RUANG KAJIAN HAKEKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN EKSISTENSIALISME SOREN KIERKEGAARD. Oleh : Fadhillah. Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RUANG KAJIAN HAKEKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN EKSISTENSIALISME SOREN KIERKEGAARD. Oleh : Fadhillah. Abstract"

Transkripsi

1 RUANG KAJIAN HAKEKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN EKSISTENSIALISME SOREN KIERKEGAARD Oleh : Fadhillah Abstract Kehidupan manusia tak selalu sejalan dengan harapan dan keinginan setiap individu. Pemahaman tentang hakekat hidup manusia bagi setiap individu memiliki beberapa tingkatan. Soren Kierkegaard adalah salah satu filosof yang memiliki pandangan tentang hakekat manusia berdasarkan perkembangan kehidupan eksistensial individu yang meliputi 3 tahap, yaitu: tahap estetis, tahap etis dan tahap religius. Judul kajian ini adalah Hakekat Manusia Dalam Pandangan Eksistensialisme Soren Kiekegaard. Tujuan kajian ini adalah untuk menjelaskan dan memahami hakekat manusia dalam pandangan Soren Kiekegaard. Manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah untuk menambah cakrawala dalam memahami makna dan hakekat hidup manusia dalam perspektif filsafat eksistensialisme Soren Kiekegaard, terutama relevansinya dengan kehidupan beragama. Metode pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah historis faktual, deskriptif, dan verstehen. Kata kunci: Hakekat manusia, eksistensi, tahap etis, estetis, tahap religius. A. Pendahuluan Eksistensialisme merupakan salah satu aliran besar dalam filsafat kontemporer yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran manusia dalam memandang hakekat hidup manusia. Dalam filsafat kontemporer, Soren Kierkegaard dikenal sebagai peletak dasar eksistensialisme. Dengan demikian

2 pengaruhnya cukup besar dalam perkembangan filsafat eksistensialisme, khususnya bagi Heidegger yang juga merupakan salah satu tokoh besar filsafat eksistensialisme. Pada umumnya Soren Kierkegaard dipandang sebagai sumber utama filsafat eksistensialisme, ia dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi Husserl, filsafat hidup Bergson dan metafisika modern. Pokok pemikirannya menitikberatkan pada pemecahan yang konkrit terhadap persoalan mengenai arti berada. Menurut dia, persoalan tentang berada belum pernah dikemukakan dengan cara yang benar, karena pada umumnya orang mengira bahwa ia telah tahu tentang hal itu, padahal sebenarnya pengertian kita tentang berada hanya samar-samar saja. 1 ) Soren Kierkegaard ( ) dalam riwayat hidupnya dikenal sebagai tokoh filsafat yang melankolis. Ia dilahirkan pada tahun 1813, di kota Kopenhagen, Denmark sebagai anak bungsu dari 7 bersaudara. Ketika ia dilahirkan, ayahnya, Mikhael Kierkegaard sudah berusia 51 tahun, namun masih terus merasa berdosa dan melankolia sepanjang hidupnya, karena putra sulungnya lahir setelah 5 bulan ia menikah. Perasaan berdosa karena berzinah dihubungkan dengan musibah yang menimpa keluarganaya, yaitu ketika istri dan 5 anaknya meninggal secara hampir beruntun. 1 ) Harun Hadiwijono (1995 ),Sari sejarah Filsafat Barat 2. hlm Sikap melankolis ini diwariskan kepada anaknya, yaitu Soren Kierkegaard. 2 ) Beban mental ayahnya atas perasaan berdosa tersebut disampaikan kepada Kiekegaard yang sempat mengguncangkan hidup Kiekegaard. Atas kenyataan itu ia ungkapkan sebagai berikut: Then it was that the great earthquake occurd, the frightful upheaval which suddenly force upon me a new and infallible law for interpreting the facts (Ketika itu terjadilah gempa yang dahsyat, pergolakan yang memaksakan kepadaku untuk menerima berlakunya hukum yang baru dan kukuh untuk menafsirkan segala fakta) 3 Keadaan yang mengguncangkan hidup Kiekegaard atas nasib yang menimpa keluarganya tersebut menjadi alasan baginya untuk mengikuti apa yang menjadi harapan orang tuanya. Kierkegaard masuk kuliah ke Fakultas Theologi Universitas Kopenhagen pada tahun 1830 dengan motif untuk menyenangkan ayahnya. Oleh karena sebenarnya ia tidak meminatinya, tetapi justru lebih berminat mempelajari filsafat, sastra dan sejarah. Dalam masa ini ia bersikap 2 ) F. Budi Hardiman (2007), Filsafat Modern. hlm ) Fuad Hasan (1992), Berkenalan dengan Eksistensialisme, hlm

3 sebagai penonton kehidupan yang sinis. Sebagaimana keyakinan ayahnya, bahwa ia hidup untuk menjalani hukuman Allah yang ditimpakan keluarganya. Lambat laun sikap kritisnya menyebabkan ia tidak percaya pada keyakinan tersebut dan mulai melontarkan kritikan dan kecaman terhadap agama Kristen yang dianutnya dan sempat kehilangan norma moral, sampai pada tahun 1836, bahkan mencoba bunuh diri, namun setelah ayahnya meninggal pada tahun 1838, ia bertobat dan berhasil menyelesaikan studi teologinya. Salah satu kisah hidupnya yang penting adalah pertunangannya dengan Regina Olsen yang berakhir dengan putusnya hubungan tersebut dengan alasan ia tidak bisa menjalani kehidupan rumah tangga, sebab ia menyadari sebagai manusia dengan misi khusus. 4 ) Rasa prihatin Kiekegaard tehadap nasib ayahnya diungkapkan dalam tulisanya, yaitu sebagai berikut: How terrible about the man who once as alittle boy, while herding the flocks on the heatof Jutland, suffering greatly, in hunger and in want, stood upon a hill and cursed God- and the man was unable to forget it even when he was eighty two years old (J-243) Betapa pahitnya bagi orang ini, yang ketika sebagai anak kecil sedang menggembala dombanya di padang Jutland, dengan 4 ) F. Budi Hardiman (2007), Ibid. hlm penderitaannya yang sangat, dalam kelaparan serta kepapaannya, berdiri di atas bukit dan mengutuk Tuhan- dan orang ini tak pernah melupakan peristiwa itu meskipun usianya telah delapan puluh dua tahun 5 ) Keprihatinan Kiekegaard terhadap nasib ayahnya membuatnya lebih merasakan kedekatannya dengan kematian, sehingga ia harus selalu siap setiap waktu kapan maut dating merenggutnya. Hal ini diungkapkan dalam tulisannya sebagai berikut: I felt the stillness of death grew around whe when I saw in my father, an unhappy man who was to outlive us all, a cross on the tomb of all his hopes. There must be guilt upon the whole family, the punishment of God must be on it; it was to disappear, wiped out by the powerful hand of God Aku merasakan maut tumbuh di sekitar diriku bilamana aku menyaksikan ayahku, seorang yang tak berbahagia dan akan hidup lebih lama dari kami semua, ibarat salib di atas nisan segala harapannya. Niscaya suatu kesalahan telah menjadi tanggungan seluruh keluarga, kami musnah, dihapus dari muka bumi oleh tangan Tuhan yang perkasa 6 ). 5 ) Fuad Hasan (1992), loc.cit. 6 ) Fuad Hasan (1992), Ibid, hlm

4 Beberapa ungkapan kesedihan Kierkegaard atas kenyataan hidup yang dialami keluarganya akhirnya menentukan corak pemikiran eksistensialismenya. Latar belakang sejarah kehidupan Kierkegaard yang diwarnai oleh kesedihan nasib orang tuanya tersebut telah membentuk pribadi Kiekegaard sebagai seorang filosof melankolis yang berpengaruh besar dalam pandangannya yang berbeda dengan pemikiran eksistensialisme lainnya. Eksistensialisme Kierkegaard lebih bersifat religius subjektif. Hal ini dapat dilihat dalam pandangannya tentang 3 tahap perkembangan kehidupan eksistensial individu, yaitu mulai dari tahap estetis, tahap etis dan tahap religius sebagai tahap lompatan iman. B. Latar Belakang Pemikiran Eksistensialisme Kierkegaard Kierkegaard adalah murid Schelling di Berlin yang ikut bersimpati untuk menggempur pemikiran Hegelianisme di Berlin. Kritik Kierkegaard terhadap pemikiran Hegelianisme di Berlin antara lain dipicu oleh praktek keagamaan yaitu Lutherianisme sebagai agama resmi Denmark yang dinilai sangat sekuler dan duniawi. Secara ringkas kritik Kierkegaard terhadap Hegelianisme adalah disebut sebagai kritik atas abstraksionisme. Dengan melukiskan kenyataan sebagai dialektika Roh, Hegel sudah mengabstraksi segala sesuatu menjadi sebuah system abstrak yang meremehkan manusia konkrit atau individu. Hal inilah yang menjadi latar belakang Kierkegaard mengemukakan pandangan eksistensialismenya. 7 ) C. Pokok-Pokok Pemikiran Eksistensialisme Kierkegaard. Kierkegaard adalah filsuf yang memperkenalkan istilah eksistensialisme dalam konteks filsafat abad kontemporer. Kierkegaard menolak asumsi Hegelian bahwa kebenaran adalah totalitas objektif. Menurut dia, kebenaran adalah individu yang bereksistensi. Istilah eksistensi hanya dapat diterapkan pada manusia sebagai individu yang konkrit. Hanya aku yang konkrit yang bereksistensi, maka aku tak bisa direduksi ke realitas-realitas lain, entah sistem ekonomi, ide, masyarakat, dan lain-lain. Bereksistensi bukan berarti hidup menurut pola-pola abstrak dan mekanis, melainkan mengadakan pilihan-pilihan baru secara personal dan subjektif. Dengan kata lain: eksistensi adalah diri autentik yang bertindak, atau sebagai aktor/pelaku kehidupan yang berani, bukan sebagai spectator kehidupanku belaka 8 ). Konsekuensi atas kesadaran eksistensi manusia yang demikian, maka dalam hidup manusia harus berani mengambil keputusan untuk memilih di antara berbagai kemungkinan yang ada dengan penuh tanggung jawab. Manusia bukan hanya sebagai penonton bagi kehidupannya, tetapi sebagai pelaku 7 ) F. Budi Hardiman (2007), Ibid. hlm ) F. Budi Hardiman (2007), Ibid. hlm

5 yang aktif dan dinamis. Manusia tidak hanya larut dalam gerak kehidupan yang membuatnya melupakan tanggung jawabnya atas kehidupannya, baik di dunia ini, maupun tanggung jawab kepada Tuhan sebagai realitas absolute. Secara dialektis, eksistensi digambarkan sebagai perkembangan kehidupan eksistensial individu yang meliputi 3 tahap, yaitu: tahap estetis, tahap etis dan tahap religius. Tahap pertama, yaitu tahap estetis (mengindrai/mencecap) adalah tahap dimana individu diombang-ambingkan oleh dorongan-dorongan indrawi dan emosi-emosinya. Dalam tahap ini, prinsip hidup individu adalah mengejar kenikmatan segera (hedonis). Oleh karena itu, maka norma moral dalam tahap ini tidak cocok, karena akan menghambat pemuasan hasrat individu. Dalam tahap ini individu mudah tertarik pada hal-hal yang bersifat indrawi. Hal yang menjadi ketakutan bagi individu pada tahap ini adalah rasa bosan dan tidak enak.keputusasaan adalah tahap akhir dari eksistensi estetis. Jika ditinjau dari perkembangan pribadi /individu manusia, pada tahap estetis, manusia masih berada pada tahap/level yang sangat rendah, dimana motif yang menggerakkan aktivitasnya sematamata bersifat indrawi dan emosional. Oleh karena itu, maka tujuan aktivitas hidupnya pada tahap ini adalah mengejar kepuasan/hasrat individu. Dalam tahap ini manusia belum bisa menerima norma moral yang dianggap hanya sebagai penghambat dan penghalang baginya untuk mendapatkan kebahagiaan. Pada tahap ini manusia cenderung hedonis. Akibatnya, jika apa yang menjadi keinginan/kehendak dan harapannya ternyata tidak tercapai, maka akan mengalami kekecewaan dan keputusasaan. Dalam kenyataannya, tahap estetis bukan hanya dialami oleh manusia yang belum dewasa secara umur, namun banyak pula manusia dewasa, bahkan orang tua yang tidak berhasil mencapai kematangan mental juga mengalami tahap estetis hingga akhir hidupnya. Tahap kedua, yaitu tahap etis, adalah tahap lompatan kedua, dimana individu harus membuat pilihan bebas, dengan mengenali dan menguasai dirinya. Dalam tahap ini individu menyesuaikan diri dengan norma-norma moral yang berlaku dalam kehidupannya. Namun dalam tahap ini individu masih terkungkung pada dirinya sendiri. Dalam interaksi sosial, tahap etis merupakan tahap penting bagi kehidupan manusia yang berbudaya. Manusia dalam tahap ini sudah memiliki control terhadap perilakunya dalam berhadapan dengan individu yang lain. Segala gerak-gerik manusia dalam tahap ini diawasi oleh kesadaran moralnya agar mempertahankan eksistensinya di tengah masyarakat, meskipun manusia dalam tahap ini belum dapat dikatakan bebas dalam arti moral. Manusia masih merasa terkungkung oleh dirinya sendiri. Dengan kata lain, meskipun manusia telah dapat menerima norma moral yang berfungsi mengatur hidupnya, namun dalam arti 50

6 yang hakiki, manusia dalam tahap ini belum dapat dikatakan bebas. Tahap berikutnya adalah tahap ketiga, yaitu tahap religius/ lompatan iman. Pada tahap ini individu mengakui akan adanya Allah dan munculnya kesadaran diri sebagai pendosa yang membutuhkan pengampunan Allah. Tahap ini merupakan tahap non-rasional. Dalam tahap ini, Allah adalah paradoks absolute, yaitu sebagai suatu relasi yang tak terbatas sebagai dasar pertimbangan manusia dalam mengambil keputusan dalam bertindak, meskipun tidak rasional. 9 ) Dalam hal ini dicontohkan dengan kisah Abraham/Nabi Ibrahim (konteks Islam) yang rela mengorbankan putranya, yaitu Ismail untuk memenuhi perintah Allah. Manusia yang telah memasuki pada tahap ketiga ini, adalah manusia yang dengan pertimbangan non-rasional, yaitu berdasarkan keyakinan yang dimilikinya memilih iman sebagai dasar dalam pengambilan keputusannya untuk bertindak. Sejarah kehidupan manusia telah banyak menulis tentang bagaimana individu-individu yang terpilih sebagai utusan/ wakil Tuhan di bumi berani mengambil keputusan yang secara rasional tidak bisa diterima oleh akal sehat, namun bagi mereka logika yang benar adalah logika Tuhan yang hanya bisa diterima oleh hambanya yang beriman dan menyerahkan dirinya secara total atas kehendak dan keputusan tuhan melalui firman-nya. Contoh: Sejarah 9 ) F. Budi Hardiman (2007), Ibid. hlm para Nabi, misalnya Nabi Ibrahim (Kristen: Abraham) yang merupakan bukti akan kenyataan ini. Ketika Nabi Ibrahim disperintahkan untuk menyembelih putranya (perspektif Islam/Al-Qur an: Isma il), untuk dipersembahkan kepada Tuhan sebagai bukti kebesaran cinta seorang hamba kepada Tuhan Sang Pencipta, maka tanpa ragu, perintah tersebut segera dilaksanakan dengan ikhlas. Walaupun dalam sejarah Islam, akhirnya putra Ibrahim (Isma il) yang hendak disembelih, tiba-tiba telah berubah menjadi seekor domba. Kisah ini diabadikan dengan peringatan Hari Raya Qurban (Idul Adha) dan menjadi ajaran bagi umat Muhammad, sebagai Nabi berikutnya (Nabi akhir Zaman) untuk mengikuti jejaknya setiap tahun agar rela ber-qurban (memotong hewan Qurban bagi yang mampu) semata-mata karena Allah. Dengan demikian, tahap lompatan iman (religius) ini tidak hanya bisa diikuti oleh para Nabi, melainkan oleh pengikutnya yang ingin memperoleh kebahagiaan yang hakiki, baik di dunia, maupun kebahagiaan yang abadi di hadapan Tuhan sebagai realitas absolute menurut pandangan eksistensialisme Soren Kierkegaard. Menurut pandangan Kierkegaard, keotentikan hidup manusia sebagai subyek atau aku baru akan tercapai kalau individu dengan mata tertutup, lompat dan meleburkan diri di dalam realitas Tuhan. Lompatan dari tahap etis ke tahap religius jauh lebih sulit dan sublime dari pada lompatan dari tahap estetis ke tahap etis. Karena, jika kita hendak melompat dari tahap estetis ke tahap etis, maka kita secara 51

7 rasional bisa mempertimbangkan segala resiko yang akan kita terima. Berbeda dengan lompatan dari tahap etis ke tahap religius (iman) yang hamper-hampir tak ada pertimbangan rasional, melainkan secara bulat (total) manusia dengan bekal iman yang dimiliki pasrah dan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan sebagai realitas absolut, sebagai Pencipta seluruh realitas yang ada. Dalam hal ini yang dibutuhkan hanyalah keyakinan subjektif yang berlandaskan pada iman. 10 Perbedaan lain dari lompatan tahap etis ke tahap religius dengan lompatan tahap estetis ke tahap etis adalah pada masalah obyektivitas dan subyektivitas nilai. Nilai-nilai kemanusiaan pada tahap etis masih bersifat objektif (universal), sehingga ada rujukan yang bisa diterima, baik secara rasio, maupun common sense. Sebaliknya, pada tahap lompatan iman /religius, nilai-nilai religius bersifat murni subjektif, sehingga seringkali sulit diterima akal sehat. Oleh karena itu kadang-kadang perilaku manusia religius sering dicap tidak masuk akal (gila). Hidup dalam realitas Tuhan adalah hidup dalam subyektivitas transenden, tanpa rasionalisasi terhadap eksistensi nilainilai etis /kemanusiaan yang bersifat universal dan tanpa ikatan pada sesuatu yang bersifat duniawi atau mundane. 11 Kisah Ibrahim di atas, oleh Kierkegaard dianggap sebagai contoh 10 Zaenal Abidin, 2000, Filsafat Manusia (Memahami Manusia Melalui Filsafat), hlm Ibid. Hlm kasus manusia religius ideal yang memiliki keyakinan subjektif (iman) secara total. Dalam keyakinan Ibrahim, jika ia tidak melaksanakan perintah Tuhan, maka ia justru merasa berdosa. Hal ini berbeda dengan penilaian masyarakat yang bersumber pada nilai kemanusiaan yang bersifat universal. Penafsiran Kierkegaard terhadap beberapa kisah manusia religius ideal akhirnya mempengaruhi pula terhadap pandangannya tentang hakekat manusia dalam memandang norma moral bagi kehidupan individu. Bagi manusia pada umumnya memandang hakekat nilai moral bersifat universal dan rasional, sehingga harus menjadi pedoman bagi hidupnya. Berbeda dengan Kierkegaard yang memandang bahwa bagi manusia religius ideal, hakekat norma moral adalah apa yang menjadi perintah dan ketentuan Tuhan. Dengan kata lain, ada sifat subjektif dalam norma moral religius. Hal ini karena kehidupan manusia religius berhubungan dengan realitas Tuhan yang bersifat transenden, tidak terikat oleh aturan dan rasio manusia. D. Pengaruh Pandangan Eksistensialisme Kierkegaard Tentang Hakekat Manusia. Pandangan eksistensialisme Kierkegaard tentang hakekat manusia memberikan inspirasi bagi pemikiran eksistensialisme Martin Heidegger. Namun terdapat pebedaan yang mendasar dalam memandang segi keaslian dari eksistensi manusia. 52

8 Bagi Heidegger, tahap lompatan iman dianggap bukan hal yang otentik dari eksistensi manusia. Heidegger justru berpandangan sebaliknya, yaitu bahwa sesuatu yang bersifat asli (primordial) dari eksistensi manusia adalah sebagai berikut: Elemen-elemen eksistensial manusia (Dasein) antara lain meliputi : rasa takut, pemahaman, penafsiran, keingintahuan, kedwiartian, atau kejatuhan. Apa yang dilakukan oleh Heidegger untuk menyingkap mistik keseharian, secara singkat dijelaskan dengan sikap fundamental /purba dan total terhadap Ada -nya yang disebut Sorge. Sikap ini merupakan strutur total Ada dasein yang merangkum segala ketersituasiannya, baik ontis, maupun ontologis. Manusia tanpa Sorge, bukanlah manusia, tetapi manusia macam itu tentu tidak ada. Sorge dirumuskan dalam satu kata panjang yang diucapkan dalam satu kata, yaitu : Sich-vorweg-schon-sein in-(der-welt-) als Sein-bei (innerweltlich begegnendem Seinden). Sorge meliputi 3 arti, yaitu: (1) sich vorweg berarti mendahului, ini merupakan elemen eksistensialitas Dasein; (2) schon sein in der Welt berarti sudah ada di dalam dunia, dan ini faktisitas Dasein; (3) Sein bei innerweltlich begegnendem Seienden berarti bermukim pada entitas yang dijumpai di dunia ini, dan inilah kejatuhan Dasein. Dengan demikian terdapat 3 unsur Sorge, yaitu : mengantisipasi masa depan (eksistensialitas), terlempar di dunia (faktisitas), dan larut dalam keseharian (kejatuhan). Semuanya berada secara serentak, karena keterlemparan, antisipasi dan kelarutan utuh menjadi satu dalam sikap yang paling mendasar sebagai manusia. Secara ringkas, Sorge adalah drama Dasein sebagai Ada di-dalamdunia.satu hal yang juga tak terelakkan dari antisipasi masa depan adalah kematian. Dengan demikian Sorge ada karena manusia ada begitu saja, larut dalam kelupaan akan Ada dan ada menuju akhir (kematian). Jika Sorge tidak ada, maka seluruh makna dan pemaknaan hidup Dasein juga sirna. Merenungkan kematian berarti merenungkan kehidupan itu sendiri. Renungan tentang kematian ini dalam karya Heidegger tentang Sein und Zeit merupakan inti dari makna hidup manusia yang bersifat menjadi (temporer) dalam arti selama ia mengada, maka realitasnya belum selesai. Akhir dari dinamika Dasein (manusia) adalah kematian. Renungan ini penting sebagai antisipasi terhadap eksistensi manusia agar menjadi jati dirinya, sehingga tidak terus menerus larut dalam keseharian yang melupakan Ada -nya, namun terkadang terbelenggu dalam kegelisahan dan kecemasan sekaligus untuk menuju kebebasan eksistensial 12 ) Dalam ilustrasi berikut dapat dilihat bagaimana manusia secara eksistensial, mau tidak mau berada dalam 3 kondisi sekaligus yang akhirnya harus menyadari bahwa eksistensinya menuju ketiadaan (kematian). Manusia berada dalam 12 ) Budi Hardiman (2003), Heidegger dan Mistik Keseharian,hlm

9 faktisitas dan situasi-kondisi yang tak terelakkan. Inilah pemahaman eksistensialisme Heidegger terhadap makna hidup manusia. Mensikapi fakta tersebut ada kalanya manusia menunjukkan keaslian esensi dirinya, namun sering kali terbenam dalam pendapat dan obrolan umum yang melupakan kepastian bahwa dirinya akan mati. Di sinilah perbedaan sikap Heidegger dengan Kierkegaard terhadap eksistensi manusia yang sebenarnya. Bagi Kierkegaard manusia bisa melompat ke tahap religius untuk melampaui eksistensinya, yaitu menyerahkan diri kepada Tuhan sebagai paradoks absolut. Demikianlah pengaruh pemikiran Kierkegaard bagi Heidegger tentang hakekat eksistensi manusia yang sesungguhnya. Kedua filsuf tersebut berbeda corak eksistensialismenya, antara lain disebabkan oleh latar belakang kehidupan mereka masing-masing. Heidegger lebih banyak berkiprah dalam dunia politik, sehingga hal tersebut juga mempengaruhi pandangannya tentang keberadaan manusia dalam masyarakat. Oleh Heidegger hal tersebut dianggap sebagai eksistensi dirinya sebagai manusia, yaitu bahwa manusia adalahmakhluk sosial; manusia adalah produk dari budaya masyarakatnya. Keadaan tersebut dianggap sebagai faktisitas /keterlemparan manusia yang tak terelakkan. Hal ini yang membedakan corak pemikirannya dengan Kiekegaard. Bagi Kiekegaard, manusia masih bisa memilih di antara berbagai alternatif dalam memilih jalan hidup yang dikehendaki, meskipun disadari pula bahwa keberadannya di dunia sangat ditentukan oleh Tuhan sebagai realitas transenden. Sikap Kiekegaard terhadap hal ini mempengaruhinya dalam memandang kematian. Bagi Kierkegaard, kematian adalah hal yang sewaktuwaktu pasti terjadi dan merenggut eksistensi manusia. Oleh karena itu manusia harus selalu siap menghadapinya dengan meleburkan diri hidup dalam realitas Tuhan sebagai realitas Transenden yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Dengan demikian tak perlu terlalu cemas dan takut menghadapi kematian, sebagaimana yang dialami oleh Heidegger, sebagaimana diuraikan di atas. E. Kesimpulan Pandangan tentang hakekat manusia menurut eksistensialisme Kierkegaard memberikan sumbangan pemikiran yang berharga bagi kehidupan manusia yang ingin mendapatkan ketenangan hidup dalam menghadapi berbagai problema yang tak terpecahkan oleh rasio manusia. Hal ini karena di balik realitas hidup manusia, masih ada realitas lain yang bersifat transenden, yaitu Tuhan. Agar manusia dapat mempoeroleh ketenangan hidup, manusia harus meleburkan diri ke dalam realitas transenden tersebut dengan cara hidup mengikuti aturan dan perintah Tuhan, menyerahkan diri secara total, sehingga kapanpun maut datang menjemput, manusia tidak perlu terlalu cemas dan takut. 54

10 Daftar Pustaka : Budi Hardiman, F., (2003), Heidegger dan Mistik Keseharian, Suatu Pengantar Menuju Sein und Zeit, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Budi Hardiman, F., (2007), Filsafat Modern, Dari Machiavelli sampai Nietsche, PT. gramedia, Jakarta. Bertens, K., (2002), Filsafat Barat Kontemporer, Inggris-Jerman, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakrta. Munir, Misnal (2008), Aliran-Aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer, Penerbit Lima, Yogyakarta. Martin, Vincent, O.P., (2003), Filsafat Eksistensialisme, Kierkegaard, Sartre, Camus, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Russel, Bertrand (2007), Sejarah Filsafat Barat, Penerjemah: Sigit Jatmiko & Agung Prihantoro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Bernard Delfgaauw (2001), Filsafat abad 20. Alih Bahasa : Soejono Soemargono, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta. Fuad Hasan (1992), Berkenalan Dengan Eksistensialisme, PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta. Grodin, Jean., (2008), Sejarah Hermeneutik, dari Plato sampai Gadamer, Penerjemah: Inyiak Ridwan Muzir, Ar- Ruzz Media, Yogyakarta Lemay,Eric & A.Pitts., Jenniver dg Ilustrasi oleh Paul Gordon (2005), Heidegger Untuk Pemula, Kanisius, Yogyakarta.. Hadiwijono, Harun., (2005), Sari Sejarah filsafat Barat 2, Kanisius, Yogyakarta. 55

RUANG KAJIAN HAKIKAT HIDUP MANUSIA DALAM KONSEP RUANG DAN WAKTU MENURUT FILSAFAT EKSISTENSIALISME HEIDEGGER. Oleh : Fadhillah.

RUANG KAJIAN HAKIKAT HIDUP MANUSIA DALAM KONSEP RUANG DAN WAKTU MENURUT FILSAFAT EKSISTENSIALISME HEIDEGGER. Oleh : Fadhillah. RUANG KAJIAN HAKIKAT HIDUP MANUSIA DALAM KONSEP RUANG DAN WAKTU MENURUT FILSAFAT EKSISTENSIALISME HEIDEGGER Oleh : Fadhillah Abstract Human s essence cannot be separated from the essence of existence in

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Eksistensi Soren Kierkegaard Eksistensialisme secara etimologi yakni berasal dari kata eksistensi, dari bahasa latin existere yang berarti muncul, ada, timbul, memilih keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang ditampilkan di luar tidak ditopang dengan penghayatan hidup yang dipilihnya. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

Filsafat Kierkegaard Oleh: Nina Amelia*)

Filsafat Kierkegaard Oleh: Nina Amelia*) Filsafat Kierkegaard Oleh: Nina Amelia*) Kierkegaard dikenal menentang filsafat yang bercorak sistematis, karena menurutnya, filsafat tidak merupakan suatu sistem, tetapi suatu pengekspresian eksistensi

Lebih terperinci

Filsafat Kematian Heidegger

Filsafat Kematian Heidegger 1 Filsafat Kematian Heidegger F. Budi Hardiman ECF 13 Oktober 2015 Renungan tentang kematian terletak di jantung Sein und Zeit. Sebagai keseluruhan dari keseluruhan struktur Dasein, Sorge merupakan suatu

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik yang berakal maupun yang tidak berakal. Salah satu diantara makhluk-nya memiliki struktur susunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Permasalahan Jean Paul Sartre seorang filsuf eksistensialis dari Perancis mengatakan bahwa manusia dilahirkan begitu saja ke dalam dunia ini, dan ia harus segera menanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya

Lebih terperinci

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi Modul ke: 11Fakultas PSIKOLOGI Kematian Shely Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Kematian merupakan salah satu soal paling penting dari eksistensialitas manusia, dimana manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi

BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman modern adalah zaman dimana manusia dikembalikan kepada kemampuan dan keperkasaan dirinya sendiri. Manusia diletakkan didalam pusat seluruh tata kenyataan di bumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI Modul ke: FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Defenisi Eksistensialisme Secara etimologis eksistensialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang

Lebih terperinci

PENGORBANAN Oleh Nurcholish Madjid

PENGORBANAN Oleh Nurcholish Madjid MUSYAWARAH DAN PARTISIPASI PENGORBANAN Oleh Nurcholish Madjid Salah satu kebenaran pokok dalam kehidupan adalah bahwa setiap keberhasilan senantiasa menuntut semangat pengorbanan. Tanpa semangat itu, keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dilihat dari sudut pandang spiritual, dunia ini terbagi ke dalam dua karakter kehidupan spiritual, yaitu: Bangsa-bangsa barat yang sekuler dalam arti memisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman modern sangat sulit untuk menemukan sebuah kehadiran dan relasi yang bermakna. Karena, perjumpaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP Manusia dalam kehidupannya adalah manusia yang hidup dalam sebuah institusi. Institusi yang merupakan wujud implementasi kehidupan sosial manusia. Di mana pun keberadaannya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB V. FILSAFAT EKSISTENSIALISME DAN FENOMENOLOGI (Bahan Pertemuan Ke-6)

BAB V. FILSAFAT EKSISTENSIALISME DAN FENOMENOLOGI (Bahan Pertemuan Ke-6) BAB V FILSAFAT EKSISTENSIALISME DAN FENOMENOLOGI (Bahan Pertemuan Ke-6) Eksistensialisme dan fenomenologi merupakan dua gerakan yang sangat erat dan menunjukkan pemberontakan terhadap metoda-metoda dan

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci

Filsafat Manusia. Sosialitas Manusia. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 03Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Filsafat Manusia. Sosialitas Manusia. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 03Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 03Fakultas Shely PSIKOLOGI Filsafat Manusia Sosialitas Manusia Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Membahas mengenai sosialitas manusia menurut pemikiran filsuf mengenai

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi. Nama Mata Kuliah Modul ke: Filsafat Manusia Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id EKSISTENSIALISME Template Modul https://www.youtube.com/watch?v=3fvwtuojuso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kelam kehidupan manusia pernah dialami di dunia barat hingga mendapat sebuatan dark age 1. Kebebasan di dunia barat pernah mendapat belenggu yang teramat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan 344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka

Lebih terperinci

HAKEKAT DAN MAKNA TEKNOLOGI BAGI KEBERADAAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HEIDEGGER

HAKEKAT DAN MAKNA TEKNOLOGI BAGI KEBERADAAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HEIDEGGER RUANG KAJIAN HAKEKAT DAN MAKNA TEKNOLOGI BAGI KEBERADAAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HEIDEGGER Fadhilah Abstrak Perkembangan teknologi dalam 10 tahun terakhir menunjukkan berbagai fenomena yang secara esensial

Lebih terperinci

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim Jika Tuhan itu ada, Mahabaik, dan Mahakuasa, maka mengapa membiarkan datangnya kejahatan?

Lebih terperinci

Hari Raya Korban? (Idul Adha)

Hari Raya Korban? (Idul Adha) Hari Raya Korban? (Idul Adha) Ini merupakan cerita yang terkenal pada saat Allah bertanya pada Abraham untuk mengorbankan anaknya. Juga merupakan cerita seorang anak muda yang dihukum mati oleh Tuhan.

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios Generasi Santun Buku 1A Timothy Athanasios Teori Nilai PENDAHULUAN Seorang pendidik terpanggil untuk turut mengambil bagian dalam menumbuhkembangkan manusia Indonesia yang utuh, berakhlak suci, dan berbudi

Lebih terperinci

Hari Raya Korban? Hari Raya Korban? (Idul Adha) (Idul Adha) Yesus menyatakan:

Hari Raya Korban? Hari Raya Korban? (Idul Adha) (Idul Adha) Yesus menyatakan: Yesus menyatakan: Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata

Lebih terperinci

BAYI NATAL. Oleh Pdt. Dr. Stephen Tong. Yesaya 9:5-6

BAYI NATAL. Oleh Pdt. Dr. Stephen Tong. Yesaya 9:5-6 BAYI NATAL Oleh Pdt. Dr. Stephen Tong Yesaya 9:5-6 Sebab setiap sepatu tentara yang berderap-derap dan setiap jubah yang berlumuran darah akan menjadi umpan api. Sebab seorang anak telah lahir untuk kita,

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain.

FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain. Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah, MA Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia هللا Wahyu كونية قولية Para Rasul Alam Akal Manusia Aktivitas Kehidupan 1 pg. Filsafat Islam Problem Tuhan berpisah dengan alam Tuhan bersatu

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

Matematika Pernikahan

Matematika Pernikahan Matematika Pernikahan Pernikahan adalah karunia terpenting yang diberikan kepada umat manusia selama seminggu masa Penciptaan. Setelah menciptakan dunia yang sempurna, dilengkapi dengan segala yang diperlukan

Lebih terperinci

Level 3 Pelajaran 10

Level 3 Pelajaran 10 Level 3 Pelajaran 10 TIDAK ADA LAGI KESADARAN AKAN DOSA Oleh Don Krow Pada suatu hari, seorang pria mabuk masuk kedalam mobilnya, melajukan kendaraannya ke arah yang salah, dan menabrak secara frontal

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

Filsafat Eksistensialisme: Telaah Ajaran dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan di Indonesia

Filsafat Eksistensialisme: Telaah Ajaran dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan di Indonesia Filsafat Eksistensialisme: Telaah Ajaran dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan di Indonesia Mahmudah *) *) Penulis adalah Doktoranda (Dra.), Magister Pendidikan Islam (M.Pd.I.), dosen tetap Jurusan

Lebih terperinci

Ellen White & Tes Kesempurnaan yang Salah

Ellen White & Tes Kesempurnaan yang Salah Ellen White & Tes Kesempurnaan yang Salah Orang-orang yang percaya pada pelayanan Ellen G. White sebagai seorang nabi sejati, seringkali menjadi yang paling sulit untuk menerima Sabat lunar. Alasannya

Lebih terperinci

TANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN

TANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN TANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN Oleh Nurcholish Madjid Agama merupakan suatu cara manusia menemukan makna hidup dan dunia yang menjadi lingkungannya. Tapi, hidup kita dan ling kungan abad modern

Lebih terperinci

EFEK KESEHARIAN TAKWA

EFEK KESEHARIAN TAKWA c Menghormati Kemanusiaan d EFEK KESEHARIAN TAKWA Oleh Nurcholish Madjid Hadirin sidang Jumat yang terhormat. Dalam rangka memahami takwa lebih lanjut, saya ingin mengemukakan efek takwa dalam kehidupan

Lebih terperinci

Haji adalah wujud ketundukan seorang Muslim kepada Rabb-nya secara sempurna.

Haji adalah wujud ketundukan seorang Muslim kepada Rabb-nya secara sempurna. Haji adalah wujud ketundukan seorang Muslim kepada Rabb-nya secara sempurna. Lebih dari 3 juta kaum Muslimin dari seluruh penjuru dunia berkumpul di Padang Arafah, 9 Dzulhijjah 1434 H/15 Oktober 2013 untuk

Lebih terperinci

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios Generasi Santun Buku 1B Timothy Athanasios Teori Nilai PENDAHULUAN Seorang pendidik terpanggil untuk turut mengambil bagian dalam menumbuhkembangkan manusia Indonesia yang utuh, berakhlak suci, dan berbudi

Lebih terperinci

QADLA DAN QADAR. Oleh : Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. Penterjemah: A.Q. Khalid

QADLA DAN QADAR. Oleh : Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. Penterjemah: A.Q. Khalid QADLA DAN QADAR Oleh : Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. Penterjemah: A.Q. Khalid Berikut ini adalah kompilasi dari nukilan yang diambil dari Malfuzat yang berkaitan tentang takdir dan nasib manusia. Kumpulan

Lebih terperinci

Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri

Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri Mungkin kelihatannya lebih mudah untuk mengandalkan beberapa ayat Alkitab yang kita gemari untuk membimbing dan menguatkan kita secara rohani. Akan tetapi, kita

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

TEOLOGI SOSIAL : Telaah Pemikiran Hassan Hanafi

TEOLOGI SOSIAL : Telaah Pemikiran Hassan Hanafi TEOLOGI SOSIAL : Telaah Pemikiran Hassan Hanafi i ii TEOLOGI SOSIAL: Telaah Pemikiran Hassan Hanafi TEOLOGI SOSIAL : Telaah Pemikiran Hassan Hanafi iii iv TEOLOGI SOSIAL: Telaah Pemikiran Hassan Hanafi

Lebih terperinci

BAB II EKSISTENSI MANUSIA MENURUT SOREN KIERKEGAARD

BAB II EKSISTENSI MANUSIA MENURUT SOREN KIERKEGAARD BAB II EKSISTENSI MANUSIA MENURUT SOREN KIERKEGAARD A. Biografi Soren Kierkegaard Soren Kierkegaard merupakan filosof Barat yang di kenal sebagai pelopor pertama dan terpenting dalam eksistensialisme.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini mempunyai nilai keindahan. Nilai keindahan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang menjadi

Lebih terperinci

God s Divine Favor 4 Anugerah Tuhan yang Ajaib 4 DIVINE INTERVENTION INTERVENSI (CAMPUR TANGAN TUHAN) YANG AJAIB

God s Divine Favor 4 Anugerah Tuhan yang Ajaib 4 DIVINE INTERVENTION INTERVENSI (CAMPUR TANGAN TUHAN) YANG AJAIB God s Divine Favor 4 Anugerah Tuhan yang Ajaib 4 DIVINE INTERVENTION INTERVENSI (CAMPUR TANGAN TUHAN) YANG AJAIB PEMBUKAAN: Hari ini kita akan melanjutkan seri kotbah Natal berjudul God s Divine Favor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Teknologi merupakan bagian dari kehidupan manusia yang memiliki tempat dan peranan yang sangat penting. Teknologi bahkan membantu memecahkan persoalan manusia.

Lebih terperinci

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan Subjudul Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. Sesuatu yang didapat

Lebih terperinci

Santo Yohanes Rasul adalah orang yang sejak semula boleh mengalami kasih Yesus secara istimewa.

Santo Yohanes Rasul adalah orang yang sejak semula boleh mengalami kasih Yesus secara istimewa. 1. Allah, Sumber Segala Kasih Santo Yohanes Rasul adalah orang yang sejak semula boleh mengalami kasih Yesus secara istimewa. Pada perjamuan malam ia boleh duduk dekat Yesus dan bersandar dekat dengan

Lebih terperinci

Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu

Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu CATATAN: Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu Makalah ini saya peroleh dari http://bisikanpena.wordpress.com/2010/10/08/suatu-pengantar-untukmemahami-filsafat-ilmu/. Isinya cukup baik untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PRAGMATISME Dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan zaman pada masa modern ini banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan zaman pada masa modern ini banyak sekali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman pada masa modern ini banyak sekali tontonan baik dimedia massa ataupun dalam kehidupan nyata yang telah menghancurkan tatanan kejiwaan

Lebih terperinci

KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA

KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA c Demokrasi Lewat Bacaan d KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA Oleh Nurcholish Madjid Kemarin, 28 Maret 1999, umat Islam merayakan hari raya Idul Adha 1419 H, yang merupakan perayaan pengingatan kembali (sebuah

Lebih terperinci

MENGATASI KEMURUNGAN DAN MENERIMA KEDAMAIAN & SUKACITA

MENGATASI KEMURUNGAN DAN MENERIMA KEDAMAIAN & SUKACITA MENGATASI KEMURUNGAN DAN MENERIMA KEDAMAIAN & SUKACITA 1. TUHAN YESUS, di dalam Matius 6:33, Roma 14:17 dan Markus 16: 17 Engkau perintahkan (mengarahkan) kepadaku untuk mencari Kerajaan Tuhan iaitu kebenaran,

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Allah Menguji Kasih Abraham

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Allah Menguji Kasih Abraham Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Allah Menguji Kasih Abraham Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : Byron Unger dan Lazarus Disadur oleh: M. Maillot dan

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Allah Menguji Kasih Abraham

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Allah Menguji Kasih Abraham Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Allah Menguji Kasih Abraham Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : Byron Unger dan Lazarus Disadur oleh: M. Maillot dan

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3 342 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab demi bab di atas, maka dapat penulis simpulkan: 1. Metafisika merupakan proto philosophy atau filsafat utama yang membahas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia.

Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia. Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #1 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #1 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

Spiritual Hunger 2 - Kelaparan Roh 2 Center of Attention - Pusat Perhatian

Spiritual Hunger 2 - Kelaparan Roh 2 Center of Attention - Pusat Perhatian Spiritual Hunger 2 - Kelaparan Roh 2 Center of Attention - Pusat Perhatian PEMBUKAAN: Hari ini kita akan melanjutkan seri khotbah Spiritual Hunger. Minggu lalu saya membagikan peranan Desire/Keinginan,

Lebih terperinci

Menemukan Rasa Aman Sejati

Menemukan Rasa Aman Sejati Modul 11: Menemukan Rasa Aman Sejati Menemukan Rasa Aman Sejati Diterjemahkan dari Out of Darkness into Light Wholeness Prayer Basic Modules 2014, 2007, 2005, 2004 Freedom for the Captives Ministries Semua

Lebih terperinci

INJIL YESUS KRISTUS BAGI DUNIA. melainkan beroleh hidup yang kekal Yohanes 3:16. (Bahasa Indonesian)

INJIL YESUS KRISTUS BAGI DUNIA. melainkan beroleh hidup yang kekal Yohanes 3:16. (Bahasa Indonesian) (Bahasa Indonesian) INJIL BAGI DUNIA Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-nya tidak binasa, melainkan

Lebih terperinci

Revelation 11, Study No. 37 in Indonesian Langguage. Seri kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No. 37, oleh Chris McCann

Revelation 11, Study No. 37 in Indonesian Langguage. Seri kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No. 37, oleh Chris McCann Revelation 11, Study No. 37 in Indonesian Langguage Seri kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No. 37, oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pemahaman Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang 152 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang makna hidup pada pekerja seks komersial (PSK), diperoleh bahwa : a. The Freedom

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS

BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS xviii BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS Pengantar Pada tulisan ini, eksistensialisme religius menjadi konsep kunci sebelum sepenuhnya bergulat dalam konsep-konsep selanjutnya. Bab ini akan menghantarkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang 220 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa krisis spiritual manusia modern dalam perspektif filsafat Perennial Huston Smith dapat dilihat dalam tiga

Lebih terperinci

PENGAKUAN IMAN RASULI. Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta langit dan bumi

PENGAKUAN IMAN RASULI. Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta langit dan bumi PENGAKUAN IMAN RASULI Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta langit dan bumi Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya yang tunggal,tuhan kita Yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak

Lebih terperinci

I Pendahuluan. Proses Usaha. Doa. Peluang

I Pendahuluan. Proses Usaha. Doa. Peluang I Pendahuluan Proses Usaha Doa Motivasi Usaha Gap Sukses Langsung /Sukses tertunda Feedback Gap Peluang Tuhan mewajibkan kepada setiap hamba-nya untuk selalu berusaha tidak hanya berdoa dan beribadah sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

Mengenal-Nya karena Anugerah

Mengenal-Nya karena Anugerah HARI KE-1 Mengenal-Nya karena Anugerah Galatia 4:9 Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah... Sebelum saya menjelaskan tentang ayat ini, izinkanlah saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

5. Kisah-kisah dan Sejarah 5.4 Nabi Hud AS.

5. Kisah-kisah dan Sejarah 5.4 Nabi Hud AS. 5.4.1 Nabi Hud AS. dan Kaum Ad Kaum Ad bertempat di daerah Al-Ahqaf terletak di antara Yaman dan Oman dengan ibukota Iram dan termasuk suku yang tertua sesudah kaum Nabi Nuh serta terkenal dengan kekuatan

Lebih terperinci

Filsafat eksistensialisme

Filsafat eksistensialisme Filsafat eksistensialisme Sejarah munculnya eksistensialisme Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger (1889-1976) Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar

Lebih terperinci

EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN. Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum

EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN. Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum MAKNA FILOSOFI Kata filosofi berasal dari perkataan yunani philos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan) dan berarti cinta kebijaksanaan. Filosofi

Lebih terperinci

APAKAH FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN ITU?

APAKAH FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN ITU? APAKAH FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN ITU? Ilmu hanyalah spekulasi yang bersifat sementara. Fokus pembahasan Filsafat ilmu pada metoda dan dalam hubungannya dengan substansi. BAGAIMANA BERFILSAFAT DIMULAI?

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Teori Hermeneutik dan Perkembangannya

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Teori Hermeneutik dan Perkembangannya 13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Hermeneutik dan Perkembangannya Hermeneutik didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dalam menginterpretasi sesuatu. 24 Sesungguhnya hermeneutik kita terapkan dalam kehidupan

Lebih terperinci

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin A. Pendahuluan TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM --------------------------------------------------------------------- Oleh : Fahrudin Tujuan agama Islam diturunkan Allah kepada manusia melalui utusan-nya

Lebih terperinci

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Kematian Manusia Kematian merupakan batas historisitas manusia yang telah dimengerti

Lebih terperinci

Misiologi David Bosch

Misiologi David Bosch Misiologi David Bosch Definisi Sementara Misi. 1. Iman Kristen bersifat misioner, atau menyangkali dirinya sendiri. Berpegang pada suatu penyingkapan yang besar dari kebenaran puncak yang dipercayai penting

Lebih terperinci

Bagaimana Berjalan Dalam Roh Bagian ke-3

Bagaimana Berjalan Dalam Roh Bagian ke-3 Bagaimana Berjalan Dalam Roh Bagian ke-3 Pengantar Dalam dua bagian pertama pelajaran ini, kita telah belajar pentingnya menerima Roh Kudus, membaca Alkitab, dan berkembang di mana kita ditanamkan. Dalam

Lebih terperinci

Apakah Allah Mengharapkan Terlalu Banyak?

Apakah Allah Mengharapkan Terlalu Banyak? Apakah Allah Mengharapkan Terlalu Banyak?... Rencana-Nya begitu besar! Sam berumur tujuh belas tahun dan untuk pertama kalinya ia jauh dari rumah. Di kota kelahirannya dia telah menyelesaikan sekolah dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karya sastra tidak akan terlepas dari imajinasi pengarang. Karya sastra merupakan sebuah ciptaan yang disampaikan secara komunikatif untuk tujuan estetika

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (4/6)

Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus adalah Juru Selamat dan Tuhan Kode Pelajaran : SYK-P04 Pelajaran 04 - YESUS ADALAH JURU SELAMAT DAN TUHAN DAFTAR

Lebih terperinci

THE YEAR OF FAVOR #5 TAHUN PERKENANAN #5 GOD S PURPOSE FOR FAVOR TUJUAN TUHAN MEMBERIKAN FAVOR

THE YEAR OF FAVOR #5 TAHUN PERKENANAN #5 GOD S PURPOSE FOR FAVOR TUJUAN TUHAN MEMBERIKAN FAVOR THE YEAR OF FAVOR #5 TAHUN PERKENANAN #5 GOD S PURPOSE FOR FAVOR TUJUAN TUHAN MEMBERIKAN FAVOR PEMBUKAAN: Hari ini saya ingin membagikan sebuah Firman Tuhan tentang God s Purpose for Favor atau Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tak dapat dielakkan jika manusia dalam kehidupannya selalu memiliki keinginan yang kuat akan suatu hal. Inilah yang kita kenal sebagai hasrat. Suatu dorongan

Lebih terperinci

Kesalehan Ayub (Ayub 1-2) Ev. Bakti Anugrah, M.A.

Kesalehan Ayub (Ayub 1-2) Ev. Bakti Anugrah, M.A. Kesalehan Ayub (Ayub 1-2) Ev. Bakti Anugrah, M.A. Kesalehan menjadi sesuatu yang langka di zaman kita. Barang langka cenderung menjadi mahal atau dianggap aneh. Seorang yang saleh itu dapat menjadi aneh

Lebih terperinci