Penggunaan rumpon dalam penangkapan ikan karang masih sangat jarang dan hanya masih pada taraf uji coba penangkapan melalui penelitian.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penggunaan rumpon dalam penangkapan ikan karang masih sangat jarang dan hanya masih pada taraf uji coba penangkapan melalui penelitian."

Transkripsi

1 6 PEMBAHASAN UMUM Terumbu karang termasuk salah satu ekosistem di daerah tropis yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi, salah satunya adalah ikan karang. Ikan karang berinteraksi dengan ekosistem terumbu karang dan menghabiskan masa hidupnya hanya pada ekosistem tersebut. Sifat dan tingkah laku ikan karang berbeda-beda tergantung dari jenis ikannya. Agar ikan karang mudah tertangkap pada alat tangkap yang dikehendaki, maka pengetahuan tentang tingkah laku ikan karang perlu dipahami. Tingkah laku adalah suatu orientasi reaksi sebagai keseimbangan bilateral yang terpenting dari suatu reaksi (Fraenkel and Gunn, 1961 diacu oleh Zhou dan Shirley, 1997). Tingkah laku ikan merupakan salah satu informasi yang sangat mendasar dibutuhkan dalam perencanaan kegiatan penangkapan ikan. Pemahaman tentang tingkah laku ikan terutama ikan yang menjadi target penangkapan dapat membantu dan mempermudah untuk memilih alat tangkap yang tepat, sehingga proses penangkapan ikan dapat memberikan hasil yang optimal. Selama ini terlihat banyak kekurangan dalam usaha penangkapan ikan karang karena keterbatasan pengetahuan nelayan dalam pemahaman teknologi penangkapan ikan. Beberapa alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan karang seperti pancing ulur, bubu, pancing rawai, gill net, sero dan pukat. Dari sekian banyak alat tangkap di atas, pemilihan bubu sebagai alat penangkapan ikan dasar dan ikan karang sangat tepat, terutama jika dilihat dari segi mutu hasil tangkapan. Selain itu, ada juga para nelayan yang ingin mendapat hasil tangkapan secara cepat dan dalam jumlah banyak biasanya menangkap dengan menggunakan bahan peledak (blast fishing) dan racun. Untuk memikat ikan datang pada alat tangkap bubu, selama ini nelayan menggunakan umpan. Namun penangkapan ikan karang dengan bubu juga dapat dilakukan tanpa umpan atau dengan menggunakan pikatan lain. Salah satu pikatan yang digunakan untuk membantu proses penangkapan ikan karang dengan alat tangkap bubu menggunakan rumpon.

2 181 Penggunaan rumpon dalam penangkapan ikan karang masih sangat jarang dan hanya masih pada taraf uji coba penangkapan melalui penelitian. Walaupun hasil penelitian tentang penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang masih sangat minim, namun dari beberapa hasil penelitian yang sudah dilakukan ternyata teknologi rumpon ini sangat membantu dalam penangkapan ikan karang. Bahkan keuntungan yang diperoleh lebih besar dari bubu yang dioperasikan tanpa rumpon. Berhasil tidaknya trip usaha penangkapan ikan di laut pada dasarnya bagaimana mendapatkan daerah penangkapan (fishing ground), gerombolan ikan dan keadaan potensinya, untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan. Beberapa cara untuk mendapatkan (mengumpulkan) kawanan ikan sebelum penangkapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu penangkapan (fish aggregating devices atau lure) atau disebut rumpon. Kedudukan rumpon dalam usaha penangkapan ikan di Indonesia sangat penting ditinjau dari segala segi baik biologis maupun ekonomi (Subani dan Barus, 1988). Pengetahuan tentang reaksi ikan terhadap berbagai rangsangan lingkungan sangat penting untuk mendeteksi konsentrasi ikan dan merupakan faktor penentu untuk memperbaiki alat tangkap dan metode penangkapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan tingkah laku ikan antara lain : suhu, arus, cahaya, spawning dan survival larva, migrasi diurnal dan vertikal serta perubahan diurnal lainnya. Faktor lain yang berpengaruh juga terhadap tingkah laku ikan seperti salinitas, upwelling, musim, gelombang, makanan dan faktor meteorologi (Hela dan Laevastu, 1970). Selanjutnya menurut Mckeown (1985), ikan melakukan migrasi dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, polarisasi cahaya, kualitas cahaya, predator, makanan dan parameter lain termasuk kedalaman perairan dan karakteristik ruang yang bervariasi bagi ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan merupakan salah satu faktor dalam mendisain alat tangkap yang memberikan rangsangan (stimulus) untuk menarik ikan-ikan. Rangsangan untuk menarik ikan seperti rangsangan optik, kimia, bunyi (akustik) atau taktik alami. Ide untuk menarik ikan dapat dilakukan dengan menyediakan tempat persembunyian (heding place). Salah satu cara yang

3 182 digunakan dengan menyediakan tempat sehingga ikan terkonsentrasi, dan dapat digunakan pada beberapa alat tangkap seperti perangkap (traps) (Brandt, 1964). Operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu erat hubungannya dengan tingkah laku ikan sebagai faktor penentu keberhasilan operasi penangkapan ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dapat memperbaiki serta merubah alat maupun metode penangkapan yang memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi penangkapan dalam pengembangan teknologi penangkapan ikan. Penyediaan tempat-tempat untuk bersembunyi maupun berlindung bagi ikan sebagai salah satu pikatan digunakan alat berbentuk perangkap. Bubu merupakan alat tangkap termasuk ke dalam perangkap atau penghadang. Alat ini berupa jebakan. Penangkapan dengan alat tangkap bubu memberikan kemungkinan untuk ikan mudah masuk dan tidak bisa meloloskan diri dan akhirnya terperangkap. Bubu pada umumnya digunakan untuk menangkap crustacea, juga digunakan untuk menangkap ikan predator dan moluska. Disain bubu umumnya sama, bubu dibuat dari bingkai yang ditutupi dengan mata jaring, memiliki satu atau dua pintu masuk. Pintu masuk didisain mencegah hewan-hewan meloloskan diri (Jennings et al. 2001). Menurut Sainsbury (1996), bubu dapat di konstruksi dari kayu, kawat baja tahan karat, kawat mata jaring, plastik, atau kawat plastik, dan ukuran dan disainnya tergantung pada yang menggunakan baik di daerah dekat pantai maupun laut lepas. Bubu dapat ditempatkan di dasar perairan tergantung dari spesies atau pada berbagai kedalaman perairan. Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar (ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot). Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara yaitu dipasang secara terpisah dimana satu bubu dipasang dengan satu pelampung (single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu tali utama (long line traps). Metode pengoperasian untuk semua jenis bubu pada umumnya hampir sama, yaitu di pasang di daerah penangkapan yang sudah diperkirakan banyak hidup ikan (ikan dasar, kepiting, udang, keong, dan lain-lain) yang akan dijadikan

4 183 target penangkapan. Waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada yang dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari dan sore hari, sebelum matahari terbenam atau malam hari tergantung dari nelayan yang mengoperasikannya. Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya di rendam beberapa jam, ada yang dalam semalam, ada juga sampai tiga hari, bahkan ada yang sampai 7 hari (Martasuganda, 2003). Bubu merupakan alat tangkap pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian ikan, selain umpan sebagai alat pemikat ikan, tetapi dapat pula dikombinasikan dengan rumpon. Fish Aggregating Devices (FADs) banyak digunakan dalam operasi penangkapan ikan terutama dalam penangkapan ikan pelagis yang dikumpulkan dengan menggunakan objek yang mengapung, itu juga sama pada ikan karang yang dikumpulkan dengan habitat dasar buatan (Uda, 1933; Kimura, 1954; Kojima, 1956; Inoue et al. 1963, 1968; Gooding, 1965; Gooding dan Magnuson, 1967; Greeblatt, 1979, diacu oleh Ibrahim et al. 1996). Menurut Kuperan et al. (1997), Artificial Reefs (ARs) yang digunakan sebagai alat pengumpul untuk menarik ikan dan menyediakan tempat berlindung bagi ikan disebut Fish Aggregating Devices (FADs). Rumpon disebut sebagai alat bantu penangkapan karena alat ini hanya bersifat membantu untuk mengumpulkan ikan pada suatu tempat (titik), kemudian dilakukan operasi penangkapan (Subani, 1986 diacu oleh Prakoso, 2005). Penggunaan rumpon bersama bubu memberikan manfaat yang sangat besar terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk ke bubu. Mikroorganisme yang menempel pada atraktor rumpon penting sebagai makanan ikan karang dikenal dengan sebutan perifiton. Biomassa perifiton yang

5 184 terbentuk merupakan sumber makanan alami biota air yang lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan (Klumpp et al diacu oleh Zulkifli, 2000). Perifiton sebagai bagian dari plankton merupakan salah satu organisme perairan yang sangat penting dan mempunyai peranan utama dalam siklus kehidupan di laut. Dalam kedudukannya sebagai rantai awal siklus kehidupan dalam air, plankton berfungsi sebagai produsen primer serta mampu menyediakan energi bagi organisme lain yang hidup di lingkungannya termasuk ikan (Sachlan, 1982 diacu oleh Suprato, et al. 1991). Dengan mengetahui kondisi plankton baik secara kuantitas maupun kualitas akan sangat membantu dalam penentuan populasi ikan atau biota lain yang dapat dipakai sebagai petunjuk daerah penangkapan. Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat ditentukan oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat dengan benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setiap saat pada substrat hidup akan terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat dari respirasi dan asimilasi, sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Pada substrat benda mati akan lebih menetap (permanen) meskipun pembentukan komunitas lamban maupun lebih mantap tidak mengalami perubahan, rusak atau mati (Ruttner,1974, diacu oleh Zulkifli, 2000). Tipe substrat sangat menentukan proses kolonisasi dan komposisi perifiton. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian oleh arus atau gelombang yang dapat memusnahnya. Untuk menempel pada substrat, perifiton mempunyai alat penempel yaitu (1) rhizoid, seperti pada Oedogonium dan Ulothrix; (2) tangkai gelatin panjang atau pendek, seperti Cymbella, Gomphonema dan Achnanthes; (3) bantalan gelatin berbetuk setengah bulatan (sphaerical) yang diperkuat dengan kapur atau tidak, seperti Rivularia, Chaethopora dan Ophyrydium (Osborn, 1993 diacu oleh Zulkifli, 2000). Jenis perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang secara keseluruhan berjumlah 85 spesies, 70 genus, 36 famili dan 15 kelas. Dari

6 185 data tersebut terlihat bahwa kelas Bacillariophyceae yang mendominasi komposisi perifiton dengan jumlah spesies/jenis, genus maupun famili lebih banyak dibandingkan dengan kelas perifiton lainnya. Melimpahnya kelas Bacillariophyceae karena mempunyai alat berupa tangkai gelatin untuk melekatkan diri pada substrat tertentu ada yang bercabang atau panjang. Dengan alat ini, kelas Bacillariophyceae mempunyai kemampuan untuk menahan arus yang relatif deras (Erliana 1988 diacu oleh Arnofa, 1997). Kemampuan organisme yang menempel pada FADs spesiesnya bervariasi tergantung dari ketahanan FADs dan kondisi tekstur substrat. Hasil penelitian Ibrahim, et al menunjukkan bahwa kepadatan organisme yang menempel pada FADs tergantung dari substrat di perairan. Ketahanan FADs dari daun kelapa relatif lebih pendek. Kepadatan organisme bertambah dalam periode tertentu tergantung dari kualitas substrat dan tidak dapat meningkatkan kepadatan organisme. Menurut Seaman dan Spraque (1991), FADs termasuk habitat buatan dapat menyediakan sumber makanan, sebagai tempat berlindung dan tempat asuhan dan tempat berpijah. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap habitat buatan seperti tipe substrat di sekitarnya, jumlah, isolasi habitat-habitat yang mirip, kedalaman, lintang, musim dan temperatur, kualitas air (salinitas, kecerahan dan bahan pencemar) arus dan produktivitas perairan. Fish Aggregating Devices (FADs) di Malaysia disebut Unjam, dibuat dari daun kelapa, tali pemberat dihubungkan dengan pelampung bambu dan jangkarnya terbuat dari pasir yang diisi dalam karung. Unjam ditempatkan di perairan pada kedalaman antara 5 60 km dari garis pantai yang dibagi antara 5 20 kelompok, tergantung kekayaan daerah penangkapan (Ibrahim et al diacu oleh Ibrahim et al. 1996). Berkumpulnya ikan pada FADs dan bubu sangat tergantung dari daya penglihatannya. Menurut Moyle (1993) diacu oleh Mubarok (2003), berkumpulnya ikan sangat tergantung pada daya penglihatan, di mana setiap anggota kawanan mengikuti ciri-ciri kunci dari ikan di sekitarnya. Ketergantungan

7 186 terhadap penglihatan inilah yang menyebabkan kawanan ikan biasanya akan bubar. Struktur kawanan ikan dapat dibagi menjadi empat kelompok (1) bergerak (semua anggota kawanan bergerak ke suatu arah); (2) bergerombol (ikan melakukan sedikit pergerakan dan menghadap ke berbagai arah); (3) bertahan (kawanan sebagai satu unit melakukan pergerakan untuk menghindari pemangsa); dan (4) makan (dalam suatu kawanan, ikan merubah posisi dan arah secara cepat untuk mengejar mangsa). Bentuk, ukuran, kepadatan dan struktur kawanan ikan dalam suatu waktu sangat bervariasi walaupun kawanan tersebut terbentuk dari jenis ikan yang sama. Hal ini terjadi karena karakter kawanan ikan labil adaptasinya terhadap perubahan kondisi perairan (Radakov, 1972, diacu oleh Mubarok, 2003). Tingkah laku berkumpulnya ikan berkembang sebagai adaptasi dan sebagaimana bentuk tingkah laku lainnya dari suatu jenis ikan. Selain itu, tingkah laku berkumpulnya ikan juga menjamin keselarasan antara suatu jenis ikan dengan lingkungannya. Karakteristik tingkah laku berkumpulnya ikan merupakan salah satu faktor biologis yang penting untuk menentukan kebijakan dalam dunia perikanan tangkap (Radakov, 1972, diacu oleh Mubarok, 2003). Tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu beranekaragam terutama menyangkut jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu, pola renang, pola gerak, interaksi ikan karang terhadap zone of influence alat tangkap bubu, serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu. Jarak setiap jenis ikan karang terhadap rumpon dan bubu berbeda-beda umumnya berada antara 0 2 m. Lama waktu ikan karang hadir di rumpon dan bubu umumnya > 30 menit. Pola renang umumnya beragam dan dominan bersifat soliter, sedangkan pola gerak yang ditampilkan beranekaragam tergantung pada jenis ikan. Begitu juga cara ikan masuk dan meloloskan diri berbeda tergantung pada jenis ikan. Ikan karang berinteraksi terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu berbeda-beda sangat dipengaruhi oleh jarak, lapisan renang (swimming layer), batas pandang (visbility) ikan terhadap benda-benda yang

8 187 berada di perairan, kecepatan renang, pola renang dan pola gerak ikan di sekitar alat tangkap. Setiap alat tangkap mempunyai zona pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkah laku ikan. Menurut Nikonorov (1975), dalam menguji zona pengaruh dari suatu alat tangkap diasumsikan bahwa zona pengaruh alami terhadap tingkah laku ikan yang di determinasi tergantung dari disain suatu alat tangkap. Zona pengaruh mempunyai efek yang berbeda terhadap tingkah laku ikan tergantung dari disain suatu alat tangkap. Penggunaan bubu bersama rumpon sangat berperan dalam proses penangkapan ikan karang. Hal tersebut bisa dilihat dari kemampuan rumpon untuk mengumpulkan ikan-ikan untuk mempermudah proses penangkapan bubu. Dari hasil penelitian terlihat bahwa tingkah laku ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu ternyata berbeda-beda menurut jenis ikan. Jarak ikan terhadap bubu dan rumpon, pola renang dan pola gerak berbeda-beda menurut jenis ikan. Informasi ini penting dibutuhkan untuk menentukan posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan dalam penangkapan ikan karang. Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu serta pola geraknya menentukan pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu dan peranan rumpon dalam memperbesar zona pengaruh (field of influence) alat tangkap bubu. Penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang merupakan suatu inovasi yang baru dicobakan di lokasi penelitian. Menurut Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku, produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, atau dapat mendorong terjadinya perubahanperubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan. Pengertian inovasi sendiri merupakan perpaduan antara alat dan cara, teknik atau metode yang diterapkan dalam bidang tertentu. Perpaduan antara alat dan cara, teknik atau metode disebut teknologi. Teknologi terdiri dari dua dimensi yaitu ilmu pengetahuan (science) dan rekayasa (engineering), dimana keduanya

9 188 saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Teknologi dapat berupa teknik, metode atau cara serta peralatan yang dipergunakan untuk menyelenggarakan pelaksanaan suatu rancangan transformasi input menjadi output, dengan sasaran tertentu yang didasarkan atas science dan engineering tercapai (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis, 2006). Ditinjau dari dimensi teknologi tersebut makan defenisi teknologi penangkapan ikan adalah seluruh teknik, metode, cara serta peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan khusus ikan karang Teknologi penangkapan ikan karang dibagi dalam dua kategori berdasarkan dampak negatif yang diakibatkan oleh pengoperasian alat tangkap yaitu legal fishing dan destructive fishing (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis, 2006). Akibat dari pengembangan metode penangkapan ikan karang yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, mengakibat terjadinya degradasi terhadap sumberdaya terumbu karang. Pengaturan posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan merupakan suatu penyempurnaan terhadap teknologi penangkapan ikan karang. Pengaturan posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan diharapkan ikan-ikan yang tertangkap akan terseleksi sehingga peluang ikan yang tertangkap akan berkurang serta mengurangi laju degradasi sumberdaya ikan di terumbu karang. Penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang dapat digunakan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang. Upaya ini perlu dilakukan dalam mewujudkan tujuan pengelolaan perikanan yang diamanatkan dalam UU No. 31 Tahun Pengertian pengelolaan perikanan menurut UU No. 31 Tahun 2004 adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati dan tujuan yang disepakati.

10 189 Menurut Soekarno (2000), mengelola perikanan terumbu karang adalah suatu usaha memanfaatkan komoditi perikanan di terumbu karang secara optimal dan berkelanjutan. Ada empat aspek yang perlu diperhatikan sebagai indikator pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya pengelolaan perikanan karang yang berkaitan dengan penggunaan bubu dan rumpon dalam penangkapan ikan karang antara lain : (1) Ekologi Pemasangan rumpon bersama bubu dalam penangkapan ikan karang merupakan salah satu cara untuk mengurangi laju kerusakan terumbu karang, dimana para nelayan tidak saja menangkap ikan pada terumbu karang yang masih baik, tetapi dapat juga pada terumbu karang yang sudah mengalami degradasi. Penempatan rumpon di perairan karang di maksud untuk melindungi ekosistem karang yang masih baik sehingga laju penangkapan ikan karang di terumbu karang yang masih baik dapat ditekan agar ikan karang terus berkembangbiak dan menjadikannya sebagai bank ikan. Upaya ini perlu dilakukan untuk melindungi sumberdaya terumbu karang sebagai salah satu tujuan konservasi. Pemasangan rumpon dan bubu pada lokasi terumbu karang yang sudah rusak diibaratkan mirip terumbu karang alami, dimana rumpon akan berfungsi sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan bagi ikan-ikan terutama ikan target. Diharapkan proses rekruitmen terhadap populasi ikan karang akan terus meningkat sehingga ikan-ikan akan beruaya ke lokasi pemasangan rumpon dan mendekati alat tangkap bubu, akhirnya masuk dan tertangkap. (2) Biologi Penangkapan ikan karang dengan alat tangkap bubu bersama rumpon tidak memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan karang dan lingkungannya asalkan dilakukan dengan metode penangkapan yang tepat. Ikan-ikan yang tertangkap akan terseleksi berdasarkan kedalaman penempatan bubu dan rumpon. Pengaturan ini akan membuat perimbangan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di terumbu karang dan sekaligus menekan kerusakan karang. Selama ini salah

11 190 satu faktor penyebab kerusakan karang terbesar berasal dari tekanan penangkapan. Dengan demikian ikan-ikan yang menjadi target penangkapan akan mudah dikontrol serta akan ada kesempatan bagi ikan karang untuk meningkatkan populasinya melalui proses akumulasi. Bila terumbu karang terjaga ikan akan melimpah sehingga produksi ikan karang terus meningkat. (3) Ekonomi Penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon tidak membutuhkan biaya yang besar. Material pembuatan alat tangkap dan alat bantu penangkapan ini dapat diperoleh dengan mudah di lokasi usaha. Selain itu, pengontrolan dapat dilakukan dengan mudah tanpa harus membuang bahan bakar dan tenaga untuk mencari daerah penangkapan ikan kemana-mana. Usaha penangkapan dapat dilakukan baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok karena pengoperasian penangkapan tidak sulit. Bila usaha penangkapan ikan karang berkembang dengan baik, maka sumber pendapatan nelayan akan terus meningkat. (4) Sosial budaya Penggunaan bubu dalam penangkapan ikan karang bukanlah hal baru bagi para nelayan. Namun usaha penangkapan bubu bersama rumpon merupakan teknologi penangkapan yang masih jarang dilakukan, sehingga hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan perlu disosialisasikan bagi para nelayan agar teknologi ini dapat dipahami dan dipraktekan. Bila usaha penangkapan bubu bersama rumpon berkembang dengan baik, niscaya nelayan tidak akan kehilangan lapangan pekerjaannya. Menurut Cochrane (2002) diacu oleh Mangga Barani (2005) tujuan (goal) umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 (empat) aspek terdiri atas: (1) Ekologi Meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang terkait.

12 191 (2) Biologi Menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau di atas tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas. (3) Ekonomi Memaksimalkan pendapatan nelayan. (4) Sosial Memaksimalkan peluang kerja/ mata pencaharian nelayan atau masyarakat yang terlibat. Implikasi dari penelitian ini jika dikaitkan dengan program pengelolaan terumbu karang yang saat ini sedang dikerjakan oleh proyek COREMAP-II Departemen Kelautan dan Perikanan, diharapkan teknologi penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon dapat meminimalisir kerusakan terumbu karang dalam membantu upaya perlindungan terumbu karang. Bila sumberdaya terumbu karang terjaga dan terpelihara, maka ikan-ikan akan berkembang dan melimpah sehingga para nelayan tetap bisa melanjutkan usaha dan tidak kehilangan mata pencahariannya.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km 2. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya

Lebih terperinci

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Kabupaten Cilacap sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah serta memiliki wilayah geografis berupa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Penangkapan 2.2 Alat Tangkap Perangkap ( Traps

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Penangkapan 2.2 Alat Tangkap Perangkap ( Traps 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Penangkapan Teknologi penangkapan ikan yang akan dikembangkan setidaknya harus memenuhi empat aspek pengkajian bio-techniko-socio-economic-approach yaitu: (1) Bila ditinjau

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia (Noviyanti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

memanfaatkan tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Hal ini terlihat dari bentuk bubu itu sendiri yang menyerupai batang kayu berlubang

memanfaatkan tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Hal ini terlihat dari bentuk bubu itu sendiri yang menyerupai batang kayu berlubang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam tersedia dalam jumlah yang melimpah belum dapat menjamin bahwa suatu bangsa itu akan sejahtera apabila sumberdaya tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu (Traps) Bubu merupakan alat penangkapan ikan yang pasif (pasif gear). Alat tangkap ini memanfaatkan tingkah laku ikan yang mencari tempat persembunyian maupun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Baik di dunia maupun di Indonesia, perikanan tangkap mendominasi hasil produksi perikanan walaupun telah terjadi over fishing diberbagai tempat. Kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penangkapan Ikan Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan dan organisme lainnya di perairan, keberhasilan usaha penangkapan

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Komparasi Kabupaten Klungkung, kecamatan Nusa Penida terdapat 16 desa yang mempunyai potensi baik sekali untuk dikembangkan, terutama nusa Lembongan dan Jungutbatu. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan wilayah yang memiliki ciri khas kehidupan pesisir dengan segenap potensi baharinya seperti terumbu karang tropis yang terdapat di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem tropis (tropical ecosystem complexities) yang telah menjadi salah satu ciri dari ekosistem

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Perikanan Indonesia terletak di titik puncak ragam jenis ikan laut dari perairan tropis Indo-Pasifik yang merupakan sistem ekologi bumi terbesar yang terbentang dari pantai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi 5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi Fyke net yang didisain selama penelitian terdiri atas rangka yang terbuat dari besi, bahan jaring Polyetilene. Bobot yang berat di air dan material yang sangat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

UKTOLSEYA (1978) menyatakan bahwa usaha-usaha perikanan di daerah pantai tidak terlepas dari proses-proses dinamika kondisi lingkungan laut yang

UKTOLSEYA (1978) menyatakan bahwa usaha-usaha perikanan di daerah pantai tidak terlepas dari proses-proses dinamika kondisi lingkungan laut yang UKTOLSEYA (1978) menyatakan bahwa usaha-usaha perikanan di daerah pantai tidak terlepas dari proses-proses dinamika kondisi lingkungan laut yang sangat mempengaruhi, seperti arus pasang dan arus surut.

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Prinsip dari metode ini adalah mengumpulkan ikan dalam ruang lingkup suatu alat tangkap. Dalam menarik perhatian ikan, digunakan

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL)

METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL) METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL) KLASIFIKASI ALAT / METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL) Alat penangkap yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu; tali (line) dan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PINTA PURBOWATI 141211133014 MINAT TIHP FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Penangkapan ikan merupakan salah satu profesi yang telah lama

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN Novi Indriyawati, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal maupun berkelompok (Ben-Yami,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

Fishing target behavior against traps design

Fishing target behavior against traps design Fishing target behavior against traps design By. Ledhyane Ika Harlyan Dept. of Fisheries and Marine Resources Management Fisheries Faculty, Brawijaya University Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

Lift Net & Traps. Ledhyane Ika Harlyan. Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1

Lift Net & Traps. Ledhyane Ika Harlyan. Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1 Lift Net & Traps Ledhyane Ika Harlyan Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1 Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa yg mengikuti materi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapang dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juni 2009. Penelitian dilaksanakan di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu (Lampiran

Lebih terperinci

KLASIFIKASI ALAT / METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL)

KLASIFIKASI ALAT / METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL) KLASIFIKASI ALAT / METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL) PANCING Alat penangkap yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu; tali (line) dan mata pancing (hook). Sedangkan bahan, ukuran tali

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis ikan yang hidup di daerah terumbu karang dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia digolongkan menjadi dua, yaitu ikan hias (ornamental fish) dan ikan

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Perairan Kabupaten Barru terletak di pantai barat pulau Sulawesi dan merupakan bagian dari Selat Makassar. Perairan ini merupakan salah satu pintu masuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

Tingkah Laku Ikan Terhadap Alat Tangkap Statis. Oleh: Ririn Irnawati

Tingkah Laku Ikan Terhadap Alat Tangkap Statis. Oleh: Ririn Irnawati Tingkah Laku Ikan Terhadap Alat Tangkap Statis Oleh: Ririn Irnawati Sub Bahasan: a. TLI terhadap jaring insang b. TLI terhadap pancing c. TLI terhadap perangkap d. TLI terhadap set net Jaring Insang (Gillnet)

Lebih terperinci

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya H. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagan apung Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga memudahkan dalam proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan Pada mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

PENGARUH ATRAKTOR CUMI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN TANCAP DI PERAIRAN JEPARA

PENGARUH ATRAKTOR CUMI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN TANCAP DI PERAIRAN JEPARA Available online at Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST) Website: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek Jurnal Saintek Perikanan Vol.11 No.2: 134-139, Februari 2016 PENGARUH

Lebih terperinci

Fishing Methods: Gillnetting. By. Ledhyane Ika Harlyan

Fishing Methods: Gillnetting. By. Ledhyane Ika Harlyan Fishing Methods: Gillnetting By. Ledhyane Ika Harlyan Tujuan Instruksional Khusus (Semoga) Mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan macam-macam gillnet 2. Teknis tertangkapnya ikan dengan menggunakan gillnet 3.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

METODE PENANGKAPAN IKAN

METODE PENANGKAPAN IKAN METODE PENANGKAPAN IKAN ASEP HAMZAH FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN PERIKANAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA TEXT BOOKS Today s Outline Class objectives Hook and line (handline, longlines, trolline, pole

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pancing ulur selama penelitian terdiri dari 11 famili, 12 genus dengan total 14 jenis ikan yang tertangkap (Lampiran 6). Sebanyak 6

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci