KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Potong Skala Rumah Tangga 2.2. Standarisasi Sapi Peranakan Ongole (PO)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Potong Skala Rumah Tangga 2.2. Standarisasi Sapi Peranakan Ongole (PO)"

Transkripsi

1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Potong Skala Rumah Tangga Usaha peternakan Sapi Potong skala rumah tangga adalah usaha peternakan yang dilakukan secara tradisional dan ditujukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga di daearah pedesaan. Beberapa ciri dari usaha seperti ini adalah skala usaha kecil, modal kecil, bibit lokal, pengetahuan teknis beternak rendah, usaha bersifat sampingan, pemanfaatan waktu luang, tenaga kerja keluarga, sebagai tabungan dan pelengkap kegiatan usahatani. Usaha ternak sapi telah banyak dikembangkan di Indonesia, tetapi pada usaha peternakan rakyat umumnya menjalankan usaha peternakan sebagai usaha sambilan yang bertujuan sebagai tabungan masa depan (Ketut, 2005; Rusnan 2015). Usaha pembibitan sapi potong skala rumah tangga sebagai pemasok utama sapi bakalan dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan daging daging sapi potong nasional yang setiap tahun meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat. Laju permintaan daging sapi potong yang melebihi kemampuan produksinya akan menguras populasi dan produktivitas sapi potong, serta sumber bibit untuk dijadikan sebagai penghasil daging (Soetanto 2008; Rasyid,dkk, 2013) Standarisasi Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan sapi hasil persilangan sapi lokal dengan sapi Ongole dari India yang memiliki ciri-ciri khusus, warna bulu putih, abu-abu, kipas ekor dan bulu sekitar mata berwarna hitam, berbadan besar, gelambir longgar bergantung, berpunuk besar, leher pendek dan tanduk yang pendek rendah (Aryogi, 2005). Sapi PO dikenal sebagai sapi pedaging dan pekerja, mempunyai aktivitas reproduksinya cukup efisien serta mampu bertahan pada suhu tinggi dengan kondisi pakan yang berkualitas rendah. Sarwono dan Arianto (2003) menambahkan bahwa ciri-ciri sapi PO yaitu, berwarna kecoklatan

2 12 saat lahir, berwarna putih abu-abu dengan campuran hitam dan merah saat dewasa, moncong dan kuku berwarna hitam, tanduk pada sapi betina berukuran lebih panjang dan menggantung dibandingkan tanduk sapi jantan. Standar tentang kualitas Bibit Sapi Peranakan Ongole (PO) dirumuskan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No 7651 Bagian 5 Tahun Standar ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepada komsumen dan produsen akan mutu bibit sapi Peranakan Ongole (PO), meningkatkan produktivitas sapi PO di Indonesia dan meningkatkan kualitas genetik sapi PO. Berikut adalah persyaratan kuantitatif ukuran lingkar dada, tinggi pundak dan panjang badan sapi bibit PO betina dan jantan sesuai dengan SNI :2015 ; Tabel 1. Persyaratan Kuantitatif Sapi Bibit PO Jantan dan Betina No Umur Parameter Kelas I Kelas II Kelas III < 24 Lingkar Dada bulan minimum Tinggi pundak minimum Panjang badan minimum 2 24 bulan Lingkar Dada minimum Tinggi pundak minimum Panjang badan minimum Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2015) 2.3. Aspek-aspek Good Breeding Practice Good Breeding Practice merupakan suatu pedoman bagi pelaku usaha dalam melakukan pembibitan sapi potong dengan tujuan agar diperoleh bibit sapi potong yang memenuhi standar. Pedoman ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan 2014 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik yang diatur dalam Permentan No. 101/2014 dan merupakan acuan bagi pembibit sapi

3 13 potong dalam menghasilkan bibit sapi potong bermutu baik. Selain itu, pedoman ini juga berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pengawasan dalam pengembangan usaha pembibitan sapi potong untuk instansi atau dinas peternakan. Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi prasarana dan sarana, cara pembibitan, kesehatan hewan, pelestarian fungsi lingkungan hidup, sumber daya manusia, serta pembinaan dan pengawasan Aspek Sarana dan Prasarana Pengembangan ternak sapi potong memerlukan sarana dan prasaran untuk yang memadai untuk meningkatkan produksi ternak secara kuantitas maupun kualitas. Prasarana peternakan sapi potong diantaranya mengenai kondisi wilayah, kesesuaian wilayah dengan usaha peternakan perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan usaha. Menurut Santosa (2005), dalam hal pemilihan lokasi perlu perlu memperhatikan letak topografi dan geografi, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan bahan pakan, sumber air, transpotasi dan ketersediaan pedet bakalan untuk menunjang keberlangsungan usaha ternak. Seperti yang telah diatur dalam pedoman pembibitan sapi potong prasarana yang dimaksud meliputi; lahan dan lokasi pembibitan sapi potong harus memenuhi persyaratan sesuai dengan (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten/ Kota dan Daerah; (2) letak dan ketinggian lahan dari wilayah sekitarnya memperhatikan topografi dan fungsi lingkungan, untuk menghindari kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan; (3) tidak ditemukan agen penyakit hewan menular strategis terutama yang berhubungan dengan reproduksi dan produksi ternak; (4) mempunyai potensi sebagai sumber bibit sapi potong; (5) mudah diakses atau terjangkau alat transportasi; (6) tersedia cukup air bersih sesuai dengan baku mutu dan sumber energi yang cukup sesuai kebutuhan dan peruntukannya, seperti listrik sebagai alat penerangan (Ditjenak, 2014).

4 14 Sarana untuk pembibitan sapi potong yang perlu diperhatikan seperti yangtercantum pada GBP meliputi, bangunan perkandangan, peralatan, penggunaan bibit, pakan dan obat hewan. Fungsi kandang pada dasarnya untuk melindungi ternak, agar fungsi kandang terpenuhi perlu diperhatikan beberapa persyaratan dalam mendirikan kandang antara lain (1) memenuhi persyaratan kesehatan ternaknya, (2) mempunyai ventilasi yang baik, (3) efisiensi dalam pengelolaan (4) melindungi ternak dari pengaruh iklim dan keamanan kecurian (5) serta tidak berdampak terhadap lingkungan sekitarnya. Konstruksi kandang harus kuat dan tahan lama, penataan dan perlengkapan kandang hendaknya dapat memberikan kenyamanan kerja bagi petugas dalam proses produksi seperti memberi pakan, pembersihan, pemeriksaan birahi dan penanganan kesehatan (Deptan, 2007). Bentuk kandang yang digunakan sebagai kandang pembibitan adalah kandang individu dan luas kandang disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi yaitu 1.5x2.5 meter (Rasyid dan Hartati 2007). Menurut Siregar (2003) bahwa dalam penentuan lokasi kandang syaratnya tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk dan sekurang-kurangnya berjarak 10 meter dari pemukiman, pembuangan limbah tersalurkan, persediaan air cukup dan jauh dari keramaian. Selain itu, dibutuhkan sarana dan peralatan penunjang lain seperti; tempat pakan, tempat minum, sapu lidi dan sekop; alat pemotong rumput; pita ukur, tongkat ukur, buku recording dan formulir pencatatan; eartag dan kalung (Ditjennak, 2014) Aspek Cara Pembibitan Pembibitan sapi potong bertujuan untuk meningkatkan kualitas bibit yang dihasilkan,sehingga seleksi pada induk dan pejantan sangat diperlukan. Beberapa faktor yang perlu di pahami dalam melakukan seleksi adalah karakteristik bangsa, karakteristik produksi, ternak pengganti, kelompok pejantan dan bakalan. Langkah manajemen yang perlu dilakukan dalam seleksi betina pengganti diantaranya, pilih sapi betina yang berasal dari induk dan bapak yang baik, pilih

5 15 yang cepat melahirkan dan bobot badannya berat, terbebas dari penyakit dan cacat fisik (Santosa, 2006). Selain seleksi, sistem perkawinan juga dapat menentukan kualitas bibit yang dihasilkan. Umumnya masyarakat mengenal dua metode perkawinan yaitu kawin alam dan Inseminasi Buatan (IB). Pada kawin alam rasio jantan betina diusahakan 1:15 20, perkawinan dengan IB memakai semen beku sesuai SNI atau semen cair dari pejantan yang sudah teruji kualitasnya (Ditjenak, 2014). Selain itu, menurut Wiyatna (2002) mengatakan bahwa dalam sistem perkawinan perlu diperhatikan terkait aspek reproduksinya yang menjadi kendala reproduksi ternak sapi potong, yaitu (1) lama bunting, (2) panjang interval dari lahir sampai estrus pertama, (3) tingkat konsepsi rendah, (4) kematian anak sampai umur sapih yang tinggi. Pemeliharaan pembibitan sapi potong dapat dilakukan dengan sistem ekstensif, intensif dan semi intensif. Menurut Hadi dan Ilham (2002), pemeliharaan di daerah intensif sapi dipelahara dalam kandang permanen, namun adapun yang masih menggunakan kandang sederhana, sedangkan di daerah ekstensif ternak sapi umumnya cukup digembalakan karena adanya potensi lapang penggembalaan di wilayah tersebut, setiap tempat memiliki caranya sendiri yang optimal untuk diterapkan. Aturan pemeliharaan berdasarkan kelompok umur telah dirumuskan dalam Direktotar Perbibitan Ternak (2014) diantaranya, pemeliharaan terhadap pedet yang baru lahir sebaiknya memeberikan penanganan seperti, membersihkan lendir dari mulut, lubang hdung dan bagian lainnya, pedet dibiarkan bersama induk sampai umur lepas sapih, diberikan kolostrum, susu atau bahan cair lain sebanyak 10% dari bobot badan, dilakukan penimbangan berat badan, dan pengukuran tinggi gumba, lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pinggul dilakukan pada saat lahir dan disapih. Pemeliharaan pada sapi dara dan muda diantaranya, sapi ditempatkan di paddock atau kandang berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, diberikan pakan sesuai standar kebutuhan. Pemeliharaan terhadap calon induk dan induk, sebaiknya perkawinan pertama dilakukan pada birahi kedua

6 16 dengan rasio kawin alam ideal 1:15, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap induk bunting, memberikan pakan tambahan dan vitamin terhadap sapi bunting seiring bertambahnya usia kebuntingan. Penanganan kelahiran dilakukan oleh petugas medis bila terjadi kesulitan beranak serta dilakukan pencatatan kondisi induk dan anak saat lahir. Selain itu, manajemen pencatatan peternakan sangat diperlukan yang berguna untuk menentukan kebijaksanaan dan tata laksana yang harus dikerjakan selanjunya, selain itu memudahkan unutk menelusuru latar belakang atau silsilah ternak yang dipelihara. Catatan yang perlu dibuat mengenai kesehatan ternak, perkawinan/birahi, penyapihan, kebutuhan pakan, pemotongan kuku, nomor identitas (eartag), penjualan, silsilah sapi dan data produksi sapi (Santosa, 2008). Pakan ternak sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Bahan pakan ternak dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serta kasar yang relatif banyak dari pada berat keringnya, yaitu lebih besar dari 18%. Konsentrat mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne 1993). Tingkat konsumsi ransum sapi berbeda-beda tergantung pada status fisiologisnya. Sapi dewasa dapat mengkonsumsi bahan kering mnimal 1,4% bobot badan/hari, sedangkan sapi kebiri umur 1 tahun dengan hijauan berkualitas baik dapat mengkonsumsi 3% dari bobot badan (Parakkasi, 1999). Menurut Natasasmita dan Mudikjo (1985), bahan pakan dikelompokan menjadi dua, yaitu pertama menurut asalnya pakan terdiri dari hijauan alami (rumput lapangan); hijauan tanaman (rumput gajah); hasil limbah pertanian (jerami); hasil limbah industri (bungkil); hasil pengawetan (silase, selai). Kedua menurut kandungan zat makanan dan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan ternak terdiri dari hijauan kering; hijauan segar; silase; sumber energi; sumber protein; sumber mineral; sumber vitamin dan makanan tambahan.

7 17 Kesulitan penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah besar, berkadar protein tinggi, mudah dibudidayakan, daya adaptasi tinggi, dan produksi tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah tropis terutama pada musim kemarau (Suharlina, 2010). Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan hijauan lokal (Saragi, 2014). Bahan baku pakan lokal adalah setiap bahan yang merupakan sumberdaya lokal Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Sukria dan Krisnan 2009). Manajemen pemberian pakan yaitu pemanfaatan sumberdaya dalam proses pemberian pakan untuk mengoptimalkan bahan pakan dalam memperoleh hasil ternak yang baik. Hal ini meliputi penyediaan bahan pakan, penyimpanan bahan pakan, macam dan kualitas bahan, jumlah dan frekuensi pemberian, kebutuhan dan konsumsi nutrient, pemberian air minum serta PBB (Wardoyo, dkk, 2011). Pemberian pakan dengan pemeliharaan ekstensif rata-rata sapi di gembalakan 5-7 jam dan sapi akan memakan hijauan dengan jumlah yang tidak terbatas (ad libitum) hingga merasa kenyang sedangkan, dengan pemeliharaan intensif atau semi intensif pakan diberikan akan dibatasi, rata-rata 10% dari bobot badan dan pakan tambahan 1-2% dari bobot badan dan pemberian air minum sebaiknya diberikan secara ad libitum sehingga, bak air minum sebaiknya di tempatkan dekat dengan ternak (Ditjenak, 2014). Suwandyastuti (1988) menambahkan pemberian hijauan sekitar 10% dari bobot badan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok sehingga diperlukan pakan tambahan lain Aspek Kesehatan Ternak Kesehatan hewan adalah suatu kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi ssecara normal (Akoso, 1996). Kerusakan sel mungkin saja terjadi secara normal akibat proses pertumbuhan yang dinamis demi kelangsungan hidup, sehingga terjadi penggantian sel tubuh yang rusak atau mati bagi hewan yang sehat. Kegiatan manusia dan perubahan lingkungan dapat mengakibatkan terjadinya

8 18 penyakit, penularan penyakit-penyakit baru serta dinamika dan pola baru pertukaran penyakit. Bagi negara yang beriklim tropis seperti Indonesia, keadaan cuaca yang panas, sangat kering dan lembab akan mempengaruhi status kesehatan hewan. Menurut Pribadi (1991) menyatakan bahwa penyebab penyakit diantaranya mikroorganisme, parasit, kecelakaan, cacat bawaan dan kekurangan nutrisi selain itu, beberapa agen penyakit dapat menular melalui kontak langsung dengan hewan yang sakit, oral dan aerogen. Penanganan masalah kesehatan ternak merupakan mata rantai kegiatan yang menjamn keberhasilan perkembangbiakan dan peningkatan produksi ternak. Vaksinasi dan Deworming adalah pelayanan kesehatan yang harus dilakukan secara teratur kepada sapi potong. Kegiatan deworming atau pengibatan cacinng juga harus dlakukan secara teratur untuk membunuh cacing yang berada di tubuh sapi. Kejadian kecacingan pada seekor sapi potong akan menyebabkan penurunan terhadap kondisi gizi sap potong (Akoso, 1996). Herrick (1993) melaporkan bahwa pemakaian obat yang dilakukan oleh peternak telah menyebabkan penyimpangan residu obat pada produk ternak lebih dari 60, sekitar 50% disebabkan tidak dipatuhinya waktu henti pemberian obat. Pemberian pakan yang cukup baik kualitas maupun kuantitas dapat menunjang program kesehatan sapi potong. Penggunaan bahan kimia terhadap tanaman pangan yang digunakan perlu diperhatikan karena, residu antibiotik dalam pangan asal ternak dapat mengakibatkan reaksi alergi, resistensi, dan kemungkinan keracunan (Bahri, 2008). Program kesehatan seperti upaya pencegahan, pengobatan dan pengendalian penyakit disebut Biosecurity. Biosecurity merupakan salah satu tindakan penting dan strategis untuk memutuskan rantai masuk atau keluarnya agen penyakit ke induk semang. Elemen dasar biosecurity antara lain isolasi, pembersihan, desinfeksi dan pengaturan lalu lintas. Keselamatan dan kenyamanan ternak perlu terjamin dan menjadi tanggungjawab peternak. Kesejahteraan ternak adalah kondisi ternak yang

9 19 dipelihara dalam lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan fisik dan fisiologis. Penerapan kesejahteraan ternak pada peternakan sapi potong harus memperhatikan pekerja, pakan dan air, kandang dan peralatan, manajemen peternakan, dan manajemen kesehatan. Kesejahteraan ternak atau yang lebih dikenal dengan istilah animal welfare adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peternakan sapi potong. Prinsip dasar kesejahteraan ternak disebut dengan five freedoms, diantaranya : 1) Bebas dari rasa lapar dan haus, pastikan cukup tersedia pakan dan air yang mampu memenuhi kebutuhan. 2) Bebas dari rasa tidak nyaman. Temperatur dan kelembaban sesuai untuk hidup, terlindung dan secara fisik nyaman untuk bergerak dan beristirahat. 3) Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit. Program pencegahan penyakit baik infeksi ataupun non infeksi, pengamatan dini terhadap tingkah laku tidak normal, dan melakukan diagnosis yang cepat untuk mengatasi cedera dan sakit. 4) Bebas dari rasa takut dan stres, ternak harus terjamin kenyamanannya dari cekaman dan ketakutan yang menimbulkan penderitaan psikologis. 5) Bebas untuk mengekspresikan tingkah laku alamiah Aspek Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Menurut Herawati (2012), aspek yang mempengaruhi besar kecilnya emisi gas adalah budidaya ternak, mencakup perkandangan, pemberian pakan, sanitasi dan pemanfaatan kotoran. Emisi dari CO2 yang merupakan penyumbang gas rumah kaca terbesar di atmosfir kurang lebih 55% dari emisi global. Gas ini dapat berada di atmosfir selama 50 hingga 200 tahun. Produksi ternak berkontribusi 12% emisi GRK dalam bentuk CH4, N2O dan CO2. Ternak monogastrik menyumbangkan dalam bentuk CH4 dan CO2, sedangkan ternak ruminansia dalam bentuk CH4 (Maryono, (2010); Herawati (2012)).

10 20 Pemanfaatan limbah ternak diperlukan selain dapat mengurangi dampak terhadap lingkungan juga dapat memberikan keuntungan secara ekonomi. Umumnya peternak telah memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk kandang, walaupun demikian masih ada juga peternak yang tidak memanfaatkan sendiri maupun menjualnya. Kesadaran akan perlunya perlunya pembuangan ke tempat khusus perlu disosialisasikan berkenaan dengan adanya global warming dari emisi gas rumah kaca (GRK) yang dikeluarkan dari kotoran ternak tersebut (Herawati, 2012). Pemanfataan limbah pertanian sebagai pakan ternak pun perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan hijauan sepanjang tahun terutama pada musim kemarau atau disaat produksi hijauan menurun. Permasalahan yang dihadapi dalam menggunakan pakan limbah pertanian dan perkebunan antara lain faktor pengetahuan peternak, kualitas limbah pertanian dan perkebunan serta faktor pencemaran, untuk mengatasi masalah tersebut diperlukannya dukungan teknologi dan soaialisasi tentang pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak secara berkesinambungan (Indraningsih dkk, 2010). Menurut hasil penelitian Balitnak (2011), jenis pakan akan menentukan besar kecilnya gas metana yang dihasilkan ternak terdapat beberapa jenis tanaman yang rendah emisi sehingga metana yang di produksi akan berkurang, diantaranya daun jambu biji mempunyai kemampuan antibakteri, gunakan hingga 5% dalam campuran hijauan, daun papaya gunakan 1-5%, daun singkong kandungan protein 20% gunakan hingga 30%, lamtoro, kaliandra, dan gamal yang tinggi protein 22-24% 20 untuk meningkatkan efisiensi pakan gunakan hingga 30% dalam campuran hijauan Aspek Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam pembangunan karena pada akhirnya manusia yang menentukan berhasil atau gagalnya pembangunan suatu wilayah (Mirah, dkk (2015); Rusnan, dkk (2015). Sumberdaya manusia yang berpengaruh dalam hal ini adalah Peternak dan

11 21 Inseminator (Rusnan, 2015). Pemeliharaan sapi oleh peternak sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan budaya dalam pemeliharaannya. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan peternak berpengaruh pada cara berpikir dan cara mengatasi masalah. Menurut Hoda (2002), pendidikan formal merupakan indikator awal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan peternak dalam mengadopsi informasi dan inovasi baru, sebab tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan pola pikir. Faktor budaya akan mempengaruhi cara beternak yang dilakukan peternak. Peternakan rakyat cenderung menerapkan cara beternak dengan sistem tradusional dikarenakan kebiasaan yang telah dilakukannya secara turun temurun. Selain SDM peternak, SDM inseminator juga dapat mempengaruhi kualitas bibit Sapi Potong yang dihasilkan. Sumber daya manusia dari Inseminator yang ada di Indonesia tidak seragam jenjang pendidikannya. Syarat dari inseminator saat ini adalah pernah mengikuti kursus Inseminator. Ketidakseragaman pendidikan ini nantinya akan berpengaruh terhadap keberhasilan IB. Inseminator sangat berperan terhadap keberhasilan IB, yaitu saat thawing, teknik IB dan juga ketepatan waktunya. Oleh sebab itu para Inseminator perlu dibekali pengetahuan tentang 1) manajemen semen beku agar kualitasnya tetap baik, 2) teknik IB yang benar, 3) waktu IB yang tepat, juga pengetahuan tentang fertilitas dan manajemen pemeliharaan sapi betina agar IB yang dilakukannya sekali saja bisa berhasil Aspek Pembinaan dan Pengawasan Faktor kelembagaan peternak berpengaruh dalam usaha ternak seperti terbentuknya kelompok tani ternak. Elly dkk (2003) menyatakan pengembangan ternak sapi potong tidak terlepas dari peranan kelompok tani ternak. Selain itu, ketersediaan petugas penyuluh juga memiliki peranan penting yang diharapkan dapat menjadi pendampingan terhadap peternak (Rusnan, dkk., 2015). Untuk melindungi kesejahteraan hewan, kesehatan hewan, kesehatan masyarakat serta lingkungan tidak terlepas dari peranan dokter hewan dan petugas paramedis

12 22 dengan demikian, petugas keswan harus memberikan pelayanan baik dalam mengimplementasikan Kode Etik dan Praktek Baik Veteriner (GVP) yang berlaku. Rekapitulasi mengenai rincian aspek-aspek Good Breeding Practice yang telah diatur oleh Kementrian Pertanian dan berdasarkan sumber lain dapat dilihat pada Tabel Produktivitas Sapi Peranakan Ongole Produktvitas ternak diartikan sebagai perkembangan populasi ternak dalam periode waktu tertentu (umumnya satu tahun). Wiyatna (2002) mengemukakan bahwa produktivitas ternak sapi dapat dinilai dari dua indikator pertama, peforman produksi diantaranya penampilan bobot tubuh dan perubahan ukuranukuran tubuh; kedua, performan reproduksi diantaranya usia kawin pertama, lama bunting, kawin pertama setelah beranak, calving interval dan service per conception (S/C) Karakteristik Produksi Karakteristik produksi ternak ditandai dengan pertambahan bobot tubuh per satuan waktu, meliputi perubahan ukuran urat daging, tulang dan organ internal lainnya. Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, jumlah dan kualitas pakan serta fisiologis lingkungan (Soeparno, 1998). Selain itu, sifat produksi dicerminkan oleh bobot hidup berdasarkan umur diantaranya bobot lahir, bobot sapih dan bobot dewasa. Bobot lahir merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan selanjutnya, anak sapi yang bobot lahirnya berat akan lebih mampu mempertahankan hidupnya. Paturochman (1976) berdasarkan penelitian di Situraja memperoleh bobot lahir sapi Peranakan Ongole antara kg dengan rata-rata 22,01 kg. Wijono, Hartatik dan Mariyono (2006) juga melaporkan hasil loka penelitian sapi potong, bobot lahir sapi PO rata-rata 22,34 kg, bobot hidup 205 hari rata-rata 84,14 kg dan bobot hidup 365 hari rata-rata 120,97 kg. Sedangkan hasil penelitian Aryogi, Prihandini

13 23 dan Wijono (2006), melaporkan bahwa bobot lahir sapi PO memiliki 24,5 kg dan bobot badan sapi PO umur 205 hari adalah 109 kg. Sapi Ongole Jantan dewasa memiliki bobot maksimal 600 kg dan sapi Betina 400 kg (Sarwono dan Arianto 2003). Adapun menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985), bobot badan sapi Jantan dewasa , Betina dewasa kg; panjang badan pada sapi Jantan 133 cm dan Betina 132 cm, lingkar dada pada sapi Jantan 172 cm dan Betina 163 cm, dan produksi karkas 45% pada sapi Jantan dan Betina. Bobot hidup umumnya digunakan sebagai indikator pertumbuhan seekor ternak. Bobot hidup sapi PO menurut jenis kelamin dan berbagai tingkat umur dari laporan penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Bobot Hidup Sapi PO Menurut Umur dan Jenis Kelamin (kg) No Uraian Bobot Hidup (kg) Jantan Betina 1 Bobot lahir Bobot 1 tahun Bobot umur 2 tahun Bobot umur 3 tahun Dewasa Sumber : Hutsoit, Pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal. Hardjosubroto (1994) menyebutkan bahwa karakteristik eksterior merupakan sifat kualitatif dari individu yang dikendalikan satu atau beberapa pasang gen. Warwick, Astuti dan Hardjosubroto (1990), menyatakan bahwa sifat yang secara genetik menurun pada anaknya terutama adalah sifat yang diturunkan oleh pejantannya. Aryogi, Prihandini dan Wijono (2006) menyatakan bahwa perbedaan ukuran statistik vital pedet lepas sapih dapat diduga karena pengaruh nutrisi induknya selama menyusui pedet. Ditambahkan oleh Hartati dan Dicky (2008), yang menyatakan bahwa pertumbuhan pedet prasapih antara lain dipengaruhi oleh sifat mothering ability (sifat keibuan). Mothering ability yang

14 24 bagus akan mampu memproduksi susu yang banyak dan bagus dalam melindungi pedetnya. Rata-rata ukuran statistika vital pedet sapi PO baru lahir dan lepas sapih berdasarkan perbedaan kelompok paritas disajikan pada Tabel 3; Tabel 3. Hasil Rata-Rata Ukuran Statistik Vital Pedet Sapi PO Bau Lahir dan Lepas Sapih Uraian Kelompok Paritas I Kelompok Paritas II Baru Lahir Lepas Sapih Baru Lahir Lepas Sapih Panjang 58,85 ± 5,98 87,67 ± 6,99 56,17 ± 4,78 85,90 ± 12,09 Badan (cm) Tinggi Badan 75,38 ± 3,62 98,27 ± 9,52 72,99 ± 3,57 98,37 ± 9,35 (cm) Lingkar Dada (cm) 76,31 ± 5,86 110,70 ± 7,70 77,33 ± 5,26 112,80 ± 11,03 Sumber : Ferdianto, Bambang dan Sucik (2013) Karakteristik Reproduksi Perkawinan pertama pada sapi dara umumnya dilakukan kawin pertama pada umur bulan saat awal berahi atau jam setelah awal berahi. Astuti (2004) menambahkan umur pertama kali sapi PO dapat dikawinkan adalah umur 21 bulan dengan umur pertama beranak yaitu 32 bulan dan kawin pertama setelah beranak adalah 97 hari. Tanda-tanda berahi yang lazim muncul adalah ternak terlihat gelisah, nafsu makan berkurang, vulva merah, bengkak dan berlendir, sering menaiki ternak lain, serta frekuensi pengeluaran urine meningkat (Santosa, 2006). Rata-rata siklus berahi pada sapi adalah 21 hari yang berlangsung selama jam. Lama bunting sapi dara sekitar 283 hari, tergantung bangsa dan lingkungan (santosa, 2006). Menurut Toelihere (1981) periode kebuntingan sapi berkisar 280 sampai dengan 285 hari. Interval kelahiran atau jangka waktu antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya seharusnya bulan (Toelihere, 1979). Ditambahkan oleh Astuti (2004) bahwa Caliving Interval terpendek pada sapi PO adalah 13,75 bulan dan terpanjang 20,30 bulan. Faktor -faktor yang mempengaruhi jarak

15 25 beranak, yaitu lama bunting, jenis kelamin pedet yang dilahirkan, umur penyapihan pedet, S/C, bulan beranak, bulan saat terjadinya konsepsi, dan jarak waktu sapi pertama kali dikawinkan kembali setelah beranak. Nilai S/C yang normal berkisar antara 1,6-2,0 (Toelihere, 1979). Astuti (2004) menambahkan S/C pada sapi PO adalah 1,2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan S/C diantaranya kualitas semen yang digunakan, deteksi birahi, body condition score (BCS), tingkat kemampuan inseminator, dan bobot hidup (Kutsiyah et al., 2002). Nilai S/C menunjukkan tingkat kesuburan ternak. Semakin besar nilai S/C semakin rendah tingkat kesuburannya. Tingginya nilai S/C disebabkan karena keterlambatan peternak maupun petugas IB dalam mendeteksi birahi serta waktu yang tidak tepat untuk di IB. Keterlambatan IB menyebabkan kegagalan kebuntingan. Selain faktor manusia faktor kesuburan ternak juga sangat berpengaruh (Santosa, 2006). Berikut adalah karakteristik reproduksi sapi PO yang dilaporkan beberapa penelitian; Tabel 4. Karakteristik Reproduksi Sapi PO No Uraian Hasil 1 Fertlitas 2 Umur pubertas (bln) 3 Umur beranak pertama (th) 4 Service per Conception (S/C) 5 Lama bunting (hari) 6 Jarak beranak (hari) Sumber:(a) Direktorat Jenderal Peternakan, 1977 (b) Astuti et al., 1983 (c) Hardjosoebroto, 1980 (d) Gunawan, Pendapatan Peternak Sapi Potong Besarnya pertumbuhan penduduk dan akibat pembangunan menyebabkan kepemilikan lahan pertanian menjadi kecil. Todaro (1998) menyatakan bahwa penduduk pedesaan di negara berkembang hanya bekerja di sektor pertanian dan

16 26 memiliki lahan yang relatif sempit. Mulyadi dan Levin (1987) menyatakan bahwa dengan menghitung pendapatan dari rumah tangga peternak, maka kontribusi pendapatan usaha ternak berkisar 8-42% dengan rata-rata 22,2% di Jawa Timur. Hal ini menunjukkan ternak dapat memberi sumbangan terhadap pendapatan bagi rumah tangga peternak. Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Pendapatan merupakan selisih penerimaan dengan pengeluaran selama pemeliharaan ternak sapi potong dalam kurun waktu tertentu (misalnya 1 tahun). Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang, 1993). Usaha peternakan, khususnya peternakan sapi potong di Indonesia umumnya masih dikelola secara tradisional yang bercirikan dengan usaha yang hanya sebagai usaha keluarga atau sebagai usaha sampingan. Menurut Santosa (2012), tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternakan di klasifikasikan kedalam kelompok berikut : 1) Peternakan sebagai usaha sambilan hanya untuk mencukupi kebutuhan sendiri (subsistency), dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak < 30%. 2) Peternakan sebagai cabang usaha, dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak 30 70% (semi komersial atau usaha terpadu). 3) Peternakan sebagai usaha pokok (single komodity), dengan tingkat pendapatan %. 4) Peternakan sebagai usaha industri (specialized farming) dengan tingkat pendapatan usaha ternak 100% (komoditas pilihan).

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Direktur Pembibitan Ternak. Ir. Abu Bakar.SE.MM. Nip

KATA PENGANTAR. Direktur Pembibitan Ternak. Ir. Abu Bakar.SE.MM. Nip KATA PENGANTAR Bibit merupakan salah satu faktor yang menentukan dan mempunyai nilai strategis dalam upaya pengembangan sapi potong. Kemampuan penyediaan atau produksi bibit sapi potong dalam negeri masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES Nico ferdianto, Bambang Soejosopoetro and Sucik Maylinda Faculty of Animal Husbandry, University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Peningkatan produksi ternak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Tabel 1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi (Dahlan 2001) No. Parameter Nilai Interpretasi 1. Kekuatan Korelasi (r) 2. Nilai p 3. Arah korelasi

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

2 Lembaran Negara Nomor 5059); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21, Tambahan Lem

2 Lembaran Negara Nomor 5059); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21, Tambahan Lem No.1080, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Sapi Potong. Pembibitan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang tergabung dalam kelompok peternak Jambu Raharja di Desa Sidajaya, Kecamatan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBIBITAN SAPI

PEDOMAN PEMBIBITAN SAPI PEDOMAN PEMBIBITAN SAPI Potong YANG BAIK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK 2014 PEDOMAN PEMBIBITAN SAPI POTONG YANG BAIK DIREKTORAT

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG Oleh : Ir. BERTI PELATIHAN PETANI DAN PELAKU AGRIBISNIS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE TA. 2014 1. Sapi Bali 2. Sapi Madura 3.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, mereka dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. yang meliputi segala aktivitas teknis dan ekonomis dalam hal pemeliharaan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. yang meliputi segala aktivitas teknis dan ekonomis dalam hal pemeliharaan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Good Dairy Farming Practice Good Dairy Farming Practice adalah tatalaksana peternakan sapi perah yang meliputi segala aktivitas teknis dan ekonomis dalam hal pemeliharaan sehari-hari

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging Bangsa sapi pedaging di dunia dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bangsa Sapi Kontinental Eropa, Sapi Inggris dan Sapi Persilangan Brahman (India). Bangsa sapi keturunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Jenis sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan Eropa, dan Bos sondaicus

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420

PENDAHULUAN. (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha peternakan sapi perah di Indonesia saat ini didominasi oleh peternak rakyat yang tergabung dalam koperasi peternak sapi perah. Salah satu koperasi peternak sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi Bali asli Indonesia yang diduga sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Sapi Pasundan Sapi Pasundan sebagai sapi lokal Jawa Barat sering disebut sebagai sapi kacang. Istilah sapi kacang merupakan predikat atas karakter kuantitatif yang

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan KERAGAAN BOBOT LAHIR PEDET SAPI LOKAL (PERANAKAN ONGOLE/PO) KEBUMEN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BIBIT SAPI PO YANG BERKUALITAS Subiharta dan Pita Sudrajad

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa sapi peranakan ongole

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

Penerapan Good Breeding Practice terhadap Produktivitas Ternak... Sundra Dewi P

Penerapan Good Breeding Practice terhadap Produktivitas Ternak... Sundra Dewi P PENERAPAN GOOD BREEDING PRACTICE TERHADAP PRODUKTIVITAS TERNAK PADA PETERNAKAN SAPI POTONG RAKYAT (Sensus di Kelompok Peternak Jambu Raharja Desa Sidajaya, Kecamatan Cipunagara, Subang) THE GOOD BREEDING

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu: Aspek dinilai buruk jika nilai < 3 Aspek dinilai cukup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan daging sapi terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Direktorat Jendral Peternakan (2012)

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor : 2915/Kpts/OT.140/6/2011 (Kementerian Pertanian, 2011),

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor : 2915/Kpts/OT.140/6/2011 (Kementerian Pertanian, 2011), 3 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor : 2915/Kpts/OT.140/6/2011 (Kementerian Pertanian, 2011), Domba Wonosobo merupakan hasil persilangan antara domba

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh Junaidi Pangeran Saputra. 0 I. PERALATAN UNTUK PERAWATAN TERNAK POTONG (SAPI, KAMBING DAN DOMBA) 1. Timbangan - Elektrik, Kubus ternak. A. Macam-Macam Peralatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017 USAHA PEMBIBITAN TERNAK BABI MAULAFA Tri Anggarini Y. Foenay, Theresia Nur Indah Koni Jurusan Peternakan - Politani Negeri Kupang Email: anggarini.foenay@gmail.com ABSTRAK Tujuan dari kegiatan IbM adalah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Friesien Holstein Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu (Blakely dan Bade, 1992) ditambahkan pula oleh Sindoredjo (1960) bahwa

Lebih terperinci

Bibit sapi peranakan Ongole (PO)

Bibit sapi peranakan Ongole (PO) Standar Nasional Indonesia Bibit sapi peranakan Ongole (PO) ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bakalan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bakalan digilib.uns.ac.id 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bakalan Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos Indikus (zebu : berpunuk), Bos Taurus dan Bos Sondaikus (Sugeng, 2001). Dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit BAB III PEMBIBITAN DAN BUDIDAYA PENGERTIAN UMUM Secara umum pola usahaternak sapi potong dikelompokkan menjadi usaha "pembibitan" yang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci