pengaruh waktu tahan terhadap kedalaman infiltrasi pada temperatur 1200 O C Kedalaman infiltrasi yang meningkat seiring dengan meningkatnya persentase magnesium dan lamanya waktu tahan mengindikasikan terjadi pembasahan antara leburan almunium dengan partikel alumina yang diakibatkan reaksi antarmuka antara keduanya, hal ini ditunjukkan pada foto mikro dari yang terinfiltrasi. (Gambar )

63 46 KMK (a) (b) (c) 10 Jam (a) (b) (c) 15 Jam (a) (b) (c) 24 Jam Gambar 4.3 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan waktu tahan dan 5% Mg dengan temperatur 1200 o C pada posisi (a) awal infiltrasi, (b) tengah, dan (c) atas

64 47 (a) (b) (c) 10 Jam (a) (b) (c) 15 Jam (a) (b) (c) 24 Jam Gambar 4.4 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan waktu tahan dan 8% Mg dengan temperatur 1200 o C pada posisi (a) awal infiltrasi, (b) tengah, dan (c) atas

65 48 (a) (b) (c) 10 Jam (a) (b) (c) 15 Jam (a) (b) (c) 24 Jam Gambar 4.5 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan waktu tahan dan 10% Mg dengan temperatur 1200 o C pada posisi (a) awal infiltrasi, (b) tengah, dan (c) atas

66 49 (a) (b) (c) 10 Jam (a) (b) (c) 15 Jam (a) (b) (c) 24 Jam Gambar 4.6. Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan waktu tahan dan 12% Mg dengan temperatur 1200 o C pada posisi (a) awal infiltrasi, (b) tengah, dan (c) atas

67 50 Dari gambar grafik dan foto mikro memperlihatkan bahwa dengan penambahan persentase magnesium dan waktu tahan akan menyebabkan peningkatan infiltrasi leburan ke matriks 2 O 3. Penambahan Mg dalam pembuatan komposit 2 O 3 / mampu meningkatkan kemampuan pembasahan antara keramik-logam. Mg akan bereaksi dengan oksigen memicu terbentuknya fasa spinel MgO dan MgO akan bereaksi dengan lapisan tipis protektif yang berada di permukaan leburan sehingga membentuk Mg 2 O 4 pada daerah antarmuka dan fasa spinel ini mampu mereduksi tegangan permukaan antara 2 O 3 - sehingga mendorong terjadinya infiltrasi lebih lanjut. Ketergantungan infiltrasi terhadap waktu pada sistem keramik-logam buruk sehingga menyebabkan proses infiltrasi menjadi lambat, oleh karena itu diperlukan lebih banyak waktu untuk mencapai pembasahan (25,34). Waktu tahan akan mempengaruhi besarnya sudut kontak antara 2 O 3 -. Perbedaan energi permukaan membuat sudut kontak yang terjadi antara alumina dan almunium besar sehingga dibutuhkan lebih banyak waktu agar leburan dapat berinfiltrasi ke matriks 2 O 3. Dengan adanya elemen Mg yang memacu terbentuknya spinel dan waktu tahan yang lebih lama membuat spinel yang terbentuk lebih banyak menjembatani almunium leburan lebih mudah berinfiltrasi dan sudut kontak antara partikel 2 O 3 dan leburan lebih kecil. Hal ini ditunjang pula dengan hasil penelitian dari Ahgajanian (12) yang menyatakan bahwa waktu tahan mempengaruhi kinetika infiltrasi, waktu yang lebih lama dengan parameter proses yang sama memberikan kinetika infiltrasi yang lebih besar dan Andreas J. Klinter dkk (34) juga membuktikan bahwa waktu proses yang lebih lama akan menurunkan sudut kontak Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur Dopant dapat menaikkan penetrasi kapilaritas pada lapisan oksida dan mempermudah terbentuknya interface logam/substrat juga mempengaruhi tegangan permukaan pada fasa padat-cair dan menurunkan sudut kontak (23,31). Mg dipergunakan sebagai dopant dalam penelitian ini karena memiliki reaktifitas yang tinggi dan energi bebas yang kecil untuk terjadinya oksidasi lebih lanjut.

68 51 Pada Gambar 4.7, dan 4.8 menunjukkan pengaruh dari persentase Mg dan temperatur terhadap kedalaman infiltrasi leburan. 35 Kedalaman Infiltrasi (mm) Mg (%) Gambar 4.7 Pengaruh persentase magnesium terhadap kedalaman infiltrasi pada waktu tahan 24 jam 35 Kedalaman Infiltrasi (mm) %Mg 8%Mg 10 %Mg 12 %MG Temperatur ( o C) Gambar 4.8 Pengaruh temperatur terhadap kedalaman infiltrasi pada waktu tahan 24 jam

69 52 Dari Gambar memperlihatkan infiltrasi leburan ke matriks 2 O 3 yang mengalami peningkatan seiring dengan penambahan persentase Mg dan temperatur. Hal ini disebabkan semakin tinggi temperatur membuat viskositas leburan semakin rendah, sehingga kecepatan infiltrasi dari almunium leburan ke keramik 2 O 3 semakin tinggi, sudut kontak pembasahan antara keramik-logam akan semakin rendah sehingga membuat semakin banyak leburan yang berinfiltrasi. Fenomena tersebut terjadi karena adanya perubahan energi permukaan antara partikel 2 O 3 dengan Leburan akibat terbentuknya reaksi antarmuka yang lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi (50).. Diketahui bahwa logam cair akan mulai berinfiltrasi jika energi permukaan padat cair ( γ SL ) berkurang. Gambar dari foto mikro memperlihatkan infiltrasi almunium leburan ke matriks 2 O 3.

70 53 (a) (b) (c) 1100 o C (a) (b) (c) 1200 o C (a) (b) (c) 1300 o C Gambar 4.9 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan temperatur dan 5 % Mg dengan waktu tahan 24 jam pada posisi (a) awal infiltrasi, (b) tengah, dan (c) atas

71 54 (a) (b) (c) 1100 o C (a) (b) (c) 1200 o C (a) (b) (c) 1300 o C Gambar 4.10 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan temperatur dan 8% Mg dengan waktu tahan 24 pada posisi (a) awal infiltrasi, (b) tengah, dan (c) atas

72 55 (a) (b) (c) 1100 o C (a) (b) (c) 1200 o C (a) (b) (c) 1300 o C Gambar 4.11 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan temperatur dan 10% Mg dengan waktu tahan 24 jam pada posisi (a) awal infiltrasi, (b) tengah, dan (c) atas

73 56 (a) (b) (c) 1100 o C (a) (b) (c) 1200 o C (a) (b) (c) 1300 o C Gambar 4.12 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan temperatur dan 12% Mg dengan waktu tahan 24 jam pada posisi (a) awal infiltrasi, (b) tengah, dan (c) atas

74 57 Gambar 4.13 Infiltrasi pada celah matriks 2 O 3 menggunakan TEM (51) Gambar merupakan mikrostruktur komposit hasil infiltrasi aluminium leburan pada daerah awal infiltrasi, tengah dan daerah paling jauh dari bidang komposit matriks keramik 2 O 3 dengan variasi temperatur dan persentase magnesium. Dengan persentase magnesium yang semakin besar membuat aluminium yang berinfiltrasi semakin banyak. Perihal ini terjadi karena pada permulaan oksidasi elemen Mg yang memiliki reaktifitas yang tinggi dan energi bebas yang kecil teroksidasi oleh udara membentuk MgO dan hal ini terjadi pada saat sebelum temperature lebur (Gambar 2.19) dan reaksi interdifusi antara MgO juga terbentuk dengan lapisan alumina pada permukaan aluminium yang merubah lapisan MgO menjadi spinel (Mg 2 O 4 ) yang menjadi menjembatani leburan untuk berinfiltrasi. Lapisan spinel tidak protektif sehingga dengan mudah dibasahi oleh aluminium leburan (45,52,53). Semakin tinggi temperatur proses infiltrasi aluminium leburan ke dalam partikel alumina akibat adanya gaya kapilaritas semakin besar, karena viskositas aluminium yang rendah menyebabkan turunnya energi permukaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mc.Coy (54) bahwa semakin tinggi temperatur maka semakin jauh kedalaman infiltrasi sebab temperatur yang semakin tinggi membuat energi bebas dan tegangan permukaan antara keramik dan logam semakin rendah sehingga infiltrasi akan menjadi lebih mudah, hal ini ditunjang pula oleh hasil penelitian dari Moh. Jufri (41), Christian (54)

75 58 dan Suprayogi (55). Dari hasil penelitian diperoleh kedalaman infiltrasi maksimum terjadi pada temperatur 1300 o C dan persentase magnesium 12 % sebesar 29,34 mm Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur pada Lingkungan Gas Aspek lain untuk meningkatkan infiltrasi leburan, selain penambahan dopant, waktu tahan dan temperatur juga dengan cara mengsuplai gas dalam tube selama proses fabrikasi komposit 2 O 3 - produk Dimox.. Gambar 4.14, dan 4.15 menunjukkan pengaruh dari penambahan persentase Mg dan temperatur terhadap kedalaman infiltrasi leburan dalam lingkungan gas nitrogen Kedalaman Infiltrasi (mm) Mg (%) Gambar 4.14 Pengaruh persentase magnesium terhadap kedalaman infiltrasi dengan waktu tahan 15 jam

76 Kedalaman Infiltrasi (mm) % Mg 8% Mg 10% Mg 12% Mg Temperatur ( o C) Gambar 4.15 Pengaruh temperatur terhadap kedalaman infiltrasi dengan waktu tahan 15 jam Dengan penambahan persentase Mg dan naikntya temperatur memperlihatkan terjadi peningkatan leburan ke matriks alumina (Gambar ). Dimana Mg akan bereaksi dengan lapisan alumina yang terbentuk pada permukaan, sehingga menjadi jembatan dari leburan untuk berinfiltrasi ke matriks 2 O 3. Hal ini terjadi karena terbentuknya spinel Mg 2 O 4 yang tidak protektif dan merupakan hasil reaksi antara: Mg + 2 O 3 Mg 2 O 4... ( 4.1 )

77 60 (a) (b) (c) 1100 o C (a) (b) (c) 1050 o C (a) (b) (c) 1200 o C Gambar 4.16 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan temperatur dan 5% Mg dengan waktu tahan 15 jam pada posisi (a) sisa, (b) awal infiltrasi, dan (c) atas

78 61 (a) (b) (c) 1100 o C (a) (b) (c) 1050 o C (a) (b) (c) 1200 o C Gambar 4.17 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan temperatur dan 8% Mg dengan waktu tahan 15 jam pada posisi (a) sisa, (b) awal infiltrasi, dan (c) atas

79 62 (a) (b) (c) 1100 o C (a) (b) (c) 1050 o C (a) (b) (c) 1200 o C Gambar 4.18 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan temperatur dan 10% Mg dengan waktu tahan 15 jam pada posisi (a) sisa, (b) awal infinltrasi, dan (c) atas

80 63 (a) (b) (c) 1100 o C (a) (b) (c) 1050 o C (a) (b) (c) 1200 o C Gambar 4.19 Distribusi leburan yang berinfiltrasi akibat perubahan temperatur dan 12% Mg dengan waktu tahan 15 jam pada posisi (a) sisa, (b) awal infiltrasi, dan (c) atas

81 64 Semakin tinggi temperatur injeksi gas nitrogen, semakin rendah temperatur infiltrasi dari leburan ke matriks 2 O 3 akibat terbentuknya fasa Mg 3 N 2 pada partikel 2 O 3, yang meningkatkan pembasahan dengan mengurangi energi permukaan antara leburan dan matriks 2 O (56) 3. Seperti terlihat pada Gambar walaupun masih terdapat sisa. 4.2 DENSITAS DAN POROSITAS Densitas merupakan fungsi dari kerapatan penyusun komposit 2 O 3 / sehingga keberadaan sedikit void akan mempengaruhi kerapatan yang pada akhirnya berpengaruh pada perbandingan berat dengan volume komposit. Porositas merupakan salah satu penyebab kegagalan suatu material. Porositas bisa diakibatkan oleh penyusutan atau/oleh gas yang terperangkap. Porositas akan mempengaruhi sifat mekanis KMK 2 O 3 /, sebab struktur berpori akan menurunkan kekuatan dan kekerasan jika dibandingkan dengan struktur padat Pengaruh Persentase Mg dan Waktu Tahan Terhadap Densitas dan Porositas komposit 2 O 3 / Gambar menunjukkan pengaruh kadar magnesium terhadap densitas komposit. Peningkatan kadar magnesium menyebabkan kemampuan membasahi (wettability) antara keramik-logam menjadi lebih baik. Hal ini disebabkan magnesium bersifat efektif dalam mengurangi tegangan permukaan cairan dan mendorong reaksi- reaksi interfacial dan akan meningkatkan pembasahan sehingga infiltrasi menjadi lebih mudah. [34,40]

82 Densitas (gr/cm 3 ) J am 15 J am 24 jam Mg (%) Gambar 4.20 Pengaruh persentase magnesium terhadap densitas pada temperatur 1200 O C Densitas (gr/cm 3 ) % M g 8% M g 10% M g 12% M g Waktu Tahan (Jam) Gambar 4.21 Pengaruh Waktu tahan terhadap densitas pada temperatur 1200 O C Untuk pengaruh persentase Mg dan waktu tahan hasil penelitian memiliki kecenderungan yang sama yaitu dengan penambahan persentase Mg 5 % ke 8 % terjadi kenaikan densitas. Hal ini disebabkan oleh kemampuan pembasahan antara logam keramik semakin baik, dimana partikel 2 O 3 akan semakin

83 66 banyak yang dapat berikatan dengan leburan alumunium. Infiltrasi leburan aluminium pun semakin meningkat. Peningkatan infiltrasi tersebut dikarenakan Mg bereaksi dengan oksigen membentuk MgO, kemudian MgO merusak lapisan protektif 2 O 3 dan bereaksi menjadi spinel (Mg 2 O 4 ) yang membentuk kanalkanal, sehingga dapat membuka jalan untuk leburan aluminium naik mengisi celah-celah yang terdapat pada prabentuk. Untuk persentase penambahan Mg yang 10% dan 12 % karena persentase Mg lebih banyak menyebabkan semakin lebih cepat reaksi terjadi maka akan semakin banyak leburan yang berinfiltrasi mengisi celah-celah diantara perform dan saling berikatan membentuk komposit 2 O 3 - yang memiliki keuletan lebih. Pada penelitian pengaruh persentase magnesium dan waktu tahan nilai maksimum densitas dicapai pada komposit dengan kadar 8% Mg dengan waktu tahan 24 jam sebesar 3,35 g/cm 3. Peningkatan densitas atau penurunan porositas dapat terjadi karena akibat kenaikan waktu tahan, hal tersebut disebabkan oleh peningkatan kedalaman infiltrasi ke dalam rongga-rongga porus pada komposit akan meningkatkan kerapatan. Salah satu penyebab kegagalan suatu material adalah keberadaan porositas. Hubungan densitas dengan porositas adalah berkebalikan. Dengan peningkatan kadar magnesium maka porositas pada komposit 2 O 3 / kecenderungannya meningkat. Dari Gambar dapat dilihat bahwa nilai porositas minimum ada pada sampel S8t24 sebesar 5,85%.

84 Porositas (%) J am 15 jam 24 Jam Mg (%) Gambar 4.22 Pengaruh persentase magnesium terhadap porositas pada temperatur 1200 O C Porositas (%) % M g 8% M g 10% M g 12% M g Waktu Tahan ( Jam) Gambar 4.23 Pengaruh waktu tahan terhadap porositas pada temperatur 1200 O C Bertambahnya nilai porositas dengan meningkatnya waktu tahan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu Mg mencapai titik uapnya pada temperatur 1097 o C [12]. Dimana penelitian yang yang dilakukan, temperatur sudah mencapai 1200 o C, sehingga dengan bertambah lamanya pemansan dapat mengakibatkan jumlah uap Mg yang tidak bereaksi terperangkap dalam prabentuk semakin

85 68 banyak dan tempat-tempat kosong tersebut tidak sempat dilalui oleh leburan, sehingga membentuk porositas yang lebih banyak. PORI PORI (a) (b) PORI (c) Gambar 4.24 Pori pada mikrostruktur komposit 2 O 3 / dengan 12% Mg pada temperatur 1200 o C (a). S12t10, (b). S12t15 dan (c). S12t Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur Terhadap Densitas dan Porositas komposit 2 O 3 / Densitas komposit 2 O 3 / merupakan fungsi dari kerapatan penyusunnya. Peningkatan temperatur menyebabkan kemampuan pembasahan (wettability) antara keramik-logam lebih baik. Ini disebabkan oleh adanya perubahan energi permukaan dan oleh reaksi antarmuka yang lebih cepat pada

86 69 suhu yang lebih tinggi. [8] Selain itu, temperatur yang tinggi menyebabkan berkurangnya viskositas leburan, sehingga leburan logam akan mengalir pada permukaan alumina menutupi setiap cekungan dan benjolan yang terdapat pada permukaan yang kasar serta menghilangkan atau mengisi seluruh udara (pori) yang ada [3] Densitas (gr/cm 3 ) Mg (%) Gambar 4.25 Pengaruh persentase magnesium terhadap densitas pada waktu tahan 24 jam Densitas (gr/cm 3 ) % Mg 8% Mg 10% Mg 12% Mg Temperatur ( o C) Gambar 4.26 Pengaruh temperatur terhadap densitas pada waktu tahan 24 jam

87 70 Dengan semakin banyak atau mudahnya leburan aluminium mengisi poripori menghasilkan densitas material komposit keramik yang merupakan densitas antara keramik 2 O 3 dengan. Peningkatan temperatur dan persentase magnesium menyebabkan kemampuan infiltrasi aluminium lebih baik. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan energi permukaan dan oleh reaksi antarmuka yang lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. (50). Densitas komposit yang terbentuk berada pada kisaran material pembentuknya (berada dalam kisaran densitas 2 O 3 : 3.8 gr/cm 3, dan : 2,7 gr/cm 3 ) dan nilai densitas maksimum sebesar 3.50 dicapai pada temperatur 1100 o C dengan persentase magnesium 8 % dan yang disebabkan reaksi produk yang terbentuk pada kondisi ini di mana sebagian besar 2 O 3 dan Mg 2 O 4. Hal ini berdasarkan hasil pengujian XRD yang memberikan kontribusi terhadap karakterisasi komposit tersebut. Di atas 1100 o C dapat menurunkan kekerasan dan kekuatan alumina didukung dengan penelitian Zeng Shaoxian dan Fu Xiren (57) penurunan kekuatan alumina tersebut disebabkan oleh pertumbuhan butir alumina yang tak terkendali yang terjadi pada suhu tinggi. Data pengujian porositas yang diperoleh memiliki hubungan yang berkebalikan dengan data pengujian densitas. Nilai densitas yang besar membuat nilai porositas yang kecil seperti yang terlihat pada Gambar Porositas (%) Mg (%) Gambar 4.27 Pengaruh persentase magnesium terhadap porositas pada waktu tahan 24 jam

88 Porositas (%) % Mg 8% Mg 10% Mg 12% Mg Temperatur ( o C) Gambar 4.28 Pengaruh temperatur terhadap porositas pada waktu tahan 24 jam Porositas dapat disebabkan akibat dari penyusutan pembekuan, ini terjadi karena karakteristik dari logam itu sendiri. Dalam proses pembekuan, logam akan mengalami 3 (tiga) jenis penyusutan yaitu: liquid contraction, solidification contraction dan solid contraction. Liquid contraction adalah penyusutan yang terjadi pada logam cair jika logam cair didinginkan dari temperatur tuang menuju temperatur pembekuan. Solidification contraction adalah penyusutan yang terjadi selama logam cair melalui phasa pembekuan (perubahan fasa cair menjadi fasa padat). Solid contraction adalah penyusutan yang terjadi selama periode solid metal didinginkan dari temperatur pembekuan menuju temperatur ruang. (58). Selain itu, mikroporositas yang berupa cacat void dapat disebabkan karena pertumbuhan matriks yang didahului dengan pembentukan spinel Mg 2 O 4, sehingga tidak akan mampu menutup jarak antar partikel prabentuk yang pada akhirnya akan membentuk cacat prabentuk. (59) Pada temperatur yang lebih tinggi kemampuan infiltrasi aluminium terhadap alumina semakin baik mengisi pori-pori alumina dan peningkatan persentase magnesium menyebabkan peningkatan porositas karena pembentukan mikroporositas akibat penyusutan pada proses pembekuan (60). Pada temperatur

89 C (13) Mg mencapai temperatur didihnya sehingga menguap dan tempat dari Mg tidak sepenuhnya terisi oleh infiltrasi leburan sehingga membentuk porositas yang semakin bertambah banyak dengan naiknya persentase magnesium. Selain itu, pembentukan komposit yang tidak sempurna ikut memberikan pengaruh misalnya pada daerah yang miskin oksigen dalam prabentuk, akan menyebabkan reaksi antarmuka atau pertumbuhan matriks yang didahului dengan pembentukan spinel (Mg 2 O 4 ) tidak mampu menutup jarak antara partikel prabentuk yang akhirnya akan membentuk cacat void (porositas) (61). Porositas minimum pada temperatur 1100 o C dengan 8% magnesium sebesar 4,55%. pori pori (a) (b) pori (c) Gambar 4.29 Pori pada mikrostruktur komposit 2 O 3 / dengan 10% Mg (a). S12T1100, (b).s12t1200 dan (c). S12T1300

90 Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur pada Lingkungan Gas Pembasahan dari KMK 2 O 3 / semakin baik akibat reaksi antarmuka dengan meningkatnya temperatur dan persentase magnesium karena infiltrasi aluminium semakin meningkat. Gambar memperlihatkan korelasi antara kenaikan persentase magnesium dengan densitas dan temperatur dengan densitas Densitas (gr/cm 3 ) Mg (%) Gambar 4.30 Pengaruh persentase magnesium terhadap densitas pada waktu tahan 15 jam dalam lingkungan N Densitas (gr/cm 3 ) % Mg 8% Mg 10% Mg 12% Mg Temperatur ( o C) Gambar 4.31 Pengaruh temperatur terhadap densitas pada waktu tahan 15 jam dalam lingkungan N 2

91 74 Untuk temperatur 1100 dan 1200 nilai densitas cenderung menurun dengan bertambahnya persentase magnesium karena kemampuan membasahi antara logam-keramik menjadi lebih baik akibat perubahan energi permukaan dan reaksi antarmuka menjadi lebih cepat dan menyebabkan berkurangnya viskositas leburan sehingga leburan mampu mengisi pori-pori antar partikel alumina. Untuk temperatur 1150 awalnya densitas terjadi kenaikan dan maksimum pada 8%Mg tetapi dengan penambahan Mg lebih banyak memberi efek densitas lebih rendah karena energi permukaan yang semakin rendah sehingga banyaknya leburan yang berinfiltrasi. Kevorkijan (51) menyatakan adanya hubungan antara kedalaman infiltrasi dengan densitas, semakin besar kedalaman infiltrasi maka densitas akan semakin turun karena komposit yang dihasilkan memiliki lebih banyak pori sehingga terjadi penurunan densitas. Hal ini didukung pula oleh penelitian Necat tinkok dan Rasit Koker (61) yang menunjukkan bahwa densitas berkurang karena telah menjadi densitas komposit. Walaupun kemampuan pembasahan dari KMK semakin baik akibat reaksi antarmuka dengan meningkatnya temperatur dan persentase magnesium karena infiltrasi aluminium semakin meningkat, namun struktur yang dihasilkan berpori sehingga terjadi penurunan densitas. Pada temperatur 1150 o C dengan 8% Mg nilai densitasnya mencapai maksimum sebesar 3,02 gr/cm 3. Dari data hasil pengujian porositas menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya persentase magnesium dan tingginya temperatur, nilai porositas cenderung semakin meningkat seperti yang diperlihatkan pada Gambar

92 Porositas (%) Mg (%) Gambar 4.32 Pengaruh persentase magnesium terhadap porositas pada waktu tahan 15 jam dalam lingkungan N Porositas (%) % Mg 8% Mg 10% Mg 12% Mg Temperatur ( o C) Gambar 4.33 Pengaruh temperatur terhadap porositas pada waktu tahan 15 jam dalam lingkungan N 2 Penyusutan yang terjadi pada saat pemadatan merupakan sumber utama pembentukan porositas, hal ini dihasilkan dari pengurangan volume yang diikuti pengerasan. Sedangkan porositas akibat gas, dihasilkan dari penurunan daya larut gas dalam padatan atau terperangkapnya gas. Hal ini menyebabkan kurang

93 76 penuhnya atau tidak sempurnanya proses necking dan dapat menyebabkan konsentrasi tegangan pada pusat-pusat porositas. Porositas akan mempengaruhi sifat mekanis komposit keramik 2 O 3 / karena struktur berpori akan menurunkan kekuatan dan kekerasan jika dibandingkan dengan struktur padat. Porositas juga sangat merusak kualitas permukaan setelah proses permesinan. Nilai porositas tertinggi ada pada komposit 2 O 3 / dengan persentase Mg 12% pada temperatur 1100 o C sebesar 12,72% seperti yang terlihat pada Gambar Pori Pori (a) (b) Pori (c) Gambar 4.34 Pori pada mikrostruktur komposit 2 O 3 / dengan 12% Mg (a). S12T1100N (b).s12t1150n dan (c). S12T1200N

94 KEKERASAN Kekerasan pada komposit 2 O 3 / merupakan sifat yang signifikan dan berhubungan dengan kemampuan material untuk menahan penetrasi permukaan. Dalam penelitian ini, penjejakan sampel pengujian kekerasan mikro dengan metode Vickers dilakukan 3 (tiga) kali untuk masing masing sampel Pengaruh Persentase Mg dan Waktu Tahan Sifat kekerasan komposit ini pada umumnya merupakan fungsi dari kekuatan ikatan antara material keramik dan aluminium. Pada kadar magnesium yang meningkat, gaya kapilaritas dari leburan aluminium akan semakin mudah dan kemampuan pembasahan akan semakin baik sehingga memungkinkan terbentuknya senyawa yang lebih banyak, selanjutnya mengakibatkan kekerasan yang dihasilkan lebih tinggi. Gambar menunjukakan korelasi dari persentase Mg terhadap nilai kekerasan komposit 2 O 3 / Kekerasan (VHN) J am 15 J am 24 Jam Mg (%) Gambar 4.35 Pengaruh persentase magnesium terhadap Kekerasan pada temperatur 1200 O C

95 Kekerasan (VHN) % M g 8% M g 10% M g 12% M g Waktu tahan (Jam) Gambar 4.36 Pengaruh waktu tahan terhadap Kekerasan pada temperatur 1200 O C Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa material dengan densitas yang tinggi memiliki kecenderungan kekerasan yang meningkat karena ikatan antar partikel dari proses pembasahan. Kekerasan suatu material juga dipengaruhi oleh senyawa (fasa) pembentuk material tersebut. Nilai kekerasan mikro produk KMK yang diperoleh merupakan kombinasi dari berbagai fasa fasa yang terbentuk pada KMK 2 O 3 / dan porositas yang ada. Saat jumlah Mg semakin besar maka aluminium juga semakin bertambah, tersebar pada seluruh bagian komposit. Nilai kekerasan maksimum 1181 VHN pada komposit 2 O 3 / untuk kondisi temperatur yang sama dengan persentase Mg 8% pada waktu tahan 24 Jam. Pada Gambar 4.37 memperlihatkan reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD yang menghasilkan nilai kekerasan maksimum untuk S8t24

96 79 2 O 3 Mg 2 O 4 Gambar 4.37 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD menghasilkan nilai kekerasan maksimum untuk S8t24 yang Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur Secara umum kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Nilai kekerasan produk KMK umumnya merupakan fungsi dari kekuatan ikatan yang terjadi diantara material pembentuknya. [12]. Gambar menunjukakan korelasi dari persentase Mg terhadap nilai kekerasan komposit 2 O 3 /.

97 Kekerasan (VHN) Mg (%) Gambar 4.38 Pengaruh persentase magnesium terhadap kekerasan pada waktu tahan 24 Jam Kekerasan (VHN) Temperatur ( o C) 5% M g 8% M g 10% M g 12% M g Gambar 4.39 Pengaruh temperatur terhadap kekerasan pada waktu tahan 24 Jam

98 81 Gambar 4.40 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD menghasilkan nilai kekerasan maksimum untuk S8T1200 yang Untuk temperatur 1100 o C dan 1200 o C memiliki kecenderungan yang sama yaitu pada awalnya naik sampai kadar 8 % Mg kemudian turun lagi di 10 % Mg. Meningkatnya nilai kekerasan mikro komposit 2 O 3 / hasil reaksi antarmuka yang banyak terbentuk adalah 2 O 3 dan Mg 2 O 4. Hal ini akibat dari fasa-fasa yang terbentuk pada hasil akhir proses fabrikasi. Selain fasa yang terbentuk hasil reaksi antarmuka dan adanya porositas juga mempengaruhi kekerasan mikro dari produk komposit 2 O 3 /. Porositas dapat mempengaruhi besarnya nilai kekerasan mikro terutama ketika indentor mengenai bagian permukaan yang terdapat porositas, dimana pada bagian tersebut memiliki ikatan komposit yang lemah. Aghajanian (12) menyatakan bahwa terjadi penurunan nilai kekerasan dengan peningkatan jumlah porositas. Nilai kekerasan optimum pada temperatur 1100 o C sebesar 1221 VHN. Untuk temperatur 1300 o C nilai kekerasan mengalami peningkatan, dimana temperatur yang tinggi menyebabkan penurunan energi permukaan dan reaksi antarmuka menjadi lebih cepat sehingga dengan peningkatan persentase Mg memicu terbentuknya fasa spinel MgO dan Mg 2 O 4 pada daerah antarmuka dan

99 82 fasa spinel ini mampu mereduksi tegangan permukaan antara 2 O 3 - sehingga mendorong terjadinya reaksi antarmuka lebih lanjut. Selain itu peningkatan persentase Mg menyebabkan bentuk struktur mikro yang dihasilkan relatif lebih halus bila dibandingkan dengan bentuk struktur mikro pada kadar persentase Mg yang lebih rendah, sehingga nilai kekerasannya lebih besar karena dislokasi lebih sulit bergerak (62). Masih terjadi agglomerate dari matriks (63) yang merupakan faktor lain yang mempengaruhi kekerasan dari komposit 2 O 3 / seperti terlihat pada Gambar S5T1300 S8T1300 S10T1300 S12T1300 Gambar 4.41 Struktur mikro komposit keramik 2 O 3 / pada temperatur 1300 O C dengan waktu tahan 24 jam

100 Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur dalam Lingkungan Gas Kekerasan pada keramik merupakan sifat yang signifikan dan berhubungan dengan kemampuan material untuk menahan penetrasi permukaan melalui kombinasi perpatahan getas dan aliran plastis. Gambar menunjukkan korelasi antara persentase Mg terhadap nilai kekerasan komposit 2 O 3 / Kekerasan (HVN) Mg (%) Gambar 4.42 Pengaruh persentase magnesium terhadap kekerasan pada waktu tahan 15 Jam Kekerasan (VHN) Temperatur ( o C) 5% M g 8% M g 10% M g 12% M g Gambar 4.43 Pengaruh temperatur terhadap kekerasan pada waktu tahan 15 Jam

101 84 Gambar 4.44 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD yang menghasilkan nilai kekerasan maksimum untuk S10T1150N. Pada temperatur 1097 o C Mg mencapai temperatur didihnya sehingga menguap dan terdeposit pada permukaan 2 O 3, hal ini menjadi tahap penting dalam meningkatkan pembasahan antara leburan dengan 2 O 3. Dengan berjalannya proses fabrikasi akan meningkatkan uap Mg dan bereaksi dengan 2 O 3 untuk membentuk Mg 2 O 4 yang merupakan jembatan reaksi antarmuka yang dapat meningkatkan kekerasan (72). Dari hasil penelitian, komposit 2 O 3 / yang dibuat dalam lingkungan gas nitrogen memiliki tingkat kekerasan yang cenderung meningkat seiring dengan peningkatan persentase Mg sampai 10% kemudian berkurang pada 12% Mg. Hal ini disebabkan karena bertambahnya persentase Mg akan mengurangi energi permukaan dan mendorong reaksi reaksi antarmuka. 4.4 KETANGGUHAN KOMPOSIT 2 O 3 / Kekuatan dan ketangguhan memiliki keterkaitan. Suatu material dikatakan kuat dan tangguh jika pecah (ruptures) pada kekuatan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa material tersebut memiliki regangan yang tinggi, sementara material yang rapuh memiliki kekuatan tetapi dengan nilai regangan yang terbatas sehingga material tersebut tidak tangguh. Umumnya kekuatan material menunjukkan seberapa banyak material dapat menahan beban atau tegangan

102 85 sementara ketangguhan material menunjukkan seberapa besar dapat menyerap energi sebelum material tersebut pecah (rupturing). Ketangguhan komposit 2 O 3 / adalah sifat yang berkaitan dengan kemampuan untuk menahan retak mikro (64), semakin besar nilai ketangguhan maka material tersebut cenderung menuju sifat ulet, tetapi bila semakin kecil nilai ketangguhannya maka lebih cenderung bersifat getas. Untuk mengukur ketangguhan material komposit 2 O 3 / digunakan metoda identor vickers. Metoda ini sama halnya seperti mengukur kekerasan Vickers, disertai dengan pengamatan panjang retak mikro yang terjadi pada saat setelah penekanan dengan identor. Nilai ketangguhan K C dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 (48) : K C = ( (E/Hv) (P/C 1.5 )...( 4.2 ) Dimana : E : modulus young (GPa) Hv : nilai kekerasan Vickers (GPa) P : nilai beban yang digunakan (N) C : panjang retak mikro (m) K C : fracture toughness (MPa.m 1/2 ) Gambar 4.45 Crack hasil jejak indentasi Vickers (64)

103 Pengaruh Persentase Mg dan Waktu Tahan terhadap ketangguhan Komposit 2 O 3 / Fracture toughness adalah kemampuan maksimun material menyerap energi sebelum retak (fracture) terjadi (64). Ketangguhan patah diwakili dengan istilah Kc yang didefenisikan sebagai faktor nilai kritis intensitas tegangan pada ujung retak sehingga menyebabkan kegagalan (failure). Gambar menunjukan korelasi antara persentase Mg terhadap nilai ketangguhan komposit 2 O 3 / KC (MPa m 1/2 ) J am 15 J am 24 jam Mg (%) Gambar 4.46 Pengaruh persentase magnesium terhadap nilai ketangguhan pada temperatur 1200 O C KC (MPa m 1/2 ) % M g 8% M g 10% M g 12% M g Waktu Tahan (Jam) Gambar 4.47 Pengaruh waktu tahan terhadap nilai ketangguhan pada temperatur 1200 O C

104 87 Persentase Mg yang tinggi akan menyebabkan menaikkan penetrasi kapilaritas pada lapisan oksida mencakup leburan dan mempermudah terbentuknya antarmuka antara keramik alumina logam dan mempengaruhi tegangan permukaan. Reaksi yang terjadi pada antarmuka alumina- yang menjadi jembatan sehingga leburan dapat berinfiltrasi. Kenaikan waktu tahan menyebabkan penurunan sudut kontak antara alumina dan (34,40,43) sehingga pembasahan akan lebih baik dan leburan lebih mudah berinfiltrasi. Waktu tahan lebih lama akan menyebabkan peningkatan kualitas interaksi reaksi antarmuka yang disebabkan oleh semakin meningkatnya infiltrasi leburan. Hasil produk reaksi antarmuka seperti spinel Mg 2 O 4 atau oksida logam 2 O 3, MgO akan lebih banyak terbentuk. Kenaikan kuantitas reaksi antarmuka memegang peranan dalam konstribusi nilai fracture toughness dari komposit 2 O 3 / dan nilai maksimum dicapai pada waktu tahan 24 jam dengan 5%Mg sebesar 7.87 MPa.m 1/ Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur terhadap ketangguhan Komposit 2 O 3 / Ketangguhan patah merupakan kemampuan material untuk menahan beban atau deformasi yang terjadi akibat retak dengan memperhatikan faktor cacat material, geometri material, kondisi pembebanan, dan tentunya sifat material yang digunakan. Pengertian yang lebih mudah ketangguhan patah (fracture toughnes) bisa disebut sebagai ketangguhan retak suatu material untuk mengevaluasi kemampuan komponen yang mengandung cacat untuk melawan retak. Gambar menunjukan korelasi antara persentase Mg terhadap nilai ketangguhan komposit 2 O 3 /.

105 KC (MPa m 1/2 ) Mg (%) Gambar 4.48 Pengaruh persentase magnesium terhadap nilai ketangguhan pada waktu tahan 24 Jam K C (M P a m 1/2 ) % M g 8% M g 10% M g 12% M g Temperatur ( o C) Gambar 4.49 Pengaruh temperatur terhadap nilai ketangguhan pada waktu tahan 24 Jam Kandungan Mg yang tinggi memberi pengaruh positif terhadap reaksi antarmuka karena Mg memiliki reaktifitas yang tinggi dalam proses oksidasi, Mg akan bereaksi lebih dahulu dibandingkan. Mg memperbaiki pembasahan dengan cara merusak lapisan protektif pada permukaan sehingga dapat terjadi reaksi permukaan yang mem-promote pembasahan dengan cara membentuk spinel

106 89 yang mudah terbasahi oleh leburan. Nilai fracture toughness dari komposit 2 O 3 / maksimum ada pada 5% Mg pada temperatur 1300 o C sebesar 8.25 MPa m 1/2. Gambar 4.50 retak hasil jejak indentasi Vickers sampel S5T1300 Kenaikan temperatur proses berpengaruh terhadap viskositas leburan sehingga lebih mudah untuk berinfiltrasi (65). Temperatur yang tinggi menyebabkan viskositas leburan menjadi lebih rendah dan penurunan energi permukaan sehingga reaksi antarmuka menjadi lebih cepat memacu terbentuknya fasa spinel MgO dan Mg 2 O 4 pada daerah antarmuka. Reaksi-reaksi antarmuka menjadi lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi menyebabkan leburan akan semakin banyak mengisi preform matriks alumina Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur terhadap Ketangguhan Komposit 2 O 3 / dalam lingkungan gas Ketangguhan (toughness) adalah suatu sifat yang berkaitan dengan kemampuan suatu material untuk menahan penjalaran retak mikro (66). Semakin besar nilai ketangguhan material maka material tersebut cenderung menuju sifat ulet, tetapi semakin kecil nilai ketangguhannya maka material tersebut lebih cenderung bersifat getas. Gambar menunjukan korelasi antara persentase Mg terhadap nilai ketangguhan komposit 2 O 3 /.

107 KC (MPa m 1/2 ) Mg (%) Gambar 4.51 Pengaruh persentase magnesium terhadap nilai ketangguhan pada waktu tahan 15 Jam KC (MPa m 1/2 ) % Mg 8 % Mg 10% Mg 12% Mg Temperatur ( o C) Gambar 4.52 Pengaruh temperatur terhadap nilai ketangguhan pada waktu tahan 15 Jam Faktor-faktor umum yang mempengaruhi ketangguhan material komposit adalah temperatur, waktu tahan dan hubungan antara kekuatan dan keuletan material (67). Dengan meningkatnya kandungan Mg leburan akan

108 91 ternitridasi menjadi banyak sehingga terbentuk lapisan tipis N dipermukaan leburan selama proses infiltrasi. Selain itu uap Mg akan bereaksi dengan O 2 dan N 2 membentuk MgO dan Mg 3 N 2 yang memudahkan infiltrasi leburan. Nilai ketangguhan maksimum berada pada temperature 1150 o C dengan persentase 5% Mg sebesar 4,906 MPa.m 1/2 4.5 REAKSI ANTARMUKA KOMPOSIT 2 O 3 / Antarmuka antara matriks dan penguat penting karena berperan pada transisi ulet-getas pada komposit keramik dan merupakan penghubung migrasi leburan logam ke keramik dan mempengaruhi ketangguhan sehingga optimalisasi dari antarmuka diperlukan oleh material komposit matrik keramik (30,34,47). Sifat antarmuka dapat mempengaruhi berbagai aspek performa komposit Pengaruh Persentase Mg dan Waktu Tahan terhadap Reaksi Antarmuka Komposit 2 O 3 /. Banyak penelitian (12,24,30,34,37,54,68,) yang telah dilakukan dalam fabrikasi komposit keramik yang mengkonsentrasikan pembuatan komposit keramik 2 O 3 / dengan pemakaian dopant dari paduan yang mengandung Mg dan Si. Nagelberg (53) meneliti pertumbuhan terarah dari paduan -Mg, dan menyatakan bahwa awalnya dibutuhkan scratching oksida pada permukaan paduan. Hal ini disebabkan komposisi oksida yang stabil pada permukaan menjadi penghalang dalam proses infiltrasi sehingga meminimalisasi efektifitas proses reaksi antarmuka. Ketergantungan sudut pembasahan terhadap waktu terlihat pada sistem 2 O 3- (27,30) berpengaruh terhadap kinetika reaksi dimana kemampuan pembasahan antara alumina dan almunium buruk dan proses infiltrasi terjadi dengan lambat sehingga diperlukan lebih banyak waktu untuk mencapai pembasahan. Dimana aspek viskositas leburan, peningkatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh variabel waktu tahan.

109 92 Gambar 4.53 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD dengan persentase Mg 8 % pada temperatur 1200 o C Dari hasil pengamatan XRD (Gambar 4.53) dengan persentase Mg 8%, peningkatan waktu tahan membuat reaksi antar muka berlangsung lebih lama. Dimana Mg yang lebih reaktif dibandingkan dan akan teroksidasi lebih dahulu menghasilkan lapisan magnesia yang tipis dan kontinue. Lapisan magnesia akan bereaksi dengan lapisan oksida protektif yang terbentuk pada permukaan dan akan menghasilkan spinel dengan reaksi : 2 Mg (S) + ½ O 2 (G) 2 MgO (S)... (4.3) 3 MgO( s) + 4( l) + O2 2Mg2O ( s)..... (4.4) s ( s) + 3O ( g) 2 O ( )... (4.5) Spinel Mg 2 O 4 yang memiliki celah mikro sehingga leburan mudah berinfiltasi. Proses ini terus berlanjut berulang-ulang sampai kandungan Mg habis dan hasil reaksi selama proses dan dengan waktu tahan yang lebih lama membentuk reaksi produk yang lebih merata. Hasil akhir reaksi produk yang

110 93 terbentuk yang teramati melalui pengamatan XRD adalah Mg 2 O 4 dan 2 O 3 yang memberikan kontribusi pada peningkatan densitas dari 3,28 g/cm 3 untuk waktu tahan 10 jam 3,31 g/cm 3 untuk waktu tahan 15 jam dan 3,35 g/cm 3 untuk 24 jam. Hal ini juga memberi kontribusi bagi penurunan porositas komposit 2 O 3 / dari 6,47% untuk waktu tahan 10 jam, menjadi 6,19% untuk waktu tahan 15 jam dan 5,85% untuk untuk waktu tahan 24 jam. Mikrostruktur hasil SEM komposit 2 O 3 / ditunjukkan dalam Gambar Gambar 4.54 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / hasil SEM sampel S8t10 Tabel 4.1 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS sampel S8t10 Komposisi Elemen (%) Daerah O Mg Si Fe C ,92 49,47 36,81 42,77 47,44 59,53 0,30 1,53 1,26 0,22 0,31 0,15 3, ,65 1,35 2,26

111 94 Gambar 4.55 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / hasil SEM sampel S8t15 Tabel 4.2 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS sampel S8t15 Komposisi Elemen (%) Daerah O Mg Si Fe C ,34 44, ,24 57,49 89,63 48,44 46,38 46,31 42,59 41,15 9,77 1,23 0,77 4,19 2,36 0, ,94-2, , ,96 0,49 8,45 0,67 0,61 Gambar 4.56 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / hasil SEM sampel S8t24

112 95 Tabel 4.3 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS sampel S8t24 Komposisi Elemen (%) Daerah O Mg Si C ,28 57,77 18,12 40,93 40, , ,23 0,41 3,04 1,53 1,26 30,84 Dari Gambar Microstruktur hasil SEM memperlihatkan leburan terinfiltrasi lebih merata dan lebih menyebar, analisa komposisi kimia hasil EDS komposit 2 O 3 / menunjukan bahwa yang waktu tahan pemanasan 10 dan 15 jam untuk semua daerah masih terdapat kandungan Mg sedangkan yang waktu tahan 24 jam kandungan Mg hanya ada di daerah abu-abu gelap (daerah 1) sebesar 2,03%. Untuk waktu tahan pemanasan yang lebih lama membuat proses terbentuknya spinel terus berlanjut berulang-ulang sampai kandungan Mg habis dan hasil reaksi selama proses dan dengan waktu tahan yang lebih lama juga dapat membentuk reaksi produk yang lebih merata. Gambar 4.57 menujukkan reaksi antarmuka hasil XRD denga persentase 12% Mg dan Gambar 4.57 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD dengan persentase Mg 12 % pada temperatur 1200 o C

113 96 SEM dan EDS mengindikasikan kehadiran beberapa bagian dalam sampel. Sebagian besar dari sampel terdiri dari selang-seling aluminium yang tidak sempurna teroksidasi dengan fasa keramik yang diisi antara dan Mg yang diasumsikan menjadi spinel. Mikrostruktur hasil SEM komposit keramik 2 O 3 / produk DIMOX ditunjukkan dalam Gambar Gambar 4.58 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / hasil SEM sampel S12t10 Tabel.4.4 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS sampel S12t10 Komposisi Elemen (%) Daerah O Mg Si C ,23 48,05 35,23 37,55 40,44 42,53-4,91 3,34-1,13 0,51 9,22 5,47 18,39

114 97 Gambar 4.59 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / hasil SEM sampel S12t15 Tabel 4.5 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS sampel S12t15 Komposisi Elemen (%) Daerah O Mg Si C ,16 30,26 69,59 42,03 33,25 21,77-4,63 3,49-0,64-1,80 31,21 5,15 Gambar 4.60 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / hasil SEM sampel S12t24

115 98 Tabel 4.6 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS sampel S12t24 Komposisi Elemen (%) Daerah O Mg Si C ,51 56,67 44,80 43,29 30,92 45,03 5,38 10,58 1,31 0,30-0,85 0,51 1,83 8,02 Dengan persentase Mg yang lebih besar reaksi antarmuka menjadi lebih banyak karena penambahan Mg pada komposit 2 O 3 / akan menaikkan penetrasi kapilaritas pada lapisan oksida mencakup leburan sebagai awal terbentuknya interface keramik-logam. Mg dapat mengurangi tegangan permukaan fasa padat-cair (27,38,49). Peningkatan densitas juga terjadi dari 3,09 g/cm 3 dengan waktu tahan 10 jam ke 3,21 g/cm 3 15 jam. Hal ini terjadi karena Mg yang memiliki reaktifitas tinggi memperbaiki pembasahan dengan cara merusak lapisan oksida pada permukaan sehingga dapat terjadi reaksi antarmuka yang mendorong terjadinya pembasahan dengan cara pembentukan spinel yang mudah terbasahi oleh leburan. Untuk waktu tahan 24 jam terjadi penurunan densitas menjadi 3,14 g/cm 3 yang disebabkan oleh viskositas leburan yang lebih cair sehingga lebih banyak leburan yang berinfiltrasi dan semakin banyak reaksi produk yang dihasilkan. Untuk porositas terjadi penurunan dari 8,89 % waktu tahan 10 jam ke 8,67% waktu tahan 15 jam dan naik menjadi 8,97% untuk waktu tahan 24 jam. Hal ini dikarenakan adanya tempat dari Mg yang tidak sepenuhnya terisi oleh infiltrasi leburan dan terperangkapnya udara. Dari hasil pengamatan EDS pada semua variasi waktu tahan menunjukkan puncak-puncak elemen, O yang mendominasi dan elemen lainnya Mg yang mengindikasikan reaksi antarmuka yang terbentuk adalah Mg 2 O 4, namun demikian masih ada sedikit elemen Si yang kemungkinan besar berasal dari. Hal ini didukung pula dengan analisa XRD pada Gambar 4.53 dan 4.57 memperlihatkan reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / untuk temperatur 1200 o C dengan waktu tahan 10, 15 dan 24 jam, menunjukkan reaksi antarmuka yang terjadi selama proses dimox berlangsung adalah 2 O 3 dan Mg 2 O 4

116 Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur Besarnya temperatur sinter akan meningkatkan interaksi antarmuka antara 2 O 3 dengan melalui reaksi antarmuka yang sangat signifikan pengaruhnya. Xiao & Derby (44) melaporkan MgO dapat dipergunakan sebagai dopant eksternal untuk awal reaksi antarmuka dengan aluminium murni. Gambar 4.61 dan Gambar 4.62 menujukkan reaksi antarmuka hasil XRD dengan persentase 8% Mg dan 12% Mg Gambar 4.61 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD dengan persentase Mg 8% pada waktu tahan 24 jam

117 100 Gambar 4.62 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD dengan persentase Mg 12 % pada waktu tahan 24 jam Selama proses infiltrasi murni pada 1100 o C dengan dopant Mg yang bercampur dengan matrik, awal periode oksidasi yang cepat dimana teroksidasinya Mg oleh oksigen dalam udara menghasilkan MgO yang yang semakin banyak sampai mencapai titik leburnya. Oksidasi berlanjut dengan konsentrasi tinggi Mg, dalam bentuk MgO dan Mg 2 O 4. Untuk kehadiran MgO pada permukaan antarmuka, ada dua kemungkinan reaksi (69) : (i) ketika MgO kontak dengan lapisan alumina yang terbentuk pada permukaan luar cair, reaksinya MgO + 2 O 3 Mg 2 O 4... (4.6) Kemungkinan (ii) ketika MgO kontak dengan liquid, reaksi yang mungkin terjadi pada temperatur diatas 1500 o C

118 101 3MgO O Mg (g)... (4.7) Kehadiran lapisan tipis spinel hasil reaksi antarmuka yang intergranular pada interface logam-keramik memiliki implikasi penting untuk mengikat/menggabungkan antara keramik-logam. Guillard (15) dalam penelitiannya menyatakan Awal terjadinya oksidasi diyakini dengan pembentukan spinel Mg 2 O 4, kemudian diikuti dengan evolusi MgO pada bagian atas interface secara berkesinambungan tetapi pada temperature 1100 o C lapisan MgO menipis menjelang akhir proses. Sindel mengemukakan bahwa spinel (Mg 2 O 4 ) pada permukaan dapat memulai oksidasi terarah (70). Gambar 4.63 Reaksi antarmuka 2 O 3 / pada temperatur 1100 o C menggunakan TEM (58) SEM dan EDS mengindikasikan kehadiran beberapa bagian dalam sampel. Sebagian besar dari sampel terdiri dari selang-seling aluminium yang tidak sempurna teroksidasi dengan fasa keramik yang diisi antara dan Mg yang diasumsikan menjadi spinel. Mikrostruktur hasil SEM dan analisa komposisi kimia hasil EDS dalam komposit keramik 2 O 3 / produk DIMOX ditunjukkan dalam Gambar 4.64

119 102 Gambar 4.64 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / hasil SEM sampel S8T1100 Tabel 4.7 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS sampel S8T1100 Komposisi Elemen (%) Daerah O Mg Si C ,13 38,21 53,92 39,77 39,98 38,05-3,73 0,98 0,35 0,72 0,15 0,75 17,37 1,10 Tipe Mikrostruktur komposit 2 O 3 / mengisyaratkan jaringan campuran interconnected 2 O 3 dan. Temperatur, dopant dan periode reaksi menghasilkan reaksi antarmuka yang berpengaruh terhadap mikrostruktur yang dihasilkan. Gambar 4.64 diatas menunjukkan mikrostruktur permukaan hasil SEM komposit 2 O 3 / dengan Afinitas oksigen yang sangat tinggi dari aluminium menyebabkan pembentukan oksida pada cair tidak dapat dihindari dan masih terjadi agglomerate dari matriks seperti yang terlihat pada Gambar 4.65

120 103 Agglomerate matriks Gambar 4.65 Mikrostruktur permukaan hasil SEM sampel S8T1100 Mikrostruktur yang ada tidak homogen, leburan masih membentuk saluran-saluran (channel-channel) yang tidak menyebar sebagai indikasi dari kurangnya tingkat pembasahan. Sementara itu, pengotor dapat mengakibatkan terbentuknya cacat ketika berlangsungnya proses pembuatan komposit. Hal ini karena pengotor dapat terdifusi ke dalam daerah antarfasa, yang dapat mengganggu kontak antara matriks penguat sehingga dapat menghasilkan material dengan sifat mekanis yang kurang baik. (1) Gambar 4.66 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / hasil SEM sampel S8T1200

121 104 Tabel 4. 8 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS sampel S8T1200 Komposisi Elemen (%) Daerah O Mg Si C ,28 57,77 18,12 40,93 40,56 48,00 2, ,23 0,41 3,04 1,53 1,26 30,84 Dibandingkan dengan yang hasil dari temperatur 1100 o C blok terpakai secara keseluruhan. Hal ini menandakan bahwa sampel teroksidasi dengan sempurna, distribusi partikel leburan ke serbuk 2 O 3 lebih seragam, walaupun beberapa hole masih ada. Mg 2 O 4 2 O 3 porosity Gambar 4.67 Mikrostruktur permukaan hasil sampel S8T1200 Hasil analisa EDS pada region menunjukkan intensitas yang diikuti dengan O dan Mg yang diindikasikan merupakan sebagai spinel Mg 2 O 4 dan 2 O 3 walaupun masih ada Si kemungkinan sebagai elemen yang terkontribusi dari ingot dan C yang merupakan pengotor yang terbentuk dari pembakaran utamanya pada daerah yang hitam (daerah 2). Beberapa mekanisme telah diteliti untuk menjelaskan oksidasi terarah pada paduan -Mg-Si (24,25,31). Umumnya hal itu didasarkan pada permulaan rangkaian reaksi dalam / 2 O 3 oleh Mg. Sebagai contoh, Xiao dan Derby (44) melaporkan bahwa ketika MgO diletakkan di atas permukaan paduan (>99.5%) dan dioksidasi pada 1200 o C selama 7 jam, suatu reaksi pembentukan spinel terjadi. Nagelberg (52) menunjukkan bahwa hasil

122 105 oksidasi reaksi antarmuka dapat juga diperoleh dari paduan -Mg; bagaimanapun, permulaan reaksi antarmuka pada komposit dibutuhkan perusakan mekanis dari oksida protektif yang terbentuk selama awal pemanasan. Yang mana pada awal langkah oksidasi, Mg pertama kali bereaksi dengan oksigen membentuk MgO kemudian akan bereaksi dengan lapisan oksida yang berada di permukaan membentuk lapisan Mg 2 O 4. Reaksi antarmuka permukaan dipercaya menjadi penghubung antara matrik dan filler yang mana kejadiannya berlangsung secara cepat sebelum permulaan oksidasi terarah. Permulaan reaksi antarmuka yang terjadi pada daerah kaya logam (metal-rich) di atas lapisan oksida. Kemudian selama proses reaksi, lapisan struktur yang ada pada bagian atas komposit terdiri dari MgO, Mg 2 O 4, dan sebagian besar 2 O 3 yang berada di saluran mikro (microchannel) dari. Negelberg (52) juga menemukan lapisan tipis MgO (mengandung sekitar 5% Mg 2 O 4 ) pada bagian atas. Pada temperatur 1300 o C, total oksidasi dapat disamakan dengan tingkatan dopant, yang menandakan bahwa temperatur oksidasi terjadi hanya bila Mg masih ada dan masih teroksidasi lalu membentuk MgO dan proses reaksi antarmuka kembali seperti persamaan (4.3) atau (4.4). Pada temperatur yang lebih rendah, oksidasi berlanjut setelah awal oksida mencapai tingkat terendah, dimana penguapan dianggap sebagai penyebab hilangnya Mg dari sistem. Kejadian ini terjadi dengan cepat pada temperatur yang lebih tinggi, dan pada temperatur dibawah 1300 o C pendaur ulang magnesium terjadi. Mikrostruktur hasil SEM dalam Gambar 4.68 dan analisa komposisi kimia hasil EDS memperlihatkan puncak intensitas (peak intensity) dalam komposit keramik 2 O 3 / produk DIMOX ditunjukkan dalam Tabel 4. 9

123 Gambar 4.68 Mikrostruktur permukaan komposit 2 O 3 / hasil SEM sampel S8T1300 Tabel 4. 9 Analisa elemen pada komposit 2 O 3 / hasil EDS sampel S8T1300 Komposisi Elemen (%) Daerah O Mg Si C ,03 59,79 84,21 34,60 39,52 15,79 0, ,65 0,69 - Kemudahan reaksi antarmuka membentuk lapisan campuran MgO/Mg 2 O 4, kemudian reaksi terus berlanjut dengan pertumbuhan komposit 2 O 3 / yang terjadi diatas lapisan campuran tersebut. Periode reaksi antarmuka sensitive/peka terhadap temperatur dan berkurang bila oksidasi mencapai 1300 o C. Mikrostruktur produk di awal reaksi kompleks dan tidak beraturan (irregular), yang kemungkinan berhubungan dengan lingkungan permukaan. Rangkaian reaksi antarmuka yang sama dikemukakan untuk menerangkan proses lapisan MgO yang berasal dari oksidasi magnesium pada permukaan bagian atas dengan leburan, menghalangi oksidasi langsung dari aluminium oleh oksigen dalam udara. Dibutuhkan adanya lapisan MgO yang memanjang (~1 µm) pada permukaan paling atas. Bila lapisan MgO sekitar < 1 µm, ia akan terlihat berupa lapisan tipis yang berkesinambungan dan tidak dapat ditembus oleh oksigen pada permukaan bagian luar selama proses pertumbuhan yang cepat (~10 µm/min) (65).

124 107 Dari hasil pengamatan EDS pada semua variasi temperatur menunjukkan puncak-puncak elemen, O yang mendominasi dan elemen lainnya Mg yang mengindikasikan reaksi antarmuka yang terbentuk adalah Mg 2 O 4. Hal ini didukung pula dengan analisa XRD. Pada Gambar memperlihatkan reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / untuk temperatur 1100, 1200 dan 1300 o C dari hasil XRD, menunjukkan reaksi antarmuka yang terjadi selama proses dimox berlangsung adalah 2 O 3 dan Mg 2 O 4. Dari puncak-puncak hasil XRD memperlihatkan reaksi antarmuka pada semua variabel temperatur didominasi oleh terbentuknya 2 O 3 dan Mg 2 O 4 untuk temperatur sinter 1100 dan 1200 o C sedangkan pada temperatur sinter 1300 o C lebih sedikit bahkan masih terdapat. hal ini didukung juga dengan hasil yang didapat oleh Moh. Jufri (41) dan X.Gu dan R.J hand (45) (Gambar 4.69 dan 4.70). Gambar 4.69 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD dengan waktu tahan 15 jam (41) Ketika aluminium bereaksi dengan oksigen dalam udara maka, suatu lapisan oksida terbentuk dengan reaksi :

125 108 3 (s) + O2(g) 2O (s)... (4.8) Bagaimanapun, dengan adanya magnesium yang bercampur dengan matriks, dari terlihat bahwa Mg yang pertama teroksidasi (diagram Ellingham). Bahadur (71) melaporkan bahwa penambahan 0,9 wt% magnesium ke aluminium murni pada temperatur lebih dari 500 o C menyebabkan pembentukan MgO pada permukaan. Dalam sistem murni dengan adanya magnesium, awalnya Mg yang akan teroksidasi oleh udara membentuk MgO (hal ini terjadi sebelum temperatur melting ) () s O( g) 2MgO( s) 2Mg +... (4.9) Reaksi interdifusi juga terbentuk antara MgO yang terbentuk dengan lapisan alumina yang ada diatas permukaan yang kemudian merubah lapisan MgO menjadi spinel : () s O ( s) Mg O ( s) MgO (4.10) Lapisan spinel ini tidak protektif oleh sebab itu dengan mudah dibasahi oleh aluminium akibat infiltrasi aluminium. Magnesium membantu pembentukan MgO dan Mg 2 O 4 untuk konsentrasi Mg di atas 0,02% dan dapat mencengah passivasi yang biasanya membentuk lapisan aluminium oksida lebih lanjut. Selama permulaan oksidasi paduan -Mg, sejumlah MgO yang pertama bertambah dan kemudian berkurang seiring waktu, kandungan Mg 2 O 4 bertambah seiring dengan waktu sampai penipisan/penghilangan Mg dalam paduan yang akhirnya menghasilkan konversi hampir semua MgO menjadi Mg 2 O 4. Hal ini didukung pula dengan hasil yang didapatkan oleh X.Gu dan R.J hand (45) yang memperlihatkan bahwa dalam sistem 2 O 3 / hasil akhir sampel yang disinter pada 1180 o C dengan waktu tahan 24 jam sebagian besar reaksi produk yang terbentuk adalah 2 O 3.

126 109 Tdk berlabel = 2 O 3 Sp = Mg 2 O 4 = munium Gambar 4.70 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD sampel 1180 o C dengan waktu tahan 24jam (45) Dari diagram Ellingham dapat dilihat bahwa logam Mg lebih reaktif dibandingkan, sehingga magnesium mengalami reaksi terlebih dahulu dengan gas oksigen yang berasal dari lingkungan atmosfer dalam furnace, menghasilkan terbentuknya lapisan magnesia yang tipis dan kontinu ( 1µm) (64) pada antarmuka leburan logam atmosfer. Setelah lapisan magnesia (MgO) terbentuk, MgO ini akan meningkatkan kemampuan pembasahan dengan merusak lapisan protektif ( 2 O 3 ) pada permukaan sehingga dapat terjadi reaksi permukaan. MgO akan bereaksi dengan 2 O 3 membentuk spinel, Mg 2 O 4, yang mendorong terjadinya pembasahan (persamaan 4.10). Pada tahap awal oksidasi paduan Mg, jumlah MgO yang terbentuk akan meningkat lalu turun seiring dengan bertambahnya waktu. Penurunan jumlah MgO akan menyebabkan penambahan jumlah spinel. Menurut X.Gu dan R.J Hand [45], spinel yang terbentuk akan beraksi dengan leburan dan menghasilkan 2 O 3. Mg 2 O 4(S) + 2 (L) + O 2 (G) 2 2 O 3(S) + Mg (G)... (4.11)

127 110 Laju pertumbuhan 2 O 3 dikontrol oleh pembentukan lapisan MgO. Sebagian pembentukan tersebut diakibatkan adanya pengaruh dari uap Mg yang dilepaskan dari reaksi (4.6 dan 4.7). Uap Mg yang dilepaskan tersebut terakumulasi di bawah lapisan MgO hingga mencapai tekanan parsial yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan oksida menjadi retak. Mg (G) + ½ O 2(G) MgO (S)... (4.12) 2MgO (S) + 4 (l) + 3O 2 (G) 2Mg 2 O 4(S)... (4.13) Selanjutnya MgO hasil reaksi (4.9) akan bereaksi kembali dengan leburan membentuk spinel. Reaksi kimia yang terjadi di atas dapat terus berlangsung dalam suatu siklus sampai semua leburan mengalami oksidasi. Reaksi antarmuka pada komposit melibatkan dua rentetan yaitu awal periode pertumbuhan cepat dan diperlambat, memperlihatkan pendekatan parabolik ketergantungan terhadap waktu. Kecepatan pertumbuahn bertambah dengan temperatur maksimum 1300 o C, dengan energi aktivasi 270 kj/mol (59).Pada saat kandungan Mg dalam lelehan konsentrasinya menurun sampai pada tingkatan yang paling terendah atau hilang pada temperatur 1300 o C reaksi antarmuka pembentukan Mg 2 O 4 ataupun 2 O 3 akan berakhir Pengaruh Persentase Mg dan Temperatur dalam lingkungan gas Antarmuka merupakan daerah dengan ketebalan hanya beberapa atom yang terjadi diantara komponen penyusun KMK menghasilkan suatu lapisan yang biasa disebut dengan lapisan antarmuka yang memiliki struktur serta komposisi yang berbeda dengan kedua komponen penyusunnya. Sifat antarmuka dapat mempengaruhi berbagai aspek performa komposit dan reaksi antarmuka mempengaruhi ketangguhan dari komposit. Kesulitan almunium berinfiltrasi karena pada permukaannya akan terbentuk suatu lapisan tipis oksida yang sangat protektif. Peran utama Mg dalam komposit 2 O 3 / terletak pada kemampuannya bereaksi dengan oksigen membentuk MgO.

128 111 Dalam atmosfer N 2, uap Mg akan bertindak sebagai penangkap (scanverger) oksigen (63,68). Mg akan menangkap sisa oksigen yang berasal dari udara, yang terjebak diantara serbuk 2 O 3 dan yang berasal dari permukaan sampel. Dalam N 2 murni jumlah sisa oksigen 5000 ppm dengan tekanan parsial 500 Pa, dimana pada tekanan parsial oksigen tersebut dalam ketebalan 10µm dan luas 0,1539 cm 2 (untuk daerah cross section dari prabentuk) pada temperatur 800 o C. Tingkat penguapan Mg dari awal pada area 0,1539 cm 2 untuk paduan - 8%Mg sekitar 9,2 x atom/s (69). Diasumsikan bahwa Mg akan membentuk MgO dengan tingkat reaksi yang tinggi. Tekanan parsial oksigen pada area dengan ketebalan 10 µm akan berkurang menjadi sangat rendah karena Mg merupakan uap yang paling reaktif pada temperatur 800 o C, Mg akan bereaksi dengan O 2 dan N 2 membentuk MgO dan Mg 3 N 2 dengan reaksi: Mg (g) + ½ O 2 (g) MgO (S)... (4.14) 3Mg (g) + N 2 (g) Mg 3 N 2(S)... (4.15) Uap Mg juga akan berekasi dengan lapisan alumina yang berada pada permukaan almunium dengan reaksi : 3 Mg O 3 3Mg 2 O (4.16) Kemudian Mg 3 N 2 akan bereaksi dengan cair dengan reaksi : Mg 3 N N + 3 Mg... (4.17) Hal ini dapat di lihat pada Gambar 4.71 dan 4.72 hasil pengamatan hasil reaksi antarmuka antara -Mg/ 2 O 3 dengan TEM yang dilakukan oleh Chang dkk. (72).

129 112 Gambar Mikrostructur hasil TEM dan diffraction patterns dari N pada antarmuka 2 O 3 - (72) Gambar 4.72 Mikrostruktur diffraction patterns dari spinel pada a). antarmuka, b). prabentuk 2 O 3 Mg dalam atmosfer N 2 juga dapat mengurangi tekanan parsial O 2 sampai dengan bar pada temperatur 800 o C oleh reaksi (4.14), oleh karena itu pada daerah dekat permukaan leburan paduan -Mg tekanan parsial O 2 sangat rendah

130 113 sehingga lebih memungkinkan untuk bereaksi dengan N 2 membentuk nitrida. Srinivasa Rao dan B. Jayaram (68) telah meneliti nitridasi paduan -Mg sebagai fungsi dari N 2 dengan hasil pengamatannya N terbentuk pada permukaan leburan dan tidak ke sebagian besar leburan, namun dengan meningkatnya tekanan N 2 dan kandungan Mg maka reaksi nitridasi akan menjadi banyak sehingga terbentuk lapisan tipis N dipermukaan leburan selama proses infiltrasi. Lapisan tipis N akan mengurangi tegangan permukaan antara keramik dan logam. Hal ini di dukung pula oleh penelitian Saravanan dkk. (73) yang terbentuknya AIN akan mengurangi tegangan permukaan pada temperatur diatas 850 o C. Gambar 4.73 dan Gambar 4.74 menujukkan reaksi antarmuka hasil XRD dengan persentase 8% Mg dan 10% Mg Gambar 4.73 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD dengan dengan persentase Mg 8% dengan waktu tahan 15 jam

131 114 Gambar 4.74 Reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / hasil XRD dengan dengan persentase Mg 10% dengan waktu tahan 15 jam Dari hasil pengamatan EDS (lampiran 7) pada semua variasi temperatur menunjukkan puncak-puncak elemen, O, Mg yang mendominasi dan elemen lainnya Si dan N yang mengindikasikan reaksi antarmuka yang terbentuk adalah Mg 2 O 4, Mg 3 N 2 2 O 3, sebagian masih ada SiO dan N. Hal ini didukung pula dengan analisa XRD. Pada Gambar 4.73 dan 4.74 memperlihatkan reaksi antarmuka komposit 2 O 3 / untuk temperatur 1100, 1150, dan 1200 o C dari hasil XRD, menunjukkan reaksi antarmuka yang terjadi selama proses dimox berlangsung adalah 2 O 3 dan Mg 2 O 4, Mg 3 N 2, N, SiO dan sedikit.

132 115 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap reaksi antarmuka 2 O 3 / komposit matriks keramik dengan proses directed melt oxidation maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu : - Kedalaman infiltrasi meningkat seiring dengan peningkatan persentase magnesium, lamanya pemanasan dan temperatur. Kedalaman infiltrasi maksimum dicapai pada pemanasan selama 24 jam dengan 12% berat Mg dan temperatur 1300 o C sebesar 29,34 mm dan infiltrasi minimum pada 5% berat Mg dengan pemanasan selama 15 jam dan temperatur 1100 o C sebesar 5,96 mm. - Densitas naik sampai 8% berat Mg dan diatas 8% berat Mg densitas menurun untuk semua waktu pemanasan. Densitas maksimum dicapai pada pemanasan selama 24 jam dengan kandungan 8% berat Mg dan temperatur 1100 o C sebesar 3,50 gr/cm 3 sedangkan densitas minimum pada pemanasan selama 15 jam dengan 12 % berat Mg dan temperatur 1200 o C sebesar 2,81 gr/cm 3. - Porositas minimum pada pemanasan selama 24 jam dengan kandungan 8% berat Mg dan temperatur 1100 o C sebesar 4,55 % sedangkan porositas maksimum pada pemanasan selama 15 jam dengan 12% berat Mg dan temperatur 1100 o C sebesar 12,72%. - Kekerasan optimum dicapai pada pemanasan selama 24 jam dengan 8% berat Mg dan temperatur 1100 o C sebesar 1221 VHN sedangkan kekerasan minimum pada pemanasan selama 24 jam dengan 5% berat Mg dan temperatur 1300 o C sebesar 654 VHN.

133 116 - Nilai fracture toughness maksimum pada pemanasan selama 24 jam dengan persentase 5% berat Mg dan temperatur 1300 o C sebesar 8,25 MPa.m 1/2 sedangkan nilai fracture toughness minimum pada pemanasan selama 10 jam dengan 8% Mg dan temperatur 1200 o C sebesar 5,01 MPa.m 1/2. - Reaksi antarmuka yang terbentuk pada komposit 2 O 3 / akibat pengaruh persentase magnesium, lamanya pemansan dan temperatur adalah 2 O 3, dan Mg 2 O 4, MgSiO 3, Mg 3 N 2, N dan SiO Dari beberapa kesimpulan diatas dapat dinyatakan bahwa KMK 2 O 3 / hasil proses dimox yang optimum didapatkan pada temperatur 1100 o C dengan penambahan 8% berat Mg dengan penahanan selama 24 jam menghasilkan densitas sebesar 3,5 gr/cm 3, kekerasan sebesar 1221VHN dengan nilai Kc 5,11 MPa. m 1/2, dan tingkat porositas terendah sebesar 4,55% SARAN Daerah Antarmuka antara matriks dan penguat sangat berperan dalam mempengaruhi berbagai aspek performa dari KMK 2 O 3 / terutama sifat mekanik dan sifat fisika. Oleh karena itu perlu dianalisa lebih lanjut dengan bantuan mikroskop transmisi elektron (transmission electron microscope-tem) terutama fasa-fasa yang terbentuk di daerah antarmuka sebagai reaksi antara 2 O 3 dengan.

134 117 DAFTAR ACUAN [1.] ASM Handbook Volume 21, Composites (USA: ASM International, hal.1, , , 2001 [2]. Jing Li dkk., Microstructure and Mechanical Properties of 2 O 3 -TiC 4 Volume % Co Composites Prepared from Cobalt Coated Powders, Surface and Coating Technology 200, hal , [3]. Becher, P. F., Microstructural design of toughened ceramics, J. Am. Ceram. Soc., 74(2), hal , [4]. Deng Jianxin, Cao Tongkun, Ding Zeliang, Liu Jianhua, Sun Junlong, Zhao Jinlong, Tribological behaviors of hot-pressed 2 O 3 /TiC ceramic composites with the additions of CaF2 solid lubricants Journal of the European Ceramic Society 26,hal , 2006 [5]. Jahanmir, S., Tribology applications of advanced ceramics, In Material Research Society Symposium Proceedings. Material Research Society, hal , 1989 [6]. ChangXia Liu, Jianhua Zhang, Xihua Zhang, Junlong Suna, Hu Yujing, Addition of Ti C master alloys and ZrO 2 to improve the performance of alumina matrix ceramic materials, Materials Science and Engineering A 426, hal.31 35, 2006 [7]. Steinbrech, R. W., Toughening mechanisms for ceramic materials. J. Eur. Ceram. Soc., 10, hal , 1992 [8]. L.C. Pathak, D. Bandyopadhay, S. Srikanth, S. Kumar, P. Ramahandraarao, Effect of heating rates on synthesis of 2 O 3 SiC composite by the selfpropagating high-temperature synthesis (SHS) technique, J. Am. Ceram. Soc. 84 (5), hal , 2001 [9]. M.F. Zawrah & M.H. y, In situ formation of 2 O 3 SiC mullite from -matrix composites, Ceramics International 32, hal , 2006 [10]. Matthews, F.L dan R.D Rawlings, Composite Materials: Engineering and Science. London: Chapman and Hall, hal. 5-64, 1994 [11]. Newkirk, M.S. Urquhart, A.W & Zwicker, H.R, Formation of Lanxide ceramic Composite materials, J. Matter Res. 1, hal , 1986 [12]. Aghajanian M. K., dkk, Properties and Microstructures of Lanxide 2 O 3 Ceramic Composite Material ; Jurnal of materials Science 24, USA, hal , 1989

135 118 [13] Newkirk, M.S., Lesher H.D. Kennedy White D. R. Urquhart, A.W & Claar T. D. Preparation of Lanxide Ceramic Matrix Composite: Matrix Formation by the Directed Oxidation of Molten Metal, Ceramic Engineering Science 8 (7-8), hal. 879, 1987 [14]. Andersson C.A, Barron-Antolin P., Schiroky G.H and Fareed A.S, Properties of Fiber-Reinforced Lanxide umina Matrix Composites, ASM Conference Proceedings, ASM International, Materials Park, hal. 209, 1988 [15]. F.J.A.H. Guillard, R.J. Hand & W.E. Lee, Growth of an umina particulate Reinforced - 2 O 3 Composite by Directed Melt Oxidation, Bristih Ceramic Transactions Vol. 93 No. 4, hal , 1994 [16]. Y. Ji, J.A. Yeomans, Processing and mechanical properties of 2O3 5 vol.% Cr nanocomposites, J. Eur. Ceram. Soc. 22, hal , 2002 [17]. Yeong-Kyeun Paek and Tai-Joo Chung. Fracture Behavior of umina- Titania-Monazite Composites, Journal of the Korean Ceramic Society Vo. 42. No.6, hal , 2005 [18]. Shang-nan Chou, Jow-Law Huang, Ding-Fwu Lii and Horng-Hwa Lu, The mechanical properties of 2 O 3 / alloy A356 Composite manufactured by squeeze casting, Journaal of loy and Compounds 419, hal , 2006 [19]. Aibing Du, Kaleem Ahmad, Suilin Shi, Zhixue Qu and Chunlei Wan, Enhanced Mechanical properties of machinable LaPO 4 / 2 O 3 Composites by spark plasma sintering, International Journal of Applied Ceramic Technology Vo. 6, Issue 2, hal , 2009 [20]. Varuchchaya Chaiyocote, Wantanee Buggakupta and Nutthita Chuankrerkkul, Mechanical properties and microstructure of 2 O 3 /WC-Co Composites, Journal of Metals, Materials and Minerals Vo.20 No.3, hal.5-8, 2010 [21]. Jingzhong Zhao, Huiping Chai and Fajian Zhang, Formation of 2 O 3 / composites by directed Melt Oxidation of -Si-Zn alloy, Journal of Materials Engineering and Performance Vo. 19 No.1, hal , 2009 [22]. R.G. Wang, W. Pan, J. Chen, M.H. Fang, M.N. Jiang, Z.Z. Cao, Microstructure and mechanical properties of machinable 2 O 3 /LaPO4 composites by hot pressing, Ceram. Int. 29, hal , 2003 [23]. i Sangghaleh & mohammad Halali, Effect of magnesium addition on the wetting of alumina by aluminum, Surface Science, Vol. 255, Issue 19, hal , 2009

136 119 [24]. S. Wannaparhun, S. Seal, V. Desai, Surface chemistry of Nextel-720, alumina and Nextel-720/ alumina ceramic matrix composite (CMC) using XPS A tool for nano-spectroscopy, Applied Surface Science 18, hal , 2002 [25]. George Levi, Wayne D. Kaplan, Oxygen induced interfacial phenomena during wetting of alumina by liquid aluminium, Acta Materialia 50, hal , 2002 [26]. T.W. Clyne & F.R. Jones, Composite Interface, Encyclopaedia of Materials: Science and Tchnology, Elsevier, (2001) [27]. K. Konopka, M. Szafran, Fabrication of 2O3 composites by infiltration method and their characteristic, Journal of Materials Processing Technology 175, hal , 2006 [28]. Karel maca & Sarka Simonikova, Effect of sintering schedule on grain size of oxide ceramic, Journal of Materials Science, hal , 2005 [29]. Shen, Ping, Zhang, Lin Quao-Li, Shi, Lai-Xin, Jiang dan Qi-Chuan, Wetting of polycrystalline α- 2 O 3 by molten Mg in Ar atmosphere, Metallurgical and Materials Transactions A, Vol.41, hal , 2010 [30]. Kiyoshi Nogi et.al, Wettability of Solid by liquid at high temperature, H 17, Registration Number 2001MB037, ( ) [31]. Daniel Bonn, Emanuel Bertrand & Jacques Meunier, Dynamic of wetting layer formation, The American Physical Society, Vol 84 number 20, 2000 [32]. Claude laire, Interfacial Phenomena, Department of Engineering Physics and Materials Engineering, Montreal, Quebec, hal. 9-12,15 diakses tanggal 8 maret 2007 dari situs [33]. M. Ksiazek, B. Mikulowski, Bond strength and microstructure investigation of 2O3//2O3 joints with surface modification of alumina by titanium, Materials Science and Engineering A, doi: /j.msea , 2008 [34]. Andreas J. Klinter, Guillermo Mendoza-Suarez, Robin A.L. Drew, Wetting of pure aluminum and selected alloys on polycrystalline alumina and sapphire, Materials Science and Engineering A xxx, 2008 [35]. Oh, S.Y., J.A. Cornie dan K.C. Russel, Wetting of Ceramic Particulate with Liquid uminium loys: Part II. Study of Wettability. Metallurgical Transaction Vol. 20A, hal ,1989 [36]. diakses pada tanggal 23 April 2008

137 120 [37]. G.N. Anastasia sahari, Pengaruh Waktu Tahan Dan Persentase Magnesium Terhadap Karakteristik Komposit Matrik Keramik 2 O 3 / Produk Directed Melt Oxidation (Dimox), Tesis, Program Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik UI, Depok, 2004 [38]. Dickon N.G et.al., Formation of uminum/umina Ceramic Matrix Composite by Oxidizing an -Si-Mg loy, Journal The European Ceramics Society 21, hal , 2001 [39]. A. Banerji, P.K. Rohatgi and W. Reif; Metallwiss Technic volume 38, hal. 235, 1984 [40]. G.P. Martins, D.L. Olsen and G.R. Edwards metallurgical Transactions volume 19B, hal.96, 1988 [41]. Moh Jufri, Pengaruh Temperatur Dan Prosentase Magnesium Terhadap Karakteristik Komposit Matrik Keramik 2 O 3 / Produk Directed Melt Oxidation (Dimox), Tesis, Program Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik UI, Depok, 2004 [42]. diakses 28 Desember 2010 [43]. ASM Speciality Handbook. uminum and uminum loys (USA: ASM International Metals Park, [44]. Xiao, P. & Derby, P, The formation of 2 O 3 / composite by oxidation of an -Mg-Zn loy, J.Eur. Ceram. Soc. 12 (3), hal , 1993 [45]. X.Gu & R.J. hand, The Production of Reinforced umina/uminium Bidies by Directed Melt Oxidation, Jurnal of the Eroupean Ceramic society, hal , 1995 [46]. Diagram Ellingham Chem.mtu.edu/skkawan/Ellingham.pdf Diakses 9 Juni 2006 [47]. diakses 13 Januari 2011 [48]. Kamal E, Toughness, Hardness and Wear,Engineered Materials Handbook Vol.4. hal , 1991 [49]. J. Sobczak, Kompozyty metalowe, Wydawnictwo Instytutu Odlewnictwa i Instytutu Transportu Samochodowego, Krak ow-warszawa, [50]. Claude laire, Interfacial Phenomena, Department of Engineering Physics and Materials Engineering, Montreal, Quebec, hal. 9-12,15 diakses tanggal 8 maret 2007 dari situs

138 121 [51]. Kevorkijan, V. T Smolar and M. Jelen, Fabrication of Mg-AZ80/SiC Composite Bars by Pressuless and Pressure-Assisted Infiltration, American Ceramic Society, Juli 2003 [52]. Nagelberg, A.A. Observations on the role of Mg and Si in the derected oxidation -Mg-Si alloy, J. Mtter. Res 7, hal , 1992 [53]. Tetsurou odatsu, Takashi Sawase, Kohji Kamada et.all., The Effect of Magnesium Oxide Supplementation to uminum Oxide Slip on the Jointing of uminum Oxide bars, D. Materials Journal 27 (2), hal , 2008 [54]. Christian Danang, Pengaruh Temperatur Firing terhadap Karateristik Komposit Matriks Keramik C/ Produk Directed Melt Oxidation (DIMOX), skripsi, departemen Metalurgi dan material, 2007 [55]. Suprayogi Dede Bangun, Pengaruh Temperatur Firing terhadap Karateristi Komposit Matriks Keramik ZrO 2 / Produk Directed Melt Oxidation (DIMOX), skripsi, departemen Metalurgi dan material, 2007 [56]. Akmal Johan, Karakterisasi Sifat Fisik dan Mekanik Bahan Refraktori 2 O 3.Pengaruh Penambahan TiO 2, Jurnal Penelitian Sains, Volume 12 Nomer 2(B) 12207, 2009 [57]. Zeng, S. dan Xiren F., Some Processing Factors Affecting The Microstructure and Properties of Translucent umina Tubes, hal.76-87, bab 4 hal 26, 1984 [58]. S. Antolin, A.S. Negelberg & D.K. Creber, Formation of 2 O 3 / Metal composites by Directed Melt Oxidation of Molten -Mg-Si alloys, journal American Ceramic Society 75, hal , 1992 [59]. R. Lundberg, L. Eckerborn, Design and processing of all oxide composites, in: High-temperature Ceramic Matrix Composites, Vol. II, hal , 2001 [60]. Eitan Manor, Hu Ni dan Carlos G. Levi, Microstructure Evolution of SiC/ 2 O 3 /-loy Composites Produced By Melt Oxidation Journal of The American Ceramic Society, 76(7), hal , 2001 [61]. Necat tinkok & Rasit Koker, Modelling of the prediction of tensile and density properties in particle reinforced metal matrix composites by using neural networks, Materials and Design 27, hal , 2006 [62]. Ruangdaj Tongsri & Seksak Asavavisithchai, Effect of Powder Mixture Condition on mechanical properties of Sintered 2 O 3 -SS316L Composites under Vacuum Atmosphere, Journal of Metals, Materials and minerals, Vol.17 No.1, pp.81-85, 2007

139 122 [63]. Hong Chang Rebecca Higginson Jon Binner, Microstructure and property characterisation of 3-3 (Mg)/2O3 interpenetrating composites produced by a pressureless infiltration technique, J Mater Sci 45 pp , 2010 [64]. Bamzai, K.K., Kotru, P.N., and Wanklyn, B.M Fracture mechanics, crack propagation and microhardness studies on flux grown ErO3 single crystals. Journal of Materials Science & Technology 16: , 2009 [65]. Carlos A. Leon-Patino, Role of Metal interlayers in the infiltration of metalceramic composites, Current Opinion in Solid State and materials Science 9, pp , 2005 [66]. T.Scholz, G.A.Schnider, J.Munoz-Saldana, M.V.Swain, Fracture toughness from submicron derive indentation cracks, Applied Physics Letters Vol. 84, No.16, 2004 [67]. Dr. Dimitri Kopeliovich, Fracture Toughness diakses pada 12 Februari [68]. B. Srinivasa Rao and V. Jayaram, New technique for pressureless infiltration of alloys into2o3 preforms, J. Mater. Res., Vol. 16, No. 10, hal , 2001 [69]. T.B. Sercombe, G.B. Schaffer, On the role of magnesium and nitrogen in the Infiltration of aluminium by aluminium for rapid prototyping applications, Acta Materialia 52, hal , 2004 [70.] Sindel, Manfred, Nahum A. Travitzky and Nils Claussen, Influence of Magnesium-uminum Spinel on the Directed Melt Oxidation of Molten Metal loys, Journal of the American Ceramic Sociaty Vol. 73, No. 9, hal , 1990 [71]. Bahadur A., Behavior of -Mg alloys at high temperature, J Matter Sci. 22, hal , 1987 [72]. H. Chang, R. L. Higginson & J. G. P. Binner, Interface Study by Dual Beam FIB-TEM in a pressureless infiltrated (Mg) / 2O3 Interpenetrating Composite, Journal of Microscopy,Volume 233, Issue 1, hal , 2009 [73]. Saravanan, R. A., Molina, J. M., Narciso, J, Effect of nitrogen on thesurface tension of pure aluminium at high temperatures, Scripta material, 44, hal , 2001

140 123 TABEL LAMPIRAN 1.1 HASIL PENELITIAN KMK 2 O 3 / PROSES DIMOX DENGAN TAMBAHAN 5% Mg PROPERTIES JAM 10 JAM 15 JAM 24 JAM 24 JAM KEDALAMAN INFILTRASI (mm) 14,75 16,23 17,81 21,18 24,37 DENSITAS (gr/cm 3 ) 3,14 3,03 3,09 3,06 3,05 POROSITAS (%) 6,59 8,13 7,27 7,40 7,86 KEKERASAN (VHN:kgf/mm 2 ) Kc (MPa.M 1/2 ) 6,12 7,76 7,78 7,87 8,25 TABEL LAMPIRAN 1.2 HASIL PENELITIAN KMK 2 O 3 / PROSES DIMOX DENGAN TAMBAHAN 8% Mg PROPERTIES JAM 10 JAM 15 JAM 24 JAM 24 JAM KEDALAMAN INFILTRASI (mm) 15,83 17,3 20,4 24,67 28,45 DENSITAS (gr/cm 3 ) 3,5 3,28 3,31 3,35 3 POROSITAS (%) 4,55 6,47 6,19 5,85 8,48 KEKERASAN (VHN:kgf/mm 2 ) Kc (MPa.M 1/2 ) 5,11 5,01 5,05 5,25 8,06 TABEL LAMPIRAN 1.3 HASIL PENELITIAN KMK 2 O 3 / PROSES DIMOX DENGAN TAMBAHAN 10% Mg PROPERTIES JAM 10 JAM 15 JAM 24 JAM 24 JAM KEDALAMAN INFILTRASI (mm) 18,75 19,41 23,13 26,83 29,17 DENSITAS (gr/cm 3 ) 3,21 3,11 3,28 3,18 2,99 POROSITAS (%) 7,56 8,12 7,5 8,73 9,23 KEKERASAN (VHN:kgf/mm 2 ) Kc (MPa.M 1/2 ) 6, ,26 6,49 7,19 TABEL LAMPIRAN 1.4 HASIL PENELITIAN KMK 2 O 3 / PROSES DIMOX DENGAN TAMBAHAN 12% Mg PROPERTIES JAM 10 JAM 15 JAM 24 JAM 24 JAM KEDALAMAN INFILTRASI (mm) 21,45 22,01 25,07 28,57 29,34 DENSITAS (gr/cm 3 ) 3,15 3,09 3,21 3,14 2,96 POROSITAS (%) 7,74 8,89 8,67 8,97 9,5 KEKERASAN (VHN:kgf/mm 2 ) Kc (MPa.M 1/2 ) 6,59 6,78 6,88 7,2 6,94

141 TABEL LAMPIRAN 1.5 HASIL PENELITIAN KMK 2 O 3 / PROSES DIMOX DENGAN PEMANASAN SELAMA 15 JAM DALAM LINGKUNGAN N 2 PROPERTIES 1100 o C 1150 o C 1200 o C 5% Mg 8%Mg 10%Mg 12%Mg 5% Mg 8%Mg 10%Mg 12%Mg 5% Mg 8%Mg 10%Mg 12%Mg KEDALAMAN INFILTRASI (mm) 5,96 7,44 8, ,85 8,34 9,24 9,69 7,01 8,16 9,26 9,49 DENSITAS (gr/cm 3 ) 2,89 2,86 2,85 2,82 2,96 3,02 3,01 2,98 2,93 2,85 2,82 2,81 POROSITAS (%) 11,67 12,36 12,50 12,72 9,09 7,69 8,24 8,97 10,08 10,77 10,94 10,98 KEKERASAN (VHN:kgf/mm 2 ) Kc (MPa.m 1/2 ) 2, ,08 2,18 4,72 4,30 2,02 2,84 3,81 3,09 2,07 2,98

142 125 LAMPIRAN 2. Perhitungan fracture toughness Komposit Matriks Keramik 2 O 3 / hasil proses directed melt oxidation. SECARA EMPIRIS Diketahui : P : 1 kgf = 9,80665 N C : 24,3 µm Hv : 654 kgf/mm 2 : ( 654 x x 10 3 ) GPa : 6,4 GPa E : 254 GPa Kc = 0,016 x x = 0,016 x x = 0,016 x (81,867 x 10 6 ) x (6,299 x 10 3 ) = 8,2519 SECARA TEORI Kc Komposit = ( Kc keramik x V f keramik ) + ( Kc x V f ) = ( 4 x 0,75 ) + ( 33 x 0,25 ) = 3 x 8,25 = 11,25

143 126 Tabel Lapiran 3.1 Pengaruh Waktu Tahan dan Persentase Mg terhadap Kedalaman Infiltrasi Komposi 2 O 3 / Produk DIMOX Waktu Tahan (jam) Kedalaman Infiltrasi Rata-rata ( mm ) Mg (%)

144 127 Tabel Lapiran1.2 Pengaruh Temperatur dan Persentase Mg terhadap Kedalaman Infiltrasi Komposi 2 O 3 / Produk DIMOX Temperatur ( o C) Mg (%) Kedalaman Infiltrasi Rata-rata ( mm )

145 128 Tabel Lapiran 1.3 Pengaruh Temperatur dan Persentase Mg terhadap Kedalaman Infiltrasi Komposi 2 O 3 / Produk DIMOX Lingkungan N 2 Kedalaman Infiltrasi Temperatur ( o C) Mg (%) Rata-rata ( mm ) ,9 8, ,

146 129 TABEL LAMPIRAN 4.1 PENGARUH WAKTU TAHAN DAN PERSENTASE Mg TERHADAP DENSITAS DAN POROSITAS KOMPOSIT 2 O 3 / PRODUK DIMOX Waktu Tahan ( Jam) % Mg Massa Kering (gr) Massa Basah (gr) Volume (cm) Densitas (gr /cm 3 ) Porositas (%)

147 130 TABEL LAMPIRAN 4.2 PENGARUH TEMPERATUR DAN PERSENTASE Mg TERHADAP DENSITAS DAN POROSITAS KOMPOSIT 2 O 3 / PRODUK DIMOX Temperatur ( C) % Mg Massa Kering (gr) Massa Basah (gr) Volume (cm) Densitas (gr /cm) Porositas (%)

148 131 LAMPIRAN 4.3 PENGARUH TEMPERATUR DAN PERSENTASE Mg TERHADAP DENSITAS DAN POROSITAS KOMPOSIT TABEL 2 O 3 / PRODUK DIMOX LINGKUNGAN N 2 Temperatur ( C) % Mg Massa Kering (gr) Massa Basah (gr) Volume (cm) Densitas (gr /cm 3 ) Porositas (%)

149 132 TABEL LAMPIRAN 5.1 PENGARUH WAKTU TAHAN DAN PERSENTASE Mg TERHADAP KEKERASAN KOMPOSIT 2 O 3 / PRODUK DIMOX Waktu Tahan (Jam) % Mg VHN 1 VHN 2 VHN 3 Rata-rata VHN

150 133 TABEL LAMPIRAN 5.2 PENGARUH TEMPERATUR DAN PERSENTASE Mg TERHADAP KEKERASAN KOMPOSIT 2 O 3 / PRODUK DIMOX Temperatur ( C) % Mg VHN 1 VHN 2 VHN 3 Rata-rata VHN

151 134 TABEL LAMPIRAN 5.3 PENGARUH TEMPERATUR DAN PERSENTASE Mg TERHADAP KEKERASAN KOMPOSI 2 O 3 / PRODUK DIMOX LINGKUNGAN N 2 Temperatur ( C) % Mg VHN 1 VHN 2 VHN 3 Rata-rata VHN

152 135 TABEL LAMPIRAN 6.1 PENGARUH WAKTU TAHAN DAN PERSENTASE Mg TERHADAP NILAI FRACTURE TOUGHNESS KOMPOSIT 2 O 3 / PRODUK DIMOX Waktu Tahan % Mg Panjang crack P (N) VHN Modulus Young 2 O 3 (E) Fracture Toughness (Jam) (µm) Kgf/mm 2 GPa (GPa) Kc (MPa m 1/2 )

153 136 TABEL LAMPIRAN 6. 2 PENGARUH TEMPERATUR DAN PERSENTASE Mg TERHADAP NILAI FRACTURE TOUGHNESS KOMPOSIT 2 O 3 / PRODUK DIMOX Temperatur % Mg Panjang crack P (N) VHN Modulus Young 2 O 3 (E) Fracture Toughness ( o C) (µm) Kgf/mm 2 GPa (GPa) Kc (MPa m 1/2 )

154 137 TABEL LAMPIRAN 6. 3 PENGARUH TEMPERATUR DAN PERSENTASE Mg TERHADAP NILAI FRACTURE TOUGHNESS KOMPOSIT 2 O 3 / PRODUK DIMOX LINGKUNGAN N 2 Temperatur Panjang crack VHN Modulus Young 2O3 (E) Fracture Toughness % Mg P (N) ( o C) (µm) Kgf/mm 2 GPa (GPa) Kc (MPa m 1/2 )

155 138 \

156 138

157 139

158 140

PENGARUH Mg TERHADAP KEKERASAN KOMPOSIT MATRIKS KERAMIK Al 2 O 3 /Al

PENGARUH Mg TERHADAP KEKERASAN KOMPOSIT MATRIKS KERAMIK Al 2 O 3 /Al MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 39-44 39 PENGARUH Mg TERHADAP KEKERASAN KOMPOSIT MATRIKS KERAMIK Al 2 O 3 /Al G.N. Anastasia Sahari 1,2*), Anne Zulfia 1, dan Eddy S. Siradj 1 1. Departemen Metalurgi

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 KOMPOSIT Komposit merupakan salah satu jenis material baru yang terus-menerus dikembangkan. sebagai material baru, komposit diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri dan teknologi saat ini khususnya industri logam dan konstruksi, semakin hari semakin memacu arah pemikiran manusia untuk lebih meningkatkan kemampuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK BAHAN Tabel 4.1 Perbandingan karakteristik bahan. BAHAN FASA BENTUK PARTIKEL UKURAN GAMBAR SEM Tembaga padat dendritic

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEMANASAN DAN WAKTU TAHAN TERHADAP KARAKTERISASI MATERIAL KOMPOSIT LOGAM AL/SiC HASIL INFILTRASI TANPA TEKANAN

PENGARUH SUHU PEMANASAN DAN WAKTU TAHAN TERHADAP KARAKTERISASI MATERIAL KOMPOSIT LOGAM AL/SiC HASIL INFILTRASI TANPA TEKANAN 18 MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 1, NO. 1, APRIL 26: 18-23 PENGARUH SUHU PEMANASAN DAN WAKTU TAHAN TERHADAP KARAKTERISASI MATERIAL KOMPOSIT LOGAM AL/ HASIL INFILTRASI TANPA TEKANAN A. Zulfia dan M. Ariati Departemen

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI Oleh AHMAD EFFENDI 04 04 04 004 6 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Menyediakan Sampel Memotong blok / ingot Al Menyediakan Crusibel Menimbang blok Al, serbuk Mg, dan serbuk grafit Membuat Barrier dari campuran

Lebih terperinci

PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO

PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO Fahmi 1109201707 Dosen Pembimbing Dr. Mochammad Zainuri, M.Si PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Abstract. Keywords: composite, electroless plating, stir casting, density-porosity.

Abstract. Keywords: composite, electroless plating, stir casting, density-porosity. Analisa Pengaruh Variasi (% Berat) Magnesium Dan Variasi Temperatur Oksidasi Pada Proses Electroless ANALISA PENGARUH VARIASI (% BERAT) MAGNESIUM DAN VARIASI TEMPERATUR OKSIDASI PADA PROSES ELECTROLESS

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO Disampaikan oleh: Kurmidi [1106 100 051] Dosen Pembimbing Drs. Suminar Pratapa, M.Sc.,Ph.D. Sidang Tugas Akhir (J 102) Komponen Otomotif :

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Oksidasi Spesimen baja AISI 4130 dilapisi alumunium dengan cara mencelupkan ke dalam bak alumunium cair pada temperatur 700 ºC selama 16 detik. NaCl/Na2SO4 dengan perbandingan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

Karakterisasi Bentuk Partikel SiC yang Dilapisi dengan MgAl 2 O 4 Berdasarkan Variabel Konsentrasi Ion Logam

Karakterisasi Bentuk Partikel SiC yang Dilapisi dengan MgAl 2 O 4 Berdasarkan Variabel Konsentrasi Ion Logam Karakterisasi Bentuk Partikel SiC yang Dilapisi dengan MgAl 2 O 4 Berdasarkan Variabel Konsentrasi Ion Logam HALLEY HENRIONO UTOMO 110610063 Dosen Pembimbing Dr. M. Zainuri, M.Si Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT

VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT PENGARUH KOMPOSISI DAN VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT - UNTUK PROYEKTIL PELURU DENGAN PROSES METALURGI SERBUK Oleh: Gita Novian Hermana 2710100077 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN IV.1 Karakterisasi Serbuk Alumina Hasil Milling Menggunakan SEM Proses milling ditujukan untuk menghaluskan serbuk sehingga diperoleh gradasi ukuran partikel yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang energi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang energi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang energi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Seiring dengan pemanfaatan PLTN terdapat kecenderungan penumpukan

Lebih terperinci

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Laporan Tugas Akhir PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Nama Mahasiswa : I Made Pasek Kimiartha NRP

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Spesimen Uji Dimensi benda kerja dari hasil pengecoran dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan keseluruhan dari benda kerja dapat dilihat pada gambar 4.2. Gambar

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil-hasil pengujian yang telah dilakukan pada material hasil proses pembuatan komposit matrik logam dengan metode semisolid dan pembahasannya disampaikan pada bab ini. 4.1

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN III.1 Umum Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi aditif (additive) yang efektif dalam pembuatan keramik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Dengan meningkatnya perkembangan industri otomotif dan manufaktur di Indonesia, dan terbatasnya sumber energi mendorong para rekayasawan berusaha menurunkan berat mesin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2 STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2 Meilinda Nurbanasari Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional, Bandung Dani Gustaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

Oleh : Ridwan Sunarya Pembimbing : Dr. Widyastuti S.Si, M.Si Ir. Lilis Mariani, M.Eng. (LAPAN)

Oleh : Ridwan Sunarya Pembimbing : Dr. Widyastuti S.Si, M.Si Ir. Lilis Mariani, M.Eng. (LAPAN) Pengaruh rasio pencampuran Al 2 O 3 SiO 2 sebagai pelapis pada baja 4340 terhadap sifat thermal dan daya rekat dengan metode Flame Spray untuk aplikasi nozel roket Oleh : Ridwan Sunarya. - 2709100081 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

Gugun Gumilar Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma Depok. Abstraksi

Gugun Gumilar Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma Depok. Abstraksi PENGARUH VOLUME FRAKSI 5%, 7,5% DAN 10% ALUMINA (Al 2 O 3 ) DENGAN UKURAN PARTIKEL 140, 170 DAN 200 MESH TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL KOMPOSIT MATRIKs Al-4.5%Cu-4%Mg Gugun Gumilar Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material aluminium tinggal 8% di kerak bumi. Permintaan di seluruh dunia untuk aluminium berkembang 29 juta ton per tahun. 22 juta ton adalah aluminium baru dan 7 juta

Lebih terperinci

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI Oleh DEDI IRAWAN 04 04 04 01 86 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS

Lebih terperinci

( Kajian Teori & Aplikasi )

( Kajian Teori & Aplikasi ) KOMPOSIT SEBAGAI TREND TEKNOLOGI MASA DEPAN ( Kajian Teori & Aplikasi ) 1. Definisi Komposit Komposit adalah perpaduan dari bahan yang dipilih berdasarkan kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Al yang terbentuk dari 2 (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan

I. PENDAHULUAN. Al yang terbentuk dari 2 (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 3 3 Mullite ( AlO.SiO ) merupakan bahan keramik berbasis silika dalam sistem Al yang terbentuk dari (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan O3 SiO alumina ( Al

Lebih terperinci

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI Oleh ARI MAULANA 04 04 04 010 Y SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SERAT RAMI TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL KOMPOSIT POLIESTER SERAT ALAM SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI SERAT RAMI TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL KOMPOSIT POLIESTER SERAT ALAM SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI SERAT RAMI TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL KOMPOSIT POLIESTER SERAT ALAM SKRIPSI Oleh : AMAR BRAMANTIYO 040304005Y DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Penimbangan Serbuk Alumunium (Al), Grafit (C), dan Tembaga (Cu) Pencampuran Serbuk Al dengan 1%Vf C dan 0,5%Vf Cu Kompaksi 300 bar Green Compact

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN NANOKOMPOSIT EPOXY-TITANIUM DIOKSIDA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN NANOKOMPOSIT EPOXY-TITANIUM DIOKSIDA SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN NANOKOMPOSIT EPOXY-TITANIUM DIOKSIDA Firmansyah, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163 e-mail: firman_bond007@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

Metode Uniaxial Pressing Proses Sintering...

Metode Uniaxial Pressing Proses Sintering... DAFTAR ISI SKRIPSI... i PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v INTISARI... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

KERUSAKAN REFRAKTORI

KERUSAKAN REFRAKTORI Dr.-Ing. Ir. Bambang Suharno Kerusakan Refraktori Refraktori memiliki peranan penting dlm proses temp. tinggi Akibat kondisi operasi yang tak terkendali service life refraktori tidak maksimum produksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Paduan Fe-Al merupakan material yang sangat baik untuk digunakan dalam berbagai aplikasi terutama untuk perlindungan korosi pada temperatur tinggi [1]. Paduan ini

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di dunia, yang menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang besar. PLTN

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN ALKALI TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT KENAF - POLYPROPYLENE

PENGARUH PERLAKUAN ALKALI TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT KENAF - POLYPROPYLENE PENGARUH PERLAKUAN ALKALI TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT KENAF - POLYPROPYLENE SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh : KOMANG TRISNA ADI PUTRA NIM. I1410019

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm-

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alumunium adalah salah satu logam berwarna putih perak yang termasuk dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- 3. Jari-jari atomnya

Lebih terperinci

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA.

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA. PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA. Ramlan 1, Masno Ginting 2, Muljadi 2, Perdamean Sebayang 2 1 Jurusan Fisika

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C Kharisma Permatasari 1108100021 Dosen Pembimbing : Dr. M. Zainuri, M.Si JURUSAN

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Pembagian Komposit Berdasarkan Jenis Penguat [2]

Gambar 2.1 Pembagian Komposit Berdasarkan Jenis Penguat [2] BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Komposit Material komposit adalah material yang terdiri dari dua atau lebih fasa yang berbeda baik secara fisika ataupun kimia dan memiliki karakteristik yang lebih unggul dari masing-masing

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN MG PADA KOMPOSIT MATRIK ALUMINIUM REMELTING

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN MG PADA KOMPOSIT MATRIK ALUMINIUM REMELTING ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN MG PADA KOMPOSIT MATRIK ALUMINIUM REMELTING PISTON BERPENGUAT SIO2 MENGGUNAKAN METODE STIR CASTING TERHADAP KEKERASAN DAN DENSITAS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 PENGAMATAN VISUAL Pengamatan visual dilakukan terhadap sampel sebelum dilakukan proses anodisasi dan setelah proses anodisasi. Untuk sampel yang telah mengalami proses anodisasi,

Lebih terperinci

Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO

Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO Achmad Sulhan Fauzi 1, Moh. Herman Eko Santoso 2, Suminar Pratapa 3 1,2,3 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Karakterisasi Bentuk Partikel SiC yang Dilapisi dengan MgAl 2 O 4 Berdasarkan Variabel Konsentrasi Ion Logam

Karakterisasi Bentuk Partikel SiC yang Dilapisi dengan MgAl 2 O 4 Berdasarkan Variabel Konsentrasi Ion Logam JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-35 Karakterisasi Bentuk Partikel SiC yang Dilapisi dengan MgAl 2 O 4 Berdasarkan Variabel Konsentrasi Ion Logam Halley henriono dan

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Kevin Yoga Pradana Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Wajan Berata, DEA

Kevin Yoga Pradana Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Wajan Berata, DEA PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME, TEMPERATUR DAN WAKTU POST-CURING TERHADAP KARAKTERISTIK BENDING KOMPOSIT POLYESTER - PARTIKEL HOLLOW GLASS MICROSPHERES Kevin Yoga Pradana 2109 100 054 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa berpengaruh pada surface tension juga menjadi limitasi terjadi pembentukan gas lanjutan. Gambar IV. 18 Penampang melintang produk, yang memperlihatkan sel porositas yang mengalami penggabugan dan pecahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemadaman listrik yang dialami hampir setiap daerah saat ini disebabkan kekurangan pasokan listrik. Bila hal ini tidak mendapat perhatian khusus dan penanganan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN bawah ini. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada kedua bagan di Gambar 3.1 Proses Pembuatan bahan matriks Komposit Matrik Logam Al5Cu 27 28 Gambar

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sifat kimia pada baja karbon rendah yang dilapisi dengan metode Hot Dip

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sifat kimia pada baja karbon rendah yang dilapisi dengan metode Hot Dip BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengukur nilai sifat fisis, sifat mekanik dan sifat kimia pada baja karbon rendah yang dilapisi dengan metode Hot Dip Galvanizing. Sifat fisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan kehidupan manusia maka kebutuhan akan material juga semakin meningkat dan bervariatif dalam berbagai aplikasi. Keberadaan material konvensional

Lebih terperinci

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI Oleh BUDI SETIAWAN 04 03 04 015 8 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di 24 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN Mg DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIK MEKANIK KOMPOSIT MATRIKS ALUMINIUM REMELTING PISTON BERPENGUAT SiO 2

PENGARUH PENAMBAHAN Mg DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIK MEKANIK KOMPOSIT MATRIKS ALUMINIUM REMELTING PISTON BERPENGUAT SiO 2 PENGARUH PENAMBAHAN Mg DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIK MEKANIK KOMPOSIT MATRIKS ALUMINIUM REMELTING PISTON BERPENGUAT SiO 2 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanokomposit adalah struktur padat dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar bentuk penyusun struktur yang berbeda. Bahan nanokomposit biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa negara-negara di dunia selalu membutuhkan dan harus memproduksi energi dalam jumlah yang

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI SITI CHODIJAH 0405047052 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 FENOMENA FADING PADA KOMPOSISI PADUAN AC4B Pengujian komposisi dilakukan pada paduan AC4B tanpa penambahan Ti, dengan penambahan Ti di awal, dan dengan penambahan

Lebih terperinci

SINTESIS (Ca, Mg) CO3-Al KERAMIK MATRIKS KOMPOSIT DENGAN TEKNIK INFILTRASI REAKTIF TANPA TEKANAN DAN KARAKTERISASINYA

SINTESIS (Ca, Mg) CO3-Al KERAMIK MATRIKS KOMPOSIT DENGAN TEKNIK INFILTRASI REAKTIF TANPA TEKANAN DAN KARAKTERISASINYA Jurnal Dinamika, September 0, halaman 35-0 ISSN 087-7889 Vol. 05. No. SINTESIS (Ca, Mg) CO3-Al KERAMIK MATRIKS KOMPOSIT DENGAN TEKNIK INFILTRASI REAKTIF TANPA TEKANAN DAN KARAKTERISASINYA Irwan Ramli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh berbagai macam sektor industri di Indonesia terutama industri perkapalan. Tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis difraksi sinar X serbuk ZrSiO 4 ZrSiO 4 merupakan bahan baku utama pembuatan membran keramik ZrSiO 4. Untuk mengetahui kemurnian serbuk ZrSiO 4, dilakukan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini semakin pesat, hal ini sejalan dengan kemajuan industri yang semakin banyak dan kompleks. Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

: PEMBUATAN KERAMlK BERPORI CORDIERITE (2MgO. 2Ah03' 5SiOz) SEBAGAI BAHAN FILTER GAS. Menyetujui Komisi Pembimbing :

: PEMBUATAN KERAMlK BERPORI CORDIERITE (2MgO. 2Ah03' 5SiOz) SEBAGAI BAHAN FILTER GAS. Menyetujui Komisi Pembimbing : Judul Penelitian Nama NomorPokok Program Studi : PEMBUATAN KERAMlK BERPORI CORDIERITE (2MgO. 2Ah03' 5SiOz) SEBAGAI BAHAN FILTER GAS : SUDIATI : 037026011 : ILMU FISIKA Menyetujui Komisi Pembimbing : Anggota

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat 28 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat SOFC.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material komposit merupakan suatu materi yang dibuat dari variasi penggunaan matrik polimer dengan suatu substrat yang dengan sengaja ditambahkan atau dicampurkan untuk

Lebih terperinci

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik Keramik Keramik Definisi: material padat anorganik yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta BAB V DIAGRAM FASE Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu) komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat) : terdiri dari beberapa

Lebih terperinci

PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI

PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI Oleh HERRY SETIAWAN 04 04 04 033 X DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik WIRDA SAFITRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi otomotif yang begitu pesat memerlukan material teknik dan cara produksi yang tepat untuk mewujudkan sebuah produk berkualitas, harga

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY Oleh : Willy Chandra K. 2108 030 085 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill I Wayan Yuda Semaradipta 2710100018 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI Pada bab ini dibahas penumbuhan AlGaN tanpa doping menggunakan reaktor PA- MOCVD. Lapisan AlGaN ditumbuhkan dengan variasi laju alir gas reaktan, hasil penumbuhan dikarakterisasi

Lebih terperinci