ANALISIS TATANIAGA SAPI POTONG PT KARIYANA GITA UTAMA CICURUG SUKABUMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS TATANIAGA SAPI POTONG PT KARIYANA GITA UTAMA CICURUG SUKABUMI"

Transkripsi

1 ANALISIS TATANIAGA SAPI POTONG PT KARIYANA GITA UTAMA CICURUG SUKABUMI SKRIPSI MUHAMMAD FAISAL H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN MUHAMMAD FAISAL. Analisis Tataniaga Sapi Potong PT. Kariyana Gita Utama, Cicurug, Sukabumi. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA). Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berada pada sektor pertanian yang turut menjaga ketersediaan pangan dan kecukupan gizi bagi masyarakat Indonesia, khususnya dalam penyediaan kebutuhan akan protein hewani. Menurut data statistika Direktorat Jenderal Peternakan, konsumsi daging Indonesia pada periode Tahun mengalami peningkatan secara nasional. Namun peningkatan konsumsi tersebut tidak diikuti dengan peningkatan produksi daging. Hal ini menyebabkan terjadinya selisih (gap) yang cukup besar antara produksi dan konsumsi daging secara nasional. Gap terbesar terjadi pada komoditi daging sapi dimana konsumsi lebih tinggi dari produksi yang mencapai angka 39,3 ribu ton. Pemerintah telah mengupayakan program swasembada daging sapi untuk mencegah peningkatan impor sapi hidup maupun daging segar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 59/Permentan/HK.060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS). Melalui kegiatan P2SDS tersebut diharapkan pada Tahun 2010, kebutuhan daging sapi bagi masyarakat sudah dapat dipenuhi dari dalam negeri minimal sebesar 90 persen. Saat ini usaha penggemukan sapi sudah banyak dilakukan secara komersial. Menurut data statistik Direktorat Jenderal Peternakan tahun 2007, terdapat 29 unit perusahaan yang khusus di bidang penggemukan sapi (feedlot) dengan total sapi sebanyak ekor. Salah satu perusahaan feedlot yang ikut berperan dalam penyediaan sapi potong adalah PT. Kariyana Gita Utama (PT. KGU) dengan kapasitas sapi sebanyak ekor. PT. KGU merupakan pelopor industri penggemukan sapi di Indonesia yang telah beroperasi selama kurang lebih 23 tahun hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan telah sekian lama membentuk pola tataniaga. Dengan kekuatan tersebut menarik untuk dikaji bagaimana PT. KGU dapat menjaga kestabilan penjualan sapi potong dan bagaimana pola tataniaga yang telah dibentuk oleh perusahaan serta bagaimana perusahaan dapat menjaga hubungan kerjasama dagang dengan lembaga tataniaga yang telah terjalin selama ini. Dari pola tataniaga tersebut, dapat ditunjukkan saluran pemasaran seperti apa yang paling efisien dan menguntungkan bagi perusahaan dan lembaga tataniaga, bagaimana biaya biaya yang terbentuk untuk menjalankan fungsi sebagai lembaga tataniaga, serta bagaimana lembaga tataniaga berperilaku dalam pasar. Jika dilihat dari pasar yang dihadapi PT. KGU, menarik untuk dipelajari bagaimana PT. KGU berprilaku dalam pasar, bagaimana posisi perusahaan di mata lembaga tataniaga yang terlibat dan lebih jauh bagaimana perusahaan dapat mempengaruhi struktur pasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis saluran tataniaga sapi potong PT. KGU, mengidentifikasi dan menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong PT. KGU, serta menghitung margin tataniaga, producer s share, biaya pemasaran, keuntungan, dan struktur pasar tataniaga sapi ii

3 potong PT. KGU. Penelitian ini dilakukan di PT. KGU, Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat pada bulan November Januari Penelitian 27 orang pedagang yang dipilih dengan metode snowball sampling. Melalui metode snowball sampling ditelusuri saluran tataniaga sapi potong PT. KGU untuk mengidentifikasi dan menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong PT. KGU. Dengan berbagai informasi dan data yang diperoleh maka dihitung keuntungan, biaya pemasaran, dan margin tataniaga masing-masing lembaga tataniaga dalam setiap saluran. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung total biaya pemasaran, margin tataniaga, producer s share, rasio L/C, dan keuntungan total setiap saluran tataniaga. Terdapat empat lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga sapi potong PT. KGU, yaitu pedagang pengumpul, pedagang pemotong, pedagang pengecer, dan Rumah Potong Hewan (RPH). Fungsi tataniaga yang dilakukan adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Lembaga-lembaga tataniaga tidak melakukan seluruh fungsi tataniaga tersebut, masing-masing lembaga tataniaga hanya melakukan fungsi tataniaga yang dibutuhkannya untuk memperlancar aktivitas tataniaga yang dilakukannya. Dalam sistem tataniaga sapi potong PT. KGU terdapat 6 saluran yaitu: (1) PT KGU Pedagang Pengumpul Pedagang Pemotong Konsumen, (2) PT KGU Pedagang Pengumpul Pedagang Pemotong Pedagang Pengecer Konsumen, (3) PT KGU Pedagang Pemotong Konsumen, (4) PT KGU Pedagang Pemotong Pedagang Pengecer Konsumen, (5) PT KGU Pedagang Pengumpul Konsumen, (6) PT KGU Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen. Saluran 2 merupakan jalur distribusi sapi potong terbesar diantara saluran lain yaitu sebesar 39,7 persen. Saluran tataniaga sapi potong pada PT. KGU yang paling efisien adalah saluran 3, berdasarkan nilai margin tataniaga terendah (23,55 persen) dan memberikan nilai producer s share tertinggi (76,45 persen), sedangkan saluran yang paling tidak efisien adalah saluran 2, berdasarkan nilai margin tataniaga tertinggi 26,47 persen) dan memberikan nilai producer s share terendah (73.53 persen). Struktur pasar yang dihadapi hampir seluruh lembaga tataniaga sapi potong pada PT. KGU cenderung bersifat pasar oligopoli. Hal ini dilihat dari kemampuan lembaga tataniaga dalam menentukan harga, produk yang diperdagangkan bersifat homogen, dan hambatan keluar masuk pasar yang cukup tinggi. Pesentase karkas merupakan pertimbangan utama kepuasan pembelian oleh pedagang pengumpul dan pemotong, oleh karena itu PT. KGU diharapkan untuk selalu menjaga dan terus meningkatkan kualitas dari sapi potong yang dihasilkan, terutama persentase karkas yang dihasilkan. PT. KGU dapat meningkatkan volume penjualan pada saluran 3 dan saluran 4 karena harga yang terbentuk pada saluran tersebut lebih menguntungkan bagi perusahaan, disamping merupakan saluran yang relatif lebih efisien. Pemerintah diharapkan dapat menyediakan pinjaman modal bagi lembaga tataniaga, khususnya pedagang pemotong dan pedagang pengecer, agar dapat bertransaksi secara tunai sehingga dapat mengurangi risiko kemacetan pembayaran. Terdapat perbedaan pola pembelian kelas sapi pada setiap daerah pemasaran PT. KGU dan terdapat potensi perbedaan efisiensi tataniaga berdasarkan kelas sapi. Sehingga diharapkan dilakukan penelitian selanjutnya yang membahas efisiensi tataniaga berdasarkan kelas sapi, dimana hal tersebut belum dapat diungkap pada penelitian ini. iii

4 ANALISIS TATANIAGA SAPI POTONG PT KARIYANA GITA UTAMA CICURUG SUKABUMI MUHAMMAD FAISAL H Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 iv

5 Judul Skripsi Nama NRP : Analisis Tataniaga Sapi Potong PT. Kariyana Gita Utama Cicurug, Sukabumi : Muhammad Faisal : H Disetujui, Pembimbing Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Tataniaga Sapi Potong PT. Kariyana Gita Utama, Cicurug, Sukabumi adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2010 Muhammad Faisal H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 1986 dari pasangan Bapak Ismail Yusuf dan Ibu Setiawati Yusuf. Penulis merupakan anak kedua dari dua orang bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Islam Dian Didaktika pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2001 di SLTP Islam Dian Didaktika. Pendidikan menengah atas penulis, diselesaikan di SMA Islam Al Azhar 1 Jakarta pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama, pada tahun 2006 penulis berhasil diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Penulis aktif dalam kegiatan olahraga di kampus, yaitu menjadi anggota tim basket TPB IPB periode , tim basket Agrbibisnis dan tim basket FEM. Prestasi yang penulis berhasil capai selama menjadi anggota tim tersebut adalah Juara 3 E- Competition tahun 2005, Juara 3 Olimpiade Mahasiswa (OMI) IPB tahun 2006, Juara 1 basket SPORTAKULER FEM tahun 2006 dan tahun 2007, Juara 2 OMI IPB tahun 2007, Juara 1 OMI IPB tahun 2008 dan tahun Selain itu, penulis juga terjun dalam berbagai kegiatan bisnis penyediaan hewan untuk hari raya qurban. vii

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, hidayah, dan kesempatan yang diberikan-nya sehinga Penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi berjudul Analisis Tataniaga Sapi Potong PT. Kariyana Gita Utama, Cicurug, Sukabumi. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dan pemimpin terbaik bagi umat manusia. Penelitian ini merupakan salah satu bentuk ketertarikan Penulis terhadap bidang tataniaga komoditi agribisnis yang dikaitkan dengan bidang peternakan khususnya sapi potong sebagai salah satu komoditi yang potensial dan prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Dengan terbukanya peluang untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia akan daging, maka dengan cara pandang demand pull perlu aktifitas tataniaga yang menguntungkan berbagai pihak yang terlibat dalam penyaluran daging. Tataniaga sapi potong yang efisien dan strategis akan meningkatkan keunggulan para pelaku usaha sapi potong di Indonesia. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian ini. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat sebesar besarnya bagi pihak pihak yang terkait dengan industri peternakan di Indonesia, khususnya di bidang penggemukan sapi potong. Bogor, Maret 2010 Muhammad Faisal viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat dan hidayah-nya yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup Penulis, terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi tidak terlepas dari bantuan, motivasi, doa, dan kerjasama dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ir. Dwi Racmina, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik serta pembelajaran untuk penyempuranaan dan penyelesaian skripsi ini. 3. Ir. Juniar Atmakusuma, MS, sebagai dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini, serta selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama masa perkuliahan. 4. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. 5. Pihak PT. Kariyana Gita Utama atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan. 6. Papah dan Mamah atas kasih sayang, cinta, nasehat, doa, dan dukungan yang selalu diberikan dengan tulus tanpa permintaan balasan apapun. 7. Aki dan (alm) nini atas segala nasehat dan bimibingan yang tak pernah henti diberikan kepada penulis. 8. Kakak penulis atas dukungan dan semangat yang selalu diberikan selama ini. 9. Ajeng atas semua waktu, semangat, dan pengertiannya kepada penulis. 10. Teman teman seperjuangan dan teman teman Agribisnis 42 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi. Bogor, Maret 2010 Muhammad Faisal ix

10 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 7 II TINJAUAN PUSTAKA Jenis Sapi Potong di Indonesia Industri Penggemukan Sapi (feedloting) Karkas Sapi Penelitian Terdahulu Tentang Tataniaga III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Konsep Saluran dan Lembaga Tataniaga Konsep Fungsi Tataniaga Konsep Margin Tataniaga Konsep Farmer Share Konsep Struktur Pasar Kerangka Pemikiran Operasional IV METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Saluran Tataniaga Analisis Fungsi Tataniaga Analisis Margin Tataniaga Analisis Struktur Pasar Definisi Operasional V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah dan Perkembangan PT Kariyana Gita Utama Lokasi Perusahaan x x

11 5.3 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Sarana dan Peralatan Produksi Proses Produksi VI TATANIAGA SAPI POTONG PT KARIYANA GITA UTAMA Analisis Saluran Tataniaga Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga Fungsi Tataniaga PT. Kariyana Gita Utama Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Fungsi Tataniaga Pedagang Pemotong Fungsi Tataniaga Pedagang Pengecer Fungsi Tataniaga Rumah Potong Hewan Analisis Margin dan Biaya Tataniaga Analisis Struktur Pasar VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produk Domestik Bruto Tahun Neraca Daging Nasional Tahun Populasi Ternak Ruminansia di Indonesia Nilai Impor Ternak dan Hasil Ternak Sapi Tahun Karakteristik Struktur Pasar Jumlah Pedagang per Lembaga Tataniaga di Setiap Wilayah Penelitian Sapi Potong PT. KGU Jumlah Karyawan pada PT. KGU Tahun Luas Lahan dan Bangunan PT. KGU Peralatan Produksi PT. KGU Klasifikasi Sapi Menurut Umur dan Jenis Kelamin Rata - rata Penjualan Sapi Potong PT. KGU Menurut Wilayah pada Tahun Penjualan Sapi Potong oleh Pedagang Pengumpul Penjualan Sapi Potong oleh Pedagang Pemotong Besaran Jumlah Sapi Potong per Saluran pada Tahun Fungsi dan Aktivitas Produsen dan Lembaga Tataniaga Sapi Potong pada Tahun Pembelian Sapi Bakalan Impor PT. KGU pada Tahun Penjualan Sapi Potong PT. KGU Tahun Klasifikasi Sapi Menurut Umur dan Jenis Kelamin Rata Rata Bobot Hidup, Persentase Karkas, Harga Beli, dan Lama Penggemukan Sapi Potong PT. KGU Berdasarkan Jenis/Kelas Mutu Sapi Pada Tahun Struktur Biaya dan Margin Tataniaga pada Setiap Saluran dan Lembaga Tataniaga Sapi Potong PT. KGU pada Tahun Margin Tataniaga, Farmer s Share, Rasio L/C, Biaya Pemasaran dan Keuntungan Saluran Tataniaga Sapi Potong di PT. KGU xii

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Margin Tataniaga Kerangka Pemikiran Operasional Bagan Alir Proses Produksi PT. KGU Saluran Tataniaga Sapi Potong PT. Kariyana Gita Utama xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Konsumsi Hasil Ternak per Kapita per Tahun Produk Peternakan Populasi Ternak Besar/Kecil di Perusahaan per Provinsi Tahun Jumlah Perusahaan Ternak Besar/Kecil Tahun Struktur Organisasi PT. Kariyana Gita Utama xiv

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan total jumlah penduduk 238 juta jiwa dan berada pada peringkat empat negara negara dengan penduduk terbanyak 1. Tingginya angka jumlah penduduk tersebut merupakan tantangan bagi seluruh elemen negara untuk memenuhi ketersediaan pangan dan kecukupan gizi. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berada pada sektor pertanian yang turut menjaga ketersediaan pangan dan kecukupan gizi bagi masyarakat Indonesia, khususnya dalam penyediaan kebutuhan akan protein hewani. Subsektor peternakan juga memberikan peranan dalam perekonomian pertanian yang cukup besar. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) pertanian, dimana peternakan memiliki laju pertumbuhan 19,87 persen per tahun pada periodik tahun (Tabel 1). Tabel 1. Produk Domestik Bruto Tahun (Atas Dasar Harga Berlaku) (dalam Rp Milyar) Tahun Laju No Pertumbuhan. Uraian *) 2008**) (%/tahun) 1. Bahan 165,56 181,33 214, , ,842 20,66 Makanan 2. Perkebunan 49,63 56,43 63,40 81,60 106,19 21,22 3. Peternakan 40,63 44,20 51,07 61,32 82,83 19,87 4. Kehutanan 20,29 22,56 30,07 35,88 39,99 18,81 5. Perikanan 53,01 59,64 74,33 97,70 136,44 27,06 6. Jumlah 329,12 364,17 433,22 541,59 713,29 21,58 Pertanian 7. PDB Nasional 2295, , , , ,03 21,23 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008 (diolah) Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa subsektor peternakan memiliki peranan memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani, yaitu ketersediaan daging. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 1 CIA World Factbook Diakses 8 Agustus 2009.

16 2007, jumlah konsumsi daging masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Rata rata peningkatan konsumsi per tahun antara tahun 2002 dan tahun 2007 mencapai 3,06 persen 2. Kondisi ini terutama disebabkan adanya peningkatan jumlah penduduk di Indonesia dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia. Menurut data statistika Direktorat Jenderal Peternakan, konsumsi daging Indonesia pada periode Tahun juga mengalami peningkatan secara nasional, dengan nilai konsumsi tahun 2007 sebesar 5,13 kg per kapita (Lampiran 1). Namun peningkatan konsumsi tersebut tidak diikuti dengan peningkatan produksi daging. Hal ini menyebabkan terjadinya selisih (gap) yang cukup besar antara produksi dan konsumsi daging secara nasional. Gap terbesar terjadi pada komoditi daging sapi dimana konsumsi lebih tinggi dari produksi yang mencapai angka 39,2 ribu ton pada tahun Nilai gap daging sapi tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan gap yang terjadi pada komoditi daging lain yang tidak begitu besar, yaitu daging kambing, ayam, dan babi (Tabel 2). Tabel 2. Neraca Daging Nasional Tahun (dalam 000 ton) No Komoditi 2007 Gap 2008 Gap Produksi Produksi Produksi Konsumsi dan Produksi Konsumsi dan Konsumsi Konsumsi 1. Daging 203,5 242,8 -(39,3) 211,3 250,5 -(39,2) Sapi 2. Daging 34,5 35,1 -(0,6) 37,6 38,2 -(0,6) Kambing 3. Daging 683,3 687,8 -(4,5) 716,3 720,7 -(4,4) Ayam 4. Daging Babi 138,6 140,2 -(1,6) 144,5 146,2 -(1,7) Sumber : Ditjen Peternakan, 2008 (diolah) Meningkatnya permintaan pasar terhadap daging sapi memberikan indikasi bagi terbukanya peluang untuk memenuhi pasar dan juga memberikan suatu tantangan bagi pemerintah untuk memperkecil gap yang terjadi. Salah satu yang menyebabkan produksi daging sapi yang rendah dapat ditunjukkan oleh rendahnya pertumbuhan populasi ternak ruminansia secara umum di Indonesia, 2 Konsumsi Daging di Indonesia, Diakses 2 juni

17 dimana sapi potong itu sendiri hanya mengalami pertumbuhan sebesar 3,05 persen per tahun pada periodik tahun (Tabel 3). Tabel 3. Populasi Ternak Ruminansia di Indonesia (dalam 000 ekor) Tahun No. Jenis *) Laju Pertumbu han (%/tahun) 1. Sapi Potong ,05 2. Sapi Perah ,96 3. Kerbau (2,08) 4. Kambing ,48 5. Domba ,54 Sumber : Ditjen Peternakan, 2008 (diolah) Keterangan : *) Angka Sementara Menurut Suryana (2009), rendahnya produksi daging sapi dalam negeri terkait dengan adanya berbagai permasalahan, antara lain usaha bakalan sapi kurang diminati dan adanya keterbatasan pejantan unggul pada usaha pembibitan. Selain itu rendahnya produktivitas sapi lokal juga menjadi penyebab rendahnya produksi daging nasional. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, pemerintah melakukan impor daging sapi dan sapi bakalan yang siap digemukkan. Kebutuhan daging sapi saat ini dipenuhi dari tiga sumber yaitu ternak sapi lokal, hasil penggemukan sapi impor, dan impor daging segar. Kebijakan impor tersebut harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, walupun akan mengurangi devisa negara. Pada periode tahun (Tabel 4), impor daging sapi memiliki laju pertumbuhan per tahun tertinggi (52,16 persen) diikuti dengan sapi bakalan (39,02 persen). Tabel 4. Nilai Impor Ternak dan Hasil Ternak Sapi Tahun (dalam 000 US $) Tahun Laju No. Komoditi Pertumbuhan (%/tahun) 1. Sapi Bibit 2.843, , , ,1 15,1-25,6 2. Sapi , , , , ,5 39,1 Bakalan 3. Daging , , , , ,6 52,2 Sapi 4. Hati Sapi , , , , ,5 26,5 Sumber : Ditjen Peternakan (2008) (diolah) 3

18 Pemerintah juga telah mengupayakan program swasembada daging sapi untuk mencegah peningkatan impor sapi hidup maupun daging segar dengan adanya Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 59/Permentan/HK.060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS). Melalui kegiatan P2SDS tersebut diharapkan pada Tahun 2010, kebutuhan daging sapi bagi masyarakat sudah dapat dipenuhi dari dalam negeri minimal sebesar 90 persen. Strategi yang ditempuh dalam pencapaian swasembada daging sapi dilakukan melalui (1) pengembangan sentra pembibitan dan penggemukan (2) revitalisasi kelembagaan dan SDM fungsional di lapangan (3) dukungan sarana dan prasarana. Strategi tersebut diimplementasikan melalui langkah operasional diantaranya perbaikan mutu bibit baik secara penambahan jumlah maupun peningkatan kualitas. Saat ini usaha penggemukan sapi sudah banyak dilakukan secara komersial. Menurut data statistik Direktorat Jenderal Peternakan tahun 2004, terdapat 48 unit perusahaan yang beroperasi di bidang penggemukan sapi (feedlot) dengan total sapi sebanyak ekor dalam lingkup nasional. Sedangakan data tahun 2006 menunjukkan terjadinya penurunan jumlah perusahaan menjadi 29 unit perusahaan dengan total sapi meningkat menjadi ekor (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa tidak sedikit perusahaan yang tidak mampu bertahan dalam industri penggemukan sapi, terkait dengan masalah investasi yang besar dan kestabilan penjualan perusahaan. Salah satu perusahaan feedlot yang ikut berperan dalam penyediaan sapi potong di Jawa Barat adalah PT. Kariyana Gita Utama (PT. KGU). PT. KGU memiliki lahan produksi seluas 6 hektar yang berlokasi di Cicurug, Kabupaten Sukabumi, dengan kapasitas sapi sebanyak ekor, dimana menurut data BPS (2006), dalam lingkup Jawa Barat hanya terdapat 3 perusahaan yang bergerak di bidang penggemukan sapi (Lampiran 3). Dengan proporsi kapasitas sapi jika dibandingkan dengan total sapi secara nasional, PT. KGU memiliki posisi tawar yang cukup tinggi dan memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan akan daging sapi. 4

19 1.2 Perumusan Masalah PT. Kariyana Gita Utama (KGU) merupakan perusahaan pelopor dalam bidang penggemukan sapi di Indonesia dan telah berdiri sejak tahun Produksi aktual atau sapi yang dijual PT. KGU setiap bulannya yaitu ekor dengan rata rata penjualan minimal 50 ekor per hari. Proses penggemukan berlangsung rata rata selama 2-3 bulan. Sapi pada perusahaan ini digolongkan menjadi 5 kelas (grade) yaitu bull, mini bull, steer, heifer, dan cow. Bull dan mini bull merupakan kelas terbaik dengan proporsi setiap periode penggemukan sebesar 40 persen diikuti steer (35 persen), heifer (20 persen), dan cow (5 persen). Kegiatan usaha perusahaan berfokus hanya pada penggemukan sapi bakalan yang diperoleh dari sapi bakalan impor maupun sapi lokal. Pada umumnya setelah sapi selesai digemukkan, sapi dijual melalui pedagang perantara yang kemudian dilakukan pengkarkasan di rumah pemotongan hewan (RPH), dan akhirnya dibeli oleh pedagang pengecer. Saat ini cakupan wilayah pemasaran sapi potong yang berasal dari peternakan PT. KGU yaitu Sukabumi, Bogor, Cibinong, Cianjur, Bandung, dan Jakarta. Melihat kondisi pasar saat ini, dimana produksi secara nasional lebih kecil daripada konsumsi nasional dan kapasitas PT. KGU yang cukup besar, mengisyaratkan bahwa PT. KGU saat ini memiliki posisi / daya tawar yang kuat di dalam pasar. PT. KGU harus terus mampu menjaga kestabilan produksi dari segi kualitas maupun kuantitas dari sapi potong agar dapat selalu memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat akan daging sapi serta dapat terus berperan dalam memenuhi konsumsi daging nasional. Aktivitas perusahaan dalam upaya menjaga kestabilan produksi tidak akan berjalan dengan baik jika tidak didukung dengan aktivitas tataniaga yang baik. Dengan status perusahaan sebagai perusahaan pelopor usaha bidang penggemukan sapi di Indonesia, dimana PT. KGU telah beroperasi sejak tahun 1986 dan telah berjalan selama kurang lebih 23 tahun hingga saat ini, menunjukkan bahwa perusahaan telah sekian lama membentuk pola tataniaga. PT. KGU merupakan pihak yang pertama kali mencoba membuka pasar untuk industri penggemukan sapi di Indonesia. Dengan demikian, perusahaan juga telah lama 5

20 terlibat dan berkerjasama dengan lembaga lembaga tataniaga yang ikut berperan dalam memasarkan produk sapi potong hingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Dengan kekuatan tersebut menarik untuk dikaji bagaimana PT. KGU dapat menjaga kestabilan penjualan sapi potong dan bagaimana pola tataniaga yang telah dibentuk oleh perusahaan serta bagaimana perusahaan dapat menjaga hubungan kerjasama dagang dengan lembaga tataniaga yang telah terjalin selama ini. Dari pola tataniaga tersebut, dapat ditunjukkan saluran pemasaran seperti apa yang paling efisien dan menguntungkan bagi perusahaan dan lembaga tataniaga, bagaimana biaya biaya yang terbentuk untuk menjalankan fungsi sebagai lembaga tataniaga, serta bagaimana lembaga tataniaga berperilaku dalam pasar. Jika dilihat dari pasar yang dihadapi PT. KGU, menarik untuk dipelajari bagaimana PT. KGU berprilaku dalam pasar, bagaimana posisi perusahaan di mata lembaga tataniaga yang terlibat dan lebih jauh bagaimana perusahaan dapat mempengaruhi struktur pasar. Permasalahan umum yang dihadapi adalah bagaimana caranya agar sapi potong sampai ke tangan konsumen melalui lembaga lembaga tataniaga. Adanya lembaga tataniaga akan menyebabkan harga produk berubah setelah sampai di konsumen. Hal ini dikarenakan setiap lembaga tataniaga berusaha melakukan fungsi tataniaga yang menambah nilai guna (utility) dari produk tersebut sehingga memperbesar biaya tataniaga. Besar biaya pemasaran biasanya dibebankan kepada pihak produsen dan konsumen, yaitu dengan meningkatkan harga konsumen atau menekan harga produsen. Melihat berbagai kondisi diatas, penelitian ini mengangkat topik mengenai sistem tataniaga sapi potong pada PT. KGU untuk dapat melihat dan mempelajari keberlangsungan proses tataniaga. Sebaran keuntungan yang diterima masing masing lembaga tataniaga juga perlu diketahui agar proses tataniaga dapat berlangsung secara efisien. Penelitian ini juga dapat dijadikan suatu gambaran secara nasional bagaimana studi kasus perusahaan feedlot berinteraksi di dalam pasar dan membentuk pola pemasaran. 6

21 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis pola saluran tataniaga sapi potong PT. KGU. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong PT. KGU. 3. Menganalisis margin tataniaga, producer s share, rasio keuntungan dan biaya Tataniaga sapi potong PT. KGU. 4. Mengidentifikasi dan menganalisis struktur pasar tataniaga sapi potong PT. KGU. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi kepada PT KGU dan lembaga tataniaga, masyarakat, penulis, dan pembaca. Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi PT KGU dan lembaga tataniaga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan masukan dalam membuat keputusan pemasaran sapi. 2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam upaya mengembangkan usaha penggemukan sapi di Indonesia. 3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat selama menuntut ilmu di IPB. 4. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi, literatur, dan bahan bagi penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Dalam melakukan analisis tataniaga sapi potong di PT. KGU, peneliti hanya melakukan penelusuran pada penyaluran hasil potongan sapi yaitu daging segar. Perhitungan sebaran struktur biaya dan marjin tataniaga dilakukan dalam satuan Rp/kg bobot karkas, sehingga perhitungan biaya yang menyangkut sapi dalam keadaan hidup dikonversikan dalam satuan tersebut. Sedangkan harga sapi yang terbentuk merupakan hasil rata rata harga dari setiap kelas sapi potong. 7

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia Jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia terdiri dari sapi lokal dan sapi impor yang telah mengalami domestikasi dan sapi yang mampu beradaptasi dengan kondisi iklim dan cuaca di Indonesia. Sapi tersebut (lokal maupun impor) sudah merupakan hasil persilangan dan cocok untuk dibudidayakan di Indonesia. Jenis sapi tersebut menyebar di wilayah Indonesia diantaranya sapi Bali, peranakan ongole (PO), dan sapi Madura. Sedangkan bangsa sapi impor adalah sapi Ongole, Limousine, Charolais, brahman, dan Australian Commercial Cross. Menurut Hafid (2005), salah satu sapi jenis Brahman yang banyak digunakan di Indonesia adalah sapi Brahman cross (BX). Di Indonesia sapi BX mulai diimpor sejak tahun Sapi BX merupakan hasil persilangan antara sapi Brahman dengan sapi hereford-shorthorn (HS). Sapi ini memiliki keistimewaan karena tahan terhadap suhu panas dan gigitan caplak, mampu beradaptasi makanan jelek serta mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi. Sapi impor lain yang umum digemukkan di Indoneisa adalah sapi Australian Commercial Cross (ACC). Menurut Ngadiyono (1995), sapi ACC merupakan sapi hasil persilangan sapi sapi di Australia yang tidak diketahui dengan jelas. Persilangan dapat berupa sapi Shorthorn cross (SX), BX maupun sapi - sapi yang cenderung masih mempunyai kesamaan darah brahman. Pengamatan di Indonesia mirip sapi hereford dan shorthorn yakni tubuh lebih pendek dan padat, kepala besar, telinga kecil dan tidak menggantung, tidak berpunuk dan gelambir, dan kulit berbulu di sekitar kepala. Menurut Australian meat and livestock corporation (1991), diacu dalam Hafid (2005), sapi ACC merupakan campuran bos indicus (sapi brahman) dan bos taurus (sapi british, short, hereford) sehingga mudah beradaptasi terhadap lingkungan sub optimal seperti brahman dan mempunyai pertumbuhan yang cepat seperti sapi british (pertumbuhan yang cepat dengan sistem feedlot). Hafid dan Hasnudi (1998) membuktikan bahwa sapi bakalan ACC akan sangat menguntungkan jika digemukkan selama 60 hari (1,61 kg/hari), jika dibandingkan dengan 90 hari. 8

23 2.2 Industri Penggemukan Sapi (feedloting) Menurut Hafid (2005), rendahnya produktivitas peternakan di indonesia yang masih bersifat subsisten dan mengandalkan peternakan rakyat menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan terhadap komoditas hasil ternak, khususnya kebutuhan daging sapi. Hal ini mendorong berkembangnya industri feedloting di Indonesia dengan bakalan impor yang berasal dari Australia dan New Zealand. Kegiatan impor juga tidak hanya dalam hal mendatangkan bakalan sapi saja, tetapi juga berupa karkas dan daging beku yang jumlahnya terus meningkat. Menurut Purwanto (2000), penggemukan sapi adalah suatu usaha pemeliharan sapi yang bertujuan untuk mendapatkan produksi daging berdasarkan pada peningkatan bobot badan tinggi melalui pemberian makanan yang berkualitas dan dengan waktu yang sesingkat mungkin. Secara umum penggemukan sapi dapat dilakukan secara dikandangkan (feedlot fattening) dan dipadang rumput (pasture fattening). Pada umumnya industri fattening di indonesia dilakukan secara feedlot dengan pemberian makanan konsentrat berupa biji-bijian dalam jumlah besar dan ad libitum dengan lama penggemukan antara hari. Menurut Basuki (2000), diacu dalam Hafid (2005), tujuan pemeliharaan sapi sistem feedlot adalah untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan sapi dikurangi biaya produksi yang terdiri dari biaya bibit (bakalan), pemeliharaan bakalan, biaya pakan, upah tenaga kerja, dll. Dalam biaya variabel, biaya pakan dapat mencapai persen sehingga efisiensi penggunaan pakan penting diperhatikan dan juga sangat berpengaruh terhadap kualitas karkas dan daging yang dihasilkan. Pemeliharaan dengan sistem feedlot, sapi dipelihara dengan menggunakan konsentrat tinggi untuk meningkatkan produksi dan kualitas tinggi. Dalam fase penggemukan, pertumbuhan mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas daging. Semakin tinggi tingkat perlemakan yang melebihi permintaan pasar mengakibatkan rendahnya persentase daging yang dihasilkan, dan sebaliknya. Komposisi dan proporsi karkas sangat tergantung pada bangsa (breed), umur, jenis kelamin, dan makanan (Aberle et al., 2001). 9

24 2.3 Komposisi Karkas Sapi Pengertian karkas sapi adalah bagian sapi setelah dipotong/dipisahkan dari kepala, kulit, kaki bagian bawah, dan jeroan. Penelitian Hafid (2005) yang berjudul Kajian Pertumbuhan dan Distribusi Daging serta Estimasi Produktivitas Karkas Sapi Hasil Penggemukan, bertujuan untuk mengkaji distribusi daging dan produktivitas karkas sapi potong. Objek penelitian yaitu Jenis sapi Australian Commercial Cross (ACC) dan Brahman Cross (BX) dengan mengklasifikasikan sex class (jenis kelamin), steer (jantan kastrasi), heifer (betina muda), cow (induk afkir). Masih menurut Hafid (2005), komposisi karkas sangat penting dalam produksi sapi potong dan pemasarannya. Karkas memberi spesifikasi yang berbeda dalam komposisi daging, lemak, dan tulang serta distribusinya di dalam karkas. Suatu karkas mendekati produktifitas optimum jika komposisi jaringan dari potongan komersial memenuhi spesifikasi pasar. Ia juga menunjukkan bahwa bangsa sapi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan distribusi komponen karkas dan potongan komersial karkas, sedangkan kategori jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap potongan chuck, cuberoll, silverside, topside, knuckle, dan flank. Estimasi geometri terhadap spesifikasi pasar tradisional dan pasar khusus juga menunjukkan perbedaan diantara cow, heifer, dan steer. 2.4 Penelitian Terdahulu Tentang Tataniaga Penelitian yang dilakukan oleh Rustijarno (2006) mengenai potensi dan peluang pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Srandakan, menggunakan metode survei dan melakukan analisis secara deskriptif. Objek penelitian adalah peternak rakyat dengan skala rumahan dimana merupakan usaha yang cukup dominan bagi warga kecamatan setempat. Para peternak sepakat untuk membentuk kelompok tani agar mempermudah proses pemasaran dari ternak sapi yang diusahakan. Dalam sistem pemasarannya, lembaga lembaga yang terlibat adalah peternak, blantik, pedagang pengumpul, penjagal, dan pedagang daging, dengan pihak yang memegang peranan penting adalah blantik. Blantik merupakan pedagang perantara yang wilayah kerjanya meliputi tingkat dusun desa sampai 10

25 lintas kabupaten, sehingga memiliki posisi tawar yang kuat. Penjualan sapi terjadi langsung di kandang penggemukan dan dilakukan antara petani dan blantik dengan mekanisme yang telah disepakati. Sistem penentuan harga yang berlaku adalah dengan sistem taksiran harga dan tidak ada standarisasi harga. Keuntungan tataniaga menunjukkan bahwa kelompok ternak mendapatkan keuntungan Rp ,- per ekor ternak yang dijual kepada blantik. Blantik mendapatkan keuntungan sebesar 28,50 persen, pedagang pengumpul 17,10 persen, penjagal 29,65 persen, dan pedagang daging sebesar 24,75 persen untuk setiap unit sapi yang dipotong. Penjagal mendapatkan keuntungan terbesar dari hasil penjualan non karkas. Penelitian Ratniati (2007) dengan judul Analisis Sistem Pemasaran Ternak Sapi Potong PT. Great Giant Livestock Company (GGLC) yang berlokasi di Lampung Tengah menganalisis saluran pemasaran, fungsi fungsi pemasaran, struktur biaya, besar biaya, marjin pemasaran, R/C ratio, farmer s share dan struktur, perilaku dan pelaksanaan pasar. Penelitian ini didesain sebagai suatu penelitian survei pada sistem pemasaran ternak sapi potong dari PT. GGLC hingga ke konsumen. Metode pengumpulan data untuk analisis saluran pemasaran dan lembaga pemasaran dilakukan dengan pengambilan sampel, dimana wilayah yang dikaji adalah Bandar Lampung, Bogor, dan DKI Jakarta. Sedangkan sampel individu berjumlah 16 responden yang mewakili setiap lembaga yang terlibat yang terdiri dari pedagang penerima, pedagang pemotong/pengecer, agen, dan pedagang pemborong. Berdasarkan hasil pengamatan, pada wilayah Bandar Lampung terdapat 8 saluran pemasaran, wilayah Bogor terdapat 6 saluran pemasaran, dan wilayah Jakarta terdapat 5 saluran pemasaran. Margin pemasaran dihitung dengan satuan Rp/kg bobot hidup, sehingga tidak semua saluran dikaji nilai marginnya, karena saluran yang dihitung marginnya adalah saluran yang menggunakan satuan tersebut di tingkat produsen maupun di tingkat pengecer. Nilai farmer s share pada pemasaran sapi cukup besar dengan rata rata di setiap saluran diatas 90 persen, sehingga bagian yang didapat perusahaan cukup besar. Sistem penentuan harga yang dilakukan produsen (PT. GGLC) sangat mempengaruhi pembentukan harga pada lembaga pemasaran berikutnya. PT. 11

26 GGLC melakukan sistem standarisasi harga (Rp/kg bobot hidup) berdasarkan klasifikasi ternak sapi berdasarkan umur dan jenis kelamin, dimana harga sapi pejantan lebih tinggi dibandingkan sapi betina. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Rustijarno (2006) dimana penetuan harga dilakukan dengan sistem taksiran. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa posisi perusahaan berbeda dengan posisi peternak rakyat, dimana perusahaan memiliki posisi tawar yang lebih tinggi di pasar. Penelitian mengenai analisis tataniaga kambing PE di Jawa Tengah dilakukan oleh Permadi (2008). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur, perilaku, dan keragaan pasar, margin tataniaga, dan nilai farmer s share pada tataniaga kambing PE. Lokasi penelitian adalah di Desa Pandanrejo dengan pertimbagan bahwa lokasi merupakan sentra budidaya kambing PE terbesar di Kabupaten Purworejo sehingga dengan harapan bahwa desa ini dapat mewakili kondisi yang sebenarnya dari desa desa lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan 15 pedagang, struktur pasar yang dihadapi penjual dan pembeli adalah pasar persaingan tidak sempurna sedangkan pasar yang dihadapi pedagang adalah persaingan monopolistik. Saluran pemasaran yang terbentuk secara umum terdiri atas 4 saluran yaitu : saluran I : peternak, pasar hewan, konsumen; saluran II : peternak, calo, pasar hewan, konsumen; saluran III : peternak, pasar hewan, supplier, konsumen; saluran IV : peternak, supplier, konsumen. Berbeda dengan Ratniati (2007), penjualan kambing dilakukan sistem grading / kelas yaitu grade A, B, C, dan D. Harga yang terbentuk otomatis berbeda beda menurut sistem kelas/grade tersebut. Selain itu, usia juga mempengaruhi harga jual dari kambing PE tersebut. Nilai farmer s share pada penelitian ini juga terbilang cukup tinggi dengan nilai minimal 80, 65 persen. Penelitian Arifianto (2007) dengan judul Analisis Marjin Tataniaga dan Keterpaduan Pasar Daging Domba di Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Tujuan penelitian ini umunya sama dengan yang dilakukan oleh Ratniati (2007) dan Permadi (2008) yaitu mengidentifikasi pola saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, dan menganalisis marjin tataniaga. Tetapi yang membedakan adalah peneliti juga melakukan analisis keterpaduan pasar antara pemasok dan 12

27 pasar pengecer daging domba dengan menggunaka data sekunder berupa peerkembangan harga rata rata mingguan daging domba. Penelitian ini dilakukan pada tiga pasar berbeda yang terdiri dari pasar pemasok (PTR) dan dua pasar pengecer. Pemilihan responden dilakukan dengan metode sensus di tiap tiap lokasi pasar, yaitu pedagang pemasok, pedagang besar, dan pedagang pengecer sehingga didapat 9 orang pemasok, 18 orang pedagang besar, dan 24 pedagang pengecer. Saluran pemasaran yang terbentuk dibedakan menjadi dua menurut daerah, dengan pola saluran mirip antar keduanya yaitu Pedagang pemasok - pedagang besar - pedagang pengecer - konsumen. Dari hasil perhitungan marjin tataniaga, diketahui bahwa sebaran marjin kurang merata. Penelitian mengenai analisis sistem tataniaga beras pandan wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dilakukan oleh Anniro (2009) yang bertujuan menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, mengidentifikasi saluran tataniaga dan menganalisis margin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya dan struktur pasar sistem tataniaga beras pandan wangi. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Kecamatan Warungkondang merupakan daerah sentra produksi beras pandan wangi. Berdasarkan penelusuran terhadap lembaga tataniaga dengan teknik snowball sampling, berhasil diidentifikasi 7 lembaga tataniaga dan terdapat 16 saluran tataniaga. Dalam sistem tataniaga beras pandan wangi, terjadi perubahan bentuk pada komoditi dimana produk yang dihasilkan petani berbeda dengan yang diterima konsumen akhir. Petani menjual dalam bentuk malai kering hasil panen, sedangkan konsumen akhir membeli dalam bentuk beras. Proses pengolahan dari malai kering sehingga menjadi beras siap pakai dilakukan oleh lembaga tataniaga yaitu penggilingan dan pabrik beras. Sehingga tengkulak yang membeli hasil panen dari petani harus menjual hasil panen tersebut ke penggilingan atau pabrik beras, tetapi terdapat tengkulak yang menggunakan penggilingan sebagai jasa pengolahan saja. Di samping kedua lembaga tersebut, juga terdapat Gapoktan yang juga melakukan fungsi pengolahan tersebut. 13

28 Dalam melakukan penghitungan margin tataniaga, Anniro (2009) mensetarakan struktur biaya dengan satuan harga beras siap pakai, sehingga harga dalam bentuk gabah atau malai kering dikonversikan dalam satuan harga beras siap pakai. Analisis struktur pasar dilakukan dengan membagi struktur pasar per lembaga tataniaga dan ditinjau dari sudut pandang lembaga sebagai penjual dan lembaga sebagai pembeli. 14

29 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan bergeraknya barangbarang dan jasa dari produsen sampai konsumen. Dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari tataniaga adalah menempatkan barang-barang dan jasa ke tangan konsumen akhir. Mccharty dan Perceaunt Jr. (1986) dalam Sudiyono (2002) membagi pemasaran menjadi dua, yaitu pemasaran-makro (macro-marketing) dan pemasaran mikro (micro-marketing). Pemasaran mikro adalah kenampakan dari aktivitas aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengantisipasi kebutuhan konsumen atau pelanggan dengan cara mengendalikan aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen atau pelanggan. Pemasaran makro merupakan proses sosial dimana terjadi pengaturan arus barang dan jasa ekonomis dari produsen dan konsumen melalui interaksi penawaran dan permintaan secara efektif dengan harapan mencapai tujuan masyarakat. Menurut Dahl dan Hammond (1977), tataniaga merupakan rangkaian tahapan fungsi yang dibutuhkan untuk mengubah dan membentuk input atau produk mulai dari titik produsen sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri atas proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh pedagang grosir, pedagang pengecer, sampai konsumen. Sedangkan menurut Kohls dan Uhls (1985), tataniaga merupakan suatu peragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa mulai dari titik produksi sampai konsumen akhir. Ada dua kelompok yang berbeda kepentingan dalam memandang tataniaga. Konsumen yang ingin mendapatkan harga yang rendah dan produsen yang ingin memperoleh penerimaan yang besar atas penjualan produk. 15

30 3.1.2 Konsep Saluran dan Lembaga Tataniaga Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran tataniaga melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan pemilikan yang memisahkan barang atau jasa dari orang orang yang membutuhkan atau menginginkannya. Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), saluran tataniaga terdiri dari pedagang perantara yang membeli dan menjual barang dengan tidak memperdulikan apakah mereka memiliki barang dagangan atau hanya bertindak sebagai agen dari pemilik barang. Panjang atau pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu komoditi bergantung pada beberapan faktor, yaitu : 1. Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh komoditi tersebut. 2. Sifat produk. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, sehingga menghendaki saluran yang pendek dan cepat. 3. Skala produksi. Jika produksi berlangsung dalam ukuran ukran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil, sehingga akan tidak menguntungkan bila produsen langsung menjual ke pasar. Hal ini berarti membutuhkan kehadiran pedagang perantara dan saluran yang akan dilalui komoditi akan cenderung panjang. 4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga karena akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi keuangannya lemah. Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga. Dalam prosesnya, dalam tataniaga terdapat berbagai pelaku ekonomi yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, keterlibatan ini dilakukan dengan melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga. Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai 16

31 pihak konsumen. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi tataniaga adalah termasuk dalam bagian lembaga tataniaga, baik itu bentuknya kelompok ataupun perorangan. Menurut Sudiyono (2001), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini adalah lembaga yang akan menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Aliran produk pertanian dari produsen ke konsumen akhir disertai peningkatan nilai guna komoditi-komoditi pertanian akan ada apabila lembaga pemasaran ini menjalankan fungsi-fungsi pemasarannya Konsep Fungsi Tataniaga Menurut Kohls dan Uhl (1985), fungsi tataniaga dikelompokan menjadi 3 fungsi utama yaitu : (1) fungsi pertukaran; (2) fungsi fisik; (3) fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan untuk memperlancar pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Adapun fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan pembelian. Kegiatan fungsi penjualan ini diperlukan untuk mencari tempat dan waktu yang tepat untuk melakukan penjualan barang dan jasa sesuai dengan yang diinginkan konsumen baik dilihat dari jumlah, bentuk, dan mutunya. Sedangkan kegiatan fungsi pembelian diperlukan untuk menentukan jenis barang yang akan dibeli yang sesuai dengan kebutuhan baik untuk dikonsumsi langsung maupun untuk kebutuhan produksi dengan cara menentukan jenis, jumlah, kualitas, tempat pembelian serta cara pembelian barang atau jasa yang akan dibeli. Fungsi fisik merupakan seluruh kegiatan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk, dan kegunaan waktu. Fungsi fungsi fisik dari tataniaga yaitu fungsi penyimpanan yang bertujuan agar komoditas selalu tersedia pada saat dibutuhkan, fungsi pengangkutan yang bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan permintaan, dan fungsi pengolahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang yang bersangkutan baik dalam 17

32 rangka memperkuat daya tahan barang tersebut maupun dalam rangka peningkatan nilainya. Fungsi fasilitas adalah segala kegiatan yang memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari empat fungsi utama, yaitu: (1) fungsi standarisasi dan grading, dimana standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang dengan menggunakan berbagai ukuran atau kriteria tertentu, sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil hasil pertanian menurut suatu standarisasi yang diinginkan sehingga kelompok barang yang terkumpul sudah menurutsatu ukuran standar; (2) fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk keperluan selama proses pemasaran dan juga kegiatan pengelolaan biaya tersebut; (3) fungsi penanggungan resiko, merupakan penanggungan resiko terhadap kemungkinan kehilangan selama proses tataniaga akibat resiko fisik maupun resiko ekonomi atau pasar; (4) fungsi informasi pasar, fungsi ini meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut Konsep Margin Tataniaga Margin tataniaga merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen. Dapat dikatakan pula sebagai nilai dari jasa jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Kohls dan Uhl (1985) mendefinisikan margin tataniaga sebagai bagian dari harga konsumen yang tersebar pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Menurut Sudiyono (2002), dalam teori harga dianggap produsen bertemu langsung dengan konsumen, sehingga harga pasar yang terbentuk merupakan perpotongan antara kurva penawaran dan kurva permintaan. Realita tataniaga pertanian sangat jauh dari anggapan ini, sebab komoditi pertanian yang diproduksi di daerah sentra produksi akan dikonsumsi oleh konsumen akhir setelah menempuh jarak yang sangat jauh, antar kabupaten, antar propinsi, antar Negara, bahkan antar benua, baik komoditi pertanian segar maupun olahan. Dengan demikian sebenarnya jarang sekali produsen melakukan transaksi secara langsung dengan konsumen akhir. Oleh karena itu digunakan konsep margin tataniaga. 18

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia Jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia terdiri dari sapi lokal dan sapi impor yang telah mengalami domestikasi dan sapi yang mampu beradaptasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kariyana Gita Utama (KGU) yang berlokasi di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

VI. TATANIAGA SAPI POTONG PT KARIYANA GITA UTAMA

VI. TATANIAGA SAPI POTONG PT KARIYANA GITA UTAMA VI. TATANIAGA SAPI POTONG PT KARIYANA GITA UTAMA 6.1 Analisis Saluran Tataniaga Saluran tataniaga menunjukkan bagaimana arus komoditi mengalir dari tangan produsen (PT. KGU) sampai ke tangan konsumen.

Lebih terperinci

tumbuh lebih cepat daripada jaringan otot dan tulang selama fase penggemukan. Oleh karena itu, peningkatan lemak karkas mempengaruhi komposisi

tumbuh lebih cepat daripada jaringan otot dan tulang selama fase penggemukan. Oleh karena itu, peningkatan lemak karkas mempengaruhi komposisi PENDAHULUAN Semakin meningkatnya daya beli masyarakat dan berkembangnya industri perhotelan, restoran dan usaha waralaba merupakan kekuatan yang mendorong meningkatnya permintaan produk peternakan, khususnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU Ternak mempunyai arti yang cukup penting dalam aspek pangan dan ekonomi masyarakat Indonesia. Dalam aspek pangan, daging sapi dan kerbau ditujukan terutama untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan. Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka.

TINJAUAN PUSTAKA. di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan. Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kota Medan Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

MUNGKINKAH SWASEMBADA DAGING TERWUJUD?

MUNGKINKAH SWASEMBADA DAGING TERWUJUD? Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 2, Agustus 2014: 105-109 ISSN : 2355-6226 MUNGKINKAH SWASEMBADA DAGING TERWUJUD? 1* 1 1 Juniar Atmakusuma, Harmini, Ratna Winandi 1 Departemen Agribisnis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT Sasongko W Rusdianto, Farida Sukmawati, Dwi Pratomo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pola saluran pemasaran terdiri dari: a) Produsen Ketua Kelompok Ternak Lebaksiuh Pedagang

KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pola saluran pemasaran terdiri dari: a) Produsen Ketua Kelompok Ternak Lebaksiuh Pedagang V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pola saluran pemasaran terdiri dari: a) Produsen Ketua Kelompok Ternak Lebaksiuh Pedagang

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena mayoritas penduduk Indonesia memperoleh pendapatan utamanya dari sektor ini. Sektor pertanian

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BETINA PERANAKAN ONGOLE (PO) AFKIR (STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI TERNAK SUKAMAJU II DESA PURWODADI KECAMATAN TANJUNG SARI, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN) Reny Debora Tambunan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla. Bos indicus Bos sondaicus

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla. Bos indicus Bos sondaicus TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta e-mail : goested@yahoo.com Abstrak Kebutuhan daging

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR)

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) SKRIPSI DEWINTHA STANI H34066033 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi Pada tahun 2012 jumlah penduduk Indonesia mencapai 240 juta jiwa dan diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN)

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) SKRIPSI VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh MIRANTI YUDYASTIRO

SKRIPSI. Oleh MIRANTI YUDYASTIRO MARJIN PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH DAGING SAPI PADA PETERNAKAN SAPI RAKYAT DAN PETERNAKAN SAPI KOMERSIAL/FEEDLOT RUMAH POTONG HEWAN (RPH) PT ELDERS INDONESIA LAMPUNG FEEDLOT SKRIPSI Oleh MIRANTI YUDYASTIRO

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Kariyana Gita Utama Kariyana Gita Utama (KGU) merupakan perusahaan berbentuk PT (perseroan terbatas) yang bergerak pada bidang peternakan, khususnya

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK SKRIPSI MARUDUT HUTABALIAN A14105571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan daging sapi terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Direktorat Jendral Peternakan (2012)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA AGRIFARM DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA AGRIFARM DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA AGRIFARM DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI MOHAMAD IKHSAN H34054305 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan menciptakan data akurat yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor peternakan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan agribisnis di Indonesia yang masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Komoditi peternakan mempunyai

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas peternakan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Kondisi ini

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI PEMASARAN SUSU KAMBING CV LAKTA TRIDIA CIWIDEY, JAWA BARAT

ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI PEMASARAN SUSU KAMBING CV LAKTA TRIDIA CIWIDEY, JAWA BARAT ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI PEMASARAN SUSU KAMBING CV LAKTA TRIDIA CIWIDEY, JAWA BARAT Oleh : RAYI ANGGORORATRI A14104097 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci