BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Influenza adalah suatu penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus influenza, terutama ditandai oleh demam, menggigil, sakit otot, sakit kepala dan sering disertai pilek, sakit tenggorokan dan batuk non produktif yang disebabkan oleh virus influenza. Lama sakit berlangsung antara 2-7 hari dan biasanya sembuh sendiri. 1,3 Influenza Like Illness (ILI) adalah demam dengan temperatur 37,8 C atau riwayat demam sebelumnya disertai dengan 2 dari 4 gejala klinis yaitu batuk, sakit kepala, mialgia dan sakit tenggorokan yang terjadi dengan onset yang akut dalam jam Epidemiologi Influenza terdapat di seluruh dunia dan penyakit ini mempunyai pola musiman, di wilayah bermusim empat terjadi pada musim dingin, dan wilayah tropis terjadi pada musim hujan. Penyakit ini dapat menjalar dengan cepat di lingkungan masyarakat terutama tempat tinggal penduduk yang padat. Walaupun ringan penyakit ini tetap berbahaya untuk mereka yang berusia sangat muda dan orang dewasa dengan fungsi kardiopulmoner yang terbatas. Juga pasien

2 yang berusia lanjut dengan penyakit ginjal kronik atau gangguan metabolik endokrin dapat meninggal akibat penyakit yang dikenal tidak berbahaya. Salah satu komplikasi yang serius adalah pneumonia bakterial. 19,20 Virus influenza cepat sekali bermutasi untuk berkembang biak dan menghasilkan strain-strain baru terus menerus, sekalipun masih termasuk subtipe semula. Proses ini kita temukan baik pada virus influenza tipe A maupun influenza tipe B. Orang yang telah mempunyai antibodi terhadap strain tertentu, biasanya masih mempunyai antibodi terhadap strain yang lain sekalipun hanya parsial, asalkan masih termasuk subtipe yang sama. Ini yang menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) influenza tidak begitu ditakuti dibandingkan pandemi influenza. Apabila muncul subtipe yang baru (misalnya H5N1) maka dikhawatirkan bisa menjadi pandemi dengan angka mortalitas tinggi oleh karena belum adanya imunitas terhadap subtipe baru tersebut. 21,22 Wabah yang besar biasanya disebabkan oleh virus influenza tipe A oleh karena sifat perubahan antigennya. Pada abad ke 20 terjadi beberapa kali wabah influenza. Yang paling hebat adalah tahun 1918 disebut Spanish influenza, yang memakan korban juta jiwa. Setelah itu berturut-turut Asian flu tahun 1957, Hongkong flu tahun 1968 dan Russian flu tahun ,2 Pada tahun 1997, 2003 dan 2004 terjadi wabah flu burung (avian influenza) akibat virus

3 influenza A H5N1. Wabah ini mengakibatkan kematian pada unggas di berbagai negara di dunia dan juga mengakibatkan banyak kasus kematian yang fatal pada manusia yang tertular, meskipun penularan dari manusia ke manusia masih belum terjadi. Yang terakhir terjadi adalah pandemi influenza akibat virus influenza A H1N1, yang lebih dikenal dengan flu Mexico. Wabah ini telah mengenai paling sedikt 43 negara di dunia dan tercatat mengenai orang dengan angka kematian sebanyak 49 orang. Epidemi influenza A biasanya terjadi mendadak, puncaknya sekitar 2-3 minggu, umumnya berlangsung 2-3 bulan dan sering berhenti mendadak. Wabah influenza B tidak begitu berat. Antigen H dan N influenza B lebih stabil dan wabahnya sering terjadi pada anak sekolah dan anggota militer. Influenza C nampaknya hanya menimbulkan infeksi subklinis, kadar antibodinya tinggi pada populasi umum. 24,25 Di Amerika Serikat, infeksi virus influenza mengakibatkan angka rawat inap terkait dengan influenza sampai dengan kasus dan angka kematian terkait dengan influenza sebanyak kasus setiap tahunnya. Infeksi virus influenza juga diperkirakan mengakibatkan pengeluaran biaya medis sebanyak 1 sampai 3 miliar dolar AS dan pengeluaran biaya akibat penurunan produktifitas kerja antara 10 sampai dengan 15 miliar dolar AS setiap tahunnya. Jika terdapat keadaan pandemi, biaya yang dikeluarkan bahkan dapat mencapai 71 sampai dengan 167 miliar dolar AS setiap tahun. 1,3

4 Sebagian besar penderita influenza yang mengalami kematian adalah penderita yang berusia > 65 tahun dan kebanyakan meninggal akibat komplikasi pneumonia. Di Amerika Serikat, jumlah kasus kematian yang terkait dengan infeksi virus influenza diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan kelompok usia lansia. Sebagai tambahan, sebagian besar kasus kematian yang dilaporkan diakibatkan oleh infeksi influenza A H3N2. 1,3 Resiko akan mengalami rawat inap biasanya lebih tinggi pada penderita influnenza yang berusia > 65 tahun, anak-anak dan penderita yang mempunyai penyakit komorbid lain seperti diabetes, gagal jantung, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), pasien dengan kondisi imunodefisiensi dan menderita penyakit malignansi. Dari sekitar kasus rawat inap setiap tahunnya diperkirakan bahwa ± 57% diantaranya adalah penderita dengan usia diatas 65 tahun. 1, Etiologi Pada saat ini dikenal 3 tipe virus influenza yakni A, B dan C. Ketiga tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixation test. Tipe A merupakan virus penyebab influenza yang bersifat epidemik. Tipe B biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A dan kadang-kadang saja sampai mengakibatkan epidemi. Tipe C adalah tipe yang diragukan sifat patogenisitasnya terhadap

5 manusia, mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan saja. Virus penyebab influenza merupakan suatu Orthomyxovirus golongan RNA dan berdasarkan namanya jelas bahwa virus ini mempunyai afinitas untuk myxo atau musin. 26, Struktur dan komposisi virus Virus influenza tergolong ke dalam famili Orthomyxoviridae dan terdiri dari 3 tipe yaitu influenza A, B dan C. Perbedaan tipe tersebut didasarkan atas perbedaan karakteristik antigenik dari protein NukleoProtein (NP) dan matriks (M) pada virion virus ini. Influenza A selanjutnya dibagi atas berbagai subtipe sesuai dengan antigen permukaan Hemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N). Selain itu juga dilakukan penamaan strain virus influenza A berdasarkan tempat asal ditemukannya virus, nomor isolasi dan tahun diisolasi. Sebagai contoh adalah influenza A/Hiroshima/52/2005 (H3N2). 1,28 Sampai saat ini virus influenza A dikenal mempunyai 16 subtipe H dan 9 subtipe N yang mana hanya subtipe H1, H2, H3, N1 dan N2 yang diketahui sebagai penyebab beberapa pandemi influenza di dunia. Influenza B dan C juga mempunyai struktur yang hampir mirip dengan influenza A, namun antigen H dan N dari kedua tipe virus influenza ini tidak dibagi lagi atas pembagian subtipe sebab variasi pada antigen H dan N jarang dijumpai pada tipe B dan bahkan tidak pernah terjadi pada virus influenza C. 1

6 Karena infeksi virus influenza A dan B sangat sering dijumpai pada manusia, maka penelitian tentang kedua tipe tersebut berkembang dengan sangat pesat. Influenza A dan B mempunyai morfologi bentuk yang sama. Virion virus berbentuk partikel sferis yang ireguler dengan diameter sekitar nm, serta terbungkus oleh suatu lapisan selubung yang tersusun oleh zat lipid yang merupakan tempat munculnya antigen permukaan H dan N. 1,26,27 Genom virus influenza A dan B terdiri dari 8 segmen yang dibungkus oleh protein nukleokapsid membentuk struktur Ribonukleoprotein (RNP). Setiap gen akan memegang peranan dalam proses sintesis protein virus, yaitu polymerase B1 (PB1), polymerase B2 (PB2), polymerase A (PA), hemaglutinin (HA), nukleocapsid protein (NP), neuraminidase (NA), matrix protein (M) yang terdiri dari 2 jenis yaitu M1 dan M2 (hanya pada virus influenza A), dan yang terakhir non structural protein (NS). Perbedaan antara influenza A dan B terletak pada komponen protein M2 yang hanya dijumpai pada influenza A dan tidak didapati pada influenza B. Untuk influenza C hanya dididapati 7 segmen genom pengkode sintesis protein dengan tidak dijumpainya genom penghasil neuraminidase di permukaan virion. 26,27 Virus influenza diselubungi oleh suatu lapisan lipid yang terdiri dari 2 lapisan. Dua glikoprotein virus yaitu HA dan NA terlekat pada selubung virus tersebut. Pada lapisan selubung tersebut didapati juga

7 protein M2 yang berfungsi sebagai ion channel pump untuk stabilitas ph di dalam endosom. Struktur protein M1 terletak di bawah selubung dan berfungsi sebagai protein struktural dan membantu pemindahan RNP pada saat terjadi proses replikasi virus. 26 Virus influenza relatif tahan pada suhu C selama berminggu-minggu tanpa kehilangan daya hidup. Virus menjadi tidak infeksius pada suhu C dan rusak bila terkena eter atau derivat alkohol Struktur hemaglutinin Protein HA virus influenza telah dipelajari secara rinci oleh karena peranannya yang sangat penting dalam hal patogenesis influenza. Apalagi ternyata segmen ini sering mengalami mutasi spontan yang dapat mengakibatkan terjadinya pandemi dan endemi influenza yang baru. 1

8 Gbr. 1. Struktur virus influenza secara dua dimensi 29 Hemaglutinin merupakan suatu glikoprotein yang mempunyai berat molekul kda dan terletak pada lapisan selubung virus influenza berbentuk seperti jonjot-jonjot (rod-shaped). Hemaglutinin terdiri dari 5 lokasi antigenik yaitu mulai dari titik A, B, C, D, dan E. Fungsi utama dari titik ini adalah sebagai reseptor yang berikatan dengan sialic acid dari sel yang menjadi target infeksi virus influenza, dalam upaya untuk memulai proses fusi partikel virus via membran sel tersebut. 26,27 Hemaglutinin terdiri dari 2 sub unit yaitu HA 1 dan HA 2 yang terikat erat oleh suatu jembatan disulfida. HA dari virus influenza avian, kuda dan babi mempunyai spesifisitas terhadap reseptor α(2,3)-linkage sialic acid, sedangkan HA dari virus influenza manusia spesifik terhadap reseptor α(2,6)-linkage sialic acid. Reseptor α(2,3)-

9 linkage sialic acid ditemukan pada mukosa saluran nafas avian, kuda dan mamalia laut tertentu, sedangkan reseptor α(2,6)-linkage sialic acid didapati pada mukosa saluran nafas manusia. Secara khusus, pada sel mukosa trakea babi dapat dijumpai adanya kedua jenis reseptor tersebut, sehingga babi merupakan satu-satunya hewan yang dapat terjangkit baik oleh virus influenza manusia maupun virus influenza non manusia. 28 Protein HA cenderung mengalami perubahan sebagai akibat mutasi gen penyandi sintesis protein, padahal protein HA merupakan faktor penentu utama bagi sistem imunitas manusia untuk mengenali antigen influenza dan memproduksi antibodi spesifik terhadap infeksi virus influenza. Akibat perubahan pada HA maka sel imun tidak akan dapat mengenali virus influenza yang menginfeksi manusia atau dengan kata lain akan muncul suatu strain virus influenza baru yang berbeda virulensinya dibandingkan yang sebelumnya dimana hal ini akan mempermudah terjadinya endemi atau pandemi influenza yang baru karena proses imunitas tubuh baik alamiah maupun buatan (imunisasi) yang sudah ada sebelumnya menjadi tidak berguna sebagai proteksi terhadap influenza. 26,27, Struktur neuraminidase Neuraminidase, sama halnya dengan HA, merupakan suatu protein antigenik yang terdapat pada permukaan virion virus influenza.

10 NA berbetuk seperti jamur dengan struktur tetramer dan mempunyai berat molekul kda. Neuraminidase berfungsi melepaskan hubungan antara sialic acid dengan reseptornya di protein HA, sehingga memungkinkan pelepasan partikel virus baru keluar dari sel yang terinfeksi dan dapat bergerak bebas menginfeksi sel-sel lainnya (gambar 2). Neuraminidase mempunyai 2 buah titik antigenik yang berperan penting dalam struktur molekulnya. 27 Derajat virulensi virus influenza ditentukan juga oleh kemampuan NA untuk melepaskan ikatan sialic acid dari HA. Spesifitas NA dalam melisis ikatan HA dengan sialic acid tergantung dari urutan rangkaian asam amino yang membentuk titik antigeniknya. Sebagai contoh, NA dari virus influenza avian N2 tidak dapat melepaskan ikatan antara HA dengan α(2,6)-linkage sialic acid, sedangkan NA dari virus influenza manusia N2 dapat melisis ikatan tersebut Fungsi protein virus influenza lainnya Selain kedua protein permukaan HA dan NA, virus influenza masih memiliki 5 jenis protein lain yang tidak kalah penting fungsinya. Protein M2 berperan penting terutama pada saat proses replikasi virus intra sel yaitu pada saat tahapan pelepasan selubung virus. Saat virion telah memasuki endosom, M2 ion pump channel akan bekerja

11 memasukkan ion ke dalam partikel yang mengakibatkan penurunan ph dan selanjutnya menginduksi terbukanya protein M1 dan terlepasnya materi RNP virus memasuki inti sel inang untuk proses replikasi dan sintesis protein virus. Aktivitas dari protein M2 ini merupakan target inhibisi dari obat antiviral amantadin dan rimantadin. 1,2,28 HEMAGLUTININ AND NEURAMINIDASE ACTIVITY Gbr. 2. Mekanisme kerja Hemagutinin dan Neuraminidase 5 Protein lain yang non struktural yaitu NS1 dan NS2 diketahui mempunyai peran khusus dalam proses transport RNA viral dari virion ke nukleus dan memfasilitasi transport RNP yang baru dari nukleus ke sitoplasma dalam fase replikasi virus. 26 PA, PB1 dan PB2 merupakan segmen genom yang berperan dalam sintesis kompleks enzim polimerase virus influenza. Enzim polimerase berguna untuk proses transkripsi, translasi dan replikasi

12 virus pada sel inang. Nukleoprotein (NP) merupakan protein yang membungkus materi RNA menjadi suatu ribonukleoprotein Patogenesis Ketika membicarakan tentang patogenesis infeksi virus influenza, maka tidak akan terlepas dari tinjauan aspek virologinya mengingat sifat virus influenza yang khas terutama dalam hal perubahan genetik.untuk mempermudah maka pembahasan dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu faktor viral dan faktor pejamu. 28 Virus influenza mempunyai protein permukaan HA yang mempunyai spesifisitas terhadap sel yang mengandung reseptor α (2,6) linkage sialic acid. Akan tetapi mutasi pada gen virus menyebabkan virus influenza yang biasanya dijumpai pada binatang seperti burung, babi, kuda ataupun mamalia laut dapat menginfeksi manusia. Diduga mutasi terjadi pada titik antigenik HA, yang memungkinkan HA menjadi dapat melekat pada 2 jenis reseptor sialic acid yang berbeda yaitu α (2,3) dan α (2,6). Hal ini dijumpai pada kasus infeksi virus influenza A H5N1 avian pada manusia dan pada saat pandemi flu Spanyol 1918 yang diakibatkan oleh H1N1 avian Namun perbedaan diantara keduanya adalah transmisi manusia ke manusia pada H5N1 belumlah dijumpai, sedangkan pada H1N1 (1918) hal tersebut terjadi dan menjadi penyebab terjadinya

13 pandemi flu Spanyol pada tahun Taunberger dkk (2005) menemukan bahwa terdapat perbedaan sekuensi gen polimerase PB1, PB2 dan PA antara H1N dengan virus H5N1 yang mengakibatkan perbedaan urutan asam amino pada RNA polimerase keduanya. Perbedaan inilah yang diduga sebagai penyebab mengapa transmisi antara manusia pada H5N1 belum terjadi. Hal ini dikonfirmasi oleh Hatta (2007) yang mendapati bahwa substitusi asam amino pada PB2 mempunyai efek peningkatan adaptasi pada manusia, peningkatan virulensinya, dan adaptasi kemampuan replikasi pada temperatur di saluran nafas. 28,29 Selain dari kemampuan untuk berikatan dengan reseptor sialic acid spesifik pada epitel kolumnar saluran nafas, virulensi juga ditentukan oleh derajat replikasi, kemampuan virus influenza untuk menginduksi reaksi inflamasi dan mekanisme kemampuan virus untuk menghindari aktivitas sistem imunitas tubuh manusia. 28 Replikasi virus ditandai dengan lepasnya ikatan protein virus dengan sel epitel saluran nafas dan beredarnya partikel virus influenza baru, baik ke sel yang berada didekatnya atau akan dibatukkan ke udara bebas. Lepasnya ikatan dengan protein virus membutuhkan suatu enzim protease yang dihasilkan oleh sel epitel saluran nafas. Melalui proses mutasi tertentu, virus influenza yang mempunyai derajat virulensi tinggi mempunyai kemampuan untuk melakukan replikasi tanpa adanya protease. Fenomena ini diamati

14 terjadi pada pada virus influenza A H1N1 (1918) dan influenza A H5N1. Meskipun masih kontroversial, namun diduga hal ini merupakan jawaban sementara terhadap fakta didapatinya RNA virus influenza A H5N1 di luar saluran nafas, yaitu di saluran cerna dan di darah. 28 Faktor viral load juga dianggap mempunyai peranan penting dalam menentukan derajat kefatalan akibat infeksi virus influenza. Menno (2006) pada penelitiannya terhadap pasien penderita infeksi infuenza A H5N1 di Vietnam mendapatkan bahwa pada kasus infeksi yang fatal didapati viral load yang tinggi pada faring penderita dan juga didapati RNA virus di rektum dan darah penderita, hipersitokinemia (IL 10, IL 6 dan IFN α), dan jumlah limfosit T yang sedikit di darah. 30 Walaupun infeksi influenza telah cukup sering diteliti, namun pola inflamasi dan regulasi sistem imun pada pasien influenza masih belum dapat dimengerti sepenuhnya. Infeksi influenza pada saluran nafas akan segera diikuti dengan produksi sitokin pro inflamasi yang bersifat kemoreaktan menarik sel-sel imun menuju ke lokasi infeksi di saluran nafas dan semakin memperberat inflamasi yang ada. Sitokin yang mempunyai peranan terpenting diantaranya adalah Tumor Necrotizing Factor (TNF) α/β, Interleukin (IL)-6, Interferon (INF) α/γ, IL-8 dan Macrophage Inhibitory Factor (MIF)-12. Sitokin-sitokin ini akan berinteraksi dengan organum vasculosum of the lamina

15 terminalis (OVLT) untuk membentuk PGE 2. Hal ini akan meningkatkan set point thermoregulator hipotalamus dan mengakibatkan terjadinya demam. Sitokin-sitokin ini juga akan memprovokasi timbulnya gejala tambahan lain baik lokal respiratorik maupun sistemik (gambar 3). Beberapa subtipe influenza seperti A H1N1 (1918) dan A H5N1 mempunyai kemampuan yang sangat poten dalam menginduksi sitokin pro inflamasi (terutama TNF α) melalui perangsangan produk antigen genom NS1. Gen NS1 juga mampu menekan kerja interferon tubuh yang merupakan zat anti replikasi virus yang dihasilkan oleh tubuh manusia 27,28 Produksi sitokin ini sendiri diawali oleh proses apoptosis, baik yang bersifat alamiah (sebagai respon pertahanan tubuh untuk membatasi proses replikasi virus), maupun apoptosis yang diinduksi akibat infeksi virus influenza tersebut. Kematian dan kerusakan selsel tersebut akan memicu pelepasan sitokin pro inflamasi dan timbulnya reaksi inflamasi lokal dan sistemik. 28 Penyebaran virus influenza terjadi melalui droplet infection dimana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran nafas atau langsung memasuki alveoli, tergantung dari ukuran partikel (droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpapar dengan mukoprotein yang mengandung sialic acid yang dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialioligosakarida yang berasal dari membran sel dimana residu sialic acid yang dapat

16 berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa merupakan penyebab mengapa virus avian influenza tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran nafas dapat dicegah. Tetapi virus mengandung protein neuramidase pada permukaannya yang dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran nafas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi. 26,27,28

17 Gbr. 3. Patogenesis gejala dan tanda akibat infeksi virus influenza 29 Beberapa penelitian menunjukkan tingginya koinsidensi antara infeksi virus influenza dengan infeksi pneumonia bakterial. Ternyata kerusakan dari sel epitel saluran nafas dan gangguan pergerakan silia merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya infeksi bakterial. Omar (1998) menemukan bahwa sel epitel columnar yang terinfeksi influenza mempunyai peningkatan kemampuan perlekatan terhadap bakteri Stafilokokus aureus. 29,30 Bahkan Zambon (2001) mendapatkan bahwa koinfeksi bakteri akan memperkuat proses pelepasan HA melalui mekanisme tidak langsung. Mekanisme yang pertama adalah protease dari bakteri akan membantu memperkuat efek protease seluler dalam proses pelepasan hasil replikasi.mekanisme yang kedua, diduga beberapa enzim bakteri seperti streptokinase atau

18 sfafilokinase membantu proses aktivasi beberapa sub tipe virus. Disebutkan juga bahwa infeksi virus influenza dapat memperlemah respon imunitas makrofag terhadap infeksi bakteri Perubahan antigenik virus influenza Antigenic shifting dan antigenic drifting Virus influenza merupakan virus yang paling sering mengalami perubahan antigenik secara spontan. Perubahan antigenik ini sangat penting diketahui untuk menganalisa penyebab sekaligus menentukan strategi penatalaksanaan bila terjadi epidemi atau pandemi influenza. Dua jenis perubahan antigenik pada virus influenza adalah antigenic shifting dan antigenic drifting. 34,35 Antigenic shifting adalah suatu perubahan mayor pada rangkaian genom RNA virus influenza, yang pada akhirnya mengakibatkan perubahan drastis pada antigen permukaan HA dan NA. Penyebab antigenik shifting adalah adanya penyusunan ulang (reassortment) materi genetik dari dua subtipe virus influenza A yang berbeda sehingga tampilan antigenik virus baru akan berbeda sepenuhnya dibandingkan virus-virus penyusunnya. Penyebab mudahnya terjadi reassortment ini adalah karena rangkaian RNA virus influenza berbentuk segmen-segmen sehingga mudah terjadi pencampuran dan penyusunan ulang. Antigenic shifting ini hanya terjadi pada influenza A saja. Adapun sumber materi genetika untuk

19 proses reassortment HA dan NA adalah 16 antigenik HA dan 9 antigenik NA yang terdapat di alam bebas. Munculnya kombinasi tipe HA dan NA yang baru memicu terjadinya endemi yang luas atau bahkan pandemi yang mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. 24,35 Adapun perubahan genetik yang bersifat lebih ringan disebut antigenic drifting. Antigenic drifting terjadi karena adanya proses point mutation pada segmen RNA virus influenza yang mengakibatkan perubahan susunan asam amino penyusun protein HA dan NA. Perubahan urutan ini dapat mengakibatkan perubahan pada titik antigenik pada HA dan NA. Akibatnya infeksi virus akan lebih mudah menyebar karena imunisasi yang sebelumnya menjadi tidak sepenuhnya efektif. 1,29 Seringnya terjadi antigenic drifting diduga disebabkan oleh karena rendahya akurasi kerja RNA polimerase pada saat proses replikasi. RNA polimerase mengalami kesalahan replikasi sebanyak 1/10 4 basa RNA pada setiap siklus replikasi, sementara sebagai gambaran enzim DNA polimerase hanya mengalami kesalahan sebanyak 1/10 9 basa DNA dalam setiap kali replikasi. Kecepatan perubahan genom yang mensintesis HA pada influenza B adalah sebanyak 1,60 x 10-3 perubahan nukleotida pada setiap titik nukleotida/tahunnya dan influenza A 3,6 x 10-3 perubahan nukleotida pada setiap titik nukleotida/tahunnya Hal ini mungkin dapat

20 menjelaskan mengapa varian influenza B lebih sedikit dibandingkan influenza A, dan endemi oleh karena influenza B muncul lebih jarang dibandingkan endemi oleh karena influenza A. Sebagai tambahan, influenza B tidak mempunyai binatang reservoar dan hanya mempunyai satu subtipe HA dan NA sehingga tidak mempunyai potensi untuk menimbulkan pandemi.28, Kaitan antigenic shifting dengan proses pandemi influenza Sejak diisolasi pertama kali pada tahun 1933, antigenic shifting pada virus influenza telah terjadi beberapa kali. Yang pertama terjadi pada tahun 1957, ketika subtipe H2N2 (Asian influnza) menggantikan keberadaan subtipe H1N1; selanjutnya tahun 1968 ketika virus influenza Hongkong H3N2 muncul dan menggantikan keberadaan subtipe H2N2; dan terakhir tahun 2009 ketika wabah flu Mexico H1N1 strain baru muncul. 1,33 Taunberger (2005) dalam penelitiannya di bidang arkeologi filogenetika virus, mendapatkan bahwa virus H1N muncul bukanlah sebagai akibat proses reassortment antar virus influenza, melainkan murni akibat mutasi virus influenza avian sehingga virus tersebut menjadi bisa menginfeksi manusia dan bertransmisi antar manusia. Hal ini terbukti dengan analisa genetika bahwa 8 segmen RNA virus H1N mempunyai kesamaan dengan segmen RNA virus influenza avian. Diduga mutasi terjadi tidak hanya pada segmen

21 RNA pengkode HA dan NA, tetapi juga pada segmen RNA PA, PB1 dan PB2 sehingga transmisi antar manusia dapat terjadi. 1,33 Sementara virus influenza A H2N muncul sebagai akibat reassortment antara H1N dengan H2N2 avian. Influenza A H2N2 mendapatkan segmen RNA HA, NA dan PB1 dari virus avian H2N2 dan sisa 5 segmen RNA lain dari subtipe H1N yang telah ada sebelumnya. 27 Gbr.4 Mekanisme terjadinya pandemi virus influenza 30 Pandemi influenza 1968 yang terjadi di Hongkong diakibatkan oleh reassortment baru yang memunculkan virus influenza A H3N2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus H3N2 mendapatkan

22 segmen HA dan PB1 dari virus influenza avian H3 dan segmen lainnya dari subtipe H2N2. 28 Pandemi pada tahun 1977 yang dimulai di Rusia terjadi akibat munculnya kembali subtipe H1N yang selama hampir 30 tahun tidak pernah beredar. Diduga virus ini tersembunyi pada hewan reservoar, tersimpan dalam keadaan frozen state atau tersembunyi pada mikroorganisme tingkat rendah yang masih belum teridentifikasi jenisnya hingga saat ini. Hal ini terbukti dengan fakta bahwa semua segmen RNA pada H1N1 1977sama persis dengan segmen RNA pada H1N ,6 Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ada tiga mekanisme penyebab terjadinya pandemi influenza di dunia yaitu (1).akibat proses mutasi pada segmen genetika virus influenza non manusia hingga dapat menginfeksi manusia, (2). mekanisme reassortment dan (3). mekanisme pemunculan kembali subtipe yang telah lama hilang dimana pada ketiga keadaan tersebut sistem imunitas manusia tidak dapat memberikan proteksi. 6 Mekanisme akibat mutasi pada segmen genetik virus tertentu terjadi pada kasus H7N7 (Inggris), H9N2 (Hongkong), H10N7 (Mesir) dan yang paling mematikan serta mengakibatkan pandemi yaitu influenza A H5N1 Hongkong. Keseluruhan transmisi virus diatas hanyalah terjadi antara avian dengan manusia, serta mutasi yang terjadi tidaklah sampai pada tahap yang memungkinkan terjadinya transmisi manusia ke manusia. 28,36

23 Virus influenza avian H5N1 bersifat sangat patogen terhadap unggas dan telah menjadi penyebab endemi pada peternakanpeternakan unggas di negara-negara Asia. Baru pada tahun 1997 di Hongkong ditemukan pertama sekali KLB H5N1 pada manusia dengan angka mortalitas 50%, angka insidensi pneumonia mencapai 71% dan angka rawatan di ICU mencapai 80%. Analisa genetik menunjukkan bahwa keseluruhan segmen RNA virus H5N1 berasal dari virus influenza avian, sekaligus sebagai bukti bahwa telah terjadi mutasi pada virus H5N1 avian yang memungkinkan transmisi dari avian ke manusia. 28,33 Gbr. 5. Mekanisme reassortment pada virus influenza A H1N1 Mexico (swine flu) 24

24 Hingga saat ini infeksi H5N1 telah mengakibatkan pandemi di dunia dengan melibatkan berbagai negara mulai dari China, Mongolia, Khazakstan, Rusia, Vietnam, Thailand, negara-negara Eropa, Timur Tengah dan juga Indonesia. Angka case fatality rate akibat H5N1 diperkirakan mencapai lebih dari 60%. Sejak pemunculannya pada tahun 1997, virus H5N1 terus mengalami perubahan antigenic drifting, hingga dikenal ada 2 clade H5N1, yaitu clade 1 tersebar di Kamboja, Thailand dan Vietnam antara dan clade 2 beredar di China, India, Timur Tengah, Eropa dan Indonesia mulai dari 2003 sampai dengan sekarang. 30 Kombinasi perubahan antigenic shifting yang terakhir dari virus influenza A terjadi pada bulan April 2009 dimana dijumpai strain baru influenza A H1N1 di Mexico. Hingga bulan Mei 2009, H1N1 Mexico (Swine Flu) telah menyebar di 43 negara dengan kasus terlaporkan dan 91 diantaranya berujung dengan kematian. 22 Analisa genetik menunjukkan bahwa H1N1 Mexico merupakan reassortment antara H3N2 babi yang terdapat di Amerika Utara dan virus influenza babi dari Eropa yang beredar pada tahun Segmen RNA PA, PB1, PB2, HA, NP dan NS dari H1N1 Mexico berasal dari virus H1N2 babi di Amerika Utara. Virus H1N2 babi ini sendiri merupakan reassortment dari virus klasik H1N1 babi, H3N2 manusia dan virus influenza avian yang masih belum dapat diidentifikasi. Sedangkan segmen NA dan NP dari virus H1N1 Mexico

25 berasal dari virus influenza A babi yang terdapat di Eropa pada tahun Diduga proses reassortment ini muncul sebagai akibat infeksi lebih dari 1 macam virus influenza di babi disertai dengan tambahan mutasi tertentu yang memungkinkan virus H1N1 Mexico dapat menular ke manusia dan bertransmisi antar manusia Gambaran klinis Gejala influenza like illness (ILI) yang mencakup gejala-gejala common cold dan gejala influenza sering kali serupa, namun sebenarnya kedua penyakit tersebut berbeda karena disebabkan oleh virus yang berbeda. Common cold disebabkan oleh Rhinovirus sedangkan influenza disebabkan oleh Orthomyxovirus. Gejala yang umum didapatkan pada common cold adalah pilek dengan nasal discharge yang nyata serta nyeri tenggorokan, sedangkan demam, sakit kepala, muntah dan diare biasanya jarang dijumpai. Sebaliknya pada influenza gejala demam mendadak ( C), sakit kepala, malaise dan muntah lebih sering dijumpai sedangkan pilek dan nyeri tenggorokan lebih jarang ditemukan. Walaupun demikian gejala klinik influenza sendiri mempunyai spektrum yang luas mulai dari gejala subklinik sampai yang fulminan. 1,3

26 Gejala influenza yang tipikal timbulnya mendadak dengan manifestasi nyeri tenggorokan, sakit kepala, demam, menggigil, mialgia, anoreksia dan malaise yang nyata. Demam biasanya antara C namun bisa lebih tinggi dan umumnya berlangsung selama 3 hari (rata-rata 5 hari). Gejala respirasi lain yaitu batuk yang biasanya nonproduktif dan rinitis. Nyeri substernal, nyeri abdomen, fotofobia dan diare dapat juga ditemukan namun lebih jarang. 17,19,20 Pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditemukan tanda-tanda karakteristik kecuali hiperemi ringan sampai berat pada selaput lendir tenggorok. Pemeriksaan paru biasanya normal namun pada 25% kasus bisa juga didapat adanya ronki basah. 18 Pada penderita usia lanjut demam bisa tidak ditemukan dan gejala yang ada biasanya berupa anoreksia, kelelahan, rinitis dan confusio. Mortalitas yang tinggi dialami penderita usia lanjut karena pneumonia virus interstitial, yang mengakibatkan saturasi oksigen yang berkurang dengan akibat asidosis dan anoksia. Infeksi sekunder yang berat sekali dan dikenal sebagai pneumonia stafilokokkus fulminan yang dapat terjadi beberapa hari setelah seorang diserang influenza dan kemudian terjadi sesak nafas, diare, batuk dengan bercak merah, hipotensi dan gejala-gejala kegagalan sirkulasi. 17,18, Diagnosis

27 Diagnosis influenza biasanya disangkakan berdasarkan karakteristik tampilan klinis, terlebih lagi influenza sedang berjangkit di suatu wilayah tertentu. Virus dapat terdeteksi pada masa akut dengan memakai spesimen yang berasal dari apus tenggorokan, bilasan nasofaring ataupun sputum. 1 Virus influenza dapat diisolasi dari apusan nasofaring dan tenggorokan dalam kurun waktu 5 hari setelah onset gejala terjadi. Kultur dilakukan dengan menginokulasikan virus dari bahan apusan ke dalam kantung amniotik atau alantoik dari embrio ayam ataupun sel-sel tertentu lainnya yang dapat mendukung untuk proses replikasi virus tersebut. Diperlukan waktu paling sedikit 2 hari untuk melihat pertumbuhan virus dan waktu tambahan sekitar 1-2 hari untuk proses identifikasinya. Karena itu, metode pemeriksaan dengan cara kultur biasanya hanya digunakan untuk mengetahui virus penyebab suatu epidemi lokal dan kurang dipergunakan dalam rangka manajemen kasus perorangan. 1,3 Pemeriksaan serologi merupakan metode diagnostik influenza lainnya dan biasa dilakukan dengan metode Complement Fixation (CF) dan Hemaglutinine Inhibition (HI). Tipe virus influenza dapat diketahui baik dengan metode immunofluorensens ataupun HI, dan subtipe dari antigen hemaglutinin dapat diketahui dengan metode HI memakai antisera yang spesifik terhadapa tipe tertentu. Metode serologis biasanya dipakai untuk mengetahui etiologi infeksi secara

28 secara retrospektif, dimana bila terjadi peningkatan titer antibodi sebesar 4 kali lipat atau lebih dapat merupakan pertanda adanya infeksi akut influenza. Biasanya diperlukan waktu hari setelah onset gejala dimulai agar dapat dideteksi adanya peningkatan titer antibodi. 1,23 Metode lain yang juga memanfaatkan prinsip imunologi adalah pemeriksaan antigen virus dari apusan nasal ataupun tenggorokan dengan metode rapid antigen detection atau lebih dikenal dengan rapid test. Metode ini dapat mendeteksi adanya antigen virus influenza, sehingga dapat mendeteksi adanya infeksi influenza A atau B dalam waktu yang relatif singkat. 1,3 Saat ini, metode ini yang paling umum disepakati sebagai baku emas diagnosis infeksi virus influenza adalah dengan metode pemeriksaan PCR, yang akan mendeteksi materi asam nukleat virus dari bahan sampel. Metode Reverse Transcryptase PCR (RT PCR) supaya sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan saat ini sudah menggantikan metode kultur sebagai baku emas diagnosis influenza Diagnosis banding Pada keadaan wabah influenza berupa keadaan epidemi lokal, diagnosis influenza secara klinis mempunyai akurasi yang cukup baik. Dalam kondisi normal atau hanya dijumpai keadaan infeksi inrluenza yang sporadik, seringkali sulit membedakan influenza dengan berbagai

29 kasus infeksi saluran nafas lainnya. Berbagai virus selain influenza seperti virus Parainfluenza, RSV, Adenovirus, Enterovirus, Coronavirus, Rhinovirus atau Metapneumovirus dapat memberikan gambaran klinis yang mirip dengan influenza. Bahkan faringitis Streptococcal dan pneumonia bakterial fase awal dapat memberikan gambaran klinis yang mirip dengan influenza. Namun adanya sputum yang purulen dapat menjadi petunjuk diagnostik yang penting untuk membedakan antara influenza dengan pneumonia bakterial. 1,10, Pengobatan Pada kasus influenza yang tidak berkomplikasi ataupun tanpa penyakit komorbid lainnya, dianjurkan utuk dilakukan terapi simptomatis saja. Pemberian asetaminofen dapat berguna untuk menurunkan demam, mengurangi sakit kepala dan mialgia. Akan tetapi pemberian salisilat harus dihindari pada anak berusia kurang dari 18 tahun karena kekuatiran akan terjadinya efek samping Reye s syndrome. Bila batuk yang dialami pasien cukup mengganggu dapat diredakan dengan pemberian kodein. Pasien sebaiknya dianjurkan untuk beristirahat dengan cukup dan menjaga hidrasi yang cukup. Saat ini tersedia dua golongan obat anti infuenza yaitu golongan neuraminidase inhibitor dan golongan adamantane. Yang termasuk

30 golongan adamantane adalah amantadin dan rimantadin. Laporan surveilans dan penelitian influenza di banyak negara sepanjang tahun 2005 sampai dengan 2006 menyebutkan bahwa >90% virus H3N2 yang diisolasi ternyata telah resisten terhadap amantadin dan rimantadin. Hal ini menyebabkan tidak lagi direkomendasikan saat ini, meskipun dapat dipastikan bahwa obat ini masih akan dapat dipakai lagi manakala sensitivitas virus influenza terhadap obat ini sudah membaik atau bila uji resistensi virus menunjukkan hasil yang sensitif. 1,3,26 Obat golongan neuraminidase inhibitor yaitu zanamivir dan oseltamivir baik terhadap influenza A maupun influenza B. Oseltamivir diberikan per oral dengan dosis 75 mg dua kali sehari selama 5 hari, sedangkan zanamivir diberikan per inhalasi, 10 mg dua kali sehari selama 5 hari. Bila diberikan dalam kurun waktu kurang dari 2 hari setelah onset gejal mulai maka obat ini akan dapat mengurangi gejala influenza menjadi lebih singkat 1-5 sampai dengan 2 hari dibandingkan bila tanpa mengkonsumsinya. Zanamivir dapat menimbulkan efek samping bronkospasme pada pasien asma, sementar oseltamivir dilaporkan bisa menimbulkan efek samping mual dan muntah. 1,4 Pengobatan dengan amantadin dan rimantadine dapat diberikan pada influenza A yang sensitif dan bila diberikan dalam waktu kurang dari 48 jam setelah onset gejala mulai terjadi maka

31 akan dpat mengurangi durasi gejala dan tanda influenza sampai dengan 50%. Dosis amantadin dan rimantadin adalah 200 mg/hari selama 7 hari. Efek samping yang mungkin terjadi akibat pemakaian amantadin adalah gangguan SSP ringan seperti ansietas, insomnia ataupun gangguan konsentrasi. Rimantadin juga dapat menimbulkan efek samping yang mirip dengan amantadin dengan frekuensi yang lebih jarang. 1,3 Obat lain yang masih diteliti untuk penanganan influenza adalah ribavirin. Beberapa laporan peneliitan menyebutkan efektifitas yang bervariasi dalam penanganan influenza, sehingga pemakaiannya sampai saat ini masih belum direkomendasikan. 1 Pemberian obat antibiotik sebaiknya diberikan pada kasus influenza yang mengalami komplikasi pneumonia bakterial. Pilihan terapi sebaiknya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan test uji sensitivitas. Jika etiologinya masih belum dapat ditentukan, dapat diberikan terapi antibiotik empirik yang disesuaikan dengan mikroorganisme tersering sebagai penyebab pneumonia bakterial yaitu S. Pneumoniae, S. Aureus dan H. Influenzae Pencegahan Pencegahan terhadap infeksi virus influenza dapat dilakukan dengan vaksinasi memakai inactivated vaccine atau live attenuated vaccine. Inactivated vaccine diperoleh dari virus influenza A dan B

32 yang diisolasi dari pasien-pasien yang terkena influenza pada musim influenza yang terakhir. Jika infeksi terjadi oleh virus influenza dalam periode waktu yang tidak terlalu lama dengan vaksinasi terakhir, maka diperkirakan akan terdapat daya proteksi sebesar 50-80%. Efek samping yang sering didapati adalah demam yang terjadi dalam waktu 8-24 jam setelah vaksinasi. Pemberian vaksin dianjurkan diberikan sekali setahun sebelum musim influenza berjangkit. Bentuk lainnya adalah live attenuated vaccine, yang mana pemberiannya diberikan secara spray intra nasal. Live attenuated vaccine mempunyai daya proteksi yang lebih baik yaitu sekitar 92%. Live attenuated vaccine diperoleh dari hasil reassortment virus-virus influenza A dan B yang beredar pada suatu periode waktu tertentu, sehingga dilaporkan masih akan dapat efektif pada strain yang mengalami antigenic drifting. 1,3 Selain dengan tindakan vaksinasi, pemberian obat anti virus juga dapat dipertimbangkan sebagai salah satu cara kemoprofilaksis terhadap influenza. Pemberian kemoprofilaksis dengan oseltamivir 75 mg/hari atau zanamivir 10 mg/hari dilaporkan mempunyai efekasi sebesar 88-89% dalam pencegahan influenza A dan B. Pada penelitian sebelumnya pemberian amantadin dan rimantadine mg/hari mempunyai efektitas sebesar % dalam mencegah influenza A. Kemoprofilaksis dengan obat-obat anti viral diindikasikan pada individu yang rentan terhadap influenza pada suatu

33 outbreak/musim influenza dimana vaksin influenza yang tersedia tidak efektif terhadap strain yang beredar pada saat itu. Obat anti influenza profilaksis jenis inactivated vaccine dapat diberikan bersamaan dengan pemberian vaksin influenza karena dapat meningkatkan efektifitas profilaksis serta jarang menimbulkan efek samping. 1,3, Rapid Test Metode rapid test untuk diagnostik influenza merupakan metode yang baru digunakan untuk mendiagnosa lebih awal penyakit influenza dalam rangka pemberian obat anti viral. Prinsip dari pemeriksaan rapid test adalah mendeteksi antigen virus yang ada pada sampel dengan memakai antibodi terhadap virus influenza A atau influenza B yang dimasukkan ke dalam stick rapid test. Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan rapid test adalah Swab (apusan) dari hidung dari daerah kartilago lateral ala nasi dan swab tenggorokan dari daerah paratonsiler. (28,29) Berdasarkan data yang ada di laboratorium NAMRU-2 sensitifitas alat ini (Directigen Flu A+B) ini hanya sekitar 50-60%, dengan spesifisitas %, sehingga harus diingat bahwa hasil negatif tidak berarti bahwa penderita tersebut tidak terinfeksi virus influenza, sementara hasil positif menunjukkan bahwa besar kemungkinan penderita tersebut menderita influenza. (1)

34 WHO juga merekomendasikan pemeriksaan rapid test ini pada penderita influenza karena hasil pemeriksaan yang cepat kurang dari 30 menit dapat diketahui apakah positif influenza A atau influenza B. Pengambilan sampel juga dari apusan hidung dan tenggorokan. Secara umum dikatakan sensitifitas rapid test ini 70-75% dan spesifisitasnya 90-95%. (30) Rekomendasi penggunaan rapid test ini pada daerah yang dilakukan surveilans adalah : Surveilans influenza digunakan sebagai petunjuk pemakaian rapid test secara optimal. Selama periode aktifitas influenza yang rendah, jika rapid test ini digunakan hasil positif harus di dikonfirmasi dengan immunofluorescence assay (IFA, kultur virus atau RT-PCR. Pada saat berjangkitnya penyakit influenza, rapid test digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan dan penanganan klinis. Selama periode aktifitas influenza meningkat, secara praktis pemeriksaan influenza dengan melihat definisi influenza. Rapid test direkomendasikan penggunaannya bila berpengaruh terhadap penanganan penderita. Pentingnya pelatihan bagi petugas yang bertugas di laboratorium untuk menggunakan rapid test ini.

35 Pada daerah yang tidak dilakukan surveilans influenza rekomendasi WHO adalah: (30) Pada daerah yang tidak diketahui aktifitas influenza penggunaan rapid test untuk diagnosis tidak direkomendasikan. Jika rapid test digunakan, hasil positif atau negatif harus dikonfirmasi dengan IFA, kultur virus atau RT-PCR Prinsip Dasar Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase Chain Reaction adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA di dalam sel. Polymerase Chain Reaction membutuhkan templat untai DNA ganda yang mengandung DNA target yang diamplifikasi, enzim DNA polimerase, nukleotida trifosfat dan sepasang primer oligonukleotida. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutan nukleotida pada awal dan akhir DNA target. Primer oligonukleotida tersebut disintesis menggunakan alat yang disebut DNA synthesizer. Pada kondisi tertentu, kedua primer menempel pada untai DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir DNA target. Kedua primer tersebut masing-masing mengenali kedua untai DNA dan berfungsi menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon. Setelah kedua primer menempel pada DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan

36 kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templatnya. (32,36) PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu denaturasi templat, penempelan pasangan primer pada untai ganda DNA target dan pemanjangan primer. Denaturasi DNA templat pada siklus pertama dilakukan pada temperatur C untuk memisahkan kedua untai DNA genom secara sempurna, sehingga kedua primer menempel setelah penurunan temperatur. Untuk siklus selanjutnya, denaturasi dilakukan pada temperatur C tetapi optimalisasi perlu dilakukan untuk reaksi thermocycler dan tabung reaksi berbeda. Pada tahap kedua, temperatur diturunkan sampai C (tergantung pada primer yang digunakan) sehingga kedua primer menempel pada untai DNA target. Tahap ini menentukan spesifisitas PCR. Setelah primer menempel pad DNA target, DNA polimerase mengkatalisis penambahan nukleotida yang biasanya dilakukan pada temperatur 72 C, yang merupakan temperatur optimum untu Taq/Amplitaq DNA polimerase. Lama tahap pemanjangan tergantung pada panjang DNA yang diamplifikasi. Seringkali tahap pemanjangan terakhir dilakukan lebih lama (sampai 10 menit) untuk menjamin agar semua molekul produk amplifikasi telah dipanjangkan secara sempurna. (34,36)

37 Pada akhir siklus pertama, target DNA jumlahnya menjadi dua kali lebih banyak ari jumlah semula. Siklus diulangi kembali, dimulai dengan tahap denaturasi, penempelan dan pemanjangan primer. Produk hasil sintesis pada akhir setiap siklus berfungsi sebagai templat dalam siklus selanjutnya, sehingga fragmen DNA diamplifikasi secara eksponensial. Jumlah siklus biasanya antara 25 dan 35, tetapi umumnya 30. Jumlah siklus lebih dari 35 tidak menaikkan jumlah produk yang tidak spesifik. Pad akhir PCR diperoleh amplifikasi sebanyak kali jumlah DNA target awal. (34,36) Untuk mengaplikasi RNA digunakan suatu tehnik yang melibatkan transkripsi balik (reverse transcription) dan PCR. RNA pertama-tama diubah terlebih dahulu menjadi DNA menggunakan suatu enzim yang mengkatalisis sintesis DNA dari RNA (reverse transcriptase). Secara keseluruhan metode ini disingkat menjadi RT- PCR. Setelah DNA terbentuk (disebut cdna) maka DNA tersebut diamplifikasi dengan enzim DNA polimerase. PCR mengamplifikasi DNA, maka patogen yang mati dapat memberikan hasil positif. RT- PCR yang ditujukan untuk mengamplifikasi RNA (mrna, trna, dan rrna) hanya memberikan hasil positif bila patogen hidup. Hal ini disebabkan karena kestabilan mrna, trna, dan rrna yang relatif rendah dibandingkan dengan DNA. RT-PCR juga dapat digunakan untuk mendeteksi virus bergenom RNA. (33,34,35)

38 2.17 Prosedur Pengambilan dan Pengiriman Sampel PCR Pasien yang memenuhi kriteria inklusi, dianamnesis untuk mengisi selembar kuesioner yang berisi sedikit data pribadi, gejala penyakit sekarang, riwayat berobat dan apakah terdapat riwayat kontak dengan unggas. Dokter kemudian mengambil apus hidung dan apus tenggorok dari pasien, mengikuti prosedur sebagai berikut : 1. Pertama-tama disiapkan alat-alatnya berupa: 3 buah vial berwarna merah muda yang berisi media transport untuk pertumbuhan virus (media Hanks Balance Salt Solution/HBSS), 3 tangkai swab/lidiwaten, sarung tangan,penekan lidah dan perlengkapan untuk keamanan untuk (sarung tangan dan masker) bila diperlukan. Tempelkan stiker pada setiap vial, dan tuliskan nama pasien, jenis apus yang diambil (hidung1, hidung2, atau tenggorok), serta tanggal pengambilan apus ini. 2. Apus yang pertama diambil adalah apus hidung1. Pakailah sarung tangan, dan buka pembungkus swab pertama. Usapkan swab tersebut pada lubang hidung kanan perlahanlahan sampai sekitar kartilago lateral atas (2-3 cm dari ujung swab), masukkan swab tersebut pada vial pertama (hidung1) dan putuskan tangkainya sehingga vial tersebut dapat ditutup. 3. Kemudian lakukan hal yang sama seperti (2) pada hidung sebelah kiri dan masukkan pada vial yang berlabel hidung2.

39 4. Kemudian dilakukan pengambilan sampel dari tenggorokan. Siapkan swab ke 3. Instruksikan pasien untuk membuka mulutnya, dan mengucapkan aaaa panjang. Tekanlah secara lembut lidah pasien, sehingga rongga mulut dapat terlihat dengan baik. Usapkan swab pada daerah peritonsiler (atau tonsil) kiri dan kanan terlebih dahulu, kemudian diakhiri dengan pharynx. Masukkan swab pada vial untuk tenggorok.jika sebelum lengkap pengusapan ini pasien terangsang refleks muntahnya, pengambilan sampel dapat diulang kembali untuk tempat yang belum dilaksanakan setelah pasien siap. Masukkan sampel ke dalam vial yang telah dilabel untuk tenggorokan, kemudian ditutup. 5. Perhatikan apakah semua vial sudah diberi label dan dilengkapi, serta lembaran kuesioner telah diisi. Simpanlah semua sampel pada kulkas dibagian bawah (2-8 C), atau jika ada disimpan di revco (-70 C) atau nitrogen cair (-196 C) yang telah disiapkan. Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan cepat (seperti dijelaskan pada prosedur pemeriksaan sampel) adalah sampel yang berasal dari vial hidung1). 6. Sampel-sampel tersebut setiap minggu dimasukkan dalam styroform yang telah disediakan dan disusun sedemikian rupa sehingga sampel tersebut dikelilingi oleh 4 buah ice-packs di dalam styroform atau jika memungkinkan menggunakan es

40 kering.tutuplah (sealed) styroform tersebut dengan rapat, dan kirimkan setiap hari senin setiap minggu ke Bagian Virologi NAMRU-2, JAKARTA. Jl Percetakan Negara no 29, Jakarta. 1. Prosedur Pemeriksaan sampel Pemeriksaan yang akan dilakukan pada sampel tersebut adalah : a. Pemeriksaan dilakukan menggunakan sampel hidung1. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah antigen virus Influenza A tau B yang terdapat pada sampel akan dideteksi oleh antibodi yang telah ditempatkan pada kit (lubang atas: antibodi terhadap berbagai galur influenza A, dan lubang bawah antibodi terhadap berbagai galur influenza B). Berdasarkan data di NAMRU-2 Sentifitas kit ini hanyalah sekitar 50-60% saja, dengan spesifisitas hampir mencapai 100%, sehingga perlu diingat bahwa hasil negatif tidak berarti bahwa penderita tersebut pasti tidak terkena influenza, sementara itu hasil positif menunjukkan kemungkinan besar penderita tersebut benar-benar terkena influenza. Hasil pemeriksaan dituliskan pada lembaran kuesioner. b. Pemeriksaan untuk mendeteksi RNA virus influenza menggunakan metoda Reverse-trancriptase Polymerase

41 Chain Reaction (RT-PCR) Dilakukan terhadap semua sampel baik dari hidung maupun sampel tenggorok. Saat ini semua sampel tersebut akan diperiksa terlebih dahulu untuk Influenza A H5N1 (Influenza burung, atau subtype lain dari flu burung) untuk skrining sampai dipastikan tidak ada lagi resiko dari flu burung. Jika sampel tersebut terbukti negatif, akan dilanjutkan dengan pemeriksaan untuk influenza A H1N1, Influenza A H3N2 dan Influenza B dan isolasi serta identifikasi (4c). Secara ringkas, langkah-langkah pemeriksaan dengan metoda RT-PCR adalah sebagai berikut : 1. RNA virus diekstraksi dari setiap sampel. 2. RNA virus di reverse-transcriptase menjadi cdna. 3. cdna diamplifikasi dengan PCR. 4. Hasil amplifikasi dianalisa dengan elektroforesa agar untuk menentukan subtipe virus influenza. c. Kultur, isolasi, dan identifikasi virus sampel yang bebas H5N1 lewat penyaringan dengan metoda RT-PCR, selanjutnya akan dikultur dan jika positif virus influenza akan di-isolasi serta di-identifikasi galurnya. Langkahlangkah kultur, isolasi, identifikasi virus influenza adalah sbb:

42 1. Sel Madin Darby Canine Kidney (MDCK) disuspensi dengan Minimum Essential Medium selama 2 hari untuk mendapatkan konfluensi monolayer dimana virus influenza akan hidup. 2. Sampel dari hidung atau tenggorok sebanyak 0.2 ml diinokulasikan pada (1). 3. Kultur yang positif diinkubasi dengan antibodi monoklonal influenza A dan B untuk mengidentifikasi influenza A dan B. 4. Selanjutnya dilakukan test HI untuk mengidentifikasi galur virus influenza menggunakan antisera standar sesuai referensi Kerangka Konsepsional Hewan Virus influenza Manusia Gejala dan Klinis Influenza Mutasi - Antigenic shifting - Antigenic drifting Perubahan antigenik

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat menyerang saluran pernafasan bagian atas maupun

Lebih terperinci

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu. Virus Influenza menempati ranking pertama untuk penyakit infeksi. Pada tahun 1918 1919 perkiraan sekitar 21 juta orang meninggal terkena suatu pandemik influenza. Influenza terbagi 3 berdasarkan typenya

Lebih terperinci

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI FLU BURUNG AVIAN FLU AVIAN INFLUENZA BIRD FLU RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI VIRUS INFLUENZA Virus famili orthomyxoviridae Tipe A,B,C Virus A dan B penyebab wabah pada manusia Virus C

Lebih terperinci

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO DepKes RI 2007 Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum : Dapat menjelaskan dasar dasar Flu Burung, pandemi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

Influensa DIVISI PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM FK USU / RS H ADAM MALIK

Influensa DIVISI PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM FK USU / RS H ADAM MALIK Influensa DIVISI PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM FK USU / RS H ADAM MALIK PENDAHULUAN Infeksi saluran nafas akibat virus influenza Gejala lokal dan sistemik Pandemi dan endemik luas

Lebih terperinci

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran : !!"!!#$ Dewasa ini virus H5N1 atau yang lazim dikenal sebagai virus flu burung (Avian Influenza) telah mewabah dimana mana. Virus ini pada awalnya hanya menginfeksi unggas. Namun akhir akhir ini diberitakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS 23 Apr 2003 Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) masih menempatkan berita utama di sebagian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

Demam sekitar 39?C. Batuk. Lemas. Sakit tenggorokan. Sakit kepala. Tidak nafsu makan. Muntah. Nyeri perut. Nyeri sendi

Demam sekitar 39?C. Batuk. Lemas. Sakit tenggorokan. Sakit kepala. Tidak nafsu makan. Muntah. Nyeri perut. Nyeri sendi Flu Burung DEFINISI Flu burung didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5N1 yang menyerang burung, ungggas, ayam yang dapat menyerang manusia dengan gejala demam >38?C,

Lebih terperinci

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso AVIAN INFLUENZA Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso Flu burung atau Avian Influenza adalah jenis influenza pada binatang yang sebenarnya telah ditemukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi 1 Lab Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl Raya Sesetan-Gang Markisa No 6 Denpasar Telp: 0361-8423062; HP: 08123805727 Email: gnmahardika@indosat.net.id;

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

Mengapa disebut sebagai flu babi?

Mengapa disebut sebagai flu babi? Flu H1N1 Apa itu flu H1N1 (Flu babi)? Flu H1N1 (seringkali disebut dengan flu babi) merupakan virus influenza baru yang menyebabkan sakit pada manusia. Virus ini menyebar dari orang ke orang, diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Influenza (flu) adalah penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus influenza yang dapat menyebabkan penyakit ringan sampai penyakit berat (Abelson, 2009).

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Novel Corona Virus yang berjangkit di Saudi Arabia sejak bulan maret 2012, sebelumnya tidak pernah ditemukan di dunia. Oleh karena itu berbeda karekteristik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza Influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza. Virus influenza diklasifikasi menjadi tipe A, B dan C karena nukleoprotein dan matriks proteinnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya ± 40 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)?

INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)? INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)? Virus influenza A H7 adalah kelompok virus influenza yang biasanya beredar di antara burung. Virus influenza A (H7N9) adalah salah satu sub-kelompok di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

1. ASPEK BIOLOGI MORFOLOGI VIRUS EBOLA:

1. ASPEK BIOLOGI MORFOLOGI VIRUS EBOLA: Virus Ebola menyebabkan demam hemorrhagic. Semenjak dikenal tahun 1976, Virus Ebola menyebabkan penyakit yang fatal pada manusia maupun binatang primata (monyet, gorila dan simpanse). Dinamakan Virus Ebola

Lebih terperinci

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Tinjauan Mengenai Flu Burung Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY :

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY : Buku Saku Flu Burung Buku Saku Flu Burung 16 KATA PENGANTAR Flu Burung (FB) atau Avian Influenza (AI) adalah suatu penyakit menular pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dengan subtipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sulit ditanggulangi di Indonesia. Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Definisi Virus hepatitis adalah gangguan hati yang paling umum dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia.(krasteya et al, 2008) Hepatitis B adalah

Lebih terperinci

Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae.

Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae. Arie W, FKM Undip FLU BABI PIG FLU SWINE FLU Terbaru : Influensa A H1N1 Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae. Bersifat wabah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

OLeh: Bella Swandayani Sutrisno KeLas B

OLeh: Bella Swandayani Sutrisno KeLas B OLeh: Bella Swandayani Sutrisno 07-8114-058 KeLas B SEJARAH Orthomyxoviruses pertama kali ditemukan di babi oleh Richard Schope di 1931. Ini ditemukan pertama kali diikuti oleh isolasi virus dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Epidemiologi

Pendahuluan. Epidemiologi Pendahuluan Swine influenza atau dikenal sebagai flu babi adalah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza A. Secara umum, penyakit flu babi mirip dengan influenza biasa (influenza Like

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

Etiology dan Faktor Resiko

Etiology dan Faktor Resiko Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

Termasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya

Termasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya Felix Johanes 10407004 Rahma Tejawati Maryama 10407017 Astri Elia 10407025 Noor Azizah Ba diedha 10407039 Amalina Ghaisani K.10507094 Febrina Meutia 10507039 Anggayudha A. Rasa 10507094 Termasuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan. BAB I PENDAHULUAN Hati adalah salah satu organ yang paling penting. Organ ini berperan sebagai gudang untuk menimbun gula, lemak, vitamin dan gizi. Memerangi racun dalam tubuh seperti alkohol, menyaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12-59 bulan (Kemenkes RI, 2015: 121). Pada usia ini, balita masih sangat rentan terhadap berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak didapatkan dan sering menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Penyakit ini menyebabkan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO)

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) 1 Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) Sakit : pola respon yang diberikan oleh organisme hidup thd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

Pertanyaan Seputar Flu Burung (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Reproduced from FAQ "Frequently Asked Question" of Bird Flu in

Lebih terperinci

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari Family Orthomyxomiridae. Virus ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan didapat terutama di paru atau berbagai organ tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari

Lebih terperinci

B. KARAKTERISTIK VIRUS

B. KARAKTERISTIK VIRUS BAB 9 V I R U S A. PENDAHULUAN Virus merupakan elemen genetik yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan ekstrseluler. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

Buletin ini dapat memantau tujuan khusus SIBI antara lain :

Buletin ini dapat memantau tujuan khusus SIBI antara lain : BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : April 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan Ringkasan Berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 31 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang sering terjadi pada anak anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan penyakit kedua tersering pada

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

Penyakit Virus Ebola

Penyakit Virus Ebola Penyakit Virus Ebola Penyakit Virus Ebola merupakan penyakit yang berbahaya dan sangat mematikan. Pertambahan kasus yang cukup cepat dari waktu ke waktu, angka kematian yang cukup tinggi dan adanya mekanisme

Lebih terperinci

STRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS. Morfologi dan komponen virus

STRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS. Morfologi dan komponen virus STRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS Morfologi dan komponen virus Virus merupakan mikroorganisme terkecil yang pernah dikenal. Umumnya tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa, kecuali poxvirus.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan Ringkasan Berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 1 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( ) COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI (078114113) KLASIFIKASI ILMIAH Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gamma Proteobacteria Order : Legionellales Family : Coxiellaceae Genus :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun kasus dengue di dunia meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),

Lebih terperinci

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan Ringkasan Berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 31

Lebih terperinci