HUBUNGAN ANDROPAUSE DENGAN DEPRESI PADA GURU DAN KARYAWAN SMA NEGERI 1 SUKOHARJO SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANDROPAUSE DENGAN DEPRESI PADA GURU DAN KARYAWAN SMA NEGERI 1 SUKOHARJO SKRIPSI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANDROPAUSE DENGAN DEPRESI PADA GURU DAN KARYAWAN SMA NEGERI 1 SUKOHARJO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran OLEH : BERTY DENNY HERMAWATI G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

2 PERSETUJUAN Skripsi dengan judul : Hubungan Andropause dengan Depresi pada Guru dan Karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo Berty Denny Hermawati, G , Tahun 2010 Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari..., Tanggal... Pembimbing I Pembimbing II Dra. Endang GIE Sahir, M.Sc, A.And Dr. Nining Sri Wuryaningsih, dr., Sp. PK NIP : NIP : Penguji I Penguji II Dra. Fitriyah drg. Suhanantyo, M.Si. Med NIP : NIP : Tim Skripsi Diding Heri Prasetyo, dr., M.Si. NIP :

3 PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, Berty Denny Hermawati NIM. G

4 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI.. viii DAFTAR TABEL.. x DAFTAR LAMPIRAN.. xi BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.. 1 B. Perumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Manfaat Penelitian... 4 BAB II : LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 5 B. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis. 27 BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Lokasi Penelitian 28 C. Subjek Penelitian 28 D. Teknik Sampling 29 E. Rancangan Penelitian. 30 F. Identifikasi Variabel Penelitian.. 31 G. Definisi Operasional Variabel 31 H. Intrumen Penelitian 33

5 I. Teknik Analisis Data. 34 BAB IV : HASIL PENELITIAN BAB V : PEMBAHASAN 40 BAB VI : SIMPULAN DAN SARAN.. 46 A. Simpulan 46 B. Saran.. 46 DAFTAR PUSTAKA.. 47 LAMPIRAN

6 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jumlah Skor dan Derajat Depresi Tabel 2. Distribusi Umur Penderita Andropause yang Diteliti. 26 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Andropause dengan Depresi pada Guru dan Karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo... 27

7 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner Lampiran 2. Data Primer Hasil Penelitian Lampiran 3. Hasil Analisis Data Program OpenEpi, Version 2, open source calculator TwobyTwo Lampiran 4. Perhitungan Statistik Lampiran 5. Tabel chi square Lampiran 6. Surat ijin Penelitian dan Pengambilan Data Lampiran 7. Surat Keterangan Ethical Clearance

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Hubungan Andropause dengan Depresi pada Guru dan Karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang merupakan persyaratan guna menyelesaikan program studi S1 di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Terlaksananya skripsi ini berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. A. A. Subiyanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2. Dra. Endang GIE Sahir, M.Sc, A.And selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan arahan, bimbingan, serta saran hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Nining Sri Wuryaningsih, dr., Sp. PK selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan masukan dan bimbingan demi penyempurnaan skripsi ini. 4. Dra. Fitriyah selaku Penguji Utama yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 5. Drg. Suhanantyo, Msi. Med selaku Anggota Penguji yang telah memberikan masukan-masukan. 6. Sri Wahyono, dr., M.Kes. selaku Ketua Tim Skripsi. 7. Bapak, ibu, serta kakak tercinta yang tidak pernah berhenti membantu serta mendukung penulis. 8. Darmadi Joko Sumarah yang selalu menyalakan semangat bagi penulis serta banyak memberikan uluran tangan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Keluarga besar SMA Negeri 1 Sukoharjo yang telah banyak membantu dalam proses pengambilan data. 10. Teman-teman PBL D5 : Udin, Bheta, Cyntia, Devi, Sandra, Wulan, Nurcah, Danus, Ryan, dan Reza atas persahabatan, semangat, kerjasama, keceriaan, serta kenangan yang tak terhapus waktu. 11. Teman teman angkatan 2006, adik serta kakak tingkat penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 12. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penulisan skripsi ini. Semoga amal baik dari berbagai pihak tersebut mendapat balasan setimpal dari Allah SWT.Amin. Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap adanya saran dan kritik yang membangun. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat terutama dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan aplikasinya dalam masyarakat luas. Surakarta, Penulis

9 ABSTRAK Hubungan Andropause dengan Depresi Pada Guru dan Karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo Berty Denny Hermawati * ), Endang GIE Sahir * ), Nining Sri Wuryaningsih* ), Fitriyah* ), Suhanantyo* ) Dalam memasuki usia tua, pria seringkali mengalami berbagai gejala, tanda, dan keluhan mirip wanita menopause. Pada pria, sindroma ini sering disebut sebagai andropause. Akan terjadi berbagai manifestasi yang berkaitan dengan andropause ini, salah satunya adalah depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional dan subjek penelitian sejumlah 36 orang guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan alat penelitian berupa kuesioner. Hasil uji statistik menggunakan chi square didapatkan X 2 hitung = 6,959 sedangkan X 2 tabel = 3, 841 dengan taraf signifikansi α = 0,05. Hasil analisis data menggunakan program OpenEpi Version 2 didapatkan OR = 12,7 ; P = 0,016. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara andropause dan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo. Kata kunci : andropause - depresi * ) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

10 ABSTRAK The Relation between Andropause and Depression On Teachers and Staff at SMA Negeri 1 Sukoharjo Berty Denny Hermawati * ), Endang Gie Sahir *), Nining Sri Wuryaningsih *), Fitriyah *), Suhanantyo *) In entering old age, men often experience various symptoms, signs, and similar complaints of menopausal women. In men, the syndrome is often referred to andropause. There will be a variety of manifestations associated with andropause, one of that is depression. This study aims to determine the relationship between andropause and depression on teachers and staff at SMA Negeri 1 Sukoharjo. This research is an analytic observational study with cross sectional approach and research the subject of some 36 teachers and staff SMA Negeri 1 Sukoharjo who meet the criteria of inclusion and exclusion by means of a questionnaire study. Test results using chi-square statistics obtained X 2 = 6.959, while table X 2 = 3, 841 with a significance level α = The results of data analysis using OpenEpi program Version 2 obtained OR = 12.7; P = From this research can be concluded that there is a significant relationship between andropause and depression on teachers and staff at Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sukoharjo. Keywords:andropause-depression *) Medical Faculty of 11 th March University Surakarta.

11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penuaan adalah proses fisiologis yang akan dialami oleh seluruh makhluk hidup, jika makhluk itu diberi kesempatan berumur panjang. Terjadinya berbeda dan kecepatan usia mulai proses juga berbeda. Dalam memasuki usia tua, seorang pria seringkali mengalami berbagai gejala, tanda, dan keluhan mirip wanita menopause. Kumpulan gejala, tanda, dan keluhan tersebut umumnya disebut dengan satu kata yaitu sindroma. Sindroma pada pria menua ini sering disebut sebagai sindroma Partial Androgen Deficiency in Aging Male (PADAM) atau andropause (Wibowo, 2003). Tapi tidak seperti menopause, dimana tandatandanya dapat diamati dengan gejala khas berhentinya haid, proses andropause pada pria usia lanjut terjadi penurunan fungsi testis secara perlahan, bertahap, sedikit demi sedikit sehingga terjadi penurunan kadar total testosteron dan perubahan irama sekresi sirkadian testosteron (Soewondo, 2006). Hormon yang turun pada andropause ternyata tidak hanya testosteron saja, melainkan penurunan multihormonal yaitu penurunan hormon dehydroepiandrosteron (DHEA), dehydroepiandrosteron sulphate (DHEAS), melantonin, growth hormone, dan insulin like growth factors (IGFs ) (Setiawan, 2007). Data di negara barat menyebutkan bahwa sindroma andropause ini dialami oleh sekitar 15 % pria umur tahun, sebagian lagi telah dialami dan dimulai pada umur sekitar 30 tahun dengan penderita kurang dari 5 %. Data di negara

12 Indonesia sampai saat ini belum ada, walaupun UNDIP telah melakukan penelitian, tetapi dengan population base study saja (Wibowo, 2003). Menurut laporan Massachussets Male Aging (1991) dan Vermeulen (1992), mulai usia 40 tahun pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sekitar 1,2 % per tahun dan setelah mencapai usia 70 tahun pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sebanyak 35 % dari kadar semula (Hidayati, 2006). Cepat atau lambatnya proses andropause dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal bisa dari dalam tubuhnya sendiri atau faktor genetik, bisa juga disertai sindroma metabolik misalnya darah tinggi, kolesterol tinggi, obesitas, dan kencing manis. Faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan, polusi, kebisingan, stres, gaya hidup tidak sehat, merokok, pola tidur, dan pola makan tidak seimbang (Isnawati, 2008). Akan terjadi berbagai manifestasi yang lazim berkaitan dengan andropause yaitu mudah letih, lesu, lemah, kaku pada otot, sendi dan tulang, mengalami osteoporosis, rambut rontok, kulit kering, gairah seksual menurun, bahkan bisa terjadi impotensi, dan masalah sirkulasi darah. Akibat manifestasi tersebut pada seorang pria, akan timbul rasa cemas, kurang percaya diri, sulit tidur, mudah marah, yang berlanjut dengan depresi (Zainal, 2001). Berkaitan dengan depresi yang dapat timbul sebagai manifestasi dari andropause, penelitian yang akhir-akhir ini dipublikasikan menyatakan bahwa kadar testosteron yang rendah berhubungan dengan gejala depresi disertai gangguan psikologis lainnya. Beberapa laporan menyatakan efek dari rendahnya kadar testosteron dapat menyebabkan kehilangan kemampuan dalam

13 berkonsentrasi, perubahan suasana hati, emosional, mudah marah, merasa rendah diri, merasa lemah, gangguan memori, kelelahan, berkurangnya kemampuan intelektual, berkurangnya minat terhadap keadaan sekitar, dan hipokondriasis. Kesemuanya merupakan gejala klinik dari depresi (Pazuchowski, 2009). Depresi merupakan suatu kelainan jiwa yang bisa dialami siapa saja. Data dari berbagai penelitian epidemiologi psikiatri menunjukkan sekitar 5 % penduduk Indonesia pernah mengalami depresi pada suatu masa tertentu. Dan, sekitar 25 % penduduk Indonesia pernah mengalami depresi semasa hidupnya (Etty, 2001). Sedangkan untuk depresi berat yang merupakan suatu penyakit serius, diderita 5% populasi pria pertahun, serta 17% pria selama kehidupannya. Frekuensi depresi berat meningkat sesuai pertambahan umur dan menjadi lebih sering setelah usia 40 tahun, sebanding dengan penurunan kadar testosteron (Bexton, 2001). Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara andropause dengan depresi. B. Perumusan Masalah Adakah hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo?

14 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Utama Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo, sehingga dapat menjadi dasar dalam pemahaman serta penanganan andropause. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan bukti-bukti empiris tentang hubungan teoritis andropause dengan depresi, sehingga memberikan informasi bagi pengembangan ilmu kedokteran dan kesehatan reproduksi pria. 2. Manfaat Aplikatif Memberikan pemahaman kepada masyarakat umum, khususnya kaum pria mengenai hubungan andropause dengan depresi, sehingga dapat menjadi masukan dalam usaha pencegahan serta dalam menghadapi andropause untuk mempertahankan kualitas hidup yang sehat.

15 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Andropause a. Definisi Andropause Kata andropause diambil dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti pria dan pause yang artinya penghentian. Jadi, secara harfiah andropause dapat diartikan sebagai berhentinya proses fisiologis pada pria (Setiawati&Juwono, 2006). Akan tetapi, beberapa ahli masih memperdebatkan digunakannya istilah andropause pada pria karena tidak ada proses fisiologik yang terhenti. Profesor Eberhard Nieschlag, ahli fertilitas dari Universitas Munster, Jerman, adalah salah satu pakar yang menolak penggunaan istilah andropause untuk kaum pria. Nieschlag mengatakan, pada perempuan menopause ditandai berhentinya produksi sel telur yang dapat dilihat dengan gejala khas yaitu berhentinya siklus menstruasi. Sementara pada kaum pria, sepanjang hayatnya hormon testosteron tetap diproduksi meski kadarnya semakin menurun. Sejumlah ahli lebih sepakat untuk menggunakan istilah Partial Androgen Deficiency in Aging Male atau PADAM. Istilah ini dirasa lebih tepat karena menjelaskan bahwa pengurangan kadar testosteron hanya terjadi sebagian, bukan seluruhnya. Tetapi, penurunan kadar testosteron pada pria ini terlanjur dikenal dengan istilah andropause sehingga istilah ini tetap diterima sebagai istilah baku.

16 Andropause merupakan suatu istilah yang menjelaskan gejala kompleks pada pria menua yang mempunyai kadar testosteron rendah karena penurunan bertahap pada sekresinya (Verma et al., 2006). Andropause ditandai sebagai suatu sindrom dengan perubahan fisik dan intelektual yang berkaitan serta dapat dikoreksi dengan androgen (Djuwantoro, 2006). Beberapa istilah yang digunakan oleh berbagai literatur sebagai sinonim dari andropause yaitu klimakterium pada pria, Androgen Deficiency in Aging Male (ADAM), Partial Testosterone Deficiency in Aging Male (PTDAM), Partial Androgen Deficiency in Aging Male (PADAM), adrenopause (deficiency dehydroapiandrosteron/dhea dan DHEA Sulphate/ DHEAS), somatopause (deficiency growth hormon/gh dan Insulin like Growth Factor 1/IGF-1, penopause, dan viropause (Wibowo, 2003). Hormon yang turun pada andropause tidak hanya testosteron saja, melainkan penurunan multihormonal yaitu penurunan hormon DHEA (dehydroepiandrosteron), DHEAS (dehydroepiandrosteron sulphate), melantonin, growth hormone, dan IGFs (insulin like growth factors) (Setiawan, 2007). Berdasarkan penelitian, diketahui 15 % lelaki berusia tahun di negara-negara maju mengalami andropause dan kurang dari 5 % lelaki yang mengalami sindroma ini pada umur sekitar 30 tahun. Sedangkan di Indonesia tidak diketahui dengan pasti berapa jumlahnya (Wibowo, 2003).

17 b. Fisiologi Andropause Baik testis maupun kelenjar adrenal menyekresikan beberapa hormon pria yang disebut androgen. Testosteron, andogen yang utama, merupakan hormon yang terbanyak dan yang paling berpengaruh. Produksi testosteron pada pria ini dimediasi oleh aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. Sekresi gonadotropin releasing hormone (GnRH) berasal dari hipotalamus yang menstimulasi kelenjar hipofisis untuk mengeluarkan luteinizing hormone (LH), yang mengaktivasi sel-sel testikular leydig untuk memproduksi testosteron. Jika terjadi peningkatan konsentrasi testosteron, maka mekanisme umpan balik negatif akan menghambat sekresi dari GnRH. GnRH juga menstimulasi pengeluaran dari follicle-stimulating hormone (FSH), yang terikat pada sel-sel sertoli dalam tubulus seminiferus. Hormon FSH ini meningkatkan spermatogenesis. Sekresi testosteron terjadi dalam semburan yang pulsatil (sekitar 6 kali/hari) puncaknya pada pagi hari serta awal malam. Dengan total sekitar 7 mg testosteron disekresikan perhari.

18 Gambar 1. Mekanisme Umpan Balik Testosteron (Cummings, 2001) Faktor psikologis, sosial, musim, dan biologis mempengaruhi sekresi dari testosteron. Kadarnya ditingkatkan pada waktu kemenangann dalam kompetisi, ketika statuss sosial meningkat, selama pergerakan mata yang cepat pada saat tidur, setelah aktifitas seksual, sesudah berolahraga, dan selama musim gugur. Sedangkan kadar testosteron menurun pada saat kekalahan, stres fisik dan emosi, pecandu alkohol berat, dan selama musim semi. Pada umumnya kadar testosteron kembali normal segera setelah stimulus (Bexton, 2001). Testosteron berada dalam tiga bentuk dalam aliran darah. Hanyaa 2% dari hormon ini yang berbentuk testosteron bebas. Sekitar satu setengah dari hormon ini terikat lemah pada albumin dan sisanya terikat kuat pada sex

19 hormone-binding globulin (SHBG). Bioavailabilitas testosteron mengacu pada bentuk ikatan non-shbg termasuk testosteron bebas dan testosteron yang terikat lemah pada albumin. Bioavailabilitas testosteron ini merupakan fraksi biologis yang aktif. Antara umur tahun, kadar testosteron bebas menurun rata-rata 1% per tahun. Penurunan ini semakin diperjelas dengan kenaikan konsentrasi dari SHBG kira-kira 1,2 % per tahun (Bexton, 2001). Penelitian lainnya dengan multiple cross sectional dan longitudinal, menunjukkan produksi testosteron mulai meningkat pesat pada saat pubertas dan setelah umur 40 tahun terdapat penurunan yang lambat pada kadar testosteron plasma yaitu 1-2% pertahun (Verma et al., 2006). Oleh karena jumlah dari testosterone-binding sites pada SHBG meningkat, fraksi hormon yang tidak terikat turun. Sebagai akibat dari penurunan fungsi sel-sel leydig, dan sensitivitas aksis hipotalamus-hipofisis-gonad, pria yang menua cenderung tidak dapat mengkompensasi penurunan sirkulasi dari testosteron ini. Berdasarkan penelitian ditemukan 7% dari pria usia tahun, 20% dari yang berumur tahun, dan 35% pria diatas 80 tahun memiliki konsentrasi total testosteron di bawah nilai normal (350 mg/dl) (Bexton, 2001). Testosteron bertanggung jawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi tubuh, pembentukan organ kelamin pria, penghambat pembentukan organ kelamin wanita, serta penentu perkembangan sifat kelamin primer dan sekunder pada pria dewasa (Guyton & Hall, 1997). Oleh sebab itu, akan timbul gejala-gejala andropause dengan berkurangnya kadar testosteron dalam plasma yang diakibatkan oleh adanya penurunan massa sel leydig, disfungsi

20 testikular (hipogonad primer), disfungsi yang mengontrol homeostasis hipotalamus-hipofisis (hipogonad sekunder), peningkatan protein pengikat hormon seks dan berkurangnya bioavailabilitas testosteron (Anita & Moeloek, 2002). c. Gejala dan Tanda Andropause Berbeda dengan menopause, andropause memiliki onset yang tersembunyi, progresinya lambat, dan juga gambaran klinisnya tidak sejelas menopause (Verma et al., 2006). Gejala dan tanda yang timbul pada pria andropause bersifat kompleks, meliputi (Kiagus, 2002): 1). Aspek vasomotor Gejolak panas, berkeringat, susah tidur (insomnia), rasa gelisah, dan takut. 2). Aspek fungsi kognitif dan suasana hati Mudah lelah, menurunnya well-being, menurunnya motivasi, berkurangnya ketajaman mental (intuisi), keluhan depresi, hilangnya rasa percaya diri, dan menurunnya rasa harga diri. 3). Aspek virilitas Menurunnya kekuatan dan berkurangnya tenaga, menurunnya kekuatan dan massa otot, kehilangan bulu-bulu seksual tubuh, penumpukan lemak daerah abdominal, serta osteoporosis.

21 4). Aspek seksual Menurunnya minat terhadap seksual, perubahan tingkah laku dan aktivitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi, berkurangnya kemampuan ejakulasi, dan menurunya volume ejakulasi d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Andropause 1). Faktor Internal Pengaruh internal bisa dari dalam tubuhnya sendiri atau faktor genetik. Terjadi karena adanya perubahan hormonal/organik. Juga bisa karena sudah mengidap penyakit tertentu yang disebut sindroma metabolik seperti darah tinggi, kolesterol tinggi, obesitas atau kencing manis. 2). Faktor Eksternal Pengaruh eksternal bisa didapat dari faktor lingkungan yang tidak lagi kondusif. Dapat bersifat fisik seperti kandungan bahan kimia bersifat estrogenik yang sering digunakan dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga. Juga dapat karena faktor psikis yang berperan yaitu kebisingan dan perasaan tidak nyaman, sering terpapar sinar matahari dan polusi yang bisa menyebabkan stres. Gaya hidup tak sehat juga ditengarai dapat mempengaruhi gejala andropause, misalnya merokok, suka begadang, dan pola makan yang tak seimbang (Sheilla, 2007 ; Isnawati, 2008).

22 e. Diagnosis andropause 1). Perubahan Hormonal, dengan pemeriksaan laboratorium mengukur kadar testosteron serum, total testosteron, testosteron bebas, SHBG, DHEA, DHEAs, dll. 2). Perubahan Mental dan Fisik, dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik, fungsi tubuh, dan pemeriksaan psikologi. 3). Perubahan Tingkah Laku, dikonfirmasi dengan alloanmnesa (Sheilla, 2007 ; Soewondo, 2006) Untuk mempermudah penegakan diagnosa andropause, dalam penelitian ini digunakan daftar pertanyaan mengenai gejala-gejala hipoandrogen yang dikembangkan oleh kelompok studi St. Louis-ADAM dari Canada. ADAM test memuat 10 pertanyaan tentang gejala andropause, ya/tidak yang dijawab oleh subjek penelitian. Bila menjawab ya untuk pertanyaan 1 dan 7 atau ada 3 jawaban ya selain nomor tersebut, maka kemungkinan besar pria tersebut mengalami andropause. Sepuluh daftar pertanyaan ADAM dari program St. Louis ini terbukti mempunyai sensitivitas 88% dan spesifitas 60% serta akan mengenal andropause simptomatik pada sebagian besar kasus (Djuwantoro, 2006). Selain ADAM test, terdapat pula AMS test yang dikembangkan oleh peneliti dari Jerman. Jumlah pertanyaan 17 buah dan mencakup ranah gangguan psikologis, somatik dan seksual (Sheilla, 2007 ; Soewondo, 2006).

23 2. Depresi a. Pengertian Depresi Depresi adalah suatu gangguan perasaan dengan ciri-ciri semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan makan. Depresi sering berakar pada rasa salah yang tak sadar ( Maramis, 2005). Sumber lain mendefinisikan depresi sebagai salah satu terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan psikomotor, pola tidur dan nafsu makan, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan & Sadock, 1995). Depresi merupakan suatu penyakit yang berkaitan dengan fungsi otak dan berdampak pada seluruh organ tubuh. Studi epidemiologi menemukan sekitar 16% dari populasi pada umur sekitar 20-an pernah mengalami depresi (Purba, 2006). Depresi ini menempati urutan kedua setelah hipertensi sebagai kondisi kronis yang paling umum dalam praktik kedokteran. Paling sedikit 1 dari 10 pasien rawat jalan menderita depresi berat tetapi kebanyakan kasus tidak disadari atau tidak mendapat perawatan yg adekuat sehingga dapat menyebabkan kehilangan produktivitas, penurunan fungsional tubuh, dan peningkatan kematian (Whooley & Simon, 2000)

24 b. Etiologi Depresi ( Kaplan dkk, 1997) Faktor penyebab depresi dapat dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial. Ketiganya mungkin dapat berinteraksi antara satu dengan yang lain, yaitu: 1). Faktor biologis Bukti-bukti yang ada menyatakan bahwa mood kita diregulasi oleh neurotransmiter yang mengirimkan impuls saraf dari satu neuron ke neuron lain. Sejumlah zat kimia berfungsi sebagai neurotransmiter di bagian sistem saraf yang berbeda, dan perilaku normal memerlukan keseimbangan yang cermat di antaranya. Dua neurotransmiter yang diyakini memiliki peranan penting dalam gangguan mood adalah norepinefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter itu, yang masuk ke kelas senyawa yang dinamakan amin biogenik, terletak di area otak yang meregulasi perilaku emosional (sistem limbik dan hipotalamus). Suatu hipotesis yang diterima secara luas adalah depresi berkaitan dengan defisiensi salah satu atau kedua neurotransmiter itu. 2). Faktor genetika Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika jelas melalui mekanisme yang kompleks, bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor nongenetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang.

25 3). Faktor psikososial a). Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan. Beberapa klinisi sangat mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan primer atau utama dalam depresi. Klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset dan waktu depresi. Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orangtua sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan. b). Faktor kepribadian pramorbid. Tidak ada sifat atau tipe kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia, apapun pola kepribadiannya dapat dan memang menjadi depresi dalam keadaan yang tepat, tetapi tipe kepribadian tertentu seperti obsesif kompulsif dan histerikal mungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya yang menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan lainnya. c). Faktor psikoanalitik dan psikodinamika. Berikut pendapat beberapa pakar mengenai faktor psikoanalitik dan psikodinamika:

26 (1). Sigmund Freud Sigmun Freud mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang berkabung tidak demikian. (2). Melanie Klein Melanie Klein menghubungkan depresi dengan posisi depresif. Ia mengerti siklus manik depresif sebagai pencerminan kegagalan pada masa anak-anak untuk mendapatkan introjeksi mencintai. Di dalam pandangannya, pasien depresi menderita akibat permasalahan bahwa mereka mungkin memiliki objek cinta yang dihancurkan melalui destruksivitas dan ketamakan mereka sendiri. Sebagai akibat dari destruksi yang dikhayalkan tersebut, mereka mengalami penyiksaan oleh objek lain yang dibenci. (3). E. Bibring E. Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat melakukan apa-apa terhadap agresi yang diarahkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi

27 seseorang dan kenyataan seseorang. Jika pasien terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai idealnya, sebagai akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya. (4). Heinz Kohut Baru-baru ini, Heinz Kohut mendefinisikan kembali depresi di dalam istilah psikologi diri. Jika objek diri yang diperlukan untuk bercermin, kekembaran, atau idealisasi tidak datang dari orang yang bermakna, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa karena tidak menerima respon yang diinginkan. Di dalam pengertian tersebut respon tertentu di dalam lingkungan adalah diperlukan untuk mempertahankan harga diri dan perasaan kelengkapan. d). Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness). Di dalam percobaan di mana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak melakukan usaha sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang terdepresi, kita dapat menemukan keadaan ketidakberdayaan yang mirip. Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terdepresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif di dalam usaha tersebut.

28 e). Teori kognitif Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering adalah melibatkan distorsi negatif pengalaman hidup, penilaian negatif, pesimisme,dan keputusasaan. Pandangan negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi. c. Derajat Depresi (Maslim, 2001) 1). Gejala utama depresi adalah : a). Perasaan (afek) yang depresif. b). Hilangnya minat dan kegembiraan. c). Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktifitas. 2). Gejala lainnya adalah : a). Konsentrasi dan perhatian berkurang. b). Harga diri dan kepercayaan diri berkurang c). Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna d). Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis. e). Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri f). Tidur terganggu g). Nafsu makan berkurang

29 Berdasarkan gejala tersebut di atas dapat dikatagorikan derajat depresi dengan menggunakan diagnostik sebagai berikut : 1). Depresi ringan a). Minimal harus ada 2 atau 3 gejala utama. b). Ditambah minimal 2 dari gejala lainnya. c). Tidak ada gejala yang berat di antaranya. d). Lamanya seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu. e). Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaaan dan kegiatan sosial yang biasanya dilakukan. 2). Depresi sedang a). Minimal harus ada 2 atau 3 gejala utama. b). Ditambah minimal 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya. c). Lamanya seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu d). Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga 3). Depresi berat a). Semua gejala utama depresi harus ada. b). Ditambah minimal 4 gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat. c). Bila ada gejala penting misalnya agitasi dan retardasi mental yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu melaporkan gejalanya secara rinci.

30 d). Episode depresi harus berlangsung minimal 2 minggu, tetapi jika gejalanya amat berat dan beronset sangat cepat, maka dibenarkan untuk menegakkan diagnosa dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu. e). Penderita tidak mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. d. Gejala Depresi (Maramis, 2005) Manusia bereaksi secara holistik, sehingga pada depresi terdapat komponen psikologik dan komponen somatik. Gejala-gejala psikologik yaitu : menjadi pendiam, rasa sedih, pesimistik, putus asa, nafsu bekerja dan nafsu bergaul berkurang, tidak dapat mengambil keputusan, lekas lupa, timbul pikiran-pikiran bunuh diri. Perlu dibedakan antara perasaan yang kadang-kadang timbul bahwa hidup ini tidak ada gunanya, dan pemikiran khusus tentang bunuh diri, serta rancangan bunuh diri yang sering. Sedangkan gejala-gejala somatik yaitu : penderita kelihatan tidak senang, lelah, tak bersemangat atau apatis, bicara dan gerak-geriknya pelan dan kurang hidup, terdapat anoreksia (kadang-kadang makan terlalu banyak sebagai pelarian), insomnia (sukar untuk tertidur) dan konstipasi. e. Epidemiologi (Kaplan dkk, 1997) 1). Jenis Kelamin

31 Pada pengamatan yang hampir universal, terlepas dari kultur atau negara, terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. 2). Usia Rata-rata onset untuk gangguan depresif berat adalah kirakira 40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara usia tahun. 3). Ras Prevalensi gangguan mood tidak berbeda dari satu ras ke ras lain. 4). Status Perkawinan Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan intrapersonal yang erat atau bercerai atau berpisah 5). Pertimbangan Sosioekonomi dan Kultural Gangguan depresif yang lebih tinggi dari biasanya ditemukan pada kelompok sosioekonomi yang rendah. Depresi mungkin lebih sering ditemukan di daerah pedesaan daripada di daerah perkotaan. f. Diagnosa Pada penelitian ini untuk mendiagnosis depresi dan mengukur derajat depresi menggunakan alat ukur HRS-D (Hamilton Rating Scale for Depression) yang telah teruji validitas dan reabilitasnya serta mempunyai

32 sensitifitas dan spesifitas yang cukup tinggi untuk diagnosa depresi (Cahyasiwi, 2002). Hamilton Rating Scale for Depression ini telah digunakan sebagai gold standard untuk penilaian dari depresi selama lebih dari 40 tahun (Bagby et al., 2004). HRS-D terdiri atas 17 item yaitu: (1) Keadaan perasaan depresi; (2) perasaan bersalah; (3) bunuh diri; (4) insomnia awal; (5) insomnia tengah; (6) insomnia akhir; (7) kerja dan kegiatan-kegiatannya; (8) kelambanan; (9) kegelisahan dan agitasi; (10) anxietas psikis; (11) anxietas somatik; (12) gejala somatik dan gastrointestinal; (13) gejala somatik umum; (14) gejala genital; (15) hipokondriasis; (16) kehilangan berat badan; (17) insight. Untuk perhitungan total dilakukan dengan menjumlah nilai yang diperoleh dari masing-masing item sehingga hasil yang didapatkan sebagai berikut : Tabel 1. Jumlah Skor dan Derajat Depresi Nilai lebih dari 24 Tingkat Depresi Tidak ada Ringan Sedang Berat

33 3. Hubungan Andropause dengan Depresi Andropause merupakan suatu kondisi menurunnya kemampuan fisik, seksual, dan psikologi yang dihubungkan dengan berkurangnya hormon testosteron dalam plasma darah. Andropause ini dapat menimbulkan beberapa gejala, salah satu diantaranya yaitu depresi dan nervous yang terjadi pada 70% kasus. Gejala-gejala andropause berhubungan dengan berkurangnya kadar testosteron dalam plasma yang diakibatkan oleh adanya penurunan massa sel leydig, disfungsi testikular (hipogonad primer), disfungsi yang mengontrol homeostasis hipotalamus-hipofisis (hipogonad sekunder), peningkatan protein pengikat hormon seks yaitu Sex Hormone Binding Globulin (SHGB), dan berkurangnya bioavailabilitas testosteron. Pada pria hipotestosteronemia akan terjadi tekanan jiwa yang secara signifikan berhubungan dengan turunnya konsentrasi bioavailabilitas testosteron pada pria usia lanjut. Beberapa studi longitudinal menunjukkan bahwa pria hipotestosteronemia terdapat gejala-gejala depresi, mudah marah, sedih, nervous dan fatig (Anita&Moeloek, 2002). Sumber lain juga menyebutkan ada kaitan depresi yang merupakan salah satu gejala dari munculnya andropause, penelitian yang akhir-akhir ini dipublikasikan menyatakan bahwa kadar testosteron yang rendah berkaitan dengan gejala depresi dan gangguan psikologis lainnya. Beberapa laporan menyatakan efek dari rendahnya kadar testosteron dapat menyebabkan kehilangan kemampuan dalam berkonsentrasi, perubahan suasana hati,

34 emosional, mudah marah, merasa rendah diri, merasa lemah, gangguan memori, kelelahan, berkurangnya kemampuan intelektual, berkurangnya minat terhadap keadaan sekitar, dan hipokondriasis. Kesemuanya merupakan gejala klinik dari depresi (Pazuchowski, 2009). Andropause berhubungan langsung dengan depresi, pemeran utama dalam buruknya periode krisis tengah kehidupan (mid-life crisis period) dari kaum adam pada jelang usia 40 atau 50 tahunan. Ada berbagai gejala dan kondisi akibat terganggunya hormon lelaki selama masa transisi tengah kehidupan, mulai dari segi mental yaitu lekas marah sampai ke segi fisik yaitu kehilangan libido, kekurangan energi, dan pertambahan berat badan. Depresi bisa saja terjadi menyertai andropause jika keadaan ini dibiarkan tanpa perawatan. Depresi yang menyertai andropause dapat disebabkan oleh penurunan tingkat testosteron sehingga rendahnya tingkat testosteron dapat menyebabkan banyak gejala depresif (Tailor, 2008). Depresi berat yang merupakan suatu penyakit serius, mengenai 5% populasi pria pertahun, serta 17% pria selama kehidupannya. Frekuensi depresi berat meningkat sesuai pertambahan umur dan menjadi lebih sering setelah usia 40 tahun, sebanding dengan penurunan kadar testosteron (Bexton, 2001). Hal yang menjadi pertimbangan penting untuk para psikiater yaitu penelitian akhir-akhir ini menyatakan bahwa pria-pria yang menderita depresi mempunyai tingkat testosteron yang lebih rendah daripada pria tanpa depresi. Bagi beberapa pria, peningkatan level testosteron bebas dapat terbukti

35 menjadi terapi antidepresan yang efektif. Banyak penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan level testosteron bebas ke dalam keadaan ideal dapat mengembalikan kekuatan, stamina, kognisi, fungsi jantung, seksualitas, dan harapan pada pria menua termasuk meringankan depresi (Pazuchowski, 2009).

36 B. Kerangka Pemikiran Pria tahun Gejala dan keluhan andropause lain : Berkeringat, penurunan libido, disfungsi ereksi, fatig, penurunan konsentrasi dan memori, dll Faktor internal : genetik, kelainan testis, dll Faktor eksternal : bahan kimia, gaya hidup tidak sehat, dll Penurunan kadar hormon testosteron, DHEA/DHEAS, Melatonin, GH, IGFs Andropause kadar testosteron yang rendah berkaitan dengan gejala depresi dan gangguan psikologis lainnya Depresi Hal yang berhubungan dan hal yang diteliti Gejala dan keluhan andropause lain tetapi tidak diteliti

37 C. Hipotesis Terdapat hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo.

38 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. C. Subjek Penelitian Subjek penelitian diambil dari yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut : 1. Kriteria Inklusi : a. Berstatus telah menikah b. Berusia tahun c. Bekerja di SMA Negeri 1 Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo d. Bersedia menjalani penelitian dengan sukarela 2. Kriteria eksklusi a. Menderita penyakit berat dan kronis b. Mempunyai riwayat kelainan psikiatri yang disebabkan oleh gangguan organik lain seperti cedera otak dan epilepsi.

39 D. Teknik Sampling Data dalam penelitian ini berdasarkan fixed exposure sampling, yaitu skema pencuplikan dimulai dengan memilih sampel berdasarkan status paparan subjek (Murti, 2006). Jumlah sampel yang diambil adalah 40. Sampel tersebut telah memenuhi syarat pengambilan sampel penelitian yang berjumlah minimal 30 (Murti, 1997).

40 E. Rancangan Penelitian Sampel Data pribadi L - MMPI jujur Tidak jujur Kuesioner ADAM dan AMS Andropause Tidak Andropause Kuesioner Kuesioner HRS-D HRS-D Depresi : Tidak Depresi : Tidak ringan, Depresi ringan, Depresi sedang, sedang, berat berat

41 F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : andropause 2. Variabel tergantung : depresi 3. Variabel pengganggu : a. Terkendali : Usia, status perkawinan b. Tak terkendali : Faktor psikis, faktor keturunan G. Definisi Operasional Variabel 1. Andropause Andropause merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan berkurangnya hormon testosteron (Anita & Moeloek, 2002). Hormon yang turun pada andropause tidak hanya testosteron saja, melainkan penurunan multihormonal yaitu penurunan hormon DHEA (dehydroepiandrosteron), DHEAS (dehydroepiandrosteron sulphate), melantonin, growth hormone, dan IGFs (insulin like growth factors) (Setiawan, 2007). Sehingga muncul beberapa gejala andropause antara lain yaitu depresi dan nervous, keringat, penurunan libido, disfungsi ereksi, fatig, penurunan konsentrasi dan memori, penurunan potensi seks, penuaan dini, perubahan pada pertumbuhan rambut dan kualitas kulit (Anita & Moeloek, 2002). Andropause ditetapkan berdasarkan kuesioner baku ADAM Test berisi 10 pertanyaan ya/tidak yang dijawab oleh subjek penelitian. Bila menjawab ya untuk pertanyaan 1 dan 7 atau ada 3 jawaban ya selain nomor tersebut, maka kemungkinan besar pria tersebut mengalami andropause. (Zitzmann, et al., 2006;

42 Claupauch, et al., 2008). Selain ADAM test, terdapat pula AMS test yang dikembangkan oleh peneliti dari Jerman. Jumlah pertanyaan 17 buah dan mencakup ranah gangguan psikologis, somatik dan seksual (Sheilla, 2007 ; Soewondo, 2006). Koresponden digolongkan tidak mengalami andropause jika skor kurang dari 27, sedangkan koresponden digolongkan mengalami andropause jika skor lebih dari atau sama dengan 27. Skala data bersifat nominal. 2. Depresi Depresi adalah suatu gangguan perasaan dengan ciri-ciri semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan makan. Depresi sering berakar pada rasa salah yang tak sadar ( Maramis, 2005). Hamilton Rating Scale for Depression (HRS-D) adalah skala depresif yang digunakan secara luas. Penilaian diturunkan dari suatu wawancara klinis dengan pasien. Klinisi menilai jawaban pasien terhadap pertanyaan tentang perasaan bersalah, bunuh diri, kebiasaan tidur, dan gejala depresi lainnya (Kaplan dkk, 1997). Untuk mengetahui adanya depresi, dapat dilakukan uji kuesioner tentang gejala psikis maupun fisik yang akan diukur dalam bentuk interval dengan parameter kuesioner HRS-D dengan skala yang digolongkan menjadi beberapa tingkat :

43 Jumlah Skor dan Derajat Depresi Nilai lebih dari 24 Tingkat Depresi Tidak ada Ringan Sedang Berat Koresponden dinyatakan tidak mengalami depresi jika skor tingkat depresi kurang dari 7, sedangkan koresponden dinyatakan mengalami depresi jika skor yang diperoleh lebih dari atau sama dengan 7. Skala yang didapat adalah skala nominal. H. Instrumen Penelitian 1. Isian data pribadi Untuk mengetahui identitas responden 2. Kuesioner Lie Minessota Multiphasic Personality Inventory (Skala L- MMPI) Skala kebohongan L-MMPI dimana jika jawaban tidak lebih dari sepuluh atau sama dengan sepuluh maka dinyatakan gugur. 3. Kuesioner ADAM dan AMS Andropause ditetapkan berdasarkan kuesioner baku ADAM Test berisi 10 pertanyaan ya/tidak yang dijawab oleh subjek penelitian. Sedangkan AMS test pertanyaannya berjumlah 17 buah dan mencakup ranah gangguan psikologis, somatik dan seksual.

44 4. Hamilton Rating Scale for depression (HRS-D) Untuk memperoleh variabel derajat depresi digunakan instrumen HRS-D yang telah dibuat dalam bentuk daftar pertanyaan yang telah dibakukan oleh laboratorium jiwa. HRS-D terdiri atas 17 item yang diskala antara 0, 1, 2, 3, 4 kemudian nilai seluruh item dijumlahkan. I. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini menggunakan : 1. Uji Statistik Uji statistik chi square untuk menguji hipotesis yang telah dikemukakan di depan yaitu untuk mengetahui hubungan 2 variabel. Taraf signifikansi yang dipakai pada penelitian ini α = 0,05 atau dalam tabel interval kepercayaan 95%. Tabel data yang diperoleh dinyatakan sebagai berikut : Depresi Ya Tidak Andropause Ya a b Tidak c d Dengan rumus : X 2 = N (ad-bc) 2 (a+b)(c+d)(a+c)(b+d)

45 2. Ukuran Hubungan Menggunakan Odds ratio yang disingkat dengan OR. Odds adalah istilah bahasa Inggris yang artinya kemungkinan suatu peristiwa untuk terjadi dibandingkan peristiwa itu untuk tidak terjadi (Murti, 2006). OR = ad bc

46 BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sukoharjo pada hari Selasa 19 Januari 2010 dan hari Rabu 20 Januari 2010, setelah mendapat ijin untuk mengadakan penelitian dari Kepala SMA Negeri 1 Sukoharjo. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 40 orang. Dari 40 data kuesioner yang terkumpul, terdapat 3 data kuesioner yang tidak sesuai dengan kriteria eksklusi dan terdapat 1 data kuesioner yang tidak memenuhi kriteria tingkat kebohongan yang rendah. Sehingga subjek penelitian yang dipakai sejumlah 36 saja. Didapatkan variabel bebas yaitu andropause dan variabel tergantung yaitu depresi. Dari hasil penelitian didapatkan 36 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, 30 orang di antaranya mengalami andropause dengan distribusi umur sebagai berikut : Tabel 2. Distribusi Umur Penderita Andropause yang Diteliti No. Kelompok Umur ( Tahun) Jumlah Persentase % 2. > % % Dari tabel 2 diatas dapat diketahui distribusi umur guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang mengalami andropause. Pada kelompok umur 30 sampai 40 tahun terdapat sebanyak 6 orang (20%) yang menderita andropause. Sedangkan pada kelompok umur lebih dari 40 tahun sampai 60 tahun terdapat sebanyak 24 orang (80%) yang menderita andropause. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Andropause dengan Depresi pada Guru dan Karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo.

47 Depres Andropaus Ya Tidak Jumlah Ya (%) 22 (61,11%) 1 (2,78%) 23 (63,89%) Tidak (%) 8 (22,22%) 5 (13,89%) 13 (36,11%) Jumlah (%) 30 (83,33%) 6 (16,67%) 36 (100%) OR X 2 P Dari tabel 3 terlihat hasil guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang mengalami andropause sejumlah 30 orang dan yang tidak mengalami andropause sejumlah 6 orang. Dari 30 guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang mengalami andropause, 22 orang (61,11%) mengalami depresi dan 8 orang (22,22%) lainnya tidak mengalami depresi. Dari 6 guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang tidak mengalami andropause, terdapat 1 orang (2,78%) dengan depresi dan terdapat 5 orang (13, 89%) yang tidak mengalami depresi. Data penelitian diuji dengan rumus chi square. Berdasarkan data pada tabel 2 diatas, diperoleh nilai X 2 hitung sebesar 6,959. Dengan menetapkan taraf signifikansi α = 0,05 dan derajat kebebasan (db) = 1, diperoleh nilai X 2 tabel sebesar 3, 841. Sehingga diperoleh nilai X 2 hitung lebih besar X 2 tabel, dengan demikian hipotesis nol (H₀) yang berbunyi tidak terdapat hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo ditolak. Dengan kata lain terdapat hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo. Dari hasil analisis data menggunakan program OpenEpi, Version 2 didapatkan OR = 12,65 ; P = 0, Hal ini berarti pria dengan andropause memiliki resiko (probabilitas kemungkinan) untuk mengalami depresi 13 kali lebih besar daripada yang tidak andropause dan hubungan secara statistik signifikan ( OR = 12,7 ; P = 0,016).

48 BAB V PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Sukoharjo pada Januari 2010 menghasilkan data yang telah disajikan dalam tabel-tabel pada bab IV. Dari 36 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan hasil yaitu guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang mengalami andropause sejumlah 30 orang, sedangkan yang tidak mengalami andropause sejumlah 6 orang. persentase tahun >40-60 tahun umur penderita andropause Persentase Gambar 1. Distribusi Frekuensi Umur Penderita Andropause Dari 30 orang yang mengalami andropause, berdasarkan distribusi umurnya didapatkan hasil yaitu pada kelompok umur 30 sampai 40 tahun terdapat 6 orang (20%) yang menderita andropause. Sedangkan pada kelompok umur lebih dari 40 tahun sampai 60 tahun terdapat sebanyak 24 orang (80%) yang menderita andropause. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa yang terdiagnosa mengalami andropause terbanyak adalah kelompok umur lebih dari 40 tahun sampai 60 tahun (80%). Hal ini berhubungan dengan penurunan kadar testosteron bebas rata-rata 1% pertahun antara umur tahun. Penurunan ini semakin

49 diperjelas dengan kenaikan konsentrasi dari SHBG kira-kira 1,2 % per tahun (Bexton, 2001). Penelitian lainnya dengan multiple cross sectional dan longitudinal, menunjukkan produksi testosteron mulai meningkat pesat pada saat pubertas dan setelah umur 40 tahun terdapat penurunan yang lambat pada kadar testosteron plasma yaitu 1-2% pertahun (Verma et al., 2006) Persentase Andropause Tidak Andropause depresi tidak depresi Gambar 2. Distribusi Frekuensi Andropause dengan Depresi Dari 30 guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang mengalami andropause, 22 orang (61,11%) mengalami depresi dan 8 orang (22,22%) lainnya tidak mengalami depresi. Dari 6 guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang tidak mengalami andropause, terdapat 1 orang (2,78%) dengan depresi dan terdapat 5 orang (13, 89%) yang tidak mengalami depresi. Berdasarkan analisa data didapat nilai X 2 hitung sebesar 6,959 dengan derajat kebebasan (db) = 1 dan taraf signifikansi α = 0,05 diperoleh nilai X 2 tabel sebesar 3,841. Sehingga diketahui bahwa X 2 hitung lebih besar dari X 2 tabel, dengan demikian hipotesis nol (H₀) yang berbunyi tidak terdapat hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo

50 ditolak. Dengan kata lain H 1 yang berbunyi terdapat hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo diterima. Dari hasil analisis data menggunakan program OpenEpi, Version 2 didapatkan OR = 12,65 ; P = 0, Hal ini berarti pria dengan andropause memiliki resiko (probabilitas kemungkinan) untuk mengalami depresi 13 kali lebih besar daripada yang tidak andropause dan hubungan secara statistik signifikan ( OR = 12,7 ; P = 0,016). Melihat hasil pengujian statistik dengan chi square serta hasil pengukuran hubungan dengan odds ratio, berarti pada penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara andropause dan depresi. Hal ini sesuai dengan teori sebelumnya yang menyebutkan bahwa andropause merupakan gejala kompleks pada pria menua yang mempunyai kadar testosteron rendah karena penurunan bertahap pada sekresinya (Verma et al., 2006). Kadar testosteron yang rendah berkaitan dengan gejala depresi dan gangguan psikologis lainnya. Beberapa laporan menyatakan efek dari rendahnya kadar testosteron dapat menyebabkan kehilangan kemampuan dalam berkonsentrasi, perubahan suasana hati, emosional, mudah marah, merasa rendah diri, merasa lemah, gangguan memori, kelelahan, berkurangnya kemampuan intelektual, berkurangnya minat terhadap keadaan sekitar, dan hipokondriasis. Kesemuanya merupakan gejala klinik dari depresi (Pazuchowski, 2009). Hasil penelitian tersebut sesuai pula dengan pendapat Anita dan Moeloek (2002) yang menyatakan bahwa pada pria hipotestosteronemia akan terjadi tekanan jiwa yang secara signifikan berhubungan dengan turunnya konsentrasi bioavailabilitas testosteron pada pria usia lanjut. Beberapa studi longitudinal menunjukkan bahwa pria hipotestosteronemia terdapat gejala-gejala depresi, mudah marah, sedih, nervous dan fatig. Serta sesuai dengan pendapat Taylor (2008) yang menyatakan depresi yang menyertai andropause dapat disebabkan oleh penurunan tingkat testosteron sehingga rendahnya tingkat testosteron dapat menyebabkan banyak gejala depresif. Selain itu, hasil penelitian ini bersesuaian juga dengan pendapat Bexton (2001) dalam jurnalnya yang menyebutkan frekuensi depresi berat meningkat

I. PENDAHULUAN. Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia dimana

I. PENDAHULUAN. Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia dimana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia dimana terjadi penurunan kemampuan reproduksi. Andropause atau PADAM (Partial Androgen Deficiency

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata andropause diambil dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata andropause diambil dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Andropause 1. Definisi Kata andropause diambil dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti pria dan pause yang artinya penghentian. Jadi, secara harfiah andropause dapat diartikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran LODEWYX BOBBY NINDRA NUGRAHA G0007203 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Andropause a. Definisi Andropause Secara khusus Andropause merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang memengaruhi berbagai organ tubuh berupa penurunan kemampuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. andropause dengan depresi dimana pengukuran dan pengambilan variabel

III. METODE PENELITIAN. andropause dengan depresi dimana pengukuran dan pengambilan variabel 30 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional dengan tujuan untuk mempelajari korelasi antara faktor

Lebih terperinci

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA Windhu Purnomo FKM Unair, 2011 Fase Penuaan Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) 1 2 Fase penuaan manusia 1. Fase subklinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa diprediksi yang cenderung ovulatoar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita mengalami menopause. Namun tidak seperti menopause pada

BAB I PENDAHULUAN. wanita mengalami menopause. Namun tidak seperti menopause pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Andropause atau kadang disebut menopause pria umumnya terjadi pada pria separuh baya, kira-kira waktunya sama ketika seorang wanita mengalami menopause. Namun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini di seluruh dunia jumlah lansia di perkirakan lebih dari 629 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini di seluruh dunia jumlah lansia di perkirakan lebih dari 629 juta jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini di seluruh dunia jumlah lansia di perkirakan lebih dari 629 juta jiwa dan pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia di proyeksikan sebesar 7,28 % dan pada

Lebih terperinci

PENGARUH ANDROPAUSE TERHADAP KEJADIAN DEPRESI PADA PRIA DI KECAMATAN JEBRES, SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

PENGARUH ANDROPAUSE TERHADAP KEJADIAN DEPRESI PADA PRIA DI KECAMATAN JEBRES, SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan PENGARUH ANDROPAUSE TERHADAP KEJADIAN DEPRESI PADA PRIA DI KECAMATAN JEBRES, SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran IRIYANTI MAYA SARI BARUTU G0011116 FAKULTAS

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Pilihlah salah satu pilihan yang sesuai dengan keadaan anda, beri tanda silang (X) pada kolom yang tersedia untuk setiap pertanyaan. 1. Keadaan perasaan sedih (sedih,

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK OLAHRAGA DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK OLAHRAGA DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK OLAHRAGA DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran PRATIWI RETNANINGSIH G0012163 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Definisi Depresi Depresi merupakan perasaan hilangnya energi dan minat serta timbulnya keinginan untuk mengakhiri hidup. Depresi biasanya disertai perubahan tingkat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN ANDROPAUSE PADA PEKERJA PRIA PT. DANLIRIS, SUKOHARJO SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN ANDROPAUSE PADA PEKERJA PRIA PT. DANLIRIS, SUKOHARJO SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN ANDROPAUSE PADA PEKERJA PRIA PT. DANLIRIS, SUKOHARJO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran AMAZIA AURORA KUSUMA G0013023 FAKULTAS

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan. Seseorang yang usia lanjut akan mengalami adanya perubahan yang. pada remaja, menstruasi dan menopause pada wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan. Seseorang yang usia lanjut akan mengalami adanya perubahan yang. pada remaja, menstruasi dan menopause pada wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadi tua merupakan suatu proses bagian dari kehidupan seseorang, dan sudah terjadi sejak konsepsi dalam kandungan hingga berlangsung terus sepanjang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah penduduk di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 sekitar seperlima

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian cross sectional digunakan pendekatan transversal, dimana observasi terhadap variabel

Lebih terperinci

Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi.

Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Definisi Depresi Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada

Lebih terperinci

HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)

HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) Tanggal Pemeriksaan : Pemeriksa : Nama Pasien : Umur : Jenis Kelamin : Pekerjaan : Pendidikan Terakhir : Status Perkawinan : Agama : Suku Bangsa : Lamanya di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umur. Pada saat terjadi menopause, indung telur (ovarium) tidak berespon

BAB I PENDAHULUAN. umur. Pada saat terjadi menopause, indung telur (ovarium) tidak berespon BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menopause merupakan suatu proses alamiah yang akan dialami oleh setiap wanita. Menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen dan dianggap sebagai suatu bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi 2.1.1 Definisi Pemahaman tentang depresi telah ada sejak zaman Hippocrates (460-377 SM). Depresi pada saat itu disebut melankoli, yang digambarkan sebagai kemurungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa. 3.2 Tempat dan waktu penelitian 1) Tempat penelitian : Poli Rawat Jalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN POLI PENYAKIT DALAM RSD Dr.

HUBUNGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN POLI PENYAKIT DALAM RSD Dr. HUBUNGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN POLI PENYAKIT DALAM RSD Dr. SOEBANDI JEMBER SKRIPSI Oleh Amalia Firdaus NIM 102010101014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, juga dapat diukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menua 2.1.1 Definisi Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang berjalan terus menerus dimulai dari bayi baru lahir, masa anak-anak, masa dewasa dan masa tua. Dalam pertumbuhannya

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN DRY EYE SYNDROME PADA WANITA USIA SUBUR DAN WANITA MENOPAUSE DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN DRY EYE SYNDROME PADA WANITA USIA SUBUR DAN WANITA MENOPAUSE DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN DRY EYE SYNDROME PADA WANITA USIA SUBUR DAN WANITA MENOPAUSE DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran GYANITA WINDY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016. 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Hubungan Antara Faktor Demografi dengan Pada Penderita Hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY telah dilakukan di Puskesmas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

EATING DISORDERS. Silvia Erfan EATING DISORDERS Silvia Erfan Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA

BAB II TINJAUN PUSTAKA BAB II TINJAUN PUSTAKA 1.1 Ruang Lingkup Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia Lanjut usia adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi pada perempuan dengan rentang usia 48 sampai 55 tahun. Masa ini sangat kompleks bagi perempuan karena berkaitan

Lebih terperinci

Sinonim : - gangguan mood - gangguan afektif Definisi : suatu kelompok ggn jiwa dengan gambaran utama tdptnya ggn mood yg disertai dengan sindroma man

Sinonim : - gangguan mood - gangguan afektif Definisi : suatu kelompok ggn jiwa dengan gambaran utama tdptnya ggn mood yg disertai dengan sindroma man Gangguan Suasana Perasaan Oleh : Syamsir Bs, Psikiater Departemen Psikiatri FK-USU 1 Sinonim : - gangguan mood - gangguan afektif Definisi : suatu kelompok ggn jiwa dengan gambaran utama tdptnya ggn mood

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

Ditandai dg penurunan kekuatan fisik & daya ingat Dibagi dlm 2 bagian :

Ditandai dg penurunan kekuatan fisik & daya ingat Dibagi dlm 2 bagian : MASA DEWASA MADYA masa dewasa tengah/usia tengah baya Ditandai dg penurunan kekuatan fisik & daya ingat Dibagi dlm 2 bagian : Usia madya dini 40 50 th Usia madya lanjut 50 60 th Karakteristik Usia Madya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari anak menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi.

Lebih terperinci

2.1 Lampiran Kuesioner SKALA NILAI DEPRESI DARI HAMILTON HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)

2.1 Lampiran Kuesioner SKALA NILAI DEPRESI DARI HAMILTON HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) 2.1 Lampiran Kuesioner SKALA NILAI DEPRESI DARI HAMILTON HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) Tanggal Pemeriksaan : Pemeriksa : Nama Pasien : Umur : Jenis Kelamin : Pekerjaan : Pendidikan Terakhir :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014). Di dunia,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN SINDROM PREMENSTRUASI PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI KEDOKTERAN ANGKATAN 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNS SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN SINDROM PREMENSTRUASI PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI KEDOKTERAN ANGKATAN 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNS SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN SINDROM PREMENSTRUASI PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI KEDOKTERAN ANGKATAN 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNS SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DAN AWITAN MENOPAUSE PADA GURU WANITA DI SMA NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DAN AWITAN MENOPAUSE PADA GURU WANITA DI SMA NEGERI SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DAN AWITAN MENOPAUSE PADA GURU WANITA DI SMA NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CANDA ARDITYA G0012046 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I. yang pasti dihadapi dan harus dilalui dalam perjalanan hidup normal. seorang wanita dan suatu proses alamiah. Berdasarkan hasil studi

BAB I. yang pasti dihadapi dan harus dilalui dalam perjalanan hidup normal. seorang wanita dan suatu proses alamiah. Berdasarkan hasil studi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dan harus dilalui dalam perjalanan hidup normal seorang wanita dan suatu proses alamiah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Namun, selain menghasilkan dampak positif, kemajuan teknologi juga membawa dampak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah Eksperimen Kuasi Pretest-Posttest Design.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah Eksperimen Kuasi Pretest-Posttest Design. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah Eksperimen Kuasi Pretest-Posttest Design. 2. Rancangan Penelitian Kriteria Inklusi Populasi Subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami suatu tahap perkembangan dalam kehidupannya, dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa dalam tahap-tahap

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup disiplin ilmu penelitian adalah ilmu kedokteran jiwa.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup disiplin ilmu penelitian adalah ilmu kedokteran jiwa. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup disiplin ilmu penelitian adalah ilmu kedokteran jiwa. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat dilaksanakannya penelitian di SMA Kristen

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Proses Penuaan Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan

Lebih terperinci

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN WEAVING DI PT ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN WEAVING DI PT ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN WEAVING DI PT ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan RATIH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan perhatian khusus dalam bidang kesehatan. Pihak pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya

BAB I PENDAHULUAN. wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

Lebih terperinci

PERBEDAAN DEPRESI ANTARA GURU SMA BERJENIS KELAMIN PRIA YANG BEKERJA DENGAN TUGAS TAMBAHAN DAN YANG BEKERJA SECARA REGULER DI SMA NEGERI SURAKARTA

PERBEDAAN DEPRESI ANTARA GURU SMA BERJENIS KELAMIN PRIA YANG BEKERJA DENGAN TUGAS TAMBAHAN DAN YANG BEKERJA SECARA REGULER DI SMA NEGERI SURAKARTA PERBEDAAN DEPRESI ANTARA GURU SMA BERJENIS KELAMIN PRIA YANG BEKERJA DENGAN TUGAS TAMBAHAN DAN YANG BEKERJA SECARA REGULER DI SMA NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. Terdapat beberapa siklus kehidupan menurut Erik Erikson, salah satunya adalah siklus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disfungsi seksual secara luas didefinisikan oleh DSM-IV sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Disfungsi seksual secara luas didefinisikan oleh DSM-IV sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disfungsi seksual secara luas didefinisikan oleh DSM-IV sebagai sebuah gangguan dalam proses yang memiliki karakteristik siklus respon seksual atau rasa sakit terkait

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015.

HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015. HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015 Oleh: FARIZKY 120100233 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan hubungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional. Sastroasmoro dan Ismael (2011) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi. 50 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi. 3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Tempat : bangsal saraf dan bedah saraf RSUP

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian 46 47 Email: ethic_fkukmrsi@ med.maranatha. edu KOMISI ETIK PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN UK MARANATHA - R.S. IMMANUEL BANDUNG Judul: Formulir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada pertemuan International Conference on Population

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada pertemuan International Conference on Population BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada pertemuan International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo, 1994, yang diadakan oleh WHO dan lembaga dunia lainnya, diperoleh kesepakatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

Rekam Medis Penghuni Panti Sosial. Nama : Tn. B Umur : 47 tahun. Jenis kelamin : Laki-laki Status pernikahan : Menikah

Rekam Medis Penghuni Panti Sosial. Nama : Tn. B Umur : 47 tahun. Jenis kelamin : Laki-laki Status pernikahan : Menikah Rekam Medis Penghuni Panti Sosial Nama : Tn. B Umur : 47 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Status pernikahan : Menikah Pekerjaan : Tukang Bangunan Agama : Islam Alamat : Bengkulu Selatan Suku bangsa : Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana terjadi perkembangan bentuk tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu perkembangan tersebut adalah perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seksual sangat memengaruhi kualitas hidup seseorang dalam kaitannya untuk memperoleh keturunan. Bila kehidupan seksual terganggu, kualitas hidup juga terganggu,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECENDERUNGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECENDERUNGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECENDERUNGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Oleh:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perempuan yang memasuki usia premenopause akan melonjak dari 107 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. perempuan yang memasuki usia premenopause akan melonjak dari 107 juta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Helalth Organization (WHO, 2010) setiap tahunnya sekitar 25 juta perempuan diseluruh dunia diperkirakan mengalami premenopause, jumlah perempuan usia 40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila anak telah mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. belah lintang (cross sectional) untuk mengetahui korelasi antara faktor-faktor

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. belah lintang (cross sectional) untuk mengetahui korelasi antara faktor-faktor BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan rancangan belah lintang (cross sectional) untuk mengetahui korelasi antara faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang wajar,

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang wajar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki kebutuhan khusus yang harus dipenuhi, baik secara fisiologis maupun psikologis. Terdapat banyak kebutuhan fisiologis manusia, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional study. Dalam arti kata luas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan dan ketakukan adalah sinyal peringatan. dan bertindak sebagai peringatan atas ancaman dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan dan ketakukan adalah sinyal peringatan. dan bertindak sebagai peringatan atas ancaman dari dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan dan ketakukan adalah sinyal peringatan dan bertindak sebagai peringatan atas ancaman dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Kecemasan dapat

Lebih terperinci

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Istilah kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) dalam tulisan ini merujuk pada segala bentuk kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam konteks kehidupan berkeluarga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan dan persalinan, namun lebih luas lagi yaitu menarche sampai

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan dan persalinan, namun lebih luas lagi yaitu menarche sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era Globalisasi sekarang ini kesehatan menjadi hal yang sangat berharga. Terutama pada kesehatan reproduksi yang sekarang ini menjadi perhatian dunia. Masalah kesehatan

Lebih terperinci

Merokok berperan pada kejadian andropouse. Smoking is a Factor that Occurrence the Andropause

Merokok berperan pada kejadian andropouse. Smoking is a Factor that Occurrence the Andropause Merokok berperan pada kejadian andropouse Kanti Ratnaningrum 1, Muh. Sudiat 1, Ray Subandriya 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang: Merokok menyebabkan kadar

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi. Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi. Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi 2.1.1.Gangguan Ansietas Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada anak dan remaja. Ansietas adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini terjadi masa pubertas yang merupakan keterkaitan antara proses-proses neurologis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi, baik dari segi fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menopause menyebabkan > 80% wanita mengalami keluhan fisik dan psikologis dengan berbagai tekanan dan gangguan penurunan kualitas hidup (Esposito et al., 2007). Wanita

Lebih terperinci

BAB II KAJIANPUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. persepsi seseorang mengenai dunia. Gangguan mood adalah merupakan suatu

BAB II KAJIANPUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. persepsi seseorang mengenai dunia. Gangguan mood adalah merupakan suatu 7 BAB II KAJIANPUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Depresi 2.1.1.1 Definisi Depresi Mood adalah suatu emosi yang terus menerus dan pervasif yang mewarnai persepsi seseorang mengenai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penulis memilih untuk menggunakan rancangan cross sectional dimana variabel bebas

BAB III METODE PENELITIAN. penulis memilih untuk menggunakan rancangan cross sectional dimana variabel bebas 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross sectional. Tujuan penelitian untuk mencari hubungan antara depresi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menopause (Kuncara, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. menopause (Kuncara, 2007). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause 2.1.1 Definisi Menopause Menoupase didefinisikan oleh WHO sebagai penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium. Setelah 12 bulan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan Oleh: NAMA :Twenty

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terus menerus dan bervariasi, penyakit metabolik yang dicirikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diketahui dan kesimpulan yang ditarik dari hal yang dikenali manusia. tentang pengetahuan tersebut dalam situasi tertentu.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diketahui dan kesimpulan yang ditarik dari hal yang dikenali manusia. tentang pengetahuan tersebut dalam situasi tertentu. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah segala sesuatu yang telah dikenali atau diketahui dan kesimpulan yang ditarik dari hal yang dikenali manusia.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Wonosari Kabupaten. Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Wonosari Kabupaten. Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016. 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Wonosari Kabupaten Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016. Metode pengumpulan data dalam

Lebih terperinci