BAB II KAJIANPUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. persepsi seseorang mengenai dunia. Gangguan mood adalah merupakan suatu
|
|
- Yuliani Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 7 BAB II KAJIANPUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Depresi Definisi Depresi Mood adalah suatu emosi yang terus menerus dan pervasif yang mewarnai persepsi seseorang mengenai dunia. Gangguan mood adalah merupakan suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai dengan hilangnya kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan yang berat. 2 Depression is a common mental disorder that presents with depression mood, loss of interest or pleasure, decreased energy, feeling of guilt or low self-worth, disturbed sleep or appetite, and poor concentration yang berarti, depresi merupakan gangguan mood atau mental yang umum ditandai dengan penurunan suasana hati atau sedih, kehilangan minat atau kesukaan, penurunan energi, perasaan bersalah dan penurunan harga diri, gangguan tidur, gangguan nafsu makan dan penurunan konsentrasi. 1 Depresi didefinisikan pula sebagai satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. 2
2 Epidemiologi Depresi Gangguan depresi berat merupakan tipe yang paling sering terjadi dengan prevalensi seumur hidup berkisar antara 10% sampai dengan 25% pada wanita dan 5% sampai dengan 12% pada laki-laki. 11 World Mental Health Survey yang dilakukan WHO menunjukan 17 negara dengan rata-rata 1 dari 20 orang populasi menderita depresi, dan dikatakan pula sekitar orang didunia menderita depresi. 1 Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) tahun 2013menyatakan Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia berada diangka 6,0%. Prevalensi warga Jawa Barat yang mengalami gangguan mental emosional mencapai 9,3% dan beradadiurutan ke dua setelah Sulawesi Tengah dan sejajar dengan Sulawesi Selatan. 4 Depresi dua kali lebih sering dialami oleh wanita dari pada laki-laki. Perbedaan tersebut tidak diketahui mekanisme pastinya, hanya saja dihubungkan dengan perbedaan hormon, efek melahirkan, perbedaan stresor psikososial, dan model perilaku tentang keputusasaan. 2,11 Berdasarkan kelompok usia depresi dapat dialami dari rentang usia anak-anak sampai dengan usia 50 tahun. Rerata kelompok usia yang mengalami depresi ada pada kelompok usia 30 tahunan. Kelompok depresi berat rata-rata terjadi pada usia 40 tahun, rata-rata yang memiliki onset depresi berada pada kelompok usia 20 sampai 50 tahun. Umumnya depresi dialami oleh orang-orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau pada orang yang mengalami perceraian dan perpisahan Etiologi Depresi
3 9 Secara umum terdaftar faktor-faktor yang menyebabkan munculnya depresi. Faktor-faktor tersebut yaitu : 1. Faktor Biologis a) Amin Biogenik Norepineprin dan serotonin merupakan neurotransmiter yang paling berperan dalam terjadinya gangguan mood. Turunnya regulasi pada reseptor beta-adenergik menandakan adanya peranan dari norepineprin dalam terjadinya masalah depresi dan adanya aktifasi dari reseptor alfa 2-adenergik yang menyebabkan penurunan jumlah pelepasan norepineprin. 2 Penurunan jumlah serotonin dinyatakan mampu menimbulkan depresi pada seseorang dan pada beberapa kasus bunuh diri ditandai pula dengan tingkat konsentrasi serotonin yang rendah. Dopamin juga merupakan kelompok amin biogenik yang dihubungkan dengan munculnya masalah depresi ketika kadar dopamin mengalami penurunan. 2 b) Regulasi Neuroendokrin Adanya masalah pada disregulasi neuroendokrin telah dilaporkan terjadi pada pasien gangguan mood, regulasi yang abnormal pada sumbu neuroendokrin merupakan hasil dari adanya abnormalitas dari neuron yang mengandung amin biogenik. Sumbu neuroendokrin yang menarik perhatian adalah sumbu adrenal, tiroid, dan hormon pertumbuhan. Penurunansekresi nokturnal melantonin,
4 10 penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan, penurunan kadar Follicle Stimulating Hormone (FSH), dan Luteinzing Hormone (LH), serta adanya penurunan kadar testosteron pada lakilaki. 2 c) Pembangkitan Neuron Proses elektrofisiologi dimana stimulasi yang berulang dari suatu neuron akan menimbulkan suatu potensial aksi. Adanya pembangkitan yang abnormal pada bagian temporalis menimbulkan suatu hubungan munculnya gejala-gejala gangguan mood. 2 d) Regulasi Neuroimun Disregulasi sumbu kortisol mungkin mempengaruhi status imunitas seseorang. Abnormalitas pada hipotalamus terhadap regulasi sistem imun dihubungkan pula dengan munculnya gejala psikiatrik dari gangguan mood. 2 e) Neuroanatomis Gejala gangguan mood dan temuan penelitian biologis yang mendukung terjadinya gangguan mood menyatakan bahwa ada suatu hubungan yang melibatkan gangguan mood dengan sistem limbik. Gangguan neurologis di ganglia basalis dan sistem limbik kemungkinan muncul bersama dengan gejala depresi. Keduanya memiliki peranan utama dalam meregulasi emosi Faktor Genetik
5 11 Genetika merupakan suatu hal yang sangat penting dalam perkembangan gangguan mood. Penelitian terhadap keluarga secara berulang ditemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan bipolar I memiliki resiko 10 kali lebih mungkin menderita depresi berat. Penelitian sebuah keluargasanak saudara derajat pertama penderita gangguan depresi berat beresiko 1,5sampai 2,5 kali lebih besar untuk menderita depresi berat. 2 Dua dari tiga penelitian terhadap anak adopsi memiliki suatu komponen genetika untuk terjadinya depresi berat. Risiko depresi tetap ada pada anak biologis yang berasal dari orang tua yang mengalami depresi kemudian di adopsi oleh orang tua yang tidak menderita gangguan mood. 2 Penelitian terhadap anak kembar menunjukan angka kesesuaian untuk gangguan depresi berada 50% untuk kembar monozigot dan 10% sampai 20% untuk kembar dizigot Faktor Psikososial Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres lebih sering menjadi awal dari episode depresi. Data yang mendukung bahwa peristiwa kehidupan memiliki hubungan yang erat adalah pada seseorang yang kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun dan kehilangan pasangan. 2 Faktor psikoanalitis dan psikodinamika, Sigmud Freud menyatakan bahwa kekerasaan yang dilakukan oleh pasien depresi di arahkan secara internal terhadap adanya kehilangan suatu objek yang dimilikinya,sehingga penderita depresi merasa bahwa dirinya bersalah,
6 12 dan mencela diri sendiri. Heinz Kohut mendefinisikan orang yang mengalami depresi merasakan suatu ketidak lengkapan dan putus asa karena tidak menerima respon yang diinginkan. Respon tersebut diartikan untuk mempertahankan harga diri dan perasaan utuh. 2 Menurut teori kognitif, adanya interpretasi yang keliru terhadap penilaian negatif pada pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputus asaan selanjutnya akan menyebabkan perasaan depresi Gejala Klinis Pada Pedoman Penanggulangan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III menyatakan bahwa gejala klinis depresi antara lain : Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) : a) Suasana perasaan yang depresi atau sedih atau murung. b) Kehilangan minat dan kegembiraan. c) Berkurangnya energi yang menunju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas. 2. Gejala penyerta : a) Konsentrasi dan perhatian berkurang. b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang. c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna. d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik.
7 13 e) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri sendiri atau bunuh diri. f) Gangguan tidur. g) Nafsu makan berkurang Derajat Depresi Penilaian klinis dengan menggunakan PPDGJ-III terhadap gejala-gejala depresi mengelompokkandepresi kedalam episode depresi ringan, sedang, berat, dengan tanda pada masing-masing episode adalah : Depresi Ringan a) Harus ada dua gejala dari kelompok gejala utama. b) Disertai minimal dua gejala dari kelompok gejala penyerta. c) Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya. d) Lamanya seluruh episode sekurang-kurangnya berlangsung selama dua minggu. e) Sedikit kesulitan dalam meneruskan pekerjaan, hubungan sosial, dan kegiatan sehari-hari 2. Depresi Sedang a) Harus ada dua gejala dari kelompok gejala utama. b) Disertai dengan minimal tiga gejala (dan sebaiknya empat) dari gejala penyerta. c) Lamanya seluruh episode minimum selama dua minggu.
8 14 d) Sangat sulit untuk meneruskan pekerjaan, hubungan sosial, dan kegiatan sehari-hari. 3. Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik a) Harus ada tiga gejala dari gejala utama. b) Disertai dengan minimal empat gejala dari gejala penyerta. c) Bila ada gangguan psikomotor (seperti agitasi dan retardasi psikomotor) yang sangat mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejala secara rinci. d) Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu, tetapi bila gejala sangat berat maka gejala akan berlangsung sangat cepat. e) Sangat tidak mungkin untuk dapat meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga. 4. Depresi Berat Dengan Gejala Psikotik a) Semua gejala yang memenuhi kriteria depresi berat tanpa gejala psikotik. b) Disertai dengan adanya waham, halusinasi, atau stupor depresif Narapidana Definisi Narapidana UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan mendefinisikan warga binaan pemasyarakatan adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan. 5,13 Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan
9 15 pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap 5,narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana dan hilang kemerdekaannya di lembaga pemasyarakatan, 5,13 sehingga narapidana diartikan pula sebagai seseorang yang melakukan tindak pidana. 5 Narapidana sesungguhnya bukanlah manusia yang memiliki status berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan yang dapat dikenakan pidana. 10,13 Kehilangan kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan merupakan kondisi dimana warga binaan harus berada di dalam lembaga pemsyarakatan, tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh di asingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan di lembaga pemsyarakatan dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul dengan sahabat dan keluarga. 13 a. Narapidana Non-Residivis Narapidana non residivis disebut juga narapidana baru yang artinya merupakan narapidana yang baru pertama kali menjadi penghuni di lembaga pemasyarakatan atau baru menyandang status narapidana, hal ini tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. 6 b. Narapidana Residivis Residivis dimaksud juga dengan pengulangan yang secara umum ialah apabila seseorang melakukan suatu tindak pidana dan untuk itu dijatuhi pidana padanya, akan tetapi dalam jangka waktu tertentu : 6
10 16 1. Sejak setelah pidana tersebut dilaksanakan seluruhnya atau sebagian, atau 2. Sejak pidana tersebut seluruhnya dihapuskan, atau apabila kewajiban menjalankan/melaksanakan pidana itu belum daluwarsa, ia kemudian melakukan tindak pidana lagi. Dari uraian tersebut, terdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi, yaitu : 6 1) Pelakunya harus sama. 2) Terulang tindak pidana terdahulu telah dijatuhi pidana (yang sudah memiliki kekuatan tetap). 3) Pengulangan terjadi dalam kurun waktu tertentu. Yang dimaksud dengan jangka waktu tertentu adalah sekurang-kurangnya 5 tahun setelah menjalani hukuman pidananya HakNarapidana Proses pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan juga terdapat suatu hak-hak narapidana yang tercantum dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 14 ayat (1) berupa : 5 a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani. c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran. d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e. Menyampaikan keluhan.
11 17 f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti berita media masa lainnya yang tidak dilarang. g. Mendapatkan upah dan premi atas pekerjaan yang dilakukannya. h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya. i. Mendapatkan pengurangan masa pidana. j. Mendapat kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. k. Mendapat pembebasan bersyarat. l. Mendapatkan cuti menjelang bebas. m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Kewajiban Narapidana Narapidana memiliki kewajiban yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UU No.12 Tahun 1995 yang menyatakan bahwa narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu Pemasyarakatan Definisi Lembaga Pemasyarakatan Pasal 1Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan menyatakan bahwa pemasyarakatan adalah suatu kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan tata
12 18 peradilan pidana. 5 Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batasan serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembinaan, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. 5,10 Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut dengan LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana, anak didik pemasyarakatan. Istilah ini dipilih sesuai dengan visi dan misi dari lembaga itu sendiri yaitu untuk mempersiapkan warga binaan kembali ke masyarakat Prinsip Pokok Pemasyarakatan Terdapat sepuluh prinsip pokok dalam pemasyarakatan menurut Departemen Kehukuman tahun1990, yaitu : Mengayomi dan memberikan bekal hidup kepada narapidana agar dapat menjalani perannya sebagai masyarakat yang baik dan berguna. 2. Penjatuhan hukuman pidana bukan berarti tindakan balas dendam oleh negara. 3. Memberikan pembimbingan bukan penyiksaan kepada narapidana agar mereka insyaf dengan memberikan norma-norma hidup, kehidupan dan menyertakan narapidana dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa kehidupan sosial.
13 19 4. Negara tidak berhak membuat narapidana menjadi lebih buruk atau lebih jahat dari sebelum mereka dijatuhi hukuman pidana. 5. Narapidana tidak boleh di asingkan selama mereka kehilangan kemerdekannya. Sehingga kunjungan kelembaga pemsyarakatan tetap dipertahankan. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh sebagai pengisi waktu luang dan tidak boleh diberi pekerjaan untuk memperoleh keuntungan jabatan atau kepentingan negara. 7. Bimbingan dan didikan yang diberikan harus berdasarkan Pancasila. 8. Narapidana hanya dijatuhi hukuman hilangnya kemerdekaan. 9. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitasi yang dapat mendukung fungsi rehabilitasi, koreksi, dan edukasi dalam sistem pemasyarakatan Tujuan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan memiliki tujuan yang utama yaitu untuk melakukan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan sebagai akhir dari sistem pemidanaan dalam sistem peradilan pidana. Dilembaga pemasyarakatan terdapat suatu program pembinaan yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan, jenis kelamin, agama dan jenis tindak pidanana yang dilakukan narapidana tersebut. 6 Tujuan tersebut telah
14 20 disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari undang-undang yaitu agar narapidana dapat kembali ke masyarakat dan dapat berpartisipasi membangun bangsa Fungsi Pemasyarakatan Fungsi sistem pemasyarakatan dalam pasal 3 ayat (2) UU No.12 Tahun 1995 menyatakan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi untuk menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat sebagai anggota masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. 5 Pemasyarakatan juga berfungsi untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, sehingga dengan demikian sistem pemasyarakatan di Indonesia lebih didasarkan pada aspek pembinaan narapidana, anak didik pemasyarakatan, ataupun klien pemasyarakatan yang mempunyai ciri-ciri preventif, kuratif, rehabilitatif, dan edukatif Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan menjadi : 15 Lembaga Pemasyarakatan dibedakan berdasarkan klas atau daya tampungnya
15 21 1. Klas I memiliki kapasitas lebih dari 500 orang. 2. Klas II dibedakan menjadi Klas II A yang memiliki kapasitas antara 250 sampai 500 dan Klas II B memiliki kapasitas daya tampung kurang dari 250 orang. 3. Klas III Adapun klasifikasi yang dibedakan berdasarkan pelayanannya menjadi dua, yaitu : Lembaga Pemasyarakatan Umum yang menampung narapidana laki-laki dewasa dengan rentang usia di atas 25 tahun. 2. Lembaga Pemasyarakatan Khusus yang di kelompokan lagi menjadi a. Lembaga Pemasyarakatan Khusus Wanita Dewasa yang memiliki rentang usia di atas 18 tahun atau sudah menikah b. Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak yang memiliki usia di bawah 18 tahun yang dibagi lagi menjadi khusus anak laki-laki dan anak perempuan Asas Dalam Sistem Pembinaan Sistem pembinaan pemasyarakatan dilakukan berdasarkan asas : 13,5 a. Pengayoman adalah perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga
16 22 binaan pemasyarakatan, juga memberikan bekal kehidupan kepada mereka agar menjadi warga yang berguna dalam masyarakat. b. Persamaan perlakuan dan pelayanan adalah memberikan perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan pemasyarakatan dengan sama tanpa membeda-bedakan individu. c. Pembinaan dan pendidikan dilakukan berdasarkan pada pancasila yaitu penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian dan berkesempatan untuk beribadah. d. Penghormatan harkat dan martabat sebagai manusia e. Kehilangan kemerdekaan sebagai satu-satunya penderitaan f. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orangrang tertentu yang artinya mereka harus tetap didekatkan dengan masyarakat dan tidak boleh dijauhkan dari masyarakat meskipun hanya dalam bentuk kunjungan, hiburan ke lembaga pemasyarakatan, dan kesempatan bertemu sahabat dan keluarga dalam program cuti mengunjungi keluarga. 2.2 Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banceuy Jawa Barat Lembaga Pemasyarakaratan Klas II A Banceuy Bandung Jawa Barat beralamat di jalan Soekarno Hatta No. 187 A Bandung, sebelumnya beralamat di jalan Banceuy No. 8 Bandung. Berdasarkan Surat Menteri Kehakiman RI No. W8.UM A tanggal 30 September 1990 tentang pembentukan lembaga
17 23 pemasyarakatan narkoba, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banceuy dijadikan tempat pembinaan narapidana kasus narkotika dari Kantor Wilayah Departemen Kehakiman DKI Jakarta dan Jawa Barat. 19 Visi dan Misi dari Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banceuy adalah sebagai berikut : Visi : Pemulihan kesatuan hubungan hidup dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Misi : Melaksanaan pembinaan narapidana korban penyalahguna narkoba melalui program terapi terpadu agar mampu membebaskan narapidana dari ketergantungan narkoba dan tidak melanggar hukum lagi. 2.3 Kerangka Pemikiran Narapidana adalah warga binaan pemasyarakatan dan merupakan seseorang yang melakukan tindak pidana atau terpidana yang hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan. Narapidana terbagi menjadi narapidana non residivis atau narapidana baru dan narapidana residivis yaitu narapidana yang kembali melakukan tindak pidana yang sama dalam waktu kurang dari lima tahun. Kehilangan kemerdekaan dapat diartikan bahwa narapidana hilang kebebasannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti orang yang berada diluar lembaga pemasyarakatan yang dapat menentukan sendiri dalam memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersiernya seperti makan, minum, seksual, kasih
18 24 sayang, pakaian, tempat tinggal, bebas melakukan hobi dan bercengkrama dengan keluarga, teman dan siapapun, sehingga menjadi seorang narapidana adalah hal yang tidak menyenangkan, ketika seseorang direnggut kebebasannya seperti para narapidana yang segala kegiatannya ditentukan oleh pihak lembaga pemasyarakatan maka akan meningkatkan risiko terjadinya depresi pada narapidana.menjalani hidup dalam suasana yang baru yaitu sebagai narapidana, maka seorang individu dituntut untuk melakukan suatu adaptasi dengan pola-pola kehidupan yang baru sebagai narapidana. Etiologi depresi yang berdasarkan teori psikososial menyatakan bahwa peristiwa hidup yang tidak menyenangkan berhubungan erat dengan munculnya gejala depresi. Heinz Kohut mendefinisikan orang yang mengalami depresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa karena tidak menerima respon yang diinginkan.sesungguhnya lembaga pemasyarakatan untuk melatih agar seorang individu mampu kembali kemasyarakat dengan baik dan mampu bermasyarakat serta menyadari kesalahan yang telah dilakukannya. Narapidana yang mengalami depresi dapat ditentukan dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan Beck Depression Inventory (BDI). Alat ukur tersebut dapat menentukan depresi ringan, sedang, berat, sangat berat atau tidak mengalami depresi (normal) pada dua kelompok narapidana yaitu, narapidana non residivis dan residivis
19 25 Narapidana Non-Residivis Residivis Menjalani proses pembinaan Di lembaga pemasyarakatan Hilangnya Stigma AncamanPeristiwa hidup kemerdekaan negatif masa depan yang tidak menyenangkan Proses penyesuaian Psikologis Non-Residivis Residivis BDI BDI Tidak Depresi Depresi Tidak Depresi Depresi Ringan Sedang Berat Sangat Ringan Sedang Berat Sangat berat berat Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil
BAB II URAIAN TEORITIS Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Health Organization(WHO) tahun2012 mendeskripsikandepresi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian World Health Organization(WHO) tahun2012 mendeskripsikandepresi sebagai gangguan mood atau mental yang umum ditandai dengan penurunan suasana hati atau sedih,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Definisi Depresi Depresi merupakan perasaan hilangnya energi dan minat serta timbulnya keinginan untuk mengakhiri hidup. Depresi biasanya disertai perubahan tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang berdasarkan pada Undang-undang Dasar 1945. Fungsi hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pemasyarakatan lahir di Bandung dalam konferensi jawatan kepenjaraan para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini dicetuskan oleh DR.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi 2.1.1 Definisi Pemahaman tentang depresi telah ada sejak zaman Hippocrates (460-377 SM). Depresi pada saat itu disebut melankoli, yang digambarkan sebagai kemurungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya, kesehatan merupakan hak setiap manusia. Hal tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciMaramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi.
1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Definisi Depresi Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya
Lebih terperinci1 dari 8 26/09/ :15
1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berasaskan Pancasila. Dalam usaha-usahanya Negara menjumpai banyak rintangan dan
Lebih terperinciEPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS
DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar
Lebih terperinciBAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga
BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang
Lebih terperinciPerbandingan Tingkat Depresi antara Narapidana Non Residivis dan Residivis di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banceuy
Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Perbandingan Tingkat Depresi antara Narapidana Non Residivis dan Residivis di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banceuy 1 R.A.Vivi Yunita Sari, 2 Yuliana Ratna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pembaharuan sistem secara lebih manusiawi dengan tidak melakukan perampasan hak-hak kemerdekaan warga binaan pemasyarakatan, melainkan hanya pembatasan kemerdekaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan
Lebih terperinciPERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA
Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic
Lebih terperinciBAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak
BAB II Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Anak 2.1 Dasar Hukum Perlindungan Hak Anak Di Lembaga Pemasyarakatan. Kenakalan anak disebut juga dengan Juvenile
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.
Lebih terperinciNOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan
Lebih terperinciPEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto
PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK Pro dan kontra terkait pidana mati masih terus berlanjut hingga saat ini, khususnya di Indonesia yang baru melakukan eksekusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik, aliran neo-klasik, dan aliran modern menandai babak baru dalam wacana hukum pidana. Pergeseran
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman dan tertib, demikian juga hukum pidana yang dibuat oleh manusia yang
Lebih terperinciGangguan Suasana Perasaan. Dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ
Gangguan Suasana Perasaan Dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ Pendahuluan Mood : suasana perasaan yang pervasif dan menetap yang dirasakan dan memperngaruhi perilaku seseorang dan persepsinya terhadap dunianya.
Lebih terperinciBAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah
BAB IV EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I SUKAMISKIN DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu masalah psikologis yang sering terjadi pada masa remaja dan onsetnya meningkat seiring dengan meningkatnya usia (Al- Qaisy, 2011). Depresi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa untuk meningkatkan kesadaran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejahatan dewasa ini menunjukan tingkat kerawanan yang cukup tinggi. Hal ini dapat diketahui melalui pemberitaan media cetak maupun elektronik serta sumber-sumber
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Remisi. Asimilasi. Syarat. Pembebasan Bersyarat. Cuti. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK
Lebih terperinciPENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN UMUM Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995
Lebih terperinciP, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan ini terdapat jelas di dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hasil amandemen
Lebih terperinciSKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)
SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dahulu depresi lebih dikenal dengan istilah melankolia pada zaman
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi 2.1.1 Definisi Dahulu depresi lebih dikenal dengan istilah melankolia pada zaman Hippocrates kira - kira tahun 400 S.M. Dalam karyanya De re medicina, Aulus Cornelius
Lebih terperinci2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Stres baik ringan, sedang maupun berat dapat menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku.
Lebih terperinciMENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,
Lebih terperinciA. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang
A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang mengalami kondisi atau episode dari depresi dan/atau manik,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Populasi warga lanjut usia (lansia) di Indonesia semakin bertambah setiap tahun, hal tersebut karena keberhasilan pembangunan di berbagai bidang terutama bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penjara di Indonesia pada awalnya tidak jauh berbeda dengan negaranegara lain, yaitu sekedar penjeraan berupa penyiksaan, perampasan hak asasi manusia dan lebih
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Persepsi Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Sejak manusia itu dilahirkan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014). Di dunia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum, dengan memberikan perlindungan terhadap segenap warga negara. Bukti Negara Indonesia memberikan perlindungan bagi setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasuh Skizofrenia Selama 50 tahun terakhir, munculnya perawatan berbasis komunitas, penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa dukungan yang memadai
Lebih terperinci2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.185, 2014 KESEHATAN. Jiwa. Kesehatan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5571) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014
Lebih terperinciUU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN
UU 12/1995, PEMASYARAKATAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya pengangguran dan sulitnya
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.PK.04-10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan
BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Setiap tahun sekitar 500.000 penderita kanker serviks baru di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memandang narapidana sebagai individu anggota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS
KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEPRESI 2.1.1. Definisi Depresi Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciBIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ
BIPOLAR Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ Definisi Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari
38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Karakteristik Lokasi Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari yang merupakan salah satu rumah sakit umum milik pemerintah Kabupaten
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial, sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
Lebih terperinciGAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA
GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun
Lebih terperinciPERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA MURID YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF BEROLAHRAGA DI KELAS II SMA AL-ISLAM I SURAKARTA TAHUN SKRIPSI
PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA MURID YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF BEROLAHRAGA DI KELAS II SMA AL-ISLAM I SURAKARTA TAHUN 2009-2010 SKRIPSI Diajukan oleh : ANDI PRADANA PUTRA J 500 050 055 FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan menjadi subjek yang dihormati dan dihargai oleh sesamanya. Pada dasarnya yang harus diberantas ialah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap
Lebih terperinciGANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG - 121001419 LATAR BELAKANG Skizoafektif Rancu, adanya gabungan gejala antara Skizofrenia dan gangguan afektif National Comorbidity Study 66 orang Skizofrenia didapati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa sistem pembinaan narapidana yang dilakukan oleh Negara Indonesia mengacu
Lebih terperinciMOOD DISORDER. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A / YUNITA KURNIAWATI, S.Psi., M.Psi dita.lecture.ub.ac.id
MOOD DISORDER DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A / YUNITA KURNIAWATI, S.Psi., M.Psi dita.lecture.ub.ac.id dita.lecture@gmail.com PENGERTIAN & KARAKTERISTIK UTAMA gangguan yang melibatkan emosi yang berlebihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Lanjut usia di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, ini disebabkan karena meningkatnya usia harapan hidup. Pada tahun 1980 usia harapan hidup di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu unit pelaksana tekhnis dari jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai tugas pokok melaksanakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional, untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi
Lebih terperinciREFERAT Gangguan Afektif Bipolar
REFERAT Gangguan Afektif Bipolar Retno Suci Fadhillah,S.Ked Pembimbing : dr.rusdi Efendi,Sp.KJ kepaniteraanklinik_fkkumj_psikiatribungar AMPAI Definisi gangguan pada fungsi otak yang Gangguan ini tersifat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Wonosari Kabupaten. Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016.
36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Wonosari Kabupaten Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016. Metode pengumpulan data dalam
Lebih terperinciGangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ
Gangguan Bipolar Febrilla Dejaneira Adi Nugraha Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ Epidemiologi Gangguan Bipolar I Mulai dikenali masa remaja atau dewasa muda Ditandai oleh satu atau lebih episode
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.
47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Hubungan Antara Faktor Demografi dengan Pada Penderita Hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY telah dilakukan di Puskesmas
Lebih terperinciBIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ
BIPOLAR oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ Definisi Bipolar Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara
Lebih terperinciBAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih
BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Percaya Diri Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat, semakin banyak komplikasi hidup yang dialaminya. Banyak persaingan, perlombaan dan pertentangan karena semakin banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah depresi kini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat karena dapat menyerang seluruh usia dan lapisan masyarakat. Depresi merupakan gangguan suasana perasaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison et al., 2007). Depresi
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Depresi a. Pengertian Depresi Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat mendalam, perasaan tidak berarti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan adalah merupakan tempat dan sekaligus rumah bagi narapidana yang melakukan tindak kejahatan serta menjalani hukuman atau pidana yang dijatuhkan
Lebih terperinciKESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS
Lebih terperinciGUILTY FEELING PADA RESIDIVIS
GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: TRI SETYONUGROHO F. 100 020 204 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan dimana kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap, tidak hanya bebas dari penyakit dan kecacatan (WHO, 2005). Kesehatan terdiri
Lebih terperinci