Bab I PENDAHULUAN. A. Dinamika Strategi Perdagangan Australia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab I PENDAHULUAN. A. Dinamika Strategi Perdagangan Australia"

Transkripsi

1 Bab I PENDAHULUAN Sebagai salah satu negara dengan kekuatan menengah di kawasan Asia Pasifik, Australia memiliki sejarah dan hubungan luar negeri yang dinamis terhadap negara-negara di kawasan tersebut, khususnya terhadap negara-negara Asia Tenggara. Asia Tenggara memiliki arti yang penting bagi Australia dalam berbagai aspek, termasuk politik, keamanan, perdagangan, pendidikan dan industri. 1 Penting untuk dicatat bahwa hubungan antara Association of South East Asian Nations (ASEAN) dan Australia dalam aspek perdagangan maupun kerja sama ekonomi lainnya telah menempuh sebuah proses evolusi yang panjang dan sangat menarik. Tesis ini akan berfokus pada hubungan ASEAN- Australia dalam aspek kerja sama ekonomi yang dianalisis melalui perspektif ekonomi politik. Dalam membahas aspek ekonomi tersebut diperlukan paparan awal tentang perkembangan hubungan ekonomi ASEAN-Australia. A. Dinamika Strategi Perdagangan Australia Berbeda dengan aspek politik dan keamanan, hubungan ASEAN-Australia dalam aspek ekonomi telah menempuh beberapa tahap proses pendekatan yang relatif kompleks dan beragam. Menarik untuk dilihat bahwa bagi Australia, khususnya dalam periode pasca perang, hubungan dengan ASEAN cenderung berfokus pada aspek politik dan keamanan. Kontestasi pengaruh kekuatan dalam Perang Dingin, khususnya upaya Uni Soviet dalam memperluas pengaruh komunisme di Asia Tenggara, di mana beberapa negara dalam kawasan tersebut sedang berjuang mempertahankan kemerdekaan, seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Vietnam, menjadikan hubungan ASEAN-Australia memiliki peran yang semakin penting untuk menjaga stabilitas keamanan kawasan. Pada masa awal pendirian ASEAN di akhir tahun 1960-an, Australia memandang perlunya pendampingan pembangunan ekonomi dalam kawasan sebagai instrumen membendung pengaruh komunisme yang datang dari utara, dibanding dengan membuka akses ASEAN bagi pasar!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 1 Hal ini terlihat, misalnya, dari peran Australia yang telah menjadi mitra wicara pertama bagi ASEAN sejak tahun 1974 dengan pembentukan ASEAN-Australia Consultative Meetings (AACM) sebagai penanda kerja sama tersebut. Sejak pertemuan AACM, mekanisme dialog ASEAN-Australia terus berkembang hingga saat ini dalam bentuk forum, komite, konferensi maupun kelompok kerja pada berbagai tingkatan. 1

2 domestik Australia. Dari sudut pandang tersebut kemudian Australia mengeluarkan berbagai kebijakan yang melindungi ekonomi domestik pada masa itu. Kebijakan tersebut meliputi proteksionisme terhadap produk manufaktur Australia dari kompetisi internasional, di antaranya produk agrikultur dan pertambangan. Upaya liberalisasi perdagangan antara Australia dengan negara-negara sekitar kawasan tidak dapat tercapai hingga Partai Buruh Australia memenangkan pemilu pada tahun Di bawah kepemimpinan Gough Whitlam, Australia menerapkan reformasi kebijakan liberalisasi perdagangan yang cukup signifikan, seperti pemotongan tarif bea masuk sebesar 25% dan diversifikasi pasar ekspor Australia. 2 Namun, kebijakan yang diterapkan oleh Whitlam ini tidak sepenuhnya berjalan dengan lancar. Resesi ekonomi yang menghantam berbagai kawasan dunia seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa dan Australia pada akhir tahun 1974 mengakibatkan permasalahan ekonomi yang serius bagi Australia. Jumlah ekspor Australia menurun drastis, ditambah dengan laju inflasi yang terus melambung tinggi mengakibatkan naiknya jumlah pengangguran di Australia. Kebijakan Whitlam yang mulanya dianggap sebagai upaya peningkatan daya saing produk Australia justru kemudian dilihat sebagai salah satu faktor yang memperburuk kondisi ekonomi domestik Australia. Kekuasaan Partai Buruh berakhir pada tahun 1975 dan pemerintahan direbut kembali oleh Partai Liberal di bawah kepemimpinan Malcolm Fraser. 3 Kontras dengan kebijakan Whitlam yang menginisiasi pendekatan terhadap kawasan regional seperti Asia- Pasifik dan khususnya Asia Tenggara, kepemimpinan Fraser diwarnai dengan perselisihan, perdebatan dan kesalahpahaman antara Australia dengan negara-negara Asia Tenggara dalam konteks kebijakan ekonomi. 4 Pada masa pemerintahan Fraser, Australia menolak permintaan negara-negara ASEAN untuk membuka pasar domestik, dan justru menawarkan paket bantuan pembangunan kepada ASEAN. Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan dari negara-negara ASEAN tentang komitmen Australia dalam perdagangan bebas. Upaya liberalisasi perdagangan yang mulanya digagas oleh Partai Buruh ditarik kembali oleh Fraser yang tidak ingin membuat kebijakan berlawanan dengan upaya-upaya proteksionisme.!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 2 H. Bull, The Whitlam Government Perception of Our Role in the World, dalam B.D. Beddie (ed.), Advance Australia Where?, Oxford University Press, Melbourne, 1975, p P. Kelly, November 1975: The Inside Story of Australia s Greatest Political Crisis, Allen & Unwin, Sydney, 1995, pp J. Okamoto, The Historical Development of Australia-ASEAN Relations: Implications for APEC into the Year 2000, Research Paper, APEC Study Center, Institute of Developing Economy, 2000, pp

3 Kesalahpahaman antara ASEAN dan Australia terus berlangsung hingga Partai Buruh kembali memenangkan pemilu pada tahun 1983 di bawah administrasi Bob Hawke. Hawke mengambil berbagai kebijakan seperti liberalisasi pasar finansial Australia, deregulasi suku bunga bank, liberalisasi pembukaan dan operasi bank asing di Australia, privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara serta penurunan proteksionisme yang diterapkan melalui penurunan tarif impor dan penghilangan kuota impor dalam jangka waktu sepuluh tahun. Di samping disambut baik oleh ASEAN, liberalisasi ekonomi ini juga diperkuat dengan orientasi politik luar negeri Australia yang kembali memprioritaskan peningkatan kualitas hubungan dengan negara-negara Asia-Pasifik. Liberalisasi ekonomi yang dijalankan oleh Hawke terus berlanjut hingga Australia mencapai komitmen dalam perdagangan bebas dalam level regional maupun global. Berbagai upaya diplomasi perdagangan regional dan multilateral secara proaktif diterapkan oleh Australia terhadap kawasan Asia-Pasifik pada akhir dekade 1980-an. Terbentuknya Cairns Group sebagai wadah akomodasi kepentingan negara-negara penghasil produk agrikultur serta APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) sebagai forum kerja sama ekonomi Asia-Pasifik merupakan dua pencapaian penting Australia dalam melakukan diplomasi perdagangan regional. 5 Pendekatan proaktif Partai Buruh tersebut terus berlangsung hingga Paul Keating menjabat sebagai Perdana Menteri Australia pada tahun Keating yang dikenal memiliki visi yang ramah dengan negara-negara Asia meneruskan kebijakan yang digagas pada periode Hawke hingga pada tahun 1996 ketika Partai Liberal kembali memenangkan posisi pemerintahan di bawah kepemimpinan John Howard. Berbeda dengan pemerintahan Hawke dan Keating, John Howard mengambil kebijakan ekonomi dan perdagangan internasional dengan pendekatan bilateral. Langkah ini diambil sebagai respon diplomasi perdagangan multilateral yang dinilai tidak memberikan keuntungan ekonomi yang maksimal bagi Australia. Kegagalan tercapainya kesepakatan dalam The Early Voluntary Sectoral Liberalization (EVSL) sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi APEC adalah salah satu tanda bahwa Australia harus berupaya lebih keras untuk melakukan pendekatan terhadap negara-negara Asia-Pasifik. 6 Pada masa pemerintahan Howard sejumlah Free Trade Area (FTA) disepakati dengan!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 5 Trade in Agriculture, The Cairns Group, Department of Foreign Affairs and Trade, < trade/negotiations/cairns_group.html>, diakses 6 Februari J. Okamoto, Australia s Foreign Economic Policy and ASEAN, ISEAS, Singapore, 2010, p

4 negara-negara anggota ASEAN seperti Singapura dan Thailand. 7 Bagi Howard, diplomasi perdagangan bilateral cenderung lebih menunjukkan hasil dan dapat dinegosiasikan dalam jangka waktu yang lebih singkat. Langkah diplomasi bilateral yang diambil oleh Howard ini menunjukkan fase baru dalam diplomasi perdagangan Australia, dari yang semula berbasis proteksionis pada dekade 1970-an berubah menjadi plurilateralis pada dekade 1980-an, kemudian berubah menjadi bilateralis pada akhir dekade 1990-an. 8 Dalam konteks ini, perlu dicatat bahwa terlepas dari prinsip bilateralis yang mulai diterapkan oleh Australia untuk melakukan diplomasi perdagangan dalam satu dekade terakhir, wacana inisiatif FTA antara Australia dengan Selandia Baru dan ASEAN (AFTA- CER, ASEAN Free Trade Area-Closer Economic Relationship) yang pada akhirnya diberi nama AANZFTA (ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area) telah digagas sejak akhir tahun Berbagai studi yang mendalami prospek keuntungan ekonomi Australia maupun ASEAN dalam AFTA-CER menunjukkan bahwa keuntungan ekonomi maksimal tetap dapat diraih melalui perjanjian perdagangan bilateral. Salah satu studi tersebut dikeluarkan oleh National Interest Analysis (NIA), yang menegaskan bahwa pada sebagian sektor industri, tarif bea masuk yang diatur dalam AANZFTA masih lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang diterapkan dalam perjanjian perdagangan bilateral Australia dengan beberapa negara di Asia Tenggara. 9 Sebagai contoh, dalam sektor industri hortikultur dan agrikultur yang menjadi komoditas andalan Australia, tarif yang diterapkan dalam AANZFTA jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perjanjian perdagangan bilateral yang telah ada, seperti Thailand-Australia FTA. NIA lebih lanjut memaparkan bahwa AANZFTA tidak memiliki banyak aturan terinci tentang bagaimana AANZFTA terhubung dengan beberapa FTA bilateral yang telah disepakati sebelumnya. Beberapa analisis lain bahkan mengklaim bahwa penerapan AANZFTA akan tumpang tindih dengan beberapa FTA bilateral dalam kawasan. 10 Studi juga telah menunjukkan bahwa keberadaan China-ASEAN FTA akan jauh lebih penting dan diprioritaskan oleh negara-negara ASEAN dibanding dengan skema!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 7 Okamoto, Australia s Foreign Economic Policy and ASEAN, pp FTA dalam level plurilateral adalah perjanjian perdagangan bebas antara beberapa negara (dalam level regional). Istilah plurilateral digunakan oleh WTO untuk menegaskan perbedaan plurilateral dengan FTA multilateral yang melibatkan banyak negara seperti GATT. Selengkapnya baca WTO, Plurilateral, Glossary Term, < diakses 22 Februari K. Thomson, et al., Report 102: Treaties Tabled on 12 and 16 March 2009, The Parliament of Commonwealth of Australia, Canberra, June 2009, pp R. Scollay, Prospects for Linking PTAs in the Asia-Pacific Region, dalam C.E. Morisson & E. Pedrosa (eds.), An APEC Trade Agenda? The Political Economy of a Free Trade Area of the Asia Pacific, ISEAS, Singapore, 2007, pp

5 AFTA-CER FTA. Hal ini ditunjukkan melalui analisis NIA yang menilai negosiasi Australia dalam AANZFTA jauh lebih lemah dibanding dengan negosiasi Cina dalam China-ASEAN FTA. 11 Gagasan AFTA-CER juga dinilai tidak memiliki ambisi sebesar FTA bilateral yang lebih dulu dilaksanakan antara Australia dengan Singapura dan Thailand, sebagaimana telah dibuktikan dengan negosiasi tarif yang lebih lunak dibanding dengan FTA bilateral. Dengan kata lain, AFTA-CER tampaknya tidak akan mendapat perhatian sebesar FTA bilateral. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa AFTA-CER tidak akan membawa banyak keuntungan ekonomi bagi ketiga pihak jika dibandingkan dengan pendekatan FTA bilateral. 12 Tanpa memperhatikan pengalaman Australia dalam membina diplomasi perdagangan plurilateral sejak masa Bob Hawke dan beberapa rekomendasi dari studi di atas, pada akhirnya Australia tetap meneruskan pembahasan skema AFTA-CER FTA hingga mencapai kesepakatan pada tahun Skema tersebut kemudian berkembang dengan nama Australia-ASEAN-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA). Gagasan AFTA-CER FTA pada masa Howard dan kesepakatan AANZFTA yang dicapai di bawah pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd dari Partai Buruh menimbulkan sebuah pertanyaan terkait alasan tetap dilaksanakannya skema FTA tersebut. Diplomasi perdagangan Australia yang pada awal pemerintahan Howard telah bertransformasi menjadi diplomasi berbasis hubungan bilateral kini berevolusi pada strategi plurilateral yang menurut beberapa penelitian tidak mampu membawa keuntungan ekonomi yang lebih besar bagi Australia dibanding dengan pendekatan bilateral. B. Pertanyaan Penelitian Uraian di atas telah memberi dasar yang cukup untuk memahami dinamika strategi perdagangan internasional Australia, khususnya dalam hubungannya dengan negara-negara di Asia Tenggara. Dinamika tersebut menarik untuk diteliti, terlebih ketika banyak analisis melihat bahwa keuntungan ekonomi yang lebih besar telah ditunjukkan melalui skema perdagangan bilateral dibanding dengan skema plurilateral. Dari sini penulis mengajukan pertanyaan penelitian: mengapa Australia tetap menginisiasi AANZFTA sebagai salah satu mekanisme diplomasi perdagangan regionalnya?!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 11 Thomson, pp R. Trewin, Resource Based Industry and Development of AANZFTA, Working Paper 07-03, Crawford School of Economics and Government, Australian National University, Canberra, 2006, pp

6 C. Tinjauan Pustaka Dalam kajian politik perdagangan, hubungan dan kerja sama ekonomi Australia- ASEAN relatif jarang diangkat setidaknya hingga terjadi perubahan strategi diplomasi kebijakan ekonomi Australia terhadap ASEAN pada awal dekade 1980-an. Salah satu peneliti yang memberikan kontribusi penting terhadap kajian kerja sama ekonomi Australia-ASEAN adalah Jiro Okamoto, peneliti senior di Institute of Developing Economies (IDE-JETRO) Jepang. Dalam beberapa dekade terakhir, Okamoto melalui sejumlah publikasi menjelaskan dengan terinci hubungan dan kerja sama ekonomi Australia-ASEAN. Salah satu publikasi Okamoto dengan tajam menganalisis dinamika evolusi hubungan dan kerja sama ekonomi Australia-ASEAN sejak akhir pemerintahan Partai Liberal di awal dekade 1970-an hingga masa pemerintahan Partai Buruh yang saat ini sedang berkuasa. 13 Okamoto mengajukan sebuah pendekatan koalisi negaramasyarakat yang dijadikan kerangka teori untuk menganalisis setiap perubahan yang terjadi dalam hubungan ekonomi Australia-ASEAN. 14 Dalam koalisi negara-masyarakat, para aktor kebijakan dalam koalisi memiliki peran dalam membentuk kepentingan dan tujuan kebijakan. Menurut Okamoto, para aktor dalam koalisi negara-masyarakat tidak hanya terdiri dari institusi pemerintah dan kelompok-kelompok kepentingan, namun juga wartawan, akademisi serta analis kebijakan yang memiliki perhatian terhadap masalah kebijakan. 15 Aktor dalam koalisi tidak harus berafiliasi dengan partai politik maupun kelompok kepentingan tertentu. Karakter utama koalisi negara-masyarakat menekankan pada dua aspek utama dalam kerangka analisis. Pertama, koalisi negara-masyarakat tidak hanya terfokus pada kepentingan material aktoraktor tertentu dalam koalisi, namun juga kontribusi dalam pembentukan tujuan kebijakan dengan jangka waktu yang lebih panjang, seperti kepentingan nasional yang terkait dengan kepentingan masyarakat umum. Kedua, interaksi dalam koalisi akan membentuk preferensi dalam kebijakan serta menentukan tujuan kebijakan. Lebih lanjut, Okamoto membagi pendekatan koalisi negara-masyarakat dalam dua struktur. Struktur yang pertama adalah ide-ide kebijakan inti (core policy ideas). Dalam!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 13 Okamoto, Australia s Foreign Economic Policy and ASEAN. 14 Penggunaan terma koalisi negara-masyarakat oleh Okamoto dikembangkan dari teori sejenis yang digagas oleh Paul Sabatier dan Hank Jenkins-Smith yang dikenal dengan terma koalisi advokasi. Lihat P.A. Sabatier & H.C. Jenkins-Smith, Policy Change and Learning: An Advocacy Coalition Approach, Westview Press, Boulder, Okamoto, Australia s Foreign Economic Policy and ASEAN, pp

7 konteks kebijakan dan kerja sama ekonomi antarnegara, ide-ide kebijakan inti dapat diterapkan dalam gagasan terkait preferensi sistem dan kerja sama ekonomi serta perdagangan internasional yang ideal untuk ekonomi nasional maupun peningkatan standar hidup dalam suatu negara. Ide-ide kebijakan inti mencerminkan persepsi dasar suatu negara dalam memahami bagaimana hubungan internasional berjalan, seperti bagaimana negara melihat politik internasional dari perspektif realis atau liberal. Sementara itu, struktur kedua adalah ide-ide kebijakan nyata yang memiliki peran dalam mendukung implementasi ide-ide kebijakan inti. Sebagai contoh, apabila suatu negara menganut liberalisasi perdagangan dan investasi sebagai ide-ide kebijakan inti, maka ide-ide kebijakan nyata dapat berbentuk kebijakan teknis yang mengatur pilihan sektor industri yang akan diliberalisasi dan bagaimana proses liberalisasi dijalankan, apakah secara bertahap atau dalam waktu singkat. Dalam analisis kebijakan ekonomi antarnegara, menurut Okamoto, perubahan bentuk hubungan dan kerja sama ekonomi pada prinsipnya memerlukan perubahan ide-ide kebijakan inti. Dengan kata lain, resistensi terhadap perubahan dalam bentuk hubungan dan kerja sama ekonomi akan muncul dengan kuat apabila tidak diawali dengan perubahan ide-ide kebijakan inti suatu negara. Dalam konteks Australia, salah satu mekanimse perubahan ide-ide kebijakan inti adalah perubahan pemerintahan eksekutif antara Partai Buruh dan Partai Liberal. Australia dengan sistem pemerintahan parlementer Westminster memungkinkan perubahan konstruksi pemerintahan yang masif dalam setiap perubahan kepemimpinan. Okamoto lebih lanjut menekankan bahwa perubahan tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap ide-ide kebijakan serta dukungan politik bagi suatu koalisi. Pada aspek tertentu, analisis terkait kebijakan ekonomi luar negeri Australia dalam artikel jurnal yang ditulis oleh Ann Capling sejalan dengan argumen yang diajukan Okamoto. 16 Meskipun tidak secara spesifik membahas kerja sama ekonomi luar negeri Australia-ASEAN, Capling menggarisbawahi bahwa perubahan kebijakan ekonomi luar negeri Australia (disebut Okamoto sebagai kebijakan-kebijakan inti) sepenuhnya tergantung oleh perubahan struktur dan profil pemerintahan eksekutif Australia. Pemerintahan Liberal lebih memfokuskan strategi kebijakan perdagangan bebas melalui skema bilateral, sebaliknya Partai Buruh menekankan peran penting multilateralisme dalam menjalankan kebijakan ekonomi luar negeri Australia. Capling memberikan contoh dengan kebijakan Partai Buruh di bawah kepemimpinan Bob Hawke dan Paul Keating!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 16 A. Capling, Australia s trade policy dilemmas, Australian Journal of International Affairs, vol. 62, no. 2, 2008, pp

8 yang melakukan liberalisasi perdagangan melalui jalur multilateral, serta John Howard yang berfokus pada pendekatan bilateral. Lebih lanjut, Capling bahkan memberikan penjelasan lebih terinci terkait motif perubahan kebijakan ekonomi luar negeri Australia yang didasarkan pada tiga hal, yaitu defensif, politis dan strategis. Dalam konteks motif defensif, kebijakan ekonomi luar negeri Australia seharusnya mampu mengamankan pasar-pasar internasional tertentu yang selama ini telah dikuasai oleh Australia dari ancaman persaingan melalui berbagai perjanjian perdagangan negara mitra dengan negara lain. Capling memberikan contoh perjanjian perdagangan antara Korea Selatan dengan AS yang berpotensi mengancam turunnya nilai ekspor daging sapi Australia ke Korea Selatan. Hal ini menjadi sebab dimulainya negosiasi perjanjian perdagangan berbasis preferensi antara Australia-Korea Selatan untuk mengamankan kepentingan Australia tersebut. Secara politik, kebijakan ekonomi luar negeri Australia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional Australia untuk selalu tampil menjadi pemain penting dalam perdagangan internasional. Dengan dinamika dan persaingan dalam perdagangan internasional yang semakin ketat, Australia perlu menyesuaikan diri melalui berbagai perubahan kebijakan ekonomi luar negeri untuk memastikan dirinya tetap berada di dalam persaingan. Capling menggunakan contoh ASEAN yang dinilai telah melakukan banyak pencapaian dalam menjalin hubungan strategis dengan negara-negara mitra dagang utama Australia. Jika tidak disikapi dengan tepat oleh Australia dengan membina hubungan ekonomi yang lebih erat dengan ASEAN, hal tersebut bisa membuat posisi Australia tergeser dan tidak lagi diprioritaskan dalam kerja sama perdagangan internasional. Sementara itu, berkenaan dengan motif strategis, kerja sama perdagangan juga dapat didasarkan pada pertimbangan keamanan. Motif ini tidak mampu memberikan keuntungan ekonomi jangka pendek, melainkan lebih menekankan pada manfaat kepentingan jangka panjang Australia dalam kebijakan keamanan maupun politik luar negeri. Perjanjian perdagangan bebas AS-Australia (AUSFTA) menjadi contoh yang dimaksud oleh Capling. Dalam AUSFTA keuntungan ekonomi yang didapat oleh Australia tidak sebanding dengan tercapainya tujuan utama AUSFTA bagi Australia, yaitu terpenuhinya kepentingan nasional Australia untuk memperkuat kemitraan strategis dan hubungan politik dengan AS. Secara umum, Okamoto mengklaim bahwa kerangka teori koalisi negaramasyarakat mampu menjelaskan motif di balik munculnya perubahan kebijakan ekonomi Australia terhadap ASEAN sejak awal dekade 1980-an. Dinamika koalisi antara 8

9 pemerintah dan masyarakat di Australia menentukan bagaimana negara tersebut membentuk kebijakan ekonomi terhadap ASEAN. Sementara itu, Capling melengkapi pendapat Okamoto dengan lebih menekankan pada ragam motif utama perubahan kebijakan ekonomi luar negeri Australia yang didasarkan pada motif defensif, politik dan strategis. Ini melengkapi pendapat Capling yang sejalan dengan Okamoto terkait dengan perubahan konstelasi politik dalam negeri Australia yang juga berpengaruh terhadap kebijakan perdagangan Australia. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa proposisi yang diajukan Okamoto dalam koalisi negara-masyarakat belum mampu menerjemahkan seluruh dinamika hubungan dan kerja sama ekonomi Australia-ASEAN dengan baik dan komprehensif. Hal ini setidaknya didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, dalam publikasi yang diterbitkan tahun 2010 tersebut, Okamoto cenderung terlalu berfokus pada perubahan kebijakan ekonomi Australia terhadap ASEAN pada jangka waktu Dalam rentang waktu tersebut perubahan yang terjadi dalam kebijakan ekonomi Australia-ASEAN selalu berbentuk evolusi menuju adopsi sebuah sistem yang baru dan belum pernah diterapkan sebelumnya. Okamoto menjelaskan bagaimana proteksionisme Australia terhadap ASEAN berubah menjadi liberalisasi perdagangan yang kemudian berevolusi menjadi beberapa agenda diplomasi perdagangan plurilateral melalui APEC, sebelum akhirnya berfokus pada strategi diplomasi perdagangan bilateral, sebagaimana ditekankan Howard di tahun Okamoto cenderung meninggalkan bahasan bagaimana skema AFTA-CER kembali muncul setelah strategi bilateral mendominasi dan berevolusi menjadi AANZFTA. Hal ini terlihat dari pembahasan yang diuraikan oleh Okamoto yang berfokus pada penundaan inisiatif AFTA-CER pada tahun 2000, meskipun pembahasan inisiatif tersebut telah dimulai kembali pada tahun Kedua, teori koalisi negara-masyarakat yang lebih menekankan pada aspek dinamika hubungan negara-masyarakat serta politik domestik suatu negara cenderung mengabaikan peran politik internasional dalam proses pembuatan kebijakan. Definisi ideide kebijakan inti yang menurut Okamoto memiliki peran penting dalam menentukan perspektif dasar suatu negara dalam melihat politik internasional belum mampu mengukur signifikansi peran politik internasional terhadap proses pembuatan kebijakan. Dalam konteks AANZFTA, kepentingan ekonomi maupun politik dari negara-negara anggota!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 17 ASEAN, Joint Declaration of The Leaders at The Asean-Australia & New Zealand Commemorative Summit, ASEAN on the Web, 30 November 2004, < Declaration_of_the_Leaders.pdf>, diakses 7 April

10 ASEAN memiliki peran penting dalam inisiatif perjanjian perdagangan bebas tersebut. Sayangnya, melalui teori koalisi negara-masyarakat kepentingan ASEAN ini tidak mendapat ruang yang cukup untuk dianalisa. Ketiga, teori koalisi negara-masyarakat terlalu berfokus pada aspek kalkulasi ekonomi dan tidak memberi batasan yang jelas dalam membedakan kepentingan aktor koalisi dengan kepentingan nasional. Hal ini terlihat dari perubahan bentuk hubungan ekonomi Australia-ASEAN melalui perspektif teori tersebut berdasar pada perubahan koalisi yang dipicu oleh upaya pemenuhan kepentingan yang berbasis pada kepentingan masyarakat umum. Dengan kata lain, pendekatan koalisi negara-masyarakat tidak mampu memberikan analisis yang tegas antara kepentingan masyarakat umum dengan potensi perubahan kebijakan yang didasarkan pada kepentingan politik partai tertentu dalam mengumpulkan dukungan politik. Keempat, terkait salah satu argumen Okamoto tentang perubahan kebijakan yang dipicu oleh perubahan ide-ide kebijakan inti melalui perubahan pemerintahan, sebagaimana juga ditegaskan oleh Capling, penting untuk dicatat bahwa argumen tersebut perlu dikaji dengan lebih terinci. Perubahan bentuk hubungan ekonomi Australia-ASEAN sejak dekade 1970-an hingga 2000-an pada umumnya terjadi mengikuti setiap perubahan pemerintahan di Australia. Sebagai contoh, proteksionisme terjadi pada masa Malcolm Fraser (Liberal); liberalisasi perdagangan dan upaya diplomasi strategi plurilateral melalui APEC digagas pada masa Bob Hawke dan Paul Keating (Buruh); serta strategi diplomasi perdagangan bilateral ditekankan oleh John Howard (Liberal). Namun demikian, menarik untuk dilihat bahwa munculnya kembali inisiatif untuk merumuskan AANZFTA dimulai sejak akhir periode Howard pada tahun Inisiatif AANZFTA yang kembali dibahas pada masa Howard ini menunjukkan realitas yang berbeda dengan argumen Okamoto. Perubahan bentuk hubungan kerja sama ekonomi Australia-ASEAN pada implementasinya tidak selalu didasarkan pada perubahan pemerintahan di Australia. Di sisi lain, meskipun pendapat Capling dalam hal perubahan struktur dan profil pemerintahan di Australia sebagai penentu utama perubahan kebijakan ekonomi luar negeri Australia tidak sepenuhnya kuat, menarik untuk dilihat bahwa Capling memaparkan analisis yang cukup terinci terkait dengan motif perubahan kebijakan ekonomi luar negeri Australia. Kelemahan pendapat Okamoto dengan ketidakhadiran aspek politik yang jelas dan terlalu berfokus pada kalkulasi ekonomi pada aspek tertentu telah dilengkapi oleh Capling melalui tiga motif tersebut di atas. Pada aspek defensif, Capling menekankan peran penting keuntungan ekonomi yang tetap menjadi bagian dari prioritas kebijakan 10

11 ekonomi luar negeri Australia. Sementara itu, kalkulasi ekonomi yang tersirat melalui motif defensif tersebut diimbangi dengan motif politik dan strategis yang keduanya merupakan identitas kepentingan nasional Australia dalam melakukan kerja sama ekonomi luar negeri. Motif politik dan strategis sekaligus menjadi penegas pendapat Capling dari Okamoto, yang dengan terma kepentingan masyarakat umum tidak berhasil memberikan gambaran jelas dan tegas tentang kepentingan nasional Australia. Meskipun demikian, ketiga motif yang diajukan Capling tersebut juga tidak menjadikan aspek politik internasional sebagai motif keempat dalam menentukan perubahan kebijakan. Dengan kata lain, sama halnya dengan Okamoto, Capling tidak berhasil memberikan gambaran yang jelas tentang peran politik internasional dalam mempengaruhi kebijakan ekonomi luar negeri Australia. Ketiga motif yang digagas Capling murni terbatas pada kacamata kepentingan domestik Australia dalam menilai persaingan ekonomi internasional. Selain pendekatan Okamoto dan Capling dalam analisis motif dibalik perjanjian perdagangan yang diinisiasi Australia, Vinod K. Aggarwal dan Seungjoo Lee dengan fokus analisis yang lebih luas menggagas lima faktor yang mendorong suatu negara menginisiasi perjanjian perdagangan yang terfokus kepada wilayah Asia. Lima faktor tersebut meliputi keuntungan ekonomi, pertimbangan ekonomi politik, motivasi untuk reformasi domestik, asimetri kekuatan serta pertimbangan diplomatik dan keamanan. 18 Pada faktor pertama, Aggarwal dan Lee menegaskan peran kalkulasi keuntungan ekonomi yang menjadi salah satu bagian penting dalam agenda liberalisasi perdagangan. Dari faktor ini, terdapat dua indikator yang menjelaskan mengapa proliferasi perjanjian perdagangan terjadi di wilayah Asia. Pertama, setelah pendekatan multilateral melalui WTO, perjanjian minilateral dan bilateral merupakan pendekatan yang terbaik dalam melakukan liberalisasi perdagangan. Semakin banyak jumlah perjanjian yang diinisiasi, kalkulasi tentang keuntungan ekonomi yang akan diraih akan semakin besar. Hal inilah yang menjelaskan sebab pertumbuhan jumlah perjanjian perdagangan di negara-negara Asia dalam satu dekade terakhir. Kedua, preferensi memilih mitra dagang dalam perjanjian perdagangan menunjukkan hubungan koheren antara jarak geografis dengan keuntungan ekonomi. Pengurangan biaya yang timbul akibat jarak mitra dagang yang jauh dipadukan dengan optimalisasi keuntungan ekonomi menunjukkan bahwa negara-negara cenderung memiliki preferensi memilih mitra dagang dengan negara-negara tetangga. Kondisi ini semakin menguatkan gagasan negara-!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 18 V.K. Aggarwal & S. Lee, The domestic political economy of preferential free trade agreements in the Asia-Pacific, dalam V.K. Aggarwal & S. Lee (eds.), Trade Policy in the Asia-Pacific: The Role of Ideas, Interests and Domestic Institutions, Springer, London, 2011, p

12 negara di wilayah Asia yang meningkatkan jumlah perjanjian perdagangan dengan negara sekitar. Beberapa perjanjian perdagangan seperti AFTA, ASEAN-Cina dan Singapura- Cina menjadi contoh kasus yang dimaksud. Meskipun demikian, menarik untuk dilihat bahwa faktor keuntungan ekonomi tidak selalu berhasil dalam menjelaskan fenomena diplomasi perdagangan di Asia. Negara-negara besar di Asia Timur seperti Korea Selatan, Cina dan Jepang justru tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas antar ketiga negara tersebut. Kedua, faktor pertimbangan ekonomi politik juga memainkan peran penting dalam melatarbelakangi suatu negara menggagas perjanjian perdagangan. Menurut Aggarwal dan Lee, faktor ini memiliki pendekatan yang berbeda dengan faktor keuntungan ekonomi. Faktor ekonomi politik menunjukkan bahwa perjanjian perdagangan antarnegara dalam bentuk minilateral atau bilateral dapat menciptakan efek domino atau dampak kerja sama yang lebih luas antar para pihak. Selain itu, dibanding menjadikan kalkulasi ekonomi sebagai dasar tunggal untuk menentukan arah perjanjian perdagangan, pertimbangan ekonomi politik mendorong suatu negara menginisiasi perjanjian perdagangan dan memilih mitra dagang yang dapat mengurangi dampak negatif domestik dari liberalisasi perdagangan. Perjanjian perdagangan pada dasarnya tidak hanya mendorong peningkatan intensitas perdagangan, investasi dan transfer teknologi, namun juga mampu berperan sebagai instrumen untuk menyelesaikan permasalahan politik domestik yang dihadapi oleh para pihak yang terlibat. Contoh dari pertimbangan ini dapat dilihat dari beberapa negara di kawasan Asia yang menggagas perjanjian perdagangan bebas transregional seperti Singapura-AS, Korea Selatan-AS dan Jepang-Meksiko. Ketiga perjanjian transregional ini ditujukan untuk mengurangi tekanan politik lintas sektoral dalam negeri terhadap agenda liberalisasi perdagangan, sebagaimana ditekankan oleh Aggarwal dan Lee. Ketiga, faktor reformasi domestik. Inisiatif menggagas perjanjian perdagangan juga dapat dilatarbelakangi oleh agenda untuk melakukan reformasi industri domestik. Suatu negara dapat menjadikan perjanjian perdagangan sebagai instrumen pendukung kebijakan industri, baik untuk melindungi industri yang sedang berkembang di dalam negeri, atau meningkatkan daya saing industri tersebut. Menurut Aggarwal dan Lee, negosiasi dalam perjanjian perdagangan bilateral dapat membantu memfasilitasi suatu negara melakukan penyederhanaan, peningkatan atau restrukturisasi ekonomi. Dalam kondisi ini, perjanjian perdagangan digunakan untuk mendukung reformasi domestik, sehingga pemerintah dapat menggunakan perjanjian tersebut sebagai pengaruh politik dalam negeri untuk mengurangi resistensi liberalisasi perdagangan yang ditekankan oleh sektor pemihak proteksionisme. 12

13 Keempat, faktor asimetri kekuatan turut berperan dalam mendorong munculnya inisiatif perjanjian perdagangan. Menurut Aggarwal dan Lee, perjanjian perdagangan dapat digagas untuk menjembatani munculnya asimetri kekuatan di antara negara-negara yang terlibat. Negara dengan kekuatan besar cenderung menjajaki perjanjian perdagangan yang mencakup semua sektor, termasuk liberalisasi perdagangan barang maupun jasa. Di sisi lain, negara dengan kekuatan besar juga cenderung menghindari liberalisasi perdagangan yang merugikan sektor-sektor industri sensitif dalam negeri. Kecenderungan ini menjadi tekanan tersendiri bagi negara-negara berkekuatan menengah, dimana negara berkekuatan menengah justru cenderung dipaksa untuk lebih berkompromi dalam negosiasi perjanjian perdagangan. Keputusan untuk bergabung dalam negosiasi perjanjian perdagangan bebas dengan negara berkekuatan besar dilihat sebagai bentuk kekhawatiran negara-negara berkekuatan menengah terhadap pengecualian (fear of exclusion) yang dilakukan oleh negara berkekuatan besar dalam menentukan agenda liberalisasi ekonomi regional. Contoh dari faktor ini dapat dilihat dalam perjanjian antara AS-Australia, AS-Singapura dan AS- Korea Selatan. Kekhawatiran pengecualian pasar ekspor oleh AS dilihat sebagai pemicu negara-negara tersebut menjajaki kerja sama perdagangan dengan AS. Kelima, faktor pertimbangan diplomatik dan keamanan adalah faktor terakhir yang digagas Aggarwal dan Lee berperan melatarbelakangi munculnya perjanjian perdagangan bebas. Negara berkekuatan besar seperti AS menghubungkan pertimbangan diplomatik dan keamanan dalam negosiasi perjanjian perdagangan, dimana perjanjian perdagangan bebas menjadi bentuk penghargaan bagi para sekutu negara tersebut. Perjanjian perdagangan AS- Israel dan AS-Yordania merupakan contoh bagaimana AS menjadikan perjanjian sebagai alat diplomasi. Tidak hanya AS, Cina dan Jepang memiliki karakter strategi diplomasi yang relatif sama. Sebagaimana ditekankan oleh Aggarwal dan Lee, inisiatif perjanjian perdagangan antara Cina-ASEAN pada dasarnya merupakan upaya diplomatik Cina untuk meningkatkan hubungan politik antara Cina dan negara-negara ASEAN di tengah realitas bahwa struktur ekonomi Cina dan ASEAN pada dasarnya lebih bersifat kompetitif. Hal yang sama dapat juga dilihat dari Jepang yang menginisiasi perjanjian perdagangan bebas sebagai bagian dari kebijakan strategis untuk menegaskan eksistensi negara tersebut di kawasan. Kelima faktor di atas menjadi argumen utama Aggarwal dan Lee dalam penjelasan motif perjanjian perdagangan bebas yang dewasa ini intensitasnya semakin meningkat di kawasan Asia. Selain kelima faktor tersebut, di dalam tulisan yang sama Aggarwal dan Lee juga memaparkan kerangka teoritis tentang proses reformulasi kebijakan perdagangan 13

14 suatu negara. Terdapat tiga variabel utama yang mewarnai proses reformulasi kebijakan perdagangan, terdiri atas persepsi dan ide-ide; kepentingan; dan institusi domestik. Ketiga variabel tersebut berada dalam proses politik dalam negeri suatu negara yang menghadapi tantangan reformulasi kebijakan perdagangan. Persepsi dan ide-ide merupakan variabel yang dimainkan oleh para aktor dalam negeri yang membantu pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi sekaligus menterjemahkan sifat perubahan eksternal dalam perdagangan, dimana persepsi dan ide-ide dari aktor-aktor utama tersebut dapat memberikan pilihan dan alternatif kebijakan reformulasi strategi perdagangan bagi para pembuat kebijakan. Dalam proses tersebut juga berperan variabel kedua, yaitu kepentingan, dimana para aktor utama melakukan konfigurasi ulang kepentingan mereka dengan memberikan preferensi terhadap pilihan kebijakan reformulasi strategi perdagangan. Sejalan dengan proses tersebut juga berperan variabel ketiga, yaitu institusi domestik, dimana analisis mendalam terkait proses dan struktur pembuatan kebijakan oleh pemerintah serta kemungkinan perlawanan dalam negeri terhadap rencana liberalisasi perdagangan merupakan faktor-faktor yang penting dalam proses reformulasi kebijakan perdagangan. Melengkapi paparan Aggarwal dan Lee tentang ragam motivasi yang menjadi latar belakang pembuatan kebijakan perdagangan, John Ravenhill mengemukakan peran penting regionalisme dalam mendorong meningkatnya intensitas perjanjian perdagangan bebas dalam satu dekade terakhir. Meskipun dalam tulisannya Ravenhill memfokuskan analisis pada politik perdagangan di Asia Timur, menarik untuk dilihat bahwa dalam konteks yang lebih umum, Ravenhill menekankan peran strategis regionalisme sebagai pemicu negaranegara menginisiasi atau bergabung dalam agenda perjanjian perdagangan bebas. Peran dan kapasitas negara-negara anggota dalam suatu organisasi regional dalam melakukan negosiasi perdagangan global menjadi lebih baik, merupakan salah satu peran strategis regionalisme yang dimaksud. Selain itu, regionalisme juga berkontribusi memberikan pengaruh positif dan kepastian bagi negara-negara yang mulanya memiliki resistensi tinggi untuk bergabung dalam perjanjian perdagangan bebas. 19 Di sisi lain, regionalisme yang tidak bekerja secara efektif dapat menimbulkan adanya upaya pendekatan regional yang baru dalam bidang liberalisasi perdagangan. Kegagalan APEC merupakan contoh kasus yang dimaksud, dimana ketidakpuasan terhadap perkembangan APEC mendorong negaranegara untuk melakukan reformulasi liberalisasi perdagangan di level regional.!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 19 J. Ravenhill, Trade politics in East Asia, dalam B. Hocking & S.McGuire (eds.), Trade Politics, Routledge, New York, 2004, pp

15 Selain menegaskan peran strategis regionalisme, Ravenhill juga memaparkan peran penting kepentingan ekonomi dalam negeri suatu negara dalam membentuk arah perjanjian perdagangan bebas. Menurut Ravenhill, sebagian besar analisis politik perdagangan dalam hubungan internasional menjadikan negara sebagai aktor tunggal sehingga analisis yang memfokuskan pada struktur pembuatan kebijakan dalam suatu negara, termasuk para aktor yang beprengaruh di dalam negara tersebut masih belum banyak dikembangkan. Dalam dua dekade terakhir, fokus analisis yang tidak melihat negara sebagai aktor tunggal mulai banyak dikembangkan, khususnya dalam melihat dinamika perkembangan ekonomi politik Asia Tenggara. Analisis tersebut melihat komunitas bisnis dalam negeri sebagai kelompok kepentingan yang memiliki peran penting untuk mempengaruhi kebijakan ekonomi luar negeri suatu negara. Menurut Ravenhill, kelompok bisnis berpengaruh terhadap penentuan besaran tingkat proteksi yang ditetapkan terhadap sektor tertentu oleh suatu negara. Di sisi lain, kepentingan kelompok bisnis terhadap perjanjian perdagangan bebas semakin tinggi seiring dengan proliferasi jumlah perjanjian tersebut di kawasan Asia. Kepentingan yang melekat dengan negosiasi perjanjian perdagangan bebas merupakan konsekuensi logis bagi kelompok bisnis, untuk memastikan bahwa tidak ada dampak negatif yang timbul akibat negosiasi suatu perjanjian, khususnya dalam preferensi akses pasar mitra dagang. Beberapa contoh kasus diangkat oleh Ravenhill, seperti dukungan dari Federasi Organisasi Ekonomi Jepang, Keidanren, terhadap negosiasi perjanjian perdagangan bebas oleh Jepang pada awal dekade 1990-an. Hal yang sama juga dapat dilihat dari Federasi Industri Korea yang mengawal Korea Selatan dalam melakukan negosiasi perjanjian perdagangan bebas. Motif untuk melakukan perjanjian perdagangan bebas juga dianalisis dengan rinci oleh Bernard M. Hoekman dan Michel M. Kostecki. Dalam sebuah bab yang menganalisis integrasi perdagangan regional, Hoekman dan Kostecki memaparkan enam faktor yang mendorong terjadinya perjanjian perdagangan bebas di level regional. 20 Pertama, kekuatan utama dunia yang melemah. Dalam setiap dinamika maupun hambatan yang terjadi dalam level internasional akan berdampak terhadap reaksi negara-negara dalam menentukan pola dan strategi perdagangan. Hoekman dan Kostecki memberikan contoh runtuhnya kekuatan Uni Soviet pada awal dekade 1990-an mendorong terjadinya demokratisasi di negaranegara di Eropa Timur, sekaligus transformasi menuju ekonomi berbasis pasar. Dalam konteks ini, menjajaki perjanjian perdagangan regional dengan negara-negara di Eropa Barat menjadi salah satu upaya yang dapat mengakselerasi transformasi menuju ekonomi!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 20 B.M. Hoekman & M.M. Kostecki, The Political Economy of the World Trading System: The WTO and Beyond, Oxford University Press, New York, 2001, pp

16 pasar yang terbuka. Kedua, perubahan cara pandang AS dalam melihat regionalisme sejak dekade 1980-an. Posisi AS yang semula lebih memilih jalur diplomasi multilateral dalam perdagangan pada masa tersebut berubah menjadi preferensi terhadap diplomasi regional. Hal ini terjadi karena proses dan perkembangan di jalur multilateral yang berlangsung lambat. Sebagai negara adikuasa, kondisi ini turut merubah preferensi negara berkekuatan menengah dalam melakukan strategi perdagangan. Ketiga, munculnya dampak domino yang dipicu dari terbentuknya blok dagang regional negara-negara berkekuatan besar. Terbentuknya blok ini menciptakan tekanan terhadap negara-negara yang tidak masuk dalam blok dagang tersebut, sehingga muncul terciptanya blok-blok dagang baru yang juga disebut dengan istilah domino regionalism. Keempat, Hoekman dan Kostecki menempatkan globalisasi sebagai faktor pemicu yang turut berperan penting mendorong munculnya perjanjian perdagangan regional. Fenomena globalisasi mendorong terjadinya internasionalisasi pasar dan menciptakan tekanan bagi perusahaan-perusahaan. Kondisi ini mendorong pemerintahan suatu negara untuk mencari akses pasar yang lebih luas serta akses investasi dan teknologi yang lebih leluasa. Proses ini menciptakan upaya bagi perusahaan untuk mencoba mempengaruhi pemerintah untuk menurunkan biaya-biaya terkait ekspor dan impor dalam perdagangan, dimana salah satu instrumen efektif yang dapat ditempuh adalah dengan perjanjian perdagangan bebas di level regional. Kelima, perjanjian perdagangan bebas di level regional merupakan salah satu upaya negara dalam meningkatkan kredibilitas dalam maupun luar negeri. Komitmen terhadap perjanjian perdagangan bebas di level regional dipahami sebagai instrumen pengunci kebijakan reformasi dalam negeri, baik di bidang ekonomi maupun non-ekonomi, seperti transformasi menuju demokrasi. Dalam konteks ini negara menunjukkan komitmen untuk bekerjasama serta meningkatkan kredibilitas dalam menarik penanaman modal dari dalam maupun luar negeri. Keenam, faktor politis, dimana perjanjian perdagangan bebas sering dipicu oleh pertimbangan politik luar negeri maupun pertimbangan keamanan nasional. Menurut Hoekman dan Kostecki, dampak ekonomi yang timbul dari perjanjian tersebut, terlebih bila perjanjian justru tidak memberikan keuntungan bagi negara, merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk tercapainya tujuan non-ekonomi. Di sisi lain, dibanding penyelesaian di level multilateral, perjanjian di level regional juga merupakan alternatif yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan masalah yang timbul di antara negara-negara tetangga. 16

17 Analisis faktor-faktor penyebab suatu negara menginisiasi perjanjian perdagangan bebas yang dibuat oleh Aggarwal dan Lee, Ravenhill, Hoekman dan Kostecki di atas menunjukkan beberapa hal. Pertama, sejalan dengan pendekatan Okamoto dan Capling, Aggarwal dan Lee menekankan peran politik dalam negeri dalam memberikan pengaruh terhadap penjajakan perjanjian perdagangan. Lima faktor yang digagas oleh Aggarwal dan Lee menekankan pada interaksi antaraktor dalam negeri dengan kategori analisis yang luas. Secara umum, pembedaan antara faktor keuntungan ekonomi dengan non-ekonomi dipisahkan dengan cukup jelas oleh Aggarwal dan Lee. Asimetri kekuatan dan faktor diplomatik dan keamanan merupakan faktor non-ekonomi yang turut memberi pengaruh terhadap pembuat kebijakan. Namun demikian, meskipun dalam tulisannya Aggarwal dan Lee mengkritik bahwa sebagian besar analisis terkait politik perdagangan di Asia Timur dan Amerika menempatkan perubahan dalam sistem internasional sebagai faktor dominan yang memicu perubahan strategi perdagangan, penting untuk dicatat bahwa dalam kerangka teoritis yang diajukan, perubahan dalam sistem internasional yang disebut dengan external shock justru tidak diklasifikasikan dengan lebih rinci. Selain itu, kritik Aggarwal dan Lee juga ditujukan pada analisis perubahan dalam sistem internasional yang tidak menciptakan pola kebijakan yang sama bagi sebagian besar negara. Dalam konteks ini, kerangka teoritis yang dibawa oleh Aggarwal dan Lee dengan penekanan terhadap struktur pembuat kebijakan dalam negeri pada dasarnya juga tidak menghasilkan hasil atau pola analisis yang dapat diseragamkan. Peran persepsi dan ide-ide, kepentingan serta institusi domestik pada dasarnya sangat bergantung dari bentuk perubahan dalam sistem internasional itu sendiri. Dengan kata lain, meskipun Aggarwal dan Lee berhasil memberikan telaah yang mendalam terkait peran struktur domestik dan tetap menjadikan perubahan dalam sistem internasional sebagai faktor yang berkesinambungan sebagai pemicu reformulasi strategi perdagangan, menarik untuk dicatat bahwa tidak adanya penjelasan yang lebih rinci terkait perubahan dalam sistem internasional justru dapat dilihat sebagai otokritik bagi kerangka teoritis yang diajukan. Kedua, dari arah yang berbeda, Ravenhill memaparkan regionalisme sebagai salah satu pemicu negara-negara menginisiasi ataupun bergabung dalam perjanjian perdagangan bebas. Dalam konteks ini, tidak ditemukannya klasifikasi yang rinci terkait perubahan sistem internasional dalam tulisan Aggarwal dan Lee justru dapat ditemukan dalam tulisan Ravenhill, meskipun hanya mengajukan argumen tunggal regionalisme sebagai pemicu perkembangan strategi perdagangan. Di sisi lain penting untuk dicatat bahwa Ravenhill 17

18 tidak melakukan dikotomi peran dalam dan luar negeri dalam memberikan pengaruh terhadap sebuah kebijakan perdagangan. Hal ini dapat dilihat dalam tulisan Ravenhill, dimana peran kelompok bisnis dalam negeri sebagai bagian dari aktor dan kelompok kepentingan memiliki posisi yang tidak kalah penting dari peran regionalisme sebagai faktor luar negeri. Meskipun Ravenhill tidak mengajukan kerangka teoritis sebagaimana diajukan oleh Aggarwal dan Lee, dapat dilihat bahwa Ravenhill menempatkan faktor dalam dan luar negeri pada posisi yang tepat dan saling memberikan pengaruh terhadap dinamika strategi perdagangan suatu negara. Ketiga, dengan uraian yang lebih rinci terkait faktor luar negeri sebagai pendorong perubahan strategi perdagangan, Hoekman dan Kostecki memaparkan penjelasan yang komprehensif. Dengan mengajukan enam faktor pemicu semakin meningkatnya intensitas perjanjian dan integrasi regional dalam dua dekade terakhir, dapat dilihat bahwa Hoekman dan Kostecki mengindikasikan setidaknya empat faktor luar negeri, terdiri atas perubahan kekuatan utama dunia, perubahan pandangan AS terhadap regionalisme, dampak domino dan globalisasi. Sebagaimana Ravenhill, Hoekman dan Kostecki tetap menganggap politik dalam negeri memiliki peran penting dalam memberikan pengaruh terhadap strategi perdagangan suatu negara. Dua faktor terakhir yang diajukan oleh Hoekman dan Kostecki, yaitu kredibilitas dan politik, menjadi penjelasan bahwa faktor luar negeri tidak berdiri sendiri. Dengan tanpa memberikan kritik teoritis terhadap analisis politik perdagangan di level regional, Hoekman dan Kostecki memiliki posisi yang sejalan dengan Ravenhill, menempatkan faktor dalam dan luar negeri pada posisi yang penting dalam memberikan pengaruh terhadap perubahan strategi perdagangan. Keempat, penting untuk dicatat bahwa analisis Aggarwal dan Lee, Ravenhill, Hoekman dan Kostecki memiliki arah yang sama dengan argumen Okamoto dan Capling, dimana kelimanya memberikan paparan terkait faktor-faktor pendorong suatu negara dalam melakukan perjanjian perdagangan. Hal yang membedakan dari kelima analisis di atas adalah bagaimana peran faktor dalam dan luar negeri memiliki pengaruh dan berperan terhadap proses perubahan kebijakan strategi perdagangan. Okamoto, Capling bersama Aggarwal dan Lee menempatkan politik dalam negeri beserta struktur yang ada di dalamnya sebagai faktor terpenting dalam memahami dinamika strategi perdagangan. Meskipun ketiga analisis menempatkan faktor luar negeri turut berpengaruh, (exogenous shock dalam bahasa Okamoto, atau external shock, dalam bahasa Aggarwal dan Lee), namun ketiga analisis tersebut memiliki prioritas yang sama dengan menempatkan politik dalam negeri sebagai basis analisis. Sementara itu, Ravenhill serta Hoekman dan Kostecki 18

19 memiliki pendekatan yang lebih lunak. Dengan menempatkan faktor luar negeri sejajar bersama faktor dalam negeri dalam memberikan pengaruh terhadap negara dalam inisiasi perjanjian perdagangan, analisis dalam kedua tulisan tersebut memberikan klasifikasi yang rinci terkait ragam faktor luar negeri. Tanpa meninggalkan peran faktor dalam negeri, Ravenhill serta Hoekman dan Kostecki menggarisbawahi bahwa kedua faktor bersifat saling memberikan pengaruh terhadap proses pembuatan strategi perdagangan. Melengkapi analisis Okamoto, Capling, Aggarwal dan Lee, Ravenhill, Hoekman dan Kostecki, tesis ini akan berfokus pada faktor dalam dan luar negeri dengan menitikberatkan pada kompleksitas hubungan tiga pertimbangan yang diajukan oleh William D. Coplin dan Charles W. Kegley, yaitu konteks politik domestik, kapabilitas ekonomi dan militer serta konteks internasional dalam proses pembuatan kebijakan terkait kerja sama ekonomi Australia-ASEAN dalam AANZFTA. Dinamika hubungan negara dengan masyarakat yang menjadi fokus gagasan Okamoto akan terintegrasi dalam kategori konteks politik domestik, sementara pendapat Capling terkait dengan motif defensif dan strategis akan tergabung dalam kategori kapabilitas ekonomi dan militer. Sebagaimana analisis Ravenhill serta Hoekman dan Kostecki, analisis ini juga akan diimbangi dengan faktor luar negeri dalam proses pembuatan kebijakan, yaitu konteks internasional yang akan menjelaskan inisiatif AANZFTA sebagai strategi diplomasi perdagangan plurilateral adalah bentuk upaya Australia dalam merespon dinamika politik maupun ekonomi yang terjadi di ASEAN pada dua dekade terakhir. Dalam hal ini, respon Australia tersebut berupa regional engagement yang tidak hanya berdasar pada pemenuhan kepentingan jangka pendek seperti keuntungan ekonomi semata, namun juga mencakup kepentingan jangka menengah berupa hubungan yang harmonis antara Australia dengan negara-negara Asia Tenggara. D. Kerangka Teori Untuk menganalisis pertanyaan penelitian tentang strategi diplomasi perdagangan Australia dalam kawasan Asia Tenggara, penting untuk melihat kepada teori pembuatan kebijakan yang digagas oleh William D. Coplin dan Charles W. Kegley. Dalam teori tersebut Coplin dan Kegley menekankan bahwa kebijakan luar negeri pada dasarnya merupakan hasil dari tiga pertimbangan yang saling mempengaruhi satu sama lain terhadap pengambil kebijakan. Pertama, kondisi politik dalam negeri; kedua, kemampuan ekonomi dan militer; dan ketiga, konteks internasional, yaitu posisi khusus negara dalam 19

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea, RESUME Australia adalah sebuah negara yang terdapat di belahan bumi bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi tidak hanya berelasi dengan bidang ekonomi, tetapi juga di lingkungan politik, sosial, dan

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN.

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN. BAB V KESIMPULAN Kebangkitan ekonomi Cina secara signifikan menguatkan kemampuan domestik yang mendorong kepercayaan diri Cina dalam kerangka kerja sama internasional. Manuver Cina dalam politik global

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam

BAB IV KESIMPULAN. dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam BAB IV KESIMPULAN Sebagai negara yang berorientasi industri ekspor, Jepang memang terus dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam ekonominya ini. Selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010. 100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor

BAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor BAB V KESIMPULAN China beberapa kali mengalami revolusi yang panjang pasca runtuhnya masa Dinasti Ching. Masa revolusi yang panjang dengan sendirinya melahirkan para pemimpin yang mampu membawa China hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Parlemen selama 30 tahun. Kakek John Malcolm Fraser berasal dari Nova Scotia.

BAB VI KESIMPULAN. Parlemen selama 30 tahun. Kakek John Malcolm Fraser berasal dari Nova Scotia. BAB VI KESIMPULAN Malcolm Fraser dilahirkan 21 mei 1930, dari keluarga petani dan peternak domba yang kaya, kakeknya Sir Simon Fraser adalah salah seorang pertama-tama dipilih sebagai senator mewakili

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang :

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang : BAB 5 PENUTUP Berkembangnya regionalisme yang dipicu dari terbentuknya pasar Uni Eropa (UE) yang merupakan salah satu contoh integrasi ekonomi regional yang paling sukses, telah menarik negara-negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi bagi negaranya. Dewasa ini, salah satu syarat penting untuk mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

1 Plurilateral adalah bentuk perjanjian kerja sama perdagangan bebas (FTA) antara beberapa negara pada

1 Plurilateral adalah bentuk perjanjian kerja sama perdagangan bebas (FTA) antara beberapa negara pada BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan terbentuk dalam tiga rejim kerja sama internasional yaitu perjanjian perdagangan multilateral yang melibatkan banyak negara, regional dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada akhir abad ke 20 hingga awal abad ke 21 telah ditandai dengan adanya suatu proses penyatuan dunia yang menjadi sebuah ruang tanpa batasan tertentu. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka tiga faktor Ukuran ekonomi, Cina sebagai pusat perdagangan dunia, dan pengaruh permintaan domestik

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. -Peter M. Haas. Council on Foreign Relations, <http:www.jstor.org/stable/ >, diakses pada , 1993, p.78.

BAB IV KESIMPULAN. -Peter M. Haas. Council on Foreign Relations, <http:www.jstor.org/stable/ >, diakses pada , 1993, p.78. BAB IV KESIMPULAN Control over knowledge and information is an important dimension of power and that the diffusion of new ideas and information can lead to new patterns of behavior and prove to be an important

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah tumbuh dengan pesat dan memainkan peranan penting dan strategis dalam perekonomian global. Meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua tantangan besar yang dihadapi lndonesia saat ini, yaitu bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu kita juga harus mencermati globalisasi

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008 BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL ekonomi KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 02 Sesi KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil Kalimantan Barat, Oesman Sapta Odang menilai Indonesia

Lebih terperinci

PEMASARAN INTERNASIONAL

PEMASARAN INTERNASIONAL PENGANTAR PEMASARAN PEMASARAN INTERNASIONAL Suwandi PROGRAM STUDI MANAGEMENT RESORT & LEISURE UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG PEMASARAN INTERNASIONAL 1. Globalisasi perdagangan dunia 2. Faktor-faktor

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama BAB V Kesimpulan Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama ekonomi melalui perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa negara secara bilateral, seperti perjanjian perdagangan

Lebih terperinci

perdagangan, industri, pertania

perdagangan, industri, pertania 6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC ECONOMIC COOPERATION (APEC) GAMBARAN UMUM

ASIA PACIFIC ECONOMIC COOPERATION (APEC) GAMBARAN UMUM ASIA PACIFIC ECONOMIC COOPERATION (APEC) GAMBARAN UMUM 1. Forum Kerjasama Ekonomi negara-negara di kawasan Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation-APEC) dibentuk pada tahun 1989 berdasarkan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 sampai 1998 lalu. Peristiwa ini telah membawa dampak yang merugikan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. memproduksi dan menjual produknya dalam lingkup nasional saja. Keuntungan yang

BAB 1. PENDAHULUAN. memproduksi dan menjual produknya dalam lingkup nasional saja. Keuntungan yang BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pada waktu lalu perusahaan dapat mencapai kesuksesan hanya dengan memproduksi dan menjual produknya dalam lingkup nasional saja. Keuntungan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini secara langsung sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan-perusahaan di

BAB I PENDAHULUAN. saat ini secara langsung sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan-perusahaan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia tahun 997 maupun krisis global saat ini secara langsung sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat berlangsungnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, Vietnam ikut terlibat dalam Perang Vietnam melawan Amerika Serikat (AS). Blok barat

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG dan UPAYA DIPLOMATIK CINA MENDORONG CHINA-ASEAN FREE TRADE AGREEMENT

LATAR BELAKANG dan UPAYA DIPLOMATIK CINA MENDORONG CHINA-ASEAN FREE TRADE AGREEMENT PENELITIAN LABORATOTIUM DIPLOMASI LATAR BELAKANG dan UPAYA DIPLOMATIK CINA MENDORONG CHINA-ASEAN FREE TRADE AGREEMENT Nama Jurusan Fakultas : Iva Rachmawati, M.Si : Ilmu Hubungan Internasional : Ilmu Sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Prinsip perluasan Uni Eropa adalah semua anggota harus memenuhi ketentuan yang dimiliki oleh Uni Eropa saat ini, antara lain menyangkut isu politik (kecuali bagi

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara, Uni Eropa (UE) di Eropa dan NAFTA di Amerika Utara

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara, Uni Eropa (UE) di Eropa dan NAFTA di Amerika Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya laju globalisasi ekonomi dunia, terbentuklah blok ekonomi dan perdagangan regional disejumlah wilayah di dunia seperti pembentukan integrasi-integrasi

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci