BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, secara global, peningkatan jumlah penduduk dan eksploitasi sumberdaya alam merupakan faktor pendorong utama terjadinya perubahan penggunaan lahan secara terus-menerus dari lahan terbuka menjadi lahan terbangun (Dorning, dkk, 2015). Peningkatan jumlah penduduk secara terus-menerus tidak dapat mengganti dan menghilangkan ketergantungan mendasar manusia terhadap lahan (Baja, 2012). Kebutuhan penduduk terhadap lahan tentunya tidak hanya terjadi di kotakota besar saja, kebutuhan terhadap lahan yang terus meningkat juga terjadi pada kotakota kecil bahkan perdesaan. Perkembangan penggunaan lahan juga terjadi di Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Kecamatan Pacitan merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian Kabupaten Pacitan yang di dalamnya mengandung unsur wilayah kota. Kecamatan Pacitan memiliki kondisi geomorfologi yang bervariasi yaitu wilayah kepesisiran, dataran fluvial, dan perbukitan terdenudasi dengan ancaman bencana yang bervariasi pula seperti banjir, longsor, dan tsunami. Disisi lain jumlah penduduk di Kecamatan Pacitan selalu meningkat setiap tahunnya serta aktivitas perekonomian masyarakat juga bervariasi. Aktivitas ekonomi yang bervariasi memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi yang selalu meningkat tiap tahunnya (RPJMD Kabupaten Pacitan Tahun ). Sesuai Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Pacitan merupakan salah satu daerah yang dilewati oleh proyek pembangunan jalan Jalur Lintas Selatan (JLS). Adanya proyek pembangunan jalan Jalur Lintas Selatan, pemerintah Kabupaten Pacitan kemudian merenovasi terminal bus antar kota antar provinsi menjadi terminal yang memiliki kelas A (RPJMD Kabupaten Pacitan Tahun ). Tujuannya yaitu untuk mempersiapkan daerah untuk aksesibilitas yang lebih baik. 1

2 Kabupaten Pacitan juga termasuk dalam kabupaten yang ditetapkan sebagai kawasan Minapolitan berdasarkan pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2013 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Kawasan Minapolitan merupakan kawasan dengan penggerak atau kegiatan utama berbasis budidaya perikanan dan/atau perikanan tangkap. Penetapan sebagai kawasan Minapolitan ditanggapi oleh pemerintah dengan membuka lokasi tempat pelelangan ikan serta pelabuhan untuk kapal-kapal nelayan penangkap ikan di Tamperan. Pelabuhan tersebut sekarang telah dikembangkan untuk pelabuhan barang, namun masih belum berfungsi secara optimal (RPJMD Kabupaten Pacitan Tahun ). Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kecamatan Pacitan tidak hanya dari segi infrastruktur dan akses jalan yang lebih baik, namun juga terjadinya peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman. Perubahan penggunaan lahan yang ada perlu diperhatikan dan direncanakan terkait dengan pembagian lahan untuk pengembangan permukiman. Terlebih berdasarkan RPJMD Kabupaten Pacitan Tahun perkembangan pemukiman diharapkan tidak mengganggu lahan-lahan pertanian yang masih sangat produktif. Selain itu, perkembangan permukiman juga perlu memperhatikan faktor ancaman bencana disekitarnya. Pembangunan infrastruktur-infrastruktur penunjang, pembangunan stadion sepak bola, pembangunan pabrik, adanya aksesibilitas yang lebih mudah, dan bertambahnya lahan permukiman merupakan wujud nyata adanya perubahan penggunaan lahan dari lahan yang terbuka menjadi lahan terbangun. Perkembangan penggunaan lahan cenderung berorientasi pada sosial ekonomi. Eksploitasi sumberdaya lahan hanya didasarkan pada kepentingan ekonomi saja dan cenderung tidak mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lahan (Bojorquez-Tapia, dkk, 2001). Keduanya kemudian dapat memicu munculnya konflik dan permasalahan lingkungan. Perhitungan luas ketersedian lahan yang sesuai untuk pengembangan permukiman penting dilakukan untuk mengetahui luasan lahan yang sesuai untuk berkembangnya permukiman yang didasarkan pada kebutuhan lahan oleh penduduk tanpa mengesampingkan faktor ancaman bencana yang ada. Perhitungan luas 2

3 ketersedian lahan yang sesuai untuk pengembangan permukiman merupakan salah satu bagian dalam perencanaan penggunaan lahan yang memiliki fungsi terciptanya efisiensi dari alokasi penggunaan lahan yang digunakan untuk mempersiapkan kebutuhan lahan permukiman di masa mendatang 1.2. Perumusan Masalah Kecamatan Pacitan memiliki kondisi geomorfologi yang bervariasi yaitu wilayah kepesisiran, dataran fluvial, dan pebukitan terdenudasi dengan ancaman bencana yang bervariasi pula seperti banjir, longsor, dan tsunami. Adanya kondisi fisik wilayah yang terbatas, dari segi perekonomian masyarakat masih cukup bervariasi dan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi yang meningkat tiap tahunnya. Bertambahnya aktivitas ekonomi secara tidak langsung maupun secara langsung berpengaruh pada bertambahnya kebutuhan ruang untuk menjalankan aktivitas perekonomian. Jumlah penduduk di Kecamatan Pacitan selalu meningkat setiap tahunnya. Jumlah penduduk yang meningkat secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan penduduk terhadap lahan. Kebutuhan penduduk terhadap lahan berpengaruh pada kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk di Kecamatan Pacitan tergolong rendah, yang memiliki arti bahwa ruang yang tersedia masih luas sementara jumlah penduduknya sedikit. Kepadatan penduduk yang masih rendah menjadikan Kecamatan Pacitan masih bisa dilakukan proyeksi untuk perencanaan pengembangan wilayahnya, khususnya memperkirakan kebutuhan luas tambahan untuk permukiman di masa mendatang. Kecamatan Pacitan secara umum memiliki karakteristik jumlah penduduk yang cenderung tidak tinggi, pertumbuhan penduduk yang rendah, potensi bencana yang beragam, serta sebagian wilayahnya merupakan perbukitan. Disisi lain Kecamatan Pacitan tetap memiliki potensi wisata yang beragam, potensi hasil laut yang melimpah, dan aktivitas ekonomi yang mulai intens dan meningkat. Karakteristik wilayah yang seperti ini merupakan wilayah yang lebih mudah untuk dilakukan 3

4 perencanaan penggunaan lahan untuk mempersiapkan keberlanjutan di masa mendatang. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dibuat suatu pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Berapakah luas kebutuhan lahan untuk permukiman pada tahun 2034? b. Berapakah luas ketersediaan lahan untuk pengembangan permukiman yang sesuai dengan kesesuaian lahannya? c. Bagaimana rencana alokasi lahan untuk pengembangan permukiman tahun 2034? Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah ada maka penelitian yang dilakukan berjudul : KETERSEDIAN LAHAN YANG SESUAI UNTUK PENGEMBANGAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN PACITAN, KABUPATEN PACITAN. 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian antara lain: a. Memperkirakan kebutuhan lahan untuk permukiman pada tahun b. Memperkirakan ketersediaan lahan yang sesuai untuk pengembangan permukiman. c. Menganalisis rencana alokasi lahan untuk pengembangan lahan permukiman tahun Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian terbagi menjadi dua yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis Secara akademis hasil penelitian diharapkan dapat menunjukkan eksistensi geomorfologi dalam perencanaan penggunaan lahan di suatu wilayah. Selain dari aspek geomorfologi, penelitian yang dilakukan juga mempertimbangkan aspek kependudukan. Harapannya yaitu dapat lebih memperkaya tulisan ilmiah dalam bidang geografi lingkungan yang memadukan aspek fisik dan sosial khususnya dalam perencanaan penggunaan lahan. 4

5 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pemerintah di Kecamatan Pacitan. Informasi mengenai ketersediaan lahan yang sesuai untuk pengembangan penggunaan lahan permukiman tentu dibutuhkan dalam perencanaan tata ruang di Kecamatan Pacitan. Pengembangan wilayah yang berkelanjutan diharapkan dapat menciptakan kondisi pemanfaatan lahan yang efisien dan produktif sehingga tercipta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan secara ekonomi tanpa mengabaikan factor lingkungan Tinjaun Pustaka Lahan Lahan (Land) dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer meliputi atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang (Brinkman dan Smyth, 1973; dan FAO, 1976). Lahan memiliki nilai dalam upaya konservasi. Disisi lain, lahan juga sangat dibutuhkan oleh manusia untuk melakukan aktivitasnya. Ketergantungan manusia terhadap lahan kemudian menimbulkan persaingan terhadap lahan, berkaitan antara penggembangan wilayah dengan perlindungan sumberdaya alam yang ada (Dorning, dkk, 2014). Lahan memiliki sifat penciri yang didasarkan pada kualitas lahan dan karakteristik lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Kualitas lahan merupakan sifat lahan yang tidak dapat diukur langsung namun memiliki pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. Karakteristik lahan merupakan faktor lahan yang dapat diukur atau ditaksir besarannya, seperti lereng, curah hujan, dan tekstur tanah (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) Penggunaan Lahan Penggunaan lahan menghubungkan manusia dengan kondisi biofisik, sementara perubahan karakteristik lingkungan biofisik mempengaruhi keputusan dalam penggunaan lahan (Baja, 2012). Hal ini akan bersifat kontinyu sepanjang adanya 5

6 perubahan pengunaan lahan dari keadaan alami ke keadaaan yang berkembang (terbangun) (Baja, 2012). Penggunaan lahan dapat diartikan sebagai bentuk campur tangan manusia terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Arsyad, 2009). Penggunaan lahan dikelompokkan menjadi dua yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian (Arsyad, 2009). Penggunaan lahan merupakan akibat nyata dari adanya interaksi, keseimbangan, dan keadaan dinamis antara aktivitas-aktivitas penduduk di atas lahan dengan keterbatasan-keterbatasan pada lingkungan tempat hidup (As-Syakur, 2011). Penggunaan lahan memiliki kaitan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan. Hal ini berbeda dengan penutup lahan yang lebih pada obyek-obyek secara nyata yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia (Sitorus, 1985) Lahan Terbangun Lahan dapat terbagi menjadi lahan terbuka dan lahan terbangun. Lahan (ruang) terbuka yaitu lahan tanpa atau dengan sedikit bangunan atau dengan jarak bangunan yang saling berjauhan, dan dapat berupa pertamanan, tempat olah raga, tempat bermain anak-anak, perkuburan, serta daerah hijau pada umumnya (Kusumadewi, dkk, 2012). Lahan terbangun merupakan kawasan atau area yang terisi oleh bangunan-bangunan fisik seperti perumahan, fasilitas umum dan sosial, serta prasarana kota lainnya (Kusumadewi, dkk, 2012). Lahan terbangun merupakan wujud nyata dari perubahan lahan alami yang dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan ekonomis (Walerian, dkk, 2011) Konsep Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan suatu kegiatan untuk memperkirakan dan merencakan agar penggunaan suatu lahan dapat digunakan secara efektif dan berkelanjutan. Hal ini juga merupakan upaya untuk menghubungkan berbagai faktor dengan rencana peruntukannya (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Land evaluation is only part of the process of land use planning (FAO, 1976) 6

7 Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan penggunaan lahan. Dalam perencanaan penggunaan lahan, evaluasi lahan memiliki peran untuk, 1) merumuskan dan menentukan bentuk-bentuk alternatif penggunaan lahan serta kebutuhan utama dalam penggunaan lahan, 2) mengidentifikasi dan mendelineasi (membatasi) lahan sesuai dengan karakteristik spesifik lahan menjadi suatu satuan lahan tertentu, serta 3) melakukan perbandingan dan evaluasi dari setiap jenis lahan untuk kegunaan yang berbeda (FAO, 1976). Proses identifikasi dalam evaluasi lahan dapat dilakukan dengan survei sumberdaya lahan (Sitorus, 1985). Survei sumberdaya lahan dilakukan untuk mengidentifikasi unsur-unsur pada suatu lahan. Suatu lahan tentu memiliki unsur-unsur seperti relief, geologi, tanah, iklim dan vegetasi penutup lahan yang memiliki peran penting dalam perencanaan penggunaan lahan (Sitorus, 1985). Hasil survei sumberdaya lahan akan digunakan sebagai informasi tentang sumberdaya lahan dalam pembuatan evaluasi lahan (Sitorus, 1985). Evaluasi lahan bertujuan untuk mengetahui potensi atau nilai dari suatu area untuk perencanaan penggunaan tertentu, berisikan informasi mengenai bagaimana keadaan lahan sekarang serta kondisi apa yang akan terjadi apabila dilakukan pengelolaan terhadap lahan tersebut serta dampaknya (FAO, 1976). Masing-masing kegiatan yang dilakukan dalam evaluasi lahan tidak terbatas pada penilaian karakteristik fisik-lingkungan, namun juga mencakup faktor ekonomi, sosial, serta dampak yang mungkin ditimbulkan terhadap lingkungan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Oleh karena itu, maka jelas bahwa evaluasi lahan dibutuhkan pada berbagai tingkatan perencanaan penggunaan lahan (Baja, 2012) Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan merupakan proses dalam melakukan deskripsi dari kecocokan suatu penggunaan lahan yang didasarkan atas informasi berupa tanah, vegetasi, iklim, dan informasi lainnya yang diperlukan dalam melakukan analisis kesesuaian lahan yang digunakan sebagai pembanding dalam berbagai alternatif penggunaan lahan (Brinkman dan Smyth, 1973). Kesesuian lahan merupakan proses 7

8 menentukan kemampuan suatu lahan yang dimanfaatkan dalam kepentingan tertentu (FAO, 1976). Kegiatan evaluasi lahan yang dilakukan meliputi identifikasi dan analisis bentuklahan, kondisi tanah, vegetasi, iklim, dan parameter lainnya yang sesuai dengan penggunaan lahan tertentu (FAO, 1976). Kelas kesesuaian lahan merupakan hasil perbandingan antara persyaratan penggunaan lahan dari tipe penggunaan lahan tertentu dengan kualitas lahan suatu satuan lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Sistem klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi 4 (empat) kategori yaitu, ordo, kelas, sub-kelas, dan unit (FAO, 1976) (Gambar 1.1). Ordo dan kelas digunakan dalam pemetaan tinjau, sub-kelas digunakan untuk pemetaan semi detil, dan unit digunakan untuk pemetaan detil, sementara ordo hanya digunakan untuk pemetaan skala eksplorasi (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Ordo Kelas Sub-kelas Unit S1 S2m S2m-1 S S2 S2e S2e-2 S3 S2me Dst Dsb N N1 N1m N2 N1e Dsb Gambar 1.1 Skema Penamaan Ordo sampai Unit untuk Kesesuaian Lahan (Sumber: adaptasi FAO, 1976; dan Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) Penilaian kesesuaian lahan dapat mengacu pada kondisi sekarang (actual suitability) maupun mengacu pada kondisi setelah dilakukan perbaikan terhadap kualitas lahan (potential suitability) (Baja, 2012). Tingkatan atau kelas kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahan tertentu tidak permanen. Kelas kesesuaian lahan dapat berubah setelah dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap faktor pembatas utama (Baja, 2012). 8

9 Perencanaan Penggunaan Lahan Perencanaan merupakan proses menyiapkan dan membuat keputusan untuk tindakan di masa depan yang diarahkan untuk mencapai tujuan optimal. Keputusan dan tindakan dilakukan terhadap upaya tata guna (menata penggunaan) yang diinginkan (berdasar pertimbangan) terhadap lahan sesuai dengan rentang waktu tertentu (Baja, 2012). Pada keadaan yang drencanakan, penggunaan lahan akan terus berkembang sesuai dengan upaya mewujudkan pola dan struktur ruang (Baja, 2012). Land use planning means the systematic assessment of physical, social, and economic factors in such a way as to encourage and assist land user in selecting options that increase their productivity, are sustainable and meet the needs of society (FAO, 1993). Perencanaan penggunaan lahan (land use planning) merupakan perangkat utama dalam pengembangan wilayah, karena berkaitan langsung dengan pengaturan ruang wilayah (spatial arrangement) (Lassey, 1997). Perencanaan penggunaan lahan adalah strategi pembangunan wilayah yang menyediakan dasar untuk menetapkan aktivitas penggunaan lahan yng lebih efektif baik saat ini maupun di masa yang akan datang (Cinacher dan Conacher, 2000). Perencanaan penggunaan lahan harus bersifat proaktif, jangka panjang, dan strategis, dan didasarkan pada konsep pemanfaatan lahan dalam ruang secara berkelanjutan (Baja, 2012). Pembuatan keputusan dalam perencanaan penggunaan lahan dapat dilakukan pada tingkatan strategis, taktis, dan operasional (Baja, 2012). Keputusan strategis bisa juga disebut kebijakan tingkat atas yang berkaitan dengan perumusan pedoman umum. Keputusan taktis adalah keputusan yang telah melibatkan identifikasi dan analisis dalam konteks ruang, misalnya kesesuaian dan kemampuan lahan untuk penggunaan lahan yang direncanakan. Keputusan operasional adalah keputusan yang bersifat arahan rinci dan melibatkan berbagai aspek teknis seperti prosedur dan metode, teknologi, keterampilan, dan sebagainnya. Perencanaan penggunaan lahan merupakan suatu proses yang terus-menerus dan multi-konsep (Baja, 2012). Terdapat delapan multi-konsep untuk melakukan perencanaan penggunaan lahan, yaitu sebagai berikut: 9

10 a. Multi-aspek: perencanaan penggunaan lahan berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, seperti aspek biotik, abiotik, sosial budaya, dan ekonomi. b. Multi-sektor: lahan dan perencanaan penggunaan lahan tidak lepas dari berbagai sektor pembangunan seperti pertanian, perdagangan, industri, dan sebagainya. c. Multi-dimensi: pelaksanaan perencanaan penggunaan lahan dapat dipandang dari dimensi ruang dan waktu. d. Multi-partisipan: proses perencanaan penggunaan lahan melibatkan berbagai pihak yang ikut berkontribusi dalam proses pembuatan rencana maupun implementasi. e. Multi-skala: perencanaan penggunaan lahan dapat disusun dan dilaksanakan pada berbagai skala, misalnya sekala eksplorasi, tinjau, semi detil, dan detil. f. Multi-tahap: perencanaan penggunaan lahan dan implementasi dilaksanakan secara bertahap, mulai dari persiapan, penentuan tujuan dan sasaran, proses penyususnan rencana, implementasi, serta pemantauan dan evaluasi.. g. Multi-waktu: perencanaan penggunaan lahan dilakukan dan diimplementasikan dalam kurun waktu tertentu, misalnya yang bersifat segera atau darurat, perencanaan kontingensi, perencanaan jangka pendek (1 tahunan), jangka menengah (5 tahunan), dan jangka panjang (20 tahunan). h. Multi-pendekatan: perncanaan penggunaan lahan perlu disusun dengan berbagai pendekatan dan metode, tergantung pada tujuan dan sasaran, konteks, skala, keunikan wilayah studi, serta kemampuan dan ketersediaan sumberdaya. Beberapa tujuan dari perencanaan pengembangan wilayah yang berkaitan langsung dengan perencanaan penggunaan lahan yaitu, mengidentifikasi wilayah perencanaan secara tepat, mengadopsi prinsip-prinsip pembangunan ekologi secara berkelanjutan, mengadopsi prinsip keadilan berupa keadilan ruang, mempertahankan dan meningkatkan karakter wilayah, mencapai alokasi sumberdaya lahan yang efisien, melindungi sumberdaya alam wilayah, mendorong adanya penerimaan masyarakat terhadap nilai-nilai lingkungan, mendorong agar terjadi adopsi terhadap praktik pengelolaan yang lebih baik dalam penggunaan lahan, dan mengambangkan rencana yang mencerminkan kemampuan dan kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. 10

11 Pendekatan Geomorfologi dalam Perencanaan Penggunaan Lahan Usur utama dari perencanaan penggunaan lahan dalam perspektif perencanaan secara spasial adalah adanya zonasi (Baja, 2012). Land zonning yaitu melakukan zonasi atau segmentasi terhadap lahan. Hal ini bertujuan untuk membedakan antara ruang satu dengan yang lain dilihat dari karakter dasar lahan, fungsi, tujuan dan sasaran, serta target yang hendak dicapai dalam ruang untuk kurun waktu yang telah ditentukan (Baja, 2012). Bentuklahan sebagai salah satu aspek dalam kajian geomorfologi merupakan salah satu unsur penting untuk menyusun satuan medan (Mangunsukardjo, 1999). Konsep yang digunakan dalam melakukan deliniasi batas (zonning) dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan statistik dan pendekatan bentanglahan (Sartohadi, dkk, 2014). Pendekatan bentanglahan menekankan pada zonasi dilakukan atas dasar perbedaan parameter yang dapat diinterpretasi pada peta atau pada lokasi pengamatan secara langsung (Sartohadi, dkk, 2014). Tiap satuan morfologi yang ditunjukkan relief tertentu selalu berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya lahan yang berhubungan dengan potensi pembangunan suatu wilayah (Sartohadi dkk, 2014) Penelitian Terdahulu Penelitian tentang ketersediaan lahan yang sesuai untuk pengembangan permukiman di Kecamatan Pacitan tidak terlepas dari penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Penelitian yang dilakukan juga mengadopsi konsep, teori, metode, hasil, serta data atau bahan penelitian yang telah ada pada penelitian sebelumnya dengan tetap mencamtumkan sumber penelitian terkait. Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang dilakukan antara lain yaitu penelitian dari Suprapto Dibyosaputro dan Widiyanto tahun 1995, Senawi tahun 2006, Khursatul Muribah dan Santun Sitorus tahun 2009, serta I Wayan Sandi dan Rahman As-syakur tahun 2012 (Tabel 1.1). 11

12 Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya No Peneliti Tahun Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian 1 Suprapto Dibyosaputro dan Widiyanto (Majalah Geografi Indonesia) 1995 Pengembangan Kota Ambarawa Jawa Tengah Ditinjau dari Segi Geomorfologi Menetapkan daerah pengembangan Kota Ambarawa yang bebas longsoran, genangan dan banjir, namun masih mengikuti asas pembangunan berwawasan lingkungan Metode yang digunakan yaitu analisis satuan geomorfologi untuk mengetahui karakteristik tiap satuan lahan. Untuk menilai kesesuaian permukiman digunakan metode scoring. Perhitungan kebutuhan permukiman dilakukan dengan proyeksi. Sementara arahan pengembangan kota didasarkan pada kesesuaian lahan untuk permukiman Berdasarkan kelas kesesuaian lahan, pengembangan fisik kota direkomendasikan ke arah Timur, Barat, dan Utara. 2 Senawi (Majalah Geografi Indonesia) 2006 Analisis Kemampuan dan Daya Dukung Lahan untuk Penatagunaan Lahan Sub DAS Dengkeng DAS Bengawan Solo Mengetahui kelas kemampuan dan daya dukung lahan untuk penatagunaan lahan di Sub DAS Dengkeng secara optimal dari aspek ekologis dan sosial Metode yang digunakan untuk analisis kemampuan lahan yaitu dengan metode Mathcing menggunakan parameter-parameter fisik tanah. Sementara untuk analisis daya dukung menggunakan parameter penduduk dan lahan pertanian yang kemudian diformulasikan dalam bentuk hitungan rumus patematis. kelas kemampuan lahan paling dominan yaitu kelas kemampuan lahan III dan IV, dengan faktor pembatas utama yaitu kemiringan lereng, permeabilitas, dan tekstur tanah. Kemudian tekanan penduduk yang ada berpengaruh pada penurunan daya dukung lahan. penatagunaan lahan disesuaikan dengan kemampuan lahannya. 12

13 Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan) No Peneliti Tahun Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian 3 Khursatul Muribah, Satun Sitorus, Eman Rustiadi, Komarsa Gandasasmita, Hartrisari (Jurnal Tanah dan Lingkungan, Vol.11) 2009 Model Hubungan Anatara Jumlah Penduduk dengan Luas Lahan Pertanian dan Permukiman Menghitung proyeksi penduduk hinga Memodelkan hubungan antara penduduk dengan luas lahan pertanian. Memodelkan antara penduduk dengan luas lahan permukiman Metode proyeksi model satuasi dan model eksponensial. Model hubungan jumlah penduduk dengan lahan pertanian maupun lahan permukiman dibangun dengan menggunakan pendekatan regresi linier. Jumlah penduduk diprediksi masih eksponensial hingga laju peningkatan pertanian diprediksi masih lebih tinggi dibandingkan permukiman. Hubungan jumlah penduduk terhadap luas lahan pertanian maupun permukiman cenderung linier. 4 I Wayan Sandi Adyana, Abd. Rahman Assyakur (Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol 19 No.1) 2012 Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) Berbasis Data Raster untuk Pengkelasan Kemampuan Lahan di Provinsi Bali dengan Metode Nilai Piksel Pembeda Penggunaan raster untuk penilaian kelas kemampuan lahan berdasar nilai piksel pembeda Metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan nilai piksel pembeda pada masing-masing parameter kemampuan lahan. Nilai piksel pembeda yang kemudian ditumpangsusunkan dan penjumlahan nilai piksel menghasilkan deret angka yang dapat menunjukkan kelas kemampuan lahannya. 13

14 Perbandingan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian memiliki tiga tujuan yaitu, 1) memperkirakan kebutuhan lahan untuk permukiman tahun 2034, 2) memperkirakan ketersediaan lahan yang sesuai untuk pengembangan permukiman, dan 3) menganalisis rencana pengembangan permukiman tahun Secara keseluruhan penelitian memiliki kesamaan secara konsep dengan penelitian yang dilakukan oleh Suprapto Dibyosaputro dan Widiyanto (1995) dengan judul penelitian Pengembangan Kota Ambarawa Jawa Tengah Ditinjau dari Segi Geomorfologi. Konsep-konsep lainnya diadopsi dari penelitian-penelitian lain yang terdapat pada Tabel 1.1. Persamaan penelitian dengan penelitian yang dilakukan oleh Dibyosaputro dan Widiyanto yaitu tujuan utama kedua penelitian yaitu membuat arahan lahan yang sesuai untuk dikembangkan atau digunakan sebagai lahan permukiman. Kedua penelitian menggunakan pendekatan geomorfologi untuk menentukan arahan pengembangan kota. Evaluasi lahan yang digunakan yaitu kesesuaian lahan untuk permukiman, dan kedua penelitian melakukan proyeksi kebutuhan luas lahan untuk permukiman di masa mendatang. Perbedaan penelitian dengan penelitian yang dilakukan oleh Dibyosaputro dan Widiyanto yaitu parameter yang digunakan untuk kesesuaian lahan berbeda dengan yang digunakan pada pelitian sebelumnya. Parameter kesesuaian lahan yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada parameter dari Harjowigeno dan Widiatmaka (2011) dengan penambahan parameter tsunami dan metode yang digunakan yaitu metode Matching. Proyeksi untuk menghitung kebutuhan ruang dilakukan berdasarkan jumlah pertumbuhan KK yang diasumsikan sebagai pertumbuhan rumah. Hasil akhir dari penelitian berupa rencana alokasi lahan yang digunakan untuk pengembangan permukiman yang didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan luas lahan tambahan, luas ketersesdiaan lahan yang potensial dan sesuai untuk permukiman, serta rencana pengembangan permukiman yang telah dibuat oleh pemerintah. Perbedaan lainnya yaitu perbedaan lokasi kajian. 14

15 1.7. Kerangka Pemikiran Perkembangan dan pembangunan suatu wilayah, tidak dapat terlepas dari kebutuhan terhadap lahan. Terlebih hal tersebut diikuti oleh adanya peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk yang terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan penurunan rasio antar lahan dengan manusia yang menyebabkan adanya kepadatan penduduk. Kebutuhan terhadap lahan yang terus-menerus meningkat maka secara langsung dapat terlihat perubahan penggunaan lahan dari lahan yang terbuka menjadi lahan yang terbangun. Fenomena seperti ini sudah menjadi hal yang wajar dan terjadi di semua daerah, baik dalam skala lokal maupun global. Oleh karena itu, proyeksi pertumbuhan penduduk perlu dilakukan guna mengetahui kisaran pertambahan penduduk yang akan terjadi di masa mendatang, sehingga dapat digunakan untuk perencaan penggunaan lahan terkait tambahan luas lahan yang dibutuhkan. Kebutuhan manusia terhadap lahan, baik untuk generasi sekarang maupun antisipasi kebutuhan lahan di masa mendatang, mendorong adanya proses perencanaan penggunaan lahan. Tujuan utama dari perencanaan penggunaan lahan yaitu untuk memilih dan mempraktikan penggunaan lahan yang terbaik dalam upaya memenuhi kebutuhan manusia saat ini serta untuk melindungi sumberdaya lahan dan lingkungan di masa mendatang. Dalam perencanaan penggunaan lahan, banyak di antara potensi lahan di suatu wilayah selain terbatas juga tidak memungkinkan untuk diperbanyak dan diperbaharui dari segi fisik lahan. Selain itu, sejalan dengan berkembangnya waktu, aspek bencana di suatu wilayah juga dipertimbangkan dalam melakukan evaluasi lahan. Oleh karena itu, evaluasi sumberdaya lahan berupa kesesuaian lahan memiliki tujuan untuk menentukan penggunaan lahan yang terbaik dari segi kondisi fisik lahan. Kerangka pemikiran teoretik ini digambarkan dalam Gambar

16 Peningkatan jumlah penduduk Adanya peningkatan kebutuhan lahan permukiman di wilayah kota Peningkatan luasan lahan dari lahan terbuka menjadi lahan terbangun untuk kebutuhan permukiman Tujuan 1 Evaluasi sumberdaya lahan (kesesuaian lahan untuk permukiman) Tujuan 2 Perencanaan penggunaan lahan (rencana pengembangan permukiman) Tujuan 3 Pembangunan yang berkelanjutan (efisiensi sumberdaya lahan secara ekonomi dengan tetap memperhatikan faktor lingkungan) Gambar 1.2 Diagram Alir Kerangka Pemikiran Teoretik 16

17 1.8. Batasan Istilah Bentuklahan adalah salah satu aspek dalam kajian geomorfologi yang merupakan salah satu unsur penting untuk menyusun satuan medan (Mangunsukardjo, 1999). Evaluasi lahan adalah suatu kegiatan untuk memperkirakan dan merencakan agar penggunaan suatu lahan dapat digunakan secara efektif dan berkelanjutan, serta menghubungkan berbagai faktor dengan rencana peruntukannya (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Keputusan taktis adalah salah satu keputusan dalam perencanaan penggunaan lahan yang telah melibatkan identifikasi dan analisis dalam konteks ruang, misalnya kesesuaian dan kemampuan lahan untuk penggunaan lahan yang direncanakan (Baja, 2012). Kesesuaian lahan adalah proses melakukan deskripsi dari kecocokan suatu penggunaan lahan yang didasarkan atas informasi parameter yang diperlukan yang digunakan sebagai pembanding dalam berbagai alternatif penggunaan lahan (Brinkman dan Smyth, 1973). Lahan (Land) adalah suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer meliputi komponen biotik, abiotik, dan kultural (Brinkman dan Smyth, 1973; dan FAO, 1976). Lahan terbangun adalah kawasan atau area yang terisi oleh bangunan-bangunan fisik seperti perumukiman, fasilitas umum dan sosial, serta prasarana kota lainnya (Kusumadewi, dkk, 2012). Penggunaan lahan adalah bentuk campur tangan manusia terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Arsyad, 2009). Perencanaan penggunaan lahan adalah proses menyiapkan dan membuat keputusan untuk tindakan di masa depan yang diarahkan untuk mencapai tujuan optimal (Baja, 2012). 17

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Lahan Sitorus (1985) menjelaskan ada empat kelompok kualitas lahan utama : (a) Kualitas lahan ekologis yang berhubungan dengan kebutuhan tumbuhan seperti ketersediaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar bagi pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Lahan Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu adanya persamaan dalam hal geologi, geomorfologi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Sabua Vol.7, No.1: 383 388, Maret 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Verry Lahamendu Staf Pengajar JurusanArsitektur,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sunda, dalam bahasa Jawa adalah lemah (karena berarti pula uncapable maka

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sunda, dalam bahasa Jawa adalah lemah (karena berarti pula uncapable maka 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Lahan Mangunsukardjo (1996: 1) mendefinisikan lahan berasal dari bahasa Sunda, dalam bahasa Jawa adalah lemah (karena berarti pula uncapable maka tidak digunakan). Lahan merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods is one of the natural phenomenon which happened in jawa island. Physical characteristic

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan terbesar bagi pengelolaan sumberdaya alam adalah menciptakan untuk selanjutnya memertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan PETA SATUAN MEDAN TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan ALAT DAN BAHAN 1. Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000 2. Peta Geologi skala 1 : 100.000 3. Peta tanah semi detil 4. Alat tulis dan gambar 5. alat hitung

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota ma 8upun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang harus ditanggulangi. Fenomena alam ini menjadi penyebab utama terbentuknya lahan kritis, terutama jika didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan (kapabilitas) lahan merupakan klasifikasi potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. luas, yang mengkaji sifat-sifat dan organisasi di permukaan bumi dan di dalam

BAB I. PENDAHULUAN. luas, yang mengkaji sifat-sifat dan organisasi di permukaan bumi dan di dalam 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geografi sebagai salah satu disiplin ilmu mempunyai cakupan sangat luas, yang mengkaji sifat-sifat dan organisasi di permukaan bumi dan di dalam ruang, dengan pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan zat yang tidak dapat dipisahkan dari makhluk hidup di kehidupan sehari-harinya. Zat tersebut sangatlah dibutuhkan ketersediannya di berbagai waktu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

2.1.3 Faktor-Faktor Daya Dukung Wilayah yang Dipertimbangkan dalam Pengembangan Jaringan Jalan Pengertian Daya Dukung Wilayah...

2.1.3 Faktor-Faktor Daya Dukung Wilayah yang Dipertimbangkan dalam Pengembangan Jaringan Jalan Pengertian Daya Dukung Wilayah... DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR MOTTO... iv INTISARI... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS Esti Sarjanti Pendidikan Geografi-FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuh Waluh PO.BOX. 202 Purwokerto

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesesuaian Lahan

TINJAUAN PUSTAKA Kesesuaian Lahan TINJAUAN PUSTAKA Kesesuaian Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian bencana mewarnai penelitian geografi sejak tsunami Aceh 2004. Sejak itu, terjadi booming penelitian geografi, baik terkait bencana gempabumi, banjir,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Definisi lahan menurut Sitorus (2004) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk

Lebih terperinci

I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Menurut Baldiviezo et al. (2003 dalam Purnomo, 2012) kelerengan dan penutup lahan memiliki peran dalam tanah longsor,

I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Menurut Baldiviezo et al. (2003 dalam Purnomo, 2012) kelerengan dan penutup lahan memiliki peran dalam tanah longsor, I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Menurut Baldiviezo et al. (2003 dalam Purnomo, 2012) kelerengan dan penutup lahan memiliki peran dalam tanah longsor, semakin tajam kemiringan lereng pada penggunaan lahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai permasalahan dalam mengelola tata ruang. Permasalahan-permasalahan tata ruang tersebut juga timbul karena penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi kehidupan manusia sekarang ini. Lahan mempunyai beberapa fungsi penting bagi manusia diantaranya dapat

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Jumlah penduduk yang terus bertambah mendorong meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai Timur dan Pantai Barat. Salah satu wilayah pesisir pantai timur Sumatera Utara adalah Kota Medan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability LOGO Contents Potensi Guna Lahan AY 12 1 2 Land Capability Land Suitability Land Capability Klasifikasi Potensi Lahan untuk penggunaan lahan kawasan budidaya ataupun lindung dengan mempertimbangkan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: SUPRIYANTO L2D 002 435 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Dalam rangka mendukung penelitian ini, dikemukakan beberapa teori menurut

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Dalam rangka mendukung penelitian ini, dikemukakan beberapa teori menurut 12 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Dalam rangka mendukung penelitian ini, dikemukakan beberapa teori menurut para ahli yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Longsorlahan (landslide) mewakili bencana yang luas pada wilayah pegunungan dan perbukitan yang telah menyebabkan hilangnya nyawa dan kerusakan material. DAS kodil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I. Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. BAB I. Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan usaha untuk memanfaatkan potensi sumberdaya lahan semaksimal mungkin untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani Abstrak Daerah penelitian adalah DAS Deli yang meliputi tujuh subdas dan mempunyai luas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana longsor lahan (landslide) merupakan salah satu bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Longsor lahan mengakibatkan berubahnya bentuk lahan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas lautan hampir 70% dari total luas wilayahnya, memiliki keberagaman dan kekayaan sumber daya laut yang berlimpah. Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 163 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat enam terrain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Lahan Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan Hidayahnya laporan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan berhubungan erat dengan dengan aktivitas manusia dan sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE RASIONAL (RATIONAL RUNOFF METHOD)

SKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE RASIONAL (RATIONAL RUNOFF METHOD) SKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE RASIONAL (RATIONAL RUNOFF METHOD) Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Diajukan

Lebih terperinci

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5 PETA SATUAN LAHAN Pembuatan Satuan Lahan Lereng Faktor lereng sangat mempengaruhi erosi yang terjadi. Pengaruh lereng pada proses terjadinya erosi yaitu mempengaruhi besarnya energi penyebab erosi. Karakteristik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci