BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konformitas Teman Sebaya a. Pengertian Teman Sebaya Teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki usia yang sama dengan kita, dan memiliki kelompok sosial yang sama pula, misalnya teman sekolah (Mu tadin 2002). Teman sebaya juga dapat diartikan sebagai kelompok orang yang mempunyai latar belakang, usia, pendidikan, dan status sosial yang sama, dan teman sebaya biasanya dapat mempengaruhi perilaku dan keyakinan masing-masing anggotanya. Kelompok teman sebaya biasanya saling bercerita tentang kesenangan dan latar belakang anggotanya. Selain tingkat usia yang sama, teman sebaya juga memiliki tingkat kedewasaan yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah sekelompok orang yang seumuran, berlatar belakang, berpendidikan, dan dalam status sosial yang relatif sama, di mana dalam kelompok tersebut biasanya terjadi pertukaran informasi yang mungkin saja dapat mempengaruhi perilaku dan keyakinan dari anggota lainnya. b. Pengertian Konformitas Asch (dalam Feldman, 1995) mendefinisikan konformitas sebagai perubahan dalam sikap dan perilaku yang dibawa seseorang sebagai hasrat untuk mengikuti kepercayaan atau standar yang ditetapkan orang lain. Konformitas juga diartikan sebagai bujukan untuk merasakan tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk tunduk pada kelompok (Deux, Dane & Wrigthsman, 1993). Sedangkan Feldman (1995) mengatakan: a change in behavior or attitudes brought about by a desire to follow belief or standards of others. Konformitas adalah perubahan perilaku atau sikap yang disesuaikan untuk mengikuti keyakinan atau standar kelompok. 7

2 8 Berdasarkan pengertian yang dipaparkan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa konformitas adalah perubahan sikap dan perilaku individu sesuai dengan standar ataupun harapan yang dibentuk kelompok agar individu dapat diterima dan dipertahankan di dalam kelompok tersebut dan sebagai bentuk interaksi yang terjadi di dalam kelompok. c. Pengertian Konformitas Teman Sebaya Baron & Byrne (2005) mendefinisikan konformitas sebagai suatu perubahan sikap dan tingkah dari seorang individu akibat adanya pengaruh sosial agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Santrock (2007) menambahkan bahwa konformitas terjadi saat individu mengadopsi sikap dan tingkah laku orang lain karena merasa adanya desakan, ini cenderung sangat kuat selama masa remaja. Pengertian lain dari konformitas juga dikemukakan oleh Myers (2012), merupakan suatu perubahan perilaku serta kepercayaan atau belief yang disebabkan oleh adanya tekanan kelompok yang dirasakan secara nyata atau hanya sebagai suatu imajinasi dari individu tersebut. Santrock (2003) mendifinisikan teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama yang memiliki peran penting dalam kehidupan remaja. Buhrmester, Gecas & Seff, Laursen (Papalia, Old, Feldman, 2008) menyebutkan bahwa kelompok teman sebaya adalah suatu sumber dari afeksi, simpati, pemahaman dan panduan moral. Beberapa definisi mengenai konformitas dan juga teman sebaya yang sudah disebutkan oleh para ahli sebelumnya menjadi dasar dalam penelitian ini untuk mendefinisikan konformitas teman sebaya, dimana konformitas teman sebaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu kecenderungan dari dalam diri individu untuk melakukan tingkah laku, serta keyakinannya sesuai dengan anak-anak yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama dalam satu kelompok sosial yang sama. Individu terkadang melakukan konformitas karena merasakan adanya desakan atau pengaruh sosial

3 9 dari teman sebayanya yang dirasakan secara nyata maupun hanya imajinasi dari individu tersebut. d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konformitas Teman Sebaya Baron dan Bryne (2005) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas teman sebaya terdiri dari kohesivitas kelompok, besar kelompok, dan jenis norma sosial yang berlaku pada situasi tersebut. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 1) Kohesivitas Kelompok Kohesivitas adalah sejauh mana kita tertarik pada kelompok sosial tertentu dan ingin menjadi bagian darinya. Semakin menarik suatu kelompok, maka semakin besar kemungkinan orang untuk melakukan konformasi terhadap norma-norma dalam kelompok tersebut. 2) Besar Kelompok Begitu juga dengan ukuran kelompok. Semakin besar ukuran kelompok, berarti semakin banyak orang yang berperilaku dengan cara-cara tertentu, sehingga semakin banyak yang mau mengikutinya. 3) Jenis Norma Sosial yang Berlaku pada Situasi Tertentu Norma sosial yang berlaku dapat berupa norma deskriptif atau norma injungnitif. Norma deskriptif yaitu norma yang hanya mengindikasikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu. Norma injungtif yaitu norma yang menetapkan tingkah laku apa yang diterima atau tidak diterima pada situasi tertentu. e. Aspek-Aspek Konformitas Teman Sebaya Sears, dkk (1994) menjelaskan bahwa aspek-aspek dalam konformitas pada teman sebaya terdiri dari perilaku, penampilan, dan pandangan. Aspek tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 1) Perilaku Menjelaskan bahwa bila individu dihadapkan pada pendapat yang telah disepakati oleh anggota-anggota lainnya, tekanan yang dihasilkan oleh

4 10 pihak mayoritas akan mampu menimbulkan konformitas. Semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok, maka semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. 2) Penampilan Individu yang tidak mau mengikuti apa yang berlaku dalam kelompok akan menanggung resiko mengalami akibat yang tidak menyenangkan. Peningkatan konformitas ini terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai individu menyimpang atau terkucil. 3) Pandangan Individu mulai mempertanyakan pendangan individu lain tentang dirinya, sehingga individu tersebut harus mempunyai ciri khas sendiri baik dari pandangan maupun perilaku. Adanya perbedaan ciri khas yang dimiliki individu lain karena individu individu tersebut merasa ada ciri khas yang dimiliki. Berdasarkan penjelasan di atas, aspek tersebut yang digunakan sebagai acuan dalam pembuatan angket konformitas teman sebaya adalah aspek yang dikemukakan oleh Sears, dkk (1994) yang terdiri dari tiga aspek yaitu perilaku, penampilan, dan pandangan. f. Tipe-Tipe Konformitas Teman Sebaya Sarwono (2001) memaparkan ada dua tipe konformitas pada teman sebaya yaitu menurut dan penerimaan. Dua tipe tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 1) Menurut (compliance) Konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju. Misalnya, turis asing memakai selendang dipinggangnya agar dapat masuk ke pura di Bali, menyantap makanan yang disuguhkan nyonya rumah walaupun tidak suka, memeluk cium rekan arab walaupun merasa risih. Kalau perilaku menurut ini adalah terhadap suatu perintah, namanya adalah ketaatan (obedience), misalnya anggota tentara yang menembak musuh atas perintah komandannya, dan

5 11 mahasiswa baru memakai baju compang camping dalam acara perpeloncoaan atas perintah seniornya. 2) Penerimaan (acceptance) Konformitas yang disertai perilaku dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan sosial. Misalnya, berganti agama sesuai dengan keyakinannya sendiri, belajar bahasa daerah atau Negara dimana ia ditugaskan atau tinggal, memenuhi ajakan teman-teman untuk membolos. 2. Harga Diri (Self Esteem) a. Pengertian Harga Diri (Self-Esteem) Baron dan Byrne (2005) mendefinisikan harga diri sebagai penilaian terhadap diri sendiri yang dibuat individu dan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki orang lain yang menjadi pembanding. Coopersmith (1967) mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai dirinya sendiri, di mana evaluasi tersebut merupakan hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya serta perlakuan orang lain terhadap dirinya. Evaluasi ini diekspresikan dengan sikap setuju atau tidak setuju, tingkat keyakinan individu terhadap dirinya sendiri sebagai orang yang mampu, penting, berhasil, dan berharga atau tidak. Rosenberg dalam (Burn, 1993) mengemukakan harga diri adalah perasaan harga diri di dalam nada yang serupa sehingga suatu sikap positif atau negatif terhadap objek khusus yaitu diri. Brecht dalam (Sulistyawati, 2002) mengungkapkan bahwa harga diri adalah sikap menerima diri sendiri apa adanya, kapanpun dalam hidup kita, dimana kita memfokuskan diri apa adanya yang telah kita lakukan dan apa yang dapat kita lakukan, Brecht menambahkan bahwa harga diri dapat dikenali melalui cara kita bertindak dan berperilaku melalui sikap dan keyakinan serta cara kita memandang diri kita. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, harga diri adalah sikap menilai kemampuan diri sendiri dengan pembanding perilaku orang lain. Penilaian ini ditunjukkan dengan sikap setuju atau tidak setuju,

6 12 tingkat keyakinan individu terhadap dirinya sendiri sebagai orang yang mampu, penting, berhasil, dan berharga atau tidak. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri Koentjoro (1989) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sosial, faktor psikologis, dan jenis kelamin. Harga diri yang dimiliki oleh individu selalu mengalami perkembangan. Hal-hal yang mempengaruhi harga diri adalah: 1) Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak. Perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif dan pendidikan yang demokratis didapat pada anak yang memiliki harga diri tinggi. 2) Lingkungan Sosial Lingkungan sosial tempat individu mempengaruhi bagi pembentukan harga diri. Individu mulai menyadari bahwa dirinya berharga sebagai individu dengan lingkungannya. Kehilangan kasih sayang, penghinaan, dan dijauhi teman sebaya akan menurunkan harga diri. Sebaliknya pengalaman, keberhasilan, persahabatan, dan kemasyuran akan meningkatkan harga diri. 3) Faktor Psikologis Penerimaan diri akan mengarahkan individu mampu menentukan arah dirinya pada saat mulai memasuki hidup bermasyarakat sebagai anggota masyarakat yang sudah dewasa. 4) Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam pola pikir, cara berpikir, dan bertindak antara laki-laki dan perempuan. c. Karakteristik Harga Diri Coopersmith (dalam Rahmawati, 2006) mengemukakan bahwa harga diri dibedakan menjadi tiga jenis jika dilihat dari karakteristik individu, yakni harga diri rendah, harga diri sedang, harga diri tinggi. 1) Individu dengan harga diri tinggi (high self esteem)

7 13 Individu yang memiliki harga diri tinggi memiliki karakteristik 1) aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik, 2) berhasil dalam bidang akademik, terlebih dalam mengadakan hubungan sosial, 3) dapat menerima kritik dengan baik, 4) percaya terhadap presepsi dan dirinya sendiri, 5) tidak terpaku pada dirinya sendiri atau tidak hanya memikirkan kesulitannya sendiri, 6) keyakinan akan dirinya tidak berdasarkan pada fantasinya, karena memang mempunyai kemampuan, kecakapan sosial dan kualitas yang tinggi, 7) tidak terpengaruh pada penilaian diri dari orang lain tentang sifat atau kepribadiannya, baik itu positif ataupun negatif, 8) akan menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan yang belum jelas, dan 9) akan lebih banyak menghasilkan suasana yang berhubungan dengan kesukaan sehingga tercipta tingkat kecemasan dan perasaan tidak aman yang rendah serta memiliki daya pertahanan yang seimbang. 2) Individu dengan harga diri sedang (medium self esteem) Karakteristik individu dengan harga diri yang sedang hampir sama dengan karakteristik individu yang memiliki harga diri tinggi, terutama dalam kualitas, perilaku, dan sikap. Pernyataan diri mereka memang positif, namun cenderung kurang moderat/kurang menghindari sikap atau tindakan yang ekstreem. 3) Individu dengan harga diri rendah (low self esteem) Individu yang memiliki harga diri rendah memiliki karakteristik meliputi 1) memiliki perasaan inferior, 2) takut dan mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan sosial, 3) terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi, 4) merasa diasingkan dan tidak diperhatikan, 5) kurang dapat mengekspresikan diri, 6) sangat tergantung pada lingkungan, 7) tidak konsisten, 8) secara pasif akan selalu mengikuti apa yang ada di lingkungannya, 9) menggunakan banyak taktik pertahanan diri, dan 10) mudah mengakui kesalahan. Kebutuhan untuk diperhatikan diperolehnya perhatian dari orang lain yang merupakan pengakuan terhadap harga diri, apabila kebutuhan gagal

8 14 terpenuhi maka akan timbul perilaku seperti minum-minum, penyalahgunaan obat-obatan, dan tawuran. d. Aspek-Aspek Harga Diri Menurut Coopersmith (1967) megungkapkan aspek-aspek harga diri meliputi self values, leadership popularity, family parents, dan achievement. Aspekaspek tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 1) Self Values, diartikan sebagai nilai-nilai pribadi individu yaitu isi diri sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa harga diri ditentukan oleh nilai-nilai pribadi yang diyakini individu sebagai nilai-nilai yang sesuai dengan dirinya. 2) Leadership Popularity, Coopersmith menunjukkan bahwa individu memiliki harga diri yang tinggi cenderung mempunyai kemampuan yang dituntut dalam kepemimpinan (leadership). Popularitas merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan pengalaman keberhasilan yang diperoleh dalam kehidupan sosialnya dan tingkat popularitasnya mempunyai hubungan dalam harga diri, oleh sebab itu semakin populer individu diharapkan mempunyai harga diri yang tinggi. 3) Family Parents, Coopersmith dalam membahas harga diri sangat menekankan perasaan keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak. Penerimaan keluarga yang positif pada anak-anak akan memberi dasar bagi pembentukan rasa harga diri yang tinggi pada masa dewasanya kelak. 4) Achievement, individu dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki karakteristik kepribadian yang dapat mengarahkan pada kemandirian sosial dan kreativitas yang tinggi. Berdasarkan penjelasan di atas, aspek tersebut yang digunakan sebagai acuan dalam pembuatan angket harga diri adalah aspek yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967) yang terdiri dari empat aspek yaitu self values, leadership popularity, family parents, dan achievement.

9 15 e. Perkembangan Harga Diri Harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir tetapi merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk sepanjang pengalaman individu (Tjahjaningsih & Nuryoto, 1994). Menurut Pudjijogyanti (1985) bahwa pembentukkan harga diri diawali ketika seorang anak mampu melakukan presepsi dalam interaksinya dengan lingkungan. Harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dari hubungannya dengan orang lain. Setiap siswa dalam berinteraksi dengan orang lain ini akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin bagi siswa untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Meichati (1983) menyatakan bahwa harga diri pada seorang individu akan terbentuk dengan baik apabila didukung adanya kasih sayang dalam keluarga dan adanya penghargaan dari lingkungan. Perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif dan pendidikan yang demokratis terdapat pada siswa yang memiliki harga diri yang tinggi. Kebutuhan akan dimengerti dan memahami diri sendiri bagi siswa sangat erat kaitannya dengan kematapan harga diri. Mengerti diri sendiri merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengetahui sikap, sifat, dan kemampuannya. Menurut Coopersmith (1967) perkembangan harga diri pada individu akan berpengaruh terhadap proses pemikiran, perasaan-perasaan, keinginankeinginan, nilai-nilai, dan tujuan-tujuannya. Hal ini merupakan kunci utama dalam tingkah laku yang membawa kea rah keberhasilan atau kegagalan. Harga diri pada siswa terbentuk dari pengalaman-pengalaman sosial bukan faktor yang dibawa sejak lahir. Apabila seorang siswa memperoleh tanggapan yang baik dari lingkungannya maka akan terbentuk harga diri yang baik dalam siswa tersebut. Sebaliknya, harga diri siswa akan mengalami gangguan atau rendah apabila siswa memperoleh tanggapan yang kurang baik dari lingkungan sosialnya.

10 16 3. Hubungan Antara Harga Diri (Self Esteem) dan Konformitas Teman Sebaya Siswa yang sedang duduk dibangku SMP adalah siswa yang sedang dalam masa peralihan dari anak-anak menuju remaja awal. Pada masa peralihan tersebut biasanya sering muncul masalah-masalah baru yang belum mereka pahami betul bagaimana cara megatasinya. Pada masa inilah peran orang tua dan guru sangat dibutuhkan untuk membantu siswa mengalami masalahnya. Masalah-masalah yang muncul sangat bervariasi, ada yang berhubungan dengan fisik maupun psikis (psikologi) siswa. Masalah psikologis yang tarafnya masih ringan seperti: rendah diri, rasa kuatir yang berlebihan, merasa bersalah, kurang percaya diri, mudah marah-marah, mudah tersinggung, putus asa, dan tidak mampu menghargai dirinya sendiri. Siswa SMP yang sedang dalam masa peralihan sering kali kurang mampu untuk menghargai dirinya sendiri, tidak mengetahui seberapa besar kemampuan yang dia miliki, dan sedang mencari identitas diri. Siswa mencari identitas dirinya dan segala pertanyaan yang sedang dialami dengan cara melakukan interaksi dengan orang lain, khususnya dengan teman sebaya. Bagi siswa pengaruh lingkungan teman sebaya memegang peranan yang cukup besar dalam pembentukan tingkah laku yang dianut. Semakin bertambah kuatnya hubungan kelompok teman sebaya maka semakin besar pula perubahan yang ditimbulkan oleh anggota kelompok. Siswa akan merasa lebih nyaman berada dalam kelompok teman sebayanya karena merasa memiliki nasib yang sama. Agar dapat diterima dalam suatu kelompok tersebut siswa cenderung melakukan konformitas. Siswa dapat dengan mudah menerima pengaruh dari teman-temannya tanpa memikirkan resiko yang akan muncul. Tingkat konformitas pada teman sebaya dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi siswa. Siswa yang memiliki harga diri rendah memiliki sikap inferior, canggung, lemah, rendah diri dalam bergaul, dan pasif. Orang-orang yang melakukan penyalahgunaan obat-obatan, memiliki prestasi sekolah yang buruk, mengalami depresi, dan melakukan tindak kekerasan (termasuk terorisme) adalah orang-orang yang memiliki harga diri yang rendah (Baron, Byrne, Branscombe, 2006).

11 17 Namun, dari serangkaian penelitian ditemukan bahwa harga diri yang tinggi tidak selalu berpengaruh positif terhadap tingkah laku. Bullying, narsisme, dan eksibisionisme adalah contoh tingkah laku negatif yang dilakukan oleh orang dengan harga diri tinggi. Mengapa orang dengan harga diri tinggi melakukan hal tersebut? Harga diri tinggi mencerminkan superioritas terhadap orang lain dan orang termotivasi untuk terus mempertahankannya. Ketika ada situasi yang dipresepsikan mengancam superioritas tersebut, maka muncul tingkah laku agresif yang bertujuan unutk mempertahankannya. Penelitian ini dilakukan oleh Ratna Tazkia, Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tahun Penelitian yang dilakukan tazkia (2008), secara spesifik mengukur harga diri dalam setting kelompok yang mengukur tingkat identifikasi individu dengan kelompok. Hasil yang ditemukan tentang adanya hubungan yang signifikan antara kebutuhan akan identitas kelompok dan perilaku bullying menunjukkan bahwa semakin individu mengidentifikasi diri dengan kelompok akan diikuti dengan meningkatnya perilaku diskriminasi untuk memperoleh harga diri kelompok yang lebih baik. Perilaku diskriminasi ditampilkan dengan melakukan bullying terhadap orang lain yang bukan anggota kelompoknya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara personal self-esteem dan collective self-esteem dengan perilaku bullying. Namun, ada hubungan positif antara komponen kebutuhan akan identitas kelompok dengan perilaku bulllying yang artinya semakin tinggi kebutuhan seseorang akan identitas kelompok semakin tinggi pula perilaku bullying yang ditampilkan. Sementara hasil penelitian Indria dan Nindyati (2007) menunjukkan walaupun remaja perlu melakukan konformitas untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, namun tingkat konformitas yang tinggi dapat membuat remaja tidak percaya diri dengan keunikan dirinya, kurang imajinatif dalam menciptakan hal-hal baru, serta mudah dipengaruhi orang lain. Penelitian ini dilakukan oleh Hairul Anwar, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Antropologi, Program Studi Antropologi Sosial Universitas

12 18 Hasanuddin tahun Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pertumbuhan nilai-nilai sosial dan norma-norma punk pada ruang interaksi sesama anggota kelompok disetiap kali mereka berkumpul atau berjalan bersama menghadiri gigs (pertemuan punker) di luar kota Makassar. Tindakan-tindakan penyesuaian yang dilakukan individu punker meliputi: penggunaan aksesoris punk, mengikuti kebiasaan kelompok, dan penyesuaian cara berpikir. Punker mempresepsikan dirinya sebgai pribadi yang unik, bebas tanpa pengekangan, memiliki otoritas akan tubuh dan hidupnya. 4. Penelitian yang Relevan Peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu. Dari hasil penelitian terdahulu diperoleh penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu: a. Hubungan antara Personal Self-Esteem dan Collective Self-Esteem dengan Perilaku Bullying pada Siswa kelas XII SMA. Penelitian ini dilakukan oleh Ratna Tazkia, Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tahun Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara personal self-esteem dan collective selfesteem dengan perilaku bullying. Namun, ada hubungan positif antara komponen kebutuhan akan identitas kelompok dengan perilaku bulllying yang artinya semakin tinggi kebutuhan seseorang akan identitas kelompok semakin tinggi pula perilaku bullying yang ditampilkan. b. Konformitas dalam Kelompok Teman Sebaya (Studi Kasus Dua Kelompok Punk Di Kota Makassar). Penelitian ini dilakukan oleh Hairul Anwar, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Antropologi, Program Studi Antropologi Sosial Universitas Hasanuddin tahun Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pertumbuhan nilai-nilai sosial dan norma-norma punk pada ruang interaksi sesama anggota kelompok disetiap kali mereka berkumpul atau berjalan bersama menghadiri gigs (pertemuan punker) di luar kota Makassar. Tindakan-tindakan penyesuaian yang dilakukan individu punker meliputi: penggunaan

13 19 aksesoris punk, mengikuti kebiasaan kelompok, dan penyesuaian cara berpikir. Punker mempresepsikan dirinya sebgai pribadi yang unik, bebas tanpa pengekangan, memiliki otoritas akan tubuh dan hidupnya. (diakses 18 Juni 2015) B. Kerangka Berfikir Berdasarkan teori-teori yang sudah dijelaskan di depan beberapa faktor yang mempengaruhi konformitas teman sebaya adalah sikap harga diri. Teman sebaya merupakan tempat siswa mendapat dukungan di luar dukungan dari keluarga serta adanya perasaan senasib sehingga siswa bisa saling menerima kondisi yang dialaminya. Sikap harga diri yang rendah cenderung membuat konformitas pada teman sebaya menjadi tinggi. Begitu pula sikap harga diri yang tinggi akan cenderung membuat konformitas pada teman sebaya menjadi rendah. Karena dengan melakukan konformitas pada teman sebaya siswa mendapat dukungan emosional dari teman sebayanya, sehingga individu merasa lebih diakui dalam sebuah kelompok, lebih percaya diri, dan lebih dihargai jika hal yang dilakukannya sesuai dengan yang dilakukan teman sebaya dalam suatu kelompok. Secara sistematis kerangka berfikir dapat digambarkan sebagai berikut: Siswa Kelas VIII SMPN 17 Surakarta Harga Diri (Self Esteem) Konformitas pada Teman Sebaya Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran

14 20 C. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap penelitian atau suatu permasalahan. Berdasarkan urutan tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: Terdapat hubungan antara harga diri dan konformitas pada siswa kelas VIII SMP Negeri 17 Surakarta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah self-esteem yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan. harga diri, coba dijabarkan oleh beberapa tokoh kedalam suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah self-esteem yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan. harga diri, coba dijabarkan oleh beberapa tokoh kedalam suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Istilah self-esteem yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan harga diri, coba dijabarkan oleh beberapa tokoh kedalam suatu pengertian.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimiliki oleh orang lain mengenai individu tersebut. Self Perception (persepsi diri

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimiliki oleh orang lain mengenai individu tersebut. Self Perception (persepsi diri BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Definisi Konsep Diri Konsep diri merupakan penjabaran mengenai diri secara keseluruhan sebagai suatu gambaran bagi orang lain untuk melihat adakah perbedaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era moderen seperti ini seseorang sangatlah mudah untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik. Pada masa ini remaja tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, perubahan terhadap pola perilaku dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi. Dalam mahasiswa terdapat beberapa golongan remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja 2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing dalam dirinya, baik untuk menghadapi masalah dalam dirinya sendiri atau dalam bersosialisasi dengan teman-teman

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian prokrastinasi Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

Oleh Dra. Rahayu Ginintasasi, M.Si

Oleh Dra. Rahayu Ginintasasi, M.Si Pengantar Psikologi Sosial II Oleh Dra. Rahayu Ginintasasi, M.Si Konsep Kelompok Kelompok adalah sekumpulan orang yang dipersepsikan terikat satu sama lain dalam sebuah unit yang koheren pada derajat tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada masa transisi ini remaja mengalami perubahan yang cepat dan fundamental menuju

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu remaja diharapkan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, semenjak ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat terutama ilmu psikologi dan ilmu pendidikan, maka fase-fase perkembangan manusia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah mahasiswa di Indonesia cenderung meningkat. Latief (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harga diri adalah penilaian seseorang mengenai gambaran dirinya sendiri yang berkaitan dengan aspek fisik, psikologis, sosial dan perilakunya secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan konformitas teman sebaya dengan konsep diri terhadap kenakalan remaja di Jakarta Selatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada dilingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa perkembangan dimana manusia berada pada rentan umur 12 hingga 21 tahun. Masa transisi dari kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak selamanya berjalan baik sesuai dengan apa yang telah kita inginkan, namun ternyata ada beberapa faktor yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kedisiplinan Siswa 2.1.1. Pengertian Disiplin Disiplin merupakan kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar terhadap kehidupan remaja baik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008)

BAB II TINJAUAN TEORI. Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008) BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Perilaku Merokok 2.1.1. Definisi Perilaku Merokok Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008) smoking adalah the drawing of tobaco smoke from a cigarette,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang sifatnya karena tuntutan gengsi semata dan bukan menurut tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan dalam menghadapi era globalisasi, pembentukan manusia yang berkualitas ditentukan oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh siswa di Madrasah Aliyah (MA) Almaarif Singosari-Malang,

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh siswa di Madrasah Aliyah (MA) Almaarif Singosari-Malang, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seluruh siswa di Madrasah Aliyah (MA) Almaarif Singosari-Malang, sebagaimana siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) pada umumnya, akan melalui proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun. Pada masa ini seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006).

BAB II LANDASAN TEORI. dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006). BAB II LANDASAN TEORI 1.1. Konformitas 2.1.1.Pengertian Konformitas Manusia mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat bertahan hidup. Cara yang termudah adalah melakukan tindakan sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan suatu sistem, pengorganisasian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan suatu sistem, pengorganisasian, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan suatu sistem, pengorganisasian, kegiatan kegiatan, dan mencapai tujuan bersama (Muhammad, 2009, h. 23). Menurut UUD 1945 pasal 28, berorganisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Kemandirian dalam pengambilan keputusan Pengertian kemandirian dalam pengambilan keputusan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Kemandirian dalam pengambilan keputusan Pengertian kemandirian dalam pengambilan keputusan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian dalam pengambilan keputusan 2.1.1. Pengertian kemandirian dalam pengambilan keputusan Kemandirian menurut Elkind dan Weiner (Nuryoto, 1993) mencakup pengertian kebebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata Latin adolensence (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju ke arah kedewasaan. Masa ini juga sering disebut masa peralihan atau masa pencarian jati diri seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai tertarik dengan masalah-masalah seksualitas. Pada awalnya, ketertarikan remaja terhadap seksualitas bersifat self-centered,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci