MASALAH ASCARIASIS PADA AYAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MASALAH ASCARIASIS PADA AYAM"

Transkripsi

1 MASALAH ASCARIASIS PADA AYAM BERIAJAYA 1, ENY MARTINDAH 2 dan IMAS SRI NURHAYATI 2 1 Balai Besar Penelitian Veteriner Jl. RE. Martadinata No 30 Bogor 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Pajajaran Kav E - 59 Bogor ABSTRAK Ascariasis adalah penyakit cacing yang menyerang unggas dan disebabkan oleh Ascaridia galli. Cacing ini terdapat di usus dan duodenum hewan unggas. Pada ternak ayam sering menyerang baik tipe pedaging maupun tipe petelur, sedangkan pada ayam buras kemungkinan tertular lebih besar karena sistem pemeliharaan yang bebas berkeliaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi cacing A. galli diantaranya adalah umur, jenis ayam, dosis infeksi, tipe kandang, nutrisi, sistem pemeliharaan dan cuaca. Untuk melakukan pencegahan terhadap cacing ini maka harus diketahui faktor yang mempengaruhi infeksi tersebut. Unggas muda harus dipisahkan dari unggas dewasa dan tempat unggas berkeliaran harus mempunyai saluran air yang baik sehingga tidak terjadi penumpukan cairan di tanah dan tanah tidak menjadi lembab. Tempat unggas dilepas harus sering dirotasi. Secara periodik litter di tempat pakan dan minum harus sering dicampur dengan litter yang kering dari tempat lain. Infeksi yang berat dari cacing A. galli umumnya terjadi pada kandang litter yang dalam dan sangat lembab. Setiap akan memasukkan ayam baru dalam kandang litter, maka litter harus dibiarkan selama beberapa hari untuk penyuci hamaan dan pemanasan sehingga diharapkan litter menjadi kering dan telur yang mengandung larva infektif juga ikut mati. Secara berkala obat cacing dapat diberikan tergantung derajat infeksinya. Kata kunci: Ascaridia galli, unggas, litter PENDAHULUAN Komoditas ternak unggas memegang peranan yang sangat penting dalam penyediaan protein hewani di Indonesia. Pada tahun 2004 produksi daging unggas diperkirakan mencapai 1.164,40 ribu ton akan memberi kontribusi sebanyak 60,29 persen terhadap produksi daging secara nasional. Ayang pedaging merupakan produsen utama daging unggas yaitu mencapai 67,04 persen disusul berturutturut ayam kampung, ayam petelur yang sudah diafkir dan itik sebesar 27,01; 4,04 dan 1,91 persen. Selain itu unggas juga memberi kontribusi yang sangat berguna dalam bentuk telur. Produksi telur pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 666,40 ribu ton akan memberi kontribusi sebanyak 63,38 persen dari total produksi telur secara nasional yaitu mencapai 1051,40 ribu ton (DEPTAN, 2004). Ascariasis adalah penyakit cacing yang menyerang unggas dan disebabkan oleh cacing Ascaridia galli (SCHRANK, 1788) dengan sinonim A. lineata, A. perspicillum. Cacing ini terdapat di usus dan duodenum semua jenis unggas, Guinea fowl, Turkey, angsa dan beberapa jenis burung liar di semua bagian di dunia. Unggas ini kemungkinan tertular cacing ascariasis lebih besar apabila unggas ini tidak dikandangkan. Selain itu iklim tropis dan kelembaban yang tinggi memberi kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan telur cacing dan ketahan hidup larva dan telur infektif di alam. Cacing ini merupakan cacing nematode yang ukurannya paling besar diantara jenis cacing pada unggas. Cacing jantan berukuran mm, sedang yang betina mm, mempunyai 3 bibir yang besar. Telurnya berbentuk oval, berukuran 73-92µ sampai 45-57µ (SOULSBY, 1982). PREVALENSI Faktor yang menyebabkan unggas mudah tercemar infeksi cacing A. galli adalah unggas yang dibiarkan bebas berkeliaran. Beberapa data menunjukkan bahwa di daerah Zimbabwe, prevalen pada ayam yang bebas berkeliaran adalah 48% pada yang muda dan 24% pada yang dewasa (PERMIN et al., 2002). Data yang hampir sama juga dilaporkan di Tanzania, prevalen pada yang muda adalah 69% dan pada yang dewasa 29% (MAGWISHA 194

2 et al., 2002). Selain itu pemeriksaan pasca mati pada 456 ayam kampung dari beberapa kota di Kenya menunjukkan infeksi oleh cacing A. galli sebesar 10% (IRUNGU et al., 2004). Data ini menunjukkan walau angka prevalennya lebih rendah tetapi tidak berarti ayam tersebut sehat karena ayam yang sama juga terinfeksi dengan beberapa jenis cacing yang lain. Data tahun 1994/1995 pada peternakan ayam di Denmark juga menunjukkan bahwa ayam dewasa terinfeksi cacing A. galli sebesar 63.8% (PERMIN et al., 1999). Data ini menunjukkan bahwa resiko terbesar terhadap infeksi cacing terdapat pada peternakan ayam dengan sistem dilepas dipekarangan, tetapi resiko yang besar juga terdapat pada sistem kandang litter yang dalam. Kejadian akut ascaridiosis merupakan problema pada peternakan ayam yang dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar (GHOSH dan SINGH, 1994; AKOSO, 1993). SIKLUS HIDUP Telur dikeluarkan melalui tinja dan berkembang di dalam udara terbuka dan mencapai dewasa dalam waktu 10 hari atau bahkan lebih. Telur kemudian mengandung larva kedua yang sudah berkembang penuh dan larva ini sangat resisten terhadap kondisi lingkungan yang jelek. Telur tersebut dapat tetap hidup selama 3 bulan di dalam tempat yang terlindung, tetapi dapat mati segera terhadap kekeringan, air panas, juga di dalam tanah yang kedalamannya sampai 15 cm yang kena sinar matahari. Infeksi terjadi bila unggas menelan telur tersebut bersama makanan atau minuman. Cacing tanah dapat juga bertindak sebagai vektor mekanis dengan cara menelan telur tersebut dan kemudian cacing tanah terbut dimakan oleh unggas. Telur yang mengandung larva dua kemudian menetas di proventrikulus atau duodenum unggas. Setelah menetas, larva 3 hidup bebas di dalam lumen duodenum bagian posterior selama 8 hari. Kemudian larva 3 mengalami ekdisis menjadi larva 4, masuk ke dalam mukosa dan menyebabkan hemoragi. Larva 4 akan mengalami ekdisis menjadi larva 5. Larva 5 atau disebut cacing muda tersebut memasuki lumen duodenum pada hari ke 17, menetap sampai menjadi dewasa pada waktu kurang lebih hari setelah unggas menelan telur berembrio. Larva 4 dapat memasuki jaringan mukosa usus pada hari pertama dan menetap sampai hari ke 8-17 (RUFF dan NORTON, 1997). Pada ayam yang berumur kurang dari 3 bulan setelah larva memasuki duodenum kemudian mengalami perubahan (moulting) menjadi larva 3 dan larva 4 serta berkembang menjadi dewasa lebih kurang 5-6 minggu setelah telur tertelan ayam, sedangkan pada ayam yang berumur lebih dari 3 bulan periode tersebut sedikit lebih lama. GEJALA KLINIS Gejala yang terutama dari infeksi cacing ini terlihat selama masa prepaten, ketika larva berada di dalam mukosa dan menyebabkan enteritis yang kataral, tetapi pada infeksi berat dapat terjadi hemoragi (URQUHART et al., 1987; SOULSBY, 1982). Unggas akan menjadi anaemia, diare, lesu, kurus, kelemahan secara umum dan produksi telur menurun. Selain itu infeksi berat juga dapat menyebabkan kematian karena terjadi penyumbatan usus (URQUHART et al., 1987). Pada pemeriksaan pasca mati terlihat peradangan usus yang hemoragik dan larva yang panjangnya 7 mm ditemukan dalam mukosa usus. Selain itu kadang-kadang ditemukan parasit yang sudah berkapur dalam bagian albumin dari telur. PATOGENESISS Unggas muda lebih peka terhadap infeksi dibanding unggas dewasa atau unggas yang pernah menderita infeksi cacing A. galli sebelumnya. Defisiensi beberapa vitamin seperti A dan B terutama vitamin B 12, beberapa mineral dan protein merupakan predisposisi terhadap infeksi yang berat. Pemberian mangan (Mn) yang berlebih akan meningkatkan bobot badan dan level Mn dalam darah tetapi tidak berpengaruh terhadap mortalitas dan banyaknya cacing A. galli dalam usus ayam (GABRASHANSKA et al., 1999). Selain itu pemberian Cobalt (Co) yang berlebih dalam dosis yang kecil akan meningkatkan bobot badan dan menurunkan mortalitas terhadap ascariasis (GABRASHANSKA et al., 2002). Pemberian kombinasi antara Zn-Co-Mn akan menurunkan jumlah cacing sebesar 20.4% dibanding ayam yang terinfeksi cacing tanpa 195

3 pemberian kombinasi tersebut (GABRASHANSKA et al., 2004a). Pemberian kombinasi tersebut juga akan mempengaruhi rasio kelamin cacing dimana cacing jantan menjadi lebih banyak, penurunan daya estabilishment larva cacing, peningkatan daya hidup ayam dan berat badan (GABRASHANSKA et al., 2004b). TEODOROVA dan GABRASHANSKA (2002) dalam penelitian membandingkan antara pemberian ketiga elemen Cu, Co dan Mn menyimpulkan bahwa terapi yang optimal berisi bentuk garam murni dari Cu (Cu2(OH)3 Cl) dan ikatan organik dari Mn (2Gly.MnCl2.2H2O) untuk memperbaiki defisiensi mineral dan perubahan patologi, serta mengurangi angka kematian dan meningkatkan berat badan. Ayam yang berumur lebih dari 3 bulan lebih resisten terhadap infeksi dan ini kemungkinan dihubungkan dengan peningkatan yang sangat nyata dari sel-sel goblet di dalam mukosa saluran pencernaan (TIURA et al., 2000). Selain itu kemungkinan ada zat mucin dari duodenum yang menghambat perkembangan larva cacing. Ayam yang terinfeksi cacing A. galli kemungkinan juga menjadi vektor yang potensial untuk penyebaran Salmonella enterica pada ayam (CHADFIELD et al., 2001). Selain itu infeksi cacing A. galli juga mengganggu program vaksinasi terhadap Newcatle disease (ND). Unggas yang diberi vaksin ND dan dibiarkan terinfeksi cacing A. galli akan menyebabkan penurunan titer antibodi setelah ditantang dengan virus ND (HORNING et al., 2003). Oleh karena itu dalam program vaksinasi ND sebaiknya ayam dalam kondisi sehat dan tidak terinfeksi cacing. Kebalikan efek terlihat antara Plasmodium gallinaceum dan A. galli pada ayam. Bila ayam sudah terinfeksi P. gallinaceum maka infeksi oleh cacing A. galli jadi berkurang dan menurun daya establishnya (JUHL dan PERMIN, 2002). Negatif interaksi juga terlihat antara Pasturella multocida dan A. galli. Ayam yang terinfeksi A. galli akan menjadi peka terinfeksi kolera unggas yang disebabkan oleh P. multocida (DAHL et al., 2002) KEPEKAAN AYAM Kepekaan ayam terhadap infeksi cacing ascaris sangat dipengaruhi oleh umur (SOULSBY, 1982), jenis ayam (PERMIN dan RANVIG, 2001; GAULY et al., 2001, 2002; SCHOU et al., 2003), dosis infeksi (IKEME, 1971a), tipe kandang (SOULSBY, 1982), nutrisi (IKEME, 1971c; SOULSBY, 1982; PERMIN et al., 1998), sistem pemeliharaan (PERMIN dan RANVIG, 2001) dan cuaca (KUMARI dan THAKUR, 1999). Ayam yang lebih mudah lebih rentan terhadap infeksi cacing A. galli dibandingkan ayam yang dewasa atau yang telah mendapat infeksi sebelumnya (SOULSBY, 1982; HE, 1990). Ayam yang berumur diatas 3 bulan dianggap lebih resisten terhadap infeksi dan hal ini berhubungan dengan peningkatan jumlah sel-sel goblet di dalam mukusa usus (SOULSBY, 1982). Hal yang bertolak belakang menunjukkan bahwa umur ayam hanya sebagian kecil mempengaruhi terhadap resistensi terhadap A. galli karena ada juga ayam yang berumur muda tetapi mengandung sedikit cacing (IDI et al., 2004). Hal yang sama juga menunjukkan bahwa umur tampaknya tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap resistensi terhadap infeksi cacing A. galli pada ayam petelur (GAULY et al., 2005). HE (1990) menghubungkan pengaruh umur terhadap kekebalan alamiah dengan fenomena polimerisasi jaringan ikat sehingga jaringan ikat menjadi terlalu keras untuk dipenetrasi oleh larva cacing. Penelitian untuk membandingkan resistensi terhadap infeksi A. galli dilakukan pada ayam Lohman Brown (LB) dan Danish Landrace (DL). Jumlah cacing dewasa dan telurnya lebih banyak terlihat pada DL dibandingkan pada ayam LB selama infeksi primer. Ini menunjukan bahwa breeding untukk mencari galur ayam yang resisten terhadap A. galli mungkin dapat dilakukan (PERMIN dan RANWIG, 2001). GAULY et al (2002) menyatakan bahwa rata-rata jumlah telur cacing tiap gram tinja (TTGT) lebih tinggi pada ayam Lohman putih dibanding Lohman coklat dimana keduanya diinfeksi tunggal 250 telur infektif cacing A. galli. 196

4 Akumulasi infeksi cacing A. galli terjadi pada unggas yang dipelihara dalam kandang liter (sekam) yang tebal terutama karena terjadi peningkatan kelembaban (SOULSBY, 1982). Infeksi berat A. galli menyebabkan penurunan produksi telur pada kandang litter di breeder dan layer komersial. Ayam yang diberi pakan dengan kandungan protein 10% dan diinfeksi dengan 10, 100 dan 1000 telur A. galli per hari selam enam minggu tanpa diberi suplemen vitamin menunjukkan berat badan yang lebih rendah dibanding yang diberi suplemen vitamin (IKEME, 1971c). PERMIN (1997) membuktikan bahwa infeksi A. galli pada ayam yang dibei protein 14% menunjukkan berat badan yang lebih rendah dibanding denan kelompok yang diberi protein 18%. Menurut KUMARI dan THAKUR (1999) ada korelasi positif antara populasi cacing A. galli pada ayam dengan suhu, curah hujan dan kelembaban. Umumnya jumlah cacing lebih banyak pada musim hujan karena telur dapat berkembang pada lingkungan yang lembab. PENGARUH TERHADAP PENCERNAAN Infeksi parasit menyebabkan perubahan patologi pada saluran pencernaan berupa proliferasi jaringan, peradangan akut atau kronis (CASTRO, 1990). Kerusakan epitel menyebabkan munculnya sel-sel yang masih muda yang belum dapat berfungsi untuk menyerap makanan. Penyumbatan lumen usus dapat terjadi apabila banyak cacing berakumulasi dalam jumlah yang besar. Akibat dari penyumbatan menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dan menghalangi aliran makanan. Bila terjadi berminggu-minggu akan menimbulkan kematian. Pengamatan histopatologi pada epitel usus terlihat kerusakan pada villi dan atrofi. Pada permukaan mukosa usus terjadi nekrosa dan membran mukosa kehilangan kemapuan menyerap makanan (IKEME, 1971b). Pada infeksi berat terjadi enteritis dan hemoragi sehingga ayam menjadi anaemia dan diare. Ayam terlihat kurang bugar, kurus dan lemah serta produksi telur menurun (SOULSBY, 1982). Infeksi cacing juga menyebabkan gangguan sekresi hormon dan enzim yang berperan dalam proses pencernaan dan penyerapan makanan. Selain itu adanya peradangan menyebabkan pelepasan zat-zat seperti histamin, serotonin, prostaglandin, leukotrien, peptida dan lain-lain yang dapat merangsang peningkatan motilitas otot-otot polos. Peningkatan motilitas otot saluran pencernaan menyebabkan gejala muntah dan diare. Gangguan penyerapan di usus terjadi karena kerusakan jaringan, pemanfaatan zat-zat hara oleh cacing dan anoreksia. Cacing dalam jumlah besar akan menyebabkan penurunan berat badan. ANTELMINTIKA Antelmintika adalah obat untuk membunuh cacing atau mengurangi jumlah cacing dalam tubuh. Berdasarkan cara kerjanya maka antelmintik dibagi dalam 5 kelompok (PERMIN dan HANSEN, 1998): Benzimidazole dan pro-benzimidazoles. Antelmintik ini bekerja menghambat fungsi mikrotubuli sehingga fungsi seluler cacing rusak dan mati. Antelmintik kelompok ini adalah albendazole, thiabendazole, fenbendazole, parbendazole, flubendazole, febantel dan thiophanat. Neuromuscular acting compounds Antelmintik ini bekerja pada reseptor asetinkolin d dalam sistem syaraf cacing menyebabkan depolarisasi yang persisten pda sel otot dan sebagai akibatnya terjadi kelumpuhan pada cacing sehingga mudah dikeluarkan dari usus oleh gerakan peristaltik. Antelmintik kelompok ini adalah levamisol, pirantel dan morantel. GABA acting compounds Antelmintik ini bekerja pada sistem syaraf yang menyebabkan syaraf presinap dirangsang untuk melepas Gama Amino Butyric Acid (GABA). Sebagai akibatnya cacing menjadi lumpuk dan lemah sehingga dapat dikeluarkan dari usus oleh peristaltik. Antelmintik kelompok ini adalah piperazin, avermectin (ivermectin, doramectin, moxidectin). Avermectin mempunyai fungsi untuk membunuh endoparasit dan ektoparasit. 197

5 Salisilanid dan senyawa nitrofenol Antelmintik ini setelah diserap mudah melekat pada protein plasma sehingga dapat digunakan untuk membunuh cacing penghisap darah. Antelmintik kelompok ini adalah klosantel, niklosamid, disofenol, bromsalan. Inhibitor asetil kolin esterase Antelmintik ini mengandung organofosfat seperti diklorvos dan neguvon. Antelmintik dalam kelompok 4 dan 5 sangat terbatas penggunaannya karena mempunyai spektrum yang sempit. Beberapa jenis antelmintika yang sering dipakai diantaranya: a. Piperazine. Antelmintik ini sangat efektif untuk memberantas cacing A. galli. Antelmintik ini dapat diberikan dalam pakan atau minum. Dosis pemberian mg per kg pakan atau 440 mg piperazin sitrat per liter. Obat ini tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan atau produksi telurnya. b. Hygromycin B pada dosis 8 g per ton selama 8 minggu sangat efektif memberantas cacing A. galli. c. Albendazol dengan dosis 3,75 mg/kg berat badan efektif untuk memberantas cacing A. galli. d. Fenbendazol. Untuk kondisi lapang maka dosis mg/kg BB selama 3 hari berturut-turut dapat digunakan memberantas infeksi cacing pada ayam atau ppm dalam pakan selama 6 hari berturut-turut, tetapi Yazwinski et al.(2002) menunjukkan bahwa dengan dosis yang lebih rendah yaitu 16 ppm dalam pakan selama 6 hari berturutturut dapat memberantas cacing ascaris pada turkey. e. Levamisol 37,5 mg/kg dalam air minum atau makanan. Satu kaplet untuk 10 ekor ayam yang beratnya 1 kg dilarutkan dalam air 2 liter minum atau dihancurkan dalam makanan 1 kg. PENCEGAHAN dewasa dan tempat unggas berkeliaran harus mempunyai saluran iar yang baik sehingga tidak terjadi penumpukan cairan di tanah dan tanah tidak menjadi lembab. Rotasi tempat unggas dilepas harus sering dilakukan. Ayam yang dipelihara dalam kandang litter dan harus cukup ventilasi. Secara periodik litter di tempat pakan dan minum harus sering dicampur dengan litter yang kering dari tempat lain. Infeksi yang berat dari cacing A. galli umumnya terjadi pada kandang litter yang dalam dan sangat lembab. Setiap akan memasukkan ayam baru dalam partai besar dalam kandang litter, maka litter harus dibiarkan selama beberapa hari untuk penyuci hamaan dan pemanasan sehingga diharapkan litter menjadi kering dan telur yang mengandung larva infektif juga ikut mati. PENUTUP Ascariasis pada unggas merupakan masalah yang mengganggu produktivitas daging dan telur pada unggas. Penanggulangan hanya dapat dilakukan dengan menerapkan metoda pencegahan yang ketat sehingga pengobatan dengan obat cacing tidak harus dilakukan secara terus menerus karena dikuatirkan akan terjadi resistensi antelmintik. Faktor-faktor yang menimbulkan penyakit perlu dihindari agar ternak unggas kemungkinan kecil tertular cacing A. galli. PUSTAKA AKOSO, B.T Manual Kesehatan Unggas bagi Petugas Teknis Penyuluh dan Peternak. Kanisius. Yogyakarta. CASTRO, G.A Intestinal Pathology. Di dalam: Parasites: Immunity and Pathology. The Consequences of Parasitic Infection in Mammals. Ed. BEHNKE J.M. Philadelphia. Taylor and Francis. CHADFIELD, M., A. PERMIN, P. NANSEN and M. BISGAARD Investigation of the Parasitic Nematode Ascaridia galli (SHRANK 1788) as a Potential Vector for Salmonella Enterica Dissemination in Poultry. Parasitol. Res. 87: Ketika unggas ditaruh diluar kandang, unggas muda harus dipisahkan dari unggas 198

6 DEPARTEMEN PERTANIAN Buku Saku Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. DAHL, C., A. PERMIN, J.P. CHRISTENSEN, M. BISGAARD, A.P. MUHAIRWA, K.M. PETERSEN, J.S. POULSEN and A.L. JENSEN The Effect of Concurrent Infections with Pasteurella multocida and Ascaridia galli on Free Range Chickens. Vet. Microbiol. 86(4): GABRASHANSKA, M., S. TEPAVITCHAROVA, C. BALAREW, M.M. GALVEZ-MORROS and P. ARAMBARRI The Effect of Excess Dietary Manganese on Uninfected and Ascaridia galli Infected Chicks. J. Helminthol. 73(4): GABRASHANSKA, M., S.E. TEODOROVA and M. MITOV The Effect of Cobalt Compounds on Uninfected and Ascaridia galli-infected Chickens: a Kinetic Model for Ascaridia galli Populations and Chicken Growth. J. Helminthol. 76(4): GABRASHANSKA, M., S.E. TEODOROVA, M..M. GALVEZ-MORROS, N. TSOCHEVA- GAYTANDZHIEVA and M. MITOV. 2004a. Administration of Zn-Co-Mn Basic Salt to Chickens with Ascaridiosis. I. A Mathematical Model for Ascaridia galli Populations and Host Growth with and Without Treatment. Parasitol. Res. 93(3): GABRASHANSKA, M., S.E. TEODOROVA, M..M. GALVEZ-MORROS, N. TSOCHEVA- GAYTANDZHIEVA, M. MITOV, S. ERMIDOU- POLLET and S. POLLET. 2004b. Administration of Zn-Co-Mn Basic Salt to Chickens with Ascaridiosis. II. Sex Ratio and Microelement Levels in Ascaridia galli and in Treated and Untreated Chickens. Parasitol. Res. 93(3): GAULY, M., C. BAUER, C. MERTENS and G. ERHARDT Effect and Repeatability of Ascaridia galli Egg Output in Cockerels Following a Single Low Dose Infection. Vet. Parasitol. 96(4): GAULY, M., C. BAUER, R. PREISINGER and G. ERHARDT Genetic Differences of Ascaridia galli Egg Output in Laying Hens Following a Single Dose Infection. Vet. Parasitol. 103: GAULY M., T. HOMANN and G. ERHADT Age-Related Differences of Ascaridia galli Egg Output and Worm Burden in Chickens Following a Single Dose Infection. Vet. Parasitol. 128(1-2): GHOSH, J.D. and J. SINGH Acute Ascaridiosis in Chickens. A Report. Indian Vet. J. 71: HE, S Imunologi Parasit. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. HORNING G., S. RASMUSSENN, A. PERMIN and M. BISGAARD Investigation on the Influence of Helminth Parasites on Vaccination of Chickens Against Newcastle Disease Virus Under Village Conditions. Trop. Anim. Hlth. Prod. 35: IDI A., A. PERMIN and K.D. MURRELL Host Age Only Partially Affects Resistance to Primary and Secondary Infections with Ascaridia galli (SCHRANK, 1788) in Chickens. Vet. Parasitol. 122(3): IKEME, M.M. 1971a. Effect of Different Levels of Nutrition and Continuing Dosing of Poultry with Ascaridia galli Eggs on the Subsequent Development of Parasite Population. Parasitol. 63: IKEME, M.M. 1971b. Observation on the Pathogenicity and Pathology of Ascaridia galli. Parasitol. 63: IKEME, M.M. 1971c. Weight Changes in Chickens Placed on Different Levels of Nutrition and Varying Degrees of Repeated Dosage with Ascaridia galli Eggs. Parasitol. 63: IRUNGU, L.W., R.N. KIMANI and S.M. KISIA Helminth Parasites in the Intestinal Tract of Indigenous Poultry in Parts of Kenya. J. S. Afr. Vet. Assoc. 75(1): JUHL, J. and A. PERMIN The Effect of Plasmodium gallinaceum on a Challenge Infection with Ascaridia galli in Chickens. Vet Parasitol. 105(1): KUMARI, R. and S. THAKUR Infection Pattern of Nematode Ascaridia galli in Gallus gallus domesticus. J. Ecobiol. 11: MAGWISHA, H.B., A.A. KASSUKU, N.C. KYVSGAARD and A. PERMIN A Comparison of the Prevalence and Burdens of Helminth Infections in Growers and Adult Free-Range Chickens. Trop. Anim. Hlth. Prod. 34(3): PERMIN A Helminths and Helminthosis in Poultry with Special Emphasis on Ascaridia galli in Chickens. PhD Thesis. Denmark: The 199

7 Royal Veterinary and Agricultural University, Copenhagen. PERMIN A. and J.W. HANSEN Epidemiology, Diagnosis and Control of Poultry Parasites. FAO Animal Health Manual No.4. Rome. PERMIN A., P. NANSEN, M. BISGAARD and F. FRANDSEN Ascaridia galli Infection in the Free Range Layers Fed on Diets with Different Protein Content. Br. Poult. Sci. 39: PERMIN, A. and H. RANVIG Genetic Resistance to Ascaridia galli Infections in Chickens. Vet. Parasitol. 102: PERMIN, A., M. BISGAARD, F. FRANDSEN, M. PEARMAN, J. KOLD and P. NANSEN Prevalence of Gastrointestinal Helminths in Different Poultry Production Systems. Br. Poult. Sci. 40(4): PERMIN, A., J.B. ESMANN, C.H. HOJ, T. HOVE and S. MUKARATIRWA Ecto-, Endo- and Haemoparasites in Free-Range Chickens in the Goromonzi District in Zimbabwe. Prev.Vet. Med. 54(3): RUFF, M.D. and R.A. NORTON Nematodes. Di dalam: Diseases of Poultry. Ed. CALNECK, W.B. H.J. BARNES, C.W. BEARD MC DOUGALD, Y.M. SAIF. 10 th Ed. Iowa: Iowa State University Press. SCHOU, T., A. PERMIN, A. ROEPSTORFF, P. SORENSEN and J. KJAER Comparative Genetic Resistance to Ascaridia galli Infections of 4 Different Commercial Layer- Lines. Br. Poult. Sci. 44(2): SOULSBY, E. J. L Helminths, Arthropods and protozoa of Domesticated Animals. 7th Ed. Bailliere, Tindall, London. TEODOROVA, S.E. and M. GABRASHANSKA Optimal Treatment of Ascaridia galli-infected Chickens with Salts of Trace Elements and a Kinetic Model for Chicken Growth. J. Helminthol. 76(1): TIURIA S., F. ATHAILLAH, B.P. PRIOSOERYANTO, F. SATRIJA, E.B. RETNANI dan Y. RIDWAN Pengaruh Infeksi Cacing Ascaridia galli Terhadap Respon Sel Goblet dan Sel Mast pada Usus Halus Ayam Petelur. Majalah Parasitologi Indonesia 13: URQUHART, G.M., J. ARMOUR, J.L. DUNCAN, A.M. DUNN and F.W. JENNING Veterinary Parasitology. Second Ed. England: Longman Scientific and Technical. YAZWINSKI T.A., C. TUCKER, A. STELZLENI, Z. JOHNSON, J. ROBINS, K. DOWNUM, M. FINCHER, J. MATLOCK and H.D. CHAPMAN Subclinical Effects and Fenbendazole Treatment of Turkey Ascaridiasis Under Simulated Field Conditions. Avian Dis. 46(4):

(PREVALENCE AND INTENSITY OF ASCARIDIA GALLIINFECTION TO DOMESTIC CHICKEN IN BUKIT JIMBARAN AREA, BADUNG)

(PREVALENCE AND INTENSITY OF ASCARIDIA GALLIINFECTION TO DOMESTIC CHICKEN IN BUKIT JIMBARAN AREA, BADUNG) Prevalensi dan Intensitas Infeksi CacingAscaridia galli pada Ayam Buras di Wilayah Bukit Jimbaran, Badung (PREVALENCE AND INTENSITY OF ASCARIDIA GALLIINFECTION TO DOMESTIC CHICKEN IN BUKIT JIMBARAN AREA,

Lebih terperinci

POPULASI L3 PADA AYAM PETELUR YANG DIINFEKSI DENGAN DOSIS L2 Ascaridia galli

POPULASI L3 PADA AYAM PETELUR YANG DIINFEKSI DENGAN DOSIS L2 Ascaridia galli POPULASI L3 PADA AYAM PETELUR YANG DIINFEKSI DENGAN DOSIS 6.000 L2 Ascaridia galli L3 Populations in Laying Hens Infected with 6,000 L2 of Ascaridia galli Darmawi 1, Ummu Balqis 2, Risa Tiuria 3, Retno

Lebih terperinci

Dampak Infeksi Ascaridia galli Terhadap Gambaran Histopatologi dan Luas Permukaan Vili Usus Halus serta Penurunan Bobot Hidup Starter

Dampak Infeksi Ascaridia galli Terhadap Gambaran Histopatologi dan Luas Permukaan Vili Usus Halus serta Penurunan Bobot Hidup Starter Dampak Infeksi Ascaridia galli Terhadap Gambaran Histopatologi dan Luas Permukaan Vili Usus Halus serta Penurunan Bobot Hidup Starter L. ZALIZAR 1, F. SATRIJA 2, R. TIURIA 2 dan D.A. ASTUTI 3 1 Fakultas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TELUR INFEKTIF Ascaridia galli MELALUI KULTUR IN VITRO

PERKEMBANGAN TELUR INFEKTIF Ascaridia galli MELALUI KULTUR IN VITRO PERKEMBANGAN TELUR INFEKTIF Ascaridia galli MELALUI KULTUR IN VITRO The Development of Ascaridia galli Infective Eggs by In Vitro Culture Ummu Balqis 1, Darmawi 2, Muhammad Hambal 3, dan Risa Tiuria 4

Lebih terperinci

Key words: Ascaridia galli, embrionated eggs, larvae

Key words: Ascaridia galli, embrionated eggs, larvae 16 KAJIAN PERKEMBANGAN L 1, L 2, DAN L 3 Ascaridia galli PADA AYAM PETELUR ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan perkembangan populasi L 3 Ascaridia galli pada usus halus ayam petelur.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami seleksi dan selanjutnya dijinakkan oleh manusia. Selama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami seleksi dan selanjutnya dijinakkan oleh manusia. Selama 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Ayam Ayam kampung atau sering disebut ayam buras merupakan jenis ayam hutan liar yang telah mengalami seleksi dan selanjutnya dijinakkan oleh manusia. Selama ratusan tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penyediaan protein hewani di Indonesia. Pada tahun 2004 produksi daging unggas

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penyediaan protein hewani di Indonesia. Pada tahun 2004 produksi daging unggas PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas ternak unggas memegang peranan yang sangat penting dalam penyediaan protein hewani di Indonesia. Pada tahun 2004 produksi daging unggas diperkirakan mencapai 1.164,40

Lebih terperinci

Pengaruh Perbedaan Dosis Infeksi Ascaridia galli dan Pemberian Piperazin terhadap Jumlah Cacing dan Bobot Badan Ayam Petelur

Pengaruh Perbedaan Dosis Infeksi Ascaridia galli dan Pemberian Piperazin terhadap Jumlah Cacing dan Bobot Badan Ayam Petelur Pengaruh Perbedaan Dosis Infeksi Ascaridia galli dan Pemberian Piperazin terhadap Jumlah Cacing dan Bobot Badan Ayam Petelur (Effect of different Dosage Infection Ascaridia galli and Piperazine Treatment

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ton), dan itik/itik manila ( ton). ayam untuk berkeliaran di sekitar kandang membuat asupan makanan ayam

I. PENDAHULUAN. ton), dan itik/itik manila ( ton). ayam untuk berkeliaran di sekitar kandang membuat asupan makanan ayam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Unggas merupakan salah satu komoditas ternak utama di Indonesia yang memegang peranan penting sebagai sumber protein hewani. Badan Pusat Statistik Indonesia (2014) mencatat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli SKRIPSI PUTRI MULYA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN

Lebih terperinci

POTENSI EKONOMI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR

POTENSI EKONOMI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR POTENSI EKONOMI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR Lili Zalizar 1, Wehandaka Pancapalaga 2, Dian Indratmi 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang, Malang Jl. Raya Tlogomas No.246 Malang,

Lebih terperinci

EVALUASI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA SINTETIK DI PETERNAKAN AYAM PETELUR SKALA KECIL (Studi Kasus di Kabupaten Blitar)

EVALUASI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA SINTETIK DI PETERNAKAN AYAM PETELUR SKALA KECIL (Studi Kasus di Kabupaten Blitar) EVALUASI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA SINTETIK DI PETERNAKAN AYAM PETELUR SKALA KECIL (Studi Kasus di Kabupaten Blitar) LILI ZALIZAR abstract The study was consisted of two activities. The first study was to

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trichuris trichiura Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang hidup di sekum dan kolon ascending manusia. Pejamu utama T.trichiura adalah

Lebih terperinci

Buletin Veteriner Udayana Vol.1 No.2. :41-46 ISSN : Agustus 2009 PREVALENSI INFEKSI CACING TRICHURIS SUIS PADA BABI MUDA DI KOTA DENPASAR

Buletin Veteriner Udayana Vol.1 No.2. :41-46 ISSN : Agustus 2009 PREVALENSI INFEKSI CACING TRICHURIS SUIS PADA BABI MUDA DI KOTA DENPASAR PREVALENSI INFEKSI CACING TRICHURIS SUIS PADA BABI MUDA DI KOTA DENPASAR (The Prevalence of Trichuris suis infections on Piglets in Denpasar) Nyoman Adi Suratma. Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Perbedaan Heritabilitas Infeksi Heterakis gallinarum pada Ayam Lokal dan Ras Lohman

Perbedaan Heritabilitas Infeksi Heterakis gallinarum pada Ayam Lokal dan Ras Lohman Perbedaan Heritabilitas Infeksi Heterakis gallinarum pada Ayam Lokal dan Ras Lohman (HERITABILITY DIFFERENCE OF Heterakis gallinarum INFECTION IN THE LOCAL CHICKEN AND LOHMAN CHICKEN) I Made Angga Prayoga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan sektor peternakan sebagai bagian integral dari sektor pertanian memiliki potensi dan prospek yang sangat menjanjikan. Hal ini disebabkan pesatnya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Askaridiosis merupakan salah satu penyakit cacing yang sering menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan oleh cacing Ascaridia galli. Cacing

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Kekebalan Broiler terhadap Penyakit Koksidiosis melalui Infeksi Simultan Ookista

Upaya Peningkatan Kekebalan Broiler terhadap Penyakit Koksidiosis melalui Infeksi Simultan Ookista Upaya Peningkatan Kekebalan Broiler terhadap Penyakit Koksidiosis melalui Infeksi Simultan Ookista (Oocyst Simultaneous Infection to Increase Broiler Immunity from Coccidiosis) S.J.A. Setyawati dan Endro

Lebih terperinci

Gambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare.

Gambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare. HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel tinja unta punuk satu yang didapatkan memiliki struktur seperti tinja hewan ruminansia pada umumnya. Tinja ini mempunyai tekstur yang kasar dan berwarna hijau kecoklatan. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Pada tahun 2007, infeksi cacing di seluruh dunia mencapai 650 juta sampai 1 milyar orang, dengan prevalensi paling tinggi di daerah tropis. Populasi di daerah pedesaan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran. ABSTRAK Leucocytozoonosis merupakan salah satu penyakit yang sering menyebabkan kerugian berarti dalam industri peternakan. Kejadian penyakit Leucocytozoonosis dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL ZAENAL KOSASIH Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor 16114 RINGKASAN Parasit cacing

Lebih terperinci

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung PREVALENSI NEMATODA GASTROINTESTINAL AT SAPI BALI IN SENTRA PEMBIBITAN DESA SOBANGAN, MENGWI, BADUNG

Lebih terperinci

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS OLEH: DWI LESTARI NINGRUM, S.Pt Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Materi

MATERI DAN METODA. Materi MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Biokimia Fisiologi Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi parasit internal masih menjadi faktor yang sering mengganggu kesehatan ternak dan mempunyai dampak kerugian ekonomi yang besar terutama pada peternakan rakyat

Lebih terperinci

Konsumsi air per hari ad lib (liter/1000 ekor)

Konsumsi air per hari ad lib (liter/1000 ekor) Konsumsi air per hari ad lib (liter/1000 ekor) No Kelompok Umur (minggu) 20º C 32 ºC 1. Leghorn pullet 4 50 75 12 115 180 18 140 200 2. Laying hen 50% prod 150 250 90% prod 180 300 3. Non laying hen 120

Lebih terperinci

1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru.

1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru. Ayam kampong atau kita kenal dengan nama ayam buras (bukanras) merupakan salah satu potensi unggas lokal, yang mempunyai prospek dikembangkan terutama masyarakat di perdesaan. Ayam buras, selain memiliki

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN 2000-2005 NUR K. HIDAYANTO, IDA L. SOEDIJAR, DEWA M.N. DHARMA, EMILIA, E. SUSANTO, DAN Y. SURYATI Balai Besar Pengujian Mutu

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

Identifikasi Cacing Endoparasit pada Feses Ayam Pedaging dan Ayam Petelur

Identifikasi Cacing Endoparasit pada Feses Ayam Pedaging dan Ayam Petelur ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Identifikasi Cacing Endoparasit pada Feses Pedaging dan Petelur Identification of Endoparasites of Broilers and Egg-Laying Chickens Based

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS BIJI DAN INFUS DAUN PETAI CINA (Leucanea leucocephala) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS BIJI DAN INFUS DAUN PETAI CINA (Leucanea leucocephala) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS IJI DAN INFUS DAUN PETAI CINA (Leucanea leucocephala) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi tugas

Lebih terperinci

Analisis Faktor-Faktor Resiko Infeksi Cacing Pita pada Ayam Ras Petelur Komersial di Bogor

Analisis Faktor-Faktor Resiko Infeksi Cacing Pita pada Ayam Ras Petelur Komersial di Bogor Jurnal Veteriner September 2009 Vol. 0 No. 3 : 65-72 ISSN : 4-8327 Analisis Faktor-Faktor Resiko Infeksi Cacing Pita pada Ayam Ras Petelur Komersial di Bogor (RISK FACTORS ANALYSIS OF CESTODES INFECTION

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP)

SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP) 1.Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS 2. Waktu Pertemuan Pertemuan minggu ke SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP) Parasitologi Veteriner KHP-225 3-1-2 2 x 50 menit 1 3. Capaian Pembelajaran Memahami

Lebih terperinci

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS 1. PENDAHULUAN Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak

Lebih terperinci

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta Sains Peternakan Vol. 11 (2), September 2013: 79-83 ISSN 1693-8828 Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta W. Suwito 1, Supriadi 1, E.

Lebih terperinci

RESPON AYAM LOKAL DI BALI DAN LOHMAN BROWN TERHADAP INFEKSI Ascaridia galli

RESPON AYAM LOKAL DI BALI DAN LOHMAN BROWN TERHADAP INFEKSI Ascaridia galli TESIS RESPON AYAM LOKAL DI BALI DAN LOHMAN BROWN TERHADAP INFEKSI Ascaridia galli ANAK AGUNG ISTRI AGUNG MIRAH DWIJA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS RESPON AYAM LOKAL DI BALI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika

Lebih terperinci

Pengendalian Helminthiasis pada Peternakan Ayam Petelur Tradisional di Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur

Pengendalian Helminthiasis pada Peternakan Ayam Petelur Tradisional di Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur Pengendalian Helminthiasis pada Peternakan Ayam Petelur Tradisional di Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur (Helminths Control in Traditional Laying Hen Farm in Magetan Regency, East Java Province) Aji

Lebih terperinci

PATOGENITAS AKIBAT INOKULASI Eimeria mivati PADA AYAM PEDAGING

PATOGENITAS AKIBAT INOKULASI Eimeria mivati PADA AYAM PEDAGING PATOGENITAS AKIBAT INOKULASI Eimeria mivati PADA AYAM PEDAGING Pathogenicity of Eimeria mivati Inoculation in Broiler Chicken J. Ked. Hewan Vol. 3 No. 1 Maret 2009 M. Hasan Laboratorium Klinik Fakultas

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower. Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 77-81 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower Dede Risnajati Jurusan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askariasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides. Parasit ini bersifat kosmopolitan karena tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Program Studi Kedokteran Hewan

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Program Studi Kedokteran Hewan RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Program Studi Kedokteran Hewan 1. Mata Kuliah (MK) : Parasitologi Veteriner Tim Teaching : 2. Semester : III 1.Dr.drh.Ida Ayu Pasti Apsari, MP 3. SKS : 3 (2-1) 2.Dr.drh.Nyoman

Lebih terperinci

Identifikasi dan Prevalensi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Anak Babi di Bali

Identifikasi dan Prevalensi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Anak Babi di Bali Identifikasi dan Prevalensi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Anak Babi di Bali (IDETIFICATION AND PREVALENCE OF GASTROINTESTINAL NEMATHODES PIGLETS IN BALI) Ady Fendriyanto 1, I Made Dwinata 2,

Lebih terperinci

POTENSI ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3, IMUNOGLOBULIN YOLK, DAN KOMBINASINYA TERHADAP PENURUNAN POPULASI Ascaridia galli

POTENSI ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3, IMUNOGLOBULIN YOLK, DAN KOMBINASINYA TERHADAP PENURUNAN POPULASI Ascaridia galli 61 POTENSI ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3, IMUNOGLOBULIN YOLK, DAN KOMBINASINYA TERHADAP PENURUNAN POPULASI Ascaridia galli ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui populasi larva

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Buras atau ayam lokal 2.1.1 Asal usul ayam lokal di Indonesia Ayam lokal Indonesia merupakan ayam yang berkembang dimulai sejak proses domestikasi dimulai, sehingga ayam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askaris lumbricoides menyebabkan Askariasis yang merupakan salah satu infestasi cacing yang paling sering ditemukan di dunia. Kasus askariasis diperkirakan lebih dari

Lebih terperinci

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi Distribusi Geografik Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Etiologi Cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Soil-transmitted helminthiasis merupakan kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing parasit usus, antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Abdul Azis, Anie Insulistyowati, Pudji Rahaju dan Afriani 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan produksi

Lebih terperinci

Uji Daya Antelmintik Ekstrak Perasan dan Infusa Daun Srikaya (Annona squamosa L.) Terhadap Cacing Gelang Ayam (Ascaridia galli) Secara In Vitro

Uji Daya Antelmintik Ekstrak Perasan dan Infusa Daun Srikaya (Annona squamosa L.) Terhadap Cacing Gelang Ayam (Ascaridia galli) Secara In Vitro JURNAL BIOLOGI PAPUA ISSN: 2086-3314 Volume 7, Nomor 2 Oktober 2015 Halaman: 78 84 Uji Daya Antelmintik Ekstrak Perasan dan Infusa Daun Srikaya (Annona squamosa L.) Terhadap Cacing Gelang Ayam (Ascaridia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,

Lebih terperinci

STUDI PATOGENISITAS EIMERIA TENELLA PADA AYAM BURRS DI KALIMANTAN SELATAN

STUDI PATOGENISITAS EIMERIA TENELLA PADA AYAM BURRS DI KALIMANTAN SELATAN STUDI PATOGENISITAS EIMERIA TENELLA PADA AYAM BURRS DI KALIMANTAN SELATAN SALFINA, A. HAMDAN, dan D.D. SISWANSYAH Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jalan Panglima BaturNo.4, Banjarbaru,

Lebih terperinci

I Peternakan Ayam Broiler

I Peternakan Ayam Broiler I Peternakan Ayam Broiler A. Pemeliharaan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ras ayam pedaging yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mampu menghasilkan daging dalam waktu 5 7 minggu (Suci dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam bibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue merupakan masalah kesehatan, bersifat endemis dan timbul disepanjang tahun. Bahaya penyakit ini walau banyak terjadi pada anak-anak, terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

Prevalensi Parasit Gastrointestinal Ternak Sapi Berdasarkan Pola Pemeliharaan Di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar

Prevalensi Parasit Gastrointestinal Ternak Sapi Berdasarkan Pola Pemeliharaan Di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Prevalensi Parasit Gastrointestinal Ternak Sapi Berdasarkan Pola Pemeliharaan Di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Prevalence Parasites Gastrointestinal Cow Based On Maintenance Pattern In Indrapuri

Lebih terperinci

Dinukleosida Adenosin (DNA) dan Ribonukleosida Adenosin (RNA), dan. dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil dan mutlak diperlukan.

Dinukleosida Adenosin (DNA) dan Ribonukleosida Adenosin (RNA), dan. dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil dan mutlak diperlukan. A. DEFINISI ZINC Zinc addalah micronutrisi yang bisa ditemukan disemua jaringan tubuh dan penting bagi pertumbuhan sel, diferensiasi sel dan sintesa DNA. Juga penting untuk menjaga sistem daya tubuh yang

Lebih terperinci

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN (PHISICAL CHARACTERISTICS OF MANDALUNG HATCHING EGGS AND THE MALE AND FEMALE RATIO OF THEIR DUCKLING) Yarwin

Lebih terperinci

PENGARUH INFEKSI CACING Ascaridia galli TERHADAP GAMBARAN DARAH DAN ELEKTROLIT AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus)

PENGARUH INFEKSI CACING Ascaridia galli TERHADAP GAMBARAN DARAH DAN ELEKTROLIT AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) Jurnal Medika Veterinaria Vol. 9 No. 1, Februari 2015 ISSN : 0853-1943 PENGARUH INFEKSI CACING Ascaridia galli TERHADAP GAMBARAN DARAH DAN ELEKTROLIT AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) The Effect of Ascaridia

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JAMU AYAM SEBAGAI FEED SUPLEMENT TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI AYAM BURAS DI DESA GARESSI, KECAMATAN TANETE RILAU, KABUPATEN BARRU

PEMANFAATAN JAMU AYAM SEBAGAI FEED SUPLEMENT TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI AYAM BURAS DI DESA GARESSI, KECAMATAN TANETE RILAU, KABUPATEN BARRU PEMANFAATAN JAMU AYAM SEBAGAI FEED SUPLEMENT TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI AYAM BURAS DI DESA GARESSI, KECAMATAN TANETE RILAU, KABUPATEN BARRU UTILIZATION OF HERBS AS CHICKEN FEED SUPPLEMENT TO INCREASING

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MONOLAURIN UNTUK MENINGKATKAN KEKEBALAN TUBUH KAMBING

PEMANFAATAN MONOLAURIN UNTUK MENINGKATKAN KEKEBALAN TUBUH KAMBING PEMANFAATAN MONOLAURIN UNTUK MENINGKATKAN KEKEBALAN TUBUH KAMBING (Utilization of Monolaurin for Response Immunity in Goats) SIMON ELIESER 1, MERUWALD DOLOKSARIBU 1, FERA MAHMILIA 1, ANDI TARIGAN 1, ENDANG

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERLAKUAN SEDIAAN ENROFLOKSASIN TERHADAP KOLIBASILOSIS PADA AYAM PEDAGING STRAIN COBB

ANALISIS EKONOMI PERLAKUAN SEDIAAN ENROFLOKSASIN TERHADAP KOLIBASILOSIS PADA AYAM PEDAGING STRAIN COBB ANALISIS EKONOMI PERLAKUAN SEDIAAN ENROFLOKSASIN TERHADAP KOLIBASILOSIS PADA AYAM PEDAGING STRAIN COBB UNANG PATRIANA Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Gunungsindur, Bogor 16340 Abstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Laboratorium Lapang Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor merupakan laboratorium lapang yang terdiri dari empat buah bangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara-negara berkembang, khususnya di daerah tropis

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan

Lebih terperinci

PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014

PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014 PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014 ISTILAH-ISTILAH Grand parent stock= ayam nenek Parent stock= ayam induk Commercial stock= ayam komersial Feed supplement = pakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) de Wit. 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni 9.665.117,07 sedangkan tahun 2013 yakni 9.798.899,43 (BPS, 2014 a ). Konsumsi protein hewani asal daging tahun 2011 2,75

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. Budidaya dan Pakan Ayam Buras Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Ayam kampung atau ayam bukan ras (BURAS) sudah banyak dipelihara masyarakat khususnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cacing Ascaris suum Goeze yang menyerang ternak, terutama pada babi muda

BAB I PENDAHULUAN. cacing Ascaris suum Goeze yang menyerang ternak, terutama pada babi muda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askariasis merupakan salah satu infeksi parasit usus yang paling sering terjadi serta ditemukan di seluruh dunia.penyakit askariasis disebabkan oleh cacing Ascaris

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium dan tipe berat yang didasarkan pada bobot maksimum yang dapat dicapai (Wahju,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

DAYA MEMBUNUH CACING EKSTRAK BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA) PADA AYAM BURAS

DAYA MEMBUNUH CACING EKSTRAK BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA) PADA AYAM BURAS Marlin R. K. Yowi dkk, Daya Membunuh Cacing 11 DAYA MEMBUNUH CACING EKSTRAK BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA) PADA AYAM BURAS Marlin R. K. Yowi, Devi Y. J. A. Moenek 1) dan Tri A. Y. Foenay 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB, Kampus Darmaga Bogor Indonesia 2)

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB, Kampus Darmaga Bogor Indonesia 2) Media Konservasi Vol. 15, No. 3 Desember 2010 : 120 125 INVENTARISASI CACING PARASITIK SALURAN PENCERNAAN PADA ELANG JAWA (Spizaetus bartelsi Stressman, 1924) dan ELANG BRONTOK (Spizaetus cirrhatus Gmelin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, dapat menginfeksi pada hewan dan manusia dengan prevalensi yang bervariasi (Soulsby, 1982). Hospes

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan 21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang. termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths

BAB I PENDAHULUAN. Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang. termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu cacing yang menginfeksi manusia dengan cara penularannya

Lebih terperinci