BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kotler dalam Anwar (2009) mengatakan citra adalah ide serta impresi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kotler dalam Anwar (2009) mengatakan citra adalah ide serta impresi"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Tubuh Pengertian Citra Tubuh Kotler dalam Anwar (2009) mengatakan citra adalah ide serta impresi seseorang, citra sangat besar pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku serta tindakan yang mungkin akan diperbuat. Citra atau image berarti gambaran, kesan, serta bayang-bayang yaitu suatu pengalaman sentral atau yang disadari. Tubuh atau raga adalah struktural individu dilihat dari proporsi badan secara keseluruhan dan anggota badan. Tubuh adalah bagian sentral suatu organisme yang mendukung anggota-anggota badan, dan kepala. Raga adalah salah satu determinan kepribadian yang penting karena mempengaruhi kualitas dan kuantitas tingkah laku individu dan secara tidak langsung mampengaruhi cara individu merasakan tubuhnya sebagai suatu sumber evaluasi diri. Salah satu sumber dalam pembentukan persepsi tentang diri adalah gambaran tentang tubuh atau raga, juga sering disebut sebagai citra tubuh, yaitu penampilan diri, sikap terhadap raga sendiri dan konstitusi raga dalam persepsi individu tentang raga. Hal ini menyangkut bagaimana individu melihat tubuhnya pada saat bercermin, dan juga pengalaman yang pernah dialami dan dirasakannya mengenai tubuhnya itu.

2 Gambaran terhadap tubuh mencakup ukuran keadaan atau kondisi dan bentuk tubuh. Gambaran tersebut berasal dari sensasi-sensasi internal, perubahan sikap, hubungan dengan objek luar dan orang lain dan pengalaman emosional dan fantasi yang berhubungan dengan norma-norma sosial dan umpan balik dari orang lain. Citra tubuh adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya, baik tehadap bagian-bagian tubuhnya maupun mengenai seluruh tubuhnya, berdasarkan penilaian sendiri. Selanjutnya citra tubuh dapat mendatangkan perasaan senang atau tidak senang terhadap tubuhnya sendiri. Menurut Honigman dan Castle (Anwar, 2009) citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Citra tubuh pada umumnya lebih berhubungan dengan remaja wanita daripada remaja pria. Remaja wanita cenderung memperhatikan penampilan fisik. Penampilan fisik yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan remaja, dapat menyebabkan remaja tidak puas terhadap tubuhnya sendiri. Rasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya tersebut dapat menyebabkan remaja mempertahankan persepsi diri yang menyimpang, mempertahankan gambaran diri yang palsu, dan mengakibatkan gangguan penyesuaian diri. Rasa puas atau tidak puas terhadap tubuhnya tersebut dapat menyebabkan remaja memiliki citra tubuh yang positif ataupun negatif. Citra tubuh positif adalah

3 apabila remaja merasa puas akan tubuhnya baik itu mengenai ukuran tubuh, bentuk tubuh pada bagian tertentu ataupun secara keseluruhan, sehingga remaja tidak merasa tidak percaya diri ketika berhadapan dengan orang banyak, tidak merasa bersalah atas bentuk tubuhnya dan merasa puas dengan bentuk dan ukuran tubuh yang dimilikinya. Citra tubuh negatif adalah apabila remaja merasa tidak puas akan tubuhnya sendiri. Citra tubuh negatif ini biasanya dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Sering sekali remaja merasa terlalu gemuk ataupun terlalu kurus dari ukuran yang sebenarnya, selalu ingin mengubah bentuk tubuhnya melalui diet ataupun olah raga yang berlebihan. Dikehidupan sosial remaja sering merasa tidak percaya diri, malu bila berhadapan dengan orang banyak, sering bertanya tentang tubuhnya kepada keluarga ataupun teman, bahkan tidak jarang remaja melakukan perilaku makan yang menyimpang Aspek-aspek Citra Tubuh Bentuk tubuh adalah suatu simbol diri seseorang individu, karena dalam hal tersebut seseorang dinilai oleh orang lain dan dinilai oleh dirinya sendiri. Menurut King dalam Anwar (2009) dalam evaluasi tubuh terdapat korelasi positif yang signifikan antara nilai-nilai bagian tubuh dan nilai aspek diri, serta berhubungan dengan citra tubuh ideal tentang sesuatu yang disukai dan tidak disukai. Seseorang selalu merasa tidak puas dengan bentuk badan, rambut, gigi, berat badan, ukuran dada dan tinggi badan. Dapat terlihat bahwa perhatian individu menilai penampilan dirinya atau orang lain tertuju pada perbagian tubuh misalnya hidung pesek, mata sipit, bibir tebal, atau keseluruhan tubuhnya misalnya badan terlalu gemuk atau kurus kering.

4 Menurut Jersild dalam Kurniati, (2004) tingkat citra tubuh individu digambarkan oleh seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan. Hardy dan Hayes (1988) menambahkan tingkat penerimaan citra tubuh sebagian besar tergantung pada pengaruh sosial budaya yang terdiri dari empat aspek yaitu reaksi orang lain, perbandingan dengan orang lain, peranan individu dan identifikasi terhadap orang lain. Komponen citra tubuh terdiri dari komponen perseptual dan komponen sikap menjadi landasan pengukuran. Komponen perseptual menunjukkan bagaimana individu menggambarkan kondisi fisiknya. Oleh karena itu penilaian merupakan aspek yang tepat untuk mewakili komponen-komponen tersebut, komponen sikap mengarah pada perasaaan dan sikap yang muncul dari kondisi tersebut. Perasaan diwakili dengan tingkat kepuasan dan ketidakpuasan individu terhadap tubuhnya, sedangkan sikap diwakili oleh harapan-harapan mengenai tubuhnya, sebagai akibat dari harapan biasanya menjadi tindakan demi mewujudkan harapan tersebut (Anwar 2009). Citra tubuh adalah adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsikan dan memberikan penilaian asat apa yang dia fikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan bagaimana kira-kira pendapat orang lain tentang tubuhnya. Menurut Suryanie dalam Anwar (2009) aspek-aspek dalam citra tubuh yaitu persepsi terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan secara keseluruhan, aspek perbandingan dengan orang lain, dan aspek reaksi terhadap orang lain. Penilaian, perasaan dan harapan yang menyertai objek citra raga menjadi aspek dasar

5 pengukuran terhadap citra tubuh. Pengukuran terhadap aspek-aspek tersebut menghasilkan kepuasan atau ketidakpuasan seseorang terhadap bentuk-bentuk khusus tubuhnya. Ketidakpuasan terhadap ukuran tubuh didefenisikan sebagai ketidaksesuaian antara ukuran tubuh yang sebenarnya dengan taksirannya atas ukuran tubuhnya. Rasa percaya diri berbanding terbalik dengan ketidakpuasan seseorang terhadap tubuhnya. Remaja yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi akan lebih puas terhadap bentuk tubuhnya, demikian juga sebaliknya remaja yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah akan semakin tidak puas terhadap bentuk tubuhnya. Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek citra tubuh yaitu status citra diri dan tingkat kepauasan remaja akan bentuk tubuhnya Faktor-faktor yang Memengaruhi Citra tubuh Berbagai macam penampilan fisik yang dianggap menarik atau tidak, banyak ditentukan oleh kebudayaan. Suryanie dalam Anwar (2009) menyatakan faktor sosial budaya berperan penting dalam citra tubuh. Ada anggapan masyarakat dalam lingkungan sosial tertentu mengenai tubuh ideal seperti harapan tubuh ramping dan wajah menarik. Citra seperti ini banyak digambarkan melalui media massa dan tubuh ideal cenderung disukai oleh gadis-gadis. Schonfeld dalam Suryani (2005), faktor-faktor yang memengaruhi citra tubuh antara lain : a. Reaksi orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan orang lain, agar dapat diterima oleh orang lain. Ia akan memperhatikan pendapat

6 atau reaksi yang dikemukakan oleh lingkungannya termasuk pendapat mengenai fisiknya. b. Perbandingan dengan orang lain Wanita cenderung lebih peka terhadap penampilan dirinya dan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya. c. Identifikasi terhadap orang lain. Beberapa orang merasa perlu menyulap diri agar serupa atau mendekati idola atau simbol kecantikan yang dianut agar merasa lebih baik dan lebih menerima keadaan fisiknya. Selain ketiga hal di atas, Hurlock dalam Anwar (2009) menambahkan faktor peran individu berpengaruh terhadap citra raga. Tubuh bagi individu berkaitan dengan peranan yang dipegangnya dalam kehidupan, khususnya dalam pergaulan. Ada suatu anggapan bahwa kedudukan tertentu atau peranan tertentu dalam pergaulan lebih mudah diraih oleh mereka yang mempunyai daya tarik fisik. Menurut Melliana dalam Anwar (2009) faktor-faktor yang memengaruhi citra tubuh adalah: a. Harga diri. Citra tubuh mengacu pada gambaran seseorang tentang tubuhnya yang dibentuk dalam pikirannya, yang lebih banyak dipengaruhi oleh individu itu sendiri dari pada penilaian orang lain tentang kemenarikan fisik yang sesungguhnya dimiliki, serta dipengaruhi pula oleh keyakinan dan sikapnya terhadap tubuh sebagaimana gambaran ideal dalam masyarakat.

7 b. Perbandingan dengan orang lain. Citra tubuh ini secara umum dibentuk dari perbandingan yang dilakukan seseorang atas fisiknya sendiri dengan standar yang dikenal oleh lingkungan sosial dan budayanya. Salah satu penyebab kesenjangan antara citra tubuh ideal dengan kenyataan tubuh yang nyata sering kali dipicu oleh media massa yang banyak menampilkan fitur dengan tubuh yang dinilai sempurna, sehingga terdapat kesenjangan dan menciptakan persepsi akan penghayatan tubuhnya yang tidak atau kurang ideal. Akibatnya adalah individu sulit menerima bentuk tubuhnya. c. Bersifat dinamis. Citra tubuh bukanlah konsep yang bersifat statis atau menetap seterusnya, melainkan mengalami perubahan terus menerus, sensitif terhadap perubahan suasana hati, lingkungan dan pengalaman fisik inidvidual dalam merespon suatu peristiwa kehidupan d. Proses pembelajaran. Citra tubuh merupakan hal yang dipelajari. Proses pembelajaran citra tubuh ini sering kali dibentuk lebih banyak oleh orang lain diluar individu sendiri, yaitu keluarga dan masyarakat, yang terjadi sejak dini ketika masih kanak-kanak dalam lingkungan keluarga, khususnya cara orang tua mendidik anak dan di antara kawan-kawan pergaulannya. Tetapi proses belajar dalam keluarga dan pergaulan ini sesungguhnya hanyalah mencerminkan apa yang dipelajari dan diharapkan secara budaya. Proses sosialisasi yang dimulai sejak usia dini, bahwa bentuk tubuh yang langsing dan proporsional adalah yang diharapkan lingkungan, akan membuat individu sejak dini mengalami

8 ketidakpuasan apabila tubuhnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungan, terutama orang tua Penilaian citra tubuh Penilaian citra tubuh dilakukan dengan menggunakan pertanyaan yang sederhana kepada kelompok sasaran tentang bagaimana mereka mempersepsikan diri mereka sendiri, apa yang mereka pikirkan dan khawatirkan tentang tubuhnya. Status citra tubuh (Concordia Health Service,1998), ditetapkan dengan mengajukan 10 pertanyaan kepada responden. Skor jawaban adalah 1 untuk yang menjawab tidak pernah, 2 untuk yang menjawab kadang-kadang, dan 3 untuk yang menjawab sering/selalu. Penilaian citra tubuh a. positif (apabila skor total 10-15) b. rata-rata (apabila skor total 16-23) c. Negatif (apabila skor total 24-30) Tingkat kepuasan bentuk tubuh/ukuran tubuh (Licavoli and Brannon Quin, 1998), diukur dengan menggunakan pendekatan Body Image Score Self Satisfaction Quetionnaire (BISSSQ) dengan mengajukan 12 pertanyaan. Adapun skor masingmasing jawaban adalah 0 = tidak pernah, 1 = kadang-kadang, 2 = seringkali, 3 = selalu. Kriteria kepuasan bentuk dan ukuran tubuh menurut penilaian BISSSQ adalah: a. puas atau dapat menerima kenyataan tubuhnya (apabila skor total 0-7) b. sedikit tidak puas (apabila skor total 8-14) c. Tidak puas tingkat sedang (apabila skor total 15-21) d. Sangat tidak puas (apabila skor total 22-28) dan

9 e. Amat sangat tidak puas (apabila skor total 29-36) Kepuasan tentang citra tubuh juga dapat dinilai dengan pertanyaan untuk mengetahui apakah subjek penelitian ingin bertubuh lebih berat, lebih ringan, lebih tinggi atau lebih kecil. Gambar garis bentuk tubuh seperti gambar 2.1 dibawah ini melukiskan kisaran ukuran tubuh mulai dari tubuh yang beratnya sangat kurang hingga yang beratnya sangat berlebihan bagi anak-anak dan orang dewasa dan kedua jenis kelamin sering kali dipakai untuk menilai citra tubuh yang dirasakan. Dengan bantuan pertanyaan seperti gambar mana yang bentuk tubuhnya terlihat paling mirip denganmu? dan gambar mana yang bentuk tubuhnya paling ingin Anda tiru? maka gambar garis bentuk tubuh ini dapat memberikan informasi yang berguna tentang ukuran tubuh menurut persepsi sendiri yang kemudian dibandingkan dengan beberapa ukuran bentuk tubuh yang sebenarnya. Penilaian tentang ukuran tubuh yang sebenarnya meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan serta dapat mencakup lingkar tubuh serta pengukuran tebal lipatan kulit. (Gibney, 2009).

10 2.2 Remaja Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dan masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan. WHO mendefinisikan remaja sebagai anak telah mencapai urnur tahun. Menurut Undang-Undang No mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut UU Perburuhan anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari Sekolah Menengah. Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai dengan isu-isu biologik, psikologik dan sosial, yaitu: Masa Remaja Awal (10-14 tahun), Menengah (5-16 tahun) dan Akhir (17-20 tahun). Masa Remaja Awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dan pertumbuhan dan pematangan fisik. Jadi tidaklah mengherankan apabila sebagian besar dan energi intelektual dan emosional pada masa remaja awal ini ditargetkan pada penilaian kembali dan restrukturisasi dan jati dirinya. Pada saat yang sama, penerimaan dan kelompok sebaya sangatlah penting. Perubahan sosial yang penting pada masa remaja meliputi meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, pola perilaku sosial yang lebih matang, penggelompokan

11 sosial baru, dan nilai-nilai baru dalam pemilihan pemimpin, dan dalam dukungan sosial. Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya ketrampilan-ketrampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orang tua. Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai seorang dewasa, termasuk klarifikasi dan tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu sistem nilai pribadi (Hurlock, 1980) Gizi pada Masa Remaja Pada masa remaja ini tumbuh kembang berlangsung pesat baik fisik maupun psikologis. Untuk mengimbangi tumbuh kembang yang pesat ini anak harus mendapat perhatian termasuk gizi yang baik. Setelah pertumbuhan yang lambat pada masa anak, maka pada masa remaja ini ditandai dengan pertumbuhan yang sangat pesat seperti halnya pada masa bayi. Selama masa remaja terjadi kenaikan tinggi badan sekitar 20% tinggi dewasa dan 50% berat dewasa. Pertumbuhan pada masa remaja ini berlangsung sekitar 5-7 tahun, dengan persentasi tertinggi terjadi selama bulan yaitu pada masa pacu tumbuh. Umur saat dimulainya masa pubertas dan pencapaian puncak pacu tumbuh setiap individu berbeda, pada umumnya anak perempuan lebih cepat daripada anak laki-laki. Pertumbuhan melambat setelah maturitas seksual tercapai, dan akhirnya berhenti pada anak perempuan sekitar umur 18 tahun dan laki-laki 20 tahun. Selama masa pertumbuhan ini, komposisi tubuh juga mengalami perubahan. Pada masa pra-remaja, komposisi lemak tubuh pada anak laki-laki dan perempuan

12 relatif sama, masing-masing 15% dan 19%. Tetapi pada masa remaja pertumbuhan lemak anak perempuan lebih pesat, sehingga pada waktu dewasa menjadi 22% pada perempuan 15% pada laki-laki. Untuk menilai pertumbuhan anak pada masa ini dapat dilakukan dengan mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebalnya lipatan kulit, kemudian dibandingkan dengan baku nasional. Kalau tidak ada baku nasional, dapat digunakan baku yang disepakati bersama, misalnya baku NCHS. Sejalan dengan pertumbuhan fisik yang pesat pada masa remaja, juga terjadi perkembangan emosional dan intelektual yang pesat. Terjadi peningkatan kemampuan berpikir abstrak dan imajinasi. Kegalauan emosi pada masa ini juga dapat berpengaruh terhadap kebiasaan makan anak. Remaja sering kurang nyaman dengan pertumbuhannya yang pesat tersebut, sedangkan di sisi lain mereka ingin berpenampilan seperti pada umumnya teman sebayanya atau idolanya. Sehingga remaja sangat rentan terhadap gangguan makan, seperti remaja perempuan melakukan diet yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Sedangkan remaja laki-laki mengonsumsi makanan suplemen agar ototnya tumbuh seperti orang dewasa. Untuk menentukan kebutuhan zat makanan pada masa remaja agak sulit, karena pola pertumbuhan yang berbeda antara anak laki-laki dan perempuan dan ukuran remaja yang bervariasi. Kebutuhan kalori dan protein anak perempuan lebih rendah daripada anak laki-laki karena dipengaruhi pula oleh umur, tinggi badan, berat badan anak dan aktifitasnya. Kebutuhan akan energi pada remaja putra berusia tahun adalah kkal/cm, sementara remaja putri dengan usia yang sama yaitu 10-

13 19 kkal/cm. Banyaknya energy yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu pada tabel RDA (Recommended Daily Allowances, (Arisman,2004) Masalah gizi pada remaja. Menurut Narendra (2002) masalah makan yang sering timbul pada masa remaja, adalah: a. Makan tidak teratur Pada masa remaja aktifitasnya tinggi, baik kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah. Mereka sering makan dengan cepat lalu keluar rumah. Tidak jarang mereka makan di luar rumah, dengan risiko mereka makan dengan komposisi gizi yang tidak seimbang. Banyak iklan makanan dengan sasaran remaja, antara lain restoran cepat saji. Oleh karena itu sebaiknnya di rumah disediakan sayur dan buah segar, untuk menjaga agar kebutuhan gizi tetap terpenuhi. Pola makan remaja sering kacau. Tidak jarang mereka makan pagi dan siang dijadikan satu, remaja perempuan cenderung sering melakukan diet dibanding remaja laki-laki. Padahal untuk memenuhi kebutuhan pada puncak pacu tumbuh, mereka memerlukan makan lebih sering atau dalam jumlah yang banyak, agar pertumbuhannya optimal. Tetapi hati-hati pada saat pertumbuhan mulai melambat, karena kebiasaan makan berlebihan dapat mengakibatkan berbagai penyakit yang merugikan antara lain obesitas. Kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obat terlarang merupakan masalah remaja yang dapat mempengaruhi asupan makanan dan status gizinya. Keadaan ini tergantung pada jumlah dan lama pemakaian dan status kesehatan remaja yang bersangkutan.

14 b. Anoreksia nervosa Remaja dengan gangguan anoreksia nervosa pada umumnya disebabkan kesalahan dalam menginterprestasikan penampilannya dengan cara menurunkan berat badannya. Asupan energi berkurang tetapi pengeluaran meningkat melalui olahraga yang berlebihan, bahkan kadang-kadang melalui rangsangan sendiri agar muntah, atau menggunakan laksansia atau diuretik. Tidak jarang gangguan psikologis ini menetap dan tidak bisa diatasi sendiri. c. Bulimia Nervosa Bulimia nervosa lebih sering pada dewasa, jarang menyebabkan penurunan status gizi yang sering seperti pada anoreksia nervosa. Pada umumnya penderita bulimia mempertahankan berat badannya normal atau mendekati normal, dengan cara memuntahkan secara periodik makanan yang dimakan. Mereka cenderung mempunyai pendapat yang tidak realistis terhadap makanan yang diperlukan oleh tubuh. Keadaan ini akan menjadi masalah yang serius bila menjadi suatu obsesi, sehingga dapat mempengaruhi sekolah/pekerjaannya. d. Obesitas Obesitas pada masa remaja dapat disebabkan faktor psikologis, fisiologis maupun adat istiadat. Makin lama remaja mengalami obesitas, makin besar kecenderungannya menjadi obesitas sampai dewasa. Pendidikan tentang penanggulangan kegemukan dapat dibuat lebih efektif dengan melalui berbagai cara pendekatan, misalnya melalui organisasi pemuda atau kelompok olah raga.

15 Agar berhasil, program terapi harus meliputi diet, olah raga, dan dukungan psikologis termasuk dan keluarganya Perilaku Makan Remaja Perilaku (behavior) adalah suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama, dan tujuan khusus baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar (Green, 1980). Skiner dalam Atmodjo (2007), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa prilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan (healthy behavior) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, peñyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Menurut Levi dalam Purwaningrum (2008) aspek-aspek perilaku makan adalah sebagai berikut :

16 1. Keteraturan waktu makan. Keteraturan waktu makan adalah konsistensi untuk mengikuti anjuran tiga waktu makan yaitu makan pagi, makan siang dan makan malam. Keteraturan waktu makan bukan saja memberi cadangan energi bagi tubuh namun dapat juga menyeimbangkan metabolisme tubuh. Bagi pelajar sarapan pagi dapat meningkatkan konsentrasi dan prestasi belajar. Sarapan pagi juga dapat menghindarkan diri dari mengonsumsi berbagai makanan ringan pada saat sebelum makan siang atau makan malam dengan porsi yang lebih besar yang pada ahirnya dapat menyebabkan masalah gizi. 2. kebiasaan makan. Kebiasaan makan dapat dilihat dalam beberapa hal diantaranya aktifitas yang dilakukan ketika makan. Pada saat makan dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas yang lain seperti menonton televisi, berdiskusi, ataupun aktifitas lainnya. Hal tersebut bukan saja dapat mengganggu kenikmatan pada makanan namun dapat juga menyebabkan kurangnya pengendalian diri pada banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi. 3. Alasan makan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan remaja makan, seperti makan dilakukan karena memenuhi kebutuhan fisiologis yaitu makan karena untuk memenuhi rasa lapar dan berhenti setelah merasa kenyang. Makan juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan psikologis dengan

17 mengikuti perasaan dan suasana hati, dan terkadang makan juga digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial agar dapat bersosialisasi dengan teman sebaya atau kelompok bahkan dapat juga untuk meningkatkan gengsi. 4. jenis makanan yang di makan. Terkadang remaja tidak terlalu jeli dalam memilih makanan. Dalam memilih jenis makanan kadang lebih banyak hanya mempertimbangkan nilai gengsi makanan bukan pada kandungan gizi makanan tersebut. Hal tersebut menyebabkan banyak remaja menggonsumsi makanan cepat saji yang tinggi lemak namun sedikit serat. 5. perkiraan kalori yang dikandung makanan yang dimakan. Pada sebagian orang jumlah kalori yang dikandung dalam makanan bukanlah hal yang penting, namun pada sebagian lainnya dengan tujuan tertentu jumlah kalori yang terkandung dalam makanan merupakan sesuatu yang sangat diperhitungkan. Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku makan mencakup praktek terhadap makan, alasan makan, jenis makanan yang dimakan dan perkiraan jumlah kalori dalam makanan. Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini, remaja cepat sekali terpengaruh oleh

18 lingkungan. Kegemaran yang tidak lazim, seperti pilihan untuk menjadi vegetarian, atau food fadism, merupakan sebagian contoh keterpengaruhan ini. Kecemasan akan bentuk tubuh membuat remaja sengaja tidak makan, tidak jarang berujung pada anoreksia nervosa. Kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di luar atau hanya menyantap kudapan. Lebih jauh, kebiasaan ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media (terutamá iklan di televisi). Teman (akrab) sebaya berpengaruh besar pada remaja, dalam hal memilih jenis makanan. Hampir 50% remaja terutama remaja yang lebih tua, tidak sarapan. Penelitian lain membuktikan masih banyak remaja (89%) yang menyakini kalau sarapan memang penting, namun mereka yang sarapan secara teratur hanya 60%. Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu makan, dan lebih memilih kudapan. Sebagian besar kudapan bukan hanya hampa kalori, tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi, selain dapat mengganggu (menghilangkan) nafsu makan. Masalah lain yang mungkin dapat memengaruhi gizi ialah anoreksia nervosa, anoreksia nervosa merupakan masalah kejiwaan, namun terkait erat dengan masalah gizi. Masalah lain ialah bolos sekolah, neurosis vegetatif psikosomatik (misalnya sakit kepala, dan perut), kelainan haid, penyakit jiwa, dan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup seperti hipertensi, obesitas, dan hiperlipidemia. Tidak sedikit survei yang mencatat ketidakcukupan asupan zat gizi para remaja. Mereka bukan hanya melewatkan waktu makan (terutama sarapan) dengan alasan sibuk, tetapi juga terlihat sangat senang mengunyah junk food (Johnson dkk,

19 1994). Di samping itu, kekhawatiran menjadi gemuk telah memaksa mereka untuk mengurangi jumlah pangan yang seharusnya disantap Status Gizi Remaja Status gizi anak umur 6-18 tahun dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu umur 6-12 tahun, tahun, dan tahun. Indikator status gizi yang digunakan pada kelompok umur ini didasarkan pada pengukuran antropometri berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang disajikan dalam bentuk tinggi badan menurut umur (TB/U) dan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U). Indeks masa tubuh dihitung berdasarkan rumus berikut : IMT = BB (kg) TB(m²) Dimana: BB = Berat Badan dan TB = Tinggi Badan Dengan menggunakan baku antropometri anak 5-19 tahun WHO 2000 dihitung nilai Z-score IMT/U masing-masing anak. Selanjutnya berdasarkan nilai Z- score ini status gizi dikategorikan sebagai berikut (Rimbawan dan Siagian,2004) : Tabel 2.1. klasifikasi bentuk tubuh dan risiko penyakit berdasarkan IMT Kategori IMT (kg/m²) Risiko Penyakit

20 Kurus (Underweight) Normal (ideal) Over Weight At Risk Obes I Obes II <18,5 18,5-22, ,0-24,9 25,0-29,9 >=30 Rendah Rata-rata Rata-rata Meningkat Sedang Berbahaya 2.5. Citra tubuh dan perilaku makan Citra tubuh atau gambaran remaja tentang tubuhnya memengaruhi perilaku makannya sehari-hari. Remaja yang memiliki citra tubuh positif akan memiliki harga diri yang tinggi, merasa mampu dan berfikir dengan penuh percaya diri. Dengan demikian remaja tersebut memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat untuk dirinya. Sebaliknya, remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif akan memilih harga diri yang rendah, merasa tidak seimbang, menganggap dirinya tidak mampu melaksanakan tugas, sehingga remaja tersebut tidak memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat bagi dirinya. Contohnya, remaja yang memiliki citra tubuh yang positif akan merasa bahwa tubuh dan penampilannya menarik. Perasaan yang menyenangkan ini muncul karena remaja memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Walaupun pada kenyataannya tubuh dan penampilannya kurang menarik, tetapi individu tersebut tidak diliputi perasaan depresi, gagal atau kebencian pada diri sendiri karena tubuh dan penampilannya yang menarik bukan merupakan satusatunya syarat agar mereka memperoleh pengakuan dari lingkungan dan teman sebayanya.

21 Citra tubuh ini memengaruhi remaja dalam perilaku makannya. Perilaku makan benar-benar dipandang sebagai aktivitas untuk mempertahankan hidup sehingga remaja selalu memperhatikan jumlah kalori dan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsinya. Sebaliknya remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif, merasa tidak puas dengan tubuh dan penampilan dirinya sendiri. Witari dalam Anwar (2009) menyatakan bahwa gejala-gejala tentang citra raga yang kurang baik meliputi perasaan depresi, gagal atau kebencian pada diri sendiri. Gejala-gejala ini biasanya muncul akibat rasa bersalah yang dihubungkan dengan makanan. Akibatnya, makanan dianggap sebagai musuh dan makan semata-mata hanya kegiatan yang dikaitkan dengan konflik dan bukan sebagai aktivitas untuk mempertahankan hidup. Remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif ini akan berperilaku makan negatif seperti selalu menghitung jumlah kalori yang masuk, tidak puas terhadap berat badannya, dan menyiksa tubuhnya dengan gizi yang minimum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa citra tubuh memberikan pengaruh pada perilaku makan remaja putri. Remaja yang mempunyai citra raga positif, akan cenderung berperilaku makan yang sehat. Sebaliknya remaja yang memiliki citra diri negatif, akan cenderung berperilaku makan yang kurang sehat Perilaku makan dan status gizi remaja Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Public Health Problem). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu

22 hamil adalah 50,9 persen pada tahun 1995 dan turun menjadi 40 persen pada tahun 2001, sedangkan pada wanita usia subur tahun masing-masing sebesar 39,5 persen pada tahun 1995 dan 27,9 persen pada Prevalensi anemia gizi berdasarkan SKRT 2001 menunjukkan bahwa 61,3 persen bayi < 6 bulan, 64,8 persen bayi 6-11 bulan, dan 58 persen anak bulan menderita anemia gizi. Penyebab utama anemia gizi di Indonesia adalah rendahnya asupan zat besi (Fe). Anemia gizi besi dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik, produktivitas kerja, dan kemampuan berpikir. Selain itu anemia gizi juga dapat menyebabkan penurunan anti bodi sehingga mudah sakit karena terserang infeksi. Dari aspek kesehatan dan gizi, remaja sebagai generasi penerus merupakan kelompok yang perlu mendapat perhatian. Jumlah remaja putri pada umumnya relatif lebih banyak dari jumlah remaja putra dan remaja putri juga lebih rawan untuk kekurangan gizi dibandingkan dengan remaja putra. Remaja putri secara normal akan mengalami kehilangan darah melalui menstruasi setiap bulan. Bersamaan dengan menstruasi akan dikeluarga sejumlah zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Oleh karena itu kebutuhan zat besi untuk remaja wanita lebih banyak dibandingkan pria. Dilain pihak remaja putri cenderung untuk membatasi asupan makanan karena mereka ingin langsing. Hal ini merupakan salah satu penyebab prevalensi anemia cukup tinggi pada remaja wanita. Keadaan seperti ini sebaiknya tidak terjadi, karena masa remaja merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih tinggi (Dep.Kes. 1998)

23 Hasil penelitian di Kota Bengkulu didapatkan bahwa prevalensi gizi kurang remaja sebesar 27,8 %. Hasil uji menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara asupan total energi (p=0,015), asupan protein (p=0,034), asupan lemak (p=0,027, asupan karbohidrat (p=0,023), dan status riwayat malaria (p=0,019) dengan status gizi (Wuryani,2007). Remaja juga potensial mengalami status gizi kurang maupun obesitas yang disebabkan kebiasaan mengonsumsi makanan olahan/ cepat saji dalam jumlah yang berlebihan. Junk food sangat sedikit mengandung kalsium, besi, asam folat, vitamin A dan C sementara kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natrium tinggi. Remaja yang melakukan diet dengan mengurangi jumlah konsumsi makanan dari yang seharunya dan tidak variatif akan berdampak pada status gizi dan kesehatan remaja, seperti pertumbuhan remaja terganggu, gangguan pencernaan dan reproduksi. Remaja juga bisa menderita anorexia nervosa dan bulimia nervosa yang bila terjadi dalam jangka waktu lama dan tidak segera diatasi bisa bermuara pada kematian. Remaja dengan pola diet yang salah akan menyebabkan terjadinya penumpukan lemak di pembuluh darah yang bisa memicu timbulnya penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker, hipertensi, serta penyakit jantung. Lemak yang menumpuk juga bisa menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang bisa menyebabkan stroke. Sedangkan remaja yang malas makan bisa terkena penyakit gastritis atau tukak lambung. Meski asupan kalori dan protein sudah tercukupi, namun elemen lain seperti besi, kalsium, dan beberapa vitamin ternyata masih kurang. Secara garis besar,

24 sebanyak 44% wanita di negara berkembang (10 negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia) mengalami anemia kekurangan besi, sementara wanita hamil lebih besar lagi, yaitu 55%, hal inisebabkan perilaku makan remaja yang tidak baik. Ketidakimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa, dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, artritis, penyakit kantong empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit. Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan ada pengaruh perilaku makan terhadap status gizi remaja Landasan teori Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada teori aksi beralasan/ theory of reasoned action (Fishbein dan Ajzen,1975). Teori ini menyatakan bahwa perilaku pada umumnya mengikuti niat, seseorang berniat untuk melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sikap (positif atau negatif) terhadap perilaku dan pengaruh lingkungan sosial (norma subyektif umum) pada perilaku. Teori ini kemudian diadaptasi oleh Wang dalam penelitiannya yang berjudul Social ideological influences on reported food consumption and BMI, dengan kerangka penelitian sebagai berikut :

25 Gambar 2.2. Theory Of Reasoned Action dalam Wang et al. Landasan teori dalam penelitian ini dimodifikasi dari penelitian diatas sehingga didapatkan kerangka teori sebagai berikut : Ideologi makanan Sikap/Body Image Perilaku Makan Hasil/Akibat Egaliter Materialisme Feminitas Sikap / persepsi Kesehatan (Body Image) Pentingnya kesehatan Perilaku Makan Status Gizi Gambar 2.3. Kerangka Teori pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun Kerangka teori diatas menjelaskan bahwa status gizi dipengaruhi oleh perilaku makan, sedangkan perilaku makan dipengaruhi oleh pendapat tentang pentingnya kesehatan, sedangkan pendapat tersebut dipengaruhi oleh sikap atau persepsi tentang kesehatan yang dipengaruhi oleh egaliter, materialism dan feminitas.

26 2.8. Kerangka Konsep Penelitian Citra Tubuh Perilaku Makan Status Gizi Remaja Gambar 2.4. Kerangka Konsep pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun Keterangan gambar : Gambar kerangka konsep diatas menjelaskan bahwa status gizi remaja putri dipengaruhi oleh perilaku makan remaja yang meliputi keteraturan waktu makan (sarapan, makan siang dan makan malam), kebiasaan pada saat makan, Alasan makan (memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, dan kebutuhan sosial), jenis makanan yang di makan, frekuensi makan, dan perkiraan jumlah kalori dalam makanan, dimana perilaku makan itu terbentuk karena citra tubuh remaja itu sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO 1 HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seseorang mengalami masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, pada masa ini seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara anak dan dewasa yang terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dimana seorang remaja mengalami perubahan baik secara fisik, psikis maupun sosialnya. Perubahan fisik remaja merupakan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja masa yang sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan periode kehidupan anak dan dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar dan melakukan aktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual adalah konsumsi pangan. Bagi individu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah masa transisi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu periode dalam kehidupan manusia, remaja sering dianggap memiliki karakter yang unik karena pada masa itulah terjadi perubahan baik fisik maupun psikologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan fisik dan perkembangan emosional antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja tentunya ingin menampilkan tampilan fisik yang menarik. Banyak remaja putra berkeinginan membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Makanan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Makanan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, makanan merupakan kebutuhan paling dasar yang harus dipenuhi oleh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada masa dewasa awal, kondisi fisik mencapai puncak bekisar antara usia 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari 30 tahun.

Lebih terperinci

BULIMIA NERVOSA. 1. Frekuensi binge eating

BULIMIA NERVOSA. 1. Frekuensi binge eating Kesehatan remaja sangat penting untuk kemajuan suatu bangsa. Hal ini disebabkan karena remaja yang sehat akan melahirkan anak yang sehat, generasi yang sehat, dan manula yang sehat. Sedangkan remaja yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa dewasa. Transisi yang dialami remaja ini merupakan sumber resiko bagi kesejahteraan fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat penting dan selalu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat penting dan selalu menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat penting dan selalu menjadi topik pembicaraan yang tak henti-henti. Kesehatan menjadi hal yang paling penting dalam

Lebih terperinci

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap. perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap. perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap BABI PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan bagian dari sektor kesehatan yang penting dan mendapat perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gizi adalah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebutuhan gizi yang tidak tercukupi, baik zat gizi makro dan zat gizi mikro dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal, anemia merefleksikan eritrosit yang kurang dari normal di dalam sirkulasi dan anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah menyatakan bahwa obesitas merupakan masalah global yang perlu ditanggulangi (www.gizikesehatan.ugm.ac.id).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad 20 telah terjadi transisi masyarakat yaitu transisi demografi yang berpengaruh terhadap transisi epidemiologi sebagai salah satu dampak pembangunan

Lebih terperinci

37.3% Anorexia Nervosa

37.3% Anorexia Nervosa S E S I 1 Penelitian oleh Makino et al (2004), prevalensi AN meningkat tiap tahun. Lebih tinggi pada negara barat 37.3% Anorexia Nervosa Penelitian oleh Ahmad Syafiq (2008) di Jakarta pada remaja periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa, yang berawal dari usia 9 tahun dan berakhir di usia 18

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa, yang berawal dari usia 9 tahun dan berakhir di usia 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah periode yang menjembatani masa kehidupan anak dan dewasa, yang berawal dari usia 9 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Menurut Depkes RI tahun 2009 kategori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO.

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO. HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu bangsa akan maju dan mandiri jika manusianya berkualitas. Banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan. ketiga zat gizi tersebut merupakan zat gizi makro yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan. ketiga zat gizi tersebut merupakan zat gizi makro yang diperlukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi merupakan status kesehatan yang dihasilkan dari keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan energi dan zat gizi makro seperti protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya hidup kota yang serba praktis memungkinkan masyarakat modern sulit untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sekolah merupakan sumber daya manusia di masa depan sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Nutrisi 2.1.1 Definisi Status Nutrisi Status nutrisi merupakan hasil interaksi antara makanan yang dikonsumsi dan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Menurut Supariasa

Lebih terperinci

USIA REMAJA. Merupakan jalan panjang yg menjembatani priode Kehidupan anak dan dewasa. Berawal tahun dan berakhir usia 18 tahun

USIA REMAJA. Merupakan jalan panjang yg menjembatani priode Kehidupan anak dan dewasa. Berawal tahun dan berakhir usia 18 tahun USIA REMAJA Merupakan jalan panjang yg menjembatani priode Kehidupan anak dan dewasa. Berawal 10 12 tahun dan berakhir usia 18 tahun Karateristik: Masa pertumbuhan yg cepat, Perkembangan seksual, perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11) anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Tujuan. penerus harus disiapkan sebaik-baiknya. Salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Tujuan. penerus harus disiapkan sebaik-baiknya. Salah satu faktor yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekat Pembangunan Kesehatan adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa, sedangkan menurut Depkes RI 2006 jumlah remaja meningkat yaitu 43 juta jiwa, dan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double Burden Nutrition). Masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara gizi lebih juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan anak. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Menurut Soekirman (2000) status gizi adalah merupakan keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Selanjutnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang artinya masalah gizi kurang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara 1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang Peningkatan kemakmuran seseorang ternyata diikuti dengan perubahan gaya hidup. Pola makan mulai bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas 1. Defenisi Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan di kalangan remaja. Obesitas atau kegemukan terjadi pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Terdapat hukum fisika yang berbunyi energi masuk = energi terpakai. Berdasarkan prinsip kesetaraan energi tersebut maka diperlukan keseimbangan energi terutama dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan masyarakat Indonesia merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa dapat berhasil dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Masih sedikit data yang secara khusus menjelaskan tentang kebutuhan nutrisi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Masih sedikit data yang secara khusus menjelaskan tentang kebutuhan nutrisi 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan nutrisi pada anak remaja putri Masih sedikit data yang secara khusus menjelaskan tentang kebutuhan nutrisi pada remaja. Variabilitas yang luas dalam kecepatan pertumbuhan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat dengan drastis sehingga menempatkan masalah ini menjadi salah satu masalah yang perlu mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai ukuran, bentuk, dan struktur tubuhnya sendiri, dan pada umumnya dikonseptualisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan di masa datang. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan kehidupan. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta ternak dan ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot skelet yang dapat meningkatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit degeneratif adalah penyakit yang sulit untuk diperbaiki yang ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya hidup sehat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah di dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan sejak tahun 2008 sebanyak 2,8 juta penduduk meninggal setiap tahun terkait overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum berangkat melakukan aktivitas sehari-hari (Utter dkk, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sebelum berangkat melakukan aktivitas sehari-hari (Utter dkk, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sarapan didefinisikan mengkonsumsi makanan atau minuman yang menghasilkan energi dan zat gizi lain pada pagi hari, yang dilakukan dirumah sebelum berangkat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Menurut data World Health Organization (WHO) obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan Mengatur Berat Badan Pengaturan berat badan adalah suatu proses menghilangkan atau menghindari timbunan lemak di dalam tubuh. Hal ini tergantung pada hubungan antara jumlah makanan yang dikonsumsi dengan

Lebih terperinci

PERILAKU REMAJA PUTERI TENTANG DIET SEHAT DI SMU DHARMAWANGSA MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh : DEBBY INDA SARI

PERILAKU REMAJA PUTERI TENTANG DIET SEHAT DI SMU DHARMAWANGSA MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh : DEBBY INDA SARI PERILAKU REMAJA PUTERI TENTANG DIET SEHAT DI SMU DHARMAWANGSA MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : DEBBY INDA SARI 041000051 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 ABSTRAK Perilaku Remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, pada saat ini menghadapi masalah yang berhubungan dengan pangan, gizi dan kesehatan. Dalam bidang gizi, Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status nutrisi Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan manfaat zat zat gizi. Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa yang ditandai oleh perubahan mendasar yaitu perubahan secara biologis, psikologis, dan juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang menjadi Obesitas dan overweight merupakan suatu yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja

BAB I PENDAHULUAN. makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan status gizi untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin, yakni sejak manusia itu masih berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Masa Tubuh 2.1.1. Defenisi Indeks Masa Tubuh Indeks Massa tubuh (IMT) adalah alat ukur paling umum yang digunakan untuk mendefenisikan status berat badan anak, remaja,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 JATEN KARANGANYAR

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 JATEN KARANGANYAR HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 JATEN KARANGANYAR Iis Mega Arianti, Winarni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta ABSTRAK Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir sama dengan anak kebanyakan. Namun takdir berkata lain anak yang

BAB I PENDAHULUAN. hampir sama dengan anak kebanyakan. Namun takdir berkata lain anak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan kepada setiap orang tua. Orang tua pasti menginginkan anak lahir dengan sehat, tanpa kekurangan apapun. Setiap orang

Lebih terperinci