BAB II KAJIAN PUSTAKA. Prostat merupakan organ retroperitoneal yang memiliki berat 30 gram dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Prostat merupakan organ retroperitoneal yang memiliki berat 30 gram dengan"

Transkripsi

1 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Struktur Normal Prostat Anatomi Makroskopik Prostat Prostat merupakan organ retroperitoneal yang memiliki berat 30 gram dengan bentuk menyerupai corong dan posisi melingkari kandung kemih serta uretra. Bagian apeksnya terletak di atas diafragma urogenital sementara bagian basal prostat terletak tepat dibawah leher kandung kemih. Pada bagian posterior, prostat dipisahkan dengan rektum oleh selapis jaringan ikat tipis yang disebut sebagai Denonvilliers fascia. Uretra pars prostatika berjalan secara vertikal pada bagian tengah prostat yang kemudian berbelok ke anterior setingkat verumontanum (Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein et al., 2011). Parenkim prostat dewasa dibagi menjadi empat zona anatomi dan biologi yang berbeda yaitu zona perifer, sentral, transisional dan area stroma fibromuskular anterior (Gambar 2.1). Perbedaan zona ini mempengaruhi jenis lesi pada prostat. Lesi hiperplasia paling sering terjadi di zona transisional sedangkan keganasan lebih sering terjadi di zona perifer (Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein et al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015). Aliran darah pada prostat berasal dari arteri vesika inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna dan berakhir pada arteri uretral dan kapsular (Eipstein et al., 2011). 7

2 53 Aliran limfatik pada prostat terdiri dari jaringan limfatik intraprostatika yang mengalir menuju kelenjar getah bening obturator kemudian ke kelenjar getah bening iliaka interna. Sejumlah kecil drainase limfatik mengalir ke kelenjar getah bening presakral dan kelenjar getah bening iliaka eksterna. Pada 4% kasus prostatektomi radikal ditemukan adanya aliran limfatik yang tidak umum yang menuju ke kelenjar getah bening periprostatika maupun ke kelenjar getah bening perivesikula seminalis (Eipstein et al., 2011). Gambar 2.1 Zona pada prostat (PZ: peripheral zone/zona perifer;tz: transisional zone/zona transisional; CZ: central zone/zona sentral) (Eipstein et al., 2011) Prostat memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis yang berasal dari pleksus pelvis. Nervus-nervus ini berjalan bersama-sama dengan arteri kapsularis yang kemudian menembus prostat. Serat parasimpatis berjalan menuju asini dan menstimulasi sekresi sedangkan serat simpatis menyebabkan terjadinya kontraksi dari outer band capsular dan otot polos intraprostatika (Eipstein et al., 2011).

3 Anatomi Mikroskopik Prostat Dewasa Prostat terdiri dari epitel kelenjar dan stroma fibromuskular. Sistim duktus dan kelenjar prostat tersusun dalam pola arsitektur yang kompleks. Duktus terdiri dari struktur tubular bercabang yang memanjang yang kemudian berakhir pada asini. Duktus pada potongan melintang tidak dapat dibedakan dengan asini. Permukaan luminal dari kelenjar prostat yang jinak memiliki kontur yang bergelombang dengan papillary infolding (Gambar 2.2) (Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein et al., 2011). Epitel normal kelenjar prostat memiliki dua lapis sel yaitu lapisan sel luminal atau sel sekretori dan lapisan sel basal. Pada epitel normal kelenjar prostat juga terdapat tipe sel lainnya yaitu sel neuroendokrin, namun sel ini jarang ditemukan dan biasanya hanya dapat ditemukan dengan pewarnaan khusus dan imunohistokimia. Sel sekretori berbentuk kolumnar yang menghadap ke lumen kelenjar dan memiliki sitoplasma yang jernih karena mengandung vakuola sekretori yang jernih serta memiliki inti berukuran kecil berbentuk bulat dengan kromatin halus yang tesebar dan biasanya tidak terlihat memiliki anak inti. Sel basal terletak di bagian tepi dari kelenjar diantara sel sekretori dan membrana basalis, biasanya berbentuk bulat namun dapat pula berbentuk flat, kuboid, triangular atau menyerupai cerutu (cigar-shaped) dengan aksis panjangnya paralel dengan membrana basalis. Sel basal memiliki sitoplasma yang sedikit dan memiliki inti yang hiperkromatik dan berukuran kecil (Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein et al, 2011).

4 55 Gambar 2.2 Kelenjar prostat normal dengan lapisan sel sekretori dan sel basal (Eipstein dan Lotan, 2015) Fungsi Prostat Fungsi utama kelenjar prostat adalah membentuk sekret yang menyusun setengah dari volume cairan ejakulasi. Manfaat biologis yang pasti dari substansi biokimia yang disekresikan ke dalam plasma seminal masih belum diketahui dengan jelas (Eipstein et al., 2011). 2.2 Karsinoma adenum asinus prostat Epidemiologi Karsinoma adenum asinus prostat merupakan tumor ganas epithelial yang mengandung sel sekretori (Sakr et al., 2004). Karsinoma ini paling sering terjadi pada laki-laki dan merupakan peringkat kedua penyebab kematian yang disebabkan karena karsinoma pada laki-laki. Setiap tahunnya tercatat pasien meninggal dunia akibat karsinoma adenum asinus prostat di Inggris (Bickers dan Aukim-Hastie, 2009). Diperkirakan terdapat kematian yang disebabkan oleh karsinoma adenum asinus prostat di Amerika Serikat pada tahun

5 Pada tahun 2007, karsinoma adenum asinus prostat menempati urutan pertama dari seluruh keganasan pada laki-laki yaitu sebanyak 29% di Amerika Serikat (Eipstein dan Netto, 2010). Di seluruh dunia, karsinoma adenum asinus prostat berada pada peringkat keenam penyebab kematian karena keganasan pada laki-laki (Eipstein et al., 2011). Di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI tahun 2009, karsinoma adenum asinus prostat berada di peringkat ke sepuluh dari seluruh keganasan dan merupakan peringkat pertama dari keganasan yang paling sering terjadi pada laki-laki. Berdasarkan data registrasi kanker berbasis patologi pada tahun 2009 di Denpasar, karsinoma adenum asinus prostat berada pada peringkat ketujuh dan merupakan peringkat pertama keganasan pada laki-laki (Anonim, 2009). Insiden karsinoma adenum asinus prostat sangat berubah pada dua abad terakhir terutama dua puluh tahun terakhir. Pada pertengahan abad kedua puluh, terdapat peningkatan insiden karsinoma adenum asinus prostat di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan karena meningkatnya lama hidup individu, penggunaan digital rectal examination (DRE) untuk mendeteksi karsinoma adenum asinus prostat, dan penggunaan mikroskop cahaya untuk mendiagnosis keganasan pada jaringan biopsi prostat atau jaringan prostat yang didapatkan dari transurethral resection of the prostate (TURP) dan open prostatectomy sebagai tatalaksana untuk BPH. Pada akhir abad kedua puluh jumlah pasien karsinoma adenum asinus prostat di Amerika Serikat meningkat secara drastis dimana insidennya meningkat sebanyak 85% yang kemudian diikuti penurunan sebanyak

6 57 28%. Hal ini disebabkan karena adanya pentapisan menggunakan prostate-spesific antigen (PSA). Penurunan insiden dianggap dikarenakan deteksi karsinoma pada stadium awal (Eipstein et al., 2011). Secara keseluruhan terdapat peningkatan insiden karsinoma adenum asinus prostat di seluruh dunia. Peningkatan yang paling menonjol terjadi pada negaranegara dengan insiden karsinoma adenum asinus prostat yang tinggi seperti Amerika Serikat, namun peningkatan juga terjadi pada negara-negara dengan insiden rendah seperti Cina dan Jepang (Eipstein et al., 2011). Terdapat perbedaan insiden karsinoma adenum asinus prostat yang sangat bermakna diantara negara-negara dan wilayah di dunia. Insiden tertinggi terjadi di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, Eropa dan Karibia. Insiden tertinggi terjadi pada laki-laki Jamaika dengan angka kejadian 300/ laki-laki. Angka kejadian karsinoma adenum asinus prostat jauh lebih rendah di Asia dengan perbedaan insiden di Amerika Utara dengan Cina lebih dari 80 kali lipat. Faktor genetik dan lingkungan memiliki peranan pada perbedaan ini (Eipstein et al., 2011). Tingginya prevalensi karsinoma adenum asinus prostat terutama pada lakilaki berusia lanjut menimbulkan anggapan bahwa karsinoma adenum asinus prostat merupakan suatu fenomena normal yang berkaitan dengan peningkatan usia (Hughes et al., 2005). Karsinoma adenum asinus prostat sebagian besar terdapat pada zona perifer di bagian posterolateral atau posterior yaitu sebanyak 70%. Tujuh persen kasus karsinoma adenum asinus prostat terjadi pada zona perifer bagian anterior dan

7 58 hanya lima persen terletak pada zona sentral. Fokus-fokus karsinoma adenum asinus prostat juga dapat dijumpai pada zona transisional dan perifer (Eipstein et al., 2011) Etiologi dan Faktor Risiko Karsinoma adenum asinus prostat merupakan keganasan multifaktorial dengan penyebab yang masih belum diketahui sampai saat ini. Faktor risiko yang telah diakui selama ini antara lain usia, ras, dan riwayat keluarga penderita kanker. Sementara kemungkinan faktor risiko yang lain berupa diet dan hormonal (Eipstein et al., 2011). Risiko karsinoma adenum asinus prostat meningkat seiring usia. Karsinoma adenum asinus prostat paling sering terjadi pada usia diatas 64 tahun dan jarang pada usia dibawah 50 tahun. Tercatat sekitar lima kasus terjadi pada usia dibawah 10 tahun dan 21 kasus terjadi pada usia antara 10 dan 21 tahun (Eipstein et al., 2011). Perubahan gaya hidup termasuk pola diet juga memiliki implikasi terhadap perkembangan karsinoma adenum asinus prostat. Terdapat banyak sekali faktor lingkungan yang diduga terlibat dalam peningkatan insiden karsinoma adenum asinus prostat namun belum satupun terbukti. Diet tinggi protein hewani terutama daging merah dikatakan berhubungan kuat dengan risiko karsinoma adenum asinus prostat. Beberapa penelitian menduga pria yang mengkonsumsi makanan atau suplemen kaya kalsium mungkin memiliki risiko menderita karsinoma adenum asinus prostat lebih tinggi. Bahan makanan lain yang diduga dapat mencegah atau memperlambat perkembangan karsinoma adenum asinus prostat antara lain lycopenes di dalam buah tomat, selenium, produk olahan dari kedelai

8 59 dan vitamin D (Eipstein dan Lotan, 2015). Namun faktor diet ini tidak mampu menjelaskan perbedaan tingginya risiko karsinoma adenum asinus prostat antara pria kulit hitam dan kulit putih (Anonim, 2015). Faktor genetik dan ras tampaknya memainkan peranan penting pada insiden karsinoma adenum asinus prostat. Terjadi 5 hingga 11 kali peningkatan risiko karsinoma adenum asinus prostat pada pria dengan riwayat karsinoma adenum asinus prostat pada keturunan pertamanya. Penelitian yang membandingkan karsinoma adenum asinus prostat pada pria kulit putih, kulit hitam dan asia menemukan prevalensi riwayat keluarga menderita karsinoma adenum asinus prostat lebih rendah pada pria Asia dibandingkan kulit hitam. Hal ini sepertinya berkaitan dengan faktor pengulangan kodon cytosine, adenine, guanine (CAG) yang lebih sedikit pada pria kulit hitam dimana semakin sedikit pengulangannya maka semakin besar risiko menderita karsinoma adenum asinus prostat (Eipstein et al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015) Hormon seks pada pria memainkan peranan penting pada perkembangan dan pertumbuhan kanker prostat. Testosteron meresap ke dalam kelenjar dan diubah menjadi metabolit aktif berupa dihydrotestosterone ( DHT ) oleh enzim steroid 5- alpha reductase type II (SRD5A2). Dihydrotestosterone dan testosterone berikatan dengan reseptor androgen (AR) yang selanjutnya masuk ke dalam inti dan mengaktifkan gen yang mengatur pembelahan sel (Eipstein dan Lotan, 2015).

9 Gambaran Klinik Karsinoma adenum asinus prostat biasanya asimptomatik pada stadium awal dan baru memberikan gejala klinis apabila telah mencapai stadium lanjut. Di Amerika Serikat pasien yang didiagnosis memiliki karsinoma adenum asinus prostat sebagian besar tidak memberikan gejala dimana karsinoma adenum asinus prostat tersebut terdeteksi karena adanya abnormalitas pada serum PSA atau melalui pemeriksaan colok dubur (digital rectal examination/dre) (Eipstein et al., 2011). Gejala lokal yang timbul menyerupai BPH berupa peningkatan frekuensi dan sulit buang air kecil. Retensi urin akut dan hematuria merupakan gejala yang tidak umum terjadi dan merupakan gambaran yang nonspesifik. Gejala lain dapat berupa hematospermia dan impotensi namun hal ini jarang terjadi. Invasi ke rektum, priapism, dan uremia sangat jarang terjadi dan merupakan manifestasi lanjut dari karsinoma adenum asinus prostat (Eipstein et al., 2011). Gejala klinis pertama yang timbul pada karsinoma adenum asinus prostat biasanya merupakan akibat dari metastasis. Kelenjar getah bening regional dan tulang merupakan tempat yang paling sering menjadi tujuan metastasis namun hanya metastasis tumor ke tulang yang menghasilkan gejala klinis yang jelas. Pasien akan merasa nyeri pinggang, dada, punggung, kaki dan bahu bergantung pada letak tulang yang terlibat (Eipstein et al., 2011) Patogenesis Karsinoma adenum asinus prostat Hormon seks pada pria memainkan peranan penting pada perkembangan dan pertumbuhan kanker prostat. Testosteron didalam kelenjar prostat dikonversi menjadi dihydrotestosteron (DHT), suatu metabolit yang lebih aktif, oleh enzim

10 61 steroid 5-alpha reductase tipe II (SRD5A2). Dihydrotestosterone dan testosterone berikatan dengan reseptor androgen (AR). Gen AR berlokasi di kromosom X lengan panjang. Gen ini mengandung highly polymorphic region yang terdiri dari ulangan kodon cytosine, adenine, guanine (CAG) di exon 1 dengan rentang normal antara 6-39 pengulangan. Beberapa penelitian mendapatkan pria dengan pengulangan yang rendah memiliki risiko kanker prostat lebih tinggi ( Eipstein et al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015). Reseptor androgen berperan pada pertumbuhan sel kanker melalui mekanisme androgen-dependent progression dan androgen-independent progression (Gambar 2.3). Mekanisme yang pertama diawali dengan terlepasnya ikatan heat shock protein dengan reseptor androgen inaktif. Terlepasnya ikatan ini karena adanya androgen dihydrotestosteron (DHT) yang berikatan dengan reseptor androgen di sitoplasma. Lalu ikatan reseptor androgen ini akan masuk ke dalam inti dan berikatan dengan elemen respon androgen yang kemudian mengaktivasi gen-gen yang terlibat pada pertumbuhan sel. Sementara pada mekanisme berikutnya, pertumbuhan sel kanker bisa melalui jalur selular yang bervariasi, beberapa masih melibatkan reseptor androgen sedangkan yang lain tanpa melibatkan reseptor androgen (bypassing androgen receptor). Pada jalur yang melibatkan reseptor androgen terjadi mutasi reseptor androgen sehingga dapat diaktifkan oleh ligan non-androgen. Di samping itu deregulasi faktor pertumbuhan dan sitokin serta koaktivator reseptor androgen dapat pula mengaktifkan reseptor androgen. Reseptor androgen dapat mengalami amplifikasi sehingga menjadi hipersensitif terhadap kadar androgen yang rendah sekalipun

11 62 (De Torres, 2007; Hsu et al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015). Pada jalur yang tidak melibatkan reseptor androgen, hilangnya PTEN menghalangi inhibisi phosphatidylinositol 3-kinase (PI3-K)-akt yang menyebabkan aktivasi Akt ke phosphorylate bad. Setelah itu akan terjadi pelepasan Bcl-2 yang berperan pada pertahanan hidup sel. Androgen-independent cell dapat meningkatkan ekspresi Bcl-2 (Hsu et al., 2011). Sel kanker prostat dapat pula memiliki perilaku seperti sel neuroendokrin yang dapat mengeluarkan neuropeptide yang merangsang pertumbuhan sel disekitarnya sehingga kanker prostat menjadi kebal terhadap terapi (Hsu et al., 2011). Gambar 2.3 Mekanisme androgen-dependent progression dan androgen-independent progression pada karsinogenesis karsinoma adenum asinus prostat (Tindall dan Lonergan, 2011) Pentingnya keterlibatan androgen dalam pertumbuhan dan pertahan hidup sel karsinoma prostat tampak pada efek terapi kastrasi dengan menggunakan antiandrogen yang umumnya menekan progresi tumor. Namun sayangnya, sebagian

12 63 besar tumor kadang-kadang menjadi kebal terhadap androgen blockade dan berkembang melalui jalur androgen-independent seperti yang dijelaskan sebelumnya (Eipstein dan Lotan, 2015). Penelitian terkini yang menggunakan metode pemeriksaan microarrays jaringan radikal prostatektomi pada pasien yang tidak mendapatkan terapi hormonal awal menunjukkan bahwa tingginya ekspresi reseptor androgen berhubungan secara signifikan dengan berkurangnya biochemical relapse-free survival dan parameter klinikopatologi yang mengindikasikan peningkatan agresivitas tumor (De Torres et al., 2007; Bjartell et al., 2011). Selain itu, ada pula peranan tumor-spesific acquired somatic mutation dan perubahan genetik dalam perkembangan karsinoma adenum asinus prostat. Salah satu somatic mutation yang umumnya terjadi adalah chromosomal rearrangements yang mensejajarkan coding sequence dari E26 transformation specific (ETS) family transcription factor gene bersebelahan dengan Androgen- Regulated Transmembrane Protease Serine 2 (TMPRSS2) promoter dengan hasil berupa peningkatan ekspresi ETS pada karsinoma adenum asinus prostat (Tindall dan Lonergan, 2011; Eipstein dan Lotan, 2015). Peningkatan ekspresi ETS transcription factor membuat sel normal prostat berubah menjadi invasif yang mungkin disebabkan karena peningkatan regulasi matriks metalloprotease (Yabluchanskiy et al., 2013; Eipstein dan Lotan, 2015). Matriks metalloproteinase (MMP) yang telah dikenal peranannya sebagai suatu molekul penting dalam proses metastasis salah satunya adalah MMP-9. Protein ini mendapat perhatian besar pada karsinoma adenum asinus prostat

13 64 karena kemampuannya merusak kolagen tipe IV dari sel epitel dan membran basal vaskular serta merangsang pelepasan VEGF (Kumar et al., 2015). Hilangnya kromosom 8p23 pada region CUB dan Sushi multiple domains 1 gene (CSMD1) dihubungkan dengan karsinoma adenum asinus prostat stadium lanjut. Gen Retinoblastoma yang merupakan suatu tumor suppressor gene dan berada di dalam lokus kromosom 13q juga mengalami delesi. Kromosom lokus 10q yang mengandung tumor suppressor gene MX11 dan PTEN ikut hilang pada 45% kanker prostat. Perubahan molekuler ini selanjutnya akan berdampak terhadap perubahan morfologi sel prostat normal hingga menjadi karsinoma invasif dan berakhir pada metastasis sel-sel ganas (Eipstein dan Lotan, 2015). Perubahan epigenetik berupa hipermetilasi gen gluthatione S-transferase (GSTP1) paling sering terjadi pada kanker prostat. Hipermetilasi ini menyebabkan down-regulation gen GSTP 1 yang penting untuk mencegah kerusakan luas akibat karsinogen. Gen-gen lain yang mengalami silencing akibat modifikasi histon pada karsinoma adenum asinus prostat adalah sejumlah tumor suppressor gene seperti PTEN, RB, p16/ink, MLH1 dan adenomatous polyposis coli (APC) (Eipstein dan Lotan, 2015). Perkembangan karsinoma adenum asinus prostat juga dipengaruhi oleh peranan inherited polymorphism. Laki-laki dengan riwayat keluarga karsinoma adenum asinus prostat berisiko mengalami karsinoma adenum asinus prostat lebih tinggi dan cenderung timbul pada usia yang lebih muda. Germline mutation pada tumor suppressor gene Breast Cancer Antigen 2 (BRCA2) meningkatkan risiko seseorang sebanyak 20 kali lipat untuk mengalami karsinoma adenum

14 65 asinus prostat namun peningkatan risiko karsinoma adenum asinus prostat familial sebagian besar terjadi karena adanya variasi pada lokus-lokus gen tertentu. Beberapa penelitian juga mengidentifikasi sejumlah lokus yang berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya karsinoma adenum asinus prostat seperti 8q24. Sejumlah kandidat gen pada region ini terlibat pada innate immunity sehingga menimbulkan pemikiran bahwa inflamasi memiliki peranan dalam perkembangan karsinoma adenum asinus prostat seperti pada proses keganasan lainnya (Eipstein dan Lotan, 2015). Seperti halnya kanker solid ditempat lain, karsinoma adenum asinus prostat juga memiliki perilaku agresif seperti invasi dan metastasis ke organ lain terutama metastasis ke tulang. Sebuah penelitian menunjukkan sekitar 80% pria yang meninggal karena karsinoma adenum asinus prostat mengalami metastasis ke tulang. Selain ke tulang, karsinoma adenum asinus prostat juga bisa mengalami metastasis ke hepar, paru dan otak. Metastasis karsinoma adenum asinus prostat melibatkan beberapa tahap diantaranya angiogenesis, migrasi lokal, invasi, intravasasi, sirkulasi dan ekstravasasi sel tumor kemudian kolonisasi dan angiogenesis di organ yang lain (Jin et al., 2011). Secara umum proses invasi dan metastasis membutuhkan interaksi antara sel kanker dengan tiga lingkungan mikro yang berbeda yaitu organ primer, sirkulasi dan organ target dimana sel kanker metastasis dapat berkembang. Keberhasilan sel kanker untuk metastasis tergantung pada beberapa tahap salah satunya adalah degradasi matriks ekstraselular (ECM) (Kumar et al., 2015). Kelompok proteinase yang sangat berhubungan dengan proses degradasi ini adalah urokinase-type

15 66 plasminogen activator (upa) dan matriks metalloproteinase seperti MMP-9. Enzim ini berada dalam bentuk inaktif dan dapat diaktifkan oleh MMP-2 (Jin et al., 2012) Sebuah penelitian mendapatkan, pada karsinoma adenum asinus prostat, kadar MMP-9 dan rasio MMP-2/MMP-9 terhadap inhibitornya (TIMP-1) relatif meningkat dibandingkan epitel prostat normal. Sejauh ini kadar dan rasio tersebut berhubungan dengan tingginya skor Gleason dan kelangsungan hidup penderita yang buruk. Sehingga baik MMP-9 maupun MMP-2 dikatakan dapat berfungsi sebagai marka prognosis pada karsinoma adenum asinus prostat (Jin et al., 2012) Morfologi dan Grading Karsinoma Invasif Secara histologis sebagian besar kanker prostat adalah adenokarsinoma. Terdapat beberapa temuan histologis yang mendasari diagnosis karsinoma adenum asinus prostat diantaranya arsitektur kelenjar, gambaran inti dan temuan histologis lain seperti invasi perineural. Arsitektur kelenjar tampak berukuran lebih kecil dibandingkan kelenjar normal dan dilapisi oleh selapis epitel kuboid atau kolumnar rendah tanpa lapisan sel basal. Kelenjar tampak kehilangan struktur branching dan papillary infolding serta tersusun lebih padat dan bertumpuk. Sitoplasma sel tumor berwarna jernih pucat hingga amphophilic. Inti sel berukuran besar dan mengandung satu hingga lebih anak inti yang juga berukuran besar. Bentuk dan ukuran inti dapat bervariasi tapi secara umum pleomorfia inti pada sel tumor tidak tampak jelas. Mitosis juga jarang ditemukan (Gambar 2.4) (Eipstein dan Lotan., 2015).

16 67 Gambar 2.4 a. Fokus kecil karsinoma adenum asinus prostat diantara kelenjar jinak berukuran besar. b. Kelenjar ganas berukuran kecil dengan inti besar, anak inti menonjol dan sitoplasma gelap, bila dibandingkan dengan kelenjar jinak besar (kiri atas) (Eipstein dan Lotan, 2015) Derajat diferensiasi karsinoma adenum asinus prostat dinilai menggunakan Gleason Grading System. Sistim ini menilai karsinoma adenum asinus prostat berdasarkan pola arsitektur dari tumor (Tabel 2.1). Arsitektur primer (pola arsitektur terbanyak dalam tumor) maupun sekunder (pola arsitektur kedua terbanyak dalam tumor) dibagi menjadi 5 pattern yaitu pattern 1 hingga 5, dimana pattern 1 menunjukkaan diferensiasi paling baik sedangkan 5 menunjukkan diferensiasi paling buruk (Gambar 2.5). Grading tumor ditentukan dengan menjumlahkan dua pola yang terbanyak dan dilaporkan dalam bentuk Gleason score. Bila tumor memiliki satu pola arsitektur saja maka pola primer maupun sekunder diberikan pattern yang sama (Eipstein et al., 2011).

17 68 Tabel 2.1 Kriteria untuk Gleason Grading (Eipstein et al., 2011) Pattern 1: Nodul berbatas tegas dari asini berukuran sedang (lebih besar dari kelenjar Pattern 2: Pattern 3: Pattern 4: Pattern 5: di pattern 3), berbentuk bulat oval, uniform, terpisah namun tersusun rapat Menyerupai pattern 1, masih berbatas tegas namun pada tepi nodul dapat ditemukan infiltrasi yang minimal Kelenjar-kelenjar tersusun lebih longgar dan tidak uniform seperti Gleason pattern 1 Discrete glandular unit Kelenjar-kelenjar berukuran lebih kecil dari Gleason pattern 1 dan Gleason pattern 2 Menginfiltrasi ke dalam dan diantara asini prostat yang non-neoplastik Ukuran dan bentuk kelenjar yang sangat bervariasi Kelenjar mikroasinar yang berfusi Kelenjar-kelenjar tidak berbatas tegas dengan lumen kelenjar yang tidak terbentuk dengan baik Kelenjar-kelenjar berbentuk kribiform Hipernefromatoid Tidak ada diferensiasi glandular, terdiri dari lembaran solid, cord, atau selsel tunggal Komedokarsinoma dengan nekrosis sentral dikelilingi oleh massa berbentuk papiler, kribiform atau solid

18 69 Gambar 2.5 Gambar skematik Gleason Grading System (Kiri: Gleason grading original; kanan: Gleason grading modifikasi) (Brimo et al., 2013) Gleason pattern 1 terdiri dari nodulus-nodulus yang berbatas tegas yang tersusun dari kelenjar-kelenjar prostat neoplastik yang uniform, single, terpisahpisah, dan tersusun padat (Gambar 2.6) (Eipstein et al., 2011). Gleason pattern 2 memiliki gambaran mikroskopis yang hampir menyerupai Gleason pattern 1 dan masih berbatas tegas namun terdapat infiltrasi minimal dari kelenjar-kelenjar prostat neoplastik pada tepi-tepi tumor ke jaringan sekitar. Kelenjar-kelenjar prostat neoplastik tersebut tersusun lebih longgar dan dengan ukuran sedikit lebih bervariasi apabila dibandingkan dengan Gleason pattern 1 (Gambar 2.7) (Eipstein et al., 2011). Karsinoma adenum asinus prostat dengan Gleason pattern 3 terdiri dari kelenjar-kelenjar prostat neoplastik tunggal, terpisah-pisah dengan ukuran dan

19 70 bentuk yang sangat bervariasi dan berukuran lebih kecil dari Gleason pattern 1 dan 2. Kelenjar-kelenjar neoplastik tersebut infiltratif diantara kelenjar prostat normal (Gambar 2.8) (Eipstein et al., 2011). Gleason pattern 4 sebelumnya hanya terdiri dari kelenjar dengan bentukan hypernefromatoid saja. Namun saat ini ditambahkan pula kelenjar-kelenjar berbentuk kribiform, fused gland atau kelenjar dengan batas yang tidak jelas dengan lumen kelenjar yang tidak teratur. Kelenjar-kelenjar prostat neoplastik pada Gleason pattern 4 tidak lagi single dan terpisah-pisah seperti pada Gleason pattern 1 hingga 3 (Gambar 2.9) (Eipstein et al., 2011). Karsinoma adenum asinus prostat dengan Gleason pattern 5 hanya memperlihatkan sedikit sekali bentukan kelenjar dan lebih banyak mengandung struktur lembaran solid, cords, sarang-sarang, atau sel-sel single. Tumor dengan sarang-sarang solid dan kelenjar kribiform dengan komedo nekrosis sentral diklasifikasikan ke dalam Gleason pattern 5. Sarang-sarang solid dengan mikroasinar yang samar atau dengan beberapa bentukan kelenjar juga dianggap masih merupakan bagian dari Gleason pattern 5 (Gambar 2.10) (Eipstein et al., 2011)

20 71 Gambar 2.6 Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 1 (Eipstein et al., 2011) Gambar 2.7. Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 2 (Eipstein et al., 2011)

21 72 Gambar 2.8 Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 3 (Eipstein et al., 2011) Gambar 2.9 Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 4 (Eipstein et al., 2011)

22 73 Gambar 2.10 Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 5 (Eipstein et al., 2011) Gleason grading system merupakan salah satu indikator prognostik kuat pad karsinoma adenum asinus prostat. Skor Gleason berhubungan dengan semua parameter patologis pada sediaan prostatektomi radikal, prognosis setelah prostatektomi radikal dan keluaran setelah radioterapi. Derajat diferensiasi juga sangat mempengaruhi pilihan terapi definitif, penanganan dan terapi spesifik yang akan diberikan (Eipstein et al., 2011) Derajat diferensiasi histopatologi menurut WHO dikelompokkan menjadi empat sesuai dengan skor Gleason yaitu tumor dengan derajat yang tidak dapat ditentukan (GX), tumor berdiferensiasi baik dengan skor Gleason 2-4 (G1), tumor diferensiasi sedang dengan skor Gleason 5-6 (G2), dan tumor dengan diferensiasi buruk/tidak berdiferensiasi dengan skor Gleason 7-10 (Sakr et al., 2004). Adapula yang mengelompokkan menjadi lima kelompok yaitu skor Gleason 2-6 (diferensiasi baik), skor Gleason 3+4=7 (diferensiasi sedang), skor Gleason

23 74 4+3=7 (diferensiasi sedang-buruk), skor Gleason 8 (diferensiasi buruk) dan skor Gleason 9-10 (tidak berdiferensiasi). Skor Gleason 7 dikatakan memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan skor Gleason 5-6, namun memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan skor Gleason Dikatakan pula skor Gleason 2-4, 5 atau 6 dapat diberikan terapi yang sama (Eipstein et al., 2011). Sementara European Urological Association menggunakan Gleason score bersama-sama dengan klasifikasi TNM dan PSA untuk menentukan prognosis pada karsinoma adenum asinus prostat (Heidenreich et al., 2012) Marka Biologi Karsinoma adenum asinus prostat Prostatic specific antigen (PSA) adalah petanda biologi penting dan sering digunakan pada kanker prostat, baik sebagai screening maupun untuk memperkirakan kekambuhan penyakit. Petanda biologi penting lainnya seperti EZH-2(enhancer of zeste-2) yang berkaitan dengan hilangnya E-cadherin; alphamethlyacyl-coa racemase (AMACR) dan PCA (Eipstein dan Lotan, 2015). PSA dihasilkan oleh sel epitel pelapis duktus dan asini prostat dan secara normal disekresikan ke dalam sistem duktal (Bjartell et al., 2011). Gen PSA atau dengan nama lain Human Kallikrein 3 (KLK3) berlokasi pada kromosom 19q 13-4 dan androgen regulated transcription-nya dihasilkan melalui sintesa prekursor PSA asam amino 26 (Bjartell et al., 2011). Prekursor menjadi aktif karena pelepasan proteolitik dari a small amino-terminal fragment. Perubahan dari pro PSA menjadi PSA aktif membutuhkan exogenous prostatic protease seperti hk2, prostin (hk15), protease (hk4) atau trypsin (Sakr et al., 2004).

24 75 Fungsi PSA adalah untuk mencairkan cairan semen pada saat ejakulasi. PSA dapat dideteksi pada serum maupun sampel darah pasien. Pada pria normal, PSA yang beredar didalam serum hanya sedikit, dengan cut off point sebesar 4ng/ml (Eipstein dan Lotan, 2015). PSA ini berbentuk komplek PSA yang mengandung PSA bebas dan 2 kelompok utama protease inhibitor ekstraselular yang disintesis di dalam hepar. PSA merupakan suatu serin protease yang berikatan dengan α-1- anti-chymotrypsin (ACT) dan α-2-macroglobulin (AMG) di dalam serum (Bickers et al., 2009). Ikatan PSA dan ACT dapat dideteksi di dalam serum dengan menggunakan antibodi monoklonal. Selain pada kanker prostat, kadar PSA juga dapat meningkat pada kondisi prostatitis, infark dan saat ejakulasi (Eipstein et al., 2011). Secara umum serum PSA berhubungan dengan besarnya ukuran tumor, stadium patologi yang sudah lanjut dan derajat tumor yang lebih tinggi. Meskipun sel tumor dengan derajat yang lebih tinggi menghasilkan lebih sedikit serum PSA dibandingkan tumor dengan derajat lebih rendah, secara keseluruhan, tumor dengan diferensiasi buruk memiliki tingkat serum PSA yang lebih tinggi karena ukuran tumor tersebut cenderung lebih besar (Eipstein et al., 2011). Namun pada tumor dengan derajat yang sangat tinggi dan diferensiasi buruk justru menunjukkan serum PSA yang sangat rendah sehingga diperlukan pemeriksaan tambahan terbaru seperti antibody anti-psma dan P501S (Bickers et al., 2009; Eipstein et al., 2011). Metode yang dapat diterapkan dalam menginterpretasi nilai PSA antara lain : menghitung rasio serum PSA dan volume kelenjar (PSA density), rasio PSA bebas

25 76 dan terikat di dalam serum, menentukan tingkat perubahan PSA dalam hitungan waktu (PSA velocity), dan menentukan nilai PSA yang disesuaikan dengan usia (Age Specific PSA). PSA density (PSAD) dikatakan lebih berguna dalam menetukan adanya kanker dibandingkan PSA saja. Hal ini dikarenakan sel-sel kanker menghasilkan lebih banyak PSA per gram jaringan(eipstein dan Netto, 2010). Nilai PSAD normal sebesar 0,050 ng/ml/cm 3, intermediate 0,051-0,099 ng/ml/cm 3, dan patologis sebesar 0,1 ng/ml/cm 3. PSA velocity mengalami peningkatan pada kanker prostat dibandingkan prostat normal. Untuk mendapatkan hasil yang akurat serum PSA velocity harus dihitung paling tidak sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 18 bulan (Sakr et al., 2004). Age Specific PSA dapat digunakan sebagai metode screening pada kanker prostat (Eipstein dan Netto, 2010). Kadar PSA usia tahun nilai maksimalnya sebesar 2,5ng/ml, tahun sebesar 3,5ng/ml, tahun sebesar 4,5ng/ml dan 6,5ng/ml untuk usia tahun. Peningkatan PSA sebanyak 0,75ng/ml pertahun menunjukkan perubahan yang signifikan antara pria tanpa kanker prostat dan pria dengan kanker prostat. Pemeriksaan dikatakan valid apabila pemeriksaan dilakukan paling tidak sebanyak tiga kali selama periode 1,5 hingga 2 tahun (Eipstein dan Lotan, 2015). PSMA (Prostat Spesific Membrane Antigen) adalah suatu membrane-bound glycoprotein yang memiliki spesifisitas tinggi untuk mendeteksi adanya sel epitel prostat jinak maupun ganas. Antigen ini spesifik untuk mendiagnosis dan menentukan terapi kanker prostat karena terekspresi pada semua stadium tumor (Bjartell et al., 2011). Pemeriksaan PSMA dilakukan dengan menggunakan

26 77 antibodi monoklonal dimana peningkatan konsentrasinya berhubungan dengan kanker prostat (Sakr et al., 2004). PSA merupakan petanda tumor yang paling sering digunakan. Nilai total PSA(tPSA), PSA bebas (fpsa) dan PSA kompleks dengan ACT adalah faktor prognostik independent untuk menentukan rata-rata lamanya hidup pasien. Kadar serum PSA merupakan prognostik kuat pada pasein yang mendapatkan radioterapi dan dapat memberikan nilai tambahan pada faktor prognostik independent lain seperti stadium dan derajat tumor. Peningkatan kadar PSA setelah prostatektomi radikal mengindikasikan adanya kemungkinan kekambuhan penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Kuriyama et al menemukan kadar serum PSA sebelum operasi memiliki kemampuan prediksi yang tinggi untuk menilai kekambuhan setelah dilakukan radikal prostatektomi (Buhmeida et al., 2006). 2.3 Matriks Metalloproteinase (MMP) Struktur, Jenis dan Fungsi Umum MMP Matriks metalloproteinase adalah kelompok endopeptidase yang tergantung pada zinc. Protein ini terlibat dalam degradasi matriks ekstraselular, serta berperan penting pada proses fisiologis maupun patologis.pada keadaan fisiologis MMP membantu proses morfogenesis, angiogenesis, dan perbaikan jaringan. Sementara pada proses patologis, MMP terlibat pada terjadinya sirosis, arthritis dan kanker (Yabluchanskiy et al., 2013; Gong et al, 2014). Jerome Gross dan Charles Lapiere adalah orang yang pertama kali menemukan MMP pada metamorphosis ekor kecebong di tahun Triple helix kolagen didegradasi jika ekor kecebong

27 78 ditempatkan pada matriks kolagen kecebong yang bermetamorfosis (Loffek et al., 2011Ansari et al., 2013). Matriks metalloproteinase mengandung beberapa komponen dengan fungsi yang berbeda-beda berupa : 1) Pro-peptida yang berperan menjaga enzim dalam bentuk tidak aktif. Domain ini mengandung Cystein switch yakni residu cystein unik dan selalu terjaga, yang berinteraksi dengan zinc pada bagian aktif. Saat aktivasi enzim, bagian ini akan dipecah secara proteolitik oleh furin secara intraseluler atau MMP lainnya dan protease serin secara ekstraseluler. 2) Domain katalitik yang menjadi penanda struktural corak pengikat zinc. Ion Zn2+, diikat oleh tiga residu histidin membentuk area aktif. Area aktif ini berjalan secara horizontal melewati molekul sebagai celah dangkal dan berikatan dengan substrat. 3) Bagian penghubung (hinge region) merupakan sebuah jembatan lentur atau bagian penghubung yang terbuat dari 75 rantai asam amino berfungsi untuk menghubungkan domain katalitik dengan domain terminal-c. Bagian ini sangat penting untuk menjaga stabilitas enzim. 4) Domain terminal-c yang menyerupai hemopexin ( hemopexin like-domain ) merupakan domain yang rangkaiannya menyerupai protein serum hemopexin. Rantai polipeptida domain ini tersusun dalam empat lembaran β yang simetris. Permukaan datar yang disediakan oleh struktur ini dipercaya terlibat dalam interaksi antar protein

28 79 dan merupakan penentu spesifisitas substrat, contohnya: TIMP berinteraksi pada area ini (Nagase et al., 2005; Ansari et al., 2013). Berdasarkan struktur tersebut, MMP diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu archetypal MMPs, matrilysins, gelatinases dan furin-activatable MMPs. Archetypal MMPs terbagi lagi menjadi tiga kelompok kecil sesuai dengan kandungan subsrat spesifiknya yaitu kolagenase, stromelysin dan kelompok lainnya. Matrilysins merupakan kelompok MMP yang tidak memiliki hemopexin domain.sementara gelatinases mengandung struktur fibronectin berulang didalam catalytic domain-nya dimana MMP-2 (Gelatinase A) dan MMP-9 ( Gelatinase B ) termasuk didalamnya. Kelompok furin-activatable mengandung furin recognition motif termasuk diantaranya secreted, membrane type dan type II transmembrane (Nagase et al., 2005; Gong et al., 2014). Aktivitas MMP megalami regulasi ketat pada berbagai tingkat sebelum menjadi bentuk aktif. Regulasi ini terjadi baik pada tingkat mrna maupun aktivasi protein melalui aktivator dan inhibitornya serta berbagai sel di lingkunagn sekitar tumor. Seperti misalnya MMP-9 pada karsinoma prostat mengalami regulasi melalui interaksi antara sel tumor dengan lingkungan mikro disekitarnya seperti sel stroma, sel endotel, makrofag maupun sel radang netrofil. Peranan sel radang seperti makrofag, netrofil, sel mast sel dendritik dan sel T pada inisiasi dan progresi tumor sudah sangat diakui. Sel tumor mampu menghasilkan faktor-faktor pro-inflamasi dan MMP yang berperan pada agresivitas tumor (Deryugina dan Quigley, 2006). Sedangkan inhibitor alami utama untuk MMP adalah TIMP (tissue inhibitors of matrix metalloproteinases). Keseimbangan antara aktivasi dan

29 80 inhibisi MMP sangat berpengaruh terhadap fungsi fisiologis dan patologisnya Kondisi patologis akan timbul jika terjadi ketidakseimbangan tingkat MMP dan TIMP (Gong et al., 2014). Beberapa faktor transkripsi yang berperan pada karsinogenesis karsinoma prostat juga terlibat dalam regulasi MMP, antara lain PTEN dan ETS (Chakrabarti et al., 2006; Yabluchanskiy et al., 2013). Hilangnya aktivitas faktor tersebut selama progresi tumor menyebabkan peningkatan aktivitas proteolitik MMP (Ansari et al.,2013). Fungsi fisiologis MMP tampak signifikan selama perkembangan embriogenik dimana MMP memegang peranan penting pada proses remodeling matriks ekstraseluler (ECM) yang merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan morfogenesis jaringan. Secara sistematis, beberapa fungsi seluler MMP selama perkembangan dan fisiologis normal, yaitu (sesuai gambar 2.11) (Ansari et al, 2013): 1) Membantu migrasi sel melalui degradasi molekul ECM 2) Mengubah perangai seluler dengan mengubah lingkungan mikro ECM 3) Membantu aktivitas molekul aktif secara biologis dengan pemecahan langsung, pelepasan dari simpanan, atau memodulasi aktivitas penghambatnya.

30 81 Gambar 2.11 Fungsi seluler MMP selama perkembangan dan fisiologis normal (Ansari et al., 2013) Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketidakseimbangan antara aktivasi dan inhibisi mengarahkan MMP pada kondisi patologis seperti misalnya keganasan. Pada kondisi ini MMP dihasilkan langsung oleh sel tumor maupun sel fibroblast pada stroma dan sel makrofag melalui rangsangan sel tumor (Gialeli et al., 2010; Kumar et al., 2015). Selanjutnya MMP akan menyebabkan degradasi komponen ECM pada membran basalis dan jaringan ikat interstisial yang tersusun atas kolagen, glikoprotein dan proteoglikan. Proses metastasis suatu karsinoma diawali oleh interaksi antara sel tumor dengan ECM. Pertama-tama sel tumor harus menembus membran basalis dibawahnya, kemudian melintasi jaringan ikat, dan secara cepat mencapai sirkulasi dengan cara menembus membran basalis pembuluh darah. Proses ini berulang lagi jika emboli sel tumor mengalami ekstravasasi ke tempat jauh. Invasi melalui ECM mengawali kaskade metastasis

31 82 dan merupakan proses aktif yang melibatkan beberapa tahap, diantaranya perubahan interaksi sel tumor, degradasi ECM, perlekatan ke komponen ECM, dan migrasi sel tumor (Kumar et al., 2015). Tahap pertama proses invasi yaitu disosiasi sel terjadi karena kelainan molekul adhesi interseluler seperti E-cadherins yang menyebabkan perlekatan antar sel berkurang sehingga sel mudah terlepas dari tumor peimer dan meluas ke jaringan sekitarnya. Tahap kedua berupa proses degradasi lokal membran basalis dan jaringan ikat interstisial. Proses ini melibatkan enzim proteolitik seperti MMP yang dapat disekresikan langsung dari sel tumor atau dari induksi terhadap sel stroma seperti fibroblast dan sel inflamasi. Protease lain yang juga disekresikan yaitu cathepsin D dan urokinase plasminogen activator. Untuk mengatur invasi tumor, MMP bukan hanya mengubah komponen yang tidak larut pada membran basalis dan matriks interstisial, tetapi juga melepaskan growth factor yang disimpan ECM seperti misalnya VEGF (Deryugina dan Quigley, 2006; Bouchet et al., 2014; Kumar et al., 2015) Peranan MMP pada Karsinoma Adenum Asinus Prostat Pada karsinoma adenum asinus prostat terdapat ketidakseimbangan ekspresi MMP dan TIMP dengan manifestasi berupa hilangnya ekspresi TIMP dan meningkatnya ekspresi MMP. Peningkatan aktivitas ini bukan hanya memudahkan terjadinya metastasis namun berperan pula pada proses karsinogenesis seperti proliferasi sel, apoptosis, angiogenesis dan transisi epitel menjadi jaringan mesenkimal (EMT) (seperti terlihat pada gambar 2.12) ( Gong et al., 2014).

32 83 Gambar 2.12 Peranan MMP pada progresi kanker prostat ( Gong et al., 2014) Seperti yang telah diperkirakan sebelumnya, MMP lebih aktif pada kanker prostat stadium lanjut yang dibuktikan oleh peningkatan ekpresi MMP seiring peningkatan skor Gleason ( Lampiran 1). Analisis MMP mrna, protein serum dan jaringan kanker prostat menunjukkan peningkatan ekspresi MMP-2, -3, -7, -9, 13, -14, -15 dan -26 berhubungan dengan kanker stadium lanjut atau metastasis, sementara ekspresi MMP-1 berhubungan dengan tumor derajat rendah dan sedikitnya insiden invasi ( Gong et al., 2014 ). Interaksi antara MMP-2,-7,-9 dan -14 memainkan peranan penting pada progresifitas kanker prostat. MMP-2 dan MMP-9 disekresikan dalam bentuk proenzim baik oleh sel tumor maupun sel fibroblas di dalam lingkungan mikro tumor. MT1-MMP(MMP-14) yang terekspresi pada membran sel tumor secara spesifik mengaktifkan prommp-2 laten pada permukaan sel tumor dengan membentuk komplek bersama TIMP-2. Aktivasi MMP-2 dapat mengaktifkan

33 84 prommp lainnya seperti MMP-9 melalui pemecahan enzimatik. MMP-7 yang dikeluarkan oleh sel tumor dan osteoklas bersama dengan MMP-14 mampu memecah reseptor aktivator ligan NF-κB di permukaan osteoblas dan meghasilkan RANKL terlarut. Hal ini menyebabkan aktivasi osteoklas pada dan disekitar tulang yang berdekatan dengan tumor dan menimbulkan degradasi tulang (Gambar 2.13) ( Gong et al., 2014 ). Gambar 2.13 Interaksi antara MMP-2, -7, -9 dan -14 pada perkembangan kanker prostat ( Gong et al, 2014 ) Matriks Metalloproteinase 9 (MMP-9/Gelatinase) dan Peranannya pada Karsinoma Prostat Matriks metalloproteinase-9 dikenal sebagai enzim metallo-multidomain yang mampu mendegradasi matriks ekstraselular selama proses invasi dan metastasis.

34 85 Secara struktural MMP-9 termasuk dalam kelompok gelatinase B dengan catalytic site tersusun atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site oleh ulangan tiga fibronektin yang memfasilitasi degradasi substrat besar seperti elastin dan penghancuran kolagen (Patil dan Kundu, 2006). Dalam regio ini, asam amino Asp309, Asn319, Asp232, Tyr320 dan Arg3076 penting untuk pengikat gelatin. Catalytic site tetap dipertahankan dalam bentuk tidak aktif oleh amino-terminal pro-peptide PRCGXPD, dengan koordinasi cysteine bersama katalitik Zn2+. Ujung terminal COOH dari MMP-9 mengandung domain hemopexin yang mengatur ikatan dengan substrat, berinteraksi dengan inhibitor dan membantu ikatan ke permukaan sel. Domain O-glycosylated sentral memberikan fleksibilitas molekuler, mengatur spesifisitas substrat MMP-9 invasi yang bergantung MMP-9, interaksi dengan TIMP dan lokalisasi permukaan sel. Domain ini membantu pergerakan MMP-9 sepanjang substrat makromolekuler dan melepaskan ikatan kolagen sebelum dipecahkan oleh enzim lainnya (Farina dan Mackay, 2014; Gong et al., 2014). Gambar 2.14 Struktur MMP-9 (Gelatinase B) (Gong et al., 2014) Matriks metalloproteinase-9 dihasilkan baik oleh sel tumor maupun sel disekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblast di stroma, sel endotelial, sel polimorfonuklear (PMN), keratinosit, makrofag dan beberapa sel epitel (Verma dan Hansch, 2006; Gong et al., 2014). Akibatnya aktivasi dan produksi MMP-9/

35 86 gelatinase B sangat dipengaruhi oleh interaksi komponen tersebut diatas. Selain fungsinya dalam proses metastasis, MMP 9 juga memainkan peran penting pada proses fisiologis seperti penyembuhan luka. Inhibisi terhadap aktivitas enzimatik MMP-9 dilakukan oleh inhibitor protease sistemik α2-makroglobulin, anggota famili TIMP dan antagonis terhadap domain hemopexinnya sendiri (Vempati et al., 2007; Farina dan Mackay, 2014; Gong et al, 2014). Mekanisme yang menyebabkan ketidakseimbangan antara MMP-9 dan TIMP terutama TIMP-1 mengarahkan MMP-9 untuk terlibat dalam proses patologis tumor (Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay, 2014; Gong et al, 2014).. Kegagalan pertumbuhan karsinoma adenum asinus prostat pada tulang kalvaria seekor tikus percobaan membuktikan pengaruh enzim tersebut terhadap progresifitas sel tumor (Farina dan Mackay, 2014; Gong et al, 2014). Saat ini diketahui MMP-9 bukan hanya memiliki kemampuan dalam mendegradasi kolagen tipe IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan vaskuler; fibronektin dan gelatin yang memegang peranan penting dalam proses invasi dan metastasis, namun juga memiliki potensi pro-onkogenik antara lain transformasi neoplastik, inisiasi tumor dan instabilitas genetik. MMP-9 dapat menempati inti sel, meskipun memiliki sinyal lokalisasi inti klasik yang rendah dan aktivitas gelatinase inti menyatu dengan peningkatan fragmentasi DNA. Gelatinase inti ini mendegradasi matriks protein inti yaitu PARP (poly-adpribose-polymerase) dan menghindarkannya dari proses perbaikan DNA (Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay, 2014).

36 87 Matriks metalloproteinase-9 dan TIMP-1 terekspresi dalam jumlah besar di dalam berbagai tipe sel dan disekresikan dalam bentuk komplek pro-mmp-9/timp-1. Lingkungan tumor yang mengandung sel tumor, stroma, dan elemen radang memberikan kontribusi dalam menjaga stabilitas kompleks tersebut. Infiltrasi netrofil pada tumor menyebabkan keluarnya MMP-9 yang tidak terikat TIMP dan memfasilitasi perubahan sifat sel tumor (Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay, 2014; Vandooren et al., 2013). Pada kanker prostat peningkatan ekspresi MMP-9 in vitro terjadi akibat pengaruh kemokin (Farina dan Mackay, 2014). Gambar 2.15 Peranan MMP-9 yang tidak terikat TIMP yang berasal dari sel radang PMN sel tumor dalam inisiasi tumor dan promosi instabilitas genetik. melalui degradasi matriks ekstraseluler (ECM), pelepasan dan aktivasi kemokin, sitokin dan growth factor ( Farina dan Mackay, 2014) Peranan MMP-9 yang berasal dari sel radang netrofil juga tampak pada inisiasi adenoma intestinal. Ini dibuktikan oleh penurunan lesi adenoma sebanyak 40% pada heterozygous APC (APC-min) knockout mice yang mengalami defisiensi MMP-9. Pada tumor hepar MMP-9 dilaporkan menginisiasi sel tumor melalui pelepasan proteolitik dan aktivasi TGFβ dan VEGF. Sementara pada epitel payudara manusia,

37 88 MMP-9 meningkatkan ekspresi onkoprotein HER2/Neu, menghambat apoptosis, dan menyebabkan transformasi fenotip sel normal dimana ekspansi klonal sel ini merupakan langkah penting proses progresifitas tumor (Farina dan Mackay, 2014). Stem cell niche merupakan lokasi spesifik dan unik yang mengatur jumlah, selfrenewal dan pembelahan stem cell baik pada sel normal maupun sel tumor. Pada sel tumor stem cell niche ini mempengaruhi heterogenitas tumor, metastasis dan resistensi terapi yang diregulasi oleh kondisi-kondisi di dalam tumor dan didukung oleh stress yang berhubungan dengan tumor seperti misalnya hipoksia. MMP-9 dikatakan berimplikasi terhadap perubahan perilaku stem cell niche dan sumsum tulang. MMP-9 mendegradasi matriks ekstraselular stem cell niche sehingga menyebabkan aktivasi dan mobilisasi stem cell hemopoetik. Hal ini difasilitasi oleh perubahan bentuk stem cell terikat membran menjadi stem cell bebas yang mampu meningkatkan promosi c-kit terkait proliferasi sel. MMP-9 juga melepaskan stem cell prekursor sel endothelial dari sumsum tulang yang berkontribusi dalam angiogenesis. Interaksi antara stroma-derived factor (SDF)-1 dan reseptor kemokin CXCR4 penting dalam fungsi sel progenitor dan induksi ekspresi MMP-9 (Gong et al, 2014 ). Matriks metalloproteinase-9 juga dikenal sebagai gen penting yang berhubungan dengan proses transisi epitel menjadi mesenkimal (EMT) dan sekaligus menjadi penyebab EMT (Gialeli et al., 2010). Ini merupakan proses perubahan sel epitel yang tidak dapat bergerak menjadi sel mesenkimal yang mampu bergerak. Proses ini penting pada pertumbuhan (tipe 1), penyembuhan luka normal atau fibrosis patologis (tipe 2) dan proses metastasis sel kanker (tipe 3). EMT tipe 3 fundamental untuk progresi tumor menjadi metastasis, dan baik reaktivasinya dalam dediferensiasi

38 89 sel kanker maupun aktivasi dalam stem cell, mampu menginduksi fenotip dan motilitas sel kanker menjadi invasif (Farina dan Mackay, 2014). Gambar 2.16 Transisi epitelial menjadi mesenkimal (EMT) yang dipicu MMP-9 (Farina dan Mackay, 2014) Pembentukan pembuluh darah baru adalah suatu proses terstruktur dan tergantung pada faktor angiogenik mitogenik dan non-mitogenik serta melibatkan perubahan matriks, migrasi sel, regulasi interaksi antara sel vaskular dengan matriks. Neovaskularisasi tumor sangat fundamental dalam ekspansi tumor primer, menjadi metastasis. Tidak seperti pembuluh darah di jaringan normal, pembuluh darah pada tumor cenderung imatur. MMP-9 merupakan molekul pro-angiogenik dan memicu aktivitas angiogenik pada pembuluh darah yang pasif (Patil dan Kundu, 2006; Farina dan Mackay, 2014). Matriks metalloproteinase-9 yang berasal dari netrofil meregulasi proliferasi perisit, apoptosis, pengambilan dan mobilisasi sumsum tulang yang mengandung prekursor angiogenik ke stroma tumor sehingga meningkatkan proses angiogenik dan vaskulargenik. Pada saat proses angiogenik oleh sel tumor terjadi, MMP-9 juga

39 90 memicu tombol angiogenik melalui mobilisasi dan aktivasi mitogen angiogenik dari matriks penyimpanannya. Proses ini difasilitasi oleh pelepasan MMP-9 yang tidak terikat TIMP-1 dari netrofil yang bertindak bukan hanya sebagai faktor angiogenik nanomolar poten namun mampu pula melepaskan faktor pertumbuhan FGF dan VEGF dari matriks (Patil dan Kundu, 2006; Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay, 2014). Gambar 2.17 Peranan MMP-9 bebas TIMP dari sel radang PMN, MMP-9 tumor/ stroma onkogen dan hipoksia dalam mengaktifkan angiogenesis (Farina dan Mackay, 2014) Limfangiogenesis merupakan komponen penting pada perkembangan dan metastasis tumor. pembuluh limfe menyediakan jalur untuk penyebaran sel tumor ke tempat yang lebih jauh. Pada kanker di lambung, MMP-9 dilaporkan terlibat dalam induksi limfangiogenesis dan menyebabkan penyebaran sel tumor melalui jalur limfatik. Bahkan MMP-9 yang berasal netrofil mampu meningkatkan bioavailibilitas dan biaktivitas dari VEGF-A serta bersama-sama dengan VEGF-C memberikan

40 91 implikasi pada limfangiogenesis dan metastasis melalui jalur limfatik pada kanker payudara (Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay, 2014) Progresi tumor primer hingga menjadi tumor metastasis merupakan suatu proses yang kompleks. MMP-9 memegang peranan penting pada hampir setiap tahap proses progresifitas tersebut. Gambar 2.18 Kaitan MMP-9 dengan kemampuan metastasis tumor (Farina dan Mackay, 2014) Ekspresi dan lokalisasi MMP-9 pada kanker prostat dikatakan berbeda-beda pada berbagai literatur. Beberapa penelitian mendeteksi mrna MMP-9 hanya di dalam sel makrofag di area inflamasi maupun di area yang mangandung sel tumor derajat tinggi. Sebaliknya, Trudel et al melaporkan MMP-9 terekspresi intraselular dan di dalam sitosol pada 94,1% sel kanker prostat. Ekspresi ini berkaitan langsung dengan skor Gleason namun tidak dengan prognosis. Perbedaan ekspresi ini sebagian dapat disebabkan karena perbedaan derajat invasi sel kanker pada sampel yang digunakan dalam penelitian atau karena sensitivitas metode pemeriksaan yang digunakan. Penelitian pada jaringan prostat segar dari 22

41 92 prostatektomi radikal menemukan aktivitas kolagenolitik dan gelatinolotikyang relatif lebih rendah dibandingkan keganasan di tempat lain seperti misalnya pada karsinoma sel basal (Gong et al.,2014). Ekpresi abnormal MMP-9 bebas di permukaan sel diperkirakan berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan kanker prostat, metastasis dan angiogenesis. LNCaP, DU-145 dan PC-3 adalah jalur sel pada kanker prostat yang secara berurutan menunjukkan potensial metastasis yang rendah, sedang dan tinggi pada penelitian kemampuan invasi Matrigel. Ekspresi MMP-9 pada sel PC-3 menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan sel LNCaP dan DU-145 dan ini berhubungan dengan aktivitas invasi sel tersebut. Ekspresi stabil MMP-9 pada sel LNCaP metastasis menghasilkan peningkatan aktivitas MMP-9 dan berhubungan dengan peningkatan kemampuan metastasis. Silencing MMP-9 yang dimediasi oleh SiRNA menghambat invasi Matrigel, angiogenesis in vitro dan menginduksi apoptosis pada sel DU-145 dan PC-3 (Jin et al., 2011). Keterlibatan MMP-9 pada regulasi angiogenesis terbukti dengan adanya hambatan ekspresi gen faktor proangiogenik seperti VEGF dan intercellular adhesion molecule-1(icam-1) pada ablasi antisense MMP-9 dalam sel DU-145 dan PC-3. Defisiensi MMP-9 juga meningkatkan pelepasan angiostatin, suatu protein yang menekan angiogenesis dan menurunkan seksresi VEGF pada sel PC-3. MMP-9 juga dapat mengaktifkan urokinase plasminogen activator (upa), serpin protease nexin-1 (PN-1) dan protein lain yang berkaitan dengan proses invasi dan angiogenesis. Kultur sel kanker prostat dengan sel endothelial secara signifikan meningkatkan ekspresi MMP-9 yang berdampak pada invasi sel kanker melalui peningkatan sekresi IL-6 oleh sel endothelial. Hal ini diduga karena adanya efek autokrin dan parakrin dari

42 93 faktor pertumbuhan atau sitokin yang disekresikan oleh sel tumor, sel stroma dan sel radang dilingkungan sekitar tumor (Gong et al., 2014). Sel PC-3P metastatik dengan ekspresi IL-8 tinggi menggambarkan peningkatan regulasi mrna MMP-9 dan aktivitas kolagenase in vitro menyebabkan peningkatan invasi melalui jalur Matrigel. Bombesin, suatu hormone neuropeptide yang ada pada kanker prostat merangsang sekresi MMP-9 pada sel kanker prostat. Pada jaringan tumor ekspresi MMP-9 dan bombesin ditemukan hampir pada populasi sel kanker yang sama dan berhubungan dengan derajat tumor yang tinggi. Fibroblast growth factor-inducible 14 (Fn14), suatu reseptor transmembran yang berikatan dengan TWEAK, menyokong progresi kanker prostat yang tidak tergantung androgen melalui MMP-9 dan dihubungkan dengan hasil pengobatan yang buruk. Hilangnya prostate derived ETS factor (PDEF), suatu tumor suppressor, dikatakan berhubungan dengan peningkatan ekspresi MMP-9 pada kanker prostat yang agresif. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa PDEF mampu menekan ekspresi mrna MMP-9 sehingga mengurangi kemampuan invasi sel kanker prostat (Gong et al., 2014). Matriks metalloproteinase-9 mengalami regulasi negatif dimana suplementasi androgen signifikan mengurangi sekresi dan aktivitas MMP-9 pada sel kanker prostat dengan reseptor androgen positif yang tumbuh pada media tanpa androgen. Sebaliknya, pemberian flutamide justru meningkatkan ekspresi MMP-9 pada tikus percobaan. Penelitian in vitro dan in vivo yang membandingkan efek terapi deprivasi androgen pada kanker prostat metastasis menunjukkan bahwa anti androgen bukan hanya mampu menekan pertumbuhan sel kanker namun dapat meningkatkan invasi sel kanker prostat melalui jalur TGF-β1/Smad3/MMP-9. Sementara penelitian sel kultur dan in vivo dengan anti-ar compound terbaru, ASC-J9 dan cryptotanshinone

43 94 menunjukkan penekanan pertumbuhan dan invasi melalui regulasi negatif ekspresi MMP-9 (Gong et al., 2014) Ekspresi MMP-9 pada Karsinoma Prostat Matriks metalloproteinase-9 terekspresi pada sitoplasma sel tumor, sementara pada sel stroma hanya terpulas lemah. Peningkatan ekspresi MMP-9 ditemukan meningkat seiring peningkatan skor Gleason namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara tumor dengan skor Gleason < 7 dan kanker derajat tinggi dengan skor Gleason 7 (Oguic et al., 2014). Pulasan MMP-9 ditemukan pada semua sel tumor dan sebagian matriks ekstraselular dan ini berkaitan dengan tingginya level MMP-9 di plasma yang sebanding dengan tingginya skor Gleason (Castellano et al., 2008). Penelitian lain juga mendapatkan hubungan yang siginifikan antara MMP-9 dan derajat tumor (Incorvaia et al., 2007). Sel yang mengekspresikan MMP-9 akan tampak berwarna coklat pada sitoplasma sel epitel ganas maupun stroma (Gambar 2.19). Penilaian ekspresi MMP-9 dengan pemeriksaan imunohistokimia dibuat berdasarkan perkalian skor persentase sel yang terpulas positif dan intensitas pewarnaannya (Oguic et al., 2014).

44 95 Gambar 2.19 a. Pulasan positif lemah MMP-9 pada hyperplasia kelenjar prostat. b. Pulasan positif kuat MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma (Oguic et al.,2014) 2.4 Imunohistokimia Penentuan ekspresi MMP-9 dilakukan melalui teknik pengecatan imunohistokimi. Imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup (Anonim, t.t (a)). Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna : Luminescence, zat berfluoresensi : fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat : colloidal, microsphere, gold, silver, label radioaktif, dan enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase (Anonim, t.t (a)).

45 96 Terdapat dua metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan imunohistokimia, yaitu metode langsung (direct method) dan tidak langsung (indirect method). Metode langsung (direct method) merupakan metode pengecatan satu langkah karena hanya melibatkan satu jenis antibodi. Metode ini cepat dan mudah dilakukan namun kurang sensitif karena amplifikasi sinyalnya rendah. Sedangkan metode tidak langsung (indirect method) menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Disamping kedua metode di atas, analisis imunohistokimia juga dapat dilakukan melalui metode Peroxidase-anti-Peroxidase dan metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) (Anonim, t.t (a)). Metode Peroxidase-anti-Peroxidase (PAP) adalah analisis imunohistokimia menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk seperti roti sandwich. Sedangkan metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) adalah metode analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap molekul avidin- biotin oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul avidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal yang disampaikan oleh antigen target (Anonim, t.t (a)).

46 97 Gambar 2.20 Pengecatan imunohistokimia metode langsung (Anonim, t.t (b)) Gambar 2.21 Pengecatan imunohistokimia metode tidak langsung (Magub, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini insiden kanker sebagai salah satu jenis penyakit tidak menular semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola hidup

Lebih terperinci

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA ADENUM ASINUS PROSTAT DERAJAT TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN DERAJAT RENDAH

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA ADENUM ASINUS PROSTAT DERAJAT TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN DERAJAT RENDAH TESIS EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA ADENUM ASINUS PROSTAT DERAJAT TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN DERAJAT RENDAH NI MADE MAHASTUTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan BPH.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan BPH. 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan BPH. Insidensnya akan meningkat sesuai dengan pertambahan usia, hanya beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh dunia. Berbeda dengan negara maju dengan insiden kanker payudara yang stagnan atau malah semakin menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada perempuan. Diperkirakan jutaan perempuan di seluruh dunia terkena karsinoma payudara tiap tahunnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara menduduki ranking kedua setelah kanker

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin.sebagian besar neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan merupakan tipe papiler. Keganasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma prostat ialah keganasan pada laki-laki yang sangat sering didapat. Angka kejadian diduga 19% dari semua kanker pada pria dan merupakan karsinoma terbanyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Apakah kanker Prostat itu? Kanker prostat berkembang di prostat seorang pria, kelenjar kenari berukuran tepat di bawah kandung kemih yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan merupakan penyebab kematian kedua pada wanita setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma yang paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru di dunia (Alteri et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA ADENUM ASINUS PROSTAT DERAJAT TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN DERAJAT RENDAH

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA ADENUM ASINUS PROSTAT DERAJAT TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN DERAJAT RENDAH TESIS EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA ADENUM ASINUS PROSTAT DERAJAT TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN DERAJAT RENDAH NI MADE MAHASTUTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tumor ovarium dapat berasal dari salah satu dari tiga komponen berikut: epitel permukaan, sel germinal, dan stroma ovarium itu sendiri. Terdapat pula kasus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang

BAB I PENDAHULUAN. fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pterigium merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan pertumbuhan jaringan fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang menginvasi bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan suatu pembesaran progresif pada kelenjar prostat pria dewasa yang bersifat non-malignan (WHO, 1999). Pembesaran prostat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2007, Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh. BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari sarcoma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi proleferasi sel yang tidak terkontrol (Devita). Kanker terjadi karena adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab kematian ketiga yang disebabkan oleh kanker baik secara global maupun di Asia sendiri.

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau tumor prostat jinak, menjadi masalah bagi kebanyakan kaum pria yang berusia di atas 50 tahun. BPH pada pria muncul tanpa ada

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring (KNF) merupakan tumor daerah leher dan kepala dengan penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat diperkirakan

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningioma merupakan tumor otak jinak pada jaringan pembungkus otak atau meningens. Meningioma tumbuh dari sel arachnoid cap yang berasal dari arachnoid villi atau lapisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Inflamasi merupakan respon fisiologis tubuh terhadap iritasi maupun stimuli yang mengubah homeostasis jaringan. Inflamasi akut dapat mengalami pemulihan sempurna

Lebih terperinci

Epidemiologi Kanker Prostat PERTEMUAN 8 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

Epidemiologi Kanker Prostat PERTEMUAN 8 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes Epidemiologi Kanker Prostat PERTEMUAN 8 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan tentang epidemiologi penyakit kanker prostat, riwayat alamiah

Lebih terperinci

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... viii KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara.

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. Karsinoma merupakan penyakit yang kompleks yang dari segi klinis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama di seluruh dunia dan menempati keganasan terbanyak pada wanita baik di negara maju

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS Program Studi : Pendidikan Dokter Kode Blok : KBK301 Blok : NEOPLASMA (Blok 9) Bobot : 4 SKS Semester : III Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu: -

Lebih terperinci

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang IMUNOLOGI TUMOR INNATE IMMUNITY CELLULAR HUMORAL PHAGOCYTES NK CELLS COMPLEMENT CYTOKINES PHAGOCYTOSIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat 2.1.1. Anatomi Prostat adalah organ genital yang hanya di temukan pada pria karena merupakan penghasil cairan semen yang hanya dihasilkan oleh pria. Prostat berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu golongan penyakit ditandai dengan adanya pembelahan sel yang berlangsung secara tidak terkendali serta berkaitan dengan kemampuan sel sel dalam

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker Kolorektal (KKR) merupakan salah satu penyebab kematian di dunia akibat kanker. KKR merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia karena semakin banyaknya penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tumor ganas ovarium adalah penyebab kematian akibat tumor ginekologi yang menduduki urutan ke empat di Amerika Serikat. (1-10) Laporan statistik kanker Amerika Serikat

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan pada usus besar dan rektum. Gangguan replikasi DNA di dalam sel-sel usus yang diakibatkan oleh inflamasi kronik dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum terjadinya persalinan. KPD merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). Diperkirakan ada 10.000 kasus baru

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkisar antara 1 dalam hingga 1 dalam kelahiran hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkisar antara 1 dalam hingga 1 dalam kelahiran hidup, 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma adalah tumor ganas intraokular primer tersering pada anak, dan menduduki peringkat kedua setelah melanoma uvea sebagai tumor ganas intraokuler primer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi kronis berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang paling sering kita jumpai diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius dan membutuhkan penanganan sedini

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA PADA USIA ANTARA 50-59 TAHUN DENGAN USIA DIATAS 60 TAHUN PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI DI RS. PKU (PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT) MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci