HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Tanam Aktual Hasil identifikasi pola tanam menunjukkan bahwa ada tiga puluh enam pola tanam di lahan HKm (Tabel 8). Pengelolaan lahan bersifat semi komersial, artinya kelompok-kelompok masyarakat memiliki motivasi ekonomi yang cukup tinggi dalam penggunaan lahan, cenderung ingin meningkatkan produktivitas serta kualitas hasil yang dapat dipasarkan untuk memperoleh uang tunai tetapi pola hidup mereka masih bersifat subsisten. Komposisi jenis setiap pola tanam terdiri dari 1-6 jenis tanaman. Jenisjenis tanaman pada pola tanam aktual terdiri dari tanaman kopi, lada, kakao, cengkeh, pala, alpukat, durian, pisang, cabai dan tanaman kayu-kayuan. Tanaman kopi terdapat di semua pola tanam aktual. Sebagian besar pola tanam didominasi oleh satu jenis tanaman, yaitu tanaman kopi, tetapi ada juga pola tanam yang tidak hanya didominasi oleh tanaman kopi seperti pola tanam 2, 22, 24, 26, 27, 29, 33 dan 34. Pola 2 didominasi oleh tanaman kopi dan cengkeh. Pola 22, 24 dan 27 didominasi oleh tanaman kopi dan cabai. Pola 26 didominasi oleh tanaman kopi, lada, pisang dan cabai. Pola 29 didominasi oleh tanaman kopi, cabai dan kayu. Pola 33 didominasi oleh tanaman kopi dan kakao. Pola 34 didominasi oleh tanaman kopi dan pisang. Pola tanam yang banyak diterapkan oleh petani adalah pola tanam yang terdiri dari satu jenis (tanaman kopi), dua kombinasi jenis (kopi + cabai dan kopi + pisang) dan empat kombinasi jenis (kopi + alpukat + pisang + cabai) (Gambar 2,3,4 dan 5). Gambar 2 Pola tanam dengan satu jenis tanaman kopi.

2 34 Gambar 3 Kombinasi tanaman kopi dan cabai. Gambar 4 Kombinasi tanaman kopi, alpukat, pisang dan cabai. Gambar 5 Kombinasi tanaman kopi dan pisang.

3 35 Tabel 8 Pola tanam aktual dan dominasi tanaman No Pola tanam aktual Dominasi tanaman 1 kopi kopi 2 kopi + cengkeh kopi, cengkeh 3 kopi + pisang kopi 4 kopi + cabai kopi 5 kopi + alpukat kopi 6 kopi + kayu kopi 7 kopi + durian kopi 8 kopi + cabai + kayu kopi 9 kopi + cengkeh + cabai kopi 10 kopi + pisang + cabai kopi 11 kopi + kakao + cabai kopi 12 kopi + lada + cabai kopi 13 kopi + lada + kakao kopi 14 kopi + alpukat + cabai kopi 15 kopi + kakao + cabai kopi 16 kopi + pala + alpukat kopi 17 kopi + kakao + alpukat kopi 18 kopi + alpukat + cabai + kayu kopi 19 kopi + alpukat + pisang + cabai kopi 20 kopi + kakao + alpukat + pisang kopi 21 kopi + kakao + alpukat + cabai kopi 22 kopi + cengkeh + kakao + pisang kopi, cabai 23 kopi + alpukat + pisang + cabai kopi 24 kopi + kakao + pisang + cabai kopi, cabai 25 kopi + lada + alpukat + pisang kopi 26 kopi + lada + pisang + cabai + kayu kopi, lada, pisang, cabai 27 kopi + alpukat + durian + pisang + cabai kopi, cabai 28 kopi + cengkeh + alpukat + pisang + cabai kopi 29 kopi + alpukat + durian + cabai + kayu kopi, cabai, kayu 30 kopi + alpukat + durian + pisang + kayu kopi 31 kopi + cengkeh + kakao + alpukat + cabai kopi 32 kopi + kakao + alpukat + cabai + kayu kopi 33 kopi + lada + kakao + alpukat + cabai kopi, kakao 34 kopi + kakao + durian + pisang + cabai + kayu kopi, pisang 35 kopi + lada + kakao + alpukat + cabai + kayu kopi 36 kopi + cengkeh + kakao + pala + alpukat + cabai + kayu kopi Jaminan penguasaan lahan melalui izin HKm menyebabkan masyarakat mulai melakukan pengembangan pola tanam. Penguasaan lahan (property right) sangat penting dalam pelaksanaan agroforestry. Insentif untuk menanam pohon/agroforestry menjadi sangat lemah apabila tidak ada kepastian penguasaan lahan mengingat sistem agroforestry merupakan strategi usaha tani dalam jangka panjang. Investasi yang dilakukan dalam pembukaan lahan dan penanaman pohon akan dinikmati dalam waktu yang lebih panjang. Kepastian penguasaan lahan dan pohon diperlukan untuk memberikan jaminan kepada petani untuk menikmati hasil panen (Suharjito et al. 2003). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Otsuka et al. (2001) yang menunjukkan bahwa penguatan penguasaan lahan di hutan

4 36 negara oleh masyarakat berdampak pada perubahan sistem pertanian. Perubahan sistem pertanian juga terjadi di Desa Ngarip. Masyarakat mulai mengembangkan jenis-jenis tanaman tertentu. Jenis-Jenis Tanaman Pilihan Petani Jenis-jenis tanaman yang ingin dikembangkan petani memiliki sifat komplementer dan suplementer satu sama lain. Tanaman-tanaman yang intensif dapat diusahakan bersama-sama dengan tanaman ekstensif, sehingga penggunaan tenaga kerja dan alat-alat tidak saling bersaing. Jenis tanaman tersebut terdiri dari tanaman tajuk tinggi, tajuk sedang dan tajuk rendah sehingga diharapkan membentuk agroforestry multistrata yang bermanfaat baik secara ekonomi dan ekologi. Tanaman tajuk tinggi terdiri dari E. aromatica, P. americana, M. fragrans, G. sepium, D. zibethinus, P. falcataria, M. eminii, Michelia sp., M. azedarach dan L. leucocephala. Petani memilih tanaman-tanaman tersebut sebagai tanaman tajuk tinggi karena tanaman tersebut memiliki nilai komersial dan fungsi lindung yang baik terutama pelindung bagi tanaman kopi. Tanaman tajuk sedang terdiri dari tanaman C. robusta, T. cacao, P. nigrum dan Musa sp. Petani memilih tanamantanaman tersebut sebagai tanaman tajuk sedang karena tanaman tersebut memiliki nilai komersial dan memiliki kompatibilitas dengan tanaman kopi sehingga tidak bersaing satu sama lain. Tanaman tajuk rendah adalah C. frustescens. Petani memilih tanaman tersebut sebagai tanaman tajuk rendah karena tanaman ini tahan terhadap naungan dan memberikan pendapatan tambahan bagi petani. Ada beberapa alasan yang menyebabkan petani berminat menanam pepohonan (tajuk tinggi) antara lain, pepohonan yang masih kecil tidak mengganggu tanaman semusim dan perawatan terhadap tanaman pangan dapat memberikan keuntungan bagi pepohonan, petani dapat menanam tanaman yang tahan naungan sehingga menambah pendapatan, menanam pepohonan yang bernilai ekonomi tinggi misalnya buah-buahan berarti menabung untuk masa depan dan menanam pohon tidak memerlukan banyak perawatan (Hairiah et al. 2000). Hasil penelitian ini memperkuat kesimpulan Helton et al. (2010) yang menyatakan bahwa pemilihan jenis yang tepat adalah kunci kesuksesan

5 37 agroforestry di Brazil. Jenis pohon yang ingin dikembangkan petani adalah pohon yang tumbuhnya tidak bersaing dengan tanaman kopi (compatible) atau tidak kompatibel tetapi memiliki keragaman produk. Hasil identifikasi jenis tanaman yang ingin dikembangkan petani disajikan pada Tabel 9. Jenis tanaman pilihan petani dijadikan dasar dalam penentuan pola tanam optimal. Tanamantanaman tersebut adalah: Tanaman Coffea robusta Tanaman C. robusta atau tanaman kopi paling diminati masyarakat Desa Ngarip sebagai tanaman pokok karena tanaman ini lebih stabil memberikan pendapatan tahunan dibandingkan tanaman tahunan lain dan tanaman kopi cocok tumbuh di lahan HKm. Tanaman ini sudah ada sejak tahun 1980an ketika pertama kali masyarakat membuka lahan kawasan. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman kopi sangat tergantung atau dipengaruhi oleh keadaan lingkungan secara ekonomis. Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat, curah hujan, sinar matahari dan tanah. Setiap jenis kopi menghendaki suhu atau ketinggian tempat yang berbeda-beda. Jenis kopi yang dibudidayakan di Desa Ngarip adalah kopi robusta. Kopi robusta tumbuh optimum pada ketinggian meter di atas permukaan laut, tetapi beberapa diantaranya masih tumbuh baik dan ekonomis pada ketinggian tempat antara meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang dibutuhkan berkisar antara mili meter per tahun, tetapi kopi masih tumbuh baik pada daerah bercurah hujan mili meter per tahun. Banyaknya intensitas matahari yang dikehendaki tanaman kopi berkisar antara 10-50%. Tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, agak masam, subur dan kaya bahan organik dengan ph 4,5-6,5 (Najiyati dan Danarti 1999). Jumlah tersebut tergantung pada iklim dan jenis kopinya. Tanaman kopi di Kabupaten Tanggamus memiliki areal seluas hektar atau 42% dari luas areal tanaman perkebunan (BPS 2010). Produktivitas biji kopi kering di Desa Ngarip rata-rata sebesar 0,8 ton per hektar per tahun dengan ratarata jumlah tanaman sebanyak batang per hektar (Pekon Ngarip 2010).

6 38 38 Tabel 9 Jenis tanaman pilihan masyarakat Nama Lokal Jenis Tanaman Nama Botani Harga(Rp/kg) (Rp/bh)* (Rp/tandan)** Rata-rata Produktivitas (kg/btg/th) (buah/btg/th)* (tandan/btg/th)** Harga komoditas (Rp/btg) Usia panen (th) (bln)* Frekuensi panen rata-rata (dalam setahun) (dalam sebulan)* Kopi Coffea robusta *** , x Lada Piper nigrum *** , x Cengkeh Eugenia aromatica *** x Kakao Theobroma cacao *** , x Pala Myristica fragrans *** x Alpukat Persea americana x Durian Durio zibethinus x Pisang Musa spp x Cabai Capsicum frustescens , x Kayu Kayu Sumber: hasil perhitungan penulis Keterangan: *) Rata-rata produktivitas buah durian dihitung dalam satuan buah/btg/th. Satuan usia panen tanaman pisang dan cabai adalah bulan. Frekuensi panen rata-rata tanaman cabai dihitung dalam sebulan **) Harga buah pisang dinilai dalam satuan Rp/tandan dan rata-rata produktivitas dinilai dalam satuan tandan/btg/th ***) Produktivitas buah kopi,lada,cengkeh,dan kakao dinilai dalam kondisi buah kering, produktivitas pala dinilai dalam kondisi buah segar

7 39 Tanaman Piper nigrum Tanaman lada (P. nigrum) adalah tanaman yang diminati oleh masyarakat desa Ngarip sebagai tanaman sela. Tanaman ini sebagian besar belum berproduksi. Produktivitas lada nasional yaitu 800 kilogram per hektar (Suprapto dan Yani 2008). Produktivitas tumpang sari tanaman lada adalah gram per tanaman per tahun (Zaubin dan Yufdi 1996). Rata-rata produktivitas tumpang sari tanaman adalah 375 gram buah kering per tanaman per tahun. Pada umumnya lada memerlukan tanaman penegak atau tajar untuk rambatannya. Tanaman penegak yang digunakan sebagai rambatan lada adalah tanaman G. sepium, L. leucocephala, M. fragrans, Erythrina sp. dan C. pentandra. Tanaman Eugenia aromatica E. aromatica atau cengkeh merupakan salah satu komoditas pertanian yang diminati karena bernilai ekonomi tinggi. Manfaat tanaman ini cukup banyak sebagai rempah-rempah, bahan campuran rokok kretek atau bahan dalam pembuatan minyak atsiri. Tanaman ini sudah pernah ditanam di Desa Ngarip. Harga yang tidak menguntungkan pada saat itu menyebabkan tanaman cengkeh ditebang. Penanaman mulai dilakukan kembali saat ini. Tanaman cengkeh memiliki struktur perakaran yang dalam hingga mencapai kedalaman 3 meter. Tinggi pohon mencapai meter. Tajuk tanaman cengkeh umumnya berbentuk kerucut, piramid atau piramid ganda, dengan batang utama menjulang keatas. Tanaman cengkeh cukup baik ditanam di lahan-lahan miring sehingga mampu melindungi tanah dari bahaya longsor. Lahan miring akan memberikan drainase yang lebih baik dan kecil kemungkinan terjadinya penggenangan air yang berpengaruh buruk pada pertumbuhan akar (Hadipoentyanti 1997). Produksi yang dihasilkan tanaman cengkeh dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Produksi tanaman cengkeh tidak sama dari tahun ke tahun. Produksi masih sedikit pada saat awal panen, semakin lama produksi semakin meningkat. Tanaman cengkeh mengalami panen raya dalam 3-4 tahun sekali (Bintoro 1986). Berdasarkan pengalaman petani, cengkeh masih dapat tumbuh di Desa Ngarip meskipun produksinya kurang optimal. Produktivitas tanaman cengkeh di daerah penelitian bervariasi berdasarkan hasil wawancara. Produktivitas tanaman cengkeh semakin baik sejalan dengan semakin tuanya umur tanaman. Produktivitas tanaman mencapai 6-8 kilogram

8 40 cengkeh kering per pohon per tahun pada umur tahun. Produktivitas hanya 1 kilogram cengkeh kering per pohon per tahun pada umur 6-7 tahun. Tanaman Theobroma cacao Tanaman T. cacao atau tanaman kakao tumbuh ideal pada ketinggian kurang dari 800 meter di atas permukaan laut, curah hujan milimeter per tahun dan suhu 18 o - 32 o C (Siregar, Riyadi, Nuraeni 1988). Wilayah penelitian masih sesuai untuk penanaman kakao ditinjau dari faktor iklim. Produktivitas tanaman kakao di Desa Ngarip sebesar 600 kilogram per hektar per tahun (Profil Pekon 2010). Produktivitas tumpang sari tanaman kakao dengan tanaman kelapa yang ditanam pada tahun 1983 menghasilkan 700 kilogram per hektar biji kakao kering pada tahun 2002 dengan jarak tanam 2 m 3 m. Hal ini berarti produktivitas biji kakao kering adalah 0,6 kilogram per tanaman per tahun. Produksi biji kakao dengan beberapa jenis tanaman penaung disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan hasil wawancara, produktivitas rata-rata kakao cukup baik di wilayah penelitian yaitu 1,5 kilogram biji kakao kering per tanaman per tahun. Tabel 10 Produksi biji kakao dengan beberapa jenis tanaman penaung Spesies tanaman penaung Produksi kakao (kg/ha/th) G. maculate 897 P. javanica C. pentandra P. speciosa 982 G. robusta dan Mahagony sp Sumber: Lim 1978 diacu dalam Zaenuddin 2010 Tanaman kakao memerlukan pohon pelindung untuk mengurangi pencahayaan matahari penuh. Pohon pelindung yang baik adalah pohon yang tidak menghasilkan biji, cepat tumbuh, percabangan dan daunnya memberikan perlindungan yang baik, tidak mengalami masa gugur daun pada musim tertentu, perakaran kokoh, dan bebas dari kemungkinan serangan hama dan penyakit. Jenis pohon yang sering menjadi pelindung tanaman kakao adalah L. leucocephala, M. fragrans, Erythrina sp., dan Musa sp. (Siregar, Riyadi, Nuraeni 1988). Tanaman Myristica fragrans Tanaman M. fragrans atau tanaman pala banyak diminati karena produktivitas dan bernilai ekonomi tinggi. Tanaman pala memiliki ketinggian mencapai hingga 16 m dan membentuk akar tunggang yang cukup dalam.

9 41 Tanaman ini sangat baik sebagai tanaman pelindung selain memiliki produktivitas yang tinggi. Tajuknya berbentuk kerucut dan berdaun rimbun. Tanaman ini bermanfaat sebagai tanaman rempah-rempah dan penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik (Drazat 2007). Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 5-6 tahun. Setelah mencapai umur 10 tahun hasilnya mulai meningkat. Peningkatan optimum dicapai pada umur rata-rata 25 tahun. Produksi optimum bertahan hingga tanaman berumur tahun dan kemudian produksi menurun hingga mencapai umur lebih dari 100 tahun. Produktivitas buah pala per pohon tercatat buah di daerah Ungaran (Rismunandar 1992). Purseglove JW menyatakan bahwa sebatang pohon pala yang sudah cukup dewasa dapat menghasilkan buah. Produktivitas pala berkisar antara kilogram per hektar dan kilogram biji kering per hektar. Pada tahun 1983 di Maluku tercatat tanaman pala yang sudah menghasilkan seluas hektar dengan produksi sekitar ton biji kering. Ini berarti produksi per hektar di Maluku mencapai 450 kilogram biji pala kering dengan jarak tanam rata-rata 10 m 10 m, sehingga dapat ditaksir produksi per tahun adalah 4,5 kilogram biji pala kering per pohon atau sekitar 600 kilogram buah pala segar per pohon. Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 7 tahun di daerah penelitian. Semakin tua umur tanaman, produktivitas semakin tinggi. Berdasarkan pengalaman petani di daerah sekitar wilayah penelitian (Gisting), tanaman pala bisa menghasilkan buah sebanyak 1 ton per batang dengan umur diatas 20 tahun. Produksi tanaman pala pada umur 7 tahun adalah 1 kuintal buah pala segar per pohon per tahun di wilayah penelitian. Produktivitas tanaman pala sangat dipengaruhi ketinggian tempat tumbuh dan iklim. Ketinggian tempat yang optimal adalah meter di atas permukaan laut, suhu sekitar 20 o - 30 o C dan curah hujan merata sepanjang tahun (Sunanto 1988). Produktivitas pala akan rendah bila tidak memenuhi persyaratan optimal. Tanaman Persea americana Tanaman P. americana atau tanaman alpukat diminati masyarakat sebagai sumber makanan dan pakan ternak. Tanaman ini sudah lama ditanam di Desa

10 42 Ngarip. Manfaat yang diambil dari tanaman ini berupa buah dan daun. Bentuk tajuk tanaman alpukat menjorong ke atas, sistem perakarannya berakar tunggang dan tinggi tanaman mencapai 15 meter (Kemenristek 2011). Tanaman dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, curah hujan minimum milimeter per tahun dan suhu optimal 12,8 o - 28,3 o C. Tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi, sehingga bisa mentolerir suhu udara 15 o - 30 o C atau lebih. Ketinggian tempat optimum yaitu meter di atas permukaan laut. Produktivitas varietas alpukat unggul nasional, yaitu varietas hijau panjang dan varietas hijau bundar mencapai kilogram per pohon per tahun atau rata-rata 50 kilogram dan kilogram per pohon per tahun atau rata-rata 30 kilogram (Agromedia 2009). Produktivitas cukup rendah jika dibandingkan dengan produktivitas alpukat di wilayah penelitian. Berdasarkan hasil wawancara, produktivitas buah alpukat rata-rata sebesar 10 kilogram per tanaman per tahun. Tanaman Durio zibethinus Tanaman D. zibethinus atau durian diminati sebagai sumber makanan untuk dikonsumsi dan dijual. Tanaman durian tumbuh optimal pada ketinggian kurang meter di atas permukaan laut, tetapi ada juga tanaman durian yang cocok ditanam di berbagai ketinggian. Waktu berbunganya lebih lambat dibandingkan dengan durian yang ditanam di dataran rendah jika ditanam di dataran tinggi. Curah hujan maksimum milimeter per tahun dan minimal milimeter per tahun. Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan adalah 40% - 50%. Tanaman durian cocok pada suhu rata-rata 22 o - 29 o C. Durian dapat tumbuh tetapi pertumbuhan tidak optimal pada suhu 15 o C (Agromedia 2009). Tanaman durian memiliki tajuk berbentuk kerucut (Anonim 2011). Tanaman ini bisa dikembangkan di wilayah penelitian berdasarkan persyaratan optimal. Produktivitas tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman. Lebih dari 50 varietas durian unggul nasional dari berbagai daerah sudah dilepas di Indonesia. Produktivitas varietas tanaman durian unggul nasional berkisar antara buah per pohon per tahun. Produktivitas cukup rendah jika dibandingkan dengan produktivitas rata-rata buah di sekitar wilayah penelitian. Berdasarkan hasil

11 43 wawancara, produktivitas tanaman pada saat mulai berbuah (umur 7 tahun) adalah 20 buah per pohon per tahun sedangkan pada umur tanaman lebih dari 15 tahun, produktivitas mencapai 100 buah per pohon per tahun. Tanaman Musa sp. Tanaman Musa sp. atau tanaman pisang diminati masyarakat sebagai tanaman sela. Tanaman ini banyak manfaatnya sebagai sumber makanan, pakan ternak dan pembungkus makanan. Pisang dapat tumbuh di daerah tropis baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian tidak lebih dari meter di atas permukaan laut. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27 o C, dan suhu maksimumnya 38 o C. Curah hujan milimeter per tahun atau paling tidak 100 milimeter per bulan (BPTP 2008). Berdasarkan persyaratan tumbuh optimal, tanaman cocok dikembangkan di wilayah penelitian. Hasil wawancara menyatakan bahwa produktivitas tanaman pisang rata-rata sebanyak 4 tandan per tanaman per tahun. Tanaman Capsicum frustescens C. frustescens atau cabai rawit merupakan tanaman tajuk rendah yang banyak diminati masyarakat karena mampu tumbuh di bawah naungan dan memiliki harga jual yang cukup tinggi saat ini. Tanaman cabai yang ditanam secara intensif pada lahan 1 hektar rata-rata sebanyak tanaman. Produktivitas mencapai 1 kilogram per tanaman per tahun dengan keuntungan sekitar 45 juta rupiah (Agromedia 2008). Produktivitas cabai rawit hibrida mencapai 14 ton per hektar per tahun atau ditaksir sekitar 0,8-0,9 kilogram per tanaman per tahun (Agromedia 2007). Hasil penelitian Harisetijono et al. (2005) di Pulau Lombok menemukan rata-rata produktivitas tumpang sari tanaman cabai berkisar antara kilogram per hektar per tahun. Berdasarkan hasil wawancara, penanaman tanaman di bawah naungan akan menurunkan produktivitas tanaman, tetapi tanaman mampu bertahan hidup lebih lama (2 tahun) dibandingkan bila ditanam tanpa naungan (1 tahun). Cabai rawit mencapai usia panen pada umur 5 bulan. Pemanenan selanjutnya dilakukan setiap 10 sampai 20 hari sekali atau 2 kali dalam sebulan. Produktivitas tanaman di bawah naungan cukup rendah, yaitu rata-rata 0,1 kilogram per tanaman per tahun. Jarak tanam

12 44 cabai rawit diwilayah penelitian rata-rata cukup rapat (0,5 m 0,3 m), sehingga dalam satu baris tanaman kopi terdapat tanaman cabai rawit. Tanaman kayu Tanaman kayu terdiri dari jenis M. azedarach, P. falcataria, L. leucocephala, Michelia sp., G. sepium, Erhytrina sp. C. calothyrsus dan M. eminii. Tanaman kayu di lahan HKm berfungsi sebagai tanaman pelindung bagi tanaman di bawahnya khususnya tanaman kopi. Tanaman pelindung berfungsi mengatur intensitas matahari sesuai dengan yang dibutuhkan, menghasilkan bahan organik berupa daun-daunan yang dapat menyuburkan tanah, menyerap unsur hara dari tanah bagian dalam, menahan erosi, menahan kencangnya angin, menahan tumbuhnya beberapa jenis gulma sehingga mengurangi biaya pemeliharaan, mengurangi terjadinya kekeringan dan sebagai pakan ternak (Najiyati dan Danarti 1999). Pola Tanam Optimal Hasil identifikasi pola tanam ditemukan adanya rencana perubahan pola tanam berdasarkan jenis-jenis tanaman pilihan petani. Tiga puluh enam pola tanam aktual mengalami perubahan pola menjadi enam belas pola tanam. Pola tanam aktual dengan komposisi sederhana yaitu 1-6 kombinasi tanaman dikembangkan menjadi pola tanam yang komposisinya lebih beragam, yaitu 6-10 kombinasi tanaman. Pola tanam yang paling banyak ingin dikembangkan masyarakat adalah pola tanam 4, 7, 12, 14 dan 15 sedangkan pola tanam yang paling sedikit ingin dikembangkan masyarakat adalah pola tanam 16. Beberapa pola tanam aktual yang sama mengalami perubahan pola tanam yang berbeda tergantung preferensi petani dalam mengembangkan jenis tanaman, misalnya pola tanam 1. Beberapa pola tanam aktual yang berbeda berubah menjadi pola tanam yang sama sesuai dengan jenis-jenis tanaman yang ingin dikembangkan, misalnya pola tanam 2 dan pola tanam 12. Petani-petani yang menerapkan pola tanam 1 ingin menambah jenis tanaman lada, kakao, alpukat, durian, pisang, cabai dan kayu tetapi ada juga petani yang ingin mengembangkan jenis tanaman yang berbeda, seperti tanaman lada, cengkeh, kakao, alpukat, durian, pisang, cabai dan kayu. Petani-petani yang menerapkan pola tanam yang berbeda seperti pola

13 45 tanam 2 dan pola tanam 12 ingin mengembangkan jenis tanaman yang sama, yaitu tanaman kopi, lada, cengkeh, alpukat, durian, pisang, cabai dan kayu. Perubahan tiga puluh enam pola tanam aktual menjadi enam belas pola tanam disajikan pada Lampiran 2. Enam belas pola tanam yang direncanakan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Pola tanam yang direncanakan di wilayah penelitian No Rencana pola tanam 1 kopi + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 2 kopi + lada + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 3 kopi + cengkeh + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 4 kopi + kakao + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 5 kopi + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 6 kopi + lada + cengkeh + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 7 kopi + lada + kakao + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 8 kopi + lada + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 9 kopi + cengkeh + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 10 kopi + cengkeh + kakao + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 11 kopi + kakao + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 12 kopi + lada + cengkeh + kakao + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 13 kopi + lada + cengkeh + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 14 kopi + cengkeh + kakao + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 15 kopi + lada + kakao + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu 16 kopi + lada + cengkeh + kakao + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu Hasil wawancara dengan petani diketahui bahwa petani memiliki kecenderungan menanam tanaman kopi, alpukat, durian, pisang, cabai dan kayukayuan sehingga tanaman-tanaman tersebut selalu ada di setiap rencana pola tanam sedangkan tanaman lada, cengkeh, kakao dan pala menempati 50% dari pola tanam yang direncanakan petani. Kecenderungan ini didasarkan pada pengalaman masing-masing petani dalam membudidayakan jenis tanaman tersebut. Pengalaman yang baik dalam membudidayakan suatu jenis akan meningkatkan minat petani untuk menanam jenis itu. Enam belas pola tanam dihitung jumlah tanaman dan keuntungannya untuk pola tanam aktual dan pola tanam yang direncanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1 Perhitungan jumlah tanaman dan keuntungan pada pola tanam aktual berdasarkan tanaman-tanaman yang ada di lapangan sedangkan tanaman yang belum ada (belum ditanam) tidak dihitung. 2 Perhitungan jumlah tanaman dan keuntungan pada pola tanam yang direncanakan berdasarkan tanaman-tanaman yang ada di lapangan dan yang

14 46 direncanakan. Jumlah tanaman tersebut dioptimalkan melalui analisis optimalisasi. Tabel 12 menunjukkan rata-rata jumlah tanaman aktual dan hasil optimalisasi untuk setiap strata. Tabel 12 Jumlah tanaman aktual dan hasil optimalisasi setiap strata Aktual (btg/ha) Hasil optimalisasi (btg/ha) Pola Strata Strata tanam Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Pola tanam aktual memiliki jarak tanam cukup rapat. Jarak tanam ditentukan berdasarkan kerapatan tanaman tajuk sedang. Jarak tanam tanaman kopi pada pola tanam aktual adalah 2 m 2 m kecuali pola tanam 1 yang mendekati kombinasi optimal dengan jarak tanam 2,75 m 2 m. Tanaman tajuk tinggi ditanam diantara baris tanaman kopi sebagai tanaman sela secara acak sedangkan tanaman tajuk rendah ditanam di bawah tanaman kopi. Tanaman ini mampu tumbuh di bawah naungan sampai umur 2 tahun. Pola tanam hasil optimalisasi memiliki jarak tanam ideal, yaitu 2,5 m 2,5 m (Najiyati dan Danarti 1999). Jarak tanam ideal memberikan ruang tumbuh yang cukup bagi tanaman sela. Semua pola tanam hasil optimalisasi memiliki jumlah tanaman tajuk tinggi sebanyak 150 pohon per hektar dengan jarak tanam 8 m 8 m. Jumlah tanaman tajuk tinggi yang disarankan oleh pemerintah sebanyak 400 batang per hektar. Jumlah ini terlalu padat sehingga akan mengganggu produktivitas tanaman kopi menurut petani. Kemungkinan tanaman kopi tidak berproduksi karena terganggu oleh tanaman tajuk tinggi pada saat izin HKm berakhir. Penelitian sistem agroforestry kopi oleh Helton et al. (2010) yang melibatkan petani dalam penelitiannya menggunakan kerapatan pohon sekitar 100 batang per hektar. Pemangkasan tajuk yang rutin disarankan dalam penelitian ini agar tanaman kopi mendapatkan sinar matahari yang cukup sehingga produksi tanaman tetap baik. Hairiah et al. (2000) menyebutkan bahwa untuk mengurangi

15 47 persaingan cahaya antara pohon dan tanaman semusim perlu dilakukan pemangkasan daun dan ranting pohon tanaman pagar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam aktual memiliki keuntungan yang lebih rendah dari pada pola tanam hasil optimalisasi (Gambar 6). Keuntungan pola tanam hasil optimalisasi berkisar antara Rp Rp per hektar per tahun. Keuntungan pola tanam aktual berkisar antara Rp Rp per hektar per tahun. Keuntungan pola tanam aktual dihitung berdasarkan keuntungan rata-rata setiap pola tanam. K e u n t u n g a n ( j u t a r u p i a h ) keuntungan aktual (Rp/ha) Pola Tanam keuntungan hasil optimalisasi (Rp/ha) Gambar 6 Perbandingan keuntungan pola tanam aktual dan hasil optimalisasi. Keuntungan pola tanam yang berbeda-beda dipengaruhi oleh tingkat komersial tanaman penyusun pola tanam dan keragaman jenis. Pola tanam yang direncanakan terdiri dari jenis-jenis komersial dan memiliki keragaman yang tinggi. Pola tanam aktual kurang komersial dan memiliki keragaman jenis yang rendah. Jenis tanaman komersial berdasarkan harga komoditas dari yang paling tinggi sampai paling rendah adalah tanaman pala, durian, cengkeh, kakao, alpukat, pisang, kopi dan cabai. Jenis tanaman paling komersial di setiap strata adalah tanaman pala, kakao dan cabai. Harga relatif komoditas yang dikembangkan disajikan pada Tabel 13.

16 48 Tabel 13 Harga relatif komoditas yang dikembangkan X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 10 X 1 0,56 0,1 0,2 0,02 0,26 0,09 0,66 10,56 - X 2 0,19 0,35 0,03 0,47 0,16 1,17 18,75 - X 3 1,85 0,17 2,5 0,8 6, X 4 0,09 1,35 0,45 3, X , X 6 0,3 2, X 7 7, X X 9 - X 10 Keterangan: X1 : tanaman kopi, X2 : tanaman lada, X3 : tanaman cengkeh, X4 : tanaman kakao, X5 : tanaman pala, X6 : tanaman durian, X7 : tanaman alpukat, X8 : tanaman pisang, X9 : tanaman cabai, X10 : tanaman kayu Rentang nilai komersial tanaman pala yang cukup tinggi dengan tanaman lain menyebabkan keberadaan tanaman pala sangat menentukan tingkat keuntungan pola tanam. Tanaman-tanaman yang selalu ada di setiap pola tanam seperti tanaman kopi, alpukat, durian, pisang dan cabai ternyata tidak menentukan keuntungan pola tanam meskipun tanaman kopi mendominasi sebesar 81% dan tanaman cabai mendominasi 100% di setiap strata pola tanam. Komposisi masingmasing jenis pola tanam hasil optimalisasi disajikan pada Tabel 14. Pola tanam 5, 8, 9, 11, 13, 14, 15 dan 16 memiliki tanaman pala sebanyak 65%. 79%, 36%, 62%, 55%, 51%, 68% dan 26% sehingga pola tanam tersebut memperoleh keuntungan yang tinggi dibandingkan pola tanam lainnya. Pola tanam 8 memiliki tanaman pala paling banyak sehingga keuntungannya cukup besar tetapi keuntungan pola tanam ini lebih rendah dari pola tanam 15. Pola tanam 15 memperoleh keuntungan tertinggi sebesar Rp Keuntungan tertinggi disebabkan karena pola tanam ini terdiri dari tanaman komersial di setiap strata, memiliki keragaman jenis yang tinggi dan komposisi jenis yang tepat.

17 49 Analisis optimalisasi menunjukkan bahwa jenis-jenis yang kurang komersial akan dikalahkan oleh pilihan jenis-jenis komersial sehingga jenis paling komersial akan dipilih lebih dulu. Hal ini berbeda dengan pola tanam 11, 14 dan 16 yang juga terdiri dari tanaman komersial di setiap strata. Jenis tanaman komersial yang seharusnya diperbanyak menjadi berkurang jumlahnya karena ada tanaman lain yang harus ditanam, seperti adanya tanaman cengkeh yang menyebabkan jumlah tanaman pala menjadi berkurang. Hasil penelitian ini memperkuat kesimpulan Arrunglangi (2004) yang menyatakan bahwa pola tanam yang memberikan hasil optimal adalah pola tanam dengan keragaman jenis tanaman yang besar dan bernilai ekonomi tinggi. Tabel 14 Komposisi jenis pola tanam hasil optimalisasi Pola Komposisi hasil optimalisasi tanam X 1 + 9X X X X X X X 2 + 7X X X X X X 1 + 2X 3 + 9X X X X X X X 4 + 3X X X X X X X 5 + X 6 + 7X X X X X X X 3 + 5X X X X X X X X 4 + 5X X 7 + 4X X X X X X 5 + 4X 6 + 5X X X X X 1 + X X X 6 + 9X X X X X 1 + 2X X 4 + 5X X 7 + 2X X X X X X 5 + 8X 6 + 3X 7 + 3X X X X X 2 + 2X X 4 + 9X X 7 + 3X X X X X 2 + 3X X X 6 + 9X X X X X X X X X 6 + 7X X X X X X X X 5 + 2X 6 + X 7 + 2X X X X X 2 + 5X X X X X X X X 10 Peningkatan pola tanam hasil optimalisasi tertinggi terhadap pola tanam aktual terdapat pada pola tanam 13 dengan peningkatan sebesar 1.000%. Peningkatan keuntungan pola tanam hasil optimalisasi terhadap pola tanam aktual tidak terjadi di semua pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam 3 dan 4 mengalami penurunan keuntungan sebesar 18% dan 9%. Hal ini disebabkan karena analisis keuntungan yang dilakukan dalam jangka pendek. Analisis jangka pendek menghasilkan taksiran keuntungan yang lebih rendah dari sesungguhnya dan hasilnya seolah-olah tidak ekonomis (Suharjito et al. 2003). Analisis dilakukan hanya sampai tahun ke-7 sedangkan biaya produksi harus dikeluarkan

18 50 pada awal pelaksanaan sehingga terjadi penundaan keuntungan, tetapi keuntungan ini akan terus meningkat sejalan dengan umur tanaman. Keuntungan pola tanam hasil optimalisasi masih dalam tahap wajar jika dibandingkan dengan keuntungan dari penggunaan lahan lainnya. Keuntungan yang diperoleh dari perkebunan kelapa sawit rakyat monokultur, karet monokultur, agroforestry karet dan agroforestry kopi multistrata dengan pohon buah-buahan, yaitu Rp per hektar per tahun (Rubiansyah 2004), Rp (Joshi et al. 2001), Rp per hektar per tahun (Rodgers 2008) dan Rp per hektar per tahun (Budidarsono dan Wijaya 2003). Hasil perbandingan keuntungan-keuntungan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan lahan dengan sistem agroforestry lebih menguntungkan dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya (monokultur). Suharjito et al. (2003) menyebutkan bahwa agroforestry mampu mencegah penurunan output dan meningkatkan produktivitas dari sistem produksi masa kini. Keberadaan pohon dalam agroforestry dapat mempertahankan produksi tanaman pangan dan memberikan pengaruh positif pada lingkungan fisik terutama dengan memperlambat kehilangan hara dan energi dan menahan daya perusak air dan angin dan memberikan hasil ekonomi bagi rumah tangga petani. Hasil penelitian Marwah (2008) menyebutkan bahwa sistem agroforestry menghasilkan laju erosi yang lebih kecil dari erosi yang ditoleransikan dengan produksi dan pendapatan yang dapat memenuhi KHL keluarga petani dan secara sosial budaya dapat diterima. Buana, Suyanto dan Hairiah (2005) menunjukkan bahwa kebun lindung kopi multistrata memiliki nilai jasa lingkungan yang lebih tinggi daripada kopi monokultur, mampu menekan erosi sampai level terendah dan mampu meningkatkan pendapatan petani sampai level tertinggi Banuwa (2008). Agroforestry multistrata kopi dan shaded coffee system juga mampu menurunkan erosi dan run off dibandingkan kopi monokultur. Hal ini mengindikasikan bahwa pepohonan berperan penting dalam perbaikan permukaan tanah terutama kontribusinya dalam memproduksi seresah dan melindungi tanah (Hairiah et al. 2005). Pola tanam yang direncanakan membutuhkan dimensi waktu dan ruang dalam penerapannya. Dimensi waktu berdasarkan kombinasi permanen dan

19 51 kombinasi sementara. Jangka waktu dan proses kesinambungan penggunaan lahan penting untuk diperhatikan dalam agroforestry. Kombinasi berdasarkan tata ruang memperhatikan penyebaran berbagai komponen khususnya tanaman kehutanan dan pertanian. Penyebaran bersifat merata atau tidak merata (Sardjono et al. 2003). Tanaman kopi dan kakao memerlukan naungan atau pelindung selama hidupnya sehingga tanaman-tanaman yang dipersiapkan sebagai tanaman pelindung dari jenis kayu-kayuan maupun MPTS ditanam lebih dulu. Penanaman tanaman pelindung dilakukan 1 atau 2 tahun sebelum penanaman tanaman kopi dan kakao (Najiyati dan Danarti 1999). Penanaman tanaman cabai dilakukan pada saat tanaman kopi belum ditanam dan dapat terus ditanam di bawah naungan kopi. Berdasarkan hasil wawancara, tanaman cabai dapat bertahan hidup selama 6 tahun di bawah tanaman kopi. Penyebaran tanaman pada kondisi aktual tidak merata (acak). Penyebaran pada pola tanam yang direncanakan bisa dilakukan secara merata atau acak. Penyebaran dilakukan secara merata apabila pohon-pohon tumbuh secara merata berdampingan dengan tanaman pertanian, baik sifatnya sementara ataupun permanen dengan memperhatikan jarak tanamnya. Penyebaran dilakukan secara acak apabila tanaman berkayu ditempatkan secara jalur di pinggir atau mengelilingi lahan. Jenis pohon yang cepat tumbuh dan cepat menyebar (umumnya dari suku Leguminosae atau Fabaceae) bisa ditanam di sepanjang garis kontur pada daerah-daerah lereng untuk menghindarkan erosi (shelterbelt). Faktor Penentu Implementasi Optimalisasi Pola Tanam Faktor ketersediaan modal dan HOK sangat penting dalam menerapkan pola tanam optimal. Pola tanam yang direncanakan tidak dapat diterapkan apabila modal yang dibutuhkan untuk membangun pola tanam yang direncanakan tidak tersedia. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa petani memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp (Lampiran 3) dan pengeluaran rata-rata sebesar Rp (Lampiran 4). Modal minimal yang harus disediakan petani adalah Rp sedangkan modal yang tersedia sebesar Rp , sehingga secara finansial petani kekurangan modal. Petani bisa mencari sumber-sumber modal dari dalam dan luar petani. Sumber modal dari dalam berasal dari milik

20 52 petani sendiri seperti tabungan, kerja petani, ternak, alat-alat pertanian dan emas. Kekayaan yang semula tidak produktif dapat digerakkan menjadi produktif. Petani bisa menggunakan tabungan untuk menambah modal usahatani. Petani yang memiliki kelebihan waktu kerja memanfaatkan waktunya dengan usaha lain untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Petani juga bisa memanfaatkan ternak dan emas dengan menguangkannya untuk menambah modal. Penyediaan modal dari luar petani berasal dari pinjaman atau kredit. Petani bisa memperoleh kredit dari lembaga keuangan (bank) atau pemilik modal swasta yang berada di wilayah sekitarnya. Kredit digunakan petani untuk pembelian sarana produksi dan biaya hidup. Kendala yang sering dihadapi adalah petani sering tidak memiliki surat bukti pemilikan tanah sebagai jaminan sehingga menyulitkan petani untuk memperoleh kredit dari bank. Petani lebih banyak menggunakan fasilitas kredit dari pemilik modal (perseorangan) karena prosedurnya lebih mudah, akibatnya mereka terjerat dalam sistem ijon yang merugikan petani. Pemerintah perlu menyediakan fasilitas kredit yang mudah dicapai, prosedur mudah dan suku bunga yang relatif rendah kepada petani agar menguntungkan kedua belah pihak. Dukungan pemerintah juga dapat dalam bentuk pemberian barang modal. Modal yang dibutuhkan berupa modal bergerak seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan sebagainya. Bantuan berupa bibit yang berkualitas, pupuk dan alat-alat pertanian akan mempercepat penerapan pola tanam optimal. Bantuan bibit yang selama ini diterima petani belum sesuai dengan harapan petani. Bibit yang diperoleh dari pemerintah sering tidak berkualitas sehingga mengalami kegagalan hidup. Bibit yang diberikan juga sering tidak kompatibel dengan tanaman kopi. Bantuan pupuk juga sangat diharapkan selain bantuan bibit. Rata-rata petani di Desa Ngarip melakukan pemupukan 1 kali dalam setahun bahkan ada yang sama sekali tidak melakukan pemupukan. Frekuensi pemupukan yang dianjurkan adalah 2 kali dalam setahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan (Najiyati dan Danarti 1999). Harga pupuk yang tinggi menyebabkan petani tidak mampu membeli pupuk. Faktor penentu lainnya untuk menerapkan pola tanam optimal adalah ketersediaan HOK. Rata-rata tenaga kerja yang tersedia di Desa Ngarip terdiri dari satu orang tenaga kerja pria dan satu orang tenaga kerja wanita.

21 53 Curahan waktu kerja pria untuk mengelola lahan HKm rata-rata adalah 7 jam dalam sehari atau 200 HOK dalam setahun, sisa waktunya digunakan untuk mengerjakan pekerjaan lain seperti mengurus ternak, mengikuti kegiatan kelompok HKm, kerja sampingan, kegiatan sosial dan lain-lain. Curahan waktu kerja wanita untuk mengelola lahan HKm rata-rata adalah 4 jam dalam sehari atau 100 HOK dalam setahun. Pekerja wanita lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Total curahan waktu kerja yang tersedia di Desa Ngarip adalah 300 HOK. Jumlah HOK yang dibutuhkan untuk mengelola pola tanam optimal yaitu 148 HOK per hektar sehingga kebutuhan HOK untuk mengelola pola tanam optimal dapat dipenuhi dengan bekerja sendiri. Petani masih mampu mengerjakan lahan maksimal seluas 2 hektar dengan jumlah HOK yang tersedia di Desa Ngarip. Hasil penelitian Budidarsono dan Wijaya (2003) menunjukkan bahwa budidaya kopi monokultur dengan pengelolaan semi intensif membutuhkan tenaga kerja paling besar (184 HOK/ha/th) diantara sistem lainnya sedangkan budidaya kopi multistrata rata-rata menyerap tenaga kerja HOK per hektar per tahun. Faktor lain yang menjadi penentu penerapan pola tanam optimal adalah ketersediaan pasar komoditas dan sarana penyuluhan bagi petani. Komoditas yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat seperti kopi, lada, kakao dan alpukat lebih mudah dipasarkan daripada komoditas yang baru akan dkembangkan. Komoditas yang menjadi pilihan masyarakat Desa Ngarip adalah komoditas komersial yang memiliki permintaan dan harga jual yang tinggi sehingga petani tidak merasa kesulitan dalam memasarkan produknya. Kendala yang sering petani hadapi adalah harga komoditas yang tidak stabil. Informasi pasar berupa perkembangan harga, permintaan pasar, karakteristik produk yang diinginkan, alternatif saluran distribusi dan harga komoditas yang diusahakan perlu diketahui agar petani tidak dirugikan. Pemasaran yang efektif dapat membantu petani memaksimalkan dan menstabilkan pendapatan dalam periode jangka panjang. Pengetahuan tentang pemasaran juga dapat menurunkan risiko kelebihan pasokan yang menyebabkan menurunnya harga produk. Pemasaran dapat mengidentifikasi permintaan-permintaan baru dan melalui diversifikasi produk dan jasa dapat memuaskan konsumen. Masyarakat di perdesaan dapat mempelajari penyesuainpenyesuaian yang harus mereka lakukan untuk mempertemukan permintaan pasar.

22 54 Banyak petani subsisten memiliki akses dan informasi pasar yang terbatas. Petani dapat meningkatkan pilihan-pilihan mereka dan memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar melalui pemasaran (Harcharik 1996). Petani juga harus menguasai pengetahuan teknis selain pengetahuan pasar. Pengetahuan teknis sangat menentukan keberhasilan penerapan pola tanam optimal terutama pengetahuan tentang teknik budidaya tanaman. Peran penyuluh sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan petani. Penyuluhan dapat berupa pengenalan cara-cara produksi yang baru, pengenalan teknologi baru, demonstrasi usahatani dan sebagainya. Pada umumnya petani mengelola jenis-jenis yang sudah mereka kenal. Penguasaan teknis terhadap jenis-jenis yang baru dikenal seperti tanaman pala dan durian mereka ketahui dari orang lain yang sudah berpengalaman. Kendala teknis yang sering petani hadapi adalah masalah hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman kopi, seperti penyakit jamur upas dan karat daun. Penyuluhan dan pendampingan tentang teknik budidaya tanaman yang diusahakan sangat diperlukan agar petani memperoleh informasi yang benar. Dukungan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perguruan tinggi sangat diharapkan dalam meningkatkan usahatani di Desa Ngarip. Ukuran Garis Kemiskinan Total pendapatan aktual petani Desa Ngarip berkisar antara Rp Rp per kapita per bulan. Ukuran garis kemiskinan Sajogyo, BPS dan Bank Dunia adalah Rp Rp , Rp dan Rp Rp per kapita per bulan. Berdasarkan standar tersebut, sebanyak 8% pendapatan petani desa Ngarip berada di bawah garis kemiskinan Sajogyo, 15% berada di bawah garis kemiskinan BPS, 22% berada di bawah garis kemiskinan Bank Dunia US$1 dan 77% berada di bawah garis kemiskinan Bank Dunia US$. sedangkan sebanyak 23% pendapatan petani desa Ngarip berada di atas garis kemiskinan Bank Dunia US$2. Sebagian besar pendapatan petani berada di antara garis kemiskinan Bank Dunia US$1 dan garis kemiskinan Bank Dunia US$2. Gambar 7 menunjukkan perbandingan ukuran garis kemiskinan Sajogyo, BPS dan Bank Dunia terhadap total pendapatan aktual.

23 55 U k u r a n g a r i s k e m i s k i n a n ( R p / k a p i t a / b l n ) Responden Totap pendapatan ( Rp/kapita/bln) BPS Sajogyo 240 kg Bank Dunia US$1 Sajogyo 320 kg Bank Dunia US$2 Gambar 7 Perbandingan ukuran garis kemiskinan Sajogyo, BPS dan Bank Dunia terhadap total pendapatan aktual. Kebutuhan Hidup Layak Hasil perhitungan ukuran garis kemiskinan diperoleh bahwa standar garis kemiskinan tertinggi adalah garis kemiskinan Bank Dunia US$2, sehingga ukuran ini yang dijadikan standar dalam menghitung KHL. Berdasarkan standar tersebut, KHL petani adalah Rp per kapita per bulan atau Rp per kapita per tahun. Rata-rata jumlah orang dalam satu kepala keluarga (KK) di Desa Ngarip adalah empat orang sehingga KHL adalah Rp per KK per tahun. Hasil perhitungan KHL aktual adalah Rp per kapita per tahun atau Rp per KK per tahun. Hal ini berarti bahwa KHL di wilayah penelitian lebih rendah dari standar KHL dan membutuhkan 4,7 kali KFM untuk mencapai standar KHL. Jumlah KHL aktual yang jauh di bawah standar KHL menunjukkan bahwa pendapatan petani di desa Ngarip sangat rendah sehingga petani harus menyesuaikan pengeluaran dengan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup terbesar adalah kebutuhan pokok yang merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi setiap orang. Pendapatan yang rendah mengharuskan petani mendahulukan pemenuhan kebutuhan pokok dibandingkan kebutuhan yang lain agar dapat bertahan hidup. Kebutuhan

24 56 selanjutnya yang menjadi perhatian petani adalah pendidikan anak, tabungan, sosial dan pakaian (Lampiran 5). Sardjono et al. (2003) menyatakan bahwa keterbatasan investasi yang dimiliki, jangkauan pemasaran produk yang belum meluas dan pola hidup yang masih subsisten, maka jaminan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari tetap menjadi dasar pertimbangan terpenting. Kebutuhan Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL Analisis luas lahan minimal menggunakan standar KHL tertinggi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa semua keuntungan dari pola tanam aktual dan hasil optimalisasi tidak dapat memenuhi standar KHL sehingga petani perlu menambah luas lahan untuk memenuhi KHL. Kebutuhan luas lahan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Kebutuhan luas lahan setiap pola tanam berdasarkan standar KHL Pola tanam Standar KHL (Rp/th) Pendapatan aktual (Rp/th) Luas lahan aktual (ha) Kebutuhan luas lahan (ha) Hasil optimalisasi Aktual ,75 13,7 9, ,4 12,8 8, ,5 9, ,9 9,4 10, ,95 9,1 2, ,3 11,9 8, ,6 5, ,1 10,6 1, ,2 8,1 3, ,0 5, ,7 6,5 1, ,75 5,9 5, ,2 17,0 2, ,1 10,8 1, ,9 7,1 1, ,1 3,2 Pola tanam hasil optimalisasi mencapai optimal dengan mengelola lahan seluas 1,8-10 hektar sedangkan pola tanam aktual membutuhkan luas lahan 6-17 hektar untuk memenuhi standar KHL. Kebutuhan luas lahan paling minimal terdapat pada pola tanam 8, 11, 14 dan 15 sedangkan luas lahan yang dikelola petani berkisar antara 0,7-2 hektar. Petani yang dapat memenuhi standar KHL dengan mengoptimalkan lahannya tanpa menambah luas lahan adalah petani pada

25 57 pola tanam 16. Luas lahan yang dimiliki mencapai 2 hektar sehingga petani dapat memanfaatkan lahan dengan pola tanam 8, 11, 14 dan 15 untuk memenuhi KHL. Petani yang lain memiliki luas lahan yang sempit sehingga penambahan luas lahan sangat diperlukan untuk memenuhi KHL mereka. Pendapatan Petani berdasarkan Luas Lahan HKm Pendapatan aktual dari lahan HKm sebesar Rp Rp berdasarkan perbedaan luas lahan (Tabel 16). Tabel 16 Pendapatan petani berdasarkan luas lahan Pendapatan aktual Luas lahan (ha) (Rp) 0,25-1 1,5-2 2,5-3,5 Minimum Maksimum Pendapatan rata-rata Pendapatan petani HKm di desa Ngarip dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: luas lahan yang dimiliki, harga komoditas, jumlah tanaman yang sudah menghasilkan dan jenis tanaman komersial yang ditanam pada lahan tersebut. Pendapatan sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman yang berada di atasnya. Pendapatan petani dari lahan yang sempit tetapi sudah banyak yang menghasilkan akan lebih besar daripada lahan garapan yang luas namun belum ditanami (belum menghasilkan). Harga komoditas juga mempengaruhi pendapatan yang diterima petani. Komoditas yang diusahakan dari jenis-jenis tanaman komersial akan memberikan pendapatan lebih tinggi daripada tanaman dengan komoditas bernilai ekonomi rendah. Awang (2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dari lahan HKm lebih disebabkan oleh jumlah tanaman di lahan HKm, jumlah jenis tanaman, jenis tanaman yang sudah menghasilkan dan jenis tanaman yang memberikan pendapatan tertinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani HKm perlu diperhatikan terutama dengan menanam tanaman komersial yang cocok atau sesuai dengan kondisi lahan.

26 58 Prospek Pengembangan HKm Prospek pengembangan HKm cukup baik di Desa Ngarip. Prospek pengembangan HKm ditentukan berdasarkan persepsi dan perspektif petani terhadap HKm. Pengalaman hidup petani selama berusahatani di lahan HKm telah menimbulkan persepsi yang baik terhadap HKm. Data menunjukan bahwa HKm memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar terhadap total pendapatan petani. Lebih dari separuh (53%) pendapatan petani berasal dari usaha HKm (Tabel 17). Tabel 17 Perbandingan rata-rata pendapatan dan pengeluaran petani Rata-raat pendapatan dan pengeluaran (Rp/th) Pengeluaran Rp Pendapatan -HKm Rp Lahan milik Rp Usaha lain Total pendapatan Rp Persepsi yang baik terhadap peranan HKm dalam meningkatkan kesejahteraan ditunjukkan oleh beberapa variabel persepsi (Lampiran 23). Variabel persepsi terdiri dari pengetahuan tentang HKm (definisi HKm, definisi hutan, manfaat ekologi HKm dan hutan dan perbedaan keduanya), tujuan mengikuti program HKm, keuntungan dan kerugian mengikuti program HKm dan kendala-kendala dalam menjalankan program HKm. Masyarakat sebagian besar mengetahui informasi tentang HKm (definisi HKm, definisi hutan, manfaat ekologi HKm dan hutan dan dapat membedakan keduanya) dari sosialisasi yang terus dilakukan oleh pemerintah, LSM, perguruan tinggi dan pihak terkait lainnya. Masyarakat mengikuti program ini untuk mendapatkan ketenangan dan kesejahteraan. Izin Hkm memberikan ketenangan kepada 87% masyarakat, sedangkan sisanya masih merasa tidak tenang. Petani khawatir terjadi pengusiran seperti yang dulu pernah dilakukan pemerintah pada tahun 1990-an. Petani juga khawatir sewaktu-waktu izin HKm dicabut. Izin HKm memberikan dampak yang baik bagi kehidupan petani. HKm telah menciptakan lapangan kerja, kesempatan berusaha dan meningkatkan kesadaran akan fungsi hutan sehingga petani merasa diuntungkan. Banyak pemuda desa yang menganggur sebelum mendapat izin

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman 41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komposisi Jenis Tanaman Agroforestri Komposisi tanaman yang menjadi penyusun kebun campuran ini terdiri dari tanaman pertanian (padi, kakao, kopi, cengkeh), tanaman kayu,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data 21 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Ngarip, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung selama dua bulan yaitu dari bulan Juli sampai dengan Agustus 2011. Desa ini

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola tanam agroforestri yang diterapkan petani di Desa Pesawaran Indah terdapat pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut Indra, dkk (2006)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga Indonesia cocok untuk melestarikan dan memajukan pertanian terutama dalam penyediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk akan terus menuntut pemenuhan kebutuhan dasar terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada krisis

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Salah satu tantangan terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan nasional adalah masalah sensitif yang selalu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Pemilihan Jenis Tanaman dan Pola Tanam Pemilihan jenis tanaman dan pola tanam merupakan suatu cara rumah tangga petani dalam pengambilan keputusan untuk mengelola sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan untuk mencukupi kebutuhan setiap penduduk. Di Indonesia, masalah ketahanan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein nabati yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Biji kedelai digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri, arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Sistem ini telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pertumbuhan dan perkembangan sektor usaha perkebunan di Indonesia dimotori oleh usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta. Di Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca) adalah komoditas buah yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah pisang. Buah pisang mudah didapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung dapat menghasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) termasuk dalam keluarga Leguminoceae dan genus Arachis. Batangnya berbentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri pengolahan obat-obatan tradisional mengalami perkembangan yang

I. PENDAHULUAN. Industri pengolahan obat-obatan tradisional mengalami perkembangan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pengolahan obat-obatan tradisional mengalami perkembangan yang pesat. Menurut Dewoto (2007), jumlah industri obat tradisional yang terdaftar di Badan Pengawas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman II.TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Agronomis Wortel atau Carrot (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia,melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jenis tanah yang subur. Berdasarkan karakteristik geografisnya Indonesia selain disebut sebagai negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Hairiah, dkk (2003) mendefinisikan agroforestri merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, menyimpan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. atas. Umumnya para petani lebih menyukai tipe tegak karena berumur pendek

TINJAUAN PUSTAKA. atas. Umumnya para petani lebih menyukai tipe tegak karena berumur pendek II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Tanah Secara garis besar kacang tanah dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe tegak dan menjalar. Kacang tanah tipe tegak percabangannya lurus atau sedikit miring ke atas.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118 Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur Dwi Suci Rahayu 1) dan Adi Prawoto 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118 Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao memegang peranan penting dalam hal pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Komoditas ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara, pengadaan lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang bagus untuk mengembangkan sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor perkebunan. Sebagai suatu

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan pada hakekatnya mempunyai karakteristik multi fungsi yang bersifat

I. PENDAHULUAN. Hutan pada hakekatnya mempunyai karakteristik multi fungsi yang bersifat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan pada hakekatnya mempunyai karakteristik multi fungsi yang bersifat holistik dan jangka panjang. Keberadaan hutan senantiasa berkaitan erat dengan isu-isu strategis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BUDIDAYA TANAMAN DURIAN Dosen Pengampu: Rohlan Rogomulyo Dhea Yolanda Maya Septavia S. Aura Dhamira Disusun Oleh: Marina Nurmalitasari Umi Hani Retno

Lebih terperinci

RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR

RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai keanekaragaman sumberdaya hayati yang berlimpah. Terdapat banyak sekali potensi alam yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL Dwi Nugroho Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, 26 Maret 2018 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sektor pertanian dinegara-negara berkembang perannya sangat besar karena merupakan mata pencarian pokok sebagian besar penduduk. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian

Lebih terperinci

TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN

TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN Isi Materi Teknik Tk ikpenanaman Teknik Pemeliharaan Tanaman Evaluasi Hasil Penanaman Faktor Keberhasilan Penanaman Kesesuaian Tempat Tumbuh/Jenis Kesesuaian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan manusia modern saat ini tidak terlepas dari berbagai jenis makanan yang salah satunya adalah cokelat yang berasal dari buah kakao.kakao merupakan salah satu komoditas

Lebih terperinci

Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas. Benyamin Lakitan

Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas. Benyamin Lakitan Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas Benyamin Lakitan Dasar Pertimbangan Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh kondisi iklim (faktor iklim) Sebagian besar unsur hara yang dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial manusia akan selalu berubah

Lebih terperinci

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN 2012-2014 TUJUAN untuk merumuskan model agroforestry yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan aspek budidaya, lingkungan dan sosial ekonomi SASARAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku minyak atsiri. Indonesia menghasilkan 40 jenis dari 80 jenis minyak atsiri yang di perdagangkan

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Tanaman Durian

Teknik Budidaya Tanaman Durian Teknik Budidaya Tanaman Durian Pengantar Tanaman durian merupakan tanaman yang buahnya sangat diminatai terutama orang indonesia. Tanaman ini awalnya merupakan tanaman liar yang hidup di Malaysia, Sumatera

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

Penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) Kelapa Dalam (Cocos Nucifera L.) Di Kabupaten Sarmi, Papua

Penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) Kelapa Dalam (Cocos Nucifera L.) Di Kabupaten Sarmi, Papua Penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) Kelapa Dalam (Cocos Nucifera L.) Di Kabupaten Sarmi, Papua Oleh : Septyan Adi Pramana, SP Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan (Mubyarto, 1977 : 15).

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan (Mubyarto, 1977 : 15). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan mata pencaharian pokok dan kunci pertumbuhan yang mantap untuk perekonomian secara keseluruhan bagi negara yang sedang berkembang. Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN. MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN Dosen pada Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

Pengen SUKSES?? Budidaya Buah naga!!

Pengen SUKSES?? Budidaya Buah naga!! KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS Pengen SUKSES?? Budidaya Buah naga!! NAMA : ELI RUSTIKA DEWI NIM : 11.01.2930 KELAS JURUSAN : 11-D3TI-02 : TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 a. Abstrak I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi (Coffea spp.) merupakan salah satu komoditi ekspor yang penting bagi Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi yang banyak tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan tanaman bunga hias berupa tanaman semusim berbentuk herba termasuk

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan tanaman bunga hias berupa tanaman semusim berbentuk herba termasuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Gladiol merupakan tanaman bunga hias berupa tanaman semusim berbentuk herba termasuk dalam famili Iridaceae. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jenis salak yang terdapat di Indonesia, yakni : salak Jawa Salacca zalacca

I. PENDAHULUAN. jenis salak yang terdapat di Indonesia, yakni : salak Jawa Salacca zalacca I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salak merupakan salah satu buah tropis yang banyak diminati orang karena memiliki keunggulan baik dari segi rasa maupun penampilan buahnya. Ada 3 (tiga) jenis salak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari permintaan pasar internasionalyang terus meningkat dari tahun ke tahun. Nanas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seperti akar tanaman jagung tanaman sorgum memiliki jenis akar serabut. Pada ruas batang terendah diatas permukaan tanah biasanya tumbuh akar. Akar tersebut dinamakan akar

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Jagung - Akar Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

-- Tanah dingin: pemahaman petani terhadap kesuburan tanah

-- Tanah dingin: pemahaman petani terhadap kesuburan tanah Pemberian pupuk inorganik saja memang tidak dapat menyelesaikan masalah kerusakan fisik akibat erosi. Tetapi jika dikelola dengan baik, usaha ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga permukaan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan masalah Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan ubikayu bagi penduduk dunia, khususnya pada negara tropis setiap tahunnya

Lebih terperinci