PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA"

Transkripsi

1 PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penggunaan Protein Nabati Dengan dan Tanpa Penambahan Enzim Fitase Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2007 Aslinda Nur Mazida C

3 ABSTRAK ASLINDA. Penggunaan Protein Nabati Dengan dan Tanpa Penambahan Enzim Fitase sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp). Dibimbing oleh M. Agus Suprayudi dan Ing Mokoginta. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi protein nabati dengan dan tanpa penambahan enzim fitase dalam pakan ikan Lele Dumbo (Clarias sp). Percobaan ini terdiri dari 4 (empat) perlakuan dan 3 (tiga) ulangan dimana 2 (dua) perlakuan (A1+enzim dan B1KSM+enzim) ditambahkan enzim fitase sebanyak 0,02% (1000 unit/kg pakan) dan 2 (dua) perlakuan lainnya (A1 and B1KSM) tanpa penambahan enzim fitase. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan rancangan faktorial yang dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Ikan Lele Dumbo sebanyak 6 ekor dengan bobot 27 ± 0,5 gram dimasukkan ke akuarium berukuran 50 x 40 x 35 cm. Pakan diberikan 3 kali sehari secara at satiation selama 60 hari. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penambahan enzim fitase 0,02% (1000 unit/kg pakan) yang memanfaatkan protein nabati sebagai sumber protein pakan ikan Lele Dumbo (Clarias sp) dapat meningkatkan kecernaan total pakan, fosfor dan protein, namun belum meningkatkan retensi protein dan pertumbuhan ikan. Kata kunci : Clarias sp, enzim fitase

4 ABSTRACT ASLINDA. Utilization of plant protein with or without phytase enzyme supplementation as feed ingredient of catfish (Clarias sp). Under direction of M. AGUS SUPRAYUDI and ING MOKOGINTA This experiment was aimed to evaluate plant protein with or without fitase supplementation in feed of catfish (Clarias sp). This experiment used factorial design, with two factors. The first factor are soybean meal based diet (A1) and soybean meal plus cotton seed meal diet (B1KSM), second factor are fitase supplemented and non supplemented diets. Six fish with mean body weight of 27 gram were reared in 50 x 40 x 35 cm aquarium. Fish fed three times a day to satiation for 60 days. Results of the experiment showed that fitase suplementation of 0,02 % (1000 unit kg -1 feed) to A1 and B1KSM base diet increased significantly digestibility of total feed, phosphorus and protein. However the protein retention and growth rate of fish were not increased by dietary fitase suplementation. Keywords : Clarias sp, Phytase enzime

5 PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

6 Judul Penelitian : Penggunaan Protein Nabati Dengan dan Tanpa Penambahan Enzim Fitase sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) Nama NIM : Aslinda Nur Mazida : C Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. M. Agus Suprayudi Ketua Prof. Dr. Ing Mokoginta Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Enang Harris Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : 8 Februari 2007 Tanggal Lulus :

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia serta ridho-nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Penggunaan Protein Nabati Dengan dan Tanpa Penambahan Enzim Fitase sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.). Pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. M. Agus Suprayudi, M.Si dan Ibu Prof. Dr. Ing Mokoginta, M.Si selaku komisi pembimbing atas pengarahan dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Bapak Dr. Chairul Muluk, Bapak Dr D. Djokosetiyanto, Bapak Dr. Dedi Jusadi dan Bapak Dr. Odang Carman atas saran, nasihat dan dukungannya selama penulis melaksanakan pendidikan dan penelitian. 3. Bapak Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf, Bapak Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan beserta staf, Bapak Ketua Ps. Ilmu Perairan dan staf, Bapak Ketua Dept. Budidaya Perairan yang telah memberikan kesempatan dan mengijinkan kepada penulis untuk mengikuti program pasca sarjana di Institut Pertanian Bogor. 4. Ketua dan staf : Laboratorium Nutrisi Ikan, Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan, Laboratorium Kesehatan Ikan Budidaya Perairan, Laboratorium Genetika dan Pengembangbiakan ikan Budidaya Perairan, Laboratorium Nutrisi Ternak serta Laboratorium Limnologi Manajemen Sumberdaya Perairan Institut Pertanian Bogor atas penggunaan fasilitas. 5. Bapak Wasjan, Bapak Ranta, Bapak Jajan Ruhyana, Ibu Lina Mulyani, Ibu Desi Damayanti, Ibu Dian (Staf Lab. Nutrisi Ternak) yang telah membantu penulis dalam penyediaan fasilitas hingga terlaksannya penelitian dan penulisan tesis ini. 6. Ayahanda tercinta H. La Ady dan Ibunda tercinta Hj. St. Sainab atas semua pengorbanan beliau dalam membiaya pendidikan penulis dan dukungan moral, doa, nasihat, kepercayaan serta kesabarannya menunggu, selama

8 penulis berada di rantau untuk menyelesaikan studi, serta kakak-kakak dan adik-adiku tercinta yang selalu mendukung penulis. 7. Agus Yulianto dan keluarga yang telah banyak memberikan bantuan selama ini hingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dengan baik. 8. Teman-teman S2 angkatan 2004 (Tarsim, Mohamad Amin, Agustina, Asprin Tamba, Yulisman, Asman Bahara, Dian Hardianto, Charles, Dodi Hermawan, Massenreng, Zainal Abidin, Moh. Hatta, dan Eva Ayuzar) dan Adi Susanto atas segala bantuan dan kerjasamanya. 9. Rekan-rekan S3 angkatan 2004, rekan-rekan S2 dan S3 angkatan 2005 atas segala bantuan dan kerjasamanya. memerlukannya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pihak yang Bogor, Maret 2007 Aslinda Nur Mazida

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendari pada tanggal 20 April 1979, merupakan anak ke tiga dari pasangan Bapak H. La Ady dan Ibu Hj. St. Sainab. Tahun 1997 penulis menamatkan SMUN 1 KENDARI, Sulawesi Tenggara. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Tahun 2002 penulis berhasil menyelesaikan studi S-1 dan mendapatkan gelar Sarjana Perikanan (S.Pi). Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister dan Program Studi Ilmu Perairan, Sekolah Pascasarjana, IPB diperoleh pada tahun 2004.

10 DAFTAR ISI Halaman Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... x Daftar Lampiran... xi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Protein Ikan Lele (Clarias sp)... 4 Bahan Baku Pakan... 4 Zat Anti Nutrien... 8 BAHAN DAN METODA Pakan Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data Analisis Kimia Uji Kecernaan Pakan Histologi Hati Total Ammonia Nitrogen (TAN) Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 33

11 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Daya cerna dan faktor-faktor pembatas berbagai jenis bahan nabati Kandungan fosfor dan fosfor-fitat (P-fitat) pada beberapa bahan pangan 9 3 Komposisi bahan dan analisa proksimat pakan pada setiap perlakuan Nilai kecernaan fosfor dan protein serta limbah P selama penelitian Komposisi proksimat tubuh dan hati Nilai rata-rata retensi protein (RP), retensi lemak (RL), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP) dan konsumsi pakan yang diperoleh selama penelitian... 22

12 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Mio-inositol heksafosfat (asam fitat) Struktur gossypol (polyphenol) Bobot rata-rata individu ikan Lele Dumbo (Clarias sp) selama penelitian Kadar protein tubuh pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase Kadar lemak tubuh pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase Kadar protein hati pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan Tanpa penambahan enzim fitase Retensi protein pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase Retensi lemak pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase Laju pertumbuhan harian pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase Konsumsi pakan pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase Histologi hati (kerusakan hati) ikan Lele Dumbo (Clarias sp)... 24

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Analisis kadar air (Takeuchi, 1988) Analisis kadar protein (metode Semi Micro Kjeldahl) (Takeuchi,1988) 34 3 Analisis kadar lemak (metode ether ekstraksi) (Takeuchi,1988) Analisis kadar abu pakan dan tubuh ikan (Takeuchi, 1988) Analisis serat kasar pakan dan tubuh ikan (Takeuchi, 1988) Analisis phospor Prosedur pembuatan preparat histologi Prosedur analisis ammonia (APHA-AWWA-WPCF, 1975) Data analisa proksimat bahan (% bobot kering) Data bobot individu ikan Lele Dumbo (Clarias sp) pada awal dan akhir pengamatan Kecernaan P (%) setiap perlakuan Fosfor (P) yang terkandung dalam tulang (%) setiap perlakuan Kecernaan protein pakan (%) setiap perlakuan Ekskresi total ammonia nitrogen (TAN) setiap perlakuan Hasil analisis proksimat tubuh awal dan akhir ikan Lele Dumbo (Clarias sp) (% bobot kering) yang dipelihara selama 60 hari Analisa protein dan lemak hati ikan Lele Dumbo (Clarias sp) (% bobot kering) tiap perlakuan Analisis sidik ragam kadar protein tubuh Analisis sidik ragam kadar lemak tubuh Analisis sidik ragam kadar protein hati Analisis sidik ragam kadar lemak hati Retensi protein (%) setiap perlakuan Retensi lemak (%) setiap perlakuan Laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP) dan konsumsi pakan (KP) ikan lele dumbo (Clarias sp) selama 60 hari pemeliharaan Analisis sidik ragam retensi protein Analisis sidik ragam retensi lemak... 50

14 26 Analisis sidik ragam laju pertumbuhan harian (LPH) Perhitungan retensi protein ikan Lele Dumbo (Clarias sp) Perhitungan retensi lemak ikan Lele Dumbo (Clarias sp)... 54

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan bahan-bahan nabati sebagai sumber protein pakan ikan dibatasi oleh keberadaan anti nutrien seperti protease inhibitor, fitat, saponin, tanin, lektin, gossypol, cyclopropenoid, dan lain-lain. Tepung bungkil kedelai dan tepung biji kapuk merupakan salah satu bahan nabati yang dapat digunakan sebagai sumber protein pakan ikan. Kualitas protein tepung bungkil kedelai mempunyai profil asam amino yang terbaik dibanding semua tepung nabati. Menurut Andayani (1981), kualitas protein kedelai hampir mendekati kualitas protein hewani. Hertrampf dan Felicita (2000) mengungkapkan bahwa asam amino pembatas pada tepung bungkil kedelai adalah metionin dan sistein, sedangkan arginin dan phenilalanin mempunyai jumlah yang cukup. Selain itu tepung bungkil kedelai merupakan sumber vitamin B. Kandungan protein kasar dari tepung biji kapuk dan kapas termasuk tinggi sedangkan serat kasarnya merupakan faktor pembatas penggunaannya dalam pakan. Asam amino pembatas dari tepung tersebut adalah lysine dan metionin. Kandungan fosfor, potasium dan besi termasuk tinggi dan merupakan sumber vitamin B yang lebih baik dari tepung bungkil kedelai. Pada hewan ruminansia kecernaan tepung biji kapuk dan kapas sekitas 61%, untuk ikan lele kecernaan nyata berkisar antara 71,2 90,6% sedangkan kecernaan semu pada ikan common carp antara 46,5 87,3% (Hertrampf dan Felicita, 2000). Kedua bahan nabati tersebut mengandung zat anti nutrien, salah satunya asam fitat (phytic/phytat) dan gossypol pada tepung biji kapuk. Asam fitat (phytic/phytat) merupakan bentuk penyimpanan fosfor (P) dalam tanaman terutama biji-bijian yang tidak dapat dimanfaatkan oleh hewan-hewan monogastrik termasuk ikan. Selain itu, asam fitat mampu mengikat mineralmineral lain seperti kalsium, magnesium, besi, seng dan membentuk protein komplek sehingga mengurangi kecernaan protein (Hughes dan Soares, 1998; Papatryphon dan Soares, 2001; Francis et al., 2001; Cheng dan Hardy 2002; Baruah et al., 2004; Li et al., 2004; Nwanna et al., 2005). Gossypol merupakan

16 nama umum dari polyphenol yang terdapat dalam jaringan tanaman yang bergenus Gossypium dan pada beberapa famili Malvaceae seperti pada tanaman kapas dan kapuk. Asam-asam phenolic yang terdapat dalam gossypol dapat membentuk senyawa komplek dengan protein serta menghambat kerja enzim proteolitik seperti trypsin dan pepsin (Morgan, 1989; Cai et al. 2004). Gossypol terdapat dalam bentuk terikat maupun bebas. Gossypol bebas sangat toksik dan dapat terakumulasi dalam hati, jantung, alat reproduksi, abomasum dan ginjal (Morgan, 1989). Gossypol menjadi tidak toksik apabila dicampur dengan ferro sulfate (FeSO 4.7H 2 ), dimana ferro sulfate berfungsi untuk menghambat efek toksik dari gossypol bebas (Hertrampf dan Felicitas, 2000). Untuk mencegah terjadinya beberapa kekurangan kandungan nutrien dari salah satu sumber protein nabati, dilakukan penambahan asam amino ke dalam pakan dan kombinasi penggunaan bahan nabati yang berbeda untuk memenuhi keseimbangan nutriennya (Nwanna et al., 2005). Penelitian yang telah dilakukan oleh Akiyama et al. (1995), memperlihatkan bahwa kombinasi tepung gandum dan tepung bungkil kedelai pada perbandingan 30:30 dapat memaksimalkan performa (keragaan) benih gelondongan rainbow trout pada level yang sama dengan kontrol yang menggunakan sumber protein tepung ikan yang tinggi. Penggunaan tepung biji kapas diatas 15% dapat menggantikan tepung bungkil kedelai sedangkan penggunaan diatas 30% dengan penambahan lysin dapat digunakan sebagai pakan ikan channel catfish (Robinson dan Li, 1994). Salah satu cara yang digunakan untuk membebaskan fosfor dalam bentuk fitat yaitu dengan menggunakan enzim fitase. Fitase secara kimia dikenal dengan nama myo-inositol-hexaphosphate phosphohydrolase yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau terdapat juga pada beberapa bahan tanaman. Selain mampu membebaskan fosfor, fitase mampu melepaskan mineral-mineral lain yang terikat pada bahan nabati yang sekaligus mereduksi polusi fosfor ke lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Yan et al. (2002) menunjukkan bahwa pemberian fitase dalam pakan dapat meningkatkan kecernaan protein dan pertumbuhan ikan. Sugiura et al. (2001) menjelaskan bahwa pada pakan yang rendah kadar abu, absorbsi semu P oleh ikan rainbow trout meningkat seiring dengan penambahan kadar fitase ke dalam pakan, sedangkan yang dilakukan oleh

17 Nwanna (2004) menghasilkan pertumbuhan yang tinggi secara nyata pada ikan tilapia apabila pakan diberi fitase sebesar 800 unit per kilogram pakan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi protein nabati dengan dan tanpa penambahan enzim fitase dalam pakan ikan Lele Dumbo (Clarias sp).

18 TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan protein ikan lele (Clarias sp) Kebutuhan protein ikan lele berkisar antara 25-40%, lemak 9,5-10%, karbohidrat 15-30%, vitamin 0,25-0,40% dan mineral 1,0%,masing-masing untuk semua ukuran (Sahwan, 1999), dengan energi 2000 kal/g sampai 3000 kal/g. Suhenda (1988) menyatakan bahwa protein 40% dan energi 3000 kal/g dapat digunakan untuk budidaya intensif ikan lele dengan bobot 1,5 gram.. Setiap spesies ikan membutuhkan kadar protein yang berbeda untuk pertumbuhannya dan dipengaruhi oleh umur/ukuran ikan, namun pada umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 35 50% dalam pakannya (Hepher, 1990). Secara umum kadar protein yang paling baik untuk ikan lele (Clarias batrachus Linn) dengan bobot 1 gram sekitar 40% dengan menggunakan kasein dan gelatin sebagai sumber protein dengan kandungan protein pakan sekitar 3000 kkal/kg pakan (Nursyam, 1991). Menurut Hasan (2000) bahwa kebutuhan protein kasar Clarias batrachus sekitar 30% sedangkan Clarias gariepinus sekitar 40% dengan energi total 18,6 kj/g dan rasio energi protein 21,5 mg/kj. Bahan baku pakan Sumber protein dalam pakan berasal dari bahan murni, semi murni dan sumber alami. Budidaya pembesaran pada umumnya menggunakan sumber alami baik hewani maupun nabati sebagai sumber proteinnya, sedangkan pakan larva sering digunakan kombinasi bahan murni, semi murni dan alami sebagai pakan praktis. Beberapa sumber protein pakan yang dapat digunakan dari setiap sumber protein mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing (Tabel 1). 1. Tepung ikan (fish meal/fm) Tepung ikan merupakan bahan pakan yang memiliki kualitas protein tinggi. Komposisi kimia terutama kandungan proteinnya sangat bervariasi dan tergantung pada spesies ikan yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan, musim dan kondisi dimana ikan tersebut ditangkap. Selain itu, tepung ikan merupakan sumber asam amino essensial terbaik (Hertrampf dan Felicitas, 2000).

19 Selanjutnya Lovell (1989) mengungkapkan bahwa tepung ikan mengandung 60-80% protein yang hampir 80-95% dapat dicerna oleh ikan serta memiliki nilai lisin dan methionin yang tinggi yaitu dua asam amino yang jumlahnya sedikit pada bahan-bahan pakan yang berasal dari tumbuhan. Kandungan enegi tepung ikan tergantung pada kandungan protein dan lemaknya. Kecernaan energi tepung ikan pada hewan akuatik dan hewan darat tidak terlalu berbeda. Pada ikan channel catfish, kecernaan energi tepung ikan sekitar 3,906 kcal/kg (Hertrampf dan Felicitas, 2000). Tabel 1. Daya cerna dan faktor-faktor pembatas berbagai jenis bahan nabati (Hertrampf dan Felicitas, 2000) Bahan penyusun Tepung ikan Tepung biji kapuk dan tepung biji kapas Tepung bungkil kedelai Tepung daging dan tulang Kelebihan Dapat dicerna 80 95% Lisin dan methionin yang tinggi Dapat dicerna oleh ikan lele 71,2 90,6% Sumber fosfor (P) Profil AA terbaik dibanding semua tepung tumbuhan Arginin dan phenilalanin jumlahnya banyak Sumber vitamin B Kandungan mineral tinggi Kekurangan Kontinuitas dan ketersediannya semakin menurun Anti nutrisi : Gossypol, Cycloproprenoid acid, phytic acid, antivitamin. Lisin & methionin rendah Penggunaan dalam pakan 5 15% Metionin dan sistein kurang Anti nutrisi: Protease inhibitor, phytic acid, saponin, antivitamin AA pembatas isoleusin, methionin dan sistein Kandungan vitamin rendah Kandungan abu tinggi Penggunaan dalam pakan 10% - 15% 2. Tepung biji kapuk (kapook seed meal/ksm) Kapuk atau randu merupakan tanaman dari famili Bombacaceae. Biji kapuk saat ini banyak diolah menjadi sejenis minyak goreng nonkolesterol dan

20 minyak campuran sebagai bahan baku pembuatan sabun sedangkan bungkil kapuk digunakan sebagai bahan pembuat pupuk. Selain itu, biji dan bungkil biji kapuk dapat digunakan sebagai bahan campuran pakan ternak. Tepung biji kapuk dan tepung biji kapas memiliki kandungan anti nutrisi yaitu gossypol, cycloproprenoid acid (malvalic dan sterculic acids), phytic acid, phytoestrogen dan antivitamin (Hertrampf dan Felicitas (2000); Francis et al. (2001)). Kandungan protein kasar dari tepung biji kapuk dan kapas termasuk tinggi sedangkan serat kasarnya merupakan faktor pembatas penggunaannya dalam pakan. Untuk tingkat kecernaan energinya lebih rendah karena tingginya kandungan serat dalam bahan. Kandungan lemak yang terkandung dalam bahan tersebut sangat baik dicerna dibandingkan kecernaan karbohidratnya. Pada hewan ruminansia kecernaan tepung biji kapuk dan kapas sekitas 61%, untuk ikan lele kecernaan nyata berkisar antara 71,2 90,6% sedangkan kecernaan semu pada ikan common carp antara 46,5 87,3%. Tepung ini memiliki kandungan asam amino lisin yang rendah, hal ini disebabkan proses pelarutan ekstraksi minyak dan adanya gossypol yang mengikat lisin. 3. Tepung bungkil kedelai (soybean meal/sbm) Kedelai merupakan bahan baku yang sangat baik mutu proteinnya bila dibandingkan dengan tanaman kacang-kacangan lainnya. Tepung bungkil kedelai merupakan hasil sampingan (by-product) dari kacang kedelai setelah minyak kedelainya diambil. Tepung bungkil kedelai banyak digunakan sebagai salah satu sumber protein yang dapat menggantikan seluruh atau sebagian tepung ikan dalam pembuatan pakan. Selain kandungan proteinnya yang tinggi, juga ketersediaannya yang masih melimpah (Hertrampf dan Felicitas, 2000). Kualitas protein tepung bungkil kedelai mempunyai profil asam amino yang terbaik dibanding semua tepung tumbuhan. Menurut Andayani (1981), kualitas protein kedelai hampir mendekati kualitas protein hewani. Hertrampf dan Felicita (2000) mengungkapkan bahwa asam amino pembatas pada tepung bungkil kedelai adalah metionin dan sistein, sedangkan arginin dan phenilalanin mempunyai jumlah yang cukup. Selain itu tepung bungkil kedelai merupakan sumber vitamin B.

21 Francis et al. (2001) menyatakan bahwa tepung bungkil kedelai memiliki kandungan anti nutrisi yaitu protease inhibitors, lektin, phytic acid, saponin, phytoestrogen, antivitamin dan allergens. Anti nutrisi ini dapat mempengaruhi penggunaan dan pencernaan protein, penggunaan mineral, antivitamin dan bersifat racun. Selanjutnya Lovell (1989) menyatakan bahwa tepung kedelai mengandung beberapa faktor anti nutrien yaitu zat yang dapat menghambat bekerjanya enzim tripsin, tetapi dengan pemanasan pada suhu 105 o C selama menit, zat tersebut dapat rusak dan dihilangkan. Menurut Shimeno et al. (1992) bahwa pemakaian tepung kedelai yang telah dipanaskan akan memperbaiki tingkat pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan rainbow trout. Tingkat kecernaan energi tepung bungkil kedelai pada ikan umumnya berkisar antara 2,572 3,340 kkal/kg. Tingkat kecernaan semua protein kasar tepung bungkil kedelai lebih baik pada udang yaitu 91,1% dibanding dengan tingkat kecernaan semua ikan (84,9%), namun demikian residu lemak dari tepung bungkil kedelai dapat dicerna lebih baik oleh ikan (88,6%) dibanding udang (78,6%) (Hertrampf dan Felicitas, 2000). 4. Tepung daging dan tulang (meat and bone meal/mbm) Tepung daging dan tulang merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki komposisi kimia yang sangat bervariasi, tergantung pada kualitas bahan bakunya. Kandungan protein pada tepung daging dan tulang berkisar 41,5% 71,4%. Isoleusin dan metionin + sistein merupakan asam amino pembatas pada tepung daging dan tulang jika dibandingkan dengan komposisi asam amino pada protein telur (Hertrampf dan Felicitas, 2000). Kecernaan energi tepung daging dan tulang secara umum pada ikan sebesar 3000 kkal/kg. Dibandingkan dengan tepung daging (meat meal), kecernaan tepung daging dan tulang lebih rendah. Seperti yang dikemukakan oleh Wohlbier dan Tran (1977) dalam Hertrampf dan Felicitas (2000) bahwa kemampuan pepsin untuk mencerna tepung daging dan tulang sebesar 89%. Pada ikan salmon tingkat kecernaan protein kasar tepung daging dan tulang sebesar 71,2%, sedangkan pada channel catfish 75% (Hepher, 1990). Tacon et al., (1984) dalam Hertrampf dan Felicitas (2000) menyatakan bahwa

22 tepung daging dan tulang dapat menggantikan 25% tepung ikan pada pakan benih ikan nila tilapia (Oreochromis niloticus) tanpa menimbulkan efek negatif terhadap pertumbuhannya. Sedangkan pada benih tilapia (Oreochromis mossambicus) penggantian sebagian tepung ikan dengan tepung daging dan tulang memperlihatkan pertumbuhan yang sama dengan ikan yang diberi pakan dengan menggunakan 100% tepung ikan (kontrol), tetapi jika dilakukan penggantian total tepung ikan dengan menggunakan tepung daging dan tulang memberikan pertumbuhan yang buruk (Davies et al., 1989 dalam Hertrampf dan Felicitas, 2000). Penggunaan tepung daging dan tulang dalam pakan berkisar antara 10%-15%. Zat anti nutrien 1. Asam fitat Asam fitat adalah nama umum mio-inositol heksakisfosfat (C 6 H 18 O 24 P 6 ) (Gambar 1) yang merupakan bentuk penyimpanan fosfor dalam tanaman dan akan dilepaskan oleh enzim fitase tanaman pada saat germinasi atau perkecambahan (Francis et al., 2001; Baruah et al., 2004). OPO 3-2 OPO 3-2 H 3 OPO 3-2 OPO 3-2 H 3 H 3 H 3 H 3 H 3 OPO 3-2 OPO 3-2 Gambar 1. Mio-inositol heksakisfosfat (asam fitat) (Linder, 1992) Fitat pada umumnya terdapat dalam biji tanaman tetapi ditemukan pula pada buah dan sayur-sayuran dan jarang pada daun dengan kandungan fosfor total mencapai % (ESC, 2001; Baruah et al., 2004). Kandungan fosfor dan fosfat-fitat pada beberapa bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 2 (Oderkirk, 2001; ESC, 2001).

23 Tabel 2. Kandungan fosfor dan fosfor-fitat (P-fitat) pada beberapa bahan pangan Bahan pangan Total fosfat (%) Fitat fosfat (% dari total) Tepung kedelai 0,61 (0,65) 67 (50) Jagung 0,26 (0,33) 66 (72) Gandum 0,30 (0,35) 67 (77) Barley 0,35 (0,42) 56 (64) Beberapa sifat yang terdapat pada asam fitat sehingga dikelompokkan kedalam golongan anti nutrisi yaitu 1) bergabung dengan mineral kation (potasium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca), seng (Zn), besi (Fe), tembaga (Cu)) yang membentuk kompleks mineral-asam fitat sehingga menjadikan bahanbahan tersebut tidak tersedia bagi manusia dan hewan, 2) berikatan dengan protein (asam amino), vitamin, polisakarida dan menghambat aktivitas enzim-enzim pencernaan sehingga nutrien tidak tersedia bagi ikan (Han dan Wilfred, 1988; Nwanna et al., 2005; ESC, 2001). Asam fitat yang tidak tercerna dan terbuang ke dalam perairan melalui feses ikan atau ternak lainnya dapat menjadi sumber nutrien bagi mikroba sehingga menyebabkan penumpukan fosfor yang berakibat pencemaran lingkungan. Penumpukan fosfor di perairan dapat mempercepat pertumbuhan tanaman alga dan tumbuhan lainnya sehingga menyebabkan perairan tercemar (Rodecap, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sajjadi dan Carter (2004) dan Denstadli et al. (2006) dengan melihat pengaruh negatif fitat dalam pakan ikan Atlantic salmon (Salmo salar L.) dimana fitat mampu mereduksi kecernaan protein serta dapat menurunkan pertumbuhan ikan tersebut. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Andrews et al. (1973) dan Lovell (1978) dalam Hughes dan Soares (1998) pada ikan channel catfish (Ictalurus punctatus) menyatakan bahwa terjadi penurunan pertumbuhan ikan channel catfish (Ictalurus punctatus) yang pakannya mengandung 4 g fitat per kg pakan dan pakan yang mengandung 600 g bungkil kedelai, jagung dan gandum giling per kilogram pakan, fosfor yang diserap sebesar 54%, 25% dan 28%. Fitase merupakan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan pada beberapa bahan tanaman dan secara kimia dikenal dengan Myo-inositol-

24 hexaphosphate phosphohydrolase. Enzim ini tidak dapat dihasilkan oleh hewanhewan monogastrik. Satu unit fitase (FTU) didefinisikan sebagai jumlah enzim yang membebaskan satu mikromol (μm) fosfor anorganik per menit dari 0,0015 mol/l sodium fitat pada ph 5,5 dan suhu 37 o C (Baruah et al., 2004). Reddy et al. (2000) mengemukakan bahwa terdapat 2 jenis enzim fitase yaitu 1) E.C (3-fitase) yang mengkatalisis reaksi mio-inositol 1,2,3,4,5,6 heksakisfosfat + H 2 O menjadi mio-inositol 1,2,3,4,5 pentakisfosfat + orthofosfat, dimana enzim ini banyak dihasilkan oleh mikroba dan 2) E.C (6-fitase) yang mengkatalisis reaksi mio-inositol 1,2,3,4,5,6 heksakisfosfat + H 2 O menjadi mio-inositol 1,2,3,4,5 pentakisfosfat + orthofosfat dan enzim ini terutama dihasilkan dalam biji tumbuhan tingkat tinggi. Perbedaan dari kedua jenis ini yaitu tempat hidrolisis pertama molekul fitat. Pada mikroba 3-fitase pertama memotong asam fitat pada posisi 3 dan pada tumbuhan tingkat tinggi 6-fitase pertama memotong asam fitat pada posisi 6. Menurut Simon et al., (1990) aktivitas mikrobial fitase (fitase yang dihasilkan oleh mikroba) terjadi pada ph 5,0 5,5 dan ph 2,5 dan dikomersilkan dalam bentuk tepung kering atau cair. Fitase lain dihasilkan dari kapang/jamur (Aspergillus niger) dan dikomersilkan dengan nama Natupos. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Cain dan Garling (1995); Rodehutscord dan Pfeffer (1995); Li dan Robinson (1997); Sajjadi dan Carter (2004); Nwanna et al. (2005) dengan spesies ikan yang berbeda yang mengaplikasikan fitase ke dalam pakan dan berkesimpulan bahwa fitase mampu membebaskan P fitat sehingga P tersedia dan berguna untuk pertumbuhan ikan, selain itu fitase mempunyai kemampuan untuk meningkatkan penggunaan P fitat oleh ikan serta mampu melepaskan mineral-mineral lain yang terikat pada bahan nabati sehingga mengurangi polusi fosfor lingkungan. 2. Gossypol Gossypol merupakan salah satu anti nutrien yang terkandung dalam pigmen jaringan tanaman yang bergenus Gossypium, famili Malvaceae yaitu pada bagian akar, batang, daun dan biji. Gossypol merupakan subtansi senyawa phenol berwarna kuning, mempunyai struktur kimia siklik yang berikatan dengan OH,

25 mempunyai rumus molekul C 30 H 30 O 8 dengan bobot molekul 518,54 (1,1 6,6 7- hexahidroxy -5 5 diidoprophyl -3 3 dimethyl [2, 2 -binapthalene] -8, 8 - dicarboxyaldehyde) (Gambar 2). Gambar 2. Struktur gossypol (polyphenol) (Cai et al., 2004) Gossypol dapat larut dalam pelarut organik, seperti metanol, aceton, ether, chloroform. Gossypol mempunyai tiga bentuk tautomer yaitu aldehyde (struktur dasar), hemiacetal dan enolic quinoid. Selain itu, gossypol memiliki 15 pigmen dan turunannya yang diekstrak dari biji kapuk, minyak biji kapuk dan bungkil biji kapuk, tetapi hanya 8 pigmen yang dapat diisolasi, yaitu gossypol (kuning), diaminogossypol (kuning), 6-methoxygossypol (kuning), 6,6 - dimethoxygossypol (kuning), gossypurpurin (ungu), gossyfulvin (orange), gossycaerullin (biru), dan gossyverdurin (hijau) (Cheeke, 1989). Gossypol terdapat dalam bentuk terikat maupun bebas. Gossypol bebas dapat bereaksi dengan asam amino lisin, sistin, dan arginin dalam bentuk rantai yang tidak larut, menghambat kerja enzim proteolitik seperti tripsin dan pepsin dan membentuk mineral komplek yang tidak dapat dimanfaatkan oleh ikan. Gossypol bebas sangat toksik dan dapat terakumulasi dalam hati, jantung, alat reproduksi, abomasum dan ginjal (Morgan, 1989). Konsentrasi gossypol bebas dalam tepung biji kapas berkisar antara 0,04% - 0,40%. Pakan yang mengandung gossypol menyebabkan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan dan terjadinya abnormalitas intestinal dan organ-organ internal (Francis et al., 2001). Konsentrasi gossypol yang dapat ditoleransi oleh hewan akuatik belum dapat ditentukan, sedangkan pada hewan darat seperti ayam petelur sekitar 50 ppm, broiler sekitar 200 ppm dan babi sekitar 100 ppm (Hertrampf dan Felicitas, 2000).

26 Penggunaan tepung biji kapas dalam pakan ikan setiap spesies berbeda. Pada catfish, salmon dan tilapia dengan menambahkan tepung biji kapas (cottonseed meal) sebanyak 10% dan 30% dalam pakan (mengandung 40% protein) memperlihatkan tidak terjadi penurunan pertumbuhan. Robinson dan Li (1994) pada ikan Channel catfish yang dipelihara dalam kolam dengan menambahkan tepung biji kapas (cottonseed meal) sebanyak 51,25% dan lysin 0,65% dalam pakan memperlihatkan bahwa pertumbuhan dan komposisi kimia dalam dagingnya tidak berbeda dengan ikan yang diberi pakan tepung bungkil kedelai sebanyak 42%. Gossypol menjadi tidak toksik apabila dicampur dengan ferro sulfate (FeSO 4.7H 2 ), dimana ferro sulfate akan menghambat efek toksik (Hertrampf dan Felicitas, 2000). Gossypol akan mengalami biotransformasi yaitu proses yang mengubah senyawa asal menjadi senyawa metabolit, kemudian membentuk konjugat agar lebih mudah diserap. Gossypol tidak berikatan lagi dengan OH - melainkan berikatan dengan SO4 yang dinamakan konjugat sulfat. Jadi gossypol dapat larut dengan mudah dalam lemak. Dan OH - tidak dalam bentuk radikal bebas (racun) karena telah diikat oleh Fe menjadi suatu senyawa tidak beracun (Cheeke, 1989).

27 BAHAN DAN METODA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Basah Nutrisi Ikan, analisa proksimat dilakukan di Laboratorium Kimia Nutrisi Ikan, analisa kualitas air di Laboratorium Lingkungan, Dept. BDP, FPIK. Analisa fosfor di Lab. Nutrisi Ternak,. FAPET, IPB. Pelaksanaan penelitian pada bulan Mei-Agustus Pakan Pakan yang digunakan dalam percobaan ini berbentuk pellet dengan kadar protein dan energi yang sama. Komposisi bahan dan analisa proksimat disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi bahan dan analisa proksimat pakan pada setiap perlakuan Bahan Pakan (%) Perlakuan/pakan A1 A1+enzim B1KSM 1) B1KSM+enzim T.bj kapuk 0,00 0,00 25,00 25,00 T.bungkil kedelai 37,71 37,71 37,06 37,06 T.dg dan tulang 11,77 11,77 4,18 4,18 Tepung terigu 30,40 30,38 15,69 15,67 Minyak ikan 1,82 1,82 1,80 1,80 Crude palm oil 2,81 2,81 1,05 1,05 Enzim fitase 2) 0,00 0,02 0,00 0,02 Bahan lain 3) 15,49 15,49 15,22 15,22 Komposisi proksimat (% bobot kering) Protein 31,79 31,65 31,85 31,82 Lemak 5,39 5,54 4,80 4,74 Karbohidrat 55,12 54,80 54,01 54,14 Abu 7,71 8,01 9,35 9,30 Total fosfor 0,75 0,81 0,84 0,95 Fosfor terlarut 0,40 0,39 0,42 0,45 Fosfor terlarut/total P 53,10 48,04 49,90 47,40 GE (Kkal/kg Pakan) 4355, , , ,21 C/P (Kkal GE/g protein) 13,70 13,78 12,76 12,84 Keterangan : 1) KSM : T. biji kapuk (kapook seed meal) 2) Enzim fitase Natuphos (5000 FTU) 3) Untuk semua perlakuan penambahan: T.Ikan 5 %, T.Tapioka 3 %, Anti oksidan 0,05 %, Vitamin mix 1,5 % (dalam mg/kg pakan : vit.b 1 60; vit.b 2 100; vit.b ; vit.c 2000; vit.k 3 50; vit.a/d 3 400; vit.e 200; Ca pantotenat 100; inositol 2000; biotin 300; asam folat 15; niasin 400) dan Mineral mix 3 % (dalam mg/kg pakan : MgSO 4.7H 2 O 7,5; NaCl 0,5; NaH 2 PO 4.2H 2 O 12,5; KH 2 PO 4 16,0; CaHPO 4.2H 2 O 6,53; Fe sitrat 1,25; ZnSO 4.7H 2 O 0,1765; MnSO 4.4H 2 O 0,081; CuSO 4.5H 2 O 0,0155; KIO 3 0,0015; CoSO 4 0,0003), dll

28 Sumber protein pakan berasal dari tepung ikan (FM), tepung bungkil kedelai (SBM), tepung biji kapuk (KSM) dan tepung daging dan tulang (MBM). Sumber karbohidrat berasal dari tepung terigu, sedangkan sumber lemak berasal dari minyak ikan dan minyak kelapa sawit (CPO). Bahan lain yang ditambahkan adalah anti oksidan, vitamin mix, mineral mix dan enzim fitase. Enzim fitase yang digunakan adalah enzim fitase merek Natupos (5000 FTU). Jumlah enzim fitase yang ditambahkan pada perlakuan A1+enzim sebesar 53 mg/100 g bahan nabati (bungkil kedelai) setara dengan 265 unit enzim fitase dan perlakuan B1KSM+enzim 32 mg/100 g bahan nabati (bungkil kedelai dan biji kapuk) setara dengan 160 unit enzim fitase. Kandungan gossypol bebas dalam tepung biji kapuk (25%) sekitar 0,01%. Proses pembuatan pakan sebagai berikut yaitu bahan-bahan yang jumlahnya sedikit diaduk sampai merata kemudian dimasukkan bahan yang jumlahnya banyak lalu diaduk lagi sampai tercampur merata. Enzim fitase dilarutkan dalam 50 ml air dengan suhu 27 o C lalu dicampur ke dalam bahan pakan sampai rata. Air sebanyak 250 ml ditambahkan ke dalam campuran bahan yang sudah ditambahkan enzim fitase sampai membentuk adonan lalu dicetak menjadi pellet dan diinkubasi dalam oven pada suhu 37 o C selama 6 jam. Setelah inkubasi selama 6 jam, pellet diangkat dan diletakkan pada ruang terbuka selama 6 jam kemudian disimpan dalam freezer. Pemeliharaan ikan dan pengumpulan data Ikan uji yang digunakan adalah ikan lele dumbo (Clarias sp) dengan bobot rata-rata 27 ± 0,5 gram, berasal dari petani ikan di Desa Babakan, Parung, Bogor. Pemeliharaan ikan dilakukan pada sistem resirkulasi dengan menggunakan akuarium yang berukuran 50 x 40 x 35 cm dan diisi air dengan ketinggian 30 cm. Sebelum perlakuan di mulai, ikan diadaptasikan terlebih dahulu terhadap lingkungan dan pakan. Perlakuan dilakukan selama 60 hari. Pemberian pakan 3 kali sehari pada pukul 06.00, dan WIB sampai kenyang (at satiation). Selama penelitian suhu air o C, DO 4,3-5 mg/l, ph antara 5,7-6. Kisaran hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh masih dalam batas toleransi yang dapat mendukung pertumbuhan ikan lele dumbo (Clarias sp).

29 Data bobot tubuh ikan diperoleh dari hasil penimbangan masing-masing di awal dan akhir perlakuan. Bobot tubuh yang diukur merupakan bobot biomassa yang kemudian dirata-ratakan untuk mengetahui berat setiap ekor ikan (berat individu). Penimbangan dilakukan setelah ikan dipuasakan selama 24 jam. Untuk mengurangi stress pada ikan, sebelum penimbangan dilakukan pembiusan dengan menggunakan 2-phenoxy ethanol sebanyak 0,5 ml/l air. Pengukuran bobot ikan bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan harian selama perlakuan berlangsung yang dihitung dengan menggunakan rumus Huisman (1976): Wt ) t = Wo( α ; dengan α adalah laju pertumbuhan harian (%), Wo merupakan bobot ikan pada awal penelitian (g), Wt adalah bobot ikan pada akhir penelitian (g) dan t adalah waktu pemeliharaan (hari). Konsumsi pakan harian ditentukan dengan menghitung jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan, bertujuan untuk menentukan nilai efisiensi pakan. Nilai efisiensi pakan dihitung berdasarkan hasil bagi antara bobot ikan (awal dan akhir) dengan bobot total pakan yang dikonsumsi (EP = ((Wt + D Wo)/ F )x 100 dengan EP adalah efisiensi pakan (%), Wt merupakan bobot ikan akhir penelitian, D merupakan bobot total ikan yang mati (g) dan F adalah jumlah total pakan yang dikonsumsi (g) (NRC, 1993). Pengambilan sampel untuk analisa proksimat tubuh dilakukan pada awal dan akhir perlakuan setelah ikan dipuasakan selama 24 jam. Jumlah ikan uji yang digunakan sebanyak 2 ekor setiap ulangan. Untuk analisa fosfor tulang, ikan uji yang digunakan sebanyak 2 ekor. Pengambilan tulang ikan dilakukan dengan cara merendam tubuh ikan ke dalam air panas selama 5 menit, setelah itu daging ikan dilepaskan dari tulangnya kemudian tulang tersebut dibersihkan dengan air lalu dikeringkan. Setelah itu direndam dengan alkohol 70% selama 24 jam kemudian di analisa. Analisis kimia Analisis proksimat tubuh dan hati dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Data yang diperoleh dari analisa proksimat tubuh untuk mengetahui tingkat retensi protein dan lemak tubuh Sedangkan analisa proksimat hati bertujuan untuk mengetahui kadar protein dan lemak di hati. Analisa proksimat feses dilakukan untuk menghitung kecernaan protein dan kecernaan pakan.

30 Analisa proksimat yang dilakukan terdiri dari protein, lemak, serat kasar, abu, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan kadar air. Analisa proksimat protein kasar dengan metode Kjeldhal, lemak dengan metode ekstraksi dengan menggunakan alat Soxhlet, abu dengan menggunakan pemanasan dalam tanur pada suhu 400 sampai 600 o C, serat kasar menggunakan metode pelarutan dengan asam dan basa kuat serta pemanasan dan untuk kadar air menggunakan metode pemanasan dalam oven pada suhu o C. Analisa lemak hati dengan menggunakan metode Folch et al. (Takeuchi 1988) (Lampiran 1,2,3,4 dan 5) Analisis fosfor tulang dilakukan pada akhir penelitian, bertujuan untuk mengetahui berapa besar penyimpanan fosfor pada tulang terutama pada perlakuan yang ditambahkan enzim fitase. Analisis fosfor dari feses dilakukan pada akhir penelitian, bertujuan untuk mengetahui kecernaan fosfor. Pakan dan feses diabukan terlebih dahulu kemudian kadar fosfor dari abu di analisis dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. (Lampiran 6). Uji kecernaan pakan Pakan yang digunakan sama dengan pakan perlakuan tetapi ditambah Cr 2 O 3 sebanyak 0,6%. Uji kecernaan pakan dilakukan pada akhir penelitian selama 6 minggu. Pengumpulan feses dimulai 4 hari setelah pemberian pakan yang mengandung Cr 2 O 3. Setelah ikan diberi pakan sampai kenyang kemudian dilakukan pembersihan wadah. Pengumpulan feses dimulai 2 3 jam setelah pemberian pakan dengan cara penyiponan. Pengumpulan feses dilakukan selama 38 hari. Histologi hati Histologi hati dilakukan untuk mengetahui kondisi hati ikan terutama kandungan lemak dan perbedaan keadaan hepatosit pada setiap perlakuan. Histologi ini dilakukan pada akhir perlakuan. Hati yang diperoleh melalui pembedahan langsung dimasukkan dalam larutan Bouin. Pembuatan preparat histologi hati dengan metode pawarnaan hematoksilin-eosin (Lampiran 7). Pengukuran total ammonia nitrogen (TAN) Pengukuran TAN dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm. Ikan uji setiap perlakuan terlebih

31 dahulu dipuasakan selama 24 jam, sedangkan air yang digunakan diaerasi selama 24 jam. Jumlah ikan uji setiap ulangan sebanyak 4 ekor dengan 2 ulangan. Pengambilan sampel air dilakukan setelah ikan diberi pakan sampai kenyang (jam ke 0) kemudian pengambilan sampel berikutnya dilakukan setiap jam selama 5 jam berturut-turut. Selama pengukuran berlangsung, bagian atas akuarium ditutup dengan menggunakan sterofoam dan aerasi dihentikan. Koreksi konsentrasi ammonia dalam air selama pengukuran dengan menggunakan akuarium yang diisi air tanpa ikan sebagai kontrol. Pengukuran kadar TAN dalam air menggunakan metode Phenat (APHA et al. 1975) dan nilai absorbansinya dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Analisis statistik Desain dari penelitian ini merupakan model eksperimental laboratoris, dengan menggunakan rancangan faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu faktor pertama (A) yang terdiri dari dua perlakuan (penggunaan bahan nabati yang berbeda (SBM dan SBM+KSM) dan faktor kedua (B) yang terdiri dari dua perlakuan (dengan dan tanpa penambahan enzim fitase). Data laju pertumbuhan harian, retensi protein, retensi lemak, efisiensi pakan, komposisi proksimat tubuh dan hati, konsumsi pakan, fosfor tulang, kecernaan protein pakan dan kecernaan pakan dianalisis keragamannya dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan pada selang kepercayaan 90 %. Sedangkan histologi hati dianalisis secara deskriptif.

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perubahan bobot rata-rata individu ikan lele dumbo selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 dan Lampiran 10. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa terjadi pertumbuhan pada ikan Lele Dumbo (Clarias sp) selama pemeliharaan 60 hari. Bobot rata-rata individu ,81 86,64 89,48 65,47 27,12 26,96 27,32 26,96 A1 A1+enzim B1KSM B1KSM+enzim Perlakuan Awal Akhir Gambar 3. Bobot rata-rata individu ikan lele dumbo (Clarias sp) selama penelitian Nilai pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan enzim fitase 0,2 g/kg pakan (A1+enzim dan B1KSM+enzim) mampu meningkatkan kecernaan fosfor dan kecernaan pakan dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan enzim fitase (A1 dan B1KSM). Sedangkan nilai kecernaan protein pakan sedikit meningkat pada perlakuan penambahan enzim fitase (A1+enzim dan B1KSM+enzim) dibandingkan perlakuan tanpa penambahan enzim fitase (A1 dan B1KSM). Nilai kecernaan fosfor (P) yang tinggi pada perlakuan penambahan enzim fitase (A1+enzim dan B1KSM+enzim) mampu mengurangi limbah fosfor yang terbuang lewat feses tetapi tidak terlihat adanya kenaikan retensi fosfor dalam tulang. Data lengkap kecernaan P, P tulang, kecernaan protein pakan dan TAN dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, 13 dan 14.

33 Tabel 4. Nilai kecernaan fosfor dan protein serta limbah P selama penelitian Komponen Perlakuan/pakan A1 A1+enzim B1KSM B1KSM+enzim Konsumsi P (g) 5,48 5,21 4,48 3,39 Kecernaan P (%) 87,54 90,91 87,75 90,30 P tercerna (g) 4,79 4,73 3,93 3,06 P terbuang (g) *) 0,68 0,47 0,55 0,33 P tulang (%) 5,48 ± 0,86 a 5,31± 0,84 a 4,88 ± 0,29 a 4,76 ± 0,55 a Kecernaan protein pakan (%) 85,40 87,93 83,32 84,89 Kecernaan pakan (%) 66,86 69,95 45,57 55,22 TAN (mg/g tubuh/jam) 0,001±0,00 a 0,001±0,00 a 0,001 ± 0,00 a 0,001±0,00 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,1), KSM: Tepung biji kapuk (kapook seed meal) *) Berdasarkan perhitungan Komposisi proksimat tubuh dan hati ikan lele dapat dilihat pada Tabel 5 dan data lengkap pada Lampiran 15 dan 16. Kadar abu tubuh semua perlakuan baik penambahan enzim fitase (A1+enzim dan B1KSM+enzim) maupun tanpa penambahan enzim fitase (A1 dan B1KSM) mengalami penurunan selama pemeliharaan dibandingkan dengan kadar abu tubuh di awal penelitian. Nilai abu tubuh semua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,1). Tabel 5. Komposisi proksimat tubuh dan hati ikan Lele Dumbo (Clarias sp) Parameter Tubuh : Awal Perlakuan/pakan A1 A1+Enzim B1KSM B1KSM+enzim Abu 18,00 15,34±1,11 a 16,01±1,83 a 16,68±2,78 a 17,67±0,79 a Protein 54,55 51,40±0,88 a 52,17±2,56 a 56,11±1,26 b 63,50±3,05 c Lemak 22,07 25,35±2,09 b 26,14±5,85 b 20,90±2,03 a 15,74±1,69 a Hati : Protein 60,46 52,06±0,89 a 65,30±3,22 c 57,19±3,96 b 61,07±0,85 bc Lemak 36,50 33,78±5,40 a 28,85±5,50 a 29,66±0,72 a 31,86±0,37 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,1), KSM: Tepung biji kapuk (kapook seed meal) Kadar protein tubuh pada perlakuan B1KSM dan B1KSM+enzim mengalami peningkatan dibandingkan kandungan protein tubuh awal penelitian,

34 sedangkan perlakuan A1 dan A1+enzim mengalami penurunan. Nilai protein tubuh tertinggi pada perlakuan B1KSM+enzim (P<0,1). Berdasarkan Gambar 4 dan Lampiran 17 terlihat bahwa terdapat interaksi antara penggunaan bahan nabati yang berbeda (A) dengan dan tanpa penambahan enzim fitase (B) terhadap kadar protein tubuh. Dimana kadar protein tubuh lebih nyata dipengaruhi oleh penggunaan bahan SBM+KSM dengan penambahan fitase. Rata-rata protein tubuh ,17 51,40 SBM 63,50 56,11 SBM+KSM Tanpa enzim Dengan enzim Gambar 4. Kadar protein tubuh pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase. Kadar lemak tubuh pada perlakuan A1 dan A1+enzim mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya bobot tubuh selama pemeliharaan dibandingkan kandungan lemak tubuh awal penelitian, sedangkan perlakuan B1 dan B1KSM+enzim mengalami penurunan (Tabel 5). Gambar 5 memperlihatkan tidak ada interaksi antara penggunaan bahan nabati dengan dan tanpa penambahan enzim fitase. Kadar lemak tubuh yang berbeda lebih dipengaruhi oleh penggunaan bahan nabati yang berbeda (A) (Lampiran 18). Rata-rata lemak tubuh ,36 20,90 Tanpa enzim 26,14 15,74 Dengan enzim SBM SBM+KSM Gambar 5. Kadar lemak tubuh pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase.

35 Kadar protein hati mengalami peningkatan pada perlakuan penambahan enzim fitase (P<0,1) dibandingkan dengan kandungan protein hati di awal perlakuan, sedangkan perlakuan tanpa penambahan enzim fitase mengalami penurunan (P>0,1). Gambar 6 dan Lampiran 19 memperlihatkan bahwa terdapat interaksi/pengaruh antara penggunaan bahan nabati yang berbeda (A) dengan dan tanpa penambahan enzim fitase (B) terhadap kadar protein di hati. Dimana kadar protein hati lebih nyata dipengaruhi oleh penggunaan bahan SBM tanpa penambahan fitase. Rata-rata protein hati ,19 52,06 Tanpa enzim 65,30 61,07 Dengan enzim SBM SBM+KSM Gambar 6. Kadar protein hati pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase. Kadar lemak hati untuk semua perlakuan mengalami penurunan dibandingkan dengan kadar lemak hati di awal perlakuan. Kadar lemak hati untuk semua perlakuan tidak berbeda (P>0,1), Lampiran 20. Nilai berbagai parameter penggunaan pakan yang meliputi retensi protein, retensi lemak, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan dan konsumsi pakan dapat di lihat pada Tabel 6 dan data lengkap pada Lampiran 21, 22, dan 23.

36 Tabel 6. Nilai rata-rata retensi protein (RP), retensi lemak (RL), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP) dan konsumsi pakan yang diperoleh selama penelitian. Parameter Perlakuan/pakan A1 A1+Enzim B1KSM B1KSM+enzim RP (%) 28,43 ± 2,48 a 26,95 ± 2,68 a 33,61 ± 5,10 a 34,16 ± 4,78 b RL (%) 87,81 ± 10,96 b 82,49 ± 21,89 b 82,16 ± 22,94 b 39,45 ± 10,91 a LPH (%) 2,13 ± 0,32 b 1,97 ± 0,23 b 1,97 ± 0,31 b 1,50 ± 0,10 a EP (%) 54,07 ± 3,46 a 58,80 ± 2,96 a 58,80 ± 2,97 a 63,24 ± 4,99 a KP (g) 730,27 ±134,4 b 642,97 ±159,0 b 533,63 ± 162,2 a 356,80 ± 15,3 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,1), KSM: Tepung biji kapuk (kapook seed meal) Berdasarkan nilai pada Tabel 6 terlihat bahwa penambahan fitase 0,2 g/kg pakan menghasilkan nilai retensi protein yang tidak berbeda pada perlakuan A1 dan A1+enzim, sedangkan pada perlakuan B1KSM dan B1KSM+enzim nilai retensi protein tidak terlalu jauh berbeda (P<0,1). Gambar 7 memperlihatkan bahwa tidak ada interaksi antara penggunaan bahan nabati (SBM dan SBM+KSM) dengan dan tanpa penambahan enzim fitase. Adanya perbedaan nilai retensi protein lebih nyata dipengaruhi oleh penggunaan bahan nabati yang berbeda (A) (Lampiran 24). 50 Rata-rata retensi protein ,61 28,43 34,16 26,95 0 Tanpa enzim SBM Dengan enzim SBM+KSM Gambar 7. Retensi protein pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase. Nilai retensi lemak tidak berbeda pada perlakuan A1 dan A1+enzim, sedangkan pada perlakuan B1KSM dan B1KSM+enzim nilai retensi lemak berbeda nyata (P<0,1). Gambar 8 dan Lampiran 25 memperlihatkan bahwa tidak ada interaksi antara penggunaan bahan nabati (SBM dan SBM+KSM) dengan dan

37 tanpa penambahan enzim fitase. Perbedaan nilai retensi lemak dipengaruhi oleh penggunaan bahan SBM+KSM dengan penambahan enzim fitase. Rata-rata retensi lemak ,81 82,16 82,49 39,45 15 Tanpa enzim Dengan enzim SBM SBM+KSM Gambar 8. Retensi lemak pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase. Nilai laju pertumbuhan harian tidak berbeda pada perlakuan A1 dan A1+enzim, sedangkan pada perlakuan B1KSM dan B1KSM+enzim berbeda nyata (P<0,1). Gambar 9 dan Lampiran 26 memperlihatkan bahwa tidak ada interaksi dari laju pertumbuhan harian antara penggunaan bahan nabati (SBM dan SBM+KSM) dengan dan tanpa penambahan enzim fitase. Rata-rata LPH 2,5 1,5 2,13 1,97 1,97 1,5 0,5 Tanpa enzim Dengan enzim SBM SBM+KSM Gambar 9. Laju pertumbuhan harian pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase. Nilai efisiensi pakan pada semua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,1). Sedangkan konsumsi pakan tertinggi pada perlakuan A1 dan A1+enzim dan terendah pada perlakuan B1KSM dan B1KSM+enzim. Gambar 10 memperlihatkan bahwa tidak ada interaksi konsumsi pakan antara penggunaan bahan nabati SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase. Perbedaan konsumsi pakan lebih nyata dipengaruhi oleh penggunaan bahan nabati yang berbeda (A) (Lampiran 27).

38 Rata-rata konsumsi pakan ,27 533,63 Tanpa enzim SBM 642,97 356,80 Dengan enzim SBM+KSM Gambar 10. Konsumsi pakan pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan tanpa penambahan enzim fitase. Histologi hati (Gambar 11) memperlihatkan bahwa kelainan hati terjadi pada perlakuan yang ditambahkan tepung biji kapuk (B1KSM dan B1KSM+enzim) dengan terlihat adanya pigmen granulaseroit yang terdapat diantara sel-sel hati ikan Lele Dumbo (Clarias sp). Awal A1 A1+enzim B1KSM B1KSM+enzim Keterangan : (tanda anak panah) menunjukkan pigmen granulaseroit yang terdapat diantara sel-sel hati. Gambar 11. Histologi hati (kerusakan hati) ikan Lele Dumbo (Clarias sp)

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrien Ikan Lele

TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrien Ikan Lele 5 TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrien Ikan Lele Protein adalah merupakan komponen utama jaringan dan organ dari tubuh hewan dan juga senyawa nitrogen lainnya seperti asam nukleat, enzim, hormon dan vitamin,

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Pakan Uji

3 METODE 3.1 Pakan Uji 19 3 METODE 3.1 Pakan Uji Pakan perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah empat jenis pakan dengan formulasi yang berbeda dan kesemuanya mengandung protein kasar (CP) 35%. Penggunaan sumber lemak

Lebih terperinci

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens 9 3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Nutrisi Ikan, serta di kolam percobaan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa 17 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap 1 adalah uji efektivitas enzim cairan rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Uji Tahap 2 adalah mengevaluasi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap persiapan bahan baku, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan data. 2.1.1. Persiapan Bahan Baku

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat Ikan Uji Persiapan Bahan Baku Biji Karet Komposisi TBBK Tidak Diolah TBBK Diolah

METODOLOGI Waktu dan Tempat Ikan Uji Persiapan Bahan Baku Biji Karet Komposisi TBBK Tidak Diolah TBBK Diolah METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober sampai Desember 2010 yang bertempat di Laboratorium Lapangan dan Teaching Farm Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) ANJELI SULISTIANTI PAISEY

PEMANFAATAN TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) ANJELI SULISTIANTI PAISEY PEMANFAATAN TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) ANJELI SULISTIANTI PAISEY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus Oleh : Noor Fajar Sidiq C14103061 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 21 III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011-Juni 2012. Pemeliharaan ikan dilakukan di Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan bobot rata-rata individu ikan (g) Perubahan bobot rata-rata individu ikan (g) 16 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil penelitian terhadap empat jenis pakan uji dengan kadar protein berbeda

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Sektor perikanan budidaya ikan air tawar di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi. Komoditas budidaya ikan air tawar seperti ikan lele, selain

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA RAFLI IRLAND KAWULUSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Protein Pakan Protein adalah salah satu nutrien yang sangat diperlukan oleh ikan. Protein dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan tubuh

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR TEPUNG BUNGKIL KELAPA SAWIT DALAM PAKAN IKAN LELE (Clarias sp) ZAENAL ABIDIN

PENGARUH KADAR TEPUNG BUNGKIL KELAPA SAWIT DALAM PAKAN IKAN LELE (Clarias sp) ZAENAL ABIDIN PENGARUH KADAR TEPUNG BUNGKIL KELAPA SAWIT DALAM PAKAN IKAN LELE (Clarias sp) ZAENAL ABIDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PENGARUH KADAR TEPUNG BUNGKIL KELAPA SAWIT DALAM PAKAN

Lebih terperinci

PEMBERIAN RANSUM BERBEDA LEVEL PROTEIN DAN LISIN TERHADAP PEMANFAATAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG SKRIPSI TAUFIK NURROHMAN

PEMBERIAN RANSUM BERBEDA LEVEL PROTEIN DAN LISIN TERHADAP PEMANFAATAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG SKRIPSI TAUFIK NURROHMAN PEMBERIAN RANSUM BERBEDA LEVEL PROTEIN DAN LISIN TERHADAP PEMANFAATAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG SKRIPSI TAUFIK NURROHMAN 23010110110037 PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

PENGETAHUAN BAHAN PAKAN. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc

PENGETAHUAN BAHAN PAKAN. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc PENGETAHUAN BAHAN PAKAN Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan pakan : Mempunyai nilai gizi yang tinggi Mudah diperoleh Mudah diolah Mudah dicerna

Lebih terperinci

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus. e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila BEST Ikan nila adalah ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati seperti

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 2 menunjukkan adanya penambahan biomass dari masing-masing ikan uji. Biomass rata-rata awal ikan uji perlakuan A (0 ml/kg) adalah sebesar 46,9 g sedangkan pada

Lebih terperinci

PENAMBAHAN ENZIM FITASE PADA PAKAN BUATAN TERHADAP NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI IKAN BAUNG (Mystus nemurus) DENGAN TEKNIK PEMBEDAHAN

PENAMBAHAN ENZIM FITASE PADA PAKAN BUATAN TERHADAP NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI IKAN BAUNG (Mystus nemurus) DENGAN TEKNIK PEMBEDAHAN PENAMBAHAN ENZIM FITASE PADA PAKAN BUATAN TERHADAP NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI IKAN BAUNG (Mystus nemurus) DENGAN TEKNIK PEMBEDAHAN The Addition of Phytase Enzyme of Artificial Feed on the Digestibility

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

JURNAL. THE EFFECT OF GIVEN SKIN SEED IN GREEN BEANS ON GROWTH RATE OF CATFISH (Clarias sp)

JURNAL. THE EFFECT OF GIVEN SKIN SEED IN GREEN BEANS ON GROWTH RATE OF CATFISH (Clarias sp) JURNAL PENGARUH PEMBERIAN KULIT KECAMBAH KACANG HIJAU PADA PAKAN TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp) THE EFFECT OF GIVEN SKIN SEED IN GREEN BEANS ON GROWTH RATE OF CATFISH (Clarias sp) Oleh:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hubungan antara aktivitas enzim kasar kitinase dengan waktu disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa aktivitas enzim kasar kitinase terbaik dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Kebutuhan Nutrien Ikan Lele

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Kebutuhan Nutrien Ikan Lele TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) merupakan ikan lele asli Indonesia. Budidaya ikan ini biasanya dilakukan di kolam-kolam tergenang hampir diseluruh propinsi di Indonesia. Karena

Lebih terperinci

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

TOKSIKOLOGI PAKAN TERNAK

TOKSIKOLOGI PAKAN TERNAK TOKSIKOLOGI PAKAN TERNAK ASAM FITAT (PHYTIC ACID) CATOOTJIE LUSJE NALLE, Ph.D. POLITANI NEGERI KUPANG ASAM FITAT Apa itu asam fitat? Asam fitat: Bentuk simpanan fosfor dalam biji2xan. Merupakan garam mio-inositol

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Budidj^a Ikan, Fakultas Perikanan dan Iknu Kelautan Umvendtas Riau, dari bulan Juli san^ai dengan Desember 2001. 4.1. Pakan Percobaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Kambing Perah milik Yayasan Pesantren Darul Falah Ciampea dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Kegiatan isolasi dan seleksi bakteri proteolitik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor, kegiatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan: 1. Pakan Buatan dalam Industri Akuakultur: Pengenalan 2. Nutrisi

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

PEMBUATAN PAKAN IKAN BERBAHAN BAKU LOKAL:

PEMBUATAN PAKAN IKAN BERBAHAN BAKU LOKAL: PEMBUATAN PAKAN IKAN BERBAHAN BAKU LOKAL: KEBUTUHAN NUTRISI IKAN BUDIDAYA, PEMILIHAN BAHAN BAKU, DAN FORMULASI PAKAN U S M A N Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

MUNAWWAROH KURNIAWATI K

MUNAWWAROH KURNIAWATI K IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN BIOLOGI (PENAMBAHAN MIKROBIA PENGHASIL FITASE DAN PROTEASE PADA CAMPURAN PAKAN TERNAK AYAM BROILER) SEBAGAI SUMBER BELAJAR MATERI BIOTEKNOLOGI SMA KELAS X SEMESTER II Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu komoditas perikanan yang cukup populer di masyarakat adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil persilangan antara lele asli

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kegiatan pemeliharaan ikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan intensif dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani** PENGARUH PENAMBAHAN KIJING TAIWAN (Anadonta woodiana, Lea) DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang kegiatan usaha budidaya perikanan, sehingga pakan yang tersedia harus memadai dan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr. PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) Ediwarman SEKOLAH PASACASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING : SUPRIANTO NIM : I

KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING : SUPRIANTO NIM : I TUGAS INDIVIDU RANSUM UNGGAS/NON RUMINANSIA KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING NAMA : SUPRIANTO NIM : I111 13 303 KELAS : A GANJIL FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nangka memiliki nama latin artocarpus heteropyllus sedangkan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Nangka memiliki nama latin artocarpus heteropyllus sedangkan dalam TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Nangka (Artocarpus heterophyllus) Nangka memiliki nama latin artocarpus heteropyllus sedangkan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama jackfruit. Dalam dunia botani, nangka

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR SILASE JEROAN IKAN PATlN YANGBERBEDADALAMPAKANTERHADAP PERTUMBUHAN IKAN MAS Cyprinus carpio. Oleh: HERIZON

PENGARUH KADAR SILASE JEROAN IKAN PATlN YANGBERBEDADALAMPAKANTERHADAP PERTUMBUHAN IKAN MAS Cyprinus carpio. Oleh: HERIZON PENGARUH KADAR SILASE JEROAN IKAN PATlN YANGBERBEDADALAMPAKANTERHADAP PERTUMBUHAN IKAN MAS Cyprinus carpio Oleh: HERIZON PROGRAM STUD1 BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kinerja Pertumbuhan Data hasil pengamatan penggunaan pakan uji terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Data kinerja

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT. (Cromileptes altivelis)

UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT. (Cromileptes altivelis) BIOAVAILABILITY Fe-TEPUNG DARAH UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT DAYA TAHAN TUBUH IKAN KERAPU (Cromileptes altivelis) Peneliti: 1. Mia Setiawati, MSi 2. Sri Nuryati, MSi 3. Prof. Ing Mokoginta (tahun ke-3)

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR MUSLIMATUS SAKDIAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Tujuan dan luaran pada penelitian ini dapat dicapai dengan melakukan serangkaian tahapan penelitian selama 3 tahun. Pada tahun pertama telah dilakukan budidaya ikan selais dengan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA. Materi 4 : METODE UNTUK MENENTUKAN AVAILABILITAS ASAM AMINO PADA UNGGAS

PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA. Materi 4 : METODE UNTUK MENENTUKAN AVAILABILITAS ASAM AMINO PADA UNGGAS PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA Materi 4 : METODE UNTUK MENENTUKAN AVAILABILITAS ASAM AMINO PADA UNGGAS Tujuan Untuk mengetahui beberapa metode penentuan availabilitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase grower berumur 4 bulan dengan simpangan baku bobot badan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber pangan yang bergizi. Selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber asam lemak esensial yang menunjang perbaikan kualitas sumberdaya

Lebih terperinci

Pengumpulan daun apu-apu

Pengumpulan daun apu-apu 58 Lampiran 1. Pembuatan Tepung Daun Apu-apu Pengumpulan daun apu-apu Pencucian daun apu-apu menggunakan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada daun Penyortiran, daun dipisahkan dari

Lebih terperinci