V. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN"

Transkripsi

1 V. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Kawasan Perluasan TNGGP Kawasan perluasan TNGGP berada disebelah luar mengelilingi kawasan TNGGP lama sehingga secara keseluruhan menyatu membentuk satu kesatuan dengan kawasan TNGGP lama sebagai kawasan TNGGP baru. Berdasarkan data statistik BBBTNGGP (2009) panjang Batas Luar ± Km dengan jumlah pal batas ± Buah. Secara geografis terletak antara 106 o o 02 BT dan 06 o o 51 LS. Secara administratif pemerintahan TNGGP terletak di wlayah provinsi Jawa Barat, meliputi 3 (tiga) wilayah kabupaten, yaitu yaitu Kabupaten Sukabumi (9.356,10 ha), Bogor (7.155,00 ha) dan Cianjur (5.463,90 ha). Berdasarkan data statistik BBBTNGGP (2009) batas kawasan TNGGP ini adalah : Sebelah Utara : Wilayah Kabupaten Cianjur dan Bogor; Sebelah Barat : Wilayah Kabupaten Sukabumi dan Bogor; Sebelah Selatan : Wilayah Kabupaten Sukabumi; Sebelah Timur : Wilayah Kabupaten Cianjur. Hasil analisis data sekunder (BBTNGGP, 2009) menunjukkan bahwa jumlah desa penyangga yang ada disekitar kawasan TNGGP adalah 72 desa yang tersebar dalam tiga wilayah Bidang PTN. Secara administratif desa-desa penyangga tersebut masuk dalam 16 wilayah kecamatan dari 4 wilayah kabupaten/kota. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 03/Menhut- II/2007 tanggal 1 Februari 2007 status Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berubah menjadi Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BB TNGGP). Dalam pengelolaannya kawasan TNGGP dibagi ke dalam 3 Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (Bidang PTN Wilayah) yaitu Bidang PTN Wilayah I Cianjur, Bidang PTN Wilayah II Sukabumi dan Bidang PTN Wilayah III Bogor dan dibagi ke dalam 6 Seksi PTN serta dibagi ke dalam 13 Resort Pemangkuan taman nasional. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai Besar TNGGP Nomor : SK. 79/11/TU/2009 tanggal 01 Agustus 2009, telah ditetapkan 6 (enam) Resort Model, yaitu: Resort Mandalawangi, Resort Sarongge (Bidang PTN Wialyah I-Cianjur); Resort Selabintana, Resort

2 54 Situgunung (Bidang PTN Wialayah II-Sukabumi); Resort PPKAB, Resort Cimande (Bidang PTN Wilayah III- Bogor) (BB TNGGP, 2011). Setelah reorganisasi maka Resort Pemangkuan Bodogol ditetapkan sebagai Resort Model yang wilayahnya mencakup wilayah Resort Pemangkuan PPKAB. Pembagian resort berdasarkan tipologi: ancaman, potensi kehati (tumbuhan & satwa liar, air, objek wisata), dan kemitraan. Mandalawangi dan Situgunung berdasarkan tipologi ekowisata, Nagrak dan Pasirhantap berdasarkan tipologi ancaman, Bodogol dan Sarongge berdasarkan kemitraan. Penetapan Resort Model juga berdasarkan kriteria sosial dan ekologi. Khusus untuk Resort Bodogol terdapat desa Ciwaluh eks program ESP & USAID telah terbangun kemitraan dengan bidang pemberdayaan masyarakat melalui produk teh kumis kucing, dan PPKAB dengan kemitraan di bidang pendidikan lingkungan Aspek Biofisik Kawasan Restorasi Karakteristik Kondisi Lahan Kawasan Restorasi Luas Kawasan Perluasan TNGGP Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 174 tahun 2003 terdapat kawasan perluasan TNGGP seluas hampir tujuh ribu hektar (6.779 ha); berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pengelolaan (BAST-P) Nomor : 002/BAST- HUKAMAS/III/2009 Nomor : 1237/11-TU/2/2009 tanggal 06 Agustus 2009 dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten kepada BBTNGGP, luas yang diserahkan adalah ± ha; berdasarkan data dari Perum Perhutani total luas kawasan perluasan ha tersebut terinci kedalam kawasan wanawisata seluas 573,23 ha dan eks kawasan Hutan Produksi, Hutan Produksi terbatas, dan lain-lain seluas 7.081,76 ha (BBTNGGP, diolah) Hasil analisis citra landsat (tahun 2011) luas kawasan perluasan adalah 7355,214 ha. Perhitungan analisis citra landsat ini lebih rendah dari data Perhutani /BAST-P. Kepastian luas kawasan perluasan akan ditentukan oleh hasil perhitungan BAPLAN KEMENHUT namun deliniasi batas kawasan TNGGP terbaru oleh BAPLAN KEMENHUT secara definitif sebenarnya belum selesai, karena masih terdapat beberapa vertex yang meragukan 2. 2 Komunikasi pribadi dengan staf SETDITJEN PHKA pada tanggal 7 Juli 2011

3 55 Kondisi Ekologis kawasan TNGGP Berdasarkan data statistik BBBTNGGP (2009) TNGGP merupakan kawasan perwakilan ekosistem hutan hujan pegunungan di Pulau Jawa. Kelembaban udara % memungkinkan tumbuhnya jenis-jenis lumut pada batang, ranting, dan dedauanan pepohonan yang ada. Pada ketinggian m dpl terdapat tanah peaty soil akibat terhambatnya aktivitas biologi dan pelapukan kimiawi. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, di kawasan TNGGP secara umum terdapat tipe ekosistem sebagai berikut: a) ekosistem hutan pegunungan bawah (Sub Montana, m dpl), b) ekosistem hutan pegunungan atas (Montana, m dpl), c) ekosistem sub alpin (>2.400 m dpl). Selain tiga tipe ekosistem utama tersebut ditemukan beberapa tipe ekosistem khas yang tidak dipengaruhi oleh ketinggian tempat antara lain: a) ekosistem rawa, b) ekosistem kawah, c) ekosistem alun-alun, d) ekosistem danau, dan e) ekosistem hutan tanaman (Data statistik BBTNGGP, 2009). Ekosistem hutan Sub Montana dan Montana memiliki keanekaragaman hayati vegetasi yang tinggi dengan pohon-pohon besar, tinggi dan memiliki 3 strata tajuk. Strata paling tinggi (30 40 m) didominasi oleh jenis litsea spp. (Data statistik BBTNGGP, 2009) Berdasarkan data statistik BBTNGGP (2009) dan hasil interpretasi citra landsat 2011 dapat disimpulkan bahwa pada kawasan perluasan TNGGP terdapat 3 (tiga) tipe ekosistem: a) ekosistem hutan pegunungan bawah atau sub montana, b) ekosistem danau, dan c) ekosistem hutan tanaman. Tanah dan Topografi Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Provinsi Jawa Barat (PUSLITTAN Agroklimat, 1966 dalam Ditjen PHKA, 2008) jenis-jenis tanah yang mendominasi kawasan TNGGP terdiri dari: a) Latosol coklat tuff volkan intermedier, terdapat pada lereng paling bawah, di bagian dataran rendah. b) Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, terdapat pada lereng yang lebih tinggi.

4 56 c) Kompleks regosol kelabu dan litosol, abu pasir, tuff, dan batuan vulkan intermedier sampai dengan basis, terdapat di kawasan Gunung Gede Gunung Pangrango yang berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi. Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa kondisi topografi kawasan perluasan tidak berbeda dengan topografi yang secara umum ada di kawasan TNGGP, mulai dari topografi datar sampai bergunung. Kawasan TNGGP merupakan rangkaian gunung berapi, terutama Gunung Gede (2.958 m dpl) dan Gunung Pangrango (3.019 m dpl). Topografi kawasan bervariasi, mulai dari topografi landai hingga bergunung mulai ketinggian 700 m hingga 3000 m dpl, banyak terdapat jurang dengan kedalaman hingga 70 m. Sebagian besar kawasan TNGGP merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagian kecil lagi merupakan daerah rawa, terutama di daerah sekitar Cibeureum yaitu Rawa Gayonggong. Pada bagian Selatan kawasan yaitu daerah Situgunung, memiliki kondisi lapangan yang berat karena terdapatnya bukit-bukit (seperti bukit Masigit) dengan kelerengan %. Kawasan Gunung Gede yang terletak di bagian Timur dihubungkan Gunung Pangrango oleh punggung bukit yang berbentuk tapal kuda, sepanjang ± meter dengan sisi-sisinya yang membentuk lereng-lereng curam berlembah menuju dataran Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Data kelas lereng kawasan TNGGP seperti pada Tabel 10. Tabel 10 Data Kelas Lereng Kawasan TNGGP Simbol Kelas Lereng Luas Persentase Keterangan (%) (ha) (%) A ,75 15,51 Datar B ,50 7,33 Landai C ,35 6,57 Berombak D ,15 10,35 Bergelombang E ,75 27,54 Berbukit F > ,50 32,70 Bergunung Jumlah Luas Total TNGGP Sumber BBTNGGP, 2009

5 57 Iklim Berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson, iklim di kawasan TNGGP termasuk dalam Tipe A (Nilai Q = 5-9 %). Suhu udara rata-rata di puncak Gunung Gede dan Gunung Pangrango pada siang hari berkisar 10 o C dan di Cibodas berkisar 18 o C dan pada malam hari berkisar 5 o C. Pada musim kering atau kemarau suhu udara bisa mencapai 0 o C. Rata-rata curah hujan tahunan mm sehingga merupakan salah satu daerah terbasah di Pulau Jawa. Angin Muson pada bulan Desember Maret (musim penghujan) bertiup dari arah Barat Daya dengan kecepatan tinggi, pada musim kemarau angin bertiup dari arah Timur Laut dengan kecepatan rendah Biodiversitas TNGGP Kawasan TNGGP mempunyai keanekaragaman jenis burung terbanyak di Pulau Jawa. Potensi fauna berupa 300 spesies insekta, 250 spesies aves (burung), 75 spesies reptilia, 20 spesies amphibia, dan >110 spesies mamalia. Kawasan TNGGP juga memiliki potensi kekayaan flora yang tinggi, terdapat berbagai macam jenis tumbuhan antara lain: tumbuhan berbunga (>1500 spesies), paku-pakuan (400 spesies), lumut (>120 spesies), dan telah teridentifikasi 300 spesies tumbuhan obat (diantaranya disajikan 108 jenis tanaman obat dalam Lampiran 1), dan 10 spesies berstatus dilindungi. Biodeversitas TNGGP tercermin dalam daftar-daftar flora dan fauna TNGGP. Flora Endemik TNGGP Kawasan TNGGP memiliki potensi kekayaan flora yang tinggi, terdapat 43 spesies flora endemik Gede Pangrango. Lebih kurang jenis flora dengan 57 famili ditemukan di kawasan ini, yang tergolong tumbuhan berbunga (Spermatophyta) 925 jenis, tumbuhan paku 250 jenis, lumut 123 jenis, dan jenis ganggang, Spagnum, jamur dan jenis-jenis Thalophyta lainnya (BBTNGGP, 2009). Pohon rasamala terbesar dengan diameter batang 150 cm dan tinggi 40 m dapat ditemukan di sekitar jalur pendidikan wilayah Resort Mandalawangi. Jenis puspa terbesar dengan diameter 149 cm ditemukan di jalur pendakian Selabintana Gunung Gede dan pohon jamuju terbesar di wilayah Pos

6 58 Bodogol. Kawasan ini juga memiliki jenis-jenis unik dan menarik, diantaranya si pembunuh berdarah dingin Kantong Semar (Nephentes gymnamphora); saudara si Bunga Bangkai (Rafflesia rochusseni); si Bunga Sembilan Tahun (Strobilanthus cernua). Kawasan TNGGP kaya dengan jenis anggrek, tercatat 199 jenis anggrek di kawasan ini (BBTNGGP, 2009). Daftar jenis flora dan jenis anggrek TNGGP tertuang dalam Lampiran 2 dan Lampiran 3. Fauna Endemik TNGGP Berdasarkan data statistik BBTNGGP (2009) disebutkan bahwa potensi fauna endemik adalah 5 jenis primata, yaitu : Owa, Surili, Lutung, Monyet Ekor Panjang, dan Kukang. Ekosistem kawasan TNGGP menyediakan habitat bagi beranekaragam fauna, antara lain Mammalia, Reptilia, Amphibia, Aves, Insekta dan kelompok satwa tidak bertulang belakang. Terdapat burung (Aves) 251 jenis atau lebih dari 50 % jenis burung yang hidup di Jawa. Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) ditetapkan sebagai Satwa Dirgantara melalui Keputusan Presiden No. 4 tanggal 9 Januari Kawasan TNGGP juga merupakan habitat bagi 110 jenis Mamalia, diantaranya Owa Jawa (Hylobates moloch) yang langka, endemik dan unik; Anjing Hutan (Cuon alpinus) yang sudah semakin langka dan Kijang (Muntiacus muntjak). Selain itu terdapat serangga (Insecta) lebih dari 300 jenis, Reptilia sekitar 75 jenis, Katak sekitar 20 jenis dan berbagai jenis binatang lunak (Molusca). Jenis satwa yang dilindungi di Kawasan TNGGP tertuang dalam Lampiran 4. Jenis Reptilia dan Amphibia dan Lokasi Penyebaranya di Kawasan TNGGP tertuang dalam Lampiran 5 Pada beeberapa areal zona rehabilitasi di kawasan perluasan TNGGP masih memiliki keanekaragaman yang cukup baik. Berbagai jenis fauna pun dapat ditemui seperti Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Surili (Presbbytis comata) dan Owa Jawa (Hylobates moloch), 80% jenis aves dan juga sebagai home range dari Macan Tutul (Panthera pardus melas) (BBTNGGP, 2009). Vegetasi Eksotik Anthropogenik Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango atau BBTNGGP (1999) diacu dalam Basuni (2003) telah menemukan 42 jenis tumbuhan eksot anthropogenik didalam kawasan TNGGP, dan hasil penelitian LIPI (2006) menemukan 75 jenis tumbuhan eksot antropogenik. Dari 35 jenis tumbuhan alien

7 59 atau eksotik yang sudah diidentifikasi oleh BBTNGGP terdapat 7 (tujuh) jenis tumbuhan yang bersifat invasif. Daftar Jenis-jenis Alien species / tumbuhan eksotik yang ada di kawasan TNGGP disajikan dalam Lampiran Sejarah Kawasan Perluasan TNGGP (Kawasan Restorasi) Kawasan perluasan TNGGP merupakan eks kawasan hutan Perum Perhutani yang terdiri dari hutan alam primer dan sekunder, hutan tanaman, tanah kosong/semak belukar, dan lahan pertanian. Hutan tanaman berupa tegakan hutan bukan jenis asli antara lain eukaliptus, pinus, damar, kayu putih. tanaman pertanian. Hasil interpretasi citra landsat 2011 menunjukkan luasan dan persentase variasi tutupan lahan di kawasan TNGGP yang cukup beragam sebagaimana tertuang dalam Tabel 11. Tabel 11 Variasi jenis tutupan lahan kawasan TNGGP hasil interpretasi citra landsat tahun 2011 No. Jenis Penutupan Lahan Luas Persentase (%) (ha) 1 Hutan Alam Primer 585,480 7,960 2 Hutan Alam Sekunder 2852,941 38,788 3 Hutan Tanaman 2870,563 39,028 4 Tanah Kosong/Terbuka 27,783 0,378 5 Semak / Belukar 89,055 1,211 6 Pertanian Lahan Kering Bercampur Semak 715,314 9,725 7 Pertanian Lahan Kering 150,060 2,040 8 Sawah 63,983 0,870 9 Danau 0,034 0,000 Jumlah 7355, ,000 Kawasan TNGGP dikelola berdasarkan sistem zonasi yang sesuai dengan fungsi dan peruntukannya sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari. Penataan zonasi kawasan taman nasional bersifat dinamis dan merupakan perangkat pengelolaan taman nasional yang dapat mencegah konflik/tumpang tindih antara kepentingan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan, bahkan dapat mengoptimalkan manfaat dan fungsi kawasan taman nasional. (BBTNGGP. 2009, 2010). Hasil Revisi Zonasi TNGGP

8 60 terdapat 7 (tujuh) zonasi yakni: 1) Zona Inti, 2) Zona Rimba, 3) Zona Pemanfaatan, 4) Zona Rehabilitasi, 5) Zona Tradisional, 6) Zona Konservasi Owa Jawa, dan 7). Zona Khusus. Dalam kawasan perluasan TNGGP terdapat Zona Pemanfaatan, Zona Tradisional, Zona Rehabilitasi, Zona Konservasi Owa Jawa dan Zona Khusus. Pengertian jenis-jenis zona yang dimaksud dalam klasifikasi zonasi TNGGP berdasarkan SK Dirjen PHKA NO. 39/IV-KKBHL/2011 Tanggal 22 Februari 2011 tentang Zonasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP, 2011) sebagai berikut:. 1) Zona Inti, adalah merupakan ciri khas baik biofisik dan keanekaragaman hayati dari suatu kawasan, memiliki nilai ekologis yang sangat tinggi yang mutlak dilindungi dalam fungsinya untuk perlindungan dan pelestarian TNGGP secara keseluruhan. 2) Zona Rimba, adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan, pada dasarnya zona ini ditetapkan sebagai rembesan (refuge) dari sumber daya alam baik flora maupun fauna yang sekaligus juga berfungsi sebagai penyangga (buffer) zona inti terhadap kerusakan yang mungkin terjadi dari zona pemanfaatan. 3) Zona Pemanfaatan, adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Zona ini untuk menunjang fungsifungsi yang tidak diperkenankan untuk diakomodasikan pada zona lain, karena alasan kepekaan ekologis yang tinggi dan meningkatkan nilai tambah dari kegiatan konservasi sumber daya alam, sebagai tempat pariwisata alam, pendidikan konservasi maupun sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan yang dimaksud disini, adalah pemanfaatan dari segi jasa lingkungan untuk manusia, berupa daya tarik alami/phenomena beserta potensi pendukung lainnya. 4) Zona Tradisional, adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam, guna keperluan masyarakat dengan pemanfaatan yang dilaksanakan secara tradisional,

9 61 misalnya dengan menanam jenis-jenis yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan makanan, obat-obatan, bahan baku kerajinan atau Hasil Hutan Non Kayu lainnya. 5) Zona Rehabilitasi, adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan, areal dimaksud perlu dilakukan rehabilitasi dengan menanam tanaman endemik agar kawasan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 6) Zona Konservasi Owa Jawa, adalah bagian taman nasional yang memiliki potensi, daya dukung, dan aman untuk pelepasliaran Owa Jawa, zona ini sangat dibutuhkan mengingat kawasan TNGGP merupakan salah satu wilayah yang memiliki daya dukung yang baik dalam pelestarian owa jawa. 7) Zona Khusus, adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi, makam dan listrik. Pada kawasan perluasan yang diakses oleh masyarakat petani penggarap lahan hutan seluas 905 ha tingkat kerapatan tegakan utama sangat rendah dan kondisi lantai hutan dari mulai terbuka hingga ditutupi tanaman pertanian dan perkebunan seperti padi, singkong dan sayuran. Jumlah total luasan zona rehabilitasi adalah ± 4.367,192 ha dengan perincian wilayah Cianjur seluas 1.298,54 ha, wilayah Sukabumi 1.823,575 ha dan wilayah Bogor seluas 1.245,077 ha. Tegakan utama yang mendominasi Zona Rehabilitasi adalah tanaman pinus (Pinus merkusii), damar (Agathis lorantifolia) dan ekaliptus (Eucalyptus alba). Pada beeberapa areal lainnya dari Zona Rehabilitasi masih memiliki keanekaragaman yang cukup baik seperti kondisi lantai hutan yang ditutupi kelas perdu, liana maupun jenis rotan-rotanan. Apabila kawasan sudah mengalami suksesi /direstorasi secara sempurna dan atau sudah menjadi hutan primer kembali maka zona rehabilitasi ini dapat dirubah menjadi zona rimba atau zona lain sesuai dengan kondisi kawasannya. (BBTNGGP 2010).

10 62 Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) di zona tradisional telah ada sejak lama seperti penyadapan baik berupa getah pinus maupun damar, pemanenan bambu, lebah madu dan kopi. (BBTNGGP 2011). Zona Tradisional seluas ± 312,136 ha tersebar di wilayah Bidang PTNGGP I Cianjur 12,018 ha, wilayah Bidang PTNGGP II Sukabumi 229,9 ha dan wilayah Bidang PTNGGP III Bogor seluas 70,218 ha dengan vegetasi utama adalah Pinus (Pinus merkusii) dan Damar (Agathis lorantifolia). Tegakan utama Zona Tradisional yakni pinus dan damar. Total luas tegakan pinus berada di Cianjur dan Bogor adalah 82,236 ha, sedangkan tegakan damar seluas 229,9 ha di wilayah Sukabumi. Berdasarkan Kelas Umur (KU) pinus rata-rata di Bogor KU V dan KU X di Cianjur. Sedangkan Kelas Umur Damar bervariasi antara KU III hingga KU XIII dengan rata-rata KU V. Terkait dengan perubahan fungsi kawasan yang semula kawasan hutan produksi menjadi kawasan konservasi, penghentian kegiatan pemanfaata HHBK oleh masyarakat perlu penanganan khusus agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat yang berdampak buruk bagi kawasan. Oleh karena itu kebijakan yang ditempuh oleh pengelola adalah dengan memberikan ijin pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dengan diimbangi oleh proses rehabilitasi, pengamanan hutan dan program penghentian kegiatan dengan alih mata pencarian diluar kawasan hutan. (BBTNGGP 2011). Rincian luas dan tegakan pada Zona Tradisional dapat diperiksa pada Lampiran 7.

III. KONDISI UMUM LOKASI

III. KONDISI UMUM LOKASI III. KONDISI UMUM LOKASI 3.1. Sejarah Kawasan Kawasan TNGGP, oleh pemerintah Hindia Belanda pada awalnya diperuntukkan bagi penanaman beberapa jenis teh (1728). Kemudian pada tahun 1830 pemerintah kolonial

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI

III. KONDISI UMUM LOKASI III. KONDISI UMUM LOKASI 3.1. Sejarah Kawasan Berawal dari Cagar Alam Gunung Halimun (CAGH) seluas 40.000 ha, kawasan ini pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Lokasi kawasan Gunung Endut secara administratif terletak pada wilayah Kecamatan Lebakgedong, Kecamatan Sajira, Kecamatan Sobang dan Kecamatan Muncang,

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 49 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pembangunan Model 4.1.1. Perumusan Kriteria Kawasan Hutan Konservasi yang Perlu Segera Direstorasi Rumusan kriteria kawasan hutan konservasi yang perlu segera direstorasi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi merupakan kawasan yang dilindungi dengan fungsi pokok konservasi biodiversitas dalam lingkungan alaminya, atau sebagai konservasi in situ, yaitu konservasi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 (https://id.wikipedia.org/wiki/indonesia, 5 April 2016).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 (https://id.wikipedia.org/wiki/indonesia, 5 April 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pariwisata saat ini semakin menjadi sorotan bagi masyarakat di dunia, tak terkecuali Indonesia. Sektor pariwisata berpeluang menjadi andalan Indonesia untuk mendulang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK

IV. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK 17 IV. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK 4.1. Sejarah dan Status Kawasan Kawasan Taman Nasional Lore Lindu berasal dari tiga fungsi kawasan konservasi, yaitu : a. Suaka Margasatwa Lore Kalamanta yang ditunjuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada 82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan flora dan fauna serta kehidupan liar lain yang mengundang perhatian berbagai pihak baik di dalam maupun di luar negeri. Tercatat lebih dari

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Kondisi Umum TNGGP TNGGP yang awalnya memiliki luas 15.196 hektar dan terletak di 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Cianjur (3.599,29 Ha), Sukabumi (6.781,98 Ha)

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah dan Status Kawasan Pemeritah Hindia Belanda pada tahun 1889 menetapkan Kebun Raya Cibodas dan areal hutan diatasnya seluas 240 ha sebagai contoh flora pegunungan

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Gunung Tampomas terletak di antara 6' 42' LS sampai dengan 6" 48' LS dan 107" 53' BT sampai dengan 108' 00' BT, atau di arah Timur laut Kota Sumedang dan merupakan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis 19 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Administrasi Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal 22.249,31 ha secara geografis terletak diantara 105⁰ 02 42,01 s/d 105⁰ 13 42,09 BT dan

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 15 III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Lokasi dan Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia saat ini mencapai 120,35 juta ha. Tujuh belas persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menduduki posisi yang penting dalam peta keanekaragaman hayati di dunia karena termasuk dalam sepuluh negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi (Indrawan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

MODEL PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI BERBASIS EKOSISTEM

MODEL PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI BERBASIS EKOSISTEM MODEL PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI BERBASIS EKOSISTEM M. Bismark Rozza Tri Kwatrina Disampaikan dalam Forum Komunikasi Peneliti, Widyaiswara, dan Penyuluh Kehutanan Bogor, 23 Oktober 2014 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 20 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Singkat Perum Perhutani dan KPH Banyumas Barat Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbasis sumberdaya hutan yang diberi tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dikelola dengan zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. dan dikelola dengan zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Berdasarkan beberapa literatur yang diperoleh, antara lain: Rencana Aksi Koridor Halimun Salak (2009-2013) (BTNGHS 2009) dan Ekologi Koridor Halimun Salak (BTNGHS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Lawu adalah gunung yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung ini mempunyai ketinggian 3265 m.dpl. Gunung Lawu termasuk gunung dengan

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan flora dan fauna yang hidup pada suatu kawasan atau wilayah dengan luasan tertentu yang dapat menghasilkan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

Cakupan bahasan. A. Status B. Progres C. Permasalahan

Cakupan bahasan. A. Status B. Progres C. Permasalahan KHDTK Carita Cakupan bahasan A. Status B. Progres C. Permasalahan status Landasan hukum : SK. Menhut No. 290/Kpts-II/2003 tanggal 26 Agustus 2003 Lokasi : Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Lokasi a. Letak dan Luas Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike secara administratif berada di Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi Propinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara lestari sumber daya alam hayati dari ekosistemnya.

I. PENDAHULUAN. secara lestari sumber daya alam hayati dari ekosistemnya. I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan pelestarian alam merupakan kawasan yang sangat luas dan relatif tidak terganggu. Kawasan ini mempunyai nilai alam dengan ciri yang menonjol atau ciri khas tertentu,

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kawasan lindung Bukit Barisan Selatan ditetapkan pada tahun 1935 sebagai Suaka Marga Satwa melalui Besluit Van

Lebih terperinci

Oleh : Ardi Andono, STP, MSc

Oleh : Ardi Andono, STP, MSc Oleh : Ardi Andono, STP, MSc Outline Sejarah Potensi TNGGP Permasalahan Contoh pengelolaan di Korea Upaya LOKASI TNGGP Bogor Cianjur TNGGP 22.851 ha Sukabumi Sejarah TNGGP 1. Pengumuman 1980, 15.196 ha

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO No. SK.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI 3.1. Umum Danau Cisanti atau Situ Cisanti atau Waduk Cisanti terletak di kaki Gunung Wayang, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Secara geografis Waduk

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Liana Liana merupakan tumbuhan yang berakar pada tanah, tetapi batangnya membutuhkan penopang dari tumbuhan lain agar dapat menjulang dan daunnya memperoleh cahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam hayati terbesar yang dimiliki bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan manfaat, antara

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

Deskripsi KHDTK Aek Nauli Sumatera Utara

Deskripsi KHDTK Aek Nauli Sumatera Utara Deskripsi KHDTK Aek Nauli Sumatera Utara Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli merupakan salah satu KHDTK yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 39/Menhut-II/2005,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sancang, Kecamatan Cibalong,, Jawa Barat, merupakan kawasan yang terletak di Selatan Pulau Jawa, yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Hutan Sancang memiliki

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rajabasa didasarkan pada

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rajabasa didasarkan pada 4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah KPHL Model Gunung Rajabasa Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rajabasa didasarkan pada Besluit Residen Nomor 307 Tanggal 31 Maret 1941 seluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? (Studi kasus di kawasan TN Alas Purwo) Oleh : Bagyo Kristiono, SP. /Polhut Pelaksana Lanjutan A. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa untuk terselenggaranya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan ekosistemnya. Potensi sumber daya alam tersebut semestinya dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Wilayah Kabupaten Cianjur. : Wilayah Kabupaten Sukabumi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Wilayah Kabupaten Cianjur. : Wilayah Kabupaten Sukabumi 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Lokasi Penelitian Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol merupakan suatu kawasan yang terletak di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan taman nasional yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang bersedia mengeluarkan uang untuk mengisi waktu luang (leisure) dalam rangka menyenangkan diri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro dengan luas wilayah 50.145,4 ha, secara administratif seluruh wilayahnya berada di Daerah Tingkat II Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 35 IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Wilayah Bodetabek Sumber Daya Lahan Sumber Daya Manusia Jenis tanah Slope Curah Hujan Ketinggian Penggunaan lahan yang telah ada (Land Use Existing) Identifikasi Fisik Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran. 25 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST) terletak di Sub DAS Kali Madiun Hulu. Secara geografis Sub-sub DAS KST berada di antara 7º 48 14,1 8º 05 04,3 LS

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci