UJI POTENSI LARVASIDA FRAKSI EKSTRAK DAUN Clinacanthus nutans L. TERHADAP LARVA INSTAR III NYAMUK Aedes aegypti ADE ANDRIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI POTENSI LARVASIDA FRAKSI EKSTRAK DAUN Clinacanthus nutans L. TERHADAP LARVA INSTAR III NYAMUK Aedes aegypti ADE ANDRIANI"

Transkripsi

1 UJI POTENSI LARVASIDA FRAKSI EKSTRAK DAUN Clinacanthus nutans L. TERHADAP LARVA INSTAR III NYAMUK Aedes aegypti ADE ANDRIANI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 ABSTRAK ADE ANDRIANI. Uji Potensi Larvasida Ekstrak Daun Dandang Gendis Terhadap Larva Nyamuk Instar III Aedes aegypti. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan UPIK KESUMAWATI HADI. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penyebab penyakit demam berdarah (DBD) yang telah menewaskan banyak orang di berbagai wilayah, terutama wilayah tropis dan subtropis. Pemberantasan vektor penyebab penyakit ini diharapkan dapat mengurangi bertambahnya penderita DBD. Penelitian ini bertujuan menguji potensi aktivitas larvasida daun dandang gendis terhadap larva instar III nyamuk Ae. aegypti. Uji aktivitas larvasida dilakukan terhadap ekstrak etanol dan ekstrak n-heksana. Nilai LC 50 diperoleh setelah pengamatan 72 jam. Berdasarkan hasil uji tersebut diperoleh bahwa ekstrak etanol memiliki aktivitas larvasida lebih tinggi dengan LC ppm dibandingkan dengan ekstrak n-heksana yang memiliki LC ppm. Ekstrak etanol kemudian difraksinasi menggunakan flash chromatography dengan fase diam silika gel dan fase gerak etil asetat:n-heksana (8:2) dan diperoleh fraksi 1-6. Keenam fraksi tersebut diuji kembali potensi aktivitas larvasidanya dan diperoleh fraksi 2 merupakan fraksi teraktif dengan LC ppm dalam 72 jam. Hasil tersebut masih cukup jauh jika dibandingkan dengan larvasida komersial temefos yang dapat menyebabkan kematian 100% dalam 24 jam. Hasil analisis kromatografi lapis tipis dua dimensi diperoleh bahwa fraksi 2 bukan merupakan komponen tunggal. Berdasarkan analisis spektrum inframerah, fraksi aktif diduga mengandung senyawa yang memiliki gugus fungsi aromatik, karbonil, dan hidroksil sedangkan uji fitokimia terhadap fraksi 2 menunjukkan uji positif terhadap alkaloid. ABSTRACT ADE ANDRIANI. Larvacidal Potency Assay of Clinacathus nutans L. Leaves Extract Against The third-instar larvae Aedes aegypti. Supervised by DUDI TOHIR and UPIK KESUMAWATI HADI. The mosquito Aedes aegypti is being the vector responsible for dengue fever that caused many people died in tropical and subtropical region. The vector extermination of this causing disease has expected can reduce the growing of people suffered dengue fever. The purpose of this research was to determine the potency larvacidal activity of Clinacanthus nutans L. leaves against the third-instar larvae of Ae. aegypti. Larvacidal activity assay has conducted to the ethanol and n-hexane extract of Cinacanthus nutans L. leaves. LC 50 value obtained from experiment after 72 hours observation. According to the result, extract ethanol with LC ppm has larvacidal activity higher than hexane extract with LC ppm. Then extract ethanol was fractionated using flash chromatography with silica gel as stationary phase and acetic ethyl acetic:n-hexane (8:2) as mobile phase and its produce fraction 1-6. All of fractions were assayed its larvacidal activity potencies and obtained fraction 2 was the most active fraction with LC ppm in 72 hours. This result was still not satisfied if compared with temephos as a positive control causing 100% death in 24 hours. The analysis of result thin layer chromatography showed that fraction 2 was still not single component. Based on infrared spectrum analysis, active fraction has assumed containing aromatic, carbonil, and hydroksil functional groups while phytochemical assay to fraction 2 showed positive test for alkaloid.

3 UJI POTENSI LARVASIDA FRAKSI EKSTRAK DAUN Clinacanthus nutans L. TERHADAP LARVA INSTAR III NYAMUK Aedes aegypti ADE ANDRIANI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

4 Judul : Uji Potensi Larvasida Fraksi Ekstrak Daun Dandang Gendis Terhadap Larva Instar III Nyamuk Aedes aegypti Nama : Ade Andriani NIM : G Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Drs. Dudi Tohir, MS. Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS. NIP NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. drh. Hasim, DEA NIP Tanggal Lulus:

5 PRAKATA Alhamdulillahirobil alamin, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari 2008 sampai Agustus 2008, tema yang dipilih ialah Uji Potensi Larvasida Fraksi Ekstrak Daun Dandang Gendis Terhadap Larva Instar III Nyamuk Aedes aegypti Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Dudi Tohir, MS. dan Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS. selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Sabur, IbuYeni, Ibu Aah, Pak Eman, Mbak Adew serta seluruh staf Kimia Organik, terutama Kak Budi dan Kak Tuti, atas fasilitas dan kemudahan yang diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan pada Bapak Nanang dan Bapak Opik atas bantuannya selama penulis mengadakan penelitian di Laboratorium Parasitologi dan Entomologi, FKH. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Kimia Organik (Rini, Dedi, deon,panji dan lain-lain) serta rekan-rekan di Pondok Molekul (Adem, Ai, Eka, Enggar, Fitri, Maipa, Mbak Rita, Niken, Nindy) juga rekan-rekan BUD Kabupaten Cianjur (Ima dan Dini) atas semangat dan saran selama penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Seluruh aparat Kesra Pemda Kabupaten Cianjur terutama Bapak Dudun abdullah, Ibu Siti, dan Bapak Maman atas segala bantuan dan fasilitas yang diberikan.tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada orang tua tercinta (Mama dan Bapak), kakak dan adikku (Teh Ine dan Elin), sahabat terbaikku (Tanti), Wa Eni, Keluarga Nuralamsyah, Keluarga besar Bapak Didung, Sahabat-sahabatku di Cianjur (Bunga, Winwin, Dian) atas kasih sayang, dorongan dan doanya, serta semua teman-teman angkatan 41 khususnya Anah, Irma, Ela dan Budi atas dukungan dan kebersamaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2008 Ade Andriani

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur tanggal 4 April 1985 dari ayah Muhidin dan ibu Ninah Maemunah. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang sama lulus dari seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Organik Layanan ITP, Praktikum Kimia Organik (PKO) Program S1 Kimia, Kimia Dasar TPB, Analisis Komponen Utama Aktif Program Diploma IPB, Kimia Organik Program Diploma IPB, Asisten Dosen Kimia Organik I, dan Asisten Dosen Kimia Organik II. Pada tahun 2006, penulis melaksanakan praktik lapangan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vii vii vii PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Dandang gendis... 2 Ae. aegypti... 2 Insektisida Nabati... 3 Senyawa Bioaktif... 3 Ekstraksi... 4 Flash Chromatography... 4 Kromatografi Lapis Tipis... 4 Spektroskopi Inframerah Fourier Transform Infrared (FTIR)... 5 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 5 Metode... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air... 7 Ekstraksi dan Uji Fitokimia... 7 Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak Kasar... 8 Fraksinasi Menggunakan Flash Chromatography... 9 Uji Aktivitas Larvasida Fraksi Hasil Flash Chromatography Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi Spektrum Inframerah FTIR Uji Fitokimia Fraksi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 14

8 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Daun dandang gendis Siklus hidup Ae. aegypti Nyamuk Ae. aegypti Telur nyamuk Ae. aegypti Tahap pembiakan larva Tahap uji aktivitas larvasida Analisis probit pada ekstrak etanol Analisis probit pada ekstrak n-heksana Analisis probit pada fraksi Kromatogram hasil KLT dua dimensi fraksi 2 dengan eluen 1 (etil asetat:heksana=8:2) dan eluen 2 (kloroform) DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar Hasil analisis gugus fungsi fraksi 2 menggunakan FTIR Hasil uji fitokimia fraksi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir pemisahan ekstrak aktif daun dandang gendis Persiapan hewan uji Pembuatan larutan stok dan uji larva nyamuk Ae. aegypti Penentuan kadar air Perolehan rendemen ekstrak etanol dan n-heksana Perhitungan jumlah larva yang mati untuk ekstrak etanol Perhitungan jumlah larva yang mati untuk n-heksana Hasil analisis probit untuk uji aktivitas larvasida Untuk ekstrak etanol Hasil analisis probit untuk uji aktivitas larvasida untuk ekstrak n-heksana Hasil identifikasi fraksi-fraksi Hasil uji toksisitas terhadap fraksi-fraksi hasil fraksinasi Hasil analisis probit untuk uji aktivitas larvasida untuk ekstrak n-heksana Spektrum inframerah untuk fraksi

9 9 PENDAHULUAN Penyakit demam berdarah (DBD) barubaru ini kembali merebak dan telah menewaskan banyak orang di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta dari Januari hingga 25 April 2007 tercatat kasus, 46 orang di antaranya meninggal dunia. Kejadian tersebut dikategorikan sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Perubahan iklim yang tidak menentu merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya kejadian demam berdarah. Beberapa faktor lain yang turut mendukung meningkatnya kejadian demam berdarah adalah pertumbuhan populasi dan arus urbanisasi yang tidak terkontrol selama 18 tahun belakangan ini menciptakan surga bagi nyamuk. Kota besar yang padat dengan sistem pengairan yang tidak memadai dan tempat tinggal yang saling berhimpitan menimbulkan genangan air di berbagai tempat. Selain itu penggunaan plastik, bahan stereofoam serta ban bekas kendaraan memperburuk peningkatan populasi nyamuk di berbagai tempat. Bahan-bahan tersebut tidak dapat didaur-ulang dan jika dibuang akan dapat menampung air hujan serta dapat menjadi tempat bersarang yang ideal bagi nyamuk (Herlina 2004). Penyakit demam berdarah disebabkan oleh arbovirus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Arbovirus ini menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan pendarahan (Rustandi 2005). Pengendalian terhadap nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor demam berdarah telah banyak dilakukan, yaitu dengan cara menurunkan populasi nyamuk atau dengan cara memutuskan siklus hidupnya. Salah satu cara dengan menggunakan insektisida kimia sintetik, seperti DDT, etilheksanadiol, temefos, dan berbagai senyawa sintetik lainnya. Namun akhir-akhir ini disadari bahwa dibalik manfaatnya yang besar dalam pengendalian Ae. aegypti, insektisida sintetik ternyata memiliki bahaya yang sangat mengerikan. Penggunaan bahan kimia sintetik tersebut dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia, disebabkan adanya residu bahan kimia yang tertinggal di lingkungan (Utari 2007). Menurut Cavalcanti et al. (2004), temefos diduga beracun karena dapat menyebabkan sakit kepala, iritasi, dan hilang ingatan. Selain itu temefos juga bersifat racun terhadap beberapa senyawa air. Larvasida temefos dapat masuk ke dalam rantai makanan dan semakin terakumulasi dengan semakin tingginya tingkat rantai makanan. Penggunaan insektisida sintetik untuk pengendalian nyamuk dapat bermanfaat bila digunakan dalam keadaan tepat. Tapi, bila digunakan dalam skala yang luas, terusmenerus dalam jangka panjang, dan dengan frekuensi yang tinggi, dapat menimbulkan penurunan kerentanan. Hal itu salah satunya telah dilaporkan oleh Braga et al. (2004). Untuk itulah diperlukan suatu penelitian dan pengembangan guna mencari insektisida yang dapat menghentikan atau menghambat perkembangan serangga yang ramah lingkungan. Upaya mengurangi penggunaan insektisida kimia sintetik, sangatlah bijak bila mengoptimalkan penggunaan tumbuhan yang mempunyai kemampuan sebagai insektisida nabati terutama bagi nyamuk Ae. aegypti. Hal itu karena Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk jenis tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida. Namun, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat-obatan dan insektisida hanya sekitar 10% dari jenis tumbuhan yang ada (Heyne 1987). Dandang gendis (Clinacanthus nutans L.) merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang berpotensi sebagai larvasida. Dandang gendis mengandung alkaloid, saponin, terpenoid, flavonoid, dan minyak atsiri. Senyawasenyawa tersebut diduga dapat berfungsi sebagai insektisida (Aminah 1995). Selain itu menurut Teshima et al. (1997), dandang gendis juga mengandung 5 senyawa organosulfur, yaitu Klinakosida A, Klinakosida B, Klinakosida C, Sikloklinakosida A1, dan Sikloklinakosida A2. Senyawa organosulfur juga diduga dapat berpotensi sebagai insektisida (Yaman 2002). Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2007) juga diperoleh bahwa fraksi ekstrak etanol daun dandang gendis memilki toksisitas yang tinggi terhadap larva udang dengan nilai LC 50 sebesar ppm. Meskipun dandang gendis berpotensi untuk dijadikan sebagai insektisida nabati, namun pemanfaatannya masih terbatas sebagai tanaman pagar dan hingga saat ini belum terdapat penelitian terhadap dandang gendis sebagai larvasida. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan mampu

10 10 meningkatkan ketertarikan terhadap flora asli Indonesia seperti dandang gendis. Hipotesis yang diajukan adalah ekstrak daun dandang gendis bersifat toksik terhadap larva Ae. aegypti. Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh bahan aktif sebagai alternatif dalam pengendalian larva Ae. aegypti, sehingga penggunaan insektisida sintetik yang membahayakan seperti abate dapat dikurangi. Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan tanaman dandang gendis sebagai larvasida terhadap nyamuk Ae. aegypti dan mengidentifikasi golongan fraksi aktif yang berpotensi sebagai larvasida. TINJAUAN PUSTAKA Dandang Gendis Dandang gendis merupakan tanaman semak belukar berbentuk perdu, batangnya tegak dengan tinggi kurang lebih 2,5 m, beruas dan berwarna hijau. Daunnya berbentuk tunggal dan berhadapan satu sama lain. Panjang daunnya berkisar antara 8-12 cm sedangkan lebar antara 4-6 cm. Daun tersebut berbentuk tulang menyirip dan berwarna hijau (Gambar 1). Tanaman ini memiliki bunga yang tumbuh di ketiak daun dan di ujung batang. Buahnya berwarna cokelat dengan bentuk bulat memanjang. Berbiji kecil dan hitam. Akar tunggang berwarna putih kotor. Secara taksonomi dandang gendis diklasifikasikan dalam kingdom Plantae, divisi Spermatofita, kelas Dikotiledonae, ordo Solanales, famili Acanthaceae, genus Clinacanthus, spesies Clinacanthus nutans Lindau. Tanaman ini memiliki nama daerah dandang gendis (Jawa Tengah), ki tajam dan Ki Oray (Sunda). Orang sering menyebut tumbuhan ini dengan sebutan gendis saja. Tanaman ini tumbuh di tempat yang cukup mendapat sinar matahari. Selain mempunyai nama daerah, tanaman ini juga mempunyai nama lain, yaitu Beloperone futgina Hassk dan Clinacanthus burmani Nees, C.siamensis, C angustus, C spirey. Menurut Suharty (2004) kandungan kimia tanaman ini terdiri atas alkaloid, flavonoid, dan terpenoid sedangkan menurut Ikatan Dokter Indonesia selain senyawa tersebut di atas, dandang gendis juga mengandung alkaloid, saponin dan minyak atsiri. Dandang gendis merupakan tanaman semak belukar yang sering dijadikan sebagai tanaman obat kencing manis, susah buang air kecil, dan disentri (Suharty 2004). Tanaman dandang gendis juga disebutkan memiliki potensi sebagai antimalaria (Pittaya et al. 2003) dan memiliki aktivitas antioksidan (Pannangpetch et al. 2007) dan diduga memiliki potensi sebagai antikanker berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2007) terhadap larva udang karena memiliki nilai LC 50 yang rendah yaitu ppm. Gambar 1 Daun dandang gendis. Nyamuk Ae. aegypti Seperti halnya serangga lain dari kelompok Diptera, siklus hidup nyamuk juga mengalami metamorfosis sempurna (Gambar 2) yang terdiri atas beberapa stadium dimulai dari telur- larva (larva instar 1, 2, 3, dan 4)- pupa dan dewasa. Secara taksonomi nyamuk Ae. aegypti dapat diklasifikasikan sebagai berikut kingdom Animalia, filum Invertebrata, kelas Insekta, ordo Diptera, famili Culicidae, genus Aedes, spesies Ae. aegypti. Gambar 2 Siklus hidup Ae. aegypti. Di daerah tropis, telur akan menetas dua sampai empat hari setelah oviposisi. Biasanya telur akan menetas dalam waktu 1-48 jam pada suhu C. Telur nyamuk Ae. aegypti memerlukan waktu beberapa hari untuk perkembangan embrio, yaitu sekitar 2-3 hari dan kemudian menetas beberapa menit setelah diletakkan di bawah permukaan air (Herlina 2004).

11 11 Selama masa bertelur seekor nyamuk betina mampu menghasilkan butir telur. Beberapa jenis Ae. aegypti bersifat univoltine yaitu hanya mampu menghasilkan satu generasi tiap tahun. Telur biasanya memilki warna gelap dengan dikelilingi oleh kantong udara. Diperkirakan nyamuk Ae. aegypti betina akan bertelur sekitar 140 telur setelah menghisap darah manusia dan akan lebih banyak telur yang dihasilkan setelah menghisap darah amfibi dan reptil (Rustandi 2005). Setelah melewai fase telur, bakal nyamuk akan melewati fase larva. Larva nyamuk terdapat di dalam berbagai tempat akuatik, misalnya tempat penyimpanan air, bak mandi, genangan air hujan di selokan, lubang jalan yang bersih, pot tanaman yang berisi air, dan kaleng atau wadah yang dipenuhi air hujan. Larva berukuran cm, mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral. Makanan larva berupa alga, bakteri, dan bahan-bahan kecil sebesar mikron. Larva akan mengalami empat kali proses pergantian kulit (instar). Proses ini menghabiskan waktu 7-9 hari. Setelah itu larva berubah menjadi larva (kepompong) (Putra 1995). Pupa merupakan stadium terakhir calon nyamuk yang ada di air. Bentuk tubuh pupa bengkok dan kepalanya besar. Fase pupa membutuhkan waktu 2-5 hari. Selama fase itu, pupa tidak makan apapun. Setelah melewati fase itu, pupa akan keluar dari kepompong menjadi nyamuk yang dapat terbang dan keluar dari air. Nyamuk Ae. aegypti dewasa mempunyai lingkaran putih di pergelangan kaki dan bintik-bintik putih di tubuhnya (Gambar 3). Kebanyakan nyamuk dewasa tidak pergi jauh dari air sebagai tempat hidup pada tahapan larva (Utari 2007). Gambar 3 Nyamuk Ae. aegypti. Insektisida Nabati Secara umum, insektisida nabati diartikan sebagai suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis insektisida ini bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Insektisida nabati bersifat pukul dan lari (hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah hamanya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang di alam. Dengan demikian, tanaman akan terbebas dari residu insektisida dan aman untuk dikonsumsi. Penggunaan insektisida nabati dimaksudkan bukan untuk meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan insektisida sintetis, tetapi hanya merupakan suatu cara alternatif dengan tujuan agar pengguna tidak hanya tergantung kepada insektisida sintetis. Tujuan lainnya adalah agar penggunaan insektisida sintetis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang diakibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi pula (Kardinan 2005). Tanaman yang telah diteliti mempunyai potensi sebagai pestisida diantaranya sebagai insektisida pembunuh, yaitu piretrum (Chrysanthum Cinerarifolium), tuba (Deris elliptica), mimba (Azadirachta occidentale), bengkuang (Pachyrhizus erosus), dan saga (Abrus precatorius), kemudian sebagai insektisida anti fertilitas seperti gadung (Discorea compositae) dan sebagai pemikat atau penarik yang bekerja menyerupai feromon contohnya melaleuka (Melaleuca bracteata) (Sitepu et al. 1999). Senyawa Bioaktif Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang bersifat racun dalam dosis yang tinggi. Senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak kasar tumbuhan akan menghasilkan tingkat kematian yang tinggi. Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan sehingga dapat diketahui jumlah penggunaan konsentrasi yang tepat. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan dengan letal konsentrasi 50 (LC 50 ). LC 50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang menyebabkan 50% populasi mengalami kematian. LC 50 dapat digunakan untuk menentukan toksisitas dari suatu zat. Suatu senyawa memiliki potensi bioaktif apabila nilai LC 50 -nya kurang dari 1000 ppm. Saponin adalah zat yang apabila dikocok dengan air maka akan mengeluarkan buih dan bila dihidrolisis akan menghasilkan gula dan sapogenin. Sifat-sifat sapogenin ialah dapat

12 12 menghemolisis darah, mengikat kolesterol dan toksin pada hewan berdarah dingin. Tanin terdapat di hampir seluruh bagian tumbuhan yang sedang tumbuh seperti tunas, akar muda, buah muda, kulit bagian dalam, kulit bagian luar, dan daun muda. Tanin berfungsi sebagai pelindung jaringan dari serangan jamur, bakteri, dan organisme penggangu lainnya, bahkan terhadap virus. Senyawa golongan sterol, sitosterol, dan ergosterol yang mempunya gugusan metil dan etil juga terdapat pada tumbuhan. Senyawa sterol ini sangat berpengaruh terhadap respon fisiologis (Aminah 1995). Alkaloid merupakan senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, yang biasanya merupakan bagian dari sistem siklik. Alkaloid dapat berperan sebagai pengatur pertumbuhan, penolak, atau pemikat serangga (Suradikusumah 1989). Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang terdiri atas campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Minyak atsiri diperoleh dari tanaman dan mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar, bila diteteskan pada kertas saring maka akan menguap dan tidak berbekas, mempunyai rasa getir, dan berbau wangi segar atau busuk sesuai dengan bau tanaman penghasilnya (Aminah 1995). Ekstraksi Ekstraksi adalah proses pengambilan senyawa tunggal atau majemuk dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu berdasarkan distribusinya pada dua fase yang tidak saling bercampur. Ekstraksi juga didefinisikan sebagai proses pemindahan satu atau lebih komponen dari matriks mereka ke fase lain. Metode ekstraksi bergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berlainan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi dengan etanol dan n-heksana sebagai pelarut pengekstrak. Metode ini digunakan untuk mengekstrak suatu komponen yang tidak tahan panas atau mudah terdegradasi pada suhu tinggi. Salah satu kekurangan dari metode ini adalah banyaknya pelarut yang dibutuhkan sebagai pengekstrak dan lamanya waktu ekstraksi. Flash Chromatography Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran senyawa yang berdasarkan pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen campuran yang terpisah pada fase diam dan fase gerak. Flash chromatography (kromatografi cepat) merupakan salah satu teknik kromatografi yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan teknik kromatografi lain di antaranya dapat digunakan untuk memisahkan komponen senyawa tertentu dari campurannya. Flash chromatography merupakan bentuk cepat dari kromatografi kolom dan dikenal sebagai kromatografi tekanan medium. Flash chromatography berbeda dengan 2 teknik kromatografi konvensional yang biasa digunakan (kromatografi kolom dan KLT preparatif) dalam dua hal, yaitu pertama ukuran partikel silika gel yang digunakan lebih kecil ( mesh). Kedua, didasarkan pada aliran terbatas dari eluen akibat gel yang kecil. Gas bertekanan digunakan untuk mendorong eluen melewati fase diam. Fraksinasi menggunakan flash chromatography bisa dijadikan sebagai pendahuluan untuk pemisahan dengan instrumen lain dengan tingkat resolusi yang lebih tinggi (Hostettmann et al. 1985). Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis pada penelitin ini digunakan untuk pendeteksian spot fraksifraksi hasil flash chromatography. Fraksifraksi yang menunjukkan pola dan warna spot pada KLT sama kemudian digolongkan sebagai satu fraksi. Selain itu juga, KLT digunakan untuk melihat kemurnian suatu fraksi, apakah hanya mengandung satu komponen tunggal atau masih terdiri dari banyak komponen. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi adsorpsi. Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan suatu komponen dari komponen lainnya, dengan menggunakan fase diam berupa padatan yang terdiri dari lapis tipis silika gel yang dilapiskan pada suatu pelat kaca atau plastik. Fase gerak yang digunakan dapat berupa pelarut tunggal maupun campuran pelarut. Kromatografi lapis tipis merupakan teknik pemisahan yang cepat, sederhana, dan relatif

13 13 peka. Kepekaan kromatografi lapis dapat mencapai skala mikrogram. Spektroskopi Inframerah Fourier Transform Infrared (FTIR) Radiasi Inframerah yang digunakan dalam analisis kimia berkisar dalam daerah panjang gelombang µm (Sudjadi 1985). Panjang gelombang radiasi inframerah ini lebih panjang daripada radiasi UV / tampak yang berkisar antara nm. Hal ini menyebabkan energi elektromagnetik radiasi inframerah tidak cukup untuk mengeksitasi elektron., tetapi mampu menyebabkan atom atom atau gugus atom bervibrasi. Keadaan vibrasi memiliki sifat karakteristik dan terkuantisasi, yaitu hanya akan terjadi bila molekul mengabsorpsi energi yang sesuai. Hal ini menyebabkan absorpsi energi tidak terjadi secara kontinyu tetapi sebagai deretan puncak -puncak tertentu. Analisis kualitatif dengan FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi senyawa yang paling aktif sebagai larvasida. Spektrum dari senyawa tumbuhan dapat diukur dengan spektrofotometer IR yang dapat merekam secara otomatis dalam bentuk larutan kloroform atau tetraklorida. Kisaran pengukuran mulai cm -1. Daerah serapan IR di atas 1200 cm -1 menunjukkan pita serapan atau puncak yang disebabkan adanya getaran kimia atau gugus fungsi dalam molekul yang dicari. Daerah di bawah 1200 cm -1 menunjukkan pita getaran molekul yang dikenal yang dikenal dengan nama daerah sidik jari (finger print). Spektrum yang dihasilkan FTIR pada prinsipnya terbentuk dengan cara melewatkan radiasi inframerah ke contoh yang kemudian diproses dengan menggunakan interferometer. Keadaan demikian secara kontinyu akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram. Hasil interferogram kemudian diubah menjadi bentuk spektrum dengan bantuan komputer berdasarkan operasi matematik Fourier Transform. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun dandang gendis dari daerah Batuhulung, larva Aedes aegypti instar III, etanol, metanol, akuades, kloroform, heksana, dietil eter, NH 4 OH, NaOH 1 M, HCl 1 M, H 2 SO 4 2 M, kertas saring, serbuk Mg, amil alkohol, anhidirida asetat, pereaksi Meyer, Dragendorf, Wagner, Lieberman-Buchard, NaCl 1 N, dan besi (III) klorida, dan etil asetat. Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, alat-alat ekstraksi, rotavapor, botol uji (vial), pipet ukur, neraca analitik, alat penetasan, kaca pembesar, Flash chromatography, KLT analitik, FTIR Perkin elmer, nampan plastik berukuran 30x20x5 cm dan kurungan nyamuk dengan kain kasa ukuran 30x30x30 cm. Metode Persiapan sampel Sampel yang akan digunakan adalah daun dandang gendis dari daerah Batuhulung. Daun yang diperoleh dicuci terlebih dahulu, kemudian dikeringudarakan, dan digiling. Penentuan Kadar Air Pinggan porselin dikeringkan pada suhu 105 o C selama 30 menit. Pinggan porselin yang telah dikeringkan kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Daun segar dandang gendis sebanyak 1 gram dimasukkan dalam pinggan porselin kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 3 jam kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Daun dandang gendis kering dalam pinggan porselin dikeringkan lagi selama 3 jam pada suhu 105 o C, didinginkan dan ditimbang kembali. Prosedur diulang terus sampai diperoleh bobot yang tetap (stabil). Ekstraksi Serbuk daun dandang gendis kering diekstraksi secara maserasi dengan etanol hingga filtrat terakhir tidak berwarna hijau lagi. Ekstrak kemudian disaring dan dipekatkan dengan rotavapor. Bagan alir penelitian ditunjukkan pada lampiran 1. Uji Fitokimia Uji Alkaloid. Sebanyak 1 gram contoh dilarutkan dalam 10 ml kloroform dan 4 tetes NH 4 OH kemudian disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 6 ml H 2 SO 4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi lain. Lapisan asam diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf yang akan

14 14 menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, coklat, dan merah jingga. Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 1 gram contoh dilarutkan dengan 25 ml etanol panas (50 o C) kemudian hasilnya disaring ke dalam pinggan porselin dan diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng tetes kemudian ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat dan 1 tetes H 2 SO 4 pekat (Uji Lieberman-Buchard). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid. Uji Saponin dan Flavonoid. Sebanyak 1 gram contoh dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 ml air panas dan didihkan selama 5 menit. Setelah itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Uji saponin, 10 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabug reaksi tertutup kemudian dikocok selama 10 detik dan dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil. Sebanyak 10 ml filtrat yang lain ditambahkan 0.5 gram serbuk Mg, 2 ml alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan perbandingan 1:1), dan 20 ml alkohol kemudian dikocok dengan kuat. Terbentuknya warna merah, kuning, dan jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. Uji Kuinon. Sebanyak 1 gram contoh ditambahkan 100 ml air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring. Sepuluh mililiter filtrat yang dihasilkan kemudian ditambah NaOH 1 N. Uji Tanin. Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan 100 ml air panas, didihkan, selama 5 menit dan disaring. Sebagain filtrat yang diperoleh ditambah larutan FeCl 3 1%. Terbentuknya warna hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin. Uji Fenol. Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan FeCl 3 dan bila terbentuk warna ungu, biru, dan hijau menunjukkan adanya senyawa fenol. Uji Minyak atsiri. Sebanyak 1 gram contoh diekstraksi dengan 20 ml eter, selanjutnya ekstrak eter yang terjadi dipanaskan, bila terbentuk bau/aroma yang khusus, maka dilarutkan dengan 5 ml etanol. Jika baunya tetap maka hal tersebut menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri (Harborne 1996). Persiapan Hewan Uji Penetasan Telur. Gelas piala 250 ml diisi dengan air dan dimasukkan juga kertas saring. Kemudian gelas piala tersebut dimasukkan ke dalam kandang nyamuk. Kertas saring tersebut berfungsi untuk menempelnya telurtelur dari nyamuk Ae. aegypti. Telur tersebut akan dihasilkan sampai hari keempat setelah nyamuk makan darah (Gambar 4). Gambar 4 Telur nyamuk Ae. aegypti. Kertas saring yang berisi telur-telur nyamuk kemudian dikeringkan pada suhu kamar dan disimpan dalam wadah tertutup. Untuk penetasan telur, kertas saring tersebut dicelupkan ke dalam nampan plastik berukuran 30x20x5 cm yang berisi air, dan setelah 24 jam telur tersebut akan menetas dan tumbuh menjadi larva instar I. Pembiakan Larva. Telur-telur yang telah menjadi larva instar I kemudian akan mengalami tahap perkembangan menjadi larva instar II, III (4 hari) dan instar IV (2 hari). Larva tersebut diberi makan berupa pelet ikan dan rebusan hati ayam. Larva tersebut akan tumbuh pupa selama 8 hari (Gambar 5). Bagan alir secara lengkap mengenai persiapan hewan uji dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 5 Tahap pembiakan larva. Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak kasar dilarutkan dalam pelarut air dan diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi tertentu. Tween-80 ditambahkan dalam pembuatan larutan ekstrak n-heksana untuk memudahkan pelarutannya dalam air. Pengujian dilakukan dengan menggunakan

15 15 konsentrasi 0, 100, 250, 500, 1000, dan 2000 ppm untuk ekstrak etanol dan 0, 250, 500, 1000, dan 2000 untuk ekstrak n-heksana. Kontrol dilakukan tanpa penambahan ekstrak. Kontrol+tween 80 juga dilakukan pada uji aktivitas ekstrak n-heksana. Gelas plastik yang berisi larutan ekstrak sebanyak 100 ml dimasukkan 20 ekor larva instar III Ae. aegypti. Pengamatan dilakukan setiap 6 jam selama 3 hari setelah larva dimasukkan dan dihitung jumlah larva yang mati (Gambar 6). Skema mengenai pembuatan stok larutan ekstrak dan uji aktivitas larvasida dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 6 Tahap uji aktivitas larvasida. Fraksinasi dengan flash chromatography Ekstrak daun dandang gendis difraksinasi dengan flash chromatography dengan elusi isokratik berdasarkan eluen terbaik (etil asetat:heksana 8:2) dari hasil screening (Prayitno 2007), yaitu dengan menggunakan plat KLT analitik. Eluat ditampung dalam tabung reaksi yang telah diberi nomor kemudian diuji dengan KLT. Eluat yang memiliki Rf dan pola KLT yang sama digabungkan sebagai satu fraksi, kemudian diuji toksisitasnya menggunakan larva instar III nyamuk Ae. aegypti untuk memperoleh fraksi teraktif. Identifikasi Gugus Fungsi menggunakan Spektrofotometer FTIR Fraksi ekstrak teraktif kemudian diidentifikasi gugus fungsinya dengan spektrofotometer FTIR. Uji Fitokimia Fraksi 2 Fraksi teraktif diuji kandungan metabolit sekundernya dengan uji kualitatif fitokimia. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Penentuan kadar air bertujuan mengetahui banyaknya kandungan air dalam daun dandang gendis basah maupun kering dan juga digunakan sebagai faktor koreksi terhadap hasil yang diperoleh. Selain itu juga dengan mengetahui kadar air suatu contoh dapat diperkirakan jumlah contoh yang dibutuhkan jika ingin mengekstrak contoh langsung dalam keadaan basah. Berdasarkan analisis kadar air (Lampiran 4), diperoleh kadar air dari daun dandang gendis basah dan kering berturut-turut sebesar 69.93% (b/b) dan 12.55% (b/b). Kadar air daun dandang gendis basah yang diperoleh Prayitno (2007), yaitu sebesar 81.16% (b/b). Perbedaan waktu pengambilan sampel bisa menjadi salah satu penyebabnya. Hal itu terjadi karena perbedaan kelembapan udara pada saat pengambilan sampel yang akan mempengaruhi kadar airnya. Daya tahan bahan terhadap serangan mikroba dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat di dalamnya. Suatu bahan berada dalam keadaan stabil dan pertumbuhan mikroba dapat dikurangi jika kadar air yang terkandung dalam bahan berkisar 3-7% (Winarno 1997). Oleh karena itu, penyimpanan terbaik bagi contoh adalah dalam bentuk keringnya agar dapat menghindari rusaknya bahan akibat pengaruh aktivitas mikroba sehingga contoh dapat awet dan juga dapat dianalisis untuk waktuwaktu yang lain. Ekstraksi dan Uji Fitokimia Daun dandang gendis diekstrak menggunakan dua macam pelarut, yaitu n- heksana dan etanol. Kedua pelarut tersebut digunakan untuk melihat pengaruh kepolaran pelarut terhadap golongan senyawa aktif larvasida yang terekstraksi. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi mengingat salah satu senyawa yang diduga aktif sebagai larvasida, yaitu Klinakosida C memiliki ikatan peptida yang sangat rentan terhadap pengaruh suhu sehingga dikhawatirkan dapat rusak atau bahkan hilang jika diekstraksi dengan menggunakan pemanasan. Kekurangan metode maserasi adalah waktu ekstraksi yang relatif lama dan memerlukan banyak pelarut (Prayitno 2007). Ekstrak daun dandang gendis dilakukan sampai didapat larutan ekstrak yang tidak berwarna. Menurut Suradikusumah (1989),

16 16 keberhasilan ekstraksi suatu senyawa dari jaringan tumbuhan yang hijau, misalnya daun, berhubungan langsung dengan seberapa banyak klorofil yang sudah keluar. Bila telah diperolah ekstrak yang bebas klorofil, dapat dianggap bahwa semua senyawa dengan bobot molekul rendah telah terekstraksi. Jumlah ekstrak yang diperoleh kemudian dinyatakan sebagai rendemen. Perhitungan rendemen ekstrak kasar penting dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan jumlah senyawa yang dapat terekstrak oleh berbagai macam pelarut yang berbeda kepolarannya. Rendemen hasil ekstraksi menggunakan pelarut heksana diperoleh sebesar 5.02% (b/b) sedangkan menggunakan pelarut etanol sebesar 21.73% (b/b). Data rendemen hasil ekstraksi selengkapnya disajikan pada lampiran 5. Polaritas pelarut akan mempengaruhi jumlah zat yang terekstrak dalam sampel karena suatu zat akan memiliki kelarutan yang berbeda dalam setiap pelarut yang berbeda kepolarannnya (asas like dissolve like). Data rendemen menunjukkan bahwa pada daun dandang gendis, maserasi efektif menggunakan pelarut etanol. Uji kualitatif fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak n-heksana dan etanol. Golongan senyawa dalam ekstrak kasar dapat ditentukan dengan melihat perubahan warna setelah penambahan pereaksi yang spesifik untuk setiap uji kualitatif. Uji fitokimia dilakukan terhadap senyawa alkaloid, flavonoid, triterpenoid, steroid, saponin, kuinon, tanin, fenol, dan minyak atsiri, karena menurut Aminah (1995), senyawa-senyawa tersebut diduga dapat berfungsi sebagai insektisida. Hasil uji fitokimia disajikan pada Tabel 1. Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak Kasar Uji aktivitas larvasida dilakukan pada ekstrak etanol dan n-heksana. Adapun media pelarut yang digunakan adalah akuades. Pemakaian akuades sebagai pelarut bertujuan agar proses pertumbuhan larva terjadi di air bersih dan jernih yang bebas dari kontaminan seperti kaporit yang dapat mengganggu pertumbuhan larva. Ekstrak n-heksana dan etanol diujikan terhadap larva instar III Aedes aegypti. Instar adalah tahapan perkembangan dalam salah satu fase metamorfosis. Pemilihan instar III sebagai fase uji karena ukurannya lebih besar dibanding instar I dan II sehingga perhitungannya menjadi lebih mudah. Selain itu, menurut Utari (2007), instar III lebih memiliki ketahanan terhadap faktor mekanis saat terjadi pemindahan tempat larva dan juga instar III memiliki waktu yang cukup lama untuk berubah menjadi imago (nyamuk dewasa). Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar Nama uji Ekstrak Ekstrak etanol n-heksana Alkaloid + + Saponin - - Flavonoid + - Triterpenoid - - Steroid + + Tanin + - Kuinon + + Minyak atsiri + + Fenol - - Keterangan: tanda (+) menunjukkan terdapat senyawa tersebut dalam ekstrak kasar. Uji aktivitas larvasida dilakukan dengan menguji ekstrak etanol dan n-heksana pada berbagai variasi konsentrasi. Variasi konsentrasi digunakan untuk melihat respon hewan uji terhadap pengaruh konsentrasi. Variasi konsentrasi yang digunakan untuk ekstrak etanol adalah 0, 100, 250, 500, 1000, dan 2000 ppm sedangkan untuk ekstrak n- heksana adalah 0, 250, 500, 1000, dan 2000 ppm. Konsentrasi terendah untuk ekstrak etanol, yaitu 100 ppm tidak menyebabkan kematian sedangkan pada konsentrasi 250, 500, dan 1000 ppm mulai menunjukkan kematian setelah 3 x 24 jam walaupun belum 100%. Angka kematian 100% ditunjukkan pada konsentrasi 2000 ppm setelah 36 jam (Lampiran 6). Berdasarkan analisis probit (Gambar 7), diperoleh nilai LC 50 dari ekstrak etanol sebesar ppm. Sementara untuk ekstrak heksana, pada konsentrasi terendah, yaitu 250 ppm tidak menyebabkan kematian larva sedangkan pada konsentrasi 500 dan 1000 ppm mulai menunjukkan kematian walaupun belum 100%. Angka kematian 100% ditunjukkan pada konsentrasi 2000 ppm setelah 54 jam (Lampiran 7). Berdasarkan analisis probit (Gambar 8), diperoleh nilai LC 50 untuk ekstrak n-heksana sebesar ppm. Perhitungan selengkapnya mengenai analisis probit dapat dilihat pada Lampiran 8 untuk ekstrak etanol dan Lampiran 9 untuk ekstrak n-heksana.

17 17 probit y = 3,6539x - 4,675 R 2 = 0, ,0 2,5 3,0 3,5 log konsentrasi (ppm) Gambar 7 Analisis probit pada ekstrak etanol. Kontrol digunakan dalam uji aktivitas larvasida untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap kematian larva. Hasil uji menunjukkan pada kontrol tidak terjadi kematian sehingga pelarut bukan penyebab kematian larva. Penggunaan Tween 80 dalam pembuatan atau polisorbat 80 merupakan detergen nonionik dan emulsifier turunan dari senyawa sorbitol. Kontrol+tween 80 diujikan pada uji aktivitas larvasida untuk mengetahui pengaruh Tween 80 terhadap kematian larva. Berdasarkan hasil yang diperoleh, kontrol+tween 80 tidak menunjukkan terjadinya kematian larva. probit y = 5,8306x - 12,168 R 2 = 0, ,5 3 3,5 log konsentrasi (ppm) Gambar 8 Analisis probit pada ekstrak n- heksana. Nilai LC 50 yang diperoleh untuk ekstrak etanol maupun ekstrak heksana sangat tinggi meskipun nilai tersebut masih di bawah 1000 ppm. Kedua nilai tersebut masih jauh di bawah nilai LC 50 standar untuk larvasida nabati (senyawa murni) yaitu berkisar ppm (Geris et al. 2008). Hal itu sangatlah wajar mengingat ekstrak masih mengandung banyak komponen senyawa yang perlu dipisahkan lebih lanjut. Uji aktivitas larvasida ekstrak etanol dan n-heksana menunjukkan kesebandingan antara konsentrasi dan %kematian, yaitu semakin besar konsentrasi ekstrak yang ditambahkan, maka aktivitas membunuh makin tinggi. Selain itu, data di atas juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki LC 50 yang lebih rendah dari ekstrak n-heksana, artinya bahwa ekstrak etanol memiliki daya bunuh yang lebih tinggi dan lebih aktif dibandingkan ekstrak n-heksana. Hal itu bisa disebabkan masing-masing ekstrak memilki komponen aktif yang berbeda sehingga daya bunuh terhadap larvanya juga akan berbeda-beda. Nilai LC 50 yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak kasar polar (etanol) lebih tinggi toksisitasnya daripada ekstrak nonpolar (nheksana). Hal itu menunjukkan bahwa kemungkinan senyawa yang aktif larvasida merupakan senyawa yang bersifat polar. Toksisitas ekstrak etanol terhadap larva Ae. aegypti diduga diakibatkan oleh senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol antara lain alkaloid, flavonoid, tanin, steroid, kuinon, dan minyak atsiri seperti yang ditunjukkan pada hasil uji fitokimia (Tabel 1). Beberapa penelitian terdahulu terhadap tanaman lain yang dapat berpotensi sebagai larvasida telah banyak dilakukan. Geris et. Al. (2007) mengemukakan bahwa senyawa golongan meroterpenoid pada jamur memiliki toksisitas yang tinggi terhadap larva Ae. aegypti dengan LC ppm. Cavalcanti et al. (2004) juga melaporkan bahwa Minyak esensial yang diisolasi pada tanaman jeruk dan lemon Brazil berpotensi sebagai larvasida dengan LC 50 masing-masing adalah 538 dan 519 ppm. Ekstrak daun Millingtonia hortensis juga ternyata dilaporkan berpotensi sebagai larvasida nabati dengan LC 50 sebesar 195 ppm (Kaushik & Saini 2008). Yousmillah (2003) menyatakan ekstrak heksana dari rimpang kencur merupakan ekstrak yang paling aktif terhadap larva instar III dengan nilai LC 50 sebesar ppm. Utari (2007) menyatakan juga bahwa pada daun zodia terkandung senyawa golongan alkaloid yang memiliki toksisitas yang sangat tinggi terhadap larva instar III dengan LC 50 sebesar ppm. Fraksinasi Menggunakan Flash Chromatography Ekstrak yang paling aktif dari uji aktivitas larvasida selanjutnya difraksinasi dengan flash chromatography. Berdasarkan hasil uji aktivitas larvasida diperoleh bahwa ekstrak etanol memiliki aktivitas lebih tinggi dibandingkan ekstrak n-heksana sehingga ekstrak etanol kemudian difraksinasi lebih lanjut. Tahap fraksinasi ini bertujuan mengetahui banyaknya komponen yang terkandung dalam ekstrak aktif, serta menguji toksisitas dari tiap-tiap fraksi.

18 18 Flash chromatography menggunakan kolom plastik dengan diameter 1.8 cm dan panjang 30 cm yang diisi dengan silika gel G- 60 sebagai fase diam. Laju alir yang digunakan adalah laju alir sedang, yaitu 10 ml/menit dengan suhu berkisar o C. Fase diam yang digunakan adalah silika gel G-60. agar proses elusi dapat berjalan secara lancar dan ekstrak tidak akan tersumbat pada pori silika gel. Ekstrak kasar etanol yang dimasukkan ke dalam kolom sebanyak 5,06 gram yang terlebih dahulu dilarutkan dalam etanol agar proses elusi dapat berjalan secara lancar dan ekstrak tidak akan tersumbat pada pori silika gel. Ekstrak kemudian diinjek menggunakan suntikan 1 ml melalui bagian atas kolom. Eluen yang digunakan adalah eluen terbaik berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2007), yaitu etil asetat:n-heksana ( 8:2 ). Metode elusi yang digunakan adalah elusi isokratik. Elusi ini digunakan untuk menghemat pelarut dan waktu karena penelitian ini bertujuan hanya mengetahui golongan senyawa aktif larvasida. Eluat yang keluar kemudian ditampung ke dalam tabung reaksi setiap 5 ml atau setiap terjadi perubahan warna yang dapat diamati pada selang. Eluat yang memiliki pola KLTa (nilai Rf dan warna spot) yang sama kemudian digabungkan menjadi satu fraksi. Berdasarkan fraksinasi 5.06 gram sampel dandang gendis, diperoleh 288 tabung reaksi hasil flash chromatography. Setelah dianalisis menggunakan KLTa, diperoleh fraksi hasil penggabungan sebanyak 6 fraksi. Setiap fraksi yang diperoleh kemudian dikeringkan dan dihitung rendemen yang diperoleh. Fraksi 2 memiliki rendemen paling besar sedangkan fraksi 4 memiliki rendemen paling kecil. Fraksi yang diperoleh pada umumnya berada dalam bentuk semi padatan (Lampiran 10). Uji Aktivitas Larvasida Fraksi Hasil Flash Chromatography Enam fraksi yang diperoleh hasil kromatografi cepat kemudian diuji aktivitasnya sebagai larvasida terhadap larva instar III pada konsentrasi 100 ppm. Alasan pemilihan konsentrasi tersebut adalah untuk mengetahui apakah fraksi yang diperoleh dapat memiliki LC 50 di bawah 100 ppm agar dapat masuk standar larvasida nabati yang potensial ( ppm untuk senyawa murni) menurut Gerris et al. (2007). Hasil pengujian terhadap keenam fraksi menunjukkan bahwa fraksi 2 merupakan fraksi yang paling aktif dengan rata-rata kematian sebesar 35% dalam waktu 72 jam (Lampiran 11). Nilai ini masih cukup jauh jika dibandingkan dengan kontrol positif yang telah dikenal luas di pasaran temefos yang dapat menyebabkan kematian larva sebanyak 100% dalam waktu 24 jam. Fraksi 2 kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui nilai LC 50 nya. Uji aktivitas larvasida terhadap fraksi 2 dilanjutkan dengan variasi konsentrasi 150 dan 300 ppm. Berdasarkan analisis probit (Lampiran 12), diperoleh nilai LC 50 sebesar ppm (Gambar 9). p rob it y = 3,534x - 2,5107 R 2 = 0, ,7 1,9 2,1 2,3 2,5 2,7 log konsentrasi (ppm) Gambar 9 Analis probit pada fraksi 2. Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi Analisis KLT dua dimensi dilakukan untuk melihat kemurnian fraksi (tunggal atau tidaknya komponen fraksi). Eluen pertama yang digunakan adalah etil asetat:n-heksana (8:2) sedangkan eluen kedua yang digunakan adalah kloroform. Berdasarkan hasil analisis KLT dua dimensi, diperoleh hasil ternyata fraksi 2 tidak hanya mengandung komponen tunggal tapi terdiri dari banyak komponen. Hal itu terlihat dari jumlah spot yang dihasilkan sebanyak 7 spot (Gambar 10), artinya fraksi 2 bukan merupakan senyawa murni dan perlu pemurnian lebih lanjut. Menurut Hostettman et al. (1985), flash chromatography memang merupakan instrumen yang digunakan untuk fraksinasi pendahuluan sehingga membutuhkan teknik pemisahan lebih lanjut dengan tingkat resolusi yang tinggi. Spektrum Inframerah FTIR Identifikasi fraksi yang memiliki aktivitas larvasida dilakukan dengan menggunakan analisis spektrum inframerah. Analisis FTIR dilakukan dengan menggunakan metode pelet KBr. Analisis FTIR digunakan untuk menduga golongan senyawa yang terdapat pada fraksi 2 melalui analisis gugus fungsinya

19 19 dengan mengidentifikasi puncak-puncak serapan yang dihasilkan pada spektrum inframerah. Pada bilangan gelombang 1491 cm -1, terdapat serapan medium yang merupakan uluran C=C aromatik. Hal itu diperkuat juga oleh serapan pada 2925 cm -1 yang merupakan uluran C-H (sp 2 ). Selain cincin aromatik terdapat juga serapan untuk C=O pada 1741 cm -1 dan diperkuat oleh serapan C-O alkohol pada daerah 1165 cm -1 (Tabel 2). Spektrum inframerah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13. Gambar 10 Kromatogram hasil KLT dua dimensi fraksi 2 dengan eluen 1 (etil asetat: heksana=8:2) dan eluen 2 (kloroform). Menurut hasil penelitian yang diperoleh Teshima et al. (1998), keberadaan senyawa organosulfur pada dandang gendis dapat diidentifikasi pada bilangan gelombang , 1133, 1296, 1300 cm -1 untuk serapan golongan sulfon, dan juga serapan kuat pada 1074 untuk sulfoksida. Berdasarkan spektrum yang diperoleh ternyata tidak ditemukan serapan yang kuat pada daerah tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa fraksi 2 yang paling aktif terhadap larvasida tidak mengandung senyawa golongan organosulfur. Tabel 2 Hasil analisis gugus fungsi fraksi 2 menggunakan FTIR Bilangan Literatur gelombang (Pavia et. intensitas Gugus (cm-1) al., 1996) sedang C=C aromatik tajam C-H (stretch) tajam C=O tajam C-O tajam O-H 3700 lebar Berdasarkan spektrum inframerah yang diperoleh bahwa senyawa pada fraksi 2 mengandung gugus aromatik, karbonil dan hidroksil. Uji Fitokimia Fraksi 2 Hasil uji fitokimia terhadap fraksi fraksi 2 menunjukkan positif keberadaan suatu golongan alkaloid dan negatif terhadap uji fenol, kuinon, dan tanin (Tabel 3). Namun hasil tersebut tidak diperkuat oleh spektrum inframerah yang dihasilkan, yakni tidak adanya serapan lemah untuk amina pada daerah cm -1 (Fessenden RJ& J. Fessenden 1986). Salah satu dugaan penyebabnya adalah tertutupinya daerah serapan untuk amina oleh daerah serapan OH yang lebar. Senyawa golongan alkaloid dapat merangsang kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormon ekdison, peningkatan hormon tersebut dapat menyebabkan kegagalan metamorfosa pada nyamuk (Aminah 1995). Tabel 3 Hasil uji fitokimia fraksi 2 Nama Uji Hasil Uji Alkaloid + Tanin - Fenol - Kuinon - SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kadar air daun dandang gendis basah sebesar 69.93% (b/b) dan daun dandang gendis kering sebesar 12.55% (b/b). Rendemen ekstrak etanol yang diperoleh lebih besar dibandingkan ekstrak n-heksana. Uji fitokimia juga menunjukkan ekstrak etanol mengandung lebih banyak metabolit sekunder dibanding ekstrak n-heksana. Uji aktivitas larvasida terhadap larva instar III Ae. aegypti menunjukkan ekstrak etanol memiliki aktivitas yang lebih tinggi daripada ekstrak n- heksana dengan LC ppm. Uji aktivitas hasil fraksinasi menggunakan flash chromatography menunjukkan hasil bahwa fraksi 2 merupakan fraksi teraktif dengan menyebabkan kematian 35% pada konsentrasi 100 ppm dan memiliki LC 50 sebesar ppm dalam 72 jam. Nilai itu masih jauh jika dibandingkan dengan

UJI POTENSI LARVASIDA FRAKSI EKSTRAK DAUN Clinacanthus nutans L. TERHADAP LARVA INSTAR III NYAMUK Aedes aegypti ADE ANDRIANI

UJI POTENSI LARVASIDA FRAKSI EKSTRAK DAUN Clinacanthus nutans L. TERHADAP LARVA INSTAR III NYAMUK Aedes aegypti ADE ANDRIANI UJI POTENSI LARVASIDA FRAKSI EKSTRAK DAUN Clinacanthus nutans L. TERHADAP LARVA INSTAR III NYAMUK Aedes aegypti ADE ANDRIANI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 15 HN DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Serangga Hama dan iodegradasi UPT. alai Penelitian dan Pengembangan iomaterial LIPI dan Laboratorium Parasitologi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung. 3.2. Alat dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat - Beaker glass 1000 ml Pyrex - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Maserator - Labu didih 1000 ml Buchi - Labu rotap 1000 ml Buchi - Rotaryevaporator Buchi R 210 - Kain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun salam (Syzygium polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis Roem.). Determinasi tumbuhan ini dilakukan di Laboratorium Struktur

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, pengumpulan dan determinasi simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terutama di daerah tropis dan subtropis. Walaupun beberapa spesies dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel PBAG di lingkungan sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan daerah Cipaku.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman dengan kode AGF yang diperoleh dari daerah Cihideng-Bandung. Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

ISOLASI SENYAWA GOLONGAN TRITERPENOID DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK N-HEKSANA BATANG PRANAJIWA

ISOLASI SENYAWA GOLONGAN TRITERPENOID DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK N-HEKSANA BATANG PRANAJIWA ISOLASI SENYAWA GOLONGAN TRITERPENOID DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK N-HEKSANA BATANG PRANAJIWA (Euchresta horsfieldii (Lesch) Benn) TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina Leach) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIKANKER

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara dengan iklim tropis ini hanya memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pergantian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons 96 97 98 Lampiran 2. Pembuatan Larutan untuk Uji Toksisitas terhadap Larva Artemia salina Leach A. Membuat Larutan Stok Diambil 20 mg sampel kemudian dilarutkan

Lebih terperinci

TOKSISITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora Linn.) SEBAGAI SKRINING AWAL ANTIKANKER SKRIPSI

TOKSISITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora Linn.) SEBAGAI SKRINING AWAL ANTIKANKER SKRIPSI TOKSISITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora Linn.) SEBAGAI SKRINING AWAL ANTIKANKER SKRIPSI OLEH : I MADE ADI SUARDHYANA NIM. 1108105005 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pemeliharaan Tanaman Uji Pemeliharaan Serangga Uji Pengamatan Perkembangan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pemeliharaan Tanaman Uji Pemeliharaan Serangga Uji Pengamatan Perkembangan 4 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian perkembangan dan preferensi makan dilakukan di Laboratorium Entomologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB. Pengujian kandungan kimia daun

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pipisan, Indramayu. Dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Ciri yang khas dari species ini adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus nutans) BERPOTENSI SEBAGAI ANTIOKSIDAN HENDRA RIZKI AKBAR

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus nutans) BERPOTENSI SEBAGAI ANTIOKSIDAN HENDRA RIZKI AKBAR ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus nutans) BERPOTENSI SEBAGAI ANTIOKSIDAN HENDRA RIZKI AKBAR DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga PEMBAASAN Proses ekstraksi daun ambalun dilakukan dengan metode maserasi. Ekstraksi awal dilakukan dengan pelarut n-heksana yang bersifat nonpolar. Tujuan penggunaan pelarut ini adalah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012 -April 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas

Lebih terperinci