BAB II KAJIAN PUSTAKA
|
|
- Adi Pranata
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kedisiplinan Siswa Pengertian Disiplin Disiplin merupakan kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah, dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain disiplin adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih (Naim, 2012). Hal ini selaras dengan yang diungkapkan oleh Mulyasa (2008) dan The Liang Gie (dalam Imron, 2011), bahwa disiplin merupakan suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan yang telah ada dengan senang hati. Menurut Slavin (2011), disiplin mengacu ke metode yang digunakan untuk mencegah masalah perilaku yang ada dengan maksud mengurangi kejadiannya pada masa mendatang. Hal ini ditambahkan oleh Papalia et al., (2009), bahwa disiplin merupakan metode pembentukan karakter anak serta mengajarkan mereka untuk melakukan kontrol diri dan melakukan perilaku yang dapat diterima. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian kedisiplinan siswa adalah siswa melaksanakan dan mentaati segala peraturan serta tata tertib yang berlaku di sekolah. 8
2 Aspek-aspek Kedisiplinan Menurut Abu (dalam Widiastuti, 2008), Kedisiplinan memiliki aspek yaitu: a) Ketertiban terhadap peraturan. Adanya ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan-peraturan secara tertulis maupun tidak tertulis. b) Tanggung jawab. Tanggung jawab memunculkan disiplin yang berkaitan dengan bersikap jujur dan penuh tanggung jawab atas perbuatan dan berani menanggung resiko. Adapun ciri-ciri kedisiplinan yang ada di sekolah menurut Emil Durkheim (dalam Nurul, 2012), yaitu sebagai berikut: a) Patuh pada peraturan sekolah yaitu: serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban sikap atau perbuatan yang bukan lagi dirasakan sebagai beban. b) Melaksanakan tugas yaitu belajar: siswa belajar secara rutin baik di rumah maupun di sekolah. c) Teratur masuk kelas yaitu: siswa secara rutin masuk kelas untuk mengikuti setiap pelajaran yang diberikan. d) Harus tiba pada waktu yang telah ditetapkan yaitu: siswa harus datang dan pulang pada waktu yang telah ditetapkan. e) Tidak membuat onar di kelas yaitu: siswa bersikap tenang saat guru sedang menjelaskan dan tidak membuat kegaduhan didalam kelas. f) Mengerjakan pekerjaan di rumah yaitu: siswa mengerjakan PR di rumah tanpa mencontek PR teman. 9
3 Pentingnya Disiplin Perilaku negatif sebagian remaja, pelajar, dan mahasiswa pada akhirakhir ini telah melampaui batas kewajaran karena telah menjurus pada tindakan melawan hukum, melanggar tata tertib, melanggar moral agama, kriminal, dan telah membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat (Mulyasa, 2008) Hurlock (2004) mengungkapkan, disiplin perlu untuk perkembangan anak, karena ia memenuhi beberapa kebutuhan tertentu. Dengan demikian disiplin memperbesar kebahagian dan penyesuaian pribadi dan sosial anak. beberapa dari berbagai kebutuhan yang diisi oleh disiplin yaitu: a) Disiplin memberi anak rasa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. b) Dengan membantu anak menghindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah. c) Dengan disiplin, anak belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang dan penerimaan. d) Disiplin yang sesuai dengan perkembangan berfungsi sebagai motivasi pendorong ego yang mendorong anak mencapai apa yang diharapkan darinya. e) Disiplin membantu anak mengembangkan hati nurani suara dari dalam pembimbing dalam pengambilan keputusan dan pengendalian perilaku. 10
4 Upaya Menanamkan Disiplin di Sekolah Menurut Reisman and Payne (dalam Mulyasa, 2002), mengemukakan strategi umum merancang disiplin sekolah sebagai berikut: 1) Konsep diri (self-concept), strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehinggapeserta didik dapat mengeksplorasi pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah. 2) Keterampilan berkomunikasi (communication skills), guru harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik. 3) Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical consequences), perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini mendorong munculnya perilaku-perilaku salah. Untuk itu guru disarankan: a) membantu peserta didik dalam mengatasi perilakunya. b) memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah. 4) Klarifikasi nilai (values clarification), strategi ini dilakukan untuk membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri. 5) Analisis transaksional (transactional analysis), disarankan agar guru belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah. 11
5 6) Terapi realitas (reality therapy), sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Guru perlu bersikap positif dan bertanggung jawab. 7) Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline), metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan. Prinsip-prinsip modifikasi perilaku yang sistematik diimplementasikan di kelas, termasuk pemanfaatan papan tulis untuk menuliskan nama-nama peserta didik yang berperilaku menyimpang. 8) Modifikasi perilaku (behavior modification), perilaku salah disebabkan oleh lingkungan, sebagai tindakan remidiasi. Sehubung dengan hal tersebut, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif. 9) Tantangan bagi disiplin (dare to discipline), guru diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin Faktor Penyebab Timbulnya Masalah Pelanggaran Siswa Maman Surahman (dalam Sonita, 2013), mengungkapkan penyebab timbulnya pelanggaran disiplin sekolah dibagi atas tiga kelompok sebagai berikut: 12
6 a) Pelanggaran disiplin yang timbul oleh guru antara lain: Aktivitas yang kurang tepat, kata-kata guru yang menyindir dan menyakitkan, kata-kata guru yang tidak sesuai dengan perbuatannya, rasa ingin ditakuti dan disegani, kurang dapat mengendalikan diri, suka mempergunjingkan siswanya, dalam pelajaran tidak memakai metode yang tidak variatif sehingga kelas membosankan, gagal menjelaskan pelajaran dengan menarik perhatian, memberi tugas terlalu banyak dan berat, kurang tegas dan kurang berwibawa sehingga kelas ribut dan kurang mampu menguasai. b) Pelanggaran disiplin yang ditimbulkan oleh siswa antara lain: Siswa yang suka berbuat aneh untuk menarik perhatian, siswa berasal dari keluarga disharmonis, siswa kurang istirahat di rumah sehingga mengantuk disekolah, siswa kurang membaca dan belajar serta tidak mengerjakan tugas-tugas dari guru, siswa yang pasif, potensi rendah, lalu datang tanpa persiapan diri, siswa suka melanggar tata tertib sekolah, siswa yang pesimis dan putus atau putus asa terhadap keadaan lingkungan dan prestasinya, siswa yang datang ke sekolah dengan terpaksa, hubungan antara siswa yang kurang harmonis, adanya klik antara kelompok, adanya kelompok-kelompok ekslusif di sekolah. c) Pelanggaran disiplin yang ditimbulkan oleh lingkungan antara lain: Kelas yang membosankan, perasaan kecewa karena sekolah bertindak kurang adil dalam penerapan disiplin dan hukum, perencanaan dan implementasi disiplin yang kurang baik, keluarga yang sibuk dan kurang 13
7 memperhatikan anak-anaknya, serta banyak problem, keluarga yang kurang mendukung penerapan disiplin sekolah, sekolah yang dekat dengan pusat keramaian kota, manajemen sekolah yang kurang baik, lingkungan bergaul siswa kurang baik Menurut Evira (dalam Safitri et al., 2011), penyebab siswa tidak disiplin di sekolah yaitu: a) Faktor kesadaran. b) Faktor dari dalam diri sendiri. c) Faktor kebiasaan. d) Desakan keadaan. e) Pengaruh orang lain. f) Sangsi yang kurang tegas. g) Ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran Konformitas Teman Sebaya Pengertian Konformitas Teman Sebaya Menurut Cialdini & Goaldstein (dalam Taylor et al., 2009), konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Myers (2012), bahwa konformitas adalah bertindak atau berfikir secara berbeda dari tindakan dan pikiran yang biasa kita lakukan jika kita sendiri. 14
8 Oleh karena itu, konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan agar selaras dengan orang lain. konformitas merupakan perubahan perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja (Kiesler & Kiesler, dalam Sarwono, 2005). Hal ini ditambahkan oleh Baron & Byrne (2005), bahwa konformitas merupakan suatu jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Dari beberapa pendapat tokoh di atas, peneliti menggunakan pengertian konformitas dari Kiesler & Kiesler (dalam Sarwono, 2005), bahwa konformitas adalah perubahan perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja. Definisi teman sebaya menurut Santrock (2003) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Dalam penelitian ini yang dimaksud konformitas teman sebaya yaitu perubahan sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan orang lain yang memiliki tingkat kesamaan usia kurang lebih sama akibat tekanan nyata kelompok maupun yang dibayangkan saja. 15
9 Jenis-jenis Konformitas Menurut Myers (dalam Sarwono & Eko, 2009), ada dua jenis konformitas yaitu Compliance dan Acceptance. 1) Compliance Konformitas compliance adalah suatu bentuk konformitas dimana individu bertingkah laku sesuai dengan tekanan yang diberikan oleh kelompok sementara secara pribadi ia tidak menyetujui perilaku tersebut. Pada jenis compliace individu menghindari penolakan kelompok dan mengharapkan reward atau penerimaan kelompok (normative influence) (Sarwono & Eko, 2009). Prinsip dasar compliance menurut Cialdini (dalam Sarwono & Eko, 2009) adalah sebagai berikut: a) Pertemanan atau rasa suka. Kita cenderung lebih mudah memenuhi permintaan teman atau orang yang kita sukai daripada permintaan yang tidak kita kenal atau kita benci. b) Komitmen atau konsistensi. Saat kita telah mengikatkan diri pada satu posisi atau tindakan. kita akan lebih mudah memenuhi permintaan akan suatu hal yang konsisten dengan posisi atau tindakan sebelumnya. c) Kelangkaan. 16
10 Kita lebih menghargai dan mencoba mengamankan objek yang langka atau berkurang ketersediaannya. Oleh karena itu, kita cenderung memenuhi permintaan yang menekankan kelangkaan daripada yang tidak. d) Timbal-balik. Kita lebih mudah memenuhi permintaan dari seseorang yang sebelumnya telah memberikan bantuan kepada kita. Dengan kata lain, kita merasa wajib membayar utang budi atas bantuannya. e) Validasi sosial. Kita lebih mudah memenuhi permintaan untuk melakukan suatu tindakan jika tindakan itu konsisten dengan apa yang kita percaya orang lain akan melakukannya juga. Kita ingin bertingkah laku benar, dan satu caa untuk memenuhinya adalah dengan bertingkah laku dan berfikir seperti orang lain. f) Otoritas. Kita lebih mudah memenuhi permintaan orang lain yang memiliki otoritas yang diakui, atau setidaknya tampak memiliki otoritas. 2) Acceptance Konformitas acceptance adalah suatu bentuk konformitas dimana tingkah laku maupun keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok yang diterimanya. Pada bentuk acceptance, konformitas terjadi karena kelompok menyediakan informasi penting yang tidak dimiliki oleh individu (informational influence) (Sarwono & Eko, 2009). 17
11 Menurut Baron & Byrne (2005), tendensi untuk menyesuaikan diri berdasarkan pengaruh informasi bergantung pada dua aspek situasi yaitu: seberapa besar keyakinan kita pada kelompok dan seberapa besar keyakinan kita pada penilaian diri kita sendiri Alasan Individu Melakukan Konformitas Menurut Baron & Byrne (2005), alasan mengapa individu memilih untuk melakukan Konformitas yaitu: a) Pengaruh Sosial Normatif: Keinginan untuk disukai dan rasa takut akan penolakan. Sebagai akibat internalisasi dan proses belajar di masa kecil maka banyak individu melakukan konformitas untuk membantu mendapat persetujuan dengan banyak orang. Persetujuan diperlukan agar individu mendapatkan pujian. Oleh karena pada dasarnya banyak orang senang akan pujian maka banyak orang berusaha untuk konfrom dengan keadaan. Jika kecendrungan kita untuk melakukan konformitas terhadap norma sosial berakar, paling tidak sebagian, pada keinginan kita untuk disukai dan diterima oleh orang lain, maka masuk akal jika apa pun yang dapat meningkatkan rasa takut kita akan penolakan oleh orang-orang akan meningkatkan konformitas kita. b) Pengaruh Sosial Informasional: Keinginan untuk merasa benar Banyak keadaan menyebabkan individu berada dalam posisi yang dilematis karena tidak mampu mengambil keputusan yang dirasa benar. 18
12 Maka kita merujuk pada orang lain, kita menggunakan opini dan tindakan mereka sebagai panduan opini dan tindakan kita. Ketergantungan terhadap orang lain semacam ini, seringkali menjadi sumber yang kuat atas kecendrungan untuk melakukan konformitas. Lebih lanjut Baron & Byrne (2005), mengungkapkan ada dua alasan mengapa seseorang bisa saja tidak melakukan konformitas. alasan tersebut adalah: a) Individuasi Kebutuhan untuk mempertahankan individualitas kita, secara khusus, tampaknya merupakan faktor yang kuat. Kita ingin menjadi seperti orang lain tetapi tampaknya tidak sampai pada titik dimana kita kehilangan identitas pribadi kita. Dengan kata lain, bersamaan dengan kebutuhan untuk menjadi benar dan disukai, sebagian besar dari kita memiliki keinginan akan individuasi agar dapat dibedakan dari orang lain dalam beberapa hal. b) Keinginan untuk memiliki kontrol atas kehidupan diri sendiri Individu juga menolak untuk konfrom karena dirinya memang tidak ingin untuk konfrom. Menurutnya, tidak ada hal yang bisa memaksa dirinya untuk mengikuti norma sosial yang ada Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas Baron & Byrne (2005), menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konformitas, faktor-faktor tersebut adalah: 19
13 a) Pengaruh dari orang-orang yang disukai Orang-orang yang disukai akan memberikan pengaruh lebih besar. Perkataan dan perilaku mereka cenderung akan diikuti atau diamini oleh orang lain yang menyukai dan dekat dengan mereka. b) Kekompakan kelompok. Kekompakan kelompok sering disebut sebagai kohesivitas. Semakin kohesif suatu kelompok maka akan semakin kuat pengaruhnya dalam membentuk pola pikir dan perilaku anggota kelompok. c) Ukuran kelompok dan tekanan sosial. Konformitas akan meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah anggota kelompok. Semakin besar kelompok tersebut maka akan semakin besar pula kecenderungan kita untuk ikut serta, walaupun mungkin kita akan menerapkan sesuatu yang berbeda dari yang sebenarnya kita inginkan. d) Norma sosial deskriptif dan norma sosial injungtif. Norma deskriptif adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa yang sebagian orang lakukan pada situasi tertentu. Norma ini akan mempengaruhi tingkah laku kita dengan cara memberi tahu kita mengenai apa yang umumnya dianggap efektif atau bersifat adaptif dari situasi tertentu. Sementara itu, norma injungtif akan mempengaruhi kita dalam menetapkan apa yang harus dilakukan dan tingkah laku apa yang diterima dan tidak diterima pada situasi tertentu. 20
14 2.3. Remaja Pengertian Remaja Masa remaja (adolescence) adalah peralihan masa perkembangan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif dan psikososial (Papalia et al., 2009). Selaras dengan Dariyo (2004), remaja (adolescence) adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Thronburg (dalam Dariyo, 2004) menggolongkan remaja menjadi 3 tahap, yaitu remaja awal (usia tahun), remaja tengah (usia tahun), dan remaja akhir (usia tahun). Remaja menurut WHO (dalam Sarwono, 2005), memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi. Maka, secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut: a) individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b) individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c) terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. 21
15 Dari pemaparan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi perubahan terhadap fisik, psikis, kognitif dan psikososial yang berada pada rentang usia tahun Karakteristik Masa Remaja Menurut Gunawan (2011), sebagai periode yang paling penting, masa remaja ini memiliki karakteristik yang khas jika dibanding dengan periodeperiode perkembangan lainnya. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: a) Masa Remaja Adalah Periode Yang Penting Periode ini memiliki dampak penting terhadap perkembangan fisik dan psikologis yang cepat dan penting. Kondisi inilah yang menuntut individu untuk bisa menyesuaikan diri secara mental dan melihat pentingnya menetapkan suatu sikap, nilai-nilai dan minat yang baru. b) Masa Remaja Adalah Masa Peralihan Periode ini menurut seorang anak untuk meninggalkan sifat kekanakkanakannya dan harus mempelajari pola-pola perilaku dan sikapsikap baru untuk menggantikan dan meninggalkan pola-pola perilaku sebelumnya. Selama peralihan dalam periode ini, seringkali seseorang merasa bingung dan tidak jelas mengenai peran yang dituntut oleh lingkungan. c) Masa Remaja Adalah Periode Perubahan Perubahan yang terjadi pada periode ini berlangsung secara cepat, perubahan fisik yang cepat membawa konsekuensi terjadinya perubahan 22
16 sikap dan perilaku yang juga cepat. Terdapat lima karakter perubahan yang khas dalam periode ini yaitu, 1) peningkatan emosionalitas, 2) perubahan cepat yang menyertai kematangan seksual, 3) perubahan tubuh, minat dan peran yang dituntut oleh lingkungan yang menimbulkan masalah baru, 4) karena perubahan minat dan pola perilaku maka terjadi pula perubahan nilai, dan 5) kebanyakan remaja merasa ambivalent terhadap perubahan yang terjadi. d) Masa Remaja Adalah Usia Bermasalah Pada periode ini membawa masalah yang sulit untuk ditangani baik bagi anak pria maupun wanita. Hal ini disebabkan oleh dua alasan yaitu: pertama, pada saat paling tidak sebagian masalah diselesaikan oleh orang tua atau guru, sedangkan sekarang individu dituntut untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Kedua, karena mereka dituntut untuk mandiri maka seringkali menolak untuk dibantu oleh orang tua atau guru, sehingga menimbulkan kegagalan dalam menyelesaikan persoalan tersebut. e) Masa Remaja Adalah Masa Pencarian Identitas Diri Pada periode ini, konformitas terhadap kelompok sebaya memiliki peran penting bagi remaja. Mereka mencoba mencari identitas diri dengan berpakaian, berbicara dan berperilaku sebisa mungkin sama dengan kelompoknya. f) Masa Remaja Adalah Usia Yang Ditakutkan 23
17 Masa remaja ini seringkali ditakuti oleh individu itu sendiri dan lingkungan. Gambaran-gambaran negatif yang ada dibenak masyarakat mengenai perilaku remaja mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan remaja. Hal ini membuat para remaja itu sendiri merasa takut untuk menjalankan perannya dan enggan meminta bantuan orangtua atau pun guru untuk memecahkan masalahnya. g) Masa Remaja Adalah Masa Yang Tidak Realistis Remaja memiliki kecenderungan untuk melihat hidup secara kurang realistis, mereka memandang dirinya dan orang lain sebagaimana mereka inginkan dan bukannya sebagai diri namun bagi keluarga, teman. Semakin tidak realistis aspirasi mereka maka akan semakin marah dan kecewa apabila aspirasi tersebut tidak dapat mereka capai. h) Masa Remaja Adalah Ambang Dari Masa Dewasa Pada saat remaja mendekati masa dimana mereka dianggap dewasa secara hukum, mereka merasa cemas dengan stereotype remaja dan menciptakan impresi bahwa mereka mendekati dewasa. Mereka merasa bahwa berpakaian dan berperilaku seperti orang dewasa seringkali tidak cukup, sehingga mereka mulai untuk memperhatikan perilaku atau simbol yang berhubungan dengan status orang dewasa seperti merokok, minum, menggunakan obat-obatan bahkan melakukan hubungan seksual. 24
18 2.4. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kedisiplinan Siswa Beberapa fenomena menggambarkan kedisiplinan di sekolah yang kerap kali dilanggar oleh siswa, baik secara individu maupun secara kelompok. Hubungan dengan teman sebaya yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif begitu pula sebaliknya hubungan dengan teman sebaya yang positif dapat memberikan pengaruh yang positif pula. Interaksi dengan teman sebaya yang kurang baik dapat memunculkan sikap dan perilaku yang kurang baik seperti melanggar tata tertib serta peraturan yang berlaku di sekolah. Individu memiliki kecendrungan untuk selalu menyamakan perilaku dalam dirinya dengan perilaku kelompoknya, sehingga dapat diterima keberadaannya oleh kelompok agar terhindar dari celaan, keterasingan, maupun cemoohan (Baron & Byrne, 2005) Fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk menyediakan informasi mengenai dunia di luar keluarga. Dari kelompok teman sebaya, remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka, remaja belajar tentang apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama sama baiknya, atau bahkan lebih buruk dari apa yang dilakukan oleh remaja lain (Santrock, 2003). Pada dasarnya tidaklah mudah bagi remaja untuk mengikatkan diri mereka pada suatu kelompok, karena setiap kelompok memiliki tuntutan yang harus dapat dipenuhi oleh setiap remaja yang ingin bergabung (Zebua dan Nurdjayadi, 2001). Agar remaja diterima didalam kelompoknya mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan cara tampil semirip mungkin dengan teman sebayanya (Baron & Byrne, 2005). Menurut Santrock (2003), konformitas muncul ketika individu 25
19 meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka agar sesuai dengan orang lain. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Insanti (2010), mengungkapkan bahwa ada hubungan antara konfromitas dengan kedisiplinan. Ia mengungkapkan bahwa semakin tinggi orang yang melakukan konformitas pada hal positif maka akan semakin tinggi kedisiplinan. Tekanan untuk melakukan konformitas berakar dari kenyataan bahwa diberbagai konteks ada aturan-aturan yang sering kali menimbulkan efek yang kuat pada tingkah laku kita. Kecenderungan yang kuat terhadap konformitas untuk mengikuti harapan kelompok mengenai bagaimana seharusnya kita bertindak diberbagai situasi agar sesuai dengan norma sosial yang ada (Baron & Byrne, 2005). Karena penerimaan teman sebaya jauh lebih penting bagi kebanyakan anak, mereka cenderung untuk mengikuti harapan kelompok dengan cara menyesuaikan diri dengan teman-temannya baik dalam hal kedisiplinan (Hurlock, 2004) Kerangka Berfikir Konformitas Teman Sebaya Kedisplinan Siswa 26
20 2.6. Hipotesis Penelitian Penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: 1) Hipotesis nihil (H 0 ) : Tidak ada hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan dengan kedisiplinan siswa kelas XI SMA PGRI 117 Karang Tengah Tangerang. 2) Hipotesis alternatif (Ha) : Ada hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan kedisiplinan siswa kelas XI SMA PGRI 117 Karang Tengah Tangerang. 27
BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah berusaha untuk mewujudkan pendidikan yang kedepan diharapkan muncul
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian
Lebih terperinciJenis penelitian yang digunakan adalah jenis pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam
Lebih terperinciBAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Disiplin Disiplin kerja sangatlah penting dalam mempengaruhi perkembangan diri suatu perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut Monks (2001) remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008)
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Perilaku Merokok 2.1.1. Definisi Perilaku Merokok Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008) smoking adalah the drawing of tobaco smoke from a cigarette,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara
BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar terhadap kehidupan remaja baik yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Camat, Tugas, dan Fungsinya. Menurut Undang-Undang no 23 Tahun 2014 pasal 224 ayat (1) menyebutkan
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Camat, Tugas, dan Fungsinya Menurut Undang-Undang no 23 Tahun 2014 pasal 224 ayat (1) menyebutkan Kecamatan dipimpin oleh seorang kepala kecamatan yang disebut
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANGTUA DENGAN DISIPLIN SISWA DI SEKOLAH
Volume 2 Nomor Januari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Halaman 174-181 Info Artikel: Diterima01/01/2013 Direvisi12/01/2013 Dipublikasikan 01/03/2013 HUBUNGAN
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja 2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan salah satu elemen masyarakat yang sedang melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. Menurut Hurlock, masa dewasa awal dimulai pada umur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini kita semua pasti pernah merasakan tekanan-tekanan batin akibat kesalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Didalam dunia pendidikan saat ini terjadi kesadaran akan pentingnya penerimaan atas diri. Salah satunya adalah menghargai diri sendiri. Dalam hidup ini kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Disiplin BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari aktivitas atau kegiatan, kadang kegiatan itu kita lakukan dengan tepat waktu tapi kadang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara yang rasional.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dimiliki oleh orang lain mengenai individu tersebut. Self Perception (persepsi diri
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Definisi Konsep Diri Konsep diri merupakan penjabaran mengenai diri secara keseluruhan sebagai suatu gambaran bagi orang lain untuk melihat adakah perbedaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian prokrastinasi Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
125 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan dari penelitian Penggunaan Teknik Assertive Training untuk Mereduksi Kebiasaan Merokok Pada Remaja diperoleh kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi,
Lebih terperinciBAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.
1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengubah tingkah lakunya ke arah yang lebih baik. 1. sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang mempunyai sikap disiplin
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disiplin dalam belajar merupakan hal yang penting di dalam pendidikan. Dengan menjalankan disiplin akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Disiplin belajar
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konformitas Teman Sebaya a. Pengertian Teman Sebaya Teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki usia yang sama dengan kita, dan memiliki kelompok sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas dan kewajiban orang tua bukan hanya memberikan kewajiban secara jasmani anak melainkan juga secara rohani yaitu dengan memberikan pendidikan akhlak yang baik,yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, psikologis, dan sosiologis. Remaja mengalami kebingungan sehingga berusaha mencari tempat
Lebih terperinciPERBEDAAN KONSEP DIRI NEGATIF ANTARA REMAJA YANG SEKOLAH DAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH. Nurul Uliyah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan
Jurnal Psikologi September 2014, Vol. II, No. 2, hal 80-88 PERBEDAAN KONSEP DIRI NEGATIF ANTARA REMAJA YANG SEKOLAH DAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH Nurul Uliyah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah mahasiswa di Indonesia cenderung meningkat. Latief (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa Indonesia pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata Latin adolensence (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia 6 tahun. Secara alamiah perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedisiplinan sangat penting diterapkan dalam lembaga pendidikan dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Keluarga merupakan salah satu panutan utama dalam penanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi minum minuman keras (miras) di tengah kehidupan masyarakat Bali sudah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi minum minuman keras (miras) di tengah kehidupan masyarakat Bali sudah menyatu cukup lama, bahkan minuman keras seperti arak dan berem termasuk tuak merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan langsung terhadap bimbingan beragama dalam
Lebih terperincikeberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Disiplin Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerokhanian serta pengembangan tabiat. Disiplin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara. Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekolah dipahami sebagai lembaga pendidikan formal. Di tempat inilah kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara interaktif dalam proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami
Lebih terperinciSalam sejahtera, Terimakasih kepada Tuhan yang maha Esa atas segala rahmat dan nikmat-nya yang terus mengalir dalam kehidupan kita.
Salam sejahtera, Terimakasih kepada Tuhan yang maha Esa atas segala rahmat dan nikmat-nya yang terus mengalir dalam kehidupan kita. Yang saya hormati Bpk kepala sekolah SMPn 09 Kendari beserta jajaran
Lebih terperinciSKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan Pada Program Ekstensi Bimbingan dan Konseling
Lebih terperincisaaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN
saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. dengan hukuman menurut konsep ini, disiplin digunakan hanya bila anak
2.1 Kajian Teoritis 2.1.1. Pengertian Disiplin BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS Menurut Hurlock. (1999: 82) Konsep populer dari disiplin adalah sama dengan hukuman menurut konsep ini, disiplin digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. subjek, yaitu jenis kelamin dan kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Gambaran umum subjek penelitian ini diperoleh dari data yang diisi subjek, yaitu jenis kelamin dan kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berguna kelak di kemudian hari.sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang saat ini menjadi kebutuhan utama bagi seorang individu, dan pendidikan dapat diperoleh dari mana saja antara lain keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan
Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki tujuan untuk menyiapkan peserta didik yang beriman, bertakwa, kreatif dan inovatif serta berwawasan keilmuan
Lebih terperinciMODEL PEMBERIAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KELAS
MODEL PEMBERIAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KELAS Jimmi Apul Maringan Manalu Sekolah Dasar Swasta Pengharapan Patumbak Deli Serdang Corresponding author: jimmimanalu94@gmail.com Abstrak Motivasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja menurut Hurlock (1973)
Lebih terperinciKONFORMITAS. Konformitas dan Norma SoSial. Konformitas dan Penelitian Solomon Asch. Pengaruh Sosial dan Kontrol Pribadi (bag 1) Halaman 1
1 KONFORMITAS dan Norma SoSial adalah Suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. dan Norma Sosial Tekanan untuk melakukan
Lebih terperinci