BAB II LANDASAN TEORI. dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006)."

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 1.1. Konformitas Pengertian Konformitas Manusia mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat bertahan hidup. Cara yang termudah adalah melakukan tindakan sesuai dan diterima secara sosial. Melakukan tindakan yang sesuai dengan norma sosial dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006). Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut, disebut dengan konformitas (Sears, dkk., 1999). Seseorang melakukan konformitas, disebabkan adanya ketakutan untuk tidak diterima oleh kelompok, menghindari celaan, dan ketakutan dianggap menyimpang. Ada dua akibat yang dapat ditimbulkan karena perilaku konformitas yaitu baik dan buruk. Menurut Sears, dkk. (1999) konformitas cenderung berkonotasi negatif. Konformitas bergantung pada adanya orang yang selalu memperingatkan timbulnya keyakinan dan kebiasaan yang bertentangan di antara orang-orang disekitar. Kepatuhan terhadap otoritas akan sangat berhasil apabila pihak otoritas tersebut hampir hadir secara fisik. Ganjaran atau hukuman akan berfungsi dengan sangat baik bila ada orang yang senantiasa hadir untuk memberikan ganjaran. 8

2 Dengan adanya ganjaran ataupun ancaman seseorang akan melakukan apa saja demi diakui oleh orang lain sebagai orang yang tidak menyimpang. Menurut Sears, dkk. (1999) didalam melakukan tindakan yang sama dengan orang lain, seseorang akan dinilai bahwa perilakunya sesuai atau tidak sesuai dengan lingkungan orang tersebut berada. Penilaian perilaku konformitas positif dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh seseorang karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut dan dinilai positif dilingkungan orang tersebut berada. Sedangkan penilaian konformitas negatif dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh seseorang karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut dan dinilai negatif dilingkungan orang tersebut berada. Menurut Wall, dkk. (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa konformitas dengan tekanan teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif ataupun negatif. Bentuk perilaku konformitas negatif yaitu menggunakan bahasa jorok, mencuri, merusak, dan mengolok-olok orang lain. Sedangkan bentuk konformitas positif seperti berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu bersama klik. Konformitas negatif dalam penelitian Leventhal, dkk. (dalam Santrock, 2002) yaitu remaja cenderung pergi bersama-sama dengan seorang teman sebaya untuk mencuri dop mobil, menggambar grafitti di dinding, atau mencuri kosmetik ditoko Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan konformitas Pada dasarnya, orang menyesuaikan diri mempunyai alasan yang kuat. Demikian juga dengan orang melakukan konformitas disebabkan oleh beberapa alasan dan faktor-faktor. Seseorang yang melakukan konfomitas juga akan berdampak negatif dan positif. Hal-hal yang mempengaruhi adanya konformitas 9

3 yang berdampak baik (positif) atupun buruk (negatif)menurut Sears, dkk. (1999) adalah: 1. Kurangnya Informasi. Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali orang lain mengetahui sesuatu yang tidak diketahui seseorang, dengan melakukan apa yang orang lain lakukan, seseorang akan memperoleh manfaat dari pengetahuan orang lain. 2. Kepercayaan terhadap kelompok. Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. Semakin tinggi keahlian anggota dalam kelompok tersebut dalam hubungannya dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap kelompok tersebut. 3. Kepercayaan diri yang lemah. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika seseorang merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya 4. Rasa takut terhadap celaan sosial. Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap manusia 10

4 cenderung mengusahakan persetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakannya Hal-Hal Yang Menyebabkan Konformitas Tinggi Dan Rendah Konformitas yang dilakukan seseorang dapat meningkat atau justru menurun. Sears, dkk. (1999) menjelaskan ada beberapa hal yang dapat meningkatkan konformitas, seperti yang dijelaskan di bawah ini: 1. Kepercayaan terhadap kelompok. Bila individu memiliki kepercayaan terhadap kelompok maka konformitas akan menjadi tinggi. Kepercayaan ini timbul ketika individu menyakini bahwa informasi yang diberikan dari kelompok itu benar, maka orang tersebut akan merasa memperoleh informasi yang dibutuhkan. Dalam situasi ini, konformitas akan meningkat. 2. Keahlian kelompok. Tingkat keahlian individu dalam kelompok juga bisa menyebabkan konformitas menjadi tinggi. Semakin tinggi keahlian kelompok itu berhubungan dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap pendapat kelompok. Oleh karena itu, kepercayaan individu terhadap pendapat orang lain yang lebih ahli dapat menyebabkan konformitas yang tinggi. 3. Kepercayaan diri yang lemah dalam diri individu. Semakin sulit individu memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri, berarti semakin besar individu untuk mengikuti penilainan dari orang lain. Dengan demikian individu mengikuti penilaian orang lain dan dapat mengakibatkan konformitas meningkat. 11

5 4. Keterikatan individu terhadap kelompok. Konformitas dapat meningkat ketika individu melakukan cara untuk memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok. Untuk menghindari celaan, individu berusaha menyesuaikan diri agar dapat diterima kelompok. Dalam usaha tersebut individu akan dapat meningkatkan konformitas. Konformitas juga akan semakin meningkat ketika individu enggan disebut menyimpang menurut kelompok. Ketika individu memandang bahwa kegiatan yang dilakukan suatu kelompok dapat memperoleh keuntungan bagi orang tersebut, maka konformitas akan tinggi. 5. Kekompakan. Kekompakan yang tinggi antara anggota kelompok dapat meningkatkan konformitas. 6. Perhatian terhadap kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang terhadap kelompok juga dapat meningkatkan konformitas. 7. Ukuran Kelompok. Konformitas akan meningkat apabila ukuran dalam kelompok juga meningkat. Ukuran kelompok yang optimal adalah tiga atau empat orang atau lebih. Konformitas juga dapat menurun atau menjadi rendah. Sears, dkk.(1999) menjelaskan terdapat hal-hal yang dapat menurunkan konformitas, seperti yang dijelaskan dibawah ini: 1. Meningkatnya rasa percaya diri individu terhadap pendapat sendiri. Sesuatu yang dapat meningkatkan kepercayaan individu terhadap penilainannya sendiri akan menurunkan konformitas. Individu yang percaya diri tentu akan memberikan pendapat berdasarkan keinginannya bukan mengikuti pendapat orang lain. Dengan demikian konformitas akan menurun. 12

6 2. Individu menguasi persoalan. Konformitas akan menjadi turun ketika individu dapat menguasai persoalan tanpa mengantungkan dirinya kepada orang lain. 3. Perbedaan pendapat. Bila seseorang dalam situasi kelompok berbeda pendapat dengan orang lain dalam kelompok maka konformitas akan menurun Aspek-Aspek Dalam Konformitas Salah satu sebab seseorang melakukan konformitas adalah kurangnya rasa kepercayaan diri terhadap pendapat sendiri dan rasa takut menjadi orang yang menyimpang, akibatnya seseorang rela melakukan apa saja demi diakui oleh kelompok. Kekuatan kedua motif tersebut mudah terlihat dengan ciri-ciri yang khas. Sears, dkk. (1999) mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal yang dapat menyebabkan konformitas menjadi berdampak baik (positif) ataupun buruk (negatif) adalah sebagai berikut : a. Kekompakan Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut dan konformitas akan menjadi tinggi. Kekompakan dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini: 13

7 1) Penyesuaian Diri Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi orang lain untuk mengakui orang tersebut dalam kelompok, dan semakin menyakitkan bila orang lain mencela. Kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila seseorang mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok tertentu. 2) Perhatian terhadap Kelompok Peningkatan koformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai orang yang menyimpang. Penyimpangan menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering menyimpang pada saat-saat yang penting diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dari kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang dalam kelompok semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompok. b. Kesepakatan Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Kesepakatan dipengaruhi hal-hal dibawah ini: 1) Kepercayaan Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan 14

8 terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan. 2) Persamaan Pendapat Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi, dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin tinggi. 3) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain, maka akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. orang yang menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan yang merupakan aspek penting dalam melakukan konformitas. c. Ketaatan Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila 15

9 ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini: 1) Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah perilaku seseorang. 2) Harapan Orang Lain Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila permintaan diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul Teknik Sosiodrama Pengertian Teknik Sosiodrama Menurut Bennett (dalam Romlah, 2001), sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peranan tertentu dari situasi masalah sosial. Kegiatan sosiodrama dapat 16

10 dilaksanakan bila sebagian besar anggota kelompok menghadapi masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin melatih atau mengubah sikap-sikap tertentu Tujuan Sosiodrama Tujuan dari sosiodrama atau role play menurut Crosini (dalam Romlah, 2001) adalah : a. Sebagai media pengajaran, melalui proses permainan peran anggota kelompok dapat belajar dengan lebih efektif keterampilan-keterampilan hubungan antar pribadi dengan mengamati berbagai macam cara dalam memecahkan masalah sosial. b. Sebagai metode latihan untuk bermain peran.dengan keterlibatan aktif dalam proses permainan peranan, anggota kelompok dapat mengembangkan pengertian-pengertian baru dan mempraktekkan keterampilan-keterampilan baru. Menurut Bennett (dalam Romlah, 2001) sosiodrama lebih merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendidik daripada penyembuhan Langkah-langkah Sosiodrama Menurut Bennett (dalam Romlah, 2001) pelaksanaan sosiodrama secara umum meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a. Persiapan. Dalam tahap persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang akan disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan. b. Menyiapkan skenario sosiodrama. 17

11 c. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan skenarionya, dan memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peran dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau rambu-rambu masing-masing peran, usulan dari anggota lain, atau berdasarkan kedua-duanya. d. Menentukan kelompok penonton dan memperjelas tugasnya. Tugas kelompok penonton adalah untuk mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai. e. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan untuk bergabung beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu akan dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Pemain diharapkan dapat memperagakan konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang diperankannya. Dalam permainan ini diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton dengan peran-peran yang dimainkannya. f. Evaluasi dan diskusi. Setelah selesai permainan, diadakan diskusi yang diarahkan untuk membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana cara pemain membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memainkan perannya. g. Ulangan permainan. Dari hasil diskusi dapat ditentukan apakah perlu diadakan ulangan permainaan atau tidak. 18

12 Kelebihan Teknik Sosiodrama Menurut Muthoharoh (dalam nilai lebih atau kelebihan dari teknik sosiodrama adalah: 1. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. 2. Merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan. 3. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kegiatan menjadi dinamis dan penuh antusias. 4. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. 5. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri Penelitian Yang Relevan 1. Penelitian Nurhayati (2011) yang berjudul Teknik Sosiodrama Untuk Mengurangi Konformitas Yang Berlebihan Pada Siswa: Pra-Eksperimen terhadap Siswa kelas X-8 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cileunyi Tahun Ajaran 2010/2011.Dalam perhitungan post-test menggunakan uji-t menunjukkan skor t-hitung 2,467 sedangkan t-tabel sebesar 1,980. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa teknik sosiodrama dapat digunakan untuk mengurangi konformitas yang berlebihan. 2. Penelitian Hendrayani (2010) yang berjudul Penggunaan Teknik Assertive Training Dalam Mereduksi Overconformity Terhadap Kelompok Teman Sebaya Pada Siswa SMA (Penelitian Tindakan terhadap Siswa Kelas XI 19

13 SMAN 7 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011). Dalam penelitian ini intervensi dirancang berdasarkan indikator-indikator aspek konformitas dari yang tertinggi hingga terendah, dengan jumlah siklus sebanyak 3 siklus. Hasil perhitungan diperoleh skor t-hitungsebesar 7,8 dan t-tabel sebesar 1,740. Ini menunjukkan bahwa t-hitung sebesar 7,8 lebih besar dari t-tabel 1,740, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik assertive training dapat digunakan untuk mereduksi overconformity terhadap kelompok teman sebaya pada siswa SMA. 3. Penelitian Gozali (2012) yang berjudul Efektivitas assertive training dalam mereduksi perilaku konformitas teman sebaya yang berlebihan pada siswa kelas XI SMA Paragabaya Bandung. Hasil penelitian disimpulkan bahwa assertive training dapat mengurangi konformitas teman sebaya yang berlebihan. 4. Penelitian Umroh (2009) yang berjudul Efektivitas teknik sosiodrama untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VII SMPN 1 Krembung Sioarjo. Hasil penelitian ini t-hitung sebesar 2,087 dan t-tabel sebesar 1,079. Dapat disimpulkan bahwa teknik sosiodrama dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa Hipotesis Teknik sosiodrama dapat mengurangi secara signifikan konformitas negatif siswa kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga. 20

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut Monks (2001) remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. aturan dan norma sosial yang berlaku dikalangan masyarakat.

BAB II LANDASAN TEORI. aturan dan norma sosial yang berlaku dikalangan masyarakat. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Vandalisme 2.1.1 Pengertian Vandalisme. Menurut Sarwono (2006) masa remaja merupakan periode yang penuh gejolak emosi tekanan jiwa sehingga remaja mudah berperilaku menyimpang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Arikunto (2006: 12) menjelaskan bahwa pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian prokrastinasi Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja 2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal 2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Budi Pekerti 2.1.1. Pengertian Budi Pekerti Menurut kurikulum berbasis kompetensi (dalam Zuriah, 2008) budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji signifikansi teknik sosiodrama untuk mengurangi konformitas negatif siswa kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kecerdasan Emosi 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan oleh Salovey dan Mayer pada tahun 1990. Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tindakan Vandalisme Berikut ini akan di uraikan beberapa landasan teori tentang tindakan vandalisme dan konformitas negatif yang menjadi dasar atau landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000) BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, berkepribadian mandiri dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang dikembangkan dalam penelitian adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang dikembangkan dalam penelitian adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang dikembangkan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah 16 siswa kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu masing-masing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi / Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Bandung yang berlokasi di Jalan. Dr. Setiabudi

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian. teknik sosiodrama untuk meningkatkan percaya diri siswa.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian. teknik sosiodrama untuk meningkatkan percaya diri siswa. 58 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian kuantitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Theresiana Salatiga, dengan mengambil subjek penelitian di kelas XI. Diperoleh subjek penelitian sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara yang rasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

Interaksi Edukatif. Kelompok 8 Labiba Zahra K Novita Ening B K Rini Kurniasih K

Interaksi Edukatif. Kelompok 8 Labiba Zahra K Novita Ening B K Rini Kurniasih K Interaksi Edukatif Kelompok 8 Labiba Zahra K1310049 Novita Ening B K1310060 Rini Kurniasih K1310069 Pend. Matematika (sbi) 2010 Pengertian Interaksi Edukatif Interaksi edukatif adalah suatu rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

Rafael Lisinus Ginting Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan

Rafael Lisinus Ginting Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENGURANGI KONFORMITAS YANG BERLEBIHAN PADA SISWA (PENELITIAN PRA- EKSPERIMEN TERHADAP SISWA KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA) Rafael Lisinus Ginting rafaelginting@gmail.com Jurusan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. diimajinasikan oleh individu atau kelompok. Pendapat tersebut diartikan bahwa

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. diimajinasikan oleh individu atau kelompok. Pendapat tersebut diartikan bahwa 10 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Konformitas Santrock (2003:249) mendefenisikan konformitas sebagai perubahan dalam sikap atau pendapat individu sebagai hasil dari tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, proses kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sebut tariqah artinya jalan, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan

BAB II KAJIAN TEORI. sebut tariqah artinya jalan, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teori 1. Metode Sosiodrama Metode berasal dari bahasa latin meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan ke atau cara ke. Dalam bahasa arab, metode di sebut tariqah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullying Bullying memiliki berbagai definisi yang beragam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Hakim (2000: 14), belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Skor Tes Awal Xi (Pre-Test) Perilaku Sopan Santun Siwa. Skor Pre-Tes. No

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Skor Tes Awal Xi (Pre-Test) Perilaku Sopan Santun Siwa. Skor Pre-Tes. No BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Variabel (Pre-Test) Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode eksperimen semu, sebelum diberikan perlakuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai BAB II KAJIAN TEORI 1.1. Motivasi Belajar 1.1.1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman, 2001). Motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

BAB I PENDAHULUAN. penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (dalam Sarwono, 2007), remaja adalah suatu masa ketika: 1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1.Interaksi Sosial Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. No Nama Skor Kategori Kelompok

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1.Interaksi Sosial Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. No Nama Skor Kategori Kelompok BAB IV PEMBAHASAN 1.1.Deskripsi Subjek Penelitian 1.1.1. Lokasi Penelitian Penulis memilih melakukan penelitian di SMP Negeri 02 Kaliwungu yang beralamat di desa Papringan, kecamatan Kaliwungu, kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pendidikan, baik pendidikan non formal (masyarakat),

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pendidikan, baik pendidikan non formal (masyarakat), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu berkembang sangat pesat. Hal ini harus didukung dengan adanya peningkatan dalam pelaksanaan pendidikan,

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA Arni Murnita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Pada dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah korelasional. Menurut Arikunto (1998) tujuan penelitian korelasional untuk mengemukakan ada tidaknya hubungan, apabila ada seberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Tehnik Mesin SMK Saraswati Salatiga yang berjumlah 36 siswa. Populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada atau tidaknya hubungan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi. Dalam mahasiswa terdapat beberapa golongan remaja.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian disiplin belajar Disiplin merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk mendididk dan membentuk perilaku siswa menjadi orang yang berguna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Kondisi Awal Sebelum pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode demonstrasi, rata-rata hasil belajar IPA semester I kelas III SD Negeri Karangwotan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. ada beberapa penelitian yang ada keterkaitan metode Role Play dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. ada beberapa penelitian yang ada keterkaitan metode Role Play dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Kajian Pustaka Sejauh telaah pustaka yang dilakukan peneliti belum menemukan tulisan atau penelitian yang sama. Namun untuk mencegah adanya plagiasi, ada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Garmen. Dimana jurusan ini diambil pada saat kelas X. SMK Muhammadiyah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Garmen. Dimana jurusan ini diambil pada saat kelas X. SMK Muhammadiyah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Muhammadiyah Salatiga. SMK ini terdiri dari 4 jurusan yaitu jurusan tehnik Permesinan, Elektro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Antar Pribadi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Antar Pribadi DeVito (2011) mengemukakan komunikasi antar pribadi adalah proses selektif, sistemik, unik, dan interaksi berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Model Pembelajaran Role Playing (model bermain peran) a Pengertian Role playing atau bermain peran menurut Zaini, dkk (2008:98) adalah suatu aktivitas pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang LISTYA ANGGRAENI, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang LISTYA ANGGRAENI, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia kanak-kanak, merupakan usia belajar berbagai hal. Pada fase ini, anak juga belajar mengembangkan emosinya. Karena pengaruh faktor kematangan dan faktor belajar

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Strategi Yang Dilakukan Guru PAI Dalam Menciptakan Kelas Yang

BAB V PEMBAHASAN. A. Strategi Yang Dilakukan Guru PAI Dalam Menciptakan Kelas Yang BAB V PEMBAHASAN A. Strategi Yang Dilakukan Guru PAI Dalam Menciptakan Kelas Yang Kondusif. Pengelolaan kelas merupakan keterampilan yang harus dimiliki guru untuk memperlancar ataupun memperbaiki suasana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Lokasi Penelitian SMP Negeri 7 Salatiga merupakan tempat yang dipilih penulis untuk melakukan penelitian. Sekolah ini beralamat di jalan Setiaki No.15, Salatiga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa perkembangan dimana manusia berada pada rentan umur 12 hingga 21 tahun. Masa transisi dari kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah mahasiswa di Indonesia cenderung meningkat. Latief (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 112 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Perencanaan pembelajaran teknik 4/3/2 pada siswa kelas X

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan hasil pengembangan modul bimbingan kelompok untuk mencegah adanya perilaku seks bebas pada peserta didik. Hasil pengembangan tersebut meliputi :

Lebih terperinci

REDUKSI OVERCONFORMITY MELALUI TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS XI IPS SMA N 1 SEDAYU SKRIPSI

REDUKSI OVERCONFORMITY MELALUI TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS XI IPS SMA N 1 SEDAYU SKRIPSI REDUKSI OVERCONFORMITY MELALUI TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS XI IPS SMA N 1 SEDAYU SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pembelajaran adalah masalah yang selalu aktual dan dihadapai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pembelajaran adalah masalah yang selalu aktual dan dihadapai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pembelajaran adalah masalah yang selalu aktual dan dihadapai oleh setiap orang (Slameto, 2010). Sudah menjadi wacana besar bahwa pembelajaran sekarang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MEREDUKSI PERILAKU KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS XI SMA THERESIANA SALATIGA SKRIPSI

PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MEREDUKSI PERILAKU KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS XI SMA THERESIANA SALATIGA SKRIPSI PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MEREDUKSI PERILAKU KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS XI SMA THERESIANA SALATIGA SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Bimbingan dan Konseling untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis menyampaikan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis dan penafsiran seluruh data yang diperoleh selama melakukan penelitian. Selain itu penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peran yang penting dalam hidup (Papalia, 2008), suatu kesadaran akan kesatuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peran yang penting dalam hidup (Papalia, 2008), suatu kesadaran akan kesatuan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identitas Diri 1. Pengertian Identitas Diri Identitas diri adalah proses menjadi seorang individu yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Papalia, 2008), suatu kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. Skripsi : 091/S/PPB/2013 pertengahan dan akhir masa anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN. No. Skripsi : 091/S/PPB/2013 pertengahan dan akhir masa anak-anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia mengalami beberapa proses perkembangan dalam hidupnya, baik secara fisik maupun psikis. Di mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan beranjak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama dekade terakhir internet telah menjelma menjadi salah satu kebutuhan penting bagi sebagian besar individu. Internet adalah sebuah teknologi baru yang berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini banyak hal yang berubah, perubahan terjadi di dalam berbagai bidang, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi informasi, ekonomi-industri,

Lebih terperinci

Nurul Hidayati Nafi ah dan Salmah Lilik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK

Nurul Hidayati Nafi ah dan Salmah Lilik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK PENGGUNAAN TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER SISWA KELAS BILINGUAL SMP N 1 TAWANGMANGU TAHUN AJARAN 2013/2014 Nurul Hidayati Nafi ah dan Salmah Lilik Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara dan mengeluarkan pendapat dengan bahasa asing, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara dan mengeluarkan pendapat dengan bahasa asing, khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berbicara dan mengeluarkan pendapat dengan bahasa asing, khususnya bahasa Jerman, bagi kebanyakan siswa merupakan hal yang cukup sulit. Pada umumnya dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. Remaja tidak mempunyai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depan, seperti pendidikan formal di universitas mahasiswa diharapkan aktif, kunci

BAB I PENDAHULUAN. depan, seperti pendidikan formal di universitas mahasiswa diharapkan aktif, kunci BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal utama dalam menghadapi masa depan, seperti pendidikan formal di universitas mahasiswa diharapkan aktif, kunci utamanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Menurut Kunandar (2011) PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI SMA NEGERI I SEMARANG TAHUN AJARAN 2005/2006

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI SMA NEGERI I SEMARANG TAHUN AJARAN 2005/2006 HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI SMA NEGERI I SEMARANG TAHUN AJARAN 2005/2006 S K R I P S I Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi pada Universitas Negeri Semarang Oleh

Lebih terperinci

Meningkatkan Minat Belajar PKn Melalui Metode Bermain Peran Siswa Kelas IV SD Inpres 3 Tolai

Meningkatkan Minat Belajar PKn Melalui Metode Bermain Peran Siswa Kelas IV SD Inpres 3 Tolai Meningkatkan Minat Belajar PKn Melalui Metode Bermain Peran Siswa Kelas IV SD Inpres 3 Tolai Margareta Ni Made Ardani Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga, peneliti berhasil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga, peneliti berhasil 31 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Hasil observasi awal yang dilakukan di kelas X.3 Program Keahlian Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga, peneliti berhasil mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat terpenting yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Melalui bahasa, manusia akan dapat mengungkapkan segala pemikirannya. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan konformitas teman sebaya dengan konsep diri terhadap kenakalan remaja di Jakarta Selatan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Variabel tergantung Variabel bebas : Empati : Bermain peran (roleplay) B. Definisi Operasional 1.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Banjarmasin Timur, subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Banjarmasin Timur, subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah 31 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Setting Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN Sungai Bilu 2 Banjarmasin Timur, subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen dari ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan

BAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Mark dan Tombouch (dalam Bachtiar 2005), mengumpamakan motivasi sebagai bahan bakar dalam beroperasinya mesin gasoline. Tidaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan serta kesulitan yang harus dihadapi. Masa remaja. hubungan lebih matang dengan teman sebaya.

BAB I PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan serta kesulitan yang harus dihadapi. Masa remaja. hubungan lebih matang dengan teman sebaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam perkembangan manusia yang menarik perhatian untuk dibicarakan karena pada masa remaja seseorang banyak mengalami

Lebih terperinci

Model Pembelajaran kooperatif dengan tipe Group Investigation ini masih. asing bagi siswa kelas XI 6 Program Keahlian Multi Media SMK Kristen BM

Model Pembelajaran kooperatif dengan tipe Group Investigation ini masih. asing bagi siswa kelas XI 6 Program Keahlian Multi Media SMK Kristen BM 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Model Pembelajaran kooperatif dengan tipe Group Investigation ini masih asing bagi siswa kelas XI 6 Program Keahlian Multi Media SMK Kristen

Lebih terperinci

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kemampuan keterampilan dan sikap. Seseorang dapat belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk 5 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Manusia dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMP Langlangbuana 2 Bandung yang berlokasi di Jl. Rusbandi, SH (Aspol) Sukamiskin. Alasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Merokok BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Merokok 1. Pengertian Perilaku Merokok Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pokok

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pokok BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pokok bahasan yang dipaparkan pada bagian ini adalah latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI POSITIF. Rury Muslifar

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI POSITIF. Rury Muslifar Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 2, Mei 2015 ISSN 2442-9775 EFEKTIFITAS PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI POSITIF Rury Muslifar Program

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2013 2014 Sugiani Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peserta didik pada usia remaja di sekolah sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal dalam

Lebih terperinci