BAB IV POLA DISTRIBUSI DAN KEBERADAAN SPESIES SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV POLA DISTRIBUSI DAN KEBERADAAN SPESIES SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU"

Transkripsi

1 BAB IV POLA DISTRIBUSI DAN KEBERADAAN SPESIES SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU PENDAHULUAN Keberadaan spesies pada suatu habitat tidak terlepas dari kemampuan distribusi dan adaptasi spesies tersebut (Whittaker 1998). Kemampuan distribusi dan adaptasi spesies semut bergantung pada jenis spesiesnya (Holldobler & Wilson 1990). Adanya aktivitas dan keberadaan manusia dapat mempengaruhi keberadaan spesies semut dan pola distribusinya pada suatu daerah (Suarez et al. 1998; Gibb & Hochuli 2003; Graham et al. 2004; Schoereder 2004), bahkan beberapa spesies semut telah beradaptasi dan hidup bersama dengan manusia (semut tramp). Beberapa spesies semut tramp bersifat invasif dan selalu membuat sarang di sekitar struktur yang dibuat oleh manusia (Schultz & McGlynn 2000), serta memiliki mekanisme kolonisasi khusus sebagai hasil adaptasi dengan gangguan manusia (Gibb & Hochuli 2003). Konversi habitat yang dilakukan manusia dan keberadaan spesies invasif menyebabkan terjadinya homogenisasi biotik atau penggantian lokal biota oleh spesies pendatang yang dapat co-exist dengan manusia (McKinney & Lockwood 2001; Olden et al. 2004). Spesies semut endemik cenderung rentan dengan perubahan habitat dan tidak mampu bersaing dengan spesies semut invasif. Kemampuan adaptasi dan mekanisme tertentu yang dimiliki semut invasif menjadikan keberadaannya dapat mempengaruhi spesies semut lain (Holway et al. 2002; Hill et al. 2003). Sebagai contoh penelitian Hill et al. (2003), semut invasif Anoplolepis gracilipes mempengaruhi komunitas invertebrata lain bahkan beberapa di antaranya mengalami kepunahan. Di daerah kepulauan, keberadaan spesies semut selain dipengaruhi oleh luas pulau dan jarak isolasi pulau dari sumber kolonisasi (MacArthur & Wilson 1967; Wilson 1961) juga dipengaruhi sejarah geologi pulau dan sejarah gangguan habitat yang ada di pulau tersebut. Walaupun demikian, informasi mengenai biogeografi semut belum banyak diketahui (McGlynn 1999). Informasi masih

2 33 terbatas pada distribusi semut di dunia (McGlynn 1999). Pulau yang terisolasi dan habitatnya tidak terganggu oleh manusia memiliki peluang sangat tinggi terdapat spesies endemik di dalamnya Lomolino (2000). Tingkat gangguan manusia tinggi pada suatu pulau akan selalu diikuti dengan keberadaan spesies semut tramp atau invasif di dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keberadaan dan pola distribusi spesies semut di Kepulauan Seribu. Keberadaan dan pola distribusi spesies terkait dengan sejarah pulau dan tingkat gangguan habitat oleh manusia di pulau tersebut (Whittaker 1998). Kepulauan Seribu yang berlokasi dekat dengan Jakarta menjadikan tingkat gangguan habitat sangat tinggi. Tiap-tiap pulau memiliki sejarah gangguan habitat yang berbeda, seperti gangguan habitat Pulau Onrust telah terjadi sejak penjajahan Belanda (PEMDA DKI 2003). BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Seribu yang secara geografi terbentang antara BT dan LS. Pengambilan contoh semut dilakukan pada 18 pulau yang memiliki perbedaan karakteristik pulau meliputi luas pulau, jarak isolasi pulau dengan Pulau Jawa, jenis penggunaan lahan, dan keberadaan dermaga. Luas pulau bervariasi antara 1 ha (Pulau Semak Daun) hingga 52,87 ha (Pulau Pari). Pulau terdekat dengan Pulau Jawa adalah Pulau Onrust yaitu 2,2 km, sedangkan pulau terjauh Pulau Dua Timur yaitu 62,6 km. Penggunaan lahan terdiri atas tiga jenis yaitu (1) pulau yang hanya terdapat perumahan (seperti Pulau Onrust), (2) pulau yang terdapat hutan dan perumahan (seperti Pulau Untung Jawa), dan (3) pulau yang hanya terdiri atas hutan (seperti Pulau Bokor). Umumnya di setiap pulau telah banyak mengalami gangguan manusia yaitu ditunjukkan dengan keberadaan dermaga di pulau tersebut. Walaupun demikian, ada beberapa pulau yang tidak memiliki dermaga seperti Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Dua Timur.

3 34 Pengambilan Contoh Semut Pengambilan contoh semut dilaksanakan dari bulan Maret hingga Mei Setiap pulau dilakukan pengambilan contoh semut pada plot berukuran 5 m x 5 m dengan jumlah plot bergantung pada jenis penggunaan lahan (keanekaragaman patch) di suatu pulau dan kelengkapan spesies semut yang diperoleh. Pulau yang heterogen, plot pengambilan contoh semut ditempatkan mewakili keseluruhan patch. Spesies semut pada suatu pulau dinilai lengkap (mewakili keseluruhan spesies semut yang ada di suatu pulau) apabila tidak ditemukan lagi spesies semut yang baru dengan penambahan jumlah plot. Setiap plot dilakukan pengambilan contoh semut dengan metode koleksi intensif (Bestelmeyer et al. 2000; Delabie et al. 2000; Hashimoto et al. 2001). Koleksi intensif semut dilakukan pada tiga habitat yaitu (1) di dalam serasah atau tanah, (2) di atas permukaan tanah, dan (3) pada tumbuhan (vegetasi). Lama pengambilan contoh semut untuk satu plot berkisar menit. Jenis semut yang sama pada satu plot hanya dikoleksi beberapa individu saja, sehingga data kekayaan spesies yang diperoleh berupa data presence-absence atau ada tidaknya spesies semut pada suatu plot. Semut yang dikoleksi dimasukkan dalam micro tube yang berisi alkohol 70% dan diberi label. Selanjutnya spesimen semut tersebut dibawa ke laboratorium untuk dilakukan sortasi dan identifikasi. Identifikasi awal dilakukan sampai tingkat morfospesies genus dengan menggunakan buku Identification Guide to The Ant Genera of The World (Bolton 1997) dan selanjutnya spesimen dikirim kepada ahli taksonomi semut di Jepang untuk dilakukan pengecekan ulang dan identifikasi hingga tingkat spesies. Analisis Data Habitat utama suatu spesies semut diduga dengan menggunakan frekuensi keberadaan spesies pada habitat tertentu. Data frekuensi diperoleh berdasarkan proporsi ditemukannya spesies ke-i pada habitat ke-j dari keseluruhan plot pengambilan contoh semut yang dilakukan (210 plot). Persamaan untuk menentukan keberadaan spesies semut adalah:

4 35 Keberadaan spesies (%) = jumlah plot ditemukan spesies ke - i pada habitat ke j x 100 Hubungan keberadaan spesies semut dengan karakteristik pulau di Kepulauan Seribu dipelajari dengan menggunakan canonical correspondence analysis (CCA) (ter Braak 1996). CCA merupakan teknik analisis multivariat yang menghubungkan struktur komunitas spesies dengan karakteristik lingkungan yang diketahui. Hubungan spesies dengan karakteristik lingkungan digambarkan melalui grafik ordinasi. Karakteristik lingkungan ditampilkan berupa anak panah, sedangkan spesies berupa titik. Kedekatan posisi spesies dengan karakteristik lingkungan menunjukkan spesies tersebut memiliki hubungan yang kuat dengan karakteristik lingkungan tersebut. CCA dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Canoco 4.5 (ter Braak & Šmilauer 2002). Selain itu, keberadaan dan pola distribusi spesies semut pada karakteristik pulau tertentu juga dipetakan dengan menggunakan grafik sederhana. Jenis spesies yang dipetakan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu (1) spesies cryptic, (2) spesies invasif dan (3) spesies semut yang hanya ditemukan pada jarak isolasi pulau tertentu. HASIL DAN PEMBAHASAN Kekayaan Spesies Semut di Kepulauan Seribu Kekayaan spesies semut yang ditemukan di Kepulauan Seribu berjumlah 48 spesies yang termasuk dalam 5 subfamili dan 28 genus. Keseluruhan spesies tersebut tersebar pada 18 pulau, beberapa spesies hanya ditemukan pada pulau tertentu dan bahkan hanya pada habitat tertentu saja (Tabel 5). Spesies semut Amblyopone sp.01 of SKY, Hypoponera sp.04, dan Ponera sp.01 hanya ditemukan pada pulau tertentu saja. Hal tersebut diduga karena ketiga spesies semut tersebut hanya bisa beradaptasi pada pulau tertentu atau kondisi habitat tertentu saja. Selain itu, spesies-spesies tersebut diduga tidak memiliki kemampuan menyebar yang baik.

5 Tabel 5 Jenis spesies semut yang ditemukan dan keberadaannya pada pulau-pulau di Kepulauan Seribu No Spesies Lokasi pulau 1) Habitat 2) Dolichoderinae 1. Dolichoderus thoracicus 3, 6, 7, 8, 9, 12, 15 TS, PT, V 2. Iridomyrmex anceps 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, TS, PT, V 14, 15, 16, 17, Philidris sp.01 4, 5, 6, 8, 9, 14, 15, 16, 17 TS, PT, V 4. Philidris sp.02 4, 6, 11, 15, 16, 17, 18 TS, PT, V 5. Tapinoma sp. aff. melanocephalum Semua pulau TS, PT, V 6. Tapinoma sp.07 of SKY 3, 5, 6, 7, 8, 9,11, 12,14, 15, 16, TS, PT, V 17, Technomyrmex albipes 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, TS, PT, V 13, 14, 15, 16, Technomyrmex kraepelini 2, 4, 9,11, 12, 13,15, 16 PT, V Formicinae 9. Anoplolepis gracilipes 3, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14 TS, PT, V 10. Camponotus reticulatus 2, 3, 4, 5, 6,8, 9,11, 12, 13, 14, PT, V 15, 16, Camponotus sp.47 of SKY 1, 2, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, TS, PT, V 14, 15, 16, 17, Echinopla lineata 11, 12, 13, 14, 15, 16, PT, V 13. Oecophylla smaragdina 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, PT, V 13, 14, 15, Paratrechina longicornis Semua pulau TS, PT, V 15. Paratrechina sp.17 of SKY 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 16, 17, TS, PT, V Paratrechina sp.24 of SKY 2, 3, 4, 5, 6, 7, 12, 15, 16, 17 TS, PT, V 17. Polyrhachis abdominalis 11, 12,16, 17, 18 PT, V 18. Polyrhachis arcuata 3, 4, 6, 7,9, 10, 13, 18 PT, V Myrmicinae 19. Cardiocondyla nuda 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,11, 12, 13, TS, PT, V 14, 15, 16, 17, Crematogaster difformis 1, 2, 12 PT, V 21. Crematogaster sp.10 of SKY 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, PT, V 13, 14, 15, 16, Crematogaster sp.70 of SKY 2, 5, 9, 13, 16 TS, PT, V 23. Meranoplus bicolor 6, 7, 8, 14 PT, V 24. Monomorium destructor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 11,13, 14 TS, PT, V 25. Monomorium floricola 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, TS, PT, V 13, 14, 15, 16, Monomorium monomorium (?) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,12, 13,15,17 PT, V 36

6 37 Tabel 5 Lanjutan No Spesies Lokasi pulau 1) Habitat 2) Myrmicinae 27. Monomorium sp. aff. sp.08 of SKY 2, 7,9 TS, PT, V 28. Oligomyrmex sp. aff. sp.10 of SKY 2, 3, 4, 5, 6 TS 29. Pheidole sp.01 Semua pulau TS, PT, V 30. Pheidole sp.02 4, 11, 16, 17, 18 TS, PT, V 31. Pheidole sp.03 4, 5,13, 14, 17 TS, PT, V 32. Solenopsis geminata 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, TS, PT, V Solenopsis sp.01 of SKY 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,11, 12, 13, TS, PT, V 14, 15, 16, Strumigenys emmae 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,11, 12, 13,15, TS 16, 17, Tetramorium pacificum 2, 4,12 PT, V 36. Tetramorium smithi 2, 3, 5, 6, 9,11, 12, 13, 16,18 TS, PT, V 37. Tetramorium walshi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, TS, PT, V 13, 14,16 Ponerinae 38. Amblyopone sp.01 of SKY 3 TS 39. Anochetus graeffei 2,4, 6, 9,11,13,17 TS, PT 40. Hypoponera sp.01 2, 3, 4, 6, 8,10, 11, 12, 15, 18 TS 41. Hypoponera sp.02 3, 4, 6,10 TS 42. Hypoponera sp.03 2,4, 5, 12, 13, 14, 17 TS 43. Hypoponera sp.04 2 TS 44. Odontomachus simillimus 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10,12, 13, 14, TS, PT, V 15, Pachycondyla sp.42 of SKY 2, 14, 16 TS, PT 46. Platythyrea parallela 2, 3, 4, 6, 8, 11, 14, 15 PT, V 47. Ponera sp.01 2 TS Pseudomyrmicinae 48. Tetraponera sp.01 2, 6, 7, 8, 9,11,13, 14,16, 17, 18 PT, V 1) 2) Lokasi pulau = lokasi pulau dimana spesies semut ditemukan; 1 = Pulau Onrust, 2 = Pulau Rambut, 3 = Pulau Untung Jawa, 4 = Pulau Bokor, 5 = Pulau Lancang Besar, 6 = Pulau Pari, 7 = Pulau Payung Besar, 8 = Pulau Tidung Kecil, 9 = Pulau Pramuka, 10 = Pulau Semak Daun, 11 = Pulau Paniki, 12 = Pulau Kotok Besar, 13 = Pulau Putri Barat, 14 = Pulau Bira Kecil, 15 = Pulau Bundar, 16 = Pulau Nyamplung, 17 = Pulau Penjaliran Barat, 18 = Pulau Dua Timur Habitat = habitat ditemukannya spesies semut; ST = serasah atau tanah, PT = permukaan tanah, V = tumbuhan atau vegetasi

7 38 Spesies semut Tapinoma sp. aff. melanocephalum, Paratrechina longicornis, dan Pheidole sp.01 ditemukan pada keseluruhan pulau di Kepulauan Seribu (Tabel 5). Diduga ketiga spesies tersebut memiliki kemampuan penyebaran yang sangat baik. Adanya isolasi pulau tidak menjadi hambatan bagi spesies semut tersebut untuk melakukan penyebaran. Bahkan spesies tersebut diduga mampu beradaptasi dengan berbagai macam kondisi pulau seperti jenis penggunaan lahan dan keberadaan manusia. Kekayaan spesies semut yang ditemukan di Kepulauan Seribu lebih sedikit bila dibandingkan dengan kekayaan spesies semut di Pulau Jawa. Rizali et al. (2005) melaporkan sejumlah 94 spesies semut pada habitat perumahan di Bogor, bahkan di Kebun Raya Bogor ditemukan 216 spesies semut (Ito et al. 2001). Hal tersebut menunjukkan bahwa Pulau Jawa merupakan sumber kolonisasi spesies semut bagi pulau-pulau kecil yang ada di sekitarnya. Keanekaragaman Spesies Semut pada Berbagai Habitat Komposisi dan kekayaan spesies semut yang ditemukan pada tiap habitat di Kepulauan Seribu beranekaragam, bahkan beberapa spesies hanya ditemukan pada habitat tertentu. Di antaranya pada habitat tanah dan serasah, sebanyak 8 spesies hanya ditemukan pada habitat tersebut yaitu dari genus Amblyopone, Hypoponera, Oligomyrmex, Ponera, dan Strumigenys (Tabel 5). Spesies-spesies tersebut merupakan kelompok spesies cryptic yang hanya hidup dalam tanah atau serasah dan tidak muncul dipermukaan tanah bahkan di vegetasi (Brown 2000). Spesies Anochetus graeffei dan Pachycondyla sp.42 of SKY, keduanya ditemukan pada dua habitat yaitu di dalam tanah atau serasah dan di atas permukaan tanah (Tabel 5). Walaupun demikian, berdasarkan frekuensi total plot pengambilan contoh yang digunakan dapat disimpulkan bahwa A. graeffei habitat utamanya adalah di dalam tanah atau serasah (6,19 %) (Tabel 6). Hal tersebut sesuai dengan Brown (2000) bahwa genus Anochetus termasuk ke dalam spesies cryptic yang hanya hidup di dalam tanah dan serasah. Sedangkan Pachycondyla sp.42 of SKY, habitat utamanya adalah di permukaan tanah yaitu berdasarkan frekuensi keberadaannya pada habitat tersebut (1,43 %) (Tabel 6).

8 Tabel 6 Frekuensi ditemukannya spesies semut pada habitat tanah atau serasah dan permukaan tanah 39 No Spesies Habitat (%) Tanah atau serasah Permukaan tanah 1. Anochetus graeffei 6,19 1,43 2. Pachycondyla sp.42 of SKY 0,95 1,43 Spesies Camponotus reticulatus, Crematogaster sp.10 of SKY, Tetraponera sp.01, dan Oecophylla smaragdina umum ditemukan pada vegetasi (tumbuhan) walaupun ditemukan juga pada di atas permukaan tanah (Tabel 7). Menurut Brown (2000) genus Oecophylla dan Tetraponera biasa membuat sarang di vegetasi, sedangkan genus Camponotus habitatnya bisa pada tumbuhan, tanah atau serasah. Perilaku pekerja yang umumnya menjelajah sampai ke permukaan tanah untuk mencari makanan menjadikan spesies-spesies tersebut ditemukan juga di habitat permukaan tanah. Tabel 7 Frekuensi ditemukannya spesies semut pada habitat permukaan tanah dan vegetasi No Spesies Habitat (%) Permukaan tanah Vegetasi 1. Camponotus reticulatus 15,71 22,86 2. Crematogaster difformis 0,48 1,43 3. Crematogaster sp.10 of SKY 12,38 38,57 4. Echinopla lineata 2,38 5,71 5. Meranoplus bicolor 2,86 0,48 6. Monomorium monomorium (?) 7,62 11,90 7. Oecophylla smaragdina 31,90 43,33 8. Platythyrea parallela 1,90 2,86 9. Polyrhachis abdominalis 2,38 8, Polyrhachis arcuata 5,24 4, Technomyrmex kraepelini 9,52 5, Tetramorium pacificum 0,48 2, Tetraponera sp.01 1,43 13,81

9 Tabel 8 Frekuensi ditemukannya spesies semut pada keseluruhan habitat (habitat tanah atau serasah, permukaan tanah, dan vegetasi) 40 No Spesies Habitat (%) Tanah atau serasah Permukaan tanah Vegetasi 1. Anoplolepis gracilipes 1,90 22,38 17,62 2. Camponotus sp.47 of SKY 1,90 17,62 8,10 3. Cardiocondyla nuda 3,81 16,19 2,86 4. Crematogaster sp.70 of SKY 0,95 1,90 7,62 5. Dolichoderus thoracicus 0,48 10,95 14,76 6. Iridomyrmex anceps 0,48 28,10 16,19 7. Monomorium destructor 0,48 8,10 5,24 8. Monomorium floricola 7,62 27,14 7,14 9. Monomorium sp. aff. sp.08 of SKY 0,95 0,48 0, Odontomachus simillimus 2,38 35,71 0, Paratrechina longicornis 3,33 72,38 57, Paratrechina sp.17 of SKY 7,62 19,05 7, Paratrechina sp.24 of SKY 4,76 3,81 4, Pheidole sp.01 49,05 55,24 6, Pheidole sp.02 2,38 3,81 0, Pheidole sp.03 1,90 4,76 0, Philidris sp.01 2,38 9,52 4, Philidris sp.02 0,48 9,05 14, Solenopsis geminata 8,57 40,48 6, Solenopsis sp.01 of SKY 27,62 0,48 2, Tapinoma sp. aff. melanocephalum 8,57 56,19 51, Tapinoma sp.07 of SKY 1,90 6,67 21, Technomyrmex albipes 0,48 3,81 14, Tetramorium smithi 2,38 5,71 6, Tetramorium walshi 23,33 46,67 9,52 Spesies yang ditemukan pada keseluruhan habitat juga memiliki kecenderungan dominan pada habitat tertentu (Tabel 8). Seperti Anoplolepis gracilipes, Camponotus sp.47 of SKY, Cardiocondyla nuda, Iridomyrmex anceps, Monomorium floricola, Monomorium destructor Odontomachus simillimus, Paratrechina longicornis, Paratrechina sp.17 of SKY, Pheidole sp.01, Solenopsis

10 41 geminata, Tapinoma sp. aff. melanocephalum, dan Tetramorium walshi, walaupun ditemukan pada keseluruhan habitat, spesies-spesies tersebut lebih dominan ditemukan pada habitat permukaan tanah. Spesies-spesies semut yang tersebut diatas dominan di permukaan tanah karena termasuk semut tramp yang hidupnya berasosiasi sangat dekat dengan manusia dan umumnya selalu membuat sarang di sekitar struktur yang dibuat oleh manusia (Schultz & McGlynn 2000). Bahkan beberapa spesies seperti A. gracilipes memiliki mekanisme kolonisasi khusus sebagai hasil adaptasi dengan gangguan manusia (Gibb & Hochuli 2003). Pola Distribusi dan Keberadaan Spesies Semut Berdasarkan hasil ordinasi dengan menggunakan CCA menunjukkan bahwa beberapa spesies semut keberadaannya cenderung dipengaruhi oleh karakteristik pulau meliputi luas pulau, jarak isolasi pulau, jenis penggunaaan lahan (rumah dan perumahan), dan keberadaan dermaga (Gambar 13). Hal yang sama juga ditunjukkan berdasarkan pemetaan spesies dengan menggunakan grafik (Gambar 14, 15, dan 16). Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan spesies semut tertentu memiliki hubungan dengan karakteristik pulau tertentu. Keberadaan beberapa spesies cryptic cenderung dipengaruhi oleh jarak isolasi pulau dan jenis penggunaan lahan pada pulau tersebut (Gambar 13 dan 14). Seperti Amblyopone sp.01 of SKY hanya ditemukan di Untung Jawa, sedangkan Hypoponera sp.4 dan Ponera sp. 1 hanya ditemukan di Pulau Rambut. Ketiga spesies tersebut hanya ditemukan pada pulau yang dekat dengan Pulau Jawa (Gambar 14). Adanya hubungan keberadaan spesies semut tersebut dengan jarak isolasi pulau dan keberadaan hutan pada suatu pulau menjadikannya berpotensi sebagai spesies indikator di Kepulauan Seribu. Spesies semut eksotik ditemukan keberadaannya di Kepulauan Seribu pada penelitian ini, bahkan keseluruhan spesies eksotik tersebut dikenal bersifat invasif yaitu Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata dan Paratrechina longicornis (McGlynn 1999). Keberadaan spesies A. gracilipes dan S. geminata pada suatu pulau berhubungan dengan keberadaan dermaga pada pulau tersebut (Gambar 13 dan 15). Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua spesies eksotik invasif tersebut

11 42 menyebar ke pulau-pulau tersebut melalui perantara manusia. Keberadaan dan aktivitas yang dilakukan manusia menurut Gibb dan Hochuli (2003) juga membantu proses kolonisasi semut invasif tersebut. Berbeda dengan spesies P. longicornis, spesies eksotik invasif ini mampu menyebar keseluruhan pulau di Kepulauan Seribu tanpa dipengaruhi hambatan jarak isolasi pulau. P. longicornis memiliki kemampuan penyebaran yang sangat baik dan mampu beradaptasi dengan berbagai macam kondisi habitat (Brown 2000; McGlynn 1999). Beberapa spesies semut tertentu keberadaanya hanya dipengaruhi oleh faktor jarak isolasi pulau dengan Pulau Jawa. Seperti Polyrachis abdominalis dan Echinopla lineata (Gambar 13), kedua spesies tersebut hanya ditemukan pada pulau dengan jarak isolasi di atas 34 km dari Pulau Jawa (Gambar 16). Demikian juga Meranoplus bicolor yang hanya ditemukan pada kisaran jarak km dari Pulau Jawa (Gambar 16). Sedangkan Tetramorium pacificum, Monomorium sp. aff. sp.08 of SKY dan Crematogaster difformis hanya ditemukan pada pulaupulau dengan jarak isolasi di bawah 34 km dari Pulau Jawa. Walaupun demikian, hasil tersebut belum dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa jarak suatu pulau dengan Pulau Jawa mempengaruhi pola distribusi dan keberadaan spesies semut tersebut. Hal tersebut karena keseluruhan spesies semut tersebut dapat ditemukan di Pulau Jawa walaupun di Kepulauan Seribu hanya ditemukan pada jarak isolasi pulau tertentu. Faktor gangguan habitat diduga menjadi penyebab utama hilangnya spesies semut tersebut pada pulau-pulau yang lokasinya dekat dengan pulau Jawa, sehingga menimbulkan perbedaan keberadaan spesies semut pada pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Spesies semut yang ada di Pulau Seribu secara umum terdapat juga di Pulau Jawa, hal ini diduga karena kepulauan tersebut secara sejarah geografi pulau termasuk dalam wilayah daratan Oriental (Wallace dalam Whittaker 1998). Walaupun demikian, keberadaan spesies semut endemik tidak ditemukan di Kepulauan Seribu dari hasil penelitian ini. Padahal spesies tersebut dapat digunakan sebagai indikator dan memberikan informasi yang penting untuk studi biogeografi kepulauan.

12 43 Phi sp2 = Philidris sp.02; Tec kra = Technomyrmex kraepelini; Anp grc = Anoplolepis gracilipes; Cam sp47 = Camponotus sp.47 of SKY; Ech lin = Echinopla lineata; Par sp17 = Paratrechina sp.17 of SKY; Pol abd = Polyrhachis abdominalis; Pol arc = Polyrhachis arcuata; Cre dif = Crematogaster difformis; Cre sp70 = Crematogaster sp.70 of SKY; Mer bic = Meranoplus bicolor; Mon sp8 = Monomorium sp. aff. sp.08 of SKY; Oli sp10 = Oligomyrmex sp. aff. sp.10 of SKY; Phe sp2 = Pheidole sp.02; Sol gem = Solenopsis geminata; Tet pac = Tetramorium pacificum; Tet smi = Tetramorium smithi; Amb sp1 = Amblyopone sp.01 of SKY; Hyp sp1 = Hypoponera sp.01; Hyp sp2 = Hypoponera sp.02; Hyp sp3 = Hypoponera sp.03; Hyp sp4 = Hypoponera sp.04; Pac sp42 = Pachycondyla sp.42 of SKY; Pla par = Platythyrea parallela; Pon sp1 = Ponera sp.01; Ttr sp1 = Tetraponera sp.01 Gambar 13 Ordinasi canonical corespondence analysis (CCA) antara spesies semut ( ) dengan karakteristik pulau (panah). Spesies yang berposisi di pusat tidak dimunculkan namanya karena terlalu padat

13 Amblyopone sp.01 of SKY Hypoponera sp.01 Hypoponera sp.02 Hypoponera sp.03 Hypoponera sp.04 Oligomyrmex sp. aff. sp.10 of SKY Ponera sp.01 Strumigenys emmae Jarak isolasi (km) Luas area (ha) Dermaga (A = tidak ada; P = ada) P P P P P P P P P A P A P P P A A A Penggunaan lahan (H = hutan; R = perumahan; HR = hutan dan perumahan) R H HR H R HR HR HR HR H HR H HR HR HR H H H Gambar 14 Pola distribusi dan keberadaan spesies semut cryptic di Kepulauan Seribu 44

14 Anoplolepis gracilipes Solenopsis geminata Paratrechina longicornis Jarak isolasi (km) Luas area (ha) Dermaga (A = tidak ada; P = ada) P P P P P P P P P A P A P P P A A A Penggunaan lahan (H = hutan; R = perumahan; HR = hutan dan perumahan) R H HR H R HR HR HR HR H HR H HR HR HR H H H Gambar 15 Pola distribusi dan keberadaan spesies semut invasif di Kepulauan Seribu 45

15 Tetramorium pacificum Polyrhachis abdominalis Pheidole sp.02 Pachycondyla sp.42 of SKY Monomorium sp. aff. sp.08 of SKY Crematogaster difformis Echinopla lineata Meranoplus bicolor Jarak isolasi (km) Luas area (ha) Dermaga (A = tidak ada; P = ada) P P P P P P P P P A P A P P P A A A Penggunaan lahan (H = hutan; R = perumahan; HR = hutan dan perumahan) R H HR H R HR HR HR HR H HR H HR HR HR H H H Gambar 16 Pola distribusi dan keberadaan beberapa spesies semut yang dipengaruhi oleh jarak isolasi pulau di Kepulauan Seribu 46

16 47 Spesies Odontoponera denticulata yang merupakan spesies endemik di wilayah Indomalaya (Brown 2000) tidak ditemukan keberadaannya di Kepulauan Seribu, padahal spesies semut tersebut umum ditemukan di daerah urban Bogor (Rizali et al. 2005) dan daerah lain di Jawa. Spesies ini merupakan spesies epigaeic yang habitat utamanya di permukaan tanah (Brown 2000). Kemampuan distribusi dan habitat yang tidak sesuai diduga menjadi faktor yang mempengaruhi keberadaan spesies tersebut di Kepulauan Seribu. Penyebaran O. denticulata diduga tidak difasilitasi oleh manusia sehingga adanya isolasi laut menjadi faktor pembatas utama penyebarannya. Kondisi tanah di Kepulauan Seribu yang berbeda dengan di Jawa diduga juga menjadi penyebab tidak ditemukannya spesies tersebut di Kepulauan Seribu. KESIMPULAN Pola distribusi dan keberadaan spesies semut di Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu luas area, jarak isolasi pulau, jenis penggunaan lahan, dan keberadaan dermaga pada pulau tersebut. Beberapa spesies cryptic keberadaannya hanya ditemukan pada pulau tertentu, sehingga spesies semut tersebu berpotensi digunakan sebagai indikator. Keberadaan spesies semut invasif berhubungan erat dengan keberadaan dermaga pada suatu pulau. Adanya dermaga mempermudah akses manusia, sehingga memfasilitasi spesies semut invasif terdistribusi ke pulau tersebut. Gangguan habitat yang tinggi pada pulau-pulau di Kepulauan Seribu menjadikan hilangnya spesies semut tertentu yaitu ditunjukkan dari keberadaan Polyrachis abdominalis dan Echinopla lineata hanya ditemukan pada pulau dengan jarak isolasi di atas 34 km dari Pulau Jawa., padahal spesies semut tersebut ditemukan juga di Pulau Jawa.

KEANEKARAGAMAN SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU, INDONESIA AKHMAD RIZALI

KEANEKARAGAMAN SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU, INDONESIA AKHMAD RIZALI KEANEKARAGAMAN SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU, INDONESIA AKHMAD RIZALI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK AKHMAD RIZALI. Keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu, Indonesia. Dibimbing

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI

KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI SKRIPSI OLEH INAYATI AL RAHIM A1C410004 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI JULI, 2016

Lebih terperinci

Kelimpahan dan Keragaman Semut dalam Hutan Lindung Sirimau Ambon Abudance and diversity of ants at Sirimau Forest In Ambon

Kelimpahan dan Keragaman Semut dalam Hutan Lindung Sirimau Ambon Abudance and diversity of ants at Sirimau Forest In Ambon Biospecies Vol. 7 No.2, Juli 2014, hal.53-58. Kelimpahan dan Keragaman Semut dalam Hutan Lindung Sirimau Ambon Abudance and diversity of ants at Sirimau Forest In Ambon Fransina Sarah LATUMAHINA 1, MUSYAFA

Lebih terperinci

PENYEBARAN SEMUT PADA HUTAN LINDUNG SIRIMAU KOTA AMBON

PENYEBARAN SEMUT PADA HUTAN LINDUNG SIRIMAU KOTA AMBON Fransina Sarah Latumahina, dkk. : Penyebaran Semut Pada Hutan Lindung Sirimau Kota Ambon PENYEBARAN SEMUT PADA HUTAN LINDUNG SIRIMAU KOTA AMBON Fransina Sarah Latumahina 1*, Musyafa 2, Sumardi 2, Nugroho

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah atau sarang-sarang lainnya. Terbangnya semut ini diikuti karena

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah atau sarang-sarang lainnya. Terbangnya semut ini diikuti karena I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Semut Semut memiliki tempat hidup dimana-mana disegala daratan dunia, kecuali diperairan. Semut sangat mempunyai banyak jenisnya, semut ini termasuk serangga sosial, prilaku

Lebih terperinci

Keanekaragaman semut dan pola keberadaannya pada daerah urban di Palu, Sulawesi Tengah

Keanekaragaman semut dan pola keberadaannya pada daerah urban di Palu, Sulawesi Tengah Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 Maret 2015, Vol. 12 No.1, 39 47 Online version: http://jurnal.pei-pusat.org DOI: 10.5994/jei. 12.1.39 Keanekaragaman semut dan

Lebih terperinci

KERAGAMAN SEMUT PADA AREAL PEMUKIMAN DALAM HUTAN LINDUNG SIRIMAU KOTA AMBON

KERAGAMAN SEMUT PADA AREAL PEMUKIMAN DALAM HUTAN LINDUNG SIRIMAU KOTA AMBON KERAGAMAN SEMUT PADA AREAL PEMUKIMAN DALAM HUTAN LINDUNG SIRIMAU KOTA AMBON ISSN : 1907-7556 Fransina Sarah Latumahina, 1) Musyafa, Sumardi, 2) Nugroho Susetya Putra 3) Email : fransina.latumahina@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT PENDAHULUAN Semut (Formicidae:Hymenoptera) merupakan hewan Avertebrata komponen terestrial yang melimpah

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : ISSN : KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU DI PERMUKIMAN BOGOR

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : ISSN : KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU DI PERMUKIMAN BOGOR Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : 213-223 ISSN : 2356-4113 KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU DI PERMUKIMAN BOGOR (Diversity Of Annoying Ants In Residential Areas In Bogor) Apriyanto 1*, Upik Kesumawati Hadi

Lebih terperinci

PENGARUH TRANSFORMASI HABITAT TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS SEMUT DI JAMBI RATNA RUBIANA

PENGARUH TRANSFORMASI HABITAT TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS SEMUT DI JAMBI RATNA RUBIANA PENGARUH TRANSFORMASI HABITAT TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS SEMUT DI JAMBI RATNA RUBIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PERTANAMAN KAKAO

KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PERTANAMAN KAKAO KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PERTANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI DESA MUNTEI KECAMATAN SIBERUT SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI Oleh: Noviana Tatebburuk 1, Henny Herwina 2, Armein

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang

Jenis-Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang Jenis-Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang Ants (Hymenoptera: Formicidae) at Campus Building of Andalas University Limau Manis Padang Anna Febry

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU PERMUKIMAN DI BOGOR APRIYANTO

KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU PERMUKIMAN DI BOGOR APRIYANTO KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU PERMUKIMAN DI BOGOR APRIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan

Lebih terperinci

DIVERSITAS SEMUT (HYMENOPTERA, FORMICIDAE) DI BEBERAPA KETINGGIAN VERTIKAL DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT MEIRY FADILAH NOOR

DIVERSITAS SEMUT (HYMENOPTERA, FORMICIDAE) DI BEBERAPA KETINGGIAN VERTIKAL DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT MEIRY FADILAH NOOR DIVERSITAS SEMUT (HYMENOPTERA, FORMICIDAE) DI BEBERAPA KETINGGIAN VERTIKAL DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT MEIRY FADILAH NOOR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRACT

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA KAWASAN PENYANGGA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KILIRAN JAO KECAMATAN KAMANG BARU KABUPATEN SIJUNJUNG

KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA KAWASAN PENYANGGA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KILIRAN JAO KECAMATAN KAMANG BARU KABUPATEN SIJUNJUNG KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA KAWASAN PENYANGGA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KILIRAN JAO KECAMATAN KAMANG BARU KABUPATEN SIJUNJUNG Nila Suryayulni¹, Henny Herwina², Armein Lusi Zeswita¹

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan struktur komunitas semut pada perkebunan lada di Lampung

Keanekaragaman dan struktur komunitas semut pada perkebunan lada di Lampung Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 September 2014, Vol. 11 No. 2, 65 71 Online version: http://journal.ipb.ac.id/index.php/entomologi DOI: 10.5994/jei.11.2.65

Lebih terperinci

Oleh : Riski Ramadanu, Nurhadi, dan Elza Safitri

Oleh : Riski Ramadanu, Nurhadi, dan Elza Safitri KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA:FORMICIDAE) PERMUKAAN TANAH DI KEBUN GAMBIR DI KANAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN Oleh : Riski Ramadanu, Nurhadi, dan Elza Safitri

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bolton, B Identification Guide to the Ant Genera of the World. Harvard University Press. London. 222p.

DAFTAR PUSTAKA. Bolton, B Identification Guide to the Ant Genera of the World. Harvard University Press. London. 222p. DAFTAR PUSTAKA Bolton, B. 1994. Identification Guide to the Ant Genera of the World. Harvard University Press. London. 222p. Crossley, J.R., D.A, Mueller, & K.E Linsenmair. 1992. Biodiversity of Microarthropods

Lebih terperinci

KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PULAU TANGAH KECAMATAN PARIAMAN TENGAH KOTA PARIAMAN

KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PULAU TANGAH KECAMATAN PARIAMAN TENGAH KOTA PARIAMAN KOMPOSISI SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PULAU TANGAH KECAMATAN PARIAMAN TENGAH KOTA PARIAMAN Syukri ( ), Armein Lusi Zeswita (1), Ismed Wahidi (2) Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA EMPAT TIPE EKOSISTEM YANG BERBEDA NISFI YUNIAR

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA EMPAT TIPE EKOSISTEM YANG BERBEDA NISFI YUNIAR PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA EMPAT TIPE EKOSISTEM YANG BERBEDA NISFI YUNIAR DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

JENIS-JENIS SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN

JENIS-JENIS SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN JENIS-JENIS SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN Riska Winda Sari*, Rofiza Yolanda 1), Arief anthonius Purnama 2) 1&2) Program Studi

Lebih terperinci

Keanekaragaman Semut pada Persawahan di Daerah Urban: Investigasi Pengaruh Habitat Sekitar dan Perbedaan Umur Tanaman Padi

Keanekaragaman Semut pada Persawahan di Daerah Urban: Investigasi Pengaruh Habitat Sekitar dan Perbedaan Umur Tanaman Padi Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 88-99 Keanekaragaman Semut pada Persawahan di Daerah Urban: Investigasi Pengaruh Habitat Sekitar dan Perbedaan Umur Tanaman

Lebih terperinci

Oleh: Oki Kobayasi Susanto 1, Henny Herwina 2, Armein Lusi Z. 1

Oleh: Oki Kobayasi Susanto 1, Henny Herwina 2, Armein Lusi Z. 1 Spesies Semut (Hymenoptera: Formicidae) yang di Koleksi dengan Metode All Protocol pada Perkebunan Sawit (ElaeisguineensisJacq.) dan Hutan di Kanagarian Kunangan Parik Rantang Kabupaten Sijunjung Oleh:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKKAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU UTARA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKKAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU UTARA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKKAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU UTARA DAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN

Lebih terperinci

RESPON SEMUT TERHADAP KERUSAKAN ANTROPOGENIK DALAM HUTAN LINDUNG SIRIMAU AMBON (Ants Response to Damage Anthropogenic in Sirimau Forest Ambon)

RESPON SEMUT TERHADAP KERUSAKAN ANTROPOGENIK DALAM HUTAN LINDUNG SIRIMAU AMBON (Ants Response to Damage Anthropogenic in Sirimau Forest Ambon) J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 22, No.2, Juli 2015: 169-178 RESPON SEMUT TERHADAP KERUSAKAN ANTROPOGENIK DALAM HUTAN LINDUNG SIRIMAU AMBON (Ants Response to Damage Anthropogenic in Sirimau Forest Ambon)

Lebih terperinci

KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI DESA BANJAROYA KECAMATAN KALIBAWANG YOGYAKARTA

KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI DESA BANJAROYA KECAMATAN KALIBAWANG YOGYAKARTA Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 18, No. 2, 2014: 79 88 KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI DESA BANJAROYA KECAMATAN KALIBAWANG YOGYAKARTA ANT DIVERSITY IN COCOA PLANTATION ECOSYSTEMS

Lebih terperinci

KOMPOSISI HYMENOPTERA PERMUKAAN TANAH DI DUA AGROEKOSISTEM DAN HUTAN DI KANAGARIAN SUNGAI DUO KECAMATAN PAUAH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN JURNAL

KOMPOSISI HYMENOPTERA PERMUKAAN TANAH DI DUA AGROEKOSISTEM DAN HUTAN DI KANAGARIAN SUNGAI DUO KECAMATAN PAUAH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN JURNAL KOMPOSISI HYMENOPTERA PERMUKAAN TANAH DI DUA AGROEKOSISTEM DAN HUTAN DI KANAGARIAN SUNGAI DUO KECAMATAN PAUAH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN JURNAL YANCE MARIANI 09010117 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Kelimpahan Semut sebagai Predator Hama Tanaman Padi di Lahan Sawah Organik dan Anorganik Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten

Keanekaragaman dan Kelimpahan Semut sebagai Predator Hama Tanaman Padi di Lahan Sawah Organik dan Anorganik Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten Bioma, Desember 017 p ISSN: 1410-8801 Vol. 19, No., Hal. 15-135 e ISSN: 598-370 Keanekaragaman dan Kelimpahan Semut sebagai Predator Hama Tanaman Padi di Lahan Sawah Organik dan Kecamatan Karanganom Kabupaten

Lebih terperinci

Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Semut di Tanah Gambut Alami dan Tanah Gambut Perkebunan Sawit di Sungai Pagar, Riau

Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Semut di Tanah Gambut Alami dan Tanah Gambut Perkebunan Sawit di Sungai Pagar, Riau Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Semut di Tanah Gambut Alami dan Tanah Gambut Perkebunan Sawit di Sungai Pagar, Riau Ant Diversity and Abundance on Peat Swamp Forest and Peat Palm Oil Plantation in Sungai

Lebih terperinci

RESPON SEMUT TERHADAP KERUSAKAN ANTROPOGENIK PADA HUTAN LINDUNG SIRIMAU, AMBON Latumahina, F.

RESPON SEMUT TERHADAP KERUSAKAN ANTROPOGENIK PADA HUTAN LINDUNG SIRIMAU, AMBON Latumahina, F. ISSN 2301-7287 Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016 IDENTIFIKASI HAMA KUTU PUTIH PADA BIBIT SENGON (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby and J.W Grimes ) DI PERSEMAIAN PUSLITBANG KEHUTANAN Nuraeni, Y., Anggraeni,

Lebih terperinci

Zuli Rodhiyah 1, Ahmad Muhammad 2, Desita Salbiah 3

Zuli Rodhiyah 1, Ahmad Muhammad 2, Desita Salbiah 3 KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN FAUNA SEMUT TANAH PADA LAHAN GAMBUT YANG DIALIHGUNAKAN MENJADI KEBUN KELAPA SAWIT DAN HTI AKASIA DI KAWASAN BUKIT BATU, RIAU Zuli Rodhiyah 1, Ahmad Muhammad 2, Desita Salbiah

Lebih terperinci

Pendahuluan. Irfanul Arifin Program Studi Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta, Indonesia BIOMA 10 (2), 2014 ISSN :

Pendahuluan. Irfanul Arifin Program Studi Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta, Indonesia BIOMA 10 (2), 2014 ISSN : BIOMA 10 (2), 2014 Biologi UNJ Press ISSN : 0126-3552 KEANEKARAGAMAN SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA BERBAGAI SUBZONA HUTAN PEGUNUNGAN DI SEPANJANG JALUR PENDAKIAN CIBODAS, TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE-

Lebih terperinci

Inventarisasi Semut yang Ditemukan pada Perkebunan Buah Naga Lubuk Minturun, Kota Padang dan Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat

Inventarisasi Semut yang Ditemukan pada Perkebunan Buah Naga Lubuk Minturun, Kota Padang dan Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat 59 Inventarisasi Semut yang Ditemukan pada Perkebunan Buah Naga Lubuk Minturun, Kota Padang dan Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat An Inventory of Ants from Dragon Fruit Plantation at

Lebih terperinci

Irfanul Arifin Corresponding author;

Irfanul Arifin Corresponding author; Keanekaragaman Semut (Hymenoptera: Formicidae) pada Berbagai Subzona Hutan Pegunungan di Sepanjang Jalur Pendakian Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) Diversity of Ants (Hymenoptera:

Lebih terperinci

KOMUNITAS SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA EMPAT TIPE EKOSISTEM YANG BERBEDA DI DESA BUNGKU PROVINSI JAMBI

KOMUNITAS SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA EMPAT TIPE EKOSISTEM YANG BERBEDA DI DESA BUNGKU PROVINSI JAMBI Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 06 No. 3, Desember 2015, Hal 203-209 ISSN: 2086-8227 KOMUNITAS SEMUT (HYMENOPTERA: FORMICIDAE) PADA EMPAT TIPE EKOSISTEM YANG BERBEDA DI DESA BUNGKU PROVINSI JAMBI Ant Community

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

FAUNA SEMUT TANAH PADA LAHAN GAMBUT YANG DIALIHGUNAKAN MENJADI KEBUN KELAPA SAWIT DAN HTI AKASIA SERTA PERANANNYA SEBAGAI PENGANGKUT GAMBUT

FAUNA SEMUT TANAH PADA LAHAN GAMBUT YANG DIALIHGUNAKAN MENJADI KEBUN KELAPA SAWIT DAN HTI AKASIA SERTA PERANANNYA SEBAGAI PENGANGKUT GAMBUT FAUNA SEMUT TANAH PADA LAHAN GAMBUT YANG DIALIHGUNAKAN MENJADI KEBUN KELAPA SAWIT DAN HTI AKASIA SERTA PERANANNYA SEBAGAI PENGANGKUT GAMBUT Melisa Ratna Sari 1, Ahmad Muhammad 2, Desita Salbiah 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

Keragaman Semut di Kampus IPB, Darmaga dan di Kawasan Cagar Alam Telaga Warna (CATW) Taruni Sri Prawasti, Ruth Martha Winnie, Jazirotul Fitriati

Keragaman Semut di Kampus IPB, Darmaga dan di Kawasan Cagar Alam Telaga Warna (CATW) Taruni Sri Prawasti, Ruth Martha Winnie, Jazirotul Fitriati -- Keragaman Semut di Kampus IPB, Darmaga dan di Kawasan Cagar Alam Telaga Warna (CATW) Taruni Sri Prawasti, Ruth Martha Winnie, Jazirotul Fitriati Latar Belakang PENDAHULUAN Semut (Hymenoptera: Formicidae)

Lebih terperinci

EKSPLORASI KERAGAMAN SPESIES SEMUT DI EKOSISTEM TERGANGGU KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

EKSPLORASI KERAGAMAN SPESIES SEMUT DI EKOSISTEM TERGANGGU KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT 12-115 EKSPLORASI KERAGAMAN SPESIES SEMUT DI EKOSISTEM TERGANGGU KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT Meiry F. Noor 1, Rika Raffiudin 2 1 UIN Syahid Jakarta, 2 IPB Bogor E-mail : meifnoor@gmail.com

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN Struktur vegetasi tumbuhan bawah diukur menggunakan teknik garis berpetak. Garis berpetak tersebut ditempatkan pada setiap umur tegakan jati. Struktur vegetasi yang diukur didasarkan

Lebih terperinci

C028 PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT DALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON.

C028 PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT DALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON. C028 PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT DALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON Fransina S. Latumahina 1 dan Agus Ismanto 2 1 Mahasiswa Program Doktor Fak. Kehutanan UGM & Staf Pengajar

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI LAWE CIMANOK KECAMATAN KLUET TIMUR KABUPATEN ACEH SELATAN Yeni Yuliani

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

DIVERSITAS SEMUT (HYMENOPTERA, FORMICIDAE) DI BEBERAPA KETINGGIAN VERTIKAL DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT MEIRY FADILAH NOOR

DIVERSITAS SEMUT (HYMENOPTERA, FORMICIDAE) DI BEBERAPA KETINGGIAN VERTIKAL DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT MEIRY FADILAH NOOR DIVERSITAS SEMUT (HYMENOPTERA, FORMICIDAE) DI BEBERAPA KETINGGIAN VERTIKAL DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT MEIRY FADILAH NOOR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRACT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam suku Poaceae, yaitu jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam suku Poaceae, yaitu jenis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam suku Poaceae, yaitu jenis rumput-rumputan dan hanya tumbuh di daerah beriklim tropis termasuk Indonesia. Dalam marga Saccharum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada gangguan akibat beragam aktivitas manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis memiliki sebagian besar wilayahnya berupa pesisir dan pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya interaksi/peralihan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PREDATOR PADA BERBAGAI TINGKATAN UMUR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KABUPATEN SAROLANGUN, JAMBI AZRU AZHAR

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PREDATOR PADA BERBAGAI TINGKATAN UMUR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KABUPATEN SAROLANGUN, JAMBI AZRU AZHAR KEANEKARAGAMAN SERANGGA PREDATOR PADA BERBAGAI TINGKATAN UMUR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KABUPATEN SAROLANGUN, JAMBI AZRU AZHAR DEPARTEMEN PROTEI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan

I. PENDAHULUAN. Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan lahan lainnya merupakan salah satu alasan penting terhadap hilangnya keanekaragaman hayati (Beck

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro dkk. (2007) mencatat 1.598 spesies burung yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. inventarisasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang jenis-jenis tumbuhan bawah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. inventarisasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang jenis-jenis tumbuhan bawah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inventarisasi Inventarisasi adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumber daya alam untuk perencanaan pengelolaan sumber daya tersebut. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT ALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON. Fransina S. Latumahina ABSTRACT

PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT ALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON. Fransina S. Latumahina ABSTRACT PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN SEMUT ALAM HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA-AMBON Mahasiswa Program Doktor Fak. Kehutanan Univeritas Gadjah Mada - Yogyakarta ABSTRACT The aims of this study

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

KOMUNITAS SEMUT PADA BUNGA JANTAN KELAPA SAWIT DI KEBUN CIMULANG DI PTPN VIII BOGOR, JAWA BARAT NURUL FITRIA

KOMUNITAS SEMUT PADA BUNGA JANTAN KELAPA SAWIT DI KEBUN CIMULANG DI PTPN VIII BOGOR, JAWA BARAT NURUL FITRIA KOMUNITAS SEMUT PADA BUNGA JANTAN KELAPA SAWIT DI KEBUN CIMULANG DI PTPN VIII BOGOR, JAWA BARAT NURUL FITRIA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan dan mempunyai luas daratan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan dan mempunyai luas daratan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan mempunyai luas daratan kurang lebih 200 juta hektar atau kira-kira 1,5% luas daratan di bumi. Dengan luas daratan tersebut,

Lebih terperinci

JURNAL BIOLOGI INDONESIA

JURNAL BIOLOGI INDONESIA J. Biol. Indon. Vol 7, No.2 (2011) ISSN 0854-4425 ISSN 0854-4425 JURNAL BIOLOGI INDONESIA Akreditasi: No 816/D/08/2009 Vol. 7, No. 2 Desember 2011 Deforestation in Bukit Barisan Selatan National Park,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

DIVERSITAS SEMUT ARBOREAL PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI SUMATERA SELATAN

DIVERSITAS SEMUT ARBOREAL PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI SUMATERA SELATAN DIVERSITAS SEMUT ARBOREAL PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI SUMATERA SELATAN Irham Falahudin 1, Dahelmi 2, Siti Salmah 3, Ahsol Hasyim 4 1. Dosen Biologi UIN Raden Fatah Palembang, Mahasiswa Program Doctor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang 23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survai, yaitu pengambilan sampel semut pada tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN (PKM-P) JENIS-JENIS SEMUT HAMA (FORMICIDAE) PADA RUMAH TANGGA DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN (PKM-P) JENIS-JENIS SEMUT HAMA (FORMICIDAE) PADA RUMAH TANGGA DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN (PKM-P) JENIS-JENIS SEMUT HAMA (FORMICIDAE) PADA RUMAH TANGGA DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Oleh: RIJAL SATRIA NIM. 05133030 (2005) VINA ZUBIR NIM.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea (Gambar 1).

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea (Gambar 1). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Tanaman Kopi Kopi robusta (Coffea robusta) adalah tanaman budidaya berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea (Gambar 1). Daunnya berbentuk bulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan populasi yang berlimpah, terdiri dari 16 sub famili, 296 genus dan 15.000 spesies yang telah teridentifikasi

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 12 pulau dan memiliki kondisi perairan yang sesuai untuk usaha budidaya. Kondisi wilayah

Lebih terperinci

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. BKSDA Sumatera Barat Buku Informasi Kawasan Konservasi. BKSDA Sumatera Barat.

DAFTAR PUSTAKA. BKSDA Sumatera Barat Buku Informasi Kawasan Konservasi. BKSDA Sumatera Barat. DAFTAR PUSTAKA Agosti, D., J. D. Majer, L. E. Alonso dan T. R. Schultz. 2000. Ants Standard Methods For Measuring and Monitoring Biodiversity. Smithonian Institutio Press. Washington, U. S. A. Alfatli,

Lebih terperinci

Ragam Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Lahan Ga mbut Alami dan Perkebunan Sawit di Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya

Ragam Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Lahan Ga mbut Alami dan Perkebunan Sawit di Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 68 74 Ragam Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Lahan Ga mbut Alami dan Perkebunan Sawit di Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Dita Meilina 1, Tri Rima Setyawati

Lebih terperinci

Peranan Semut Iridomirmex cordatus (Hyminoptera: Formicidae) dalam Menularkan Patogen Busuk Buah Phytophthora palmivora

Peranan Semut Iridomirmex cordatus (Hyminoptera: Formicidae) dalam Menularkan Patogen Busuk Buah Phytophthora palmivora Peranan semut Iridomirmex cordatus dalam menularkan patogen Phytopthora palmivora Pelita Perkebunan 2010, 26(3), 169-176 Peranan Semut Iridomirmex cordatus (Hyminoptera: Formicidae) dalam Menularkan Patogen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. angka-angka data analisis mengunakan statistik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 Januari 2016 dan pada

BAB III METODE PENELITIAN. angka-angka data analisis mengunakan statistik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 Januari 2016 dan pada 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantiatif sebagaimana menurut Suryana (2010) penelitian deskriptif bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent BAGIAN 1-3 Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent 54 Belajar dari Bungo Mengelola Sumberdaya Alam di Era Desentralisasi PENDAHULUAN Kabupaten Bungo mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan tropis adalah maha karya kekayaaan species terbesar di dunia. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya flora dan faunanya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Salak merupakan salah satu ekosistem pegunungan tropis di Jawa Barat dengan kisaran ketinggian antara 400 m dpl sampai 2210 m dpl. Menurut (Van Steenis, 1972) kisaran

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup daerah kepulauan seperti daerah Kepulauan Seribu dan Raja Ampat.

BAB I PENDAHULUAN. mencakup daerah kepulauan seperti daerah Kepulauan Seribu dan Raja Ampat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wisata alam adalah tempat wisata alami dengan pemandangan alam yang tercipta tanpa dibuat-buat oleh manusia dan disuguhkan dalam dua jenis yaitu pemandangan darat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Kawasan Penunjang Konservasi Indonesia merupakan negara yang menyimpan kekayaan keanekaragaman ekosistem yang terbentang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau tersebut memiliki pulau-pulau berukuran kecil, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau tersebut memiliki pulau-pulau berukuran kecil, memiliki BAB I PENDAHULUAN I. I. Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sejumlah besar dari pulau-pulau tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 28 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah sebuah kabupaten administrasi di Provinsi DKI Jakarta dimana sebelumnya menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Deskripsi

Lebih terperinci

ANALISIS DISTRIBUSI SERANGGA TANAH JALAN MT HARYONO DAN TLOGOMAS MALANG

ANALISIS DISTRIBUSI SERANGGA TANAH JALAN MT HARYONO DAN TLOGOMAS MALANG Biologi dan Pendidikan Biologi http://biota.ac.id/index.php/jb (2017), 10:2 p.139-150 DOI: http://dx.doi.org/10.20414/jb.v10i2.3 ANALISIS DISTRIBUSI SERANGGA TANAH JALAN MT HARYONO DAN TLOGOMAS MALANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci