BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita dalam masa setelah melahirkan (postpartum) memiliki kebutuhan khusus berkaitan dengan kontrasepsi; harus memiliki efektifitas tinggi, tidak mempengaruhi kualitas dan kuantitas air susu ibu (ASI), pertumbuhan serta perkembangan anak (Truitt et al., 2003). Kontrasepsi postpartum sangat penting, karena akan meningkatkan kesehatan ibu dan bayi dengan mengatur jarak kehamilan, sementara pilihan yang tersedia masih terbatas, sebagian kekhawatiran akan fisiologi postpartum dan menyusui (McCann and Potter, 1994c). Jarak antara kehamilan yang terlalu dekat atau terlalu lama meningkatkan risiko kejadian yang tidak diharapkan pada ibu dan bayi. Kehamilan dengan interval <18 bulan dan >59 bulan berdampak negatif pada outcome perinatal, balita dan kesehatan ibu. Dengan mengatur interval kelahiran, ibu akan mendapatkan waktu cukup untuk pulih dari stres fisik dan psikis dari kehamilan sebelumnya. Bayi juga akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan manfaat ASI secara optimal (WHO, 2005, Mayo Clinic Staff, 2011, Conde-Agudelo et al., 2012). World Health Organization (WHO) merekomendasikan interval 24 bulan sebelum memutuskan untuk kehamilan berikutnya (WHO, 2005). Secara teori, idealnya kontrasepsi dimulai sebelum ovulasi terjadi kembali, namun kenyataannya hampir tidak mungkin seorang wanita dapat mengetahui kapan terjadi ovulasinya kembali (Khaghani et al., 2004). Waktu untuk memulai dan metode kontrasepsi yang tepat masih menjadi perdebatan. Beberapa studi menunjukkan bahwa periode 6-8 bulan setelah melahirkan merupakan periode rentan terjadinya kehamilan karena belum digunakannya metode kontrasepsi. Sekitar 50% wanita kembali beraktivitas seksual pada 6 minggu setelah melahirkan (Speroff and Mishell, 2008). Sedangkan faktanya ialah: 1) wanita yang tidak menyusui dapat segera berovulasi paling awal 25 hari setelah melahirkan; 2) dua pertiga wanita setelah melahirkan, ovulasi tampak sudah terjadi sebelum perdarahan vaginal pertama kembali terjadi; dan 3) Metode Amenore Laktasi (MAL) atau Lactational Amenorrhea Method (LAM) dapat 1

2 2 menjadi metode kontrasepsi dengan beberapa kondisi prasyarat yang harus menyertainya (Kapp et al., 2010, Dunson et al., 1993). Pemilihan metode dan waktu untuk memulai kontrasepsi setelah melahirkan tergantung apakah wanita tersebut menyusui atau tidak. Penggunaan kontrasepsi pada wanita menyusui secara penuh (full breastfeeding) sebaiknya dimulai bulan ke-3 setelah melahirkan dan yang tidak menyusui secara penuh (partial breastfeeding atau no breastfeeding) pada minggu ke-3 (Speroff and Darney, 2001, McCann and Potter, 1994c). Pilihan untuk wanita tidak menyusui adalah metode non-hormonal (barier, spermisida, sterilisasi, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau Intrauterine Device (IUD), dan hormonal (pil, suntik, dan implan). Pada wanita menyusui, pemilihan metode kontrasepsi dapat mengikuti tingkatan alur sebagai berikut: 1) metode non-hormonal yang tidak mempengaruhi penyusuan; 2) metode hormonal hanya mengandung progestin; dan 3) metode hormonal. Pilihan metode non-hormonal sama dengan wanita yang tidak menyusui, ditambah MAL atau LAM. Kombinasi estrogen-progestin harus dihindari pada semua kelompok selama paling sedikit 3 minggu setelah melahirkan untuk menghindari risiko tromboemboli (Kennedy, 1996). Kecenderungan terhadap suatu metode, gaya hidup, dan kondisi kesehatan calon akseptor, serta ketersediaan sarana juga harus dipertimbangkan dalam pemilihan metode kontrasepsi (Diaz et al., 1997). Metode non-hormonal menjadi pilihan pertama untuk ibu menyusui, namun karena beberapa alasan medis atau pribadi, banyak wanita lebih menyukai kontrasepsi hormonal (Khaghani et al., 2004). Metode non-hormonal tidak mempengaruhi laktasi, kesehatan dan pertumbuhan maupun perkembangan anak. Pilihan kedua adalah metode hormonal yang hanya mengandung progesteron (tersedia dalam bentuk pil, suntik, IUD, dan implan). Metode hormonal yang mengandung estrogen tidak direkomendasikan selama masa menyusui. Komponen estrogen telah diketahui menurunkan produksi ASI, mempengaruhi lamanya masa menyusui, dan menimbulkan efek negatif pada komposisi ASI, sehingga metode hormonal estrogen menjadi pilihan terakhir untuk wanita menyusui (Kennedy, 1996).

3 3 Progestin-Only Pill (POP) atau minipil merupakan pil kontrasepsi yang hanya mengandung progestin dalam dosis sangat rendah. Progestin merupakan hormon yang mirip dengan progesteron alami pada tubuh wanita (Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, 2011). Minipil dapat digunakan wanita yang tidak dapat menggunakan metode yang mengandung estrogen, termasuk wanita menyusui. Tercemarnya ASI oleh estrogen diduga akan meningkatkan risiko kanker vagina pada bayinya, meskipun belum didukung dengan bukti-bukti yang kuat (Raymon, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh estrogen pada penurunan kuantitas ASI terutama pada 6 minggu pertama setelah melahirkan (McKay et al., 2010). Penggunaan POP, sama halnya dengan penggunaan kontrasepsi setelah melahirkan, masih relatif rendah karena kesadaran dan pilihannya belum disosialisasikan dengan baik. Setiap tahun lebih dari 4 juta wanita melahirkan anak, hanya sekitar 14% menggunakan kontrasepsi dalam kurun waktu 6 bulan setelah melahirkan (BALITBANGKES, 2010). Pil merupakan kontrasepsi reversibel dan efektif, namun sebagian akseptor menghentikan penggunaannya karena efek samping yang timbul. Pada pil kombinasi yang mengandung estrogen dan progesteron, efek samping yang dapat timbul berupa perdarahan abnormal, mual, sakit kepala, pusing, perubahan berat badan, rasa tegang payudara, timbulnya jerawat dan meningkatkan tekanan darah (Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, 2011), sedangkan pada akseptor POP yang sering menjadi alasan utama penghentiannya adalah ketidakteraturan menstruasi, disamping alasan lainnya berupa rasa tegang payudara, pusing, mual, perubahan berat badan, kembung, dan perubahan mood (Broome and Fotherby, 1990). (Pada penelitian Broome and Fotherby (1990) POP yang digunakan adalah Femulen yang berisi EDD (ethynodiol diacetate) 50 µg, Micronor yang berisi NET (norethisterone/norethindrone) 350 µg, dan Microval dan Neogest yang berisi LNG (levonergestrel) 30 µg). Gangguan pola perdarahan yang banyak dikeluhkan oleh akseptor POP meliputi amenore sampai perdarahan yang sangat sering dan perdarahan ringan yang berkepanjangan (very frequent and prolonged episodes of light bleeding) (World Health Organization

4 4 Special Programme of Research Development and Research Training in Human Reproduction, 1986). Pilihan pil hormonal untuk ibu menyusui dalam program Keluarga Berencana (KB) nasional tidak banyak variasinya. Hambatan penggunaan kontrasepsi bagi wanita menyusui di Indonesia, antara lain: 1) faktor penyediaan dalam program KB nasional yang belum mencakup minipil; dan 2) pil POP yang beredar di Indonesia masih terbatas jenisnya. Lynestrenol dan Levonorgestrel (LNG) merupakan sintetik progestin yang dibuat untuk mendekati suatu progestin ideal untuk menghasilkan keuntungan progesteron dengan daya kerja lebih poten dan mencegah efek samping yang tidak diinginkan (Burkman et al., 2011). Jenis POP yang beredar di Indonesia saat ini adalah Excluton (mengandung 0.5 mg Lynestrenol), Microlut (mengandung 0.03 mg LNG), Cerazette (mengandung 75 mcg Desogestrel) dan Postinor (mengandung 0.75 mg LNG). Semua jenis POP tersebut belum menjadi program KB nasional karena harga yang masih relatif mahal. Agar POP yang mengandung Lynestrenol dan LNG dapat lebih disosialisasikan dan diterima masyarakat dalam pelayanan kontrasepsi, maka perlu diketahui efek pil terhadap pola perdarahan pada ibu menyusui. Diharapkan tidak terjadi efek negatif atau timbul secara minimal. Dengan demikian POP yang mengandung Lynestrenol dan LNG, dan dapat diproduksi secara generik di dalam negeri, dapat digunakan sebagai program nasional untuk ibu menyusui. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penggunaan pil KB yang mengandung Lynestrenol dan LNG terhadap pola perdarahan pada ibu menyusui.

5 5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan pil KB yang mengandung LNG dan Lynestrenol terhadap pola perdarahan pada ibu menyusui. 2. Tujuan Khusus a. Membandingkan pengaruh penggunaan pil KB yang mengandung LNG, Lynestrenol, dan IUD (kontrol) terhadap pola perdarahan pada ibu menyusui. b. Menganalisis pengaruh penggunaan pil KB yang mengandung LNG dan Lynestrenol serta IUD, Body Mass Index (BMI), kepatuhan dan status menyusui terhadap pola perdarahan pada ibu menyusui. c. Membandingkan dan menganalisis pengaruh penggunaan pil KB yang mengandung LNG dan Lynestrenol, serta IUD, Body Mass Index (BMI), kepatuhan dan status menyusui terhadap kejadian perdarahan/menstruasi kembali pada ibu menyusui. D. Manfaat Penelitian 1. Pengembangan Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya dan menambah wawasan pengetahuan khususnya dalam penggunaan pil KB yang mengandung LNG dan Lynestrenol oleh ibu menyusui. 2. Bagi Institusi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam kebijakan program KB nasional khususnya penggunaan pil KB yang mengandung LNG dan Lynestrenol untuk ibu menyusui. 3. Bagi Peneliti Untuk peneliti dapat menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan penelitian.

6 6 E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti pil kontrasepsi, baik pada ibu menyusui maupun tidak, adalah: 1. Dunson et al. (1993) melakukan penelitian berjudul A multicenter clinical trial of a progestin-only oral contraceptive in lacatating women, suatu studi non-komparatif penggunaan POC yang mengandung 75 µg Norgestrel, pada 22 tempat di 14 negara. Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi keamanan, efektivitas dan keseluruhan penerimaan POC pada wanita menyusui. Responden berjumlah wanita, mengikuti studi selama lebih dari 3 tahun. Mereka melakukan kunjungan ulang pada bulan ke-2, 6 dan 11. Pada setiap kunjungan ulang, para wanita ditanyai mengenai masalah kesehatan atau menstruasi yang dialami, dan alasan penghentian penggunaan jika terjadi. Masalah menstruasi dilaporkan 59% responden, sedangkan keputihan dan sakit kepala menjadi masalah paling banyak dikeluhkan. Kehamilan yang terjadi sangat rendah. Persentase responden melaporkan efek samping serius hanya 2.3%. Kesimpulan penelitian ini POC tampaknya aman, efektif dan dapat diterima sebagai metode kontrasepsi untuk wanita setelah melahirkan dan menyusui. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada tujuan dan subjek, sedangkan perbedaannya pada waktu, tempat, lamanya penelitian dan jumlah sampel. 2. Biswas et al. (1996) dalam penelitiannya Menstrual Bleeding Pattern in Norplant-2 Implant Users terhadap 100 wanita Singapura yang menggunakan implan Norplant-2 lebih dari 5 tahun, berusia tahun, pernah melahirkan minimal 1 kali, mempunyai siklus menstruasi normal. Implan diinsersikan pada hari ke-7 menstruasi. Setiap subjek menerima kalender menstruasi dan mereka diminta untuk mengisinya bila terjadi perdarahan dan spotting. Subjek diikuti selama 5 tahun atau sampai dilepasnya implant sebelum akhir masa penelitian. Acuan periode yang digunakan adalah 90 hari dan diolah menggunakan program The Menstrual Diary System (MDS

7 7 Version 3.0) yang mengikuti pedoman WHO untuk analisis pola perdarahan pervaginam yang disebabkan oleh metode pengatur kesuburan (WHO guidelines for analysis of vaginal bleeding patterns induced by fertility regulating methods ). Hasilnya menunjukkan 62 subjek tetap menggunakan implant sampai akhir penelitian dan hanya 9 yang menghentikan penggunaannya karena alasan menstruasi dan itu terjadi dalam 21 bulan pertama penggunaan. Perdarahan normal terjadi pada 69.4% subjek pada akhir tahun ke-5, perdarahan tidak teratur merupakan bentuk perdarahan yang paling banyak terjadi sepanjang penelitian, sedangkan perdarahan yang tidak sering dan amenore jarang terjadi. Persamaan dengan penelitian ini pada tujuan dan pedoman pola perdarahan WHO, sedangkan perbedaannya pada metode, waktu, tempat, subjek dan jumlah sampel. 3. Diaz et al. (1997) dalam penelitian Fertility regulation in nursing women, pada 782 wanita sehat, usia tahun, telah melahirkan secara normal, dan berkeinginan menyusui, menunjukkan bahwa metode cincin vagina progesteron, POP, implant Norplant, dan IUD Copper T 380-A merupakan metode dengan efektifitas tinggi dengan rata-rata terjadinya kehamilan < 1%. Tidak ditemukan efek terhadap menyusui atau pertumbuhan bayi. Akseptor metode progestin mengalami periode amenore laktasi 4 sampai 5 bulan lebih lama daripada akseptor IUD atau non-kontrasepsi. Lebih dari sebagian akseptor pengguna semua metode tersebut melaporkan kejadian perdarahan pada bulan pertama penggunaan. Dari semua metode digunakan pada hari ke 57 ± 3 postpartum. Persamaan dengan penelitian ini pada tujuan, metode dan subjek, sedangkan perbedaannya pada waktu, tempat, dan jumlah sampel. 4. Mansour (2006) meneliti tentang Progestogen-only contraceptive methods and hormonal emergency contraception, menyatakan bahwa pil merupakan metode kontrasepsi hormonal yang paling popular di Inggris, tetapi hanya 8% menggunakan POP. Sedangkan diketahui bahwa POP adalah metode efektif, terutama untuk yang berusia >35 tahun dengan atau tanpa masalah kesehatan. Efek samping yang dikeluhkan pada pengguna Desogestrel dan LNG adalah perdarahan tidak teratur (22.5% dan 18%), sakit kepala (7.5% dan 6.1%),

8 8 jerawat (3.1% dan 4.0%), nyeri payudara (4.0% dan 3.1%), mual (3.3% dan 1.5%), vaginitis (3.8% dan 2.8%), dan dismenore (1.2% dan 3.4%). Persamaan dengan penelitian ini adalah pada tujuan, sedangkan perbedaannya pada waktu, tempat, dan tidak menggunakan metode kontrasepsi nonhormonal sebagai pembanding. 5. Bachmann and Korner (2007) meneliti tentang Bleeding patterns associated with oral contraceptive use:a review of the literature. Hasil review seluruh artikel MEDLINE dan EMBASE yang melaporkan perdarahan dalam suatu periode pada wanita akseptor kontrasepsi oral. Studi menunjukkan bahwa secara umum akseptor kontrasepsi oral mengalami perdarahan (yaitu jumlah hari tertinggi perdarahan/spotting) terbanyak dalam periode acuan pertama. Hasil sub-analisis data perdarahan berdasarkan perbedaan daerah menunjukkan bahwa pola perdarahan akibat metode kontrasepsi berhubungan erat dengan daerah tempat tinggal. Kepatuhan yang buruk dalam mengkonsumsi pil dapat menyebabkan perdarahan antara menstruasi atau spotting, walaupun hanya 1 pil yang lupa/terlambat diminum. Akseptor perokok juga diduga lebih sering mengalami gangguan perdarahan dibandingkan bukan perokok. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada tujuan, sedangkan perbedaannya adalah pada metode. 6. Dinger et al. (2009): Oral contraceptive effectiveness according to body mass index, weight, age, and other factors. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas kontrasepsi pil di Eropa dihubungkan dengan Body Mass Index (BMI), berat badan, usia dan faktor-faktor lainnya. Data yang digunakan dari The European Active Surveillance Study on Oral Contraceptives (EURAS-OC) yang melibatkan akseptor dengan metode prospective active cohort surveillance study. Hasil penelitian menunjukkan efektivitas sedikit dipengaruhi oleh BMI/berat badan. Rata-rata angka kegagalan menurun setelah usia 30 tahun dan meningkat sejalan dengan lamanya penggunaan. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada subjek, metode dan variabel bebas/luar penelitian, sedangkan perbedaannya pada tujuan, tempat, jumlah sampel, dan lamanya penelitian.

9 9 7. Singh et al. (2012) dalam penelitianya: Postpartum Amenorrhoea among Manipuri Women: A Survival Analysis, suatu studi yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi durasi amenore postpartum (postpartum amenorrhoea = PPA), dengan metode cross-sectional, yang dilakukan di Manipur, India pada periode 1 Agustus-31 Desember Analisis data menggunakan analisis survival. Subjek penelitian wanita yang pernah menikah. Hasil penelitian menunjukkan median durasi PPA adalah 5.7 bulan. Tiga variabel yang diketahui mempengaruhinya adalah tempat tinggal, kematian anak dari kehamilan sebelumnya dan durasi menyusui. Persamaan dengan penelitian ini pada tujuan dan metode analisis data, sedangkan perbedaannya pada metode, tempat, lama, jumlah sampel, dan variabel yang diikutsertakan.