BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi Indonesia"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Gambaran Umum Keenergian DIY Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi Indonesia yang tidak memiliki potensi energi fosil. Hampir seluruh kebutuhan energi di DIY seperti bahan bakar minyak (BBM), LPG di-supply dari luar daerah dengan penggunaan yang makin meningkat tiap tahun. Energi listrikpun dipasok dari jaringan interkoneksi Jawa-Madura-Bali (JAMALI) karena belum adanya pembangkit listrik yang memenuhi permintaan listrik masyarakat DIY. Hal ini berarti bahwa segala kegiatan masyarakat di wilayah DIY sangat tergantung pada stabilitas pasokan energi dari daerah lain. Di sisi lain sebagai icon Kota Budaya, Kota Pendidikan, dan daerah tujuan wisata kedua setelah Bali, maka DIY menjadi salah satu destinasi pendidikan dan wisata yang sangat potensial bagi warga dari luar wilayah. Hal ini jelas akan berimplikasi pada makin banyaknya aktivitas ekonomi dan manusia yang menggunakan energi baik BBM maupun listrik di wilayah ini. Di sisi lain pola konsumsi energi di DIY merupakan pola konsumsi energi yang konsumtif. Energi yang telah digunakan sebagain besar tidak digunakan untuk mendukung pertumbuhan perekonomin. Hal ini terlihat dari penggunana energi terbesar ada disektor rumah tangga dan transportasi, yatu mencapai 28,5% dan 59,45% dari keseluruhan energi yang digunakan di tahun 2013, sisanya adalah energi yang digunakan di sektor komersial dan industri. Komposisi jenis energi yang 127

2 digunakan di DIY masih sangat didominasi oleh jenis energi dari BBM yang mencapai lebih dari 60% dari keseluruhan pemakaian energi di tahun Sedangkan elastisitas pertumbuan penggunaan energi terhadap pertumbuhan PDRB pada periode yang sama adalah sebesar 1,16. Nilai elastisitas ini menunjukkan bahwa penggunaan energi di DIY masih boros karena untuk menjalankan sektor aktivitas dengan pertumbuhan sebesar 1% per tahun dibutuhkan energi dengan pertumbuhan sebesar 1,16% pertahun % 28.52% 7.26% Rumah Tangga Komersial Industri Sektor Lainnya Transportasi 3.73% 1.03% Sumber : Dinas PUP dan ESDM DIY, 2014 Gambar 4.1. Penggunaan Energi per Sektor Tahun 2013 Di tahun 2013, bauran energi primer terlihat bahwa penggunaan minyak bumi sangat mendominasi, yaitu sebesar 71,91%. Minyak bumi digunakan dalam penyediaan jenis-jenis bahan bakar minyak dan LPG. Batubara yang digunakan dalam pembangkitan energi listrik memiliki persentase sebesar 16,59% di tahun Selain digunakan dalam pembangkitan energi listrik, sebagian kecil batubara juga digunakan dalam aktivitas sektor industri. Gas alam yang digunakan dalam pembangkitan energi listrik memiliki persentase sebesar 9,60%. Di tahun 2013, penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) hanya memiliki persentase sebesar 128

3 1,90%. EBT ini terdiri dari tenaga air dan panas bumi yang digunakan dalam pembangkitan energi listrik melalui sistem JAMALI serta kayu bakar yang digunakan untuk aktivitas memasak di sektor rumah tangga. EBT Tenaga Air Panas Bumi Biogas Biodiesel 71.91% 9.60% 1.90% 1.43% Angin Biomasa 16.59% 0.42% 0.05% Matahari Kayu Bakar Batubara Minyak Bumi Gas Alam Sumber : Dinas PUP dan ESDM DIY, 2014 Gambar 4.2.Bauran Energi Primer di Tahun Ketenagalistrikan DIY Sebagai daerah yang tidak memiliki sistem pembangkit berskala besar, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berada dalam sistem interkoneksi JAMALI. DIY juga tidak mempunyai deposit sumber daya energi fosil. Meskipun demikian, daerah memiliki beberapa potensi sumber energi terbarukan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Karena kebutuhan tenaga listrik DIY akan dipenuhi oleh sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali (JAMALI), maka dalam perencanaan sistem pembangkit juga disesuaikan dengan pengembangan sistem pembangkit yang tergabung pada sistem interkoneksi JAMALI. Gambar 1 menunjukkan sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali. 129

4 EDO-P3B CLGON SLAYA PLTGU CILEGON PLTGU BOJONEGARA KMBNG CWANG MRTWR SRANG BLRJA DEPOK BKASI TMBUN CBATU GNDUL CRATA CIBNG SGLNG PWTAN CRBON JAWA TJATI MADURA U CSKAN LGDAR BDSLN UJBRG PMLNG UNGAR NGBNG GRSIK TSMYA SBBRT SBLTN Keterangan : PKLAN KLTEN BNGIL KDBRU GRATI PITON WTDOL BALI GITET Existing GITET Rencana GLNUK KAPAL SUTET Existing SUTET Rencana Sumber : PT. PLN (Persero) APJ Yogyakarta, 2014 Gambar 4.3. Sistem Interkoneksi Jawa-Madura-Bali Dengan sistem interkoneksi tersebut, penyediaan listrik di Daerah Istimewa Yogyakarta bisa berasal dari berbagai pembangkit yang berada pada sistem interkoneksi tersebut. Palayanan tenaga listrik untuk pelanggan di DIY saat ini dilayani oleh 8 gardu induk dengan kapasitas total 616 MVA, dengan beban puncak untuk DIY sebesar MVA. Sistem tersebut disalurkan melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dengan panjang total 4.660,850 kms dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) dengan panjang total6.845,523 kms. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan MVA tersambung ke pelanggan adalah 6,56% dengan nilai penambahan rata-rata adalah ,72 kva. Sedangkan besaran energi listrik yang di konsumsi untuk seluruh wilayah DIY sampai dengan akhir 2011 adalah sebesar Gwh. Jika dilihat sampai dengan akhir tahun 2010, konsumsi energi DIY mencapai angka kwh. Gambaran tersebut bisa dilihat dalam Tabel 4.2. Sistem ketenagalistrikan untuk wilayah pelayanan Daerah Istimewa 130

5 Yogyakarta (DIY) dikelola oleh PT PLN (Persero) Unit Distribusi Jawa Tengah dan DIY, yang berkedudukan di Semarang. Untuk kepentingan pelayanan pelanggan di DIY ditangani langsung oleh PT. PLN (Persero) area pelayanan dan jaringan (APJ) Yogyakarta, yang merupakan bagian dari manajemen PT. PLN (Persero) distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasokan tenaga listrik untuk wilayah DIY hampir seluruhnya diperoleh dari sistem interkoneksi JAMALI, ditambah produksi sendiri dengan kapasitas yang relatif masih kecil. Hal ini dikarenakan di provinsi DIY tidak ada pembangkit dalam skala besar yang dapat menyuplai kebutuhan listrik DIY. Untuk wilayah DIY, terdapat 78 kecamatan dan 438 desa serta dusun. Kondisi kelistrikannya sampai dengan triwulan tahun 2014, seluruh desa telah terlistriki oleh jaringan PLN, dengan demikian rasio desa berlistrik di DIY adalah 100%. Namun, rasio elektrifikasi secara total baru mencapai angka 81,42%, sebagaimana tampak dalam Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1. Rasio Elektrifikasi DIY Kabupaten/Kotamadya Pelanggan Jumlah Kepala Keluarga Rasio Elektrifikasi Kota Yogyakarta ,96 Bantul ,62 Kulon Progo ,56 Sleman ,81 Gunungkidul ,80 Total ,42 Sumber : PT. PLN (Persero) distribusi Jateng & DIY

6 No Tabel 4.2. Jumlah Gardu Induk, Unit yang Disuplai dan Kapasitas GI 1. Keuntungan 2. Bantul 3. Gejayan 4. Wirobrajan Mensuplai Wilayah Kerja UPJ Sleman, Yk. Utara, Kalasan Sedayu, Yk. Selatan, Yk. Utara, Bantul Yk. Utara, Yk. Selatan, Kalasan Yk. Utara, Yk. Selatan, & Sedayu Kapasitas (MVA) Beban Puncak (MVA) Pelanggan PT. PLN (Persero) APJ Yogyakarta berjumlah pelanggan sampai dengan akhir Triwulan I tahun Sebagian besar dari pelanggan tersebut di dominasi oleh pelanggan sektor Rumah Tangga (golongan R), yakni 92,5%. Penjualan tenaga listrik di DIY pada tahun 2014 mencapai kwh, dengan kontribusi terbesar dari pelanggan rumah tangga yaitu 55,95%, sedangkan rupiah penjualan sudah mencapai Rp dengan kontribusi terbesar juga berasal dari sektor rumah tangga yakni 50,33%. Pertumbuhan jumlah pelanggan di DIY rata-rata naik sebesar 4,02% per tahun sejak tahun 2002, yang berarti permintaan tenaga listrik relatif kecil jika di bandingkan dengan daerah lain. Kapasitas (%) Jumlah Feeder 60 44,5 74, ,2 28, ,7 39, ,6 57, , , ,5 45, Godean Sleman, & Sedayu 30 8,5 28,33, ,1 47, Medari Sleman , Wates Wates , ,5 40, Semanu Wonosari 30 21,3 71, ,4 41,33 2 Jumlah ,3 47,45 57 Sumber : PT. PLN (Persero) APJ Yogyakarta,

7 Tabel 4.3. Komposisi Pelanggan Listrik di DIY No Golongan pelanggan Jumlah pelanggan Persentase (%) 1 Rumah Tangga ,5 2 Komersial ,26 3 Publik ,17 4 Industri 501 0,07 Total Sumber : PT. PLN (Persero) APJ Yogyakarta, Pasokan BBM dan LPG Jalur distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) dari unit pengolahan BBM di DIY didistribusikan dari Cilacap dengan menggunakan jalur pipa menuju Depo Pemasaran Rewulu.BBM yang dipasok berupa bensin, solar, minyak tanah, oli dan gas. Dari Depo Rewulu bensin dan solar langsung didistribusikan ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum/Khusus (SPBU/K) atau agen minyak di wilayah DIY. Kemudian dari SPBU/K dan agen minyak, BBM didistribusikan ke konsumen. Khusus untuk minyak tanah jalur distribusinya langsung melalui agen minyak, dilanjutkan ke pangkalan minyak, kemudian pengecer atau ke konsumen. Untuk bahan bakar gas, dari UP IV Cilacap dipasok langsung ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), kemudian ke agen dan pengecer, terakhir ke konsumen. Distribusi BBM dan untuk Propinsi DIY,mempunyai alur dari Instalasi Pengampon/Depot Rewulu diambil langsung oleh Agen Minyak dan kemudian disalurkan menuju SPBU dan pangkalan-pangkalan minyak tanah dibawahnya. Agen Minyak Tanah dan LPG adalah anggota/pemegang Saham PT. Pengusaha Minyak Tanah(PMT) berbentuk Perorangan/ Koperasi yang diangkat/ ditunjuk oleh Pertamina 133

8 dan diberi jatah/ Alokasi Minyak Tanah untuk disalurkan ke Pangkalan-Pangkalan Minyak Tanah maupun LPG. Agen Minyak Tanah dan LPG harus memiliki/menguasai alat-alat penyaluran (mobil Tanki/truk) yang memenuhi persyaratan yang berlaku dan jumlahnya cukup untuk menyalurkan alokasi Minyak Tanah maupun LPG. Dalam melaksanakan penyaluran, Agen Minyak Tanah maupun LPG harus mempunyai Pangkalan. Agen Minyak Tanah maupun LPG yang berbentuk Koperasi, disamping menyalurkan langsung Minyak Tanah/LPG kepada konsumen yang menjadi anggota Koperasi tersebut, dapat juga mempunyai pangkalan. Dalam hal Penyaluran Minyak Tanah, maka Agen Minyak Tanah/LPG diwajibkan: a. Mempunyai Pangkalan-Pangkalan Minyak Tanah/LPG yang tetap. b. Menyerahkan daftar nama, alamat dan alokasi Minyak Tanah Pangkalan-Pangkalannya. c. Melaporkan kepada Pertamina realisasi penyaluran Minyak Tanah/LPG yang disalurkan ke Pangkalan-Pangkalannya. Untuk memenuhi sistem penyaluran yang dapat mendukung pengawasan penyaluran minyak tanah yang lebih efektif maka diadakan Rayonisasi per Kabupaten/ Kota. Alasan lain diadakannya Rayonisasi per Kabupaten/ Kotamadya adalah: a. Agar mudah dalam pengawasan. b. Menunjang penyebaran daerah peliputan 134

9 c. Sejalan dengan rencana Otonomi Daerah (OtDa) Pola distribusi BBM dan LPG saat ini dijelaskan dalam Gambar 4.4 sebagai berikut. Sumber : Pertamina DIY, 2014 Gambar 4.4. Alur Pengangkutan dan Distribusi BBM dan LPG Adapaun angka nyata realisasi penyaluran BBM dan LPG diberikan dalam Tabel berikut ini: Tabel 4.4. Realisasi Penyaluran BBM (KL) di DIY JENIS BBM PREMIUM (KL) SOLAR (KL) M TANAH (KL) GAS LPJ (ton) Sumber : Pertamina Yogyakarta,

10 Potensi Energi Terbarukan Daerah Istimewa Yogyakarta diidentifikasi tidak memiliki sumber-sumber energi tak terbarukan seperti minyak bumi, batubara dan gas alam. Sehingga selama ini kebutuhan akan energi final yang berasal dari minyak bumi, batubara dan gas alam selalu dipasok dari daerah lain di Indonesia. Namun, disebabkan semakin menipisnya sumber cadangan energi tak terbarukan, Pemerintah dan badan-badan penelitian nasional maupun swasta serta kalangan akademisi mulai memfokuskan perhatian pada pemanfaatan energi yang berasal dari sumbersumber energi terbarukan, seperti energi surya, angin, ombak, air dan biomasa. Hingga saat ini telah diketahui bahwa di wilayah DIY terdapat beberapa sumber energi terbarukan yang hingga saat ini belum dimanfaatkan secara optimal, diantaranya adalah dijelaskan pada bagian berikut: a. Energi Air Pada saat ini telah diidentifikasi adanya petensi energi air yang terletak di Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Sleman. Data potensi energi air dapat dilihat pada Tabel 4.5. Di Kabupaten Kulonprogo potensi berasal dari pemanfaatan saluran irigasi Kalibawang yang mengalir sepanjang tahun dengan fluktuasi debit yang tidak begitu tinggi. Kendalanya, selama ini fasilitas irigasi tersebut tidak dalam perawatan yang baik sehingga potensi yang ada belum dapat dimanfaatkan. 136

11 Sumber : Survey Lapangan, 2014 Gambar 4.5. Potensi Mikrohidro di Kulonprogo Sedangkan untuk Kabupaten Sleman, potensi sumber energi air berasal dari selokan Van der Wicjk dan Selokan Mataram. Informasi dari Bagian Proyek Waduk Sermo, Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Progo, Opak dan Oyo, bahwa fungsi waduk Sermo adalah untuk irigasi = Ha, air baku = 0,13 m3/dt, pengendali banjir dan kekeringan (elevasi minimal = 113,70 m, disamping itu fungsi Waduk Sermo direncanakan pula untuk pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan tebal aliran yang disediakan sebesar 0,488 m/dt, dengan luas genangan 1,57 m2 dan debit aliran sekitar 76,62 m 3 /dt dan diperkirakan dapat membangkitkan listrik sebesar 400 kw. Adapun kendala dari pemanfaatan energi aliran sungai ini adalah debit aliran air yang tidak teratur sepanjang tahun dan letaknya tersebar. 137

12 Tabel 4.5. Potensi Energi Air di DIY No. Nama Lokasi Potensi (kw) 1 Saluran Kalibawang Kedungrong Saluran Kalibawang Kedungrong Saluran Kalibawang Semawung Saluran Kalibawang Tempel, Pendoworejo, Girimulyo 35 5 Saluran Kalibawang Kemukus, Tanjungharjo, Nanggulan 5,3 6 Selokan Kamal Kamal, Giripurwo, Girimulyo 34 7 Sel. Van Der Wicjk-3 Klagaran, Sedangrejo, Mingir 22 8 Sel. Van Der Wicjk-4 Kajoran, Banyuredjo, Sayegan, 25 9 Sel. Van Der Wicjk-5 Kedungprahu, Sendangrejo, Minggir 14,7 10 Sel. Mataram-1 Gasiran, Banyuredjo, Sayegan 9,5 11 Sel. Mataram-2 Bluran, Tirtonadi, Mlati Sel. Mataram-3 Trini, Trihanggo, Gamping Sel. Mataram 4 Gemawang 3,5 14 Sel.Mataram 8 Candisari, Kalasan 4,7 15 Kali Buntung Kricak, Tegalrejo 12,4 16 Bendung Tegal Tegal, Kebonagung, Imogiri Sel. Van Der Wicjk-4 Desa Kajoran, Banyuredjo, Sayegan, Sumber Cincin Guling 1 Gedad, Banyusoco, Playen 3,5 19 Sumber Cincin Guling 2 Gedad, Banyusoco, Playen 3 20 Sumber air tejun Slumpret Mengguran, Bleberan, Playeng 41 Total 788,6 Sumber : Dinas PUP&ESDM DIY, 2014 b. Energi Surya Secara praktis bahwa intensitas energi surya yang diterima oleh atmosfer dari matahari adalah sekitar Watt/m 2, sedangkan yang dapat diterima oleh bumi menjadi sekitar 1 kw/m 2. Artinya, kalau ada luasan sebesar 1 m 2 yang dikenai sinar matahari di bumi saat itu, maka potensi energi yang dimiliki adalah sekitar 1 kwatt. Potensi sebesar ini akan turun dengan drastis bila terdapat awan yang tebal. Jumlah 138

13 energi yang diterima tersebut bergantung pada lamanya dan diukur dalam satuan kwh (kilo watt jam). Energi surya dapat dikonversi menjadi jenis energi lain dengan tiga cara yaitu eksitasi termal (kolektor surya termal), efek Photovoltaik (PV) dan reaksi kimia (fotosintesa tumbuhan). Potensi radiasi matahari di Provinsi DIY dapat dihitung dengan menggunakan metode clearness index atmosfir (Gambar 4.6). Clearness index merupakan sebagian radiasi matahari yang dipancarkan melalui atmosfir dan mancapai permukaan bumi. Clearness index ini memiliki nilai antara 0 dan 1, yang didefinisikan sebagai perbandingan antara radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi dengan radiasi ekstraterrestial. Clearness index memiliki nilai yang besar atau mendekati 1 pada saat keadaan atmosfir cerah dan memiliki nilai yang rendah atau mendekati 0 pada saat keadaan berawan. Perhitungan potensi radiasi matahari dengan menggunakan clearness index dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak HOMER. Hasil dari perhitungan ini dapat dilihat pada gambar 3 dan tabel 12. Dari Gambar 4.7 dan Tabel 4.6. berikut dapat dilihat bahwa rata-rata radiasi matahari harian terjadi di bulan September sebesar 5,54 kwh/m 2 /hari dengan clearness index sebesar 0,

14 Daily Radiation (kwh/m²/d) Clearness Index 6 Global Horizontal Radiation Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Daily Radiation Clearness Index Sumber : Dinas PUP dan ESDM DIY, 2012 Gambar 4.6. Potensi Radiasi Matahari di DIY 0.0 Tabel 4.6. Potensi Radiasi Matahari di DIY Bulan Clearness Index Daily Radiation (kwh/m 2 /d) January 0,40 4,28 February 0,41 4,47 March 0,44 4,59 April 0,48 4,72 May 0,53 4,73 June 0,54 4,55 July 0,56 4,80 August 0,56 5,25 September 0,55 5,54 October 0,51 5,39 November 0,44 4,71 December 0,43 4,57 Rata-rata 0,49 4,80 Sumber : Dinas PUP dan ESDM DIY,

15 c. Energi Angin Dari beberapa macam energi terbarukan yang ada, wilayah Propinsi DIY mempunyai potensi energi angin karena posisi geografisnya yang berada di wilayah pantai selatan Pulau Jawa. Data lengkap mengenai arah dan kecepatan angin per bulan di DIY dapat dilihat pada Tabel 4.7. No. Tabel 4.7. Potensi Energi Angin di DIY Lokasi Kecepatan Angin (m/s) Kapasitas Potensi (MW) 1 Sepanjang pantai Selatan Yogyakarta 2 Pantai Sundak, Srandakan, Baron, Samas 2,5 s.d 4 Up s.d s.d 5 10 s.d 100 Sumber : Dinas PUP&ESDM DIY, 2013 Kecepatan angin rata-rata tahunan yang ada di wilayah DIY adalah sebesar 4,89 m/s, secara praktis kecepatan tersebut sudah dapat dimanfaatkan untuk mengoperasikan turbin angin guna membangkitkan listrik. Rata-rata kecepatan angin setiap bulannya dapat dilihat pada Tabel 4.8. Untuk lebih mengoptimalkan kecepatan angin yang ada disekitar pantai perlu dilakukna pengukuran langsung untuk mengamati pola kecepatan angin setiap jamnya dalam satu hari. Dari hasil pengukuran kecepatan angin yang dilakukan pada tanggal 6 dan 7 Juni 2009 tersebut dapat diamati bahwa kecepatan maksimal terjadi pada jam sore hari. 141

16 Tabel 4.8 Frekuensi Distribusi Kecepatan Angin Pantai Sundak, G.Kidul DIY Ketinggian 15 Meter Kelas Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Ags Okt Nov Des Sumber : Pusat Studi Energi UGM, 2011 Tabel 4.9 Potensi Energi Angin Berdasarkan Arah Angin pada Sepanjang Tahun Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Ratarata Wind Speed (m/s) 5,14 4,63 4,63 4,12 4,63 4,63 5,14 5,14 5,14 5,14 5,14 5,14 4,89 Sumber : Pusat Studi Energi UGM, 2011 D. Biomasa Biomasa adalah bahan bakar nabati atau organik baik berasal dari manusia dan aktivitasnya, hewan maupun tumbuhan. Teknologi Bioenergi memungkinkan biomasa dimanfaatkan untuk membangkitkan tenaga listrik dengan berbagai kapasitas. Teknologi bioenergi adalah teknologi yang menggunakan sumber daya biomasa terbarukan untuk menghasilkan sejumlah produk energi terkait, antara lain 142

17 listrik, bahan bakar cair, padat dan gas, panas, material kimia dan sebagainya. Potensi biomasa di Provinsi DIY yang berasal dari limbah tanaman dapat dilihat pada Tabel Tabel Potensi Biomasa yang Berasal dari Limbah Pertanian No. Kabupaten/Kota Potensi Biomassa (ton) Padi Jagung Kelapa Tebu 1 Kulonprogo , , , ,38 2 Bantul , , , ,76 3 Gunungkidul , , ,05 158,63 4 Sleman , , , ,22 5 Yogyakarta 839,83 68,48 80,72 - Total , , , ,99 Sumber: BPS DIY, 2014 DIY memiliki potensi biomasa yang berasala dari limbah sampah kota. Berdasarkan data pengelolaan sampah di DIY tahun 2010 diperoleh tingkat produksi sampah sebesar m3/hari. Hampir 35%-nya dapat diangkut ke beberapa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di DIY. Sumber : Survey Lapangan, 2014 Gambar 4.7. TPA Piyungan, Bantul 143

18 Salah satu TPA terbesar adalah TPA Piyungan yang berada di Kabupaten Bantul dengan luas 12 hektar dan mampu menampung 2,7 juta meter kubik sampah. Data potensi sampah perkotaan berdasarkan lokasi kabupaten dan kota di DIY pada tahun pengelolaan dapat dilihat pada Table Tabel Potensi Limbah Sampah Kota Potensi Limbah Sampah Kota No. Kabupaten/Kota Produksi Sampah (m 3 /hari) Sampah Terangkut (m3/hari) Pelayanan 1 Kulonprogo % 2 Bantul 1, % 3 Gunungkidul % 4 Sleman 1, % 5 Yogyakarta 1, , % Total 5, , % Sumber: BPS DIY,2014 Kotoran sapi, kerbau dan kambing banyak mengandung selulose. Selain mengadung banyak selulose, kotoran sapi dan kerbau berbentuk bubur sehingga sangat baik sebagai bahan baku biogas. Kandungan protein, lemak dan karbohidrat dalam kotoran ternak merupakan salah satu faktor penentu produksi biogas. Adapun kondisi proses pembentukan biogas dari kotoran sapi dipengaruhi beberapa faktor, antara lain : Suhu, pada kondisi anaerob, bakteri aceton dan bakteri metana akan menguraikan bahan organik menjadi biogas, bakteri akan berkembang biak dengan cepat antara 36,7 54,4 ºC; ph, bakteri pembentuk metana akan giat bekerja pada 144

19 kisaran ph 6,8 8; konsentrasi padatan dalam air sekitar 3-10%; waktu tinggal/ reaksi antara 10 hingga 30 hari. Secara praktis setiap ekor sapi bisa menghasilkan sekitar 600 liter biogasper hari dengan kandungan energi kira-kira sebesar 22,5 MJ per liter gas. Tabel 4.12 memperlihatkan potensi biogas. Tabel Potensi Biogas No Kabupaten/ Kota Potensi Biogas (animal) Sapi Kambing Ayam Babi Kerbau Domba 1 Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta Total Sumber: BPS,2014 Potensi biomasa yang memungkinkan dapat dikonversi menjadi biofule berasal dari tanaman ketela dan tebu. Potensi biofuel yang terdapat di provinsi DIY dapat dilihat pada Tablel 4.13 Tabel Potensi Biofuel No. Kabupaten/Kota Potensi Biofuel (ton) Ketela Tebu 1 Kulonprogo , ,38 2 Bantul , ,76 3 Gunungkidul ,07 158,63 4 Sleman , ,22 5 Yogyakarta 30,35 - Sumber : BPS,

20 e. Panas Bumi Potensi energi yang berasal dari panas bumi terdapat di Pantai Selatan Yogyakarta, terutama di sekitar Pantai Parangtritis. Berdasarkan geotermometer S i O 2 (ac), pendugaan suhu bawah permukaan sekitar 115 o C yang termasuk ke dalam entalpi rendah. Dengan perkiraan luas prospek sekitar 4 km 2 dari hasil tahanan jenis semu dan dengan temperatur cut-off 90 o C, dan dengan rumus: Q = x A x (Tag  T cut-off ) Dimana : Q : Potensi sumber panas bumi : Koefisien A : Luas prospek Tag A : Pendugaan suhu di bawah permukaan laut : Temperatur cut-off Tcut-off Seterusnya diperoleh hasil perhitungan kasar bahwa potensi sumber daya panas bumi Parangtritis adalah sekitar 10 MWe. Kemungkinan pemanfaatan langsung sumber daya panasbumi yang secara langsung adalah untuk kegiatan wisata pantai Parang Tritis berupa pemandian dan balai pengobatan airpanas. Dengan demikian, potensi panas bumi ini juga dapat dikembangkan untuk pembangkit listrik yang dapat digunakan untuk menyediakan energi listrik didaerah sekitar pantai Parangtritis, terutama untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata di daerah tersebut Gambaran Umum Energi Daerah Propinsi Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya antara 5 o 40 dan 8 o 30 Lintang Selatan dan antara 108 o 30 dan 111 o 30 Bujur Timur (termasuk Pulau 146

21 Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke Selatan 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Luas wilayah Jawa Tengah pada tahun 2008 tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa (1,70 persen dari luas Indonesia). Luas yang ada, terdiri dari 992 ribu hektar (30,50 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,50 persen) bukan lahan sawah. Populasi penduduk Jawa Tengah pada tahun 2009 adalah dan tumbuh sebesar 0,76% setiap tahunya. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah menurut BPS tahun 2009 yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu 5,46 persen. Hal tersebut cukup beralasan mengingat kondisi perekonomian relatif terus membaik. Dari Sektor Energi, kebutuhan energi listrik, akan terus meningkat sejalan dengan roda perekonomian daerah. Sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di perdesaan, pemerintah telah mengupayakan program listrik masuk desa, sehingga terdapat desa sudah beraliran listrik dari PT. PLN (Persero) sebagai sumber energinya, dengan jumlah pelanggan 6,908 juta pelanggan. Jumlah energi listrik yang terjual sebesar 12,83 milyar kwh atau meningkat 6.71 persen dibandingkan dari tahun sebelumnya. Energi listrik tersebut sebagian besar dimanfaatkan oleh rumahtangga (45.39 persen), berikutnya untuk Bisnis (9,54 persen), selebihnya untuk industri (36.11 persen), dan sisanya untuk kantor pemerintah, penerangan jalan dan sosial. 147

22 Potensi Energi Primer a. Potensi Energi Surya di Jawa Tengah Dengan letak geografis wlayah yang berbeda di daerah khatulistiwa, Jawa Tengah mendapatkan matahari yang relatif stabil sepanjang tahun dengan kondisi penyinaran yang sedikit lebih tinggi pada musim kemarau. Intensitas tenaga matahari hanya tergantung pada keadaan awan/musim. Pada saat musim hujan intensitas tenaga surya relatif lebih kecil karena banyak tertutup awan, sedangkan pada musim kemarau dimana awan sangat tipis maka penyinaran matahari dapat maksimal. Intensitas tenaga matahari secara teoritis telah diteliti untuk setiap jamnya. Provinsi Jawa Tengah berada pada kisaran 10 LS dan memilki radiasi matahari sebesar 3,5 kwh/m 2 sampai dengan 4,67 kwh/m 2. Dengan penyebaran penyinaran surya di Jawa Tengah yang merata, maka di semua tempat dapat dimungkinkan untuk menggunakan pembangkit listrik tenaga surya. Tenaga surya masih relevan untuk diterapkan di dusun belum berlistrik di Jawa Tengah. b. Potensi Angin Jawa Tengah Potensi angin di Jawa Tengah sangat kecil dan dari hasil beberapa penelitian tahun hanya terletak di daerah pesisir pantai selatan Tengah di Desa Harjobinangun Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Cilacap. Di Kabupaten Purworejo didapati kecepatan angin 6,1 m/sec, 5,74 m/sec, dan 5,49 m/sec pada ketinggian masing-masing 100m, 80m, dan 60m. Hal ini hanya dibuktikan dengan adanya pembangkit listrik tenaga angin sebagai Pilot 148

23 proyek di Purworejo dengan kapasitas 5 kw dan Pembangkit tenaga angin yang dibangun masyarakat di Kabupaten Cilacap. c. Potensi Gas Rawa Potensi Energi dari gas rawa di Provinsi Jawa Tengah terdapat di desa Sidengkok Kec. Pejawaran, Kab. Banjarnegara, dan di Kab. Rembang. Gas rawa ini sementara hanya dimanfaatkan oleh rumah tangga untuk keperluan memasak. Pada tahun 2008 di Kab. Sragen telah digunakan gas rawa sebagai pengganti minyak tanah / LPG untuk 44 KK. Sedangkan di Kab. Banjarnegara pada tahun 2009 gas rawa digunakan untuk mengganti minyak tanah/lpg untuk 28 KK dan ditambah lagi pada tahun 2010 sebanyak 20 KK. d. Potensi Energi dari Biomasa Potensi Energi Biomassa berasal dari sekam padi dan sampah penduduk, selain itu dapat juga berasal dari kotoran sapi. Sekam padi yang dihasilkan dari produksi padi dapat digunakan sebagai pengganti LPG di rumah tangga atau sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Tapi untuk biomassa dari sampah hanya digunakan untuk bahan bakar di pembangkit. Potensi biomassa dari sekam padi dan sampah dapat dilihat pada Tabel Tabel Potensi Biomassa di Provinsi Jawa Tengah No Jenis Biomassa Potensi/th 1 Sekam Padi m3 2 Sampah m3 3 Hewan Ternak m3 Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka,

24 Potensi energi biogas berasal dari peternakan sapi yang tersebar di Porvinsi Jawa Tengah, Setiap satu ekor sapi akan menghasilkan 5 7 kg kotoran per hari. Kotoran sapi kemudian dicampur dengan air dengan perbandingan 1: 2 dan dimasukkan dalam digester unaerob akan menghasilkan gas bio yang mengandung ± 60 % metana yang dapat bakar sebagai bahan bakar gas semacam LPG.Pada Tahun 2009 dibangun demplot biogas di Kab.Sragen (1 unit), Boyolali (2 unit), Blora (2 unit), Wonogiri (2 unit).demplot di wonogiri terdapat di kecamatan Wonogiri, Desa Manjung dusun Purwosari dan digunakan untuk 6 KK. e. Potensi Panas Bumi Jawa Tengah Jawa Tengah merupakan daerah deratan gunung berapi sehingga mempunyai potensi panas bumi yang cukup besar. Energi panas bumi juga sudah dimanfaatkan sebagi pembangkit listrik di Wonosobo. Daerah protensi pans bumi di Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 150

25 No 1 Lokasi Banyugaram, Cilacap Tabel Potensi Panas Bumi di Jawa Tengah Kapasitas Terpasang (MW) Prov -en Cadangan (MWe) Proba -ble Possible Sumber Daya (MWe) Hypoth -esis Banyumas Guci, Tegal Mangunan Wanayasa, Banjarnegara 5 Dieng, Wonosobo Specula -tives Krakal, Kebumen Semarang Kuwuk, Grobogan G.Lawu, Karanganyar Total Sumber : RUPPED Jateng 2009 f. Potensi Energi Air Total (MWe) ,686 Potensi air untuk energi listrik di Jawa Tengah cukup dan sudah dimanfaatkan untuk energi PLTA yang tersambung ke jaringan Nasional ON gride dan OFF gride yang terpisah dari jaringan Nasional, seperti terlihat pada tabel berikut ini; 151

26 Tabel Potensi Tenaga Air Skala Besar N0 Jenis Jumlah Kapasitas Terpasang 1 PLTA MW 2 PLTMH Wp Sumber : RUKD Jateng, 2010 g. Potensi Energi Biofuel Potensi Energi Biofuel di Jawa Tengah berasal dari tanaman penghasil energi hijau seperti jarak, tebu, kappas, ubi kayu, ubi jalar dan jagung. Potensi yang ada ini nantinya akan dikembangkan untuk menghasilkan biofuel seperti bio-diesel, biopremium, dan bio-pertamax. Potensi yang ada di Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel Tabel Potensi Biofuel Jawa Tengah N0 Lokasi Jenis Potensi (Ha) 2 Kab. Cilacap Nyamplung Kab.Rembang Singkong+Tebu Kab. Kudus Singkong+Tebu Kab. Boyolali Singkong+Tebu Kab. Banjarnegara Singkong+Tebu Kab. Purworejo Singkong 93 Sumber : RUPPED Jateng, 2009 Pada tahun 2010 telah dibangun demplot biofuel di Kabupaten Blora (1 unit) dengan berbasis singkong, dan di Kabupaten Banyumas (1unit) dengan berbasis salak afkir.dari table diatas terdapat daerah daerah yang mendapat perhatian khusus untuk 152

27 pengembangan biofuel tersebut, diantaranya; Biodiesel Nyamplung terdapat di Kab. Cilacap, Kebumen, dan Purworejo. Bioethanol Salak Afkir di Kab. Basnjarnegara Konsumsi Energi Listrik a. Jumlah Pelanggan Jumlah pelanggan tahun 2010 seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah yang dilayani atau dikelola oleh PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah sebanyak , dengan jumlah terbanyak adalah pelanggan kelompok tarif rumah tangga yaitu sebanyak pelanggan, sedangkan sisanya adalah pelanggan kelompok tarif bisnis, sosial, publik dan industri. Jumlah pelanggan dari seluruh kategori kelompok menunjukkan adanya kecenderungan yang meningkat setiap tahun. Kondisi ini mengindikasikan bahwa jumlah penggunaan energi listrik juga akan meningkat setiap tahunnya. Data konsumsi energi listrik meliputi data jumlah pelanggan, daya tersambung, energi terjual adalah seperti pada Tabel Jumlah pelanggan dari kelompok bisnis merupakan jumlah pelanggan terbesar kedua setelah kelompok pelanggan rumah tangga. Sedangkan kelompok pelanggan industri merupakan kelompok pelanggan dengan jumlah yang paling sedikit. Meskipun demikian kapasitas terpasang di kelompok industri jaub lebih besar bila dibandingkan dengan kapasitas terpasang pada kelompok pelanggan bisnis. Oleh karena ini meskipun kelompok pelanggan industri dari sisi jumlah relatif paling kecil, namun penggunaan energi di kelompok tidak sedikit. 153

28 Tabel Realisasi Perkembangan Jumlah Pelanggan Jawa Tengah N0 Kelompok Jumlah Pelanggan Pelanggan Rumah , Tangga 2 Bisnis Umum Industri , Jumlah Sumber: PT. PLN Distribusi Jateng dan DIY, 2014 Sampai dengan tahun 2013, kapasitas daya tersambung di wilayah Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan mencapai MVA. Dari jumlah tersebut kelompok pelanggan rumah tangga memilikimkapasitas terpasang paling besar dibandingkan kelompok pelanggan yang lain, sedangkan kelompok pelanggan industri merupakan kelompok pelanggan dengan kapasitas terpasang terbesar kedua. Kondisi ini dapat dicermati pada Tabel b. Daya Tersambung Tabel Realisasi Daya Tersambung (MVA) Provinsi Jawa Tegah No Kelompok Pelanggan Kapasitas terpasang (MVA) Rumah Tangga 3,214 3,353 3,536 3,543 3,713 3,914 3 Bisnis Umum Industri 1,028 1,045 1,132 1,173 1, Total 5,071 5,298 5,455 5,805 6,162 6,467 Sumber: PT. PLN Distribusi Jateng dan DIY,

29 c. Listrik Pedesaan Perkembangan desa berlistrik di daerah kerja PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah & D.I. Yogyakarta yang meliputi Provinsi Jawa Tengah seperti yang tersaji dalam Tabel dibawah ini, sampai dengan akhir tahun 2010 rasio desa berlistrik di Jawa Tengah sudah mencapai 100% dari total desa desa. Walaupun rasio desa berlistrik sudah tinggi, namun permintaan masyarakat desa untuk dapat menikmati listrik masih besar dan pemenuhan akan permintaan tersebut terkendala oleh ketersediaan dana Pemerintah (APBN). Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah KK di Jawa Tengah yang telah menikmati listrik dibandingkan jumlah KK seluruh Jawa Tengah. Sedangkan rasio elektrifikasi Jateng pada tahun 2009 yaitu 73,30%. Untuk sistem isolated untuk daerah terpencil di Jateng sudah banyak terpasang di beberapa daerah yaitu : Tabel Pasokan Energi Listrik off-gride No Jenis Jumlah (unit) Kapasitas Jumlah Pembangkit Terpasang (Wp) Pelanggan 1 PLTD PLTS PLTMH Jumlah Sumber; RUKD Jateng 2010 Walaupun rasio desa berlistrik sudah mencapai 100 %, namun belum semua penduduk (KK) di Provinsi Jawa Tengah telah mendapatkan suplai tenaga listrik. Hal ini dapat diketahui dari rasio elektrifikasi (RE) sebesar 67,19 % pada Tahun 2007 dan mengalami peningkatan menjadi 72,7 sampai dengan tahun 2008 dan menjadi % pada tahun 2009 triwulan III, yang berarti masih terdapat KK yang belum mendapatkan suplai tenaga listrik. Berikut adalah jumlah KK yang belum 155

30 berlistrik tiap Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara makro yaitu mendukung diversifikasi energi untuk pemenuhan energi listrik masyarakat yaitu dengan mengganti Bahan Bakar Minyak dengan Bahan Bakar Batubara maupun sumber daya yang lain; Pembangunan Interkoneksi Jamali maupun PLTU Cilacap, PLTU Tambak Lorok, PLTU Tanjung Jati B; serta melakukan kajian teknis terhadap potensi energi baru terbarukan di Jawa Tengah seperti Panas Bumi, Bayu (angin), Surya, dan Air. Dalam PP No. 3 tahun 2005 tertuang peran Pemda ada dalam Pasal 2A yang menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah menyediakan tenaga listrik untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di daerah yang belum berkembang, pembangunan tenaga listrik di daerah terpencil dan pembangunan listrik pedesaan. Oleh karena itu kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara mikro antara lain memfasilitasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) maupun pembangunan jaringan listrik Konsumsi Energi Non-Listrik a. Konsumsi Bahan Bakar Minyak Konsumsi bahan bakar minyak di wilayah Provinsi Jawa Tengah meliputi jenis bahan bakar Avtur, premium, minyak tanah, minyak solar, minyak disel, dan minyak bakar. Sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, konsumsi bahan bakar 156

31 minyak di wilayah ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Premium dan minyak solar merupakan jenis bahan bakar minyak yang penggunaannya cukup tinggi dan relatif mendominasi dibanding jenis energi fosil yang lain. Penggunaan minyak solar yang cukup tinggi di wilayah ini karena Provinsi Jawa Tengah merupakan jalur utama distribusi barang dan jasa melalui Jalur Pantai Utara (Pantura) yang menggunakan alat transportasi truk maupun bus. Minyak tanah juga cukup memdominasi penggunaannya di wilayah Provinsi Jawa tengah namun seiring dengan kebijakan pemerintah terhadap konversi penggunaan minyak tanah ke gas LPG, maka penggunaan jenis energi ini mengalami penurunan sejak tahun Kondisi ini dapat dicermati dalam Tabel No Jenis BBM Tabel Konsumsi BBM Provinsi Jawa Tengah Penjualan BBM (KL) Avtur , Premium Minyak Tanah Minyak Solar Minyak Diesel Minyak Bakar Sumber : Pertamina,

32 No Tabel Konsumsi LPG Provinsi Jawa Tengah Penjualan LPG (Ton) Kelompok Pelanggan Rumah Tangga Industri Bisnis Total Sumber: Pertamina, Pasokan Energi Listrik Kelistrikan di Pulau Jawa, Pulau Madura dan Pulau Bali merupakan satu kesatuan yang terhubung secara interkoneksi oleh Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi (TET) 500 KV dan Transmisi Tegangan Tinggi 150 KV, jadi kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Jawa Tengah tidak hanya dapat dipenuhi dari Provinsi sendiri namun juga dapat dipenuhi dari Provinsi Jawa Barat maupun dari Provinsi Jawa Timur, hal ini sangat tergantung dari kesiapan unit pembangkitnya dan pola operasi yang termurah. Sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali, pembangkitan tenaga listriknya dipasok oleh PT. Indonesia Power, PT. PLN (Persero) Pembangkit Jawa Bali (PJB) dan beberapa pembangkit swasta dengan skala besar terinterkoneksi di dalam suatu sistem. Pasokan utama Subsistem kelistrikan Jawa Tengah dan D.I.Yogyakarta dilayani atau dipasok dari PLTU Tanjung Jati, PLTU Tambaklorok, PLTA Mrica dan Pusat Pembangkit lainnya yang melalui jaringan Sistem Transimisi 500 KV dan 150 KV. Rinci jenis dan kapasitas terpasang pembangkit yang beroperasi pada tahun 2009 seperti Tabel Dalam Tabel 4.23 tampak bahwa kebutuhan energi listrik di wilayah Provinsi 158

33 Jawa Tengah berasal dari pembangkit skala besar, baik PLTU, PLTA, maupun PLTG. Tabel Pasokan Energi Listrik dari Pembangkit On-Gride Jawa Tengah No Jenis Pembangkit Bahan Bakar Kapasitas Terpasang (MW) Daya mampu (MW) 1 PLTU Batubara PLTG HSD PLTP BBM PLTA BBM Sumber : RUKD Jateng, 2010 Dengan memperhatikan uraian pasokan tenaga listrik seperti tersebut diatas, bahwa Sistem Kelistrikan yang ada di Pulau Jawa, Pulau Madura, dan Pulau Bali menjadi satu kesatuan terinterkoneksi dihubungkan jaringan Sistem Transmisi 500 KV maupun oleh Sistem 150 KV, sehingga permasalahan Kelistrikan khususnya mengenai penyediaan daya/energi yang ada di salah satu Provinsi tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya begitu juga untuk Provinsi Jawa Tengah. Untuk lebih jelasnya Sistem Kelistrikan (Transmisi 500 KV dan 150 KV) yang ada di Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta terlihat pada gambar

34 Sumber : RUKD Jateng, 2010 Gambar 4.8. Sistem Kelistrikan (Transmisi 500 KV dan 150 KV) di Provinsi Jawa Tengah Dari Gambar tersebut terlihat bahwa jaringan Transmisi 500 KV terbentang di Provinsi Jawa Tengah dijalur sebelah utara terhubung ke Gardu Induk 500/150 KV Ungaran dari / ke GI Krian di Jawa Timur dan GI Bandung Selatan di Jawa Barat, serta dijalur sebelah selatan terhubung di GI 500/150 KV Pedan dari / ke GI Kediri Baru di Jawa Timur dan rencana ke GI Tasikmalaya di Jawa Barat. Sedangkan untuk Transmisi 150 KV tersebar di jalur utara dari/ ke GI Bojonegoro di Jawa Timur dan GI Sunyaragi di Jawa Barat dan di jalur selatan dari / ke GI Ngawi di Jawa Timur dan GI Banjar di Jawa Barat. Adapun instalasi terpasang Gardu Induk dan Transmisi pada akhir tahun 2008 adalah seperti berikut ini: a. Gardu Induk 500 KV : 2 Buah. b. Gardu Induk 150 KV : 65 Buah. c. Trafo tenaga 500 / 150 KV : 4 Unit / MVA. d. Trafo Tenaga 150 / 20 KV : 118 Unit / 4.070,6 MVA. 160

35 e. Transmisi 500 KV : 773,28 KM ; 836,52 Kms. f. Transmisi 150 KV : 1.806,74 Km ; 3.485,55 Kms. g. Transmisi 30 KV : 16,82 Km ; 33,64 Kms Beberapa trafo 150/20 KV saat ini sudah berbeban lebih dari 80% adalah sebanyak 29 Unit trafo atau 18,6 % dari jumlah trafo yang ada dan diharapkan ada penambahan trafo trafo baru yang saat ini sedang dibangun dapat diselesaikan sesuai target waktu yang telah ditetapkan atau trafo relokasi untuk mengatasi adanya kenaikan beban. Sedangkan Kondisi tegangan maupun beban untuk beberapa GI 150 kv cukup mengkhawatirkan dan akan berakibat membatasi penjualan tenaga listrik. Kondisi sistem distribusi mengalami kenaikan dari tahun ke tahun seperti terlihat pada tabel Dari tabel 4.28 dapat dilihat Panjang jaringan tegangan menengah pada tahun 2004 sebesar kms menjadi sebesar kms (bertambah kms) sampai dengan Triwulan III Tahun 2009 atau bertambah rata-rata 1.018,72 kms setiap tahun. Gardu distribusi mengalami penambahan rata-rata per tahun sebesar buah dari buah di tahun 2004 menjadi buah di tahun Demikian juga dengan jumlah sambungan rumah dengan jumlah sambungan sebanyak pada tahun 2004 mengalami pertumbuhan sebanyak sambungan menjadi Angka tersebut berarti setiap tahun jumlah sambungan rumah bertambah sambungan. 161

36 TABEL 4.24 Jaringan Distribusi Provinsi Jawa Tengah Uraian Satuan Jar. Teg Menengah Kms 36,519 37,007 38,306 39,456 40,214 41,613 Jar. Teg Rendah Kms 36,519 40,655 42,226 45,554 46,066 46,434 Gardu Distribusi Unit 69,648 74,347 79,456 80,378 81,375 93,072 MVA 3,101 3,276 3,538 3,665 3,998 5,017 Samb Rumah SR 5,229,113 5,397,011 5,641,939 5,955,388 6,267,705 6,316,229 Sumber: PLN Distribusi Jateng & DIY, Pasokan Energi BBM Pasokan Bahan Bakar Minyak di Provinsi Jateng berasal dari Kilang Cepu dan Kilang Cilacap, selain itu Provinsi Jawa Tengah juga mengimpor minyak dari kilang Balongan dan Unit Pengapon. Unit Pengapon terletak di Kota Semarang yang berfungsi sebagai pengumpul BBM dari kilang kilang yang berada di luar Pulau Jawa Seperti Kilang UP V Balikpapan. Proses distribusi BBM dari kilang dilakukan dengan cara memasok ke Depot BBM, adapun depot yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel

37 Tabel Depot BBM Provinsi Jawa Tengah No Nama Lokasi Kapasitas (KL) 1 Cilacap Kab. Cilacap 29,929 2 Maos Kab. Cilacap 41,850 3 Solo Kota Surakarta 4,293 4 Cepu Kab. Blora 8,380 5 Pengapon Kota Semarang 252,352 6 Tegal Kab. Tegal 6,315 7 Lomanis Kab. Cilacap 231,997 8 Rewulu Kab. Cilacap 55,500 9 Boyolali Kab. Boyolali 99,000 Total 729,616 Sumber : Pertamina, 2014 Pola Pendistribusian BBM Provinsi Jawa Tengah secara jelas dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut ini. Dari gambar dapat dilihat bahwa terdapat 9 Depot BBM dimana jenis BBM yang didistribusikan lewat Depot berbeda-beda tergantung jenis konsumsi tiap Kabupaten. Sumber : PT Peramina, 2012 Gambar 4.9. Pola Pendistribusian BBM Provinsi Jawa tengah 163

38 Pasokan Energi LPG a. Pendistibusian LPG Pendistribusian LPG dilakukan oleh Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG. 1. Kegiatan pendistribusian LPG kepada pengguna skala kecil, pelanggan kecil, transportasi dan rumah tangga wajib melalui Penyalur yang ditunjuk, kecuali kegiatan pendistribusian LPG secara langsung kepada pengguna besar (curah/bulk) dan pengguna transportasi. 2. Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga LPG wajib melaporkan penunjukan Penyalur kepada Menteri melalui Direktur Jenderal untuk dapat diberikan Surat Keterangan Penyalur. 3. Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG wajib memiliki atau menguasai sarana dan fasilitas untuk melakukan kegiatan pengangkutan dan penyimpanan termasuk fasilitas pengisian tabung LPG (bottlingplant) sebagai penunjang kegiatan usaha Niaganya. 4. Apabila Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG hanya melakukan kegiatan usaha niaga LPG dalam bentuk curah/bulkpressurized atau Refrigeratedhanya wajib memiliki dan/atau menguasai sarana dan fasilitas pengangkutan dan/atau penyimpanan. a. Pendistribusian LPG Tertentu dilaksanakan oleh Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG kepada Pengguna LPG Tertentu untuk rumah tangga 164

39 dan usaha mikro yang pelaksanaannya melalui mekanisme penugasan dari Menteri. b. Penugasan Penyediaan dan Pendistribusian LPG Tertentu dilakukan melalui penunjukan langsung atau lelang dengan mendasarkan pada Wilayah Distribusi LPG Tertentu. c. Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG yang mendapatkan penugasan penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu wajib melakukan Kegiatan Penyaluran LPG Tertentu melalui Penyalur LPG Tertentu yang ditunjuk Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG melalui seleksi. d. Dalam rangka menjamin kelancaran pendistribusian LPG Tertentu, Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG yang mendapatkan penugasan penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu dapat menunjuk sub Penyalur LPG Tertentu berdasarkan usulan Penyalur LPG Tertentu. LPG provinsi Jawa Tengah berasal dari kilang Cilacap, Kilang balongan, Eretan, Depot Tanjung mas dan Depot LPG Surabaya Kemudian LPG di salurkan ke SPBE (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpji) yang tersebar di seluruh daerah di Provinsi Jawa Tengah, adapun pola pendistribusiannya secara detail dapat melihat gambar berikut ini. 165

40 Sumber : PT Peramina 2013 Gambar Pola Pendistribusian LPG Provinsi Jawa tengah 4.2. Perkiraan Permintaan Energi DIY Permintaan energi di D.I. Yogyakarta disusun berdasarkan tahun 2010 sebagai tahun dasar dan tahun 2030 sebagai tahun akhir proyeksi. Permintaan energi disusun berdasarkan metode intensitas energi dan menggunakan perangkat lunak LEAP sebagai alat bantu dalam melakukan perhitungan prakiraan permintaan energi. Intensitas energi ini merupakan parameter yang menyatakan penggunana energi untuk setiap aktivitas. Dalam perhitungan prakiraan permintaan energi yang dikembangkan dengan menggunakan model LEAP ini, permintaan energi dibagi menjadi 5 sektor aktivitas, yaitu sektor rumah tangga, komersial, industri, transportasi, dan sektor lainnya. Sektor lainnya terdiri dari sektor pertanian, pertambangan, dan konstruksi. Aktivitas di sektor rumah tangga direpresentasikan oleh jumlah rumah tangga, sehingga intensitas energi untuk sektor rumah tangga adalah banyaknya konsumsi energi yang digunakan untuk setiap rumah tangga. Aktivitas di sektor komersial, 166

41 industri, dan sektor lainnya direpresentasikan dengan nilai tambah PDRB untuk masing-masing sektor.untuk ketiga sektor ini, parameter intensitas energi menyatakan banyaknya energi yang digunakan untuk setiap nilai tambah yang dihasilkan oleh ketiga sektor ini. Sektor transportasi terdiri dari moda jalan raya dan moda non-jalan raya. Aktivitas transportasi moda jalan raya yang terdiri dari mobil penumpang, mobil barang, sepeda motor, dan bus direpresentasikan oleh jumlah kendaraan. Dalam hal ini, intensitas energi adalah banyaknya energi yang digunakan oleh setiap unit kendaraan. Sedangkan untuk transportasi moda non-jalan raya yang terdiri dari kereta api dan pesawat udara, aktivitas direpresentasikan oleh jarak tempuhnya. Intensitas energi untuk sektor transprotasi moda non-jalan raya ini menyatakan banyaknya energi yang digunakan untuk setiap km jarak tempuh. Selanjutnya, perhitungan permintaan energi disusun berdasarkan tiga buah skenario, yaitu Business As Usual (BAU), dan Skenario efisiensi energi, yang terdiri dari skenario moderat (MOD), dan skenario optimis (OPT). Dalam skenario BAU, perhitungan prakiraan energi didasarkan pada pola penggunaan energi yang sama seperti yang terjadi pada tahun dasar. Dalam skenario ini, belum ada intervensi kebijakan baru mengenai pola konsumsi energi dalam hal konservasi energi dan penggunaan sumber-sumber energi terbarukan sebagai sumber energi primer. Skenario efisiensi energi dikembangkan berdasarkan skenario BAU dengan intervensi kebijakan energi dalam hal konservasi energi dan energi terbarukan. Dalam skenario efisiensi energi moderat (MOD), target-target konservasi energi dan pengembangan energi terbarukan lebih rendah jika dibandingkand engan skenario optimis (OPT). 167

42 Target konservasi energi dalam bentuk peningkatan efisiensi penggunaan energi untuk skenario MOD didasarkan pada target yang secara rasional dapat dicapai dengan biaya menengah. Sedangkan dalam skenario OPT, target konservasi energi adalah target maksimal yang mungkin dicapai sesuai dengan potensi efisiensi energi yang ada. Penyusunan skenario yang lebih rinci akan dijelaskan pada bagian berikutnya Permintaan Energi Final Berdasarkan Sektor Aktivitas Hasil perhitungan proyeksi permintaan energi di wilayah D.I. Yogyakarta berdasarkan pada skenario-skenario yang telah disusun dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan Gambar Permintaan energi final mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 7,63 % per tahun. Di tahun 2030, permintaan energi final keseluruhan adalah sebesar 9, Ribu SBM. Dalam tersebut terlihat bahwa sektor transportasi merupakan sektor dengan permintaan energi terbesar selama periode proyeksi jika dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain dengan persentase lebih dari 60% dari permintaan energi final keseluruhan. Permintaan energi untuk sektor transportasi di tahun 2030 adalah 6, SBM. Pertumbuhan rata-rata permintaan energi final di sektor transportasi selama periode proyeksi 3,5% per tahun. Untuk sektor transportasi, hasil perhitungan proyeksi menghasilkan nilai yang sama untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Hal ini disebabkan skenario energi efisiensi belum diikutsertakan dalam perhitungan. Dalam sektor transportasi, skenario energi terbarukan telah diikutsertakan dengan mengganti sebagian dari penggunaan minyak solar dengan biodisel. 168

43 Sumber : Lampiran A1 Gambar 4.11.Proyeksi Permintaan Energi di DIY Berdasarkan Aktivitas Skenario BAU Sumber : Lampiran A2, A3 Gambar 4.12.Proyeksi Permintaan Energi di DIY Berdasarkan Aktivitas Skenario MOD Dan OPT 169

44 Permintaan energi final untuk sektor rumah tangga merupakan permintaan terbesar kedua setelah sektor transportasi. Di tahun 2030, permintaan energi final sektor rumah tangga berdasarkan skenario BAU, MOD, dan OPT berturut-turut adalah sebesar 1, Ribu SBM, 1, Ribu SBM, dan 1, Ribu SBM. Pertumbuhan rata-rata permintaan energi final sektor rumah tangga adalah 1,59% per tahun, 1,40% per tahun, dan 1,11% per tahun untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Hal ini memperlihatkan bahwa skenario OPT menghasilkan pertumbuhan permintaan energi final yang palling rendah di sektor rumah tangga jika dibandingkan dengan skenario BAU dan MOD. Perbedaan ini sebagai hasil dari implementasi efisiensi energi di sektor rumah tangga. Dengan implementasi efisiensi energi yang optimis, permintaan energi final di sektor rumah tangga dapat diturunkan sampai 8,45% jika dibandingkan dengan skenario BAU. Di tahun 2030, permintaan energi final di sektor komersial mencapai 1, Ribu SBM, 1, Ribu SBM, dan Ribu SBM berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Pertumbuhan rata-rata permintaan energi final di sektor komersial adalah 6,69% per tahun, 5,41% per tahun, dan 5,14% per tahun berturutturut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Dari sini terlihat bahwa pengaruh dari implementasi efisiensi energi di sektor komersial dapat menurunkan permintaan energi final di sektor komersial. Jika dibandingkan dengan skenario BAU, skenario OPT dapat menurunkan permintaan energi sebesar 27,89%. Di sektor industri, permintaan energi final di tahun 2030 adalah sebesar Ribu SBM, Ribu SBM, dan Ribu SBM berturut-turut untuk skenario 170

45 BAU, MOD, dan OPT. Pertumbuhan rata-rata permintaan energi final di sektor industri adalah 3,14% per tahun, 2,71% per tahun, dan 2,33% per tahun berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Implementasi program-program efisiensi energi di sektor industri juga dapat menurunkan permintaan energi final jika dibandingkan dengan skenario BAU. Dalam hal ini, skenario OPT dapat menurunkan permintaan energi final sebesar 16,46% jika dibandingkan dengan permintaan energi final yang dihasilkan dengan skenario BAU. Permintaan energi final di sektor lainnya merupakan yang paling rendah jika dibandingkan dengan permintaan energi final di sektor-sektor yang lain. Permintaan energi final di sektor ini hanya sebesar 1,75% dari keseluruhan permintaan energi final. Di tahun 2030, permintaan energi final di sektor ini mencapai Ribu SBM, Ribu SBM, dan Ribu SBM berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Pertumbuhan rata-rata permintaan energi final di sektor lainnya adalah 6,59% per tahun, 6,18% per tahun, dan 6,12% per tahun berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Skenario OPT menurunkan permintaan energi final di sektor lainnya sebesar 9,99% jika dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan skenario BAU Sektor Rumah Tangga Terdapat 4 jenis energi yang digunakan di sektor rumah tangga, yaitu listrik, LPG, kayu bakar, dan briket batubara.untuk skenario energi terbarukan, biogas merupakan jenis energi tambahan yang digunakan di sektor rumah tangga.berdasarkan skenario-skenario yang telah disusun, permintaan energi final di 171

46 sektor rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 4.13 dan Gambar Dalam tersebut LPG dan listrik merupakan 2 jenis energi yang sangat umum digunakan di sektor rumah tangga. Di tahun 2030, permintaan terhadap LPG adalah sebesar 1.095,43 Ribu SBM, untuk skenario BAU dan MOD dan 1.090,63 Ribu SBM untuk skenario OPT. Hasil perhitungan yang berbeda pada skenario OPT disebabkan oleh implementasi skenario energi terbarukan. Dalam skenario MOD, biogas digunakan untuk menggantikan energi jenis kayu bakar dan briket batubara pada kelompok pendapatan sedang dan di bawah 1,5 kali garis kemiskinan. Biogas juga digunakan untuk menggantikan sebagian dari permintaan LPG di skenario OPT. Di tahun 2010, penggunaan biogas di sektor rumah tangga adalah sebesar 1,04 Ribu SBM untuk skenario MOD dan 1,52 Ribu SBM untuk skenario OPT. Di tahun 2030, permintaan terhadap biogas naik menjadi 4,25 Ribu SBM dan 9,31 Ribu SBM untuk skenario MOD dan OPT. Implementasi skenario energi terbarukan juga mempengaruhi permintaan terhadap kayu bakar dan briket batubara. Di tahun 2010, permintaan terhadap kayu bakar adalah 3,28 Ribu SBM untuk skenario BAU dan 2,61 Ribu SBM untuk skenario MOD dan OPT. Di tahun 2030, permintaan jenis energi kayu bakar mengalami peningkatan untuk skenario BAU menjadi 3,64 Ribu SBM. Namun demikian, permintaan kayu bakar untuk skenario MOD dan OPT mengalami penurunan menjadi 1,03 Ribu SBM di tahun Permintaan terhadap briket batubara di tahun 2010 adalah 2,86 Ribu SBM untuk skenario BAU dan 2,21 Ribu SBM untuk skenario MOD dan OPT. Sama hal nya dengan permintaan terhadap kayu bakar, permintaan terhadap briket batubara 172

47 mengalami peningkatan di tahun 2030 menjadi sebesar 3,41 Ribu SBM untuk skenario BAU. Namun demikian, permintaan terhadap briket batubara mengalami penurunan menjadi 0,66 Ribu SBM untuk skenario MOD dan OPT di tahun Sumber : Lapiran C1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Rumah Tangga Skenario BAU Sumber : Lapiran C2 dan C3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Rumah Tangga Skenario MOD Dan OPT 173

48 Di dalam gambar di atas hasil perhitungan terhadap permintaan energi listrik berbeda untuk ketiga skenario yang telah disusun.perbedaan hasil perhitungan ini sebagai akibat dari implementasi efisiensi energi di sektor rumah tangga khususnya untuk penggunaan energi listrik. Di tahun 2030, permintaan energi listrik adalah sebesar 860,32 Ribu SBM, 794,61 Ribu SBM, dan 695,47 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Implementasi program-program efisiensi energi melalui skenario OPT dapat menurunkan permintaan terhadap energi listrik sebesar 19,16% jika dibandingkan dengan yang dihasilkan melalui skenario BAU. Permintaan energi final di sektor rumah tangga berdasarkan kelompok pendapatan dapat dilihat pada Gambar 4.15, dan Gambar 4.16, kelompok pendapatan sedang memiliki persentase permintaan terhadap energi final yang paling besar jika dibandingkan dengan kelompok pendapatan yang lain. Dalam periode 2010 sampai dengan 2030, persentase permintaan energi final kelompok pendapatan sedang berkisar 55% terhadap keseluruhan permintaan energi final di sektor rumah tangga. Persentase permintaan energi final untuk kelompok pendapatan di bawah garis kemiskinan mengalami peningkatan dari 5,3% di tahun 2010 menjadi 6,4% di tahun 2030 untuk semua skenario. Persentase permintaan energi final untuk kelompok pendapatan di bawah 1,5 kali garis kemiskinan juga mengalami peningkatan dari 11,5% di tahun 2010 menjadi 12,4% di tahun 2030 untuk semua skenario. Di lain pihak, permintaan terhadap energi final untuk kelompok pendapatan 20% teratas mengalami penurunan, yaitu dari 28% di tahun 2010 menjadi 26% di tahun Penurunan permintaan energi final untuk kelompok pendapatan 20% teratas 174

49 disebabkan oleh implementasi energi efisiensi dalam skenario MOD dan OPT. Skenario OPT dapat menurunkan permintaan energi final untuk kelompok pendapatan 20% teratas sebesar 8,86% jika dibandingkan dengan hasil dari skenario BAU. Sumber : Lapiran D1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Rumah Tangga Skenario BAU Berdasarkan Kelompok Pendapatan Sumber : Lapiran D2 dan D3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Rumah Tangga Berdasarkan Kelompok Pendapatan Skenario MOD dan OPT 175

50 Sektor Komersial Permintaan energi final di sektor komersial ditunjukkan pada Gambar 4.17, dan Gambar Dalam tersebut perbedaan hasil perhitungan dengan skenario BAU dan skenario lainnya terlihat dengan jelas. Hal ini disebabkan oleh skenario efisiensi energi yang diimplementasikan di dalam skenario MOD dan OPT. Skenario energi efisiensi diterapkan untuk jenis energi listrik dan jenis-jenis energi yang digunakan untuk menghasilkan energi listrik di sektor komersial, yaitu minyak solar. Di tahun 2030 permintaan terhadap energi listrik adalah 1.338,40 Ribu SBM, 1.003,80 Ribu SBM, dan 936,88 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Di tahun yang sama, permintaan terhadap minyak solar adalah 117,90 Ribu SBM, 88,42 Ribu SBM, dan 82,53 Ribu SBM untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Sebagai dampak dari implementasi efisiensi energi, permintaan terhadap energi listrik dan minyak solar mengalami penurunan berturut-turut sebesar 30% dan 29,99% untuk skenario OPT terhadap skenario BAU. Di samping sebagai dampak dari skenario efisiensi energi, permintaan terhadap minyak solar juga dipengaruhi oleh skenario energi terbarukan. Di dalam skenario ini, biodisel digunakan untuk mengganti sebagian dari permintaan minyak solar di sektor komersial. 176

51 Sumber : Lampiran E1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Komersial Berdasarkan Jenis Energi Skenario BAU Sumber : Lampiran E2 dan E3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Komersial Berdasarkan Jenis Energi Skenario MOD dan OPT. Di tahun 2030, permintaan terhadap biodisel adalah sebesar 1,77 Ribu SBM untuk skenario MOD dan 11,79 Ribu SBM untuk skenario OPT. Permintaan terhadap jenis energi minyak tanah dan LPG tidak dipengaruhi oleh skenario efisiensi energi dan skenario energi terbarukan. Dengan demikian, hasil perhitungan permintaan 177

52 terhadap kedua jenis energi ini adalah sama. Di tahun 2030, permintaan terhadap LPG adalah sebesar 56,38 Ribu SBM dan permintaan terhadap minyak tanah adalah sebesar 11,45 Ribu SBM untuk semua skenario. Permintaan energi final di sektor komersial berdasarkan subsektor ditunjukkan pada Gambar 4.19 dan Gambar Di tahun 2030, permintaan energi final keseluruhan di sektor komersial adalah sebesar 1.524,12 Ribu SBM, 1.161,81 Ribu SBM, dan 1.099,02 Ribu SBM untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Subsektor rumah makan memiliki persentase permintaan energi final terbesar selama periode proyeksi. Di tahun 2030, permintaan energi final subsektor rumah makan lebih dari 55% dari keseluruhan permintaan energi final di sektor komersial untuk ketiga skenario yang telah disusun. Permintaan energi final untuk subsektor rumah makan adalah sebesar 846,77 Ribu SBM, 649,54 Ribu SBM, dan 610,10 Ribu SBM. Jasa sosial memiliki permintaan energi final yang paling kecil jika dibandingkan dengan subsektor yang lain, yaitu kurang dari 2% terhadap keseluruhan permintaan energi final di sektor komersial. Di tahun 2030, permintaan energi final untuk subsektor jasa sosial adalah sebesar 29,36 Ribu SBM, 22,07 Ribu SBM, dan 20,86 Ribu SBM untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. 178

53 Sumber : Lampiran F1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Komersial berdasarkan Subsektor Skenario BAU Sumber : Lampiran F2 dan F3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Komersial berdasarkan Subsektor Skenario MOD dan OPT Sektor Industri Permintaan energi final di sektor industri ditunjukkan pada Gambar 4.21 dan Gambar Dari gambar tersebut efisiensi energi sangat terlihat untuk mengurangi permintaan terhadap energi di sektor industri. Skenario energi efisiensi diterapkan 179

54 untuk jenis energi listrik dan jenis-jenis energi yang berhubungan dengan pembangkitan energi listrik di sektor industri. Di tahun 2030 permintaan terhadap energi listrik adalah sebesar 218,39 Ribu SBM, 196,55 Ribu SBM, dan 174,71 Ribu SBM untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Di dalam tahun yang sama, pemintaan terhadap minyak solar, minyak disel, dan minyak bakar berturut-turut adalah sebesar 55,58 Ribu SBM, 0,31 Ribu SBM, dan 43,45 Ribu SBM untuk skenario OPT. Sebagai dampak implementasi efisiensi energi di dalam skenario OPT, permintaan terhadap energi listrik, minyak solar, minyak disel, dan minyak bakar berkurang sebesar 20% jika dibandingkan dengan yang dihasilkan berdasarkan skenario BAU. Sumber : Lampiran G1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Industri Berdasarkan Jenis Energi Skenario BAU 180

55 Sumber : Lampiran G2 dan G3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Industri Berdasarkan Jenis Energi Skenario MOD dan OPT Selain sebagai dampak dari implementasi skenario efisiensi energi, permintaan terhadap minyak solar juga dipengaruhi oleh skenario energi terbarukan.di dalam skenario ini, biodisel digunakan untuk menggantikan sebagian dari permintaan minyak solar di sektor industri. Di tahun 2030, permintaan terhadap biodisel adalah 1,04 Ribu SBM untuk skenario MOD dan 6,95 Ribu SBM untuk skenario OPT. Permintaan terhadap batubara, LPG, dan minyak tanah yang tidak disubsidi tidak dipengaruhi oleh skenario efisiensi energi dan skenario energi terbarukan. Dengan demikian, hasil perhitungan ketiga jenis energi ini memiliki hasil yang sama untuk semua skenario. Di tahun 2030, permintaan terhadap batubara, LPG, dan minyak tanah berturut-turut adalah 23,96 Ribu SBM, 4,49 Ribu SBM, dan 3,01 Ribu SBM. Permintaan energi final di sektor industri berdasarkan subsektor ditunjukkan pada Gambar 4.22 dan Gambar Di tahun 2030 permintaan energi final secara keseluruhan adalah 181

56 374,01 Ribu SBM, 340,26 Ribu SBM, dan 312,46 Ribu SBM untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Subsektor tekstil memiliki permintaan energi yang paling besar selama periode proyeksi. Di tahun 2030, permintaan energi final untuk subsektor tekstil adalah 46,47% dari keseluruhan permintaan energi di sektor industri. Permintaan energi final untuk aktivitas industri tekstil di tahun 2030 adalah sebesar 170,23 Ribu SBM, 155,38 Ribu SBM, dan 141,85 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Subsektor industri kertas memiliki permintaan energi yang paling kecil jika dibandingkan dengan subsektor-subsektor yang lainnya selama periode proyeksi. Persentase permintaan energi final untuk subsektor industri kertas kurang dari 1% dari keseluruhan permintaan energi final di sektor industri untuk semua skenario. Permintaan energi final untuk subsektor industri kertas adalah 4,08 Ribu SBM, 3,67 Ribu SBM, dan 3,28 Ribu SBM. Sumber : Lampiran H1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Industri Berdasarkan Subsektor Skenario BAU 182

57 Sumber : Lampiran H2 dan H3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Industri Berdasarkan Subsektor Skenario MOD dan OPT Sektor Transportasi Permintaan energi final di sektor transportasi ditunjukkan pada Gambar 4.24 dan Gambar Dari gambar tersebut hasil perhitungan permintaan energi final di sektor transportasi dipengaruhi oleh skenario efisiensi energi yang berupa pengalihan moda dan diversifikasi energi CNG untuk menggantikan sebagian premium dan minyak solar serta skenario energi terbarukan yang berupa implementasi biodisel yang digunakan untuk menggantikan sebagian minyak solar. Skenario energi terbarukan di sektor transportasi digunakan untuk menganalisis dampak implementasi biodisel untuk menggantikan sebagian dari permintaan minyak solar. Di sektor transportasi, permintaan terhadap premium sangat dominan jika dibandingkan dengan jenis energi yang lain. Premium digunakan di moda transportasi jalan raya, yaitu mobil penumpang, angkutan barang, dan sepeda motor. Di tahun 2030 (lihat lampiran I), permintaan terhadap premium untuk skenario BAU, MOD, dan OPT 183

58 berturut-turut adalah sebesar 4, Ribu SBM, 4, Ribu SBM, dan 3, Ribu SBM. Di tahun yang sama, persentase permintaan terhadap premium untuk skenario BAU, MOD, dan OPT berturut-turut adalah 75,89%, 72,54%, dan 56,47% terhadap keseluruhan permintaan energi final di sektor transportasi. Hasil yang diperoleh melalui skenario OPT memberikan nilai presentase permintaan terhadap permium yang turun sebesar 28,13% terhadap skenario BAU. Hasil ini diperoleh melalui diversifikasi penggunaan bahan bakar CNG yang digunkan baik untuk moda bus dan mobil pribadi. Permintaan terhadap CNG untuk skenario MOD dan OPT adalah sebesar 459,90 Ribu SBM dan 1.397,68 Ribu SBM di tahun Sumber : Lampiran I1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Transportasi Berdasarkan Jenis Energi Skenario BAU 184

59 Sumber : Lampiran I2 dan I3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Transportasi Berdasarkan Jenis Energi Skenario MOD dan OPT Permintaan terhadap minyak solar dipengaruhi oleh skenario efisiensi energi, skenario energi terbarukan, dan skenario diversifikasi energi. Di tahun 2030 persentase permintaan terhadap minyak solar dari hasil skenario MOD dan OPT adalah 11,37% dan 10,54% terhadap keseluruhan permintaan energi di sektor transportasi. Nilai-nilai ini lebih rendah jika dibandingkan hasil skenario BAU di tahun yang sama, yaitu sebesar 15,96%. Di tahun 2030, permintaan terhadap minyak solar adalah sebesar 964,80 Ribu SBM, Ribu SBM, dan 618,15 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Di tahun 2030, permintaan terhadap biodisel adalah sebesar 8,93 Ribu SBM untuk skenario MOD dan 59,53 Ribu SBM untuk skenario OPT. Berdasarkan skenario OPT, persentase permintaan terhadap biodisel hanya sebesar 1,02% dari keseluruhan permintaan energi final di sektor transportasi. Avtur adalah jenis energi yang hanya digunakan oleh pesawat terbang. Permintaan terhadap avtur di tahun 2030 adalah sebesar 523,75 Ribu SBM. 185

60 Persentase permintaan terhadap avtur sebesar 8,20% dari keseluruhan permintaan energi final di sektor transportasi. Permintaan energi final di sektor transportasi berdasarkan jenis moda ditunjukkan pada Gambar 4.25 dan Gambar Dari gambar tersebut moda transportasi jalan raya sangat dominan. Moda transportasi jalan raya ini terdiri dari mobil penumpang, sepeda motor, bus, dan angkutan barang (truk). Di tahun 2030 (lihat lampiran J), permintaan energi untuk moda jalan raya untuk skenario BAU, MOD, dan OPT berturut-turut adalah sebesar 4, Ribu SBM, 4, Ribu SBM, dan 3, Ribu SBM dengan persentase lebih dari 71% untuk ketiga skenario tersebut dari keseluruhan permintaan energi final di sektor transportasi. Sepeda motor dan mobil penumpang memiliki permintaan energi yang paling besar. Permintaan energi jadi dua jenis moda transportasi ini untuk skenario BAU, MOD, dan OPT berturut-turut adalah sebesar 4, Ribu SBM, 4, Ribu SBM, dan 3, Ribu SBM. Di lain pihak, permintaan energi final untuk moda kereta api adalah yang terkecil dengan permintaan di tahun 2030 sebesar 47,72 Ribu SBM atau 0,74% dari keseluruhan permintaan energi final di sektor transportasi. 186

61 Sumber : Lampiran J1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Transportasi Berdasarkan Jenis Moda Skenario BAU Sektor Lainnya Sumber : Lampiran J2 dan J3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Transportasi Berdasarkan Jenis Moda Skenario MOD dan OPT. Permintaan energi final di sektor lainnya berdasarkan jenis energi ditunjukkan pada Gambar 4.27 dan Gambar Dari gambar tersebut permintaan terhadap minyak solar sangat dominan. Di tahun 2030 permintaan terhadap minyak solar 187

62 adalah 1.238,04 Ribu SBM, 1.114,24 Ribu SBM, dan 990,43 Ribu SBM berturutturut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Permintaan terhadap minyak solar terpengaruh baik oleh skenario efisiensi energi maupun skenario energi terbarukan. Sebagai hasilnya, permintaan terhadap minyak solar berdasarkan skenario OPT menurun 19,99% jika dibandingkan dengan skenario BAU di tahun Di tahun yang sama, permintaan terhadap biodisel adalah 18,57 Ribu SBM untuk skenario MOD dan 123,80 Ribu SBM untuk skenario OPT. Terdapat sedikit permintaan terhadap minyak tanah di sektor lainnya yaitu mencapai 0,97 ribu SBM di tahun 2030 Sumber : Lampiran K1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Lainnya Berdasarkan Jenis Energi, Skenario BAU 188

63 Sumber : Lampiran K2 dan K3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Lainnya Berdasarkan Jenis Energi, Skenario MOD dan OPT Permintaan energi final di sektor lainnya berdasarkan subsektor ditunjukkan pada Gambar 4.29 dan Gambar Dari gambar tersebut terlihat bahwa subsektor konstruksi memiliki permintaan energi yang paling besar jika dibandingkan dengan subsektor-subsektor yang lain. Di tahun 2030 permintaan energi di subsektor konstruksi 177,67 Ribu SBM, Ribu SBM, dan159.9 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Sebagai akibat dari implementasi energi efisiensi di dalam skenario OPT, permintaan energi final di sektor konstruksi berkurang 10,00% jika dibandingkan terhadap hasil yang diperoleh berdasarkan skenario BAU. Untuk subsektor pertanian, permintaan energi final di tahun 2030 adalah sebesar 34,66 Ribu SBM, 31,73 Ribu SBM, dan 31,21 Ribu SBM. Berturutturut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Berdasarkan skenario OPT, permintaan energi final di sektor pertanian berkurang 9,97% jika dibandingkan dengan hasil yang 189

64 diperoleh berdasarkan skenario BAU. Subsektor pertambangan memiliki permintaan energi final yang palingkecil. Permintaan energi final untuk subsektor ini adalah sebesar 0,76 Ribu SBM, 0,69 Ribu SBM, dan 0,68 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Permintaan energi final di subsektor pertambangan berkurang 10,43% berdasarkan skenario OPT jika dibandingkan dengan skenario BAU. Sumber : Lampiran L1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Lainnya Berdasarkan Subsektor, Skenario BAU Sumber : Lampiran L2 dan L3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Lainnya Berdasarkan Subsektor, Skenario MOD dan OPT 190

65 Permintaan Energi Final Berdasarkan Jenis Energi Permintaan energi final berdasarkan jenis energi untuk semua sektor aktivitas ditunjukkan pada Gambar 4.31 dan Gambar Terdapat 3 jenis energi yang tidak dipengaruhi oleh skenario efisiensi energi dan skenario energi terbarukan. Ketiga jenis energi ini adalah avtur, minyak tanah, dan premium. Permintaan terhadap premium adalah yang paling besar selama periode proyeksi. Di tahun 2030 permintaan terhadap premium adalah sebesar 4, Ribu SBM atau 46% dari keseluruhan permintaan energi final untuk semua skenario. Secara umum, permintaan terhadap bahan bakar minyak yang terdiri dari minyak solar, minyak disel, minyak bakar, minyak tanah, dan avtur sangat mendominasi permintaan energi final. Permintaan keseluruhan untuk bahan bakar minyak di tahun 2030 adalah 6.861,35 Ribu SBM, 6.782,24 Ribu SBM, dan 6.651,82 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Setelah permintaan terhadap bahan bakar minyak, permintaan terhadap listrik dan LPG adalah permintaan energi final yang terbesar berikutnya. Di tahun 2030, permintaan terhadap energi listrik adalah sebesar 2, Ribu SBM, 1, Ribu SBM, dan 1, Ribu SBM berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Permintaan terhadap LPG di tahun 2030 adalah 1, Ribu SBM untuk skenario BAU dan MOD dan 1, untuk skenario OPT. Permintaan LPG berdasarkan skenario OPT dipengaruhi oleh penggunaan biogas untuk menggantikan sebagian permintaan LPG di sektor rumah tangga. Permintaan terhadap jenis energi padat yang terdiri dari batubara, briket batubara, dan kayu bakar di tahun 2030 adalah sebesar 31,01 Ribu 191

66 SBM, 25,04 Ribu SBM, dan 25,65 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Permintaan terhadap biogas dan biodisel sebagai dampak dari implementasi energi terbarukan di dalam skenario OPT masih sangat rendah jika dibandingkan permintaan energi final secara keseluruhan. Permintaan energi untuk kedua jenis energi ini di tahun 2030 adalah Ribu SBM untuk skenario MOD, dan Ribu SBM untuk skenario OPT. Persentase kedua jenis energi ini hanya 1,56% terhadap keseluruhan permintaan energi final berdasarkan skenario OPT. Sumber : Lampiran B Gambar 4.31.Permintaan Energi Final Berdasarkan Jenis Energi Skenario BAU Sumber : Lampiran B Gambar 4.31.Permintaan Energi Final Berdasarkan Jenis Energi Skenario MOD dan OPT 192

67 Efisiensi Energi di DIY Indeks yang biasa digunakan untuk mengukur kebutuhan energi terhadap perkembangan ekonomi sebuah negara adalah Efisiensi Energi dan Intensitas Energi. Efisiensi energi adalah pertumbuhan kebutuhan energi yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi (GDP) tertentu. Angka efisiensi energi di bawah 1,0 dicapai apabila energi yang tersedia telah dimanfaatkan secara produktif. Sedangkan Intensitas Energi adalah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto. Semakin efisien suatu negara, maka intensitasnya akan semakin kecil. Angka efisiensi yang relatif tinggi menunjukkan bahwa pemakaian energi termasuk tidak efisien atau boros. Kondisi ini juga mengindikasikan rendahnya daya saing industri karena terjadi inefisiensi energy yang berdampak pada tingginya biaya produksi. Berdasarkan serangkaian analisis yang telah dilakukan, Efisiensi energi di DIY tampak dalam Tabel Dari tabel di atas tampak bahwa efisiensi energi DIY dengan menggunakan Skenario BAU sampai dengan akhir tahun proyeksi masih lebih besar dari 1 ( e> 1), baik untuk energi listrik maupun BBM. Kondisi ini menggambarkan bahwa pemakaian energi di DIY belum efisien atau boros, karena untuk meningkatkan 1% pertumbuhan ekonomi memerlukan energi dalam jumlah yang lebih besar. 193

68 Tabel 4.26 Efisiensi Energi DIY Berdasarkan Skenario Base Line Tahun Efisiensi 1, , , , , , , ,60834 Tahun Efisiensi 1, , , , , , , ,22161 Skenario MOD Tahun Efisiensi 1, ,137 1, , , , , , Tahun Efisiensi 1, , , , , , , , Skenario OPT Tahun Efisiensi 1, , , , , , , , Tahun Efisiensi 0, , , , , , , , Sumber : Lampiran B data diolah Sementara itu berdasarkan Skenario efisiensi energi baik yang Moderat maupun Optimis dengan memasukan aspek kebijakan konservasi energi sebagaimana telah dikemukakan di atas, Efisiensi Energi DIY sampai dengan akhir tahun proyeksi mencatat angka lebih kecil dari 1 (e<1), baik untuk energi listrik maupun BBM. Efisiensi penggunaan energi menurut skenario Moderat mulai dicapai pada tahun 2024 sampai akhir tahun proyeksi, sedangkan berdasarkan skenario Optimis efisiensi energi sudah dicapai pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa dengan berbagai pelaksanaan program konservasi maka DIY dapat mengoptimalkan penggunaan energi menjadi lebih efisien. Implikasinya adalah bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi 1% hanya akan memerlukan penggunaan energi yang lebih kecil, dan energi yang tersedia akan dimanfaatkan secara produktif. Penggunaan 194

69 energi yang lebih rendah relatif dengan tingkat pertumbuhan ekonomi akan dapat dicapai kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan yang makin baik karena berkurangkan emisi gas buang (eksternalitas negatif) atas pemakaian energi. Menurunnya angka efisiensi energi berdasarkan Skenario efisiensi energi adalah karena adanya tindakan dan program-program konservasi terhadap pemakaian energy, sesuai dengan kebijakan yang diusulkan, yaitu langkah-langkah efisiensi, konservasi dan diversifikasi energi. Langkah efisiensi energi tersebut sangat penting, agar sumber daya yang terbatas bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, terutama bagi masyarakat yang belum beruntung mendapatkan pelayanan energi. Konservasi energi perlu dilakukan bukan karena negara saat ini secara finansial mengalami kesulitan untuk menyediakan energi secara murah, melainkan karena secara fundamental konservasi energi akan membuat pola konsumsi energi menjadi lebih sehat. Di sisi lain membiarkan konsumsi energi tumbuh cepat dan boros jelas akan sangat merugikan, baik dari sisi ekonomi, lingkungan maupun upaya untuk mempertahankan manfaat dari sumberdaya energi itu sendiri. Upaya melakukan penghemtan energi bukanlah suatu hal yang mudah karena kompleksitas masalah dalam pengembangan budaya hemat energi ini menyangkut masalah struktural seperti intergrasi kebijakan hemat dalam kerangka umum pengembangan energi nasional, serta investasi yang masih rendah di sektor energi, terutama ketenaga-listrikan. Sementara itu, penghematan energi pada sektor industri juga membutuhkan investasi besar dalam perubahan teknologi yang lebih ramah lingkungan. Gaya hidup dan budaya masyarakat yang masih boros energi merupakan 195

70 salah satu masalah penting yang perlu diatasi. Langkah hemat energi tidak mungkin bisa tercapai hanya dengan mengandalkan peran pemerintah saja, namun harus menjadi gerakan masyarakat untuk mempromosikan gaya hidup hemat energi sebagai bagian dari budaya masyarakat. Hal tersebut juga perlu didukung melalui pengembangan pengetahuan untuk promosi produk-produk hemat energi yang mampu menjangkau masyarakat luas Perkiraan Permintaan Energi Propinsi Jawa Tengah Permintaan energi di Propinsi Jawa tengah juga disusun berdasarkan tahun 2010 sebagai tahun dasar dan tahun 2030 sebagai tahun akhir proyeksi. Permintaan energi disusun berdasarkan metode intensitas energi dan menggunakan perangkat lunak LEAP sebagai alat bantu dalam melakukan perhitungan prakiraan permintaan energi. Intensitas energi ini merupakan parameter yang menyatakan penggunana energi untuk setiap aktivitas. Dalam perhitungan prakiraan permintaan energi yang dikembangkan dengan menggunakan model LEAP ini, permintaan energi dibagi menjadi 5 sektor aktivitas, yaitu sektor rumah tangga, komersial, industri, transportasi, dan sektor lainnya. Sektor lainnya terdiri dari sektor pertanian, pertambangan, dan konstruksi. Aktivitas di sektor rumah tangga direpresentasikan oleh jumlah rumah tangga, sehingga intensitas energi untuk sektor rumah tangga adalah banyaknya konsumsi energi yang digunakan untuk setiap rumah tangga. Aktivitas di sektor komersial, industri, dan sektor lainnya direpresentasikan dengan nilai tambah PDRB untuk masing-masing sektor. Untuk ketiga sektor ini, parameter intensitas energi menyatakan banyaknya energi yang digunakan untuk setiap nilai 196

71 tambah yang dihasilkan oleh ketiga sektor ini. Sektor transportasi terdiri dari moda jalan raya dan moda non-jalan raya. Aktivitas transportasi moda jalan raya yang terdiri dari mobil penumpang, mobil barang, sepeda motor, dan bus direpresentasikan oleh jumlah kendaraan. Dalam hal ini, intensitas energi adalah banyaknya energi yang digunakan oleh setiap unit kendaraan. Sedangkan untuk transportasi moda non-jalan raya yang terdiri dari kereta api dan pesawat udara, aktivitas direpresentasikan oleh jarak tempuhnya. Intensitas energi untuk sektor transprotasi moda non-jalan raya ini menyatakan banyaknya energi yang digunakan untuk setiap km jarak tempuh. Selanjutnya, perhitungan permintaan energi disusun berdasarkan skenario, Business As Usual (BAU). Dalam skenario BAU, perhitungan prakiraan energi didasarkan pada pola penggunaan energi yang sama seperti yang terjadi pada tahun dasar. Dalam skenario ini, belum ada intervensi kebijakan baru mengenai pola konsumsi energi dalam hal konservasi energi dan penggunaan sumber-sumber energi terbarukan sebagai sumber energi primer Permintaan Energi Final Berdasarkan Sektor Aktivitas Skenario BAU Hasil perhitungan proyeksi permintaan energi di wilayah Propinsi Jawa Tengah berdasarkan pada scenario BAU yang telah disusun dapat dilihat pada Gambar Permintaan energi final secara total mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,57% per tahun, dimana pada tahun 2030, permintaan energi final keseluruhan adalah sebesar 85, Ribu SBM. Dalam gambar 4.49, terlihat bahwa sektor transportasi merupakan sektor dengan permintaan energi terbesar selama 197

72 periode proyeksi jika dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain dengan persentase 67,43% dari permintaan energi final keseluruhan. Permintaan energi untuk sektor transportasi di tahun 2030 adalah 57, ribusbm. Pertumbuhan rata-rata permintaan energi final di sektor transportasi selama periode proyeksi 5,86% per tahun. Sektor kedua yang mendominasi penggunaan energy adalah sector rumah tangga yaitu sebesar 14, ribu SBM, atau sebesar 16,67% dari permintaan energy final secara keseluruhan. Sektor industri merupakan pengguna energi tebesar ketiga setelah sektor transportasi dan sektor rumah tangga, dengan penggunaan di tahun 2030 mencapai angka sebesar 6, Ribu SBM atau sebesar 6,8% dari penggunaan energi final secara keseluruhan. Di tahun 2030, permintaan energi final di sektor komersial mencapai 4, Ribu SBM, merupakan pengguna energi terendah kedua setelah sektor lainnya yang hanya mencapai angka 2, Ribu SBM. Sumber : Lampiran M4 Gambar Permintaan Energi Final Berdasarkan Sektor Aktivitas di Propinsi Jawa Tengah 198

73 Permintaan Energi Final Berdasarkan Jenis Energi Propinsi Jawa Tengah Skenario BAU Permintaan energi final berdasarkan jenis energi untuk semua sektor aktivitas ditunjukkan pada Gambar Permintaan terhadap premium di Propinsi Jawa Tengah merupakan penggunaan energi yang paling besar selama periode proyeksi. Di tahun 2030 permintaan terhadap premium adalah sebesar ,88 Ribu SBM atau 39,04% dari keseluruhan permintaan energi final untuk scenario skenario BAU. Secara umum, permintaan terhadap bahan bakar minyak yang terdiri dari minyak solar, minyak disel, minyak bakar, minyak tanah, dan avtur sangat mendominasi permintaan energi final. Penggunaan minyak solar atau Automotive Diesel Oil (ADO) merupakan jenis energi bahan bakar yang penggunaannya terbesar kedua setelah premium, yang mencapai angka sebesar ,15 Ribu SBM atau sebesar 30% dari keseluruhan penggunaan energi final. Tingginya penggunaan jenis energi ini dimunginkan karena Propinsi Jawa tengah, terutama bagian utara merupakan jalur utama penghubunga antar propinsi dalam hal distribusi barang yang menggunakan kendaraan berat seperti truck, tronton dan lain-lain. Sementara itu jenis kendaraan berat ini menggunaan minyak solar sebagai bahan bakar utamanya. Di Provinsi Jawa Tengah, penggunaan energi jenis minyak tanah juga masih cukup besar, meski pemerintah pusat telah melakukan konversi 100% dengan gas LPG, yaitu mencapai angka 7.942,88 Ribu SBM, atau sebesar 9,3% dari keseluruhan energi final di tahun Jenis energi ini merupakan jenis energi yang penggunaannya terbesar ketiga setelah minyak solar, 199

74 terutama digunakan oleh sektor industri mapun rumah tangga. Hal ini sejalan dengan penggunaan energi berdasarkan sektor aktivitas, dimana sektor industri merupakan konsumen energi terbesar ketiga setelah sektor rumah tangga. Permintaan terhadap energi listrik permintaan energi final yang terbesar berikutnya, atau keempat. Di tahun 2030, permintaan terhadap energi listrik adalah sebesar 7, Ribu SBM atau sebesar 9,2% dari total energi final secara keseluruhan. Rendahnya penggunaan energi listrik di Provinsi Jawa Tengah relatif dibandingkan dengan jenis energi lainnya, dimungkinkan karena rasio elektrifikasi di wilayah ini masih cukup rendah, meskipun berdasarkan sektor aktivitas, sektor rumah tangga merupakan sektor kedua yeng mendominasi penggunaan energi. Hal ini juga menguatkan argumentasi bahwa sektor rumah tangga di wilayah Provinsi Jawa Tengah dalam aktivitasnya tidak hanya menggunakan energi jenis listrik, tetapi juga menggunakan jenis energi lainnya, seperti : minyak tanah, kayu, maupun LPG. Kondisi ini terkonfirmasi dari hasil proyeksi penggunaan energi berdasarkan jenis energi, bahwa penggunaan energi minyak tanah mencapai angka sebesar 7.942,88 Ribu SBM, gas LPG mencapai 2.721,71 Ribu SBM, dan penggunaan energi kayu bakar mencapai angka sebesar 3.412,61 Ribu SBM. Penggunaan gas LPG dan kayun bakar secara keseluruhan mencapai sebesar 7,18%. 200

75 Sumber : Lampiran M3 Gambar Permintaan Energi Final Berdasarkan Jenis Energy Jawa Tengah Permintaan Energi Final Berdasarkan Sektor Aktivitas Skenario Efisiensi Skenario efisiensi energi daerah didasarkan pada potensi efisiensi energi yang diperoleh dari hasil penelitian terdahulu. Skenario efisiensi energi diimplementasikan untuk sektor rumah tangga, sektor komersial, dan sektor industri. Skenario efisiensi energi belum dapat diimplementasikan untuk sektor transportasi karena belum tersedianya data potensi efisiensi energi di wilayah Proipinsi Jawa tengah. Potensi efisiensi energi dapat dilihat pada Tabel Dalam model LEAP, batas atas potensi efisiensi energi digunakan dalam penyusunan skenario OPT dalam hal konservasi energi. Sedangkan batas bawah potensi efisiensi energi di dalam Tabel 4.27 digunakan dalam penyusunan skenario MOD.. Potensi efisiensi energi ini digunakan untuk menurunkan intensitas energi di masing-masing sektor yang berkaitan. 201

76 Tabel Potensi Efisiensi Energi di Wilayah Jawa Tengah No. Sektor Potensi Efisiensi Energi 1 Sektor Industri 15 20% 2 Sektor Rumah Tangga 10 25% 3 4 Sektor Komersial Sektor Lainnya 25 30% 25-30% Sumber : Dinas ESDM Prop.Jawa Tengah, 2011 Di sektor transportasi, efisiensi energi dilakukan dengan pengalihan moda untuk mengoptimalkan penggunaan angkutan umum untuk memenuhi kebutuhan perjalan dalam km-passanger. Dalam model LEAP dirancang seperti kondisi kondisi di DIY, target pengalihan moda dari moda transportasi pribadi ke moda transprotasi umum adalah untuk meningkatkan load factor moda bus dari 24,34% menjadi 60% di tahun Peningkatan load factor moda bus dilakukan melalui pengalihan penggunan sepeda motor dan mobil penumpang pribadi. Besar pengalihan dari sepeda motor dan mobil penumpang pribadi berturut-turut adalah sebesar 14% dan 11% di tahun Diversifikasi energi di sektor transportasi juga digunakan dalam skenario efisiensi energi. Skenario diversifikasi energi dilakukan untuk angkutan umum dalam skenario moderat dan juga dilakukan untuk transportasi moda pribadi dalam skenario optimis.dalam skenario moderat diversifikasi energi, bahan bakar CNG diasumsikan untuk menggantikan seluruh bahan bakar minyak solar yang digunakan oleh moda bus di tahun 2030.Untuk skenario optimis diversifikasi energi, bahan bakar CNG juga digunakan untuk menggantikan sebesar 30% premium yang digunakan oleh moda mobil pribadi di tahun

77 Permintaan energi final berdasarkan jenis energi untuk semua sektor aktivitas ditunjukkan pada Gambar Berdasarkan skenario Efisiensi Moderat maupun skenario Efisinesi Optimis, permintaan terhadap premium di Propinsi Jawa Tengah merupakan penggunaan energi yang paling besar selama periode proyeksi. Di tahun 2030 permintaan terhadap premium adalah sebesar ,88 Ribu SBM atau 39,04% dari keseluruhan permintaan energi final untuk scenario skenario KED Optimis. Secara umum, permintaan terhadap bahan bakar minyak yang terdiri dari minyak solar, minyak disel, minyak bakar, minyak tanah, dan avtur sangat mendominasi permintaan energi final. Penggunaan energi listrik selama tahun proyeksi juga masih cukup besar di wilayah Provinsi Jawa Tengah, disamping karena jumlah penduduk yang cukup besar, juga di wilayah ini banyak tersebar industri kelas menengah yang cukup besar konsumsinya terhadap jenis energi ini. Seiring dilepaskannya harga minyak tanah melalui mekanisme pasar, dan dikonversi dengan jenis energi LPG, penggunaan jenis energi kayu bakar menjadi semakin besar selama tahun proyeksi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tidak semua masyarakat sasaran pemerintah untuk penggunaan LPG tidak menggunakan jenis energi ini. Hal ini kemungkinan besar karena masyarakat merasa kurang familiar dengan penggunaan kompor gas sebagai alat memasak, atau juga banyak industri atau usaha rumah tangga yang masih setia menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi untuk memasak 203

78 Sumber : Lampiran M1 dan M2 Gambar Permintaan Energi Final Berdasarkan Jenis Energy Skenario MOD dan OPT Permintaan Energi Final Berdasarkan Sektor Aktivitas Hasil perhitungan proyeksi permintaan energi di wilayah Provinsi Jawa Tengah berdasarkan pada skenario-skenario yang telah disusun dapat dilihat pada Gambar 4.35 dan Gambar Dalam gambar tersebut terlihat bahwa sektor transportasi merupakan sektor dengan permintaan energi terbesar selama periode proyeksi jika dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain dengan persentase lebih dari 60% dari permintaan energi final keseluruhan. Sektor transportasi, merupakan sektor yang paling besar permintaan energinya, dan hasil perhitungan proyeksi menghasilkan nilai yang tidak sama untuk skenario Efisiensi MOD, dan OPT. Hal ini disebabkan skenario energi efisiensi telah diikutsertakan dalam perhitungan serta skenario energi terbarukan telah diperhitungkaan dengan mengganti sebagian dari penggunaan minyak solar dengan biodiesel dan bioetanol. 204

79 Sumber : Lampiran M4 Gambar Permintaan Energi Final Berdasarkan Aktivitas Skenario BAU Sumber : Lampiran M5 dan M6 Gambar Permintaan Energi Final Berdasarkan Aktivitas Skenario MOD dan OPT Sektor Rumah Tangga Terdapat 4 jenis energi yang digunakan di sektor rumah tangga, yaitu listrik, LPG, kayu bakar, dan briket batubara.untuk skenario energi terbarukan, biogas merupakan jenis energi tambahan yang digunakan di sektor rumah 205

80 tangga.berdasarkan skenario-skenario yang telah disusun, permintaan energi final di sektor rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 4.37 dan Gambar Dalam gambar tersebut tersebut LPG dan listrik merupakan 2 jenis energi yang sangat umum digunakan di sektor rumah tangga. Di tahun 2030, permintaan terhadap LPG adalah sebesar 8.299,76 Ribu SBM, untuk scenario MOD dan 6.235,21 Ribu SBM untuk skenario OPT. Hasil perhitungan yang berbeda pada skenario OPT disebabkan oleh implementasi skenario energi terbarukan. Dalam skenario MOD, biogas digunakan untuk menggantikan energi jenis kayu bakar dan briket batubara pada kelompok pendapatan sedang dan di bawah 1,5 kali garis kemiskinan. Biogas juga digunakan untuk menggantikan sebagian dari permintaan LPG di skenario OPT. Di tahun 2010, penggunaan biogas di sektor rumah tangga adalah sebesar 1,64 Ribu SBM untuk skenario MOD dan 2,36 Ribu SBM untuk skenario OPT. Di tahun 2030, permintaan terhadap biogas naik menjadi 10,95 Ribu SBM dan 23,75 Ribu SBM untuk scenario MOD dan OPT. Implementasi skenario energi terbarukan juga mempengaruhi permintaan terhadap kayu bakar dan briket batubara. Di tahun 2030, permintaan jenis energi kayu bakar untuk skenario BAU sebesar 5.356,54 Ribu SBM. Namun demikian, permintaan kayu bakar untuk skenario MOD dan OPT mengalami penurunan menjadi 3.119,71 Ribu SBM dan 2.639,17 Ribu SBM di tahun Sama hal nya dengan permintaan terhadap kayu bakar, permintaan terhadap briket batubara mengalami peningkatan di tahun 2030 sebesar 3,41 Ribu SBM untuk skenario BAU. Namun demikian, permintaan terhadap briket batubara mengalami penurunan menjadi 322,25 Ribu SBM untuk skenario MOD dan sebesar 207,57 Ribu 206

81 SBM untuk skenario OPT di tahun Yang cukup menarik di sekrot rumah tangga adalah adanya pemanfaatan listrik dari sistem of gird/non PLN yang berasal dari pemanfaatan sumber air melalui pembangkit mikrohidro (PLTMH) yang cukup besar. Pada periode akhir tahun proyeksi, permintaan sektor rumah tangga terhadap jenis energi of gird listrik sebesar 945,32 Ribu SBM, namun dengan pemanfaatan potensi jenis energi ini permintaan energy of gird listrik meningkat menjadi 1.020,63 Ribu SBM menurut skenario MOD, dan 1.172,96 Ribu SBM untuk skenario OPT. Sumber : Lapiran O1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Energi Skenario BAU Sumber : Lapiran O2 dan O3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Energi Skenario MOD dan OPT 207

82 Di dalam Gambar 4.38 hasil perhitungan terhadap permintaan energi listrik berbeda untuk ketiga skenario yang telah disusun. Perbedaan hasil perhitungan ini sebagai akibat dari implementasi efisiensi energi di sektor rumah tangga khususnya untuk penggunaan energi listrik. Di tahun 2030, permintaan energi listrik adalah sebesar 8.661,26 Ribu SBM, 8.094,64 Ribu SBM, dan 7.523,74 Ribu SBM berturutturut untuk skenario BAU, MOD, dan OPT. Implementasi program-program efisiensi energi melalui skenario OPT dapat menurunkan permintaan terhadap energi listrik sebesar 13,13% jika dibandingkan dengan yang dihasilkan melalui skenario BAU. Permintaan energi final di sektor rumah tangga berdasarkan kelompok pendapatan dapat dilihat pada Gambar 4.39 dan Gambar Dari gambar tersebut kelompok pendapatan sedang memiliki persentase permintaan terhadap energi final yang paling besar jika dibandingkan dengan kelompok pendapatan yang lain. Dalam periode 2011 sampai dengan 2030, persentase permintaan energi final kelompok pendapatan sedang berkisar 43,34% terhadap keseluruhan permintaan energi final di sektor rumah tangga. Persentase permintaan energi final untuk kelompok pendapatan di bawah garis kemiskinan mengalami peningkatan dari 9,57% di tahun 2011 menjadi 6,77% di tahun 2030 untuk semua skenario. Persentase permintaan energi final untuk kelompok pendapatan di bawah 1,5 kali garis kemiskinan juga mengalami peningkatan dari 16% di tahun 2011 menjadi 20% di tahun 2030 untuk semua skenario. Di lain pihak, permintaan terhadap energi final untuk kelompok pendapatan 20% teratas mengalami penurunan, yaitu dari 37,78% di tahun 2011 menjadi 28,87% di tahun Penurunan permintaan energi final untuk kelompok pendapatan 20% 208

83 teratas disebabkan oleh implementasi energi efisiensi dalam skenario MOD dan OPT. Skenario OPT dapat menurunkan permintaan energi final untuk kelompok pendapatan 20% teratas sebesar 7,86% jika dibandingkan dengan hasil dari skenario BAU. Sumber : Lampiran N1 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Rumah Tangga Berdasarkan Kelompok Pendapatan, Skenario BAU Sumber : Lampiran N2,N3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Rumah Tangga Berdasarkan Kelompok Pendapatan Skenario MOD dan OPT 209

84 Sektor Komersial Permintaan energi final di sektor komersial didominasi oleh permintaan jenis energi minyak tanah dan listrik, sedangkan permintaan terbesar ketiga adalah jenis energi minyak solar. Kondisi permintaan energi final di sektor komersial secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 4.41 dan Gambar Dalam gambar tersebut perbedaan hasil perhitungan dengan skenario OPT dan skenario MOD terlihat dengan jelas. Hal ini disebabkan oleh skenario efisiensi energi yang diimplementasikan di dalam skenario MOD dan OPT. Skenario energi efisiensi diterapkan untuk jenis energi listrik dan jenis-jenis energi yang digunakan untuk menghasilkan energi listrik di sektor komersial, yaitu minyak solar. Di tahun 2030 permintaan terhadap energi listrik adalah 1778,63 Ribu SBM, dan 1763,08 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario MOD, dan OPT. Di tahun yang sama, permintaan terhadap minyak solar adalah 743,14 Ribu SBM, dan 736,64 Ribu SBM untuk skenario MOD, dan OPT. Sebagai dampak dari implementasi efisiensi energi, permintaan terhadap energi listrik dan minyak solar mengalami penurunan berturut-turut sebesar 20% dan 15% untuk skenario OPT terhadap skenario BAU. Di samping sebagai dampak dari skenario efisiensi energi, permintaan terhadap minyak tanah juga dipengaruhi oleh skenario energi terbarukan. Di dalam skenario ini, biodisel digunakan untuk mengganti sebagian dari permintaan minyak tanah di sektor komersial. 210

85 Sumber : Lampiran S3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Komersial Berdasarkan Jenis Energi Skenario BAU Sumber : Lampiran S1 dan S2 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Komersial Berdasarkan Jenis Energi Skenario MOD dan OPT Di tahun 2030, permintaan terhadap biodisel adalah sebesar 479,82 Ribu SBM untuk skenario MOD dan 475,62 Ribu SBM untuk skenario OPT. Permintaan terhadap jenis energi minyak tanah dan LPG tidak dipengaruhi oleh skenario efisiensi 211

86 energi dan skenario energi terbarukan. Dengan demikian, hasil perhitungan permintaan terhadap kedua jenis energi ini adalah sama. Di tahun 2030, permintaan terhadap LPG adalah sebesar 150,53 Ribu SBM dan permintaan terhadap minyak tanah adalah sebesar 2757,08 Ribu SBM untuk skenario MOD dan OPT. Permintaan energi final di sektor komersial berdasarkan subsektor ditunjukkan pada Gambar 4.43 dan Gambar Di tahun 2030 permintaan energi final keseluruhan di sektor komersial adalah sebesar 6.143,79 Ribu SBM, dan 6.090,67 Ribu SBM untuk skenario MOD, dan OPT. Subsektor perdagangan memiliki persentase permintaan energi final terbesar selama periode proyeksi. Di tahun 2030, permintaan energi final subsektor perdagangan mencapai 48,70% dari keseluruhan permintaan energi final di sektor komersial untuk skenario efisiensi yang telah disusun. Permintaan energi final untuk subsektor rumah makan adalah sebesar kedua setelah sub sektor perdagangan dengan nilai sebesar 2.823,19 Ribu SBM, 2.798,50dan 610,10 Ribu SBM. Jasa keuangan memiliki permintaan energi final yang paling kecil jika dibandingkan dengan subsektor yang lain, yaitu kurang dari 1% terhadap keseluruhan permintaan energi final di sektor komersial. Di tahun 2030, permintaan energi final untuk subsektor jasa sosial adalah sebesar 10,20 Ribu SBM, dan 10,11 Ribu SBM untuk skenario MOD, dan OPT. 212

87 Sumber : Lampiran R3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Komersial Berdasarkan Subsektor Skenario BAU Sektor Industri Sumber : Lampiran R1 dan R2 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Komersial Berdasarkan Subsektor Skenario MOD dan OPT Permintaan energi final di sektor industri ditunjukkan pada Gambar 4.42 dan Gambar Dari gambar tersebut peran efisiensi energi sangat terlihat untuk mengurangi permintaan terhadap energi di sektor industri. Skenario energi efisiensi 213

88 diterapkan untuk jenis energi listrik dan jenis-jenis energi yang berhubungan dengan pembangkitan energi listrik di sektor industri. Di tahun 2030, permintaan terhadap energi listrik adalah sebesar 4.293,11 Ribu SBM, dan 4.256,11 Ribu SBM untuk skenario MOD, dan OPT. Di dalam tahun yang sama, pemintaan terhadap minyak solar, minyak disel, dan minyak bakar berturut-turut adalah sebesar 710,24 Ribu SBM, 0,31 Ribu SBM, dan 43,45 Ribu SBM untuk skenario OPT. Sebagai dampak implementasi efisiensi energi di dalam skenario OPT, permintaan terhadap energi listrik, minyak solar, minyak disel, dan minyak bakar berkurang sebesar 20% jika dibandingkan dengan yang dihasilkan berdasarkan skenario BAU. Selain sebagai dampak dari implementasi skenario efisiensi energi, permintaan terhadap minyak solar juga dipengaruhi oleh skenario energi terbarukan. Di dalam skenario ini, biodisel digunakan untuk menggantikan sebagian dari permintaan minyak solar di sektor industri. Sumber : Lampiran Q3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Industri Berdasarkan Jenis Energi Skenario BAU 214

89 Sumber : Lampiran Q1 dan Q2 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Industri Berdasarkan Jenis Energi Skenario MOD dan OPT Di tahun 2030, permintaan terhadap biodisel adalah 981,56 Ribu SBM untuk skenario MOD dan 1.057,66 Ribu SBM untuk skenario OPT. Permintaan terhadap batubara, LPG, dan minyak tanah yang tidak disubsidi tidak dipengaruhi oleh skenario efisiensi energi dan skenario energi terbarukan. Dengan demikian, hasil perhitungan ketiga jenis energi ini memiliki hasil yang realtif sama untuk semua skenario. Di tahun 2030, permintaan terhadap batubara, LPG, dan minyak tanah berturut-turut adalah 1.987,40 Ribu SBM, 218,76 Ribu SBM, dan 56,76 Ribu SBM. Permintaan energi final di sektor industri berdasarkan subsektor ditunjukkan pada Gambar 4.44 dan Gambar Di tahun 2030 permintaan energi final secara keseluruhan adalah 9.210,35 Ribu SBM, 8.994,58 Ribu SBM untuk skenario MOD, dan OPT. Subsektor tekstil 215

90 memiliki permintaan energi yang paling besar selama periode proyeksi. Di tahun 2030, permintaan energi final untuk subsektor tekstil adalah 27,02% dari keseluruhan permintaan energi di sektor industri. Permintaan energi final untuk aktivitas industri tekstil di tahun 2030 adalah sebesar 2.489,15 Ribu SBM, dan 2.395,06 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario MOD, dan OPT. Subsektor industri non logam merupakan konsumen energi terbesar kedua dari keseluruhan energi final di sektor industri, yaitu sebesar 2.487,33 Ribu SBM dan 2.422,05 Ribu SBM untuk skenario MOD dan OPT, sedangkan sektor industri kimia memiliki permintaan energi terbesar ketiga dari keseluruhan energi final di sektor industri selama periode proyeksi. Persentase permintaan energi final untuk subsektor industri kimia sebesar 15,57% dari keseluruhan permintaan energi final di sektor industri untuk scenario MOD dan OPT. Permintaan energi final untuk subsektor industri kimia adalah 1.420,14 Ribu SBM, dan 1.400,48 Ribu SBM. Sumber : Lampiran P3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Industri Berdasarkan Subsektor Skenario BAU 216

91 Sumber : Lampiran P1 dan P2 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Industri Berdasarkan Subsektor Skenario MOD dan OPT Sektor Transportasi Permintaan energi final di sektor transportasi ditunjukkan pada Gambar 4.46, dan Gambar Dari gambar tersebut hasil perhitungan permintaan energi final di sektor transportasi dipengaruhi oleh skenario efisiensi energi yang berupa pengalihan moda dan diversifikasi energi CNG untuk menggantikan sebagian premium dan minyak solar serta skenario energi terbarukan yang berupa implementasi biodisel yang digunakan untuk menggantikan sebagian minyak solar. Skenario energi terbarukan di sektor transportasi digunakan untuk menganalisis dampak implementasi biodisel untuk menggantikan sebagian dari permintaan minyak solar. Di sektor transportasi, permintaan terhadap premium sangat dominan jika dibandingkan dengan 217

92 jenis energi yang lain. Premium digunakan di moda transportasi jalan raya, yaitu mobil penumpang, angkutan barang, dan sepeda motor. Di tahun 2030 permintaan terhadap premium untuk skenario MOD, dan OPT berturut-turut adalah sebesar ,71 Ribu SBM, dan ,78 Ribu SBM. Di tahun yang sama, persentase permintaan terhadap premium untuk skenario MOD, dan OPT berturut-turut adalah 35,88%, dan 38,79% terhadap keseluruhan permintaan energi final di sektor transportasi. Hasil yang diperoleh melalui skenario OPT memberikan nilai presentase permintaan terhadap permium yang turun sebesar 24,13% terhadap skenario BAU. Hasil ini diperoleh melalui diversifikasi penggunaan bahan bakar bioetanol yang digunkan baik untuk moda bus dan mobil pribadi. Permintaan terhadap bioetanol untuk skenario MOD dan OPT adalah sebesar 5.679,86 Ribu SBM dan 6.668,72 Ribu SBM di tahun Sumber : Lampiran U3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Transportasi Berdasarkan Jenis Energi Skenario BAU 218

93 Sumber : Lampiran U1 dan U2 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Transportasi Berdasarkan Jenis Energi Skenario MOD dan OPT Permintaan terhadap minyak solar dipengaruhi oleh skenario efisiensi energi, skenario energi terbarukan, dan skenario diversifikasi energi. Di tahun 2030 persentase permintaan terhadap minyak solar dari hasil skenario MOD dan OPT adalah 26,07% dan 24,8% terhadap keseluruhan permintaan energi di sektor transportasi. Nilai-nilai ini lebih rendah jika dibandingkan hasil skenario BAU di tahun yang sama, yaitu sebesar 31,96%. Di tahun 2030, permintaan terhadap minyak solar adalah sebesar ,34 Ribu SBM, dan ,76 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario MOD, dan OPT. Di tahun 2030, permintaan terhadap biodisel adalah sebesar ,12 Ribu SBM untuk skenario MOD dan ,86 Ribu SBM untuk skenario OPT. Berdasarkan skenario OPT, persentase permintaan terhadap biodisel hanya sebesar 18,43% dari keseluruhan permintaan energi final di sektor transportasi. Avtur adalah jenis energi yang hanya digunakan oleh pesawat terbang. Permintaan 219

94 terhadap avtur di tahun 2030 adalah sebesar 1.531,95 Ribu SBM. Persentase permintaan terhadap avtur sebesar 1,89%% dari keseluruhan permintaan energi final di sektor transportasi. Permintaan energi final di sektor transportasi berdasarkan jenis moda ditunjukkan pada Gambar 4.48 dan Gambar Dari gambar tersebut moda transportasi jalan raya sangat dominan. Moda transportasi jalan raya ini terdiri dari mobil penumpang, sepeda motor, bus, dan angkutan barang (truk). Di tahun 2030 permintaan energi untuk moda jalan raya untuk skenario MOD, dan OPT berturutturut adalah sebesar ,78 Ribu SBM, dan ,79 Ribu SBM dengan persentase lebih dari 70% untuk kedua skenario tersebut dari keseluruhan permintaan energi final di sektor transportasi. Sepeda motor dan mobil penumpang memiliki permintaan energi yang paling besar. Permintaan energi jadi dua jenis moda transportasi ini untuk skenario MOD, dan OPT berturut-turut adalah sebesar ,76 Ribu SBM, dan ,12 Ribu SBM. Di lain pihak, permintaan energi final untuk moda kereta api adalah yang terkecil dengan permintaan di tahun 2030 sebesar Ribu SBM atau 0,02% dari keseluruhan permintaan energi final di sektor transportasi. 220

95 Sumber : Lampiran T3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Transportasi Berdasarkan Jenis Moda Skenario BAU Sumber : Lampiran T1 dan T2 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Transportasi Berdasarkan Jenis Moda Skenario MOD dan OPT Sektor Lainnya Permintaan energi final di sektor lainnya berdasarkan jenis energi ditunjukkan pada Gambar Dari Gambar 4.50, permintaan terhadap premium merupakan 221

96 jenis energi yang paling banyak digunakan di sektor ini. Di tahun 2030 permintaan terhadap premium adalah sebesar 1.390,11 Ribu SBM, dan 1.376,23 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario MOD, dan OPT. Permintaan terhadap premium terpengaruh baik oleh skenario efisiensi energi maupun skenario energi terbarukan. Sebagai hasilnya, permintaan terhadap premium berdasarkan skenario OPT menurun 15,46% jika dibandingkan dengan skenario BAU di tahun Di tahun yang sama, permintaan terhadap biodisel adalah 315,46 Ribu SBM untuk skenario MOD dan 318,64 Ribu SBM untuk skenario OPT. Permintaan terhadap minyak tanah di sektor lainnya masih cukup tinggi dibanding jenis energi lainnya yaitu mencapai 1.139,30 ribu SBM atau sebesar 23,22% di tahun Sumber : Lampiran W3 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Lainnya Berdasarkan Jenis Energi Skenario BAU 222

97 Sumber : Lampiran W1 dan W2 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Lainnya Berdasarkan Jenis Energi Skenario MOD dan OPT Permintaan energi final di sektor lainnya berdasarkan subsektor ditunjukkan pada Gambar 4.51, dan Gambar Dari gambar tersebut terlihat bahwa subsektor konstruksi memiliki permintaan energi yang paling besar jika dibandingkan dengan subsektor-subsektor yang lain. Di tahun 2030 permintaan energi di subsektor konstruksi 4.312,52 Ribu SBM, dan 4.269,46 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario MOD, dan OPT. Sebagai akibat dari implementasi energi efisiensi di dalam skenario OPT, permintaan energi final di sektor konstruksi berkurang 10,00% jika dibandingkan terhadap hasil yang diperoleh berdasarkan skenario BAU. Untuk subsektor pertanian, permintaan energi final di tahun 2030 adalah sebesar418,66 Ribu SBM, dan 414,48 Ribu SBM. Berturut-turut untuk skenario MOD, dan OPT. Berdasarkan skenario OPT, permintaan energi final di sektor pertanian berkurang 9,97% jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh berdasarkan skenario BAU. Subsektor pertambangan memiliki permintaan energi final yang palingkecil. 223

98 Permintaan energi final untuk subsektor ini adalah sebesar 175,62 Ribu SBM, dan 173,27 Ribu SBM berturut-turut untuk skenario MOD, dan OPT. Permintaan energi final di subsektor pertambangan berkurang 8,43% berdasarkan skenario OPT jika dibandingkan dengan skenario BAU. Sumber : Lampiran V3 Gambar 4.51.Permintaan Energi Final di Sektor Lainnya Berdasarkan Subsektor Skenario BAU Sumber : Lampiran V1 dan V2 Gambar Permintaan Energi Final di Sektor Lainnya Berdasarkan Subsektor Skenario MOD dan OPT 224

99 Efisiensi Penggunaan Energi Provinsi Jawa Tengah Indeks yang biasa digunakan untuk mengukur kebutuhan energi terhadap perkembangan ekonomi sebuah negara adalah Efisiensi Energi dan Intensitas Energi. Efisiensi energi adalah pertumbuhan kebutuhan energi yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi (GDP) tertentu. Angka efisiensi energi di bawah 1,0 dicapai apabila energi yang tersedia telah dimanfaatkan secara produktif. Sedangkan Intensitas Energi adalah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto. Semakin efisien suatu negara, maka intensitasnya akan semakin kecil. Angka efisiensi yang relatif tinggi menunjukkan bahwa pemakaian energi termasuk tidak efisien atau boros. Kondisi ini juga mengindikasikan rendahnya daya saing industri karena terjadi inefisiensi energy yang berdampak pada tingginya biaya produksi. Berdasarkan serangkaian analisis yang telah dilakukan, efisiensi energi di wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut: 225

100 Tabel Efisiensi Energi Jawa Tengah Berdasarkan Skenario Base Line Tahun Elastisitas 1, , , , , , , ,35532 Tahun Elastisitas 1, , , , , , , ,64358 Skenario Efisiensi Energi MOD Tahun Elastisitas 1,1053 1,0952 1,0835 1,0692 1,0334 1,0048 0,9642 0,9254 Tahun Elastisitas 0,9060 0,8756 0,8399 0,8190 0,7935 0,7657 0,7288 0,6916 Skenario Efisiensi Energi OPT Tahun Elastisitas 1,1658 1,1485 0,9891 0,9645 0,9353 0,8964 0,8407 0,8105 Tahun Elastisitas 0,7843 0,7504 0, ,6958 0,6753 0,6562 0,6334 0,6121 Sumber : Lampiran M1, M2, M3 data diolah Dari tabel di atas tampak bahwa Efisiensi Energi di Wilayah Jawa Tengah dengan menggunakan Skenario BAU sampai dengan akhir tahun proyeksi masih lebih besar dari 1 ( e> 1), baik untuk energi listrik maupun BBM. Kondisi ini menggambarkan bahwa pemakaian energi di wilayah Provinsi Jawa Tengah belum efisien atau boros, karena untuk meningkatkan 1% pertumbuhan ekonomi memerlukan energi dalam jumlah yang lebih besar. Sementara itu berdasarkan Skenario efisiensi energi baik yang moderat maupun optimis dengan memasukan aspek kebijakan konservasi energi sebagaimana telah dikemukakan di atas, Efisiensi Energi di Provinsi Jawa Tengah sampai dengan akhir tahun proyeksi mencatat angka lebih kecil dari 1 (e<1), baik untuk energi listrik maupun BBM. Efisiensi penggunaan energi menurut skenario Moderat mulai dicapai pada tahun 2021 sampai akhir tahun proyeksi, sedangkan berdasarkan skenario 226

101 Optimis efisiensi energi sudah dicapai pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa dengan berbagai pelaksanaan program konservasi maka Provinsi Jawa Tengah dapat mengoptimalkan penggunaan energi menjadi lebih efisien. Implikasinya adalah bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi 1% hanya akan memerlukan penggunaan energi yang lebih kecil, dan energi yang tersedia akan dimanfaatkan secara produktif. Penggunaan energi yang lebih rendah relatif dengan tingkat pertumbuhan ekonomi akan dapat dicapai kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan yang makin baik karena berkurangkan emisi gas buang (eksternalitas negatif) atas pemakaian energi. Menurunnya angka elastisitas energi berdasarkan Skenario efisiensi energi adalah karena adanya tindakan dan program-program konservasi terhadap pemakaian energy, sesuai dengan kebijakan yang diusulkan, yaitu langkah-langkah efisiensi, konservasi dan diversifikasi energi. Langkah efisiensi energi tersebut sangat penting, agar sumber daya yang terbatas bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, terutama bagi masyarakat yang belum beruntung mendapatkan pelayanan energi. Konservasi energi perlu dilakukan bukan karena negara saat ini secara finansial mengalami kesulitan untuk menyediakan energi secara murah, melainkan karena secara fundamental konservasi energi akan membuat pola konsumsi energi menjadi lebih sehat. Di sisi lain membiarkan konsumsi energi tumbuh cepat dan boros jelas akan sangat merugikan, baik dari sisi ekonomi, lingkungan maupun upaya untuk mempertahankan manfaat dari sumberdaya energi itu sendiri. 227

102 Upaya melakukan penghemtan energi bukanlah suatu hal yang mudah karena kompleksitas masalah dalam pengembangan budaya hemat energi ini menyangkut masalah struktural seperti intergrasi kebijakan hemat dalam kerangka umum pengembangan energi nasional, serta investasi yang masih rendah di sektor energi, terutama ketenaga-listrikan. Sementara itu, penghematan energi pada sektor industri juga membutuhkan investasi besar dalam perubahan teknologi yang lebih ramah lingkungan. Gaya hidup dan budaya masyarakat yang masih boros energi merupakan salah satu masalah penting yang perlu diatasi. Langkah hemat energi tidak mungkin bisa tercapai hanya dengan mengandalkan peran pemerintah saja, namun harus menjadi gerakan masyarakat untuk mempromosikan gaya hidup hemat energi sebagai bagian dari budaya masyarakat. Hal tersebut juga perlu didukung melalui pengembangan pengetahuan untuk promosi produk-produk hemat energi yang mampu menjangkau masyarakat luas Pembahasan dan interpretasi Perkiraan Permintaan Energi Final Keseluruhan Serangkaian analisis permintaan energi dan efisiensi energi yang telah dilakukan baik untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah maupun DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta), secara umum memberikan gambaran bahwa simulasi terhadap impelementasi program-program efisiensi energi melalui pemanfaatan potensi efisiensi energi serta pengembangan energi terbarukan penggunaan energi menjadi semakin efisien. Implementasi Road-map program-program konservasi melalui pengembangan energi terbarukan dan pemanfaatan potensi efisiensi energi tersebut ke 228

103 dalam simulasi teknik skenario proyeksi penggunaan energi, memperlihatkan penggunaan energi secara keseluruhan yang makin menurun setiap tahunnya. Secara keseluruhan permintaan energi baik di wilayah Jawa Tengah maupun DIY menggunakan skenario BAU, Efisiensi Energi Moderat, dan skenario Efisiensi Energi Optimis menunjukkan penggunaan yang makin berkurang. Kondisi ini dapat dicermati pada Tabel Tabel Dampak Pemanfaatan Potensi Efisiensi Dan Pengembangan Energi Terbarukan Terhadap Penggunaan Energi di Provinsi Jawa Tengah (Ribu SBM) Skenario Tahun Pertumb Total uhan Penggunaan (%) Eenrgi BAU , , , ,90 6, ,24 MOD , , , ,65 5, ,05 OPT , , , ,03 4, ,46 Sumber : Lampiran M1, M2,M3 Permintaan energi final di wilayah Provinsi Jawa Tengah berdasarkan skenario BAU secara keseluruhan mencapai ,24 Ribu SBM. Berdasarkan skenario efisiensi energi Moderat dan Optimis penggunaan energi mengalami penurunan, berturut-turut sebesar ,05 Ribu SBM dan ,46 Ribu SBM. Hal ini berarti penggunaan skenario OPT telah menurunkan penggunaan energi sebesar 16,47% bila dibandingkan dengan permintaan energi dengan menggunakan skenario BAU. Kondisi ini dapat dilihat dari gambar berikut : 229

104 Sumber : Lampiran M1, M2,M3 Gambar Perkiraan Permintaan Energi Final Provinsi Jawa Tengah Sementara itu, di wilayah DIY, pemanfaatan jenis energi terbarukan seperti energi matahari, energi angin, tenaga air, dan biomasa dikembangkan sebagai energi primer dalam penyediaan energi listrik. Biogas dan biodisel yang digunakan pada sisi permintaan yaitu untuk menggantikan sebagian jenis energi yang sesuai. Biogas digunakan untuk mengganti sebagian dari permintaan LPG, kayu bakar, dan briket batubara di sektor rumah tangga, sementara biodisel diimplementasikan untuk mengganti sebagian permintaan minyak solar di sektor komersial, industri, transportasi, dan sektor lainnya. Implementasi Road-map program-program konservasi melalui pengembangan energi terbarukan dan pemanfaatan potensi efisiensi energi tersebut ke dalam simulasi teknik skenario proyeksi penggunaan energi, memperlihatkan penggunaan energi secara keseluruhan dan tingkat pertumbuhan penggunaan energi yang makin menurun dari tahun ke tahun selama periode proyeksi. Kondisi tersebut dapat dicermati pada Tabel

105 Tabel Dampak Pemanfaatan Potensi Efisiensi Dan Pengembangan Energi Terbarukan Terhadap Penggunaan Energi DIY (Ribu SBM) Skenario Tahun Pertumb (%) Total Penggunaan Energi BAU 6.955, , , ,77 10, ,6 MOD 6.757, , , ,22 6, ,1 OPT 6.605, , , ,73 5, ,1 Sumber : Lampiran A1,A2,A3 Permintaan energi final keseluruhan di wilayah ini adalah sebesar ,77 Ribu SBM, ,22 Ribu SBM, dan ,73 Ribu SBM di tahun 2030, untuk masing-masing skenario BAU, Efisiensi Energi MOD, dan Skenario Efisnesi energi OPT. Dengan demikian penggunaan skenario OPT terjadi penurunan penggunaan energi sebesar 22,04% bila dibandingkan dengan skenario BAU. Kondisi ini dapat dicermati dalam gambar berikut: Sumber : Lampiran A1,A2,A3 Gambar Perkiraan Permintaan Energi Final DIY 231

106 Penurunan penggunaan energi secara total selama tahun proyeksi seiring dengan pemanfaatn potensi efisiensi energi per sektor serta program pengembangan energi terbarukan, selaras dengan out-look bauran energi yang diterbitkan oleh Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Tahun Berdasarkan out-look tersebut, di akhir tahun 2030 pangsa energi fosil atau minyak perannya semakin berkurang, sementara pangsa energi terbarukan perannya semakin besar, dari 4,7% di tahun 2010 menjadi 13,5% di tahun Dari pemanfaatan energi terbarukan, wilayah Provinsi Jawa Tengah menyumbang sebesar 1,17% terhadap pemanfaatan energi terbarukan secara nasional, sementara DIY memberi kontribusi sebesar 0,44%. Sebagai satu-kesatuan sistem pembangunan energi, maka baik wiilayah Provinsi Jawa Tengah maupun DIY tidak dapat lepas dari kebijakan energi nasional. Oleh karena itu, satu kebijakan dasar yang perlu ditegaskan dalam perencanaan efisiensi energi di kedua wilayah ini adalah mendukung implementasi kebijakan energi nasional. Sumber : Kementrian ESDM RI Tahun 2009 Gambar Proyeksi Bauran Energi Primer Indonesia

PENGEMBANGAN ENERGI ALTERNATIF DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA: PROSPEK JANGKA PANJANG

PENGEMBANGAN ENERGI ALTERNATIF DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA: PROSPEK JANGKA PANJANG 1 PENGEMBANGAN ENERGI ALTERNATIF DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA: PROSPEK JANGKA PANJANG Agus Sugiyono Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta agussugiyono@yahoo.com ABSTRAK Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di

Lebih terperinci

AKSES ENERGI DAN PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN DI DIY

AKSES ENERGI DAN PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN DI DIY Dinas PUP-ESDM DIY AKSES ENERGI DAN PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN DI DIY Yogyakarta, 23 Mei 2014 Pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Informasi Umum 4.1.1 Profil Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak antara 07

Lebih terperinci

SISTEM TENAGA LISTRIK

SISTEM TENAGA LISTRIK SISTEM TENAGA LISTRIK SISTEM TENAGA LISTRIK Sistem Tenaga Listrik : Sekumpulan Pusat Listrik dan Gardu Induk (Pusat Beban) yang satu sama lain dihubungkan oleh Jaringan Transmisi sehingga merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan suatu energi, khususnya energi listrik di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan suatu energi, khususnya energi listrik di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan suatu energi, khususnya energi listrik di Indonesia semakin berkembang menjadi kebutuhan yang tak terpisahkan dari kebutuhan masyarakat sehari-hari seiring

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Demografi Provinsi Jawa Tengah (Statistik Daerah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Demografi Provinsi Jawa Tengah (Statistik Daerah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA UMUM 4.1.1 Keadaan Demografi Provinsi Jawa Tengah (Statistik Daerah Provinsi Jawa Tengah, 2015) Berdasarkan Angka Sementara Proyeksi Sensus Penduduk (SP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kv, yang membentang sepanjang Pulau Jawa-Bali. Sistem ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kv, yang membentang sepanjang Pulau Jawa-Bali. Sistem ini merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik untuk Kabupaten Kulon Progo disuplai melalui sistem distribusi energi listrik Provinsi DIY. Di mana sistem ketenagalistrikan di DIY merupakan bagian

Lebih terperinci

Peranan SUTET Dalam Keandalan dan Kualitas Operasi Sistem Jawa Bali

Peranan SUTET Dalam Keandalan dan Kualitas Operasi Sistem Jawa Bali Peranan SUTET Dalam Keandalan dan Kualitas Operasi Sistem Jawa Bali Yogyakarta, 11.08.05 Seminar SUTET 1 Bagian 1: Keadaan dan Perkembangan Sistem Jawa-Bali Yogyakarta, 11.08.05 Seminar SUTET 2 Kapasitas

Lebih terperinci

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH PROGRAM DAN KEGIATAN Penyelenggaraan urusan Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka mewujudkan desa mandiri/berdikari melalui kedaulatan energi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya diuraikan pada penjelesan berikut. Indonesia merupakan negara yang memiliki nilai konsumsi energi yang

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya diuraikan pada penjelesan berikut. Indonesia merupakan negara yang memiliki nilai konsumsi energi yang BAB I PENDAHULUAN Bab I pada penelitian ini berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian dan manfaat penelitian. Pada bab ini akan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi Dasar 4.1.1 Demografi Provinsi Banten Provinsi Banten secara umum merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 200 meter di atas permukaan laut, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua kekayaan bumi Indonesia yang dikelola sebagai pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Semua kekayaan bumi Indonesia yang dikelola sebagai pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua kekayaan bumi Indonesia yang dikelola sebagai pengembangan ekonomi, yang diantaranya dari sisi kehutanan, pertanian, pertambangan dan energi yang ada seharusnya

Lebih terperinci

OPTIMASI UNIT PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA DI SISTEM JAWA BALI

OPTIMASI UNIT PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA DI SISTEM JAWA BALI OPTIMASI UNIT PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA DI SISTEM JAWA BALI RETNO HANDAYANI 9107201614 SLAYA CLGON BLRJA KMBNG TMBUN CWANG MRTW R DEPOK BKASI

Lebih terperinci

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia TEKNOLOI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia Abraham Lomi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA UMUM 4.1.1 Keadaan Demografi Provinsi Jawa Timur (Statistik Daerah Provinsi Jawa Timur 2015) Berdasarkan hasil estimasi penduduk, penduduk Provinsi Jawa

Lebih terperinci

Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat

Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat 37 Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat M. Iqbal Arsyad Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura iqbalarsyad@yahoo.co.id Abstract Electrical sector plays important

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN DI DINAS PUPESDM PROP DIY

DISAMPAIKAN DI DINAS PUPESDM PROP DIY Gambaran Umum Kelistrikan Produksi Listrik Persentase (%) Grafik Persentase Tingkat Pertumbuhan Produksi Listrik (KWh) 020 018 016 014 012 010 008 006 004 002 000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Banten Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Jl. Raya Palima Pakupatan, Curug Serang; Telp / Fax : 0254

Lebih terperinci

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH Abstrak Dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, PLN telah melakukan banyak upaya untuk mencapai target yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

REGULASI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

REGULASI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah REGULASI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Penerima Penghargaan Energi Prabawa Tahun 2011 S A R I Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar fosil sebagai bahan bakar pembangkitannya. meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus-menerus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar fosil sebagai bahan bakar pembangkitannya. meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus-menerus meningkat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan energi yang tersimpan dalam arus listrik, dimana energi listrik ini sangat dibutuhkan untuk menghidupkan peralatan elektronik yang menggunakan

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

LEAP MANUAL PENYUSUNAN DATA BACKGROUND STUDY RPJMN TAHUN LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING SYSTEM

LEAP MANUAL PENYUSUNAN DATA BACKGROUND STUDY RPJMN TAHUN LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING SYSTEM LEAP LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING SYSTEM MANUAL PENYUSUNAN DATA BACKGROUND STUDY RPJMN TAHUN 2015-2019 Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menjadi cakupan Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi Kalimantan Tengah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menjadi cakupan Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi Kalimantan Tengah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Umum Provinsi Administratif Kalimantan Tengah terbentuk pada tahun 1950, sejak saat itu munculah berbagi aspirasi kalangan masyarakat di Kalimantan Tengah untuk mendirikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini secara nasional ketergantungan terhadap energi fosil (minyak bumi, gas bumi dan batubara) sebagai sumber energi utama masih cukup besar dari tahun ke tahun,

Lebih terperinci

Studi Awal Kebutuhan Energi Listrik dan Potensi Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Studi Awal Kebutuhan Energi Listrik dan Potensi Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Studi Awal Kebutuhan Energi Listrik dan Potensi Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Ahmad Agus Setiawan, Suhono, M. Kholid Ridwan Haryono Budi Santosa,

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

Roadmap Energy di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Roadmap Energy di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang E-mail : yusnan.badruzzaman@gmail.com Abstrak Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tidak memiliki potensi

Lebih terperinci

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL Konferensi Informasi Pengawasan Oleh : Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 12

Lebih terperinci

*) Bibit Supardi, S.Pd., MT adalah guru SMAN 3 Klaten dan Alumni S2 Mikrohidro Magister Sistem Teknik UGM.

*) Bibit Supardi, S.Pd., MT adalah guru SMAN 3 Klaten dan Alumni S2 Mikrohidro Magister Sistem Teknik UGM. PLTMH SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN SUMBER ENERGI LISTRIK DI KABUPATEN KLATEN OLEH : BIBIT SUPARDI, S.Pd., MT*) Pendahuluan Kebutuhan energi di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya terus meningkat

Lebih terperinci

F A C T S H E E T S B Kebijakan Realokasi Anggaran

F A C T S H E E T S B Kebijakan Realokasi Anggaran F A C T S H E E T S B Kebijakan Realokasi Anggaran Grafik B1: Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2012 Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2012 Grafik B2: Komposisi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) I. Umum 1. Program : Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi 2. Kegiatan : Kajian Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) di Jawa Tengah 3. Pekerjaan : Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi listrik tersebut terus dikembangkan. Kepala Satuan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi listrik tersebut terus dikembangkan. Kepala Satuan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Energi merupakan kebutuhan penting bagi manusia, khususnya energi listrik, energi listrik terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah populasi manusia

Lebih terperinci

MANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI

MANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI MANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI 1. Kondisi Kelistrikan Saat Ini Sistem Jawa-Bali merupakan sistem interkoneksi dengan jaringan tegangan ekstra tinggi 500 kv yang membentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 8,4% per

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 8,4% per I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 8,4% per tahun. Hal ini untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang ratarata 6% per tahun. Setiap tahun

Lebih terperinci

Tahap II Proyeksi Peningkatan Rasio Elektrifikasi 80%

Tahap II Proyeksi Peningkatan Rasio Elektrifikasi 80% Tahap II Proyeksi Peningkatan Rasio Elektrifikasi 80% Jika dilihat kembali proyeksi konsumsi energi pelanggan rumah tangga, pada tahun 2014 dengan : Jumlah pelanggan = 255.552 pelanggan Konsumsi energi

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final 57 BAB 4 PEMBAHASAN Dalam bab analisa ini akan dibahas mengenai hasil-hasil pengolahan data yang telah didapatkan. Untuk menganalisis pemanfaatan energi di tahun 2025 akan dibahas dua skenario yang pertama

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI BARU TERBARUKAN DI DIY

IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI BARU TERBARUKAN DI DIY Dinas PUP-ESDM DIY IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI BARU TERBARUKAN DI DIY Disampaikan dalam : Edukasi dan Sosialisasi Pemanfaatan Aneka EBT Yogyakarta, 30 Nopember 2012 DIY berada dalam sistem

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Energi listrik dalam era sekarang ini sudah merupakan kebutuhan primer, dengan perkembangan teknologi, cara hidup, nilai kebutuhan dan pendapatan perkapita serta

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data dari BPPT (2013) dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia terus mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI BENGKULU DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI BENGKULU

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI BENGKULU DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI BENGKULU RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI BENGKULU DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI BENGKULU Medan, 8 September 2016 BAB I LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT MW. Arief Sugiyanto

RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT MW. Arief Sugiyanto RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) 2015-2024 DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT 35.000 MW Arief Sugiyanto Divisi Perencanaan Sistem, PT PLN (Persero) arief.sugiyanto@pln.co.id S A R I Pembangunan

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi akan energi listrik dari tahun ke tahun di indonesia selalu mengalami peningkatan seiring pertambahan penduduk dan pertambahan ekonomi. Oleh karena itu, untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hardware Prosesor intel dual core 1,5 GHz, Memory Ram 1 GB DDR3, Hard

III. METODE PENELITIAN. hardware Prosesor intel dual core 1,5 GHz, Memory Ram 1 GB DDR3, Hard III. METODE PENELITIAN A. Alat Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebuah laptop dengan spesifikasi hardware Prosesor intel dual core 1,5 GHz, Memory Ram 1 GB DDR3, Hard Disk 500

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Umum Jawa Timur adalah salah satu Provinsi di Pulau Jawa bagian paling timur, dengan Surabaya sebagai ibukotanya. Memiliki luas 47.995 km 2 membuat Jawa

Lebih terperinci

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA STUDI PEMANFAATAN BIOMASSA LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP DI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS KAB TANAH LAUT) OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA 2206 100 036 Dosen Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1]

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1] BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketersediaan sumber daya energi tak terbarukan semakin lama semakin menipis. Pada Outlook Energi Indonesia 2014 yang dikeluarkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN 3.1 Data Lokasi Gambar 30 Peta Lokasi Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 62 1) Lokasi tapak berada di Kawasan Candi Prambanan tepatnya di Jalan Taman

Lebih terperinci

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN RENCANA DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KEBERLANJUTANNYA DI NTT Oleh : Ir. Wayan Darmawa,MT Kepala Bappeda NTT 1 KONDISI UMUM PEMBANGUNAN NTT GAMBARAN UMUM Letak Geografis

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Temu Konsultasi Triwulanan I - 2017 Bappenas dengan Bappeda Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari pulau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau (Wikipedia, 2010). Sebagai Negara kepulauan, Indonesia mengalami banyak hambatan dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan energi yang hampir tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan manusia pada saat ini adalah kebutuhan energi listrik. Banyak masyarakat aktifitasnya

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dikuasai hanya oleh negara-negara industri besar dunia (Zhao, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. besar dikuasai hanya oleh negara-negara industri besar dunia (Zhao, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis energi dunia saat ini sudah terjadi, dan konsumsi energi sebagian besar dikuasai hanya oleh negara-negara industri besar dunia (Zhao, 2008). Menurut proyeksi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di

Lebih terperinci

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI 3.1 Deskripsi Umum Lokasi Lokasi perancangan mengacu pada PP.26 Tahun 2008, berada di kawasan strategis nasional. Berda satu kawsan dengan kawasan wisata candi. Tepatnya

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS PUHUBKOMINFO Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2015 Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data PEKERJAAN UMUM A. Panjang Jalan

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI.

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI. STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI. OLEH : Dhika Fitradiansyah Riliandi 2205 100 003 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017 Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 Pengembangan Energi Nasional Prioritas pengembangan Energi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS PUHUBKOMINFO Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2016 PEKERJAAN UMUM Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 A. Panjang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

Satria Duta Ninggar

Satria Duta Ninggar Satria Duta Ninggar 2204 100 016 Pembimbing : Ir. Syariffuddin Mahmudsyah, M.Eng NIP. 130 520 749 Ir. Teguh Yuwono NIP. 130 604 244 Pertumbuhan pelanggan di Jawa Tengah yang pesat mengakibatkan kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA Indyah Nurdyastuti ABSTRACT Energy demand for various economic sectors in Indonesia is fulfilled by various energy sources, either

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI DESAIN SISTEM PARALEL ENERGI LISTRIK ANTARA SEL SURYA DAN PLN UNTUK KEBUTUHAN PENERANGAN RUMAH TANGGA

NASKAH PUBLIKASI DESAIN SISTEM PARALEL ENERGI LISTRIK ANTARA SEL SURYA DAN PLN UNTUK KEBUTUHAN PENERANGAN RUMAH TANGGA NASKAH PUBLIKASI DESAIN SISTEM PARALEL ENERGI LISTRIK ANTARA SEL SURYA DAN PLN UNTUK KEBUTUHAN PENERANGAN RUMAH TANGGA Diajukan oleh: FERI SETIA PUTRA D 400 100 058 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan

Lebih terperinci

LUMBUNG ENERGI DAN LISTRIK. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Penerima Penghargaan Energi Prabawa Tahun 2011 S A R I

LUMBUNG ENERGI DAN LISTRIK. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Penerima Penghargaan Energi Prabawa Tahun 2011 S A R I LUMBUNG ENERGI DAN LISTRIK Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Penerima Penghargaan Energi Prabawa Tahun 2011 S A R I Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan adalah salah satu Penerima Penghargaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU KEBIJAKAN & RPP DI BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN Oleh: Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Direktorat Jenderal Listrik ik dan Pemanfaatan Energi - DESDM Disampaikan pada: Workshop Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia, yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjamah oleh fasilitas pelayanan energi listrik, dikarenakan terbatasnya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. terjamah oleh fasilitas pelayanan energi listrik, dikarenakan terbatasnya pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini banyak masyarakat di pedesaan terpencil yang belum terjamah oleh fasilitas pelayanan energi listrik, dikarenakan terbatasnya pelayanan pemerintah untuk

Lebih terperinci

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ANALISIS KEBUTUHAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN PENYUSUNAN TARIF LISTRIK REGIONAL DI DAERAH PROVINSI BALI GUNA MEMENUHI PASOKAN ENERGI LISTRIK 10 TAHUN MENDATANG I Putu Surya Atmaja 2205 100 107 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci