LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK DAN RENCANA AKSI PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK DAN RENCANA AKSI PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN 2016"

Transkripsi

1 PENYUSUNAN RENCANA INDUK DAN RENCANA AKSI PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN 2016 PORT KELANG SEREMBAN KUALA LUMPUR GEMAS PORT DICKSON 1 PROVINSI SUMATERA UTARA 2 3 P. Rupat Dumai Pelintung PROVINSI RIAU 4 5 MALAKA Tj. Buton MUAR 6 KLUANG SEDEL KOTA TINGGI BATU PAHAT JOHOR BARU KUKUP PANIPAHAN (Kab. Rokan Hilir) 2 SINABOI (Kab. Rokan Hilir) TANJUNG MEDANG (Kab. Bengkalis) SUNGAI. PAKNING (Kab. Bengkalis) SELAT BARU (Kab. Bengkalis) TELUK BELITUNG (Kab. Kep Meranti) TANJUNG SAMAK (Kab. Kep Meranti) SERAPUNG (Kab. Pelalawan) 11 Kuala Enok GUNTUNG (Kab. Indragiri Hilir) KUALA GAUNG (Kab. Indragiri Hilir) KUALA ENOK (Kab. Indragiri Hilir) Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Riau (LPPM UR) 2016

2 KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah Subhanahuwata ala karena berkat limpahan Rahmat-Nya Laporan Kegiatan Penyusunan Rencana Induk dan Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau Tahun Anggaran 2016 telah dapat diselesaikan. Semoga dokumen ini dapat sebagai bahan rujukan bagi memajukan pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melaksanakan penyusunan dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau, sebagai bagian integral dari dokumen perencanaan nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk Renduk PBWNKP , dengan tujuan tersusunnya Renduk PBWNKP Provinsi Riau sebagai dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan di Provinsi Riau. Dalam menyusun dokumen ini, Badan Pengelola Perbatasan (BPPD) Provinsi Riau melibatkan Tenaga Ahli dari Universitas Riau, yaitu: Dr. Djaimi Bakce, SP, M.Si selaku Ketua Tim Ahli, dengan anggota Ir. Syaiful Hadi, M.Si, Ph.D dan Dr. Ir. Afrizal Tanjung, M.Sc. Atas partisipasi aktif dan kesungguhan Tim Ahli dalam menyelesaikan penyusunan dokumen ini BPPD Provinsi Riau mengucapkan terima kasih. Pekanbaru, November 2016 Kepala BPPD Provinsi Riau H. SYAFRIL TAMUN, ST, MT Pembina Utama Muda NIP i

3 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii v viii BAB I. PENDAHULUAN Latar BelakangPenelitian Maksud, Tujuan dan Saran Landasan Hukum Sistematika Penulisan Pengertian dan Defenisis... 7 BAB II. TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGE- LOLAAN PERBATASAN NEGARA TAHUN Elemen Dasar Geografis Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara BAB III. KONDISI PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau Kondisi Kawasan Batas Negara di Provinsi Riau Kondisi Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau Kondisi Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB IV. BAB V. ISU STRATEGIS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU Isu Strategis Pengelolaan Batas Wilayah Negara di ProvinsiRiau Isu Strategis Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Isu Strategis Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau Isu Strategis Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau VISI DAN MISI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU Visi dan Misi Tujuan dan Sasaran Strategi dan Arah Kebijakan ii

4 BAB VI. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB VII. AGENDA PRIORITAS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU Agenda Prioritas Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau Agenda Prioritas Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Agenda Prioritas Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau Agenda Prioritas Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB VIII. KAIDAH PENGELOLAAN Perencanaan dan Kegiatan Penganggaran Pelaksanaan Evaluasi, Pengawasan dan Pelaporan BAB IX. PENUTUP LAMPIRAN iii

5 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 2.2. Halaman Lokpri Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Tahun Tabel Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara Tabel 2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara. 14 Tabel 2.4. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Tabel 2.5. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan Tabel 3.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Riau di Kabupaten/Kota Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel 3.2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Riau di Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel 3.3. Tabel 3.4. Ketersediaan Ruang Kelas dan Penduduk Usia Sekolah pada Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Provinsi Riau Tahun Rasio Siswa dan Guru Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayan Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel 3.5. Angka Kelulusan Menurut Jenjang Pendidikan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel 3.6. Jumlah Fasilitas dan Rasio Pelayanan Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 dan 2015* Tabel 3.7. Jumlah Dokter Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau 2014 dan 2015* Tabel 3.8. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel 3.9. Infrastruktur Jalan Nasional dan Provinsi Melintasi Kabupaten/Kotadi Provinsi Riaudi Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun iv

6 Tabel Panjang Jalan Menurut Status pada Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel Kapasitas Ketersedian Air Minum Layak padakabupaten/kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air MinumKabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air Memasak Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel Rasio Elektrifikasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel Jumlah Rumah Tangga Menurut Desa Yang Terlayani Listrik Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Termasuk Minyak Bumi dan Gas Tahun (Juta Rupiah) Tabel Produksi Perikanan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun Tabel Objek Wisata Yang Terdapat di Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel Kebutuhan dan Kemampuan Beras Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tabel Potensi Peningkatan Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun v

7 Tabel Luas Panen, Produksi dan Produktivitas SayuranMenurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun Tabel Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah-BuahanMenurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun Tabel Luas, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, Kelapa dan Karet Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun Tabel Jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Menurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun Tabel Populasi Ternak dan Produksi Daging Provinsi Riau Tahun Tabel Lokasi Prioritas Batas Negara di Provinsi Riau Tabel Lokasi Kawasan Industri Provinsi Riau Tahun vi

8 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Peta Provinsi Riau Gambar 3.2. Letak Geografis Provinsi Riau Gambar 3.3. Persentase Penduduk Usia Sekolah Yang Tidak Bersekolah di Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Gambar 3.4. Persentase Persentase Posyandu Aktif Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Gambar 3.5. Rasio Tenaga Medis Per Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun Gambar 3.6. Surplus/Defisit Pustu, Poskesdes dan Polindes Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Gambar 3.7. Kontribusi (%) PDRB Harga Konstan Migas dan Dengan Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Gambar 3.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota LainnyaTahun Gambar 3.9. Tingkat Inflasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Gambar Pembentukan Indek Williamson Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota LainnyaTahun Gambar Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Gambar Tingkat Kemiskinan (%)Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota LainnyaTahun Gambar Indek Kedalaman Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota LainnyaTahun Gambar Indek Keparahan Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun vii

9 Gambar Produksi Perikanan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun Gambar Peta Lokasi Objek Wisata Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Gambar Sebaran PKS Menurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun Gambar Sebaran Pos Lintas Batas Riau Malaysia Gambar Peta Lokasi Prioritas dan PKSN Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Gambar Peta Lokasi Kawasan Industri Yang Terdapat di Provinsi Tahun Gambar Hubungan Koordinasi K/L dan BPPD Provinsi/Kabupaten Dengan BNPP Gambar Struktur Organisasi BPPD Provinsi Riau Gambar 8.1. Keterkaitan Dokumen Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan di Provinsi Riau Tahun viii

10 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) melalui Perpres 12/2010 diwujudkan agar pengelolaan perbatasan lebih fokus, sinkron, terkoordinasi, dan berada pada satu pintu pengelolaan. Selain itu, Pemerintah juga telah menyusun Desain Besar (Grand Design) dan Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan agar terdapat satu acuan bersama dalam pembangunan kawasan perbatasan, serta sebagai upaya mengarusutamakan pembangunan kawasan perbatasan ke dalam kebijakan pemerintah. Kedua dokumen tersebut bersifat saling melengkapi (komplemen) dan mengelaborasi terhadap dokumen perencanaan berupa RPJPN, RPJMN, dan RKP. Pembentukan BNPP merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan Nawa Cita Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (Jokowi-JK), khususnya Nawa Cita Ketiga. Adapun Nawa Cita Jokowi-JK adalah: (1) Menghadirkan Kembali Negara Untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman Pada Seluruh Warga Negara; (2) Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokrastis dan Terpercaya; (3) Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan; (4) Memperkuat Kehadiran Negara dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya; (5) Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia; (6) Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional; (7) Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik; (8) Melakukan Revolusi Karakter Bangsa; dan (9) Memperteguh Ke-Bhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia. Amanat dari Nawa Cita tersebut telah dituangkan dalam Agenda Pembangunan Nasional, yaitu Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun , yang intinya menjelaskan: (a) Peletakan Dasar-Dasar Dimulainya Desentralisasi Asimetris: (1) Pengembangan Kawasan Perbatasan (10 PKSN dan 187 1

11 Kecamatan/Lokpri), (2) Pengembangan Daerah Tertinggal, (3) Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan, (4) Penguatan Tata Kelola dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah, (5) Penataan DOB Untuk Kesejahteraan Rakyat; (b) Wilayah Terutama Kawasan Timur Indonesia, dan (c) Pengurangan Ketimpangan Antar Kelompok Ekonomi Masyarakat. Rencana induk pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan tahun , yang selanjutnya disebut Renduk PBWNKP , yang telah ditetapkan dengan Peraturan Kepala BNPP Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun , adalah rencana pembangunan nasional jangka menengah 5 (lima) tahun yang memberikan arah kebijakan, strategi, dan program pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan. Renduk PBWNKP dimaksudkan sebagai instrumen utama dalam mengintegrasikan program pembangunan yang berbasis pendekatan wilayah secarah terarah, bertahap, dan terukur. Hal ini yang mendasari pentingnya penyusunan rencana induk nasional dalam rangka pengelolaan perbatasan negara yang holistic dan melibatkan seluruh stakeholders terkait. Mengingat Renduk PBWNKP yang tersebut di atas masih bersifat makro dan berskala nasional, maka dipandang perlu untuk melakukan penyusunan sebuah Dokumen Renduk PBWNKP yang lebih bersifat mikro dan berskala provinsi, sehingga fungsi Renduk sebagai instrumen pengintegrasian program pembangunan di tingkat provinsi dapat diwujudkan. Oleh karena itu, Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau, sesuai dengan wewenang, tugas, dan fungsinya berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di Daerah, Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau, serta Peraturan Gubernur Riau Nomor 21 Tahun 2015 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tatakerja Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau, melakukan penyusunan Renduk PBWNKP Provinsi Riau, dengan menjadikan Renduk PBWNKP sebagai dasar dan landasan penyusunan. Renduk PBWNKP Provinsi Riau ini diharapkan dapat menjadi Renduk yang komprehensif dan menjadi acuan bersama bagi seluruh sektor terkait, serta menjadi 2

12 instrumen upaya optimalisasi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergitas (KISS) antar instansi dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk kabupaten/kota yang menjadi Wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) dalam pengelolaan perbatasan negara, di Provinsi Riau Maksud, Tujuan dan Sasaran Kegiatan ini dimaksudkan untuk melaksanakan penyusunan dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau, sebagai bagian integral dari dokumen perencanaan nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk Renduk PBWNKP , dengan tujuan tersusunnya Renduk PBWNKP Provinsi Riau sebagai dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan di Provinsi Riau. Sasaran yang ingin dicapat melalui pelaksanaan kegiatan ini adalah: a. Terumuskannya isu strategis tingkat Provinsi Riau terkait pengelolaan perbatasan negara yang melibatkan seluruh stakeholders terkait; b. Terumuskannya visi, misi, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan strategis pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau Landasan Hukum Landasan hukum dalam penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau adalah: 1. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tk. I Sumatera Barat, Jambi dan Riau; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah; 3

13 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 7. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); 8. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925); 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; 4

14 Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau- Pulau Kecil Terluar; 14. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan; 15. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun ; 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di Daerah; 18. Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 44); 19. Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun ; 20. Peraturan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Badan Nasional Pengelola Perbatasan Tahun ; 21. Peraturan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Rencana Aksi Pengelolaan Batas Wilayah Negara Dan Kawasan Perbatasan Tahun 2015; 22. Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Provinsi Riau; 23. Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 9 Tahun 2009 tentang RPJPD Provinsi Riau Tahun ; 24. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau Tahun ; 5

15 25. Peraturan Gubernur Riau Nomor 2 Tahun 2012 tentang pembentukan Organisasi Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau; 26. Peraturan Gubernur Riau Nomor 26 Tahun 2013 tentang perubahan Peraturan Gubernur Riau Nomor 2 Tahun 2012 tentang Organisasi Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau; 27. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi, Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau Sistematika Penulisan Sistematika Rencana Induk Pengelolan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan di Provinsi Riau Tahun sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran 1.3. Landasan Hukum 1.4. Sistematika Penulisan 1.5. Pengertian dan Definisi BAB II. TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA TAHUN BAB III. KONDISI PERBATASAN NEGARA DI ROVINSI RIAU 3.1. Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau 3.2. Kondisi Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau 3.3. Kondisi Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau 3.4. Kondisi Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB IV. ISU STRATEGIS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU 4.1. Isu Strategis Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau 4.2. Isu Strategis Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau 6

16 4.3. Isu Strategis Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau 4.4. Isu Strategis Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB V. VISI DAN MISI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU BAB VI. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU 6.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau 6.2. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau 6.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau 6.4. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB VII. AGENDA PRIORITAS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU 7.1. Agenda Prioritas Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau 7.2. Agenda Prioritas Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau 7.3. Agenda Prioritas Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau 7.4. Agenda Prioritas Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB VIII. KAIDAH PENGELOLAAN 8.1. Kaidah Perencanaan dan Kegiatan 8.2. Kaidah Penganggaran 8.3. Kaidah Pelaksanaan 8.4. Kaidah Evaluasi, Pengawasan, dan Pelaporan BAB IX. PENUTUP 7

17 LAMPIRAN-LAMPIRAN 1.5. Pengertian dan Defenisi Dalam dokumen Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Provinsi Riau Tahun , yang dimaksud dengan: 1. Pembangunan adalah semua proses perbaikan atau perubahan yang yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar, terencana, dan berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi; 2. Pengelolaan adalah aktivitas manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan serta pengendalian; 3. Batas Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional; 4. Kawasan Perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan; 5. Kawasan Perbatasan di Laut adalah sisi dalam garis batas yurisdiksi atau teritorial hingga kecamatan yang berhadapan langsung dengan negara lain, dalam hal garis batas yang belum disepakati menggunakan garis batas klaim terjauh; 6. WKP adalah kabupaten/kota yang berada di kawasan perbatasan dan berada di dalam Cakupan Wilayah Administrasi (CWA); 7. CWA adalah provinsi yang berada di kawasan perbatasan; 8. Lokasi Prioritas (Lokpri) adalah kecamatan-kecamatan di kawasan perbatasan darat dan laut di dalam Wilayah-wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) yang ditetapkan dalam Peraturan BNPP No. 1 tahun 2011 tentang Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara Dan Kawasan Perbatasan Tahun ; 9. Lokpri darat adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah darat; kecamatan yang difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN); kecamatan yang termasuk ke dalam exit-entry point (Pos Lintas Batas) berdasarkan Border Crossing Agreement 8

18 RI dengan Negara tetangga; 10. Lokpri Laut adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah laut hingga batas yurisdiksi atau teritorial, dalam hal garis batas yang belum disepakati menggunakan garis batas klaim terjauh; kecamatan yang difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN); kecamatan lokasi Pulau-Pulau Kecil Terluar; dan kecamatan yang termasuk ke dalam exit-entry point (Pos Lintas Batas) berdasarkan Border CrossingAgreement RI dengan negara tetangga; 11. Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara adalah dokumen pengelolaan perbatasan negara yang memuat arah kebijakan, strategi, serta agenda atau program prioritas dan kegiatan pengelolaan bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) di tingkat pusat dan daerah; 12. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) adalah badan pengelola yang diberi kewenangan oleh UU untuk mengelola batas wilayah negara dan kawasan perbatasan; 13. Badan Pengelola Perbatasan di Daerah (BPPD) adalah badan pengelola di tingkat daerah hanya dibentuk di daerah provinsi, kabupaten/kota yang memiliki kawasan perbatasan antarnegara; 14. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang. 9

19 BAB II. TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA TAHUN Elemen Dasar Geografis Negara Kepulauan Republik Indonesia yang berbatasan dengan 10 negara memiliki 92 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) yang memerlukan penanganan khusus. Diantara PPKT tersebut terdapat 10 PPKT yang menjadi prioritas penanganan. Secara administrasi PPKT tersebut terdapat di 13 provinsi, di 41 kabupaten/kota dan di 187 kecamatan yang menjadi Lokasi Strategis (Lokpri). 10 diantara Lokpri-Lokpri tersebut terdapat di enam kabupaten dan kota di Provinsi Riau (Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kepulauan Meranti, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Pelalawan. Prioritas penanganan secara khusus direncanakan secara simultan dan bertahap mulai dari Tahun 2015 sampai dengan Untuk lebih jelasnya dapat dirinci berdasarkan Perka BNPP nomor 1 Tahun 2015, yakni: Pada tahun 2015 di Provinsi Riau terdapat empat Lokpri, yaitu Kec. Rupat Utara, Kec. Bengkalis, Kec. Rangsang Barat, dan Kec. Rangsang Pesisir. Pada tahun 2016 terdapat sembilan Lokpri, yaitu Kec. Pasir Limau Kapas, Kec. Dumai Kota, Kec. Dumai Timur, Kec. Dumai Barat, Kec. Rupat, Kec. Bukit Batu, Kec. Merbau, Kec. Rangsang, dan Kec. Kateman. Pada Tahun 2017 terdapat sembilan Lokpri yaitu Kec. Sinaboi, Kec. Medang Kampai, Kec. Dumai Timur, Kec. Dumai Barat, Kec. Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Pulau Merbau, Kec. Pulau Rangsang, dan Kec. Pulau Burung. Pada Tahun 2018 terdapat 10 Lokpri Kec. Bangko, Kec. Sungai Sembilan, Kec. Dumai Barat, Kec. Dumai Timur, Kec. Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Tasik Putri Puyu, Kec. Pulau Rangsang, Kec. Pulau Burung, dan Kec. Kuala Kampar. Pada Tahun 2019 terdapat 10 Lokpri, yaitu Kec. Bangko, Kec. Sungai Sembilan, Kec. Dumai Barat, Kec. Dumai Timur, Kec. Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Tasik Putri Puyu, Kec. Pulau Rangsang, Kec. Pulau Burung, dan Kec. Kuala Kampar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini. 10

20 Tabel 2.1. Lokpri Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Tahun No. Kabupaten/ Batas Lokpri Kota D/L Rokan Hilir L - Pasir Limau Kapas Sinaboi Bangko Bangko L - Dumai Kota Medang Sungai Sungai Kampa Sembilan Sembilan 2. Dumai - Dumai Dumai Dumai Dumai Timur Timur Timur Timur - Dumai Barat Dumai Barat Dumai Barat Dumai Barat 3. Bengkalis L Rupat Utara Rupat Bantan Bantan Bantan Bengkalis Bukit Batu Bukit Batu Bukit Batu Bukit Batu 4. Kep. Meranti Rangsang Pulau Tasik Putri Tasik Putri L Merbau Barat Merbau Uyu Uyu Rangsang Rangsang Rangsang Rangsang Rangsang Pesisir 5. Pelalawan L Kuala Kuala Kampar Kampar Pulau Pulau Pulau L - Kateman 6. Indragiri Hilir Burung Burung Burung Rupat Sinaboi Bangko Bangko 2.2. Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia Dalam rangka melaksanakan Nawacita ke-3 Pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla, yakni Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan dengan Cara Peletakan Dasar-Dasar Dimulainya Desentralisasi Asimetris, yakni Pengembangan Kawasan Perbatasan (10 PKSN dan 187 Kecamatan/Lokpri) maka sangatlah perlu (1) menata kembali NKRI; (2) membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik, (3) memantapkan penataan kembali NKRI; (4) meningkatkan kualitas SDM; (5) membangun kemampuan IPTEK; (6) memperkuat sumber daya perekonomian; (7) memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek; dan (8) mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif. 11

21 Untuk mewujudkan Nawacita ke-3 tersebut maka pengelolaan wilayah perbatasan tahun difoluskan pada: 1. Mengembangkan daya saing ekonomi dengan memanfaatkan keunggulan komparatif sumber daya lokal (pertanian, perikanan, pariwisata) 2. Menyiapkan infrastruktur pendukung (transportasi, energi, telekomunikasi, air bersih, dan penetapan detail tata ruang) 3. Menyiapkan regulasi dan kerjasama perdagangan antar negara; serta menetapkan bersama pintu-pintu utama lintas batas dan menyediakan sarana dan prasarana CIQS terpadu/satu pintu; 4. Menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan IPTEK (jangka pendek dan jangka panjang) untuk pengelolaan SDA; 5. Penegasan batas wilayah negara pada wilayah OPB (Outstanding Border Problem), unresolved/unsurvey, dan batas maritim; 6. Meningkatkan kualitas pengamanan perbatasan darat dan perbatasan laut 7. Agenda pembangunan nasional 8. Perpres Nomor 2 Tahun 2015 ttg RPJMN Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan pengelolaan wilayah perbatasan negara, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) telah menyusun arah kebijakan dan strategi pengelolaan, meliputi: (1) Arah Kabijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara; (2) Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara; (3) Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan; dan (4) Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan. Keempat aspek arah kebijakan dan strategi tersebut dijelaskan pada Tabel 2.2 sampai dengan Tabel

22 Tabel 2.2. Tabel Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara Arah Kebijakan Aspek Penetapan dan Penegasan Batas Penetapan dan penegasan batas Negara wilayah laut Pemeliharaan batas negara wilayah laut Penguatan dan penataan kelembagaan pengelolaan batas Negara wilayah laut Penguatan pengaturan pengawasan udara Strategi Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan: Meningkatkan upaya diplomasi/perundingan batas negara wilayah laut Mempercepat penyelesaian segmen batas laut Melakukan pemutahiran peta laut Meningkatkan kepemilikan dan informasi sejarah maritim Melakukan supervisi dan pemetaan potensi perluasan batas landas kontinen Meningkatan survey dan pemetaan batas Negara wilayah laut Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan: Meningkatkan investigasi dan pemeliharaan titik referensi dan titik dasar Membangun/meningkatkan jalur/akses laut inspeksi TR/TD Pulau Pulau Kecil Terluar (PPKT) Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan: Menata kelembagaan pengelolaan batas negara wilayah laut Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pengelola batas negara wilayah laut Meningkatkan kualitas pengaturan, pembinaan pemanfaatan, dan pengawasan rencana tata ruang, termasuk mendorong percepatan penyusunan peraturan perundangan terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) untuk memperkuat kedaulatan negara di udara serta penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perbatasan negara (Strategi No. 11 RPJMN), dengan: Memperkuat pengaturan Flight Information Region (FIR) agar berada dalam pengaturan pihak Indonesia Menyusun roadmap UU Penerbangan dan pengaturan lalu lintas udara di Indonesia Aspek Peningkatan Pertahanan Keamanan dan Penegakan Hukum Peningkatan upaya pengamanan dan penegakan hukum batas Negara wilayah laut Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi sarana-prasarana pertahanan dan pengamanan perbatasan laut dan darat, serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan negara (Strategi No.7 RPJMN), dengan: Membangun dan meningkatkan sarpras hankam dan penegakan hukum perbatasan laut Meningkatkan kemampuan personil/aparat hankam dan penegakan hukum perbatasan laut Meningkatkan kerjasama hankam dan gakkum negara tetangga di kawasan perbatasan laut Membina peran serta masyarakat Garda Batas 13

23 Tabel 2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara Arah Strategi Kebijakan Aspek sarana dan prasarana lintas batas Peningkatan Melakukan transformasi kelembagaan lintas batas negara, yaitu Custom, kualitas sarana Immigration, Quarantine, `Security (CIQS) sesuai dengan standar internasional dan prasarana dalam suatu sistem pengelolaan yang terpadu (Strategi No.6 RPJMN), dengan: lintas batas Mengembangkan Sistem manajemen PLBN terpadu Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pelayanan pos pemeriksaan lintas batas internasional (CIQS) Meningkatkan sarana dan prasarana pendukung operasional pos lintas batas negara Meningkatkan kualitas dan kuantitas personil pendukung fasilitas CIQS di kawasan perbatasan laut Aspek ekonomi lintas batas Pengembangan aktivitas ekonomi antar negara di kawasan perbatasan laut Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), dengan: Menyusun regulasi pengelolaan lintas batas sebagai respon AEC Menyediakan sarana ekonomi penunjang aktivitas perdagangan antar negara bertaraf internasional Membangun sarpras dasar penunjang aktivitas perdagangan Menginisiasi promosi peluang investasi Menata kembali perjanjian bilateral perbatasan antar negara Aspek pengamanan dan pengawasan lintas batas Peningkatan Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama sistem perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan pengamanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), pengawasan dengan: lintas batas laut Mengembangkan Clean and Green Tasbara (pelintasan batas yang bersih dari penyeludupan dan berwawasan lingkungan) Mengamankan lintas batas negara Jalur C (Jalur Tikus) sepanjang wilayah perbatasan Meningkatkan kerjasama hankam dan gakkum negara tetangga di kawasan perbatasan laut Aspek sosial-budaya lintas batas Percepatan penyelesaian status kewarganegaraan lintas batas laut Peningkatan kerjasama kebudayaan lintas batas Mempercepat penyelesaian status kewarganegaraan pelintas batas dengan identifikasi, pendataan, serta verifikasi status kewarganegaraan masyarakat perbatasan (Strategi No. 9 RPJMN), dengan: Melakukan identifikasi dan pendataan serta verifikasi status kewarganegaraan kelompok masyarakat perbatasan Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), dengan: Melakukan pertukaran budaya antar bangsa di kawasan perbatasan 14

24 Tabel 2.4. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Arah Strategi Kebijakan Aspek Infrastruktur Kawasan Perbatasan Peningkatan Membangun konektivitas simpul transportasi utama pusat kegiatan strategis infrastruktur nasional dengan lokasi prioritas perbatasan dan kecamatan disekitarnya, pusat transportasi laut kegiatan wilayah (ibukota kabupaten), pusat kegiatan nasional (ibukota provinsi), & udara dan menghubungkan dengan negara tetangga. Membangun konektivitas melalui pelayanan transportasi laut untuk meningkatkan kualitas dan intensitas pelayanan terhadap wilayah perbatasan laut. (Strategi No.3 RPJMN), serta Membuka akses di dalam lokasi prioritas dengan transportasi laut, dan udara dengan /moda/dermaga non status dan pelayanan keperintisan (Strategi No.4 RPJMN), dengan: Membuka dan meningkatkan kualitas pelayanan simpul transportasi laut dan udara antarpulau dan/atau antarwilayah di kawasan perbatasan negara Membuka dan meningkatkan kualitas pelayaran perintis dan PELNI Membuka dan mengembangkan jaringan dan jalur transportasi laut antarnegara Aspek Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Peningkatan kualitas penataan ruang kawasan perbatasan laut Meningkatkan kualitas pengaturan, pembinaan pemanfaatan, dan pengawasan rencana tata ruang, termasuk mendorong percepatan penyusunan peraturan perundangan terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) untuk memperkuat kedaulatan negara di udara serta penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perbatasan negara (Strategi No.11 RPJMN), dengan: Menyusun regulasi penataan ruang kawasan perbatasan Meningkatkan kapasitas kelembagaan penataa ruang kawasan perbatasan laut Meningkatkan kapasitas SDM penataan ruang kawasan perbatasan laut Menyelesaikan dan meningkatkan rencana tata ruang kawasan perbatasan beserta rencana rinci Melakukan sinkronisasi antara RTR kawasan perbatasan dengan rencana pembangunan dan rencana sektoral Menegakkan aturan zonasi, insentif dan disinsentif Aspek Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Perbatasan Peningkatan Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan komoditas unggulan daerah dan ekonomi kerakyatan yang berdaya saing di kawasan perbatasan laut negara berdasarkan karakteristik wilayah, potensi lokal, dan mempertimbangkan peluang pasar negara tetangga dengan didukung pembangunan infrastruktur transportasi, energi, sumber daya air, dan telekomunikasi-informasi (Strategi No.1 RPJMN), dengan: Mengembangkan industri pengolahan kawasan perbatasan berbasis potensi unggulan Mengembangkan sarana dan prasarana pendukung optimalisasi pemanfaatan potensi SDA lokal Mengembangkan inovasi peningkatan nilai tambah potensi lokal Membangun fasilitas pemasaran komoditas unggulan Meningkatkan kualitas produk hasil industri Meningkatkan dan memperluas akses permodalan, koperasi, dan UMKM di kawasan perbatasan laut Mengembangkan sistem insentif perizinan dan keringanan pajak. Membangun/meningkatkan pasar tradisional di kawasan perbatasan Membangun/meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pasar Mengembangkan Kapasitas Pengelolaan Pasar Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat kawasan perbatasan 15

25 Arah Kebijakan Strategi Aspek Pelayanan Sosial Dasar Kawasan Perbatasan Peningkatan infrastruktur Membangun sumber daya manusia (SDM) yang handal serta pemanfaatan pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memanfaatkan dan mengelola potensi dasar lokal, untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara yang berdaya saing permukiman (Strategi No.2 RPJMN), dengan: Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar energi Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar telekomunikasi Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar irigasi dan sumber daya air Meningkatkan pemenuhan kebutuhan perumahan masyarakat di kawasan perbatasan laut Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan Peningkatan sistem tata kelola pemerintahan kawasan perbatasan dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan Membangun sumber daya manusia (SDM) yang handal serta pemanfaatan pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memanfaatkan dan mengelola potensi lokal, untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara yang berdaya saing (Strategi No.2 RPJMN), dengan: Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana kesehatan Meningkatkan kualitas tenaga pengajar Mengembangkan keahlian dan keterampilan SDM sesuai kompetensi lokal Mengembangkan pendidikan keperawatan Menerapkan kebijakan desentralisasi asimetris untuk kawasan perbatasan negara dalam memberikan pelayanan publik (infrastruktur dasar wilayah dan sosial dasar) dan distribusi keuangan negara (Strategi No. 12 RPJMN) dan Menerapkan kebijakan khusus dan menata pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di kawasan perbatasan yang berorientasi pada kesejahteraan melalui pembinaan, monitoring dan evaluasi (Strategi No.13 RPJMN), dengan: Mengembangkan kebijakan khusus tentang penataan/pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di kawasan perbatasan Mengembangkan kebijakan tentang penataan kewenangan dan kelembagaan dalam penyelenggaraan pemerintahan di kawasan perbatasan negara Mengembangkan kebijakan asimetris dibidang keuangan negara/daerah, termasuk kebijakan alokasi, untuk pembangunan kawasan perbatasan negara Mereformasi pelayanan publik di kawasan perbatasan melalui penguatan desa di kecamatan lokasi prioritas penanganan kawasan perbatasan melalui fasilitasi, supervisi, dan pendampingan (Strategi No. 14 RPJMN), dengan: Mengembangkan kebijakan tentang penataan kewenangan dan kelembagaan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan negara Membangun dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan Mengembangkan kebijakan asimetris dibidang keuangan negara/daerah, termasuk kebijakan alokasi, untuk penyelenggaraan pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan negara Meningkatkan sarana operasional aparatur pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan Meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan 16

26 Tabel 2.5. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan Arah Kebijakan Penguatan koodinasi antar stakeholders Inisiasi kerjasama kelembagaan antarnegara (integrasi institusional) dengan negara tetangga dalam pengelolaan perbatasan negara (integrasi fungsional) Peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta sistem pelayanan lembaga pengelola perbatasan Strategi Memperkuat sistem koordinasi pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan antarstakeholders (amanat UU 43/2008, UU 23/2014, Perpres 12/2010) dengan: Memperkuat mekanisme koordinasi antar anggota BNPP dan antara anggota BNPP dengan sektor terkait Memperkuat mekanisme koordinasi antara pusat dan daerah Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), dengan: Melakukan inisiasi forum stakeholders lintas negara terkait perwujudan integrasi fungsional (common area) Mengembangkan kerjasama pembangunan kawasan perbatasan melalui pembentukan lembaga pengelola bersama (integrasi institusional) Meningkatkan kualitas kelembagaan dalam pengelolaan perbatasan negara (amanat UU 43/2008, UU 23/2014, Perpres 12/2010), dengan: Mengembangkan tata kelola perbatasan negara berbasis kewenangan dan kelembagaan yang spesifik/asimetris sesuai kebutuhan kawasan perbatasan Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana penyelenggaraan pengelolaan perbatasan Meningkatkan sarana operasional penyelenggaraan fungsi pengelolaan perbatasan Menyusun/menyiapkan kebijakan dan mengembangkan program peningkatan kapasitas lembaga pengelola perbatasan 17

27 BAB III KONDISI PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU 3.1. Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan, secara otomatis adalah suatu Negara Pantai. Sementara Negara Malaysia adalah Negara Pesisir atau juga merupakan suatu Negara Pantai; dengan demikian batas wilayah antara NKRI dan Negara Kerajaan Malaysia harus tunduk kepada Ketentuan Internasional tentang Batas Wilayah Negara Pantai, yakni diatur dan disepakati bersama antar kedua negara yang batasnya didasarkan pada Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 15 United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) III, dimana pasal tersebut menjelaskan bahwa adalah Hak negara pantai untuk menetapkan lebar Laut Teritorialnya (Territorial Sea) tidak melebihi 12 mil laut yang diukur dari Garis Pangkal (Pasal 2 UNCLOS III). Lebih jelas Pasal 4 UNCLOS III menyatakan bahwa batas terluar laut teritorial adalah garis yang jarak setiap titiknya dari titik yang terdekat dengan garis pantai. Garis pantai adalah titiktitik yang menyusun garis pasang surut terendah di pantai. Setiap negara pantai berdaulat penuh dengan Zona Teritorialnya atas ruang dan udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, serta kekakayaan laut yang ada di dalamnya (Pasal 2 UNCLOS III). Namun ada ketentuan pada Pasal 15 menyatakan bahwa bagi dua negara pantai yang berdampingan (seperti Indonesia dan Malaysia), penentuan Garis Tengah Batas Wilayah antara kedua negara berdasarkan kepada persetujuan atau kesepakatan kedua negara tersebut. Bila kesepakatan itu tidak ada maka tidak ada satu negarapun yang dapat menentukan secara sepihak garis tengah tersebut, dan tidak boleh pula lebih dari garis tengah kedua negara tersebut. Kondisi lebar laut berdasarkan pasang surut terendah antara Negara Malaysia dan Negara Indonesia adalah kurang dari 24 mil laut. Hukum Laut Internasional telah mengatur bahwa batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m), batas teritorial antara dua negara tersebut adalah Median. Bersesuaian dengan fakta bahwa Garis Tengah Batas Wilayah 18

28 keduanya adalah merupakan suatu garis interseksi (Median); dengan demikian kesepakatannya haruslah merujuk kepada Pasal 15 UNCLOS III. Ternyata sampai saat ini belum ada suatu tanda nyata yang dapat dijadikan referensi oleh masyarakat kedua negara dalam memanfaatkan sumberdaya laut di wilayah negara mereka. Walaupun ada fakta kesepakatan antara pihak keamanan Indonesia (TNI AL) dan pihak keamanan Malaysia (Polisi Diraja Malaysia) secara Informal di tengah laut (di lapangan) bahwa jika ada indikasi kapal masyarakat (nelayan) memasuki wilayah laut negara tetangga, maka pihak keamanan dua negara akan menggiring kapal tersebut untuk kembali ke negaranya; namun kenyataannya masih terjadi penangkapan terhadap masyarakat (nelayan) Indonesia yang terindikasi memasuki wilayah Malaysia, meskipun telah ada kesepakatan itu. Itu semua terjadi karena belum adanya batas yang jelas dalam bentuk tanda yang dapat dijadikan petunjuk oleh nelayan Indonesia ataupun oleh nelayan malaysia. Pengukuran Batas Laut Teritorial (BLT) yang berdasarkan kepada Garis Pangkal (yakni garis pasang surut terendah) di pantai negara masing-masing. Namun Titik-Titik Pasang Surut Terendah yang merupakan dasar penentuan Garis Pangkal di wilayah perbatasan Provinsi Riau sampai saat ini belumlah pernah dibuat oleh Pemerintah Pusat ataupun oleh Pemerintah Provinsi Riau; oleh sebab itu perlu dilakukan. Penentuan Garis Pangkal yang berdasarkan kepada Titik-Titik Surut Terendah tentu dipengaruhi oleh bentuk fisik dari pantai. Di wilayah perbatasan Provinsi Riau dan Negara Malaysia, terutama di sepanjang pantai terluar di Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Bengkalis sering terjadi abrasi yang tentu saja akan berpengaruh terhadap pergeseran garis pantai, sehingga akan menyebabkan batas wilayah juga bergeser apabila tidak dilakukan penegasan dan pemeliharaan terhadap Garis Pangkal (Garis yang disusun oleh Titik Pasang Surut Terendah) itu. Belum adanya tanda yang jelas dan disepakati tentang Batas Laut Teritorial (BLT) oleh kedua negara, Negara Indonesia dan Negara Malaysia, tentu saja akan menyebabkan perselisihan/pertikaian tentang kewenangan atau legalitas pengelolaan wilayah perbatasan akan senantiasa terjadi. Perselisihan/pertikaian yang sering terjadi antara nelayan perbatasan Indonesia dan Malaysia, atau 19

29 pertikaian antara nelayan Indonesia dan petugas keamanan di laut Malaysia ataukah sebaliknya, antara nelayan Malaysia dan petugas keamanan laut Indonesia. Itu semua terjadi disebabkan masih lemahnya koordinasi, sinkronisasi, integrasi dan sinergisitas antara lembaga negara dalam pengawasan batas negara. Perselisihan/Pertikaian ini berlangsung hingga tahun Status penyelesaian perselisihan/pertikaian yang terjadi di Selat Malaka tentang batas laut teritorial (BLT) Indonesia dan Malaysia sampai saat ini belum ada kejelasan atau kesepakatan, termasuk juga tentang batas laut teritorial (BLT) yang termasuk wilayah administrasi laut Provinsi Riau (Indonesia) dengan Malaysia juga belum selesai. Kalau kesepakatan Batas Laut Teritorial (BLT) di Selat Malaka antara Indonesia khususnya di perairan Provinsi Riau dengan Malaysia belum diwujudkan maka akan selalu terjadi kesalahfahaman dalam mengelola wilayah masing-masing. Perundingan kesepakatan Batas Laut teritorial (BLT) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysiaini harus didorong oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau secepatnya. Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) harus berinisiatif untuk mempercepat perundingan kesepakatan tentang Batas Laut Teritorial (BLT) dalam bentuk tanda nyata yang dapat dijadikan referensi batas wilayah laut negaramasing-masing di Selat Malaka Kondisi Kawasan Batas Negara di Provinsi Riau Geografi dan Demografi Geografi Secara geografis Provinsi Riau berbatasan dengan Provinsi lain dan Negara Tetangga sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka. Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Sumatera Barat. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Riau dan Selat Melaka. Sebelah Barat berbatasan dengan Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Peta Provinsi Riau disajikan pada gambar berikut ini. 20

30 Gambar 3.1. Peta Provinsi Riau Secara geografis Provinsi Riau terletak pada posisi Lintang Selatan Lintang Utara dan antara Bujur Timur hingga Bujur Timur, yang membentang dari lereng bukit barisan hingga Selat Malaka (Gambar 3.2). Berdasarkan letak geografisnya, Provinsi Riau berada pada posisi strategis yang mempunyai arti penting dalam geopolitik dan perekonomian nasional dan regional. Beberapa keuntungan yang diperoleh berdasarkan letak geografis tersebut adalah berada di jalur perdagangan internasional, Selat Malaka, dekat dengan Malaysia, Singapura. Selain itu, berada di segitiga pertumbuhan ekonomi tiga negara Indonesia, Malaysia dan Thailand. 21

31 2 30' 1 00' 0 30' 4 00' 2 00' 8 00' 98 00' DI. Aceh 98 00' Sumatera Utara Thailan d Riau Sumatera Barat Malaysia Jambi Sin gapore Sumatera Selatan Beng ku lu IND IA N O CE A N ' Lampu ng ' Kep. Riau DKI. Jakarta Jawa Barat ' Kalimantan Barat Java Sea Jawa Tengah DI Y ogyakar ta ' Malaysia Kalimantan Tengah Jawa Timur ' Bru nei Darussalam Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Bali Sulaw esi S elatan Sulaw esi Utara Sulaw esi Ten gah Sulaw esi Ten ggara Nusa Tenggara T imur Nusa Tenggara Barat ' ' Celebes Sea ' Phillipines Timor Timur Timor Sea ' Maluku ' ' Australia ' Irian Jaya ' Papua New Guinnea ' LAPORAN AKHIR 99 30' ' ' ' South China Sea 2 30' 4 00' Str ai t of Ma la cca Malaysia Sumatera Utara KAB. ROKAN HILIR KOTA DUMAI Strait of Malacca S unda S trait Str ai t of Ka rima ta S tr ai t of M aka sar 2 00' 8 00' KAB. BENGKALIS Singapore KAB. ROKAN HULU 1 00' KAB. SIAK KOTA PEKANBARU Kepulauan Riau KAB. KAMPAR KAB. PELALAWAN KAB. INDRAGIRI HILIR INDIAN OCEAN Sumatera Barat KAB. KUANTAN SINGINGI N KAB. INDRAGIRI HULU 0 30' W E S Kilometers Jambi 99 30' ' ' ' Gambar 3.2. Letak Geografis Provinsi Riau Demografi Perkembangan jumlah penduduk Provinsi Riau selama periode mengalami peningkatan sebanyak jiwa atau meningkat sebanyak 13,80%. Penyebaran penduduk Provinsi Riau di kabupaten/kota wilayah pertabatasan negara dan kabupaten/kota alainnya dalam kurun waktu tahun ditunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Riau di Kabupaten/Kota Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Tahun Pertumbuhan/Tahun Kabupaten/ Kota (%) Kuantan Singingi ,39 Indragiri Hulu ,30 Indragiri Hilir ,97 Pelalawan ,45 Siak ,06 Kampar ,76 Rokan Hulu ,36 Bengkalis ,68 Rokan Hilir ,98 Kep.Meranti ,57 Pekanbaru ,83 Dumai ,31 Provinsi Riau ,62 Sumber: BPS Riau Dalam Angka, Dari Tabel 3.1. dapat dilihat bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan daerah dengan jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhan jumlah 22

32 penduduk terkecil (0.57%) dibandingkan dengan kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara dan Kabupaten/Kota Lainnya di Provinsi Riau. Sementara itu Kabupaten Indragiri Hilir merupakan kabupaten di wilayah perbatasan negara dengan jumlah penduduk terbesar dan Kabupaten Pelalawan dengan pertumbuhan jumlah penduduk terbesar. Selanjutnya Tabel 3.2 menyajikan jumlah dan kepadatan penduduk Provinsi Riau di kabupaten/kota wilayah perbatasan negara dan kabupeten/kota lainnya tahun Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten di wilayah perbatasan negara dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yakni jiwa per km 2. Tabel 3.2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Riau di Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Penduduk Luas Kabupaten/ Kota Wilayah Kepadatan Laki-Laki Perempuan Jumlah (Km 2 ) Pendduk (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jw/Km 2 ) Kuantan Singingi ,41 Indragiri Hulu ,34 Indragiri Hilir ,00 Pelalawan ,00 Siak ,54 Kampar ,57 Rokan Hulu ,92 Bengkalis ,47 Rokan Hilir ,94 Kep.Meranti ,09 Pekanbaru ,80 Dumai ,25 Provinsi Riau ,17 Sumber: BPS Riau Dalam Angka, 2016 Proporsi penduduk Provinsi Riau menurut umur dan tingkatan sekolah pada kabupaten/kota wilayah perbatasan negara maupun kabupaten/kota lainnya memperlihatkan kecendrungan semakin tinggi usia dan tingkatan sekolah semakin rendah persentase penduduk yang bersekolah. Proporsi jumlah penduduk usia sekolah dan kuliah yang tidak bersekolah dan tidak kuliah per kabupaten/kota di uraian pada Gambar

33 Berdasarkan pada Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi penduduk usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah terjadi di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 2,38% dan terendah di Kota Dumai sebesar 0%, namun seluruh kabupaten wilayah perbatasan negara lainnya memiliki persentase penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi. Untuk usia tahun yang tidak bersekolah, persen tertinggi terjadi di Kabupaten Pelalawan sebesar 10,87% dan kabupaten lainnya pada wilayah perbatasan negara dengan penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi adalah Kabupaten Indragiri HIlir dan Kabupaten Rokan Hilir. Indragiri Hilir Kampar Pekanbaru Indragiri Hulu Kep.Meranti Rokan Hilir Pelalawan Provinsi Riau Bengkalis Rokan Hulu Kuantan Singingi Siak Dumai % Penduduk Usia 7-12 Tidak Sekolah 2.38 Pelalawan Indragiri Hilir Kuantan Singingi Indragiri Hulu Rokan Hilir Rokan Hulu Provinsi Riau Kep.Meranti Dumai Pekanbaru Bengkalis Kampar Siak % Penduduk Usia Tidak Sekolah Indragiri Hilir Pelalawan Rokan Hilir Kuantan Singingi Indragiri Hulu Provinsi Riau Pekanbaru Kep.Meranti Kampar Dumai Rokan Hulu Siak Bengkalis % Penduduk Usia Tidak Sekolah Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kuantan Singingi Indragiri Hulu Rokan Hilir Bengkalis Rokan Hulu Dumai Kep.Meranti Provinsi Riau Kampar Pekanbaru % Penduduk Usia Tidak Kuliah Gambar 3.3. Persentase Penduduk Usia Sekolah Yang Tidak Bersekolah di Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 Lebih lanjut dari Gambar 3.3. dapat dilihat bahwa untuk usia tahun yang tidak bersekolah, persen tertinggi terjadi di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 38,29% dan terendah di Kabupaten Bengkalis sebesar 17,35% dan masih terdapat 24

34 2 kabupaten wilayah perbatasan negara dengan penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi, yakni Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Rokan Hilir. Sementara itu untuk penduduk usia atau usia memasuki perguruan tinggi menunjukkan bahwa seluruh kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat partisipasi penduduk usia kuliah di wilayah perbatasan negara relatif rendah Pendidikan dan Kesehatan Pendidikan dan kesehatan merupakan aspek penting dalam pembangunan dan banyak sekali manfaat pendidikan bagi kemajuan daerah. Manfaat tersebut antara lain meningkatkan taraf hidup manusia, meningkatkan integritas sosial, memungkinkan seseorang memiliki jalan dan pola pikir yang terstruktur dan berdasarkan fakta-fakta yang ada, seseorang dapat berkembang secara optimal dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak, membentuk karakter bangsa yang bermartabat dan bermoral baik, meningkatkan produktivitas dari individu itu sendiri sehinggga berakibat pada peningkatan produktivitas wilayah yang tergambar pada peningkatan nilai PDRB harga konstan dan akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan pembangunan dan ekonomi Provinsi Riau Pendidikan Ada beberapa indikator penting yang perlu dibahas pada bagian ini terkait dengan kondisi pendidikan pada kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara, yaitu rasio ketersediaan sekolah dan penduduk usia sekolah, rasio antara jumlah siswa dan guru, dan angka kelulusan. Bertururut-turut ketiga indikator pendidikan tersebut disajaikan berikut ini. a. Rasio Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah Tabel 3.3. menyajikan ketersediaan ruang kelas dan penduduk usia sekolah pada kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Riau. Dari tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa hanya Kabupaten Kepulauan Meranti yang mencukupi kebutuhan ruang kelas berdasarkan jumlah 25

35 Penduduk Usia 7-12 Jumlah Ruang Kelas Rasio Penduduk Usia Jumlah Ruang Kelas Rasio Penduduk Usia Jumlah Ruang Kelas Rasio LAPORAN AKHIR penduduk usia sekolah tahun, sedangkan kabupaten/kota lainnya mengalami kekurangan. Lebih lanjut dari Tabel 3.3. dapat dilihat bahwa seluruh kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara dan Kabupaten/Kota/lainnya di Provinsi Riau, kecuali Kota Pekanbaru, tidak memerlukan penambahan ruang kelas untuk tingkat SD/MI karena jumlah murid per kelas belum melebih SPM atau sebanyak 37 orang per kelas sedangkan menurut SPM maksimal 32 orang. Untuk jenjang SMP/MTs hanya ada satu kebupaten di wilayah perbatasan negara dan tiga kabupaten lainnya yang telah memenuhi SPM yaitu Bengkalis, Rokan Hulu, Siak dan Kuansing, sedangkan kabupaten/kota lainnya mengalami kekurangan. Oleh karena itu Pemerintah Proivinsi Riau harus melakukan kordinasi dengan Pemeintah Kabupaten/Kota untuk menangani kondisi tersebut. Sementara itu, jumlah sekolah dan siswa yang terdaftar di Dinas Pendidikan Provinsi Riau dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-provinsi Riau pada tahun 2015 sebagai berikut: jumlah TK berjumlah 4,414 sekolah dengan Siswa berjumlah 56,970 orang dan rasio Siswa dengan sekolah 37,67. Jumlah SD sebanyak sekolah dengan jumlah siswa orang dan rasio Siswa dengan sekolah 219,09. Sedangkan jumlah SMP di Riau sekolah dengan jumlah siswa orang dan rasio Siswa dengan sekolah 215,90. Disisi lain jumlah SMA di Provinsi Riau 663 sekolah dengan jumlah siswa orang dan rasio Siswa dengan sekolah Tabel 3.3. Ketersediaan Ruang Kelas dan Penduduk Usia Sekolah pada Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Provinsi Riau Tahun 2015 Kondisi Pendidikan Kabupaten/Kota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep.Meranti Pekanbaru Dumai

36 Provinsi Riau Sumber: BPS Riau Dalam Angka, 2016 b. Rasio Antara Jumlah Siswa dan Guru Tabel 3.4. menyajikan data rasio siswa dan guru jenjang pendidikan dasar dan menengah kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah pertabatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rasio siswa guru untuk jenjang pendidikan SD/MI tertinggi di Kota Pekanbaru dengan rasio 20,24 orang siswa setiap guru dan sementara terendah Kabupaten Meranti sebanyak 12,02 siswa per satu orang guru. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa ketersediaan guru di Kabupaten Kepulauan Meranti lebih banyak dibandingkan dengan kota Pekanbaru. Tabel 3.4. Rasio Siswa dan Guru Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayan Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Jenjang Pendidikan SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA Kabupaten/Kota Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Rasio Rasio Rasio Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Kuantan Singingi , ,99 Indragiri Hulu , ,78 Indragiri Hilir , ,70 Pelalawan , ,66 Siak , ,89 Kampar , ,17 Rokan Hulu , ,13 Bengkalis , ,09 Rokan Hilir , ,64 Kep.Meranti , ,84 Pekanbaru , ,29 Dumai , ,56 Provinsi Riau , ,65 Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, 2016 Untuk jenjang pendidikan SMP/MTs rasio siswa guru terbanyak terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 26,95 orang siswa per setiap guru dan terendah di Kabupaten Kaunsing sebanyak 11,74 siswa per satu orang guru. Selanjutnya untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA menunjukkan bahwa rasio siswa terbanyak terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 19,70 siswa per satu orang guru dan terendah terdapat di Kabupaten Kuansing sebanyak 10,99 siswa per satu orang guru. Perlu dicermati bahwa meski secara keseluruhan rasio jumlah siswa terhadap guru relatif sangat baik (di atas SPM), namun bukan berarti tidak ada 27

37 permasalahan. Permasalahannya terletak pada distribusi guru yang tidak merata baik dari aspek wilayah, sekolah dan tingkat pendidikan guru. c. Angka Kelulusan Tabel 3.5. menyajikan data angka kelulusan menurut jenjang pendidikan kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa rasio tertinggi antara jumlah penduduk dengan jumlah lulusan terdapat di Kabupaten Bengkalis yang berada di atas rasio rata-rata Provinsi Riau: tingkat SD dengan rasio 0,023 (rasio rata-rata Provinsi Riau: 0,020), tingkat SMP dengan rasio 0,018 (rasio ratarata Provinsi Riau: 0,015), tingkat SMA dengan rasio 0,012 (rasio rata-rata Provinsi Riau: 0,009), kecuali tingkat SMK lulusannya hanya 0,003 sedang rasio rata Provinsi Riau sebesar 0,004. Sementara itu rasio terendah terdapat pada lulusan Kabupaten Pelalawan karena rasio lulusannya di bawah rasio rata-rata Provinsi Riau kecuali lulusan SD yang sama yaitu Untuk jenajang SMP di Kabupaten Pelalawan dengan rasio 0,013 (rasio rata-rata Provinsi Riau: 0,015), tingkat SMA dengan rasio 0,006 (rasio rata-rata Provinsi Riau: 0,009), tingkat SMK lulusannya hanya 0,003 (rasio rata-rata Provinsi Riau sebesar 0,004). Tabel 3.5. Angka Kelulusan Menurut Jenjang Pendidikan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Kabupaten/Kota Penduduk (Jiwa) Lulusan SD Rasio Lulusan SMP Kondisi Lulusan Lulusan Rasio SMA Rasio Lulusan SMK Kuantan Singingi , , , ,004 Indragiri Hulu , , , ,004 Indragiri Hilir , , , ,002 Pelalawan , , , ,003 Siak , , , ,005 Kampar , , , ,002 Rokan Hulu , , , ,003 Bengkalis , , , ,003 Rokan Hilir , , , ,003 Kep.Meranti , , , ,004 Pekanbaru , , , ,007 Dumai , , , ,006 Provinsi Riau , , , ,004 Sumber:Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, Kesehatan Pelayanan kesehatan sangat diperlukan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dari aspek kesehatan. Oleh karena itu pemerintah Rasio 28

38 menjadikan bidang kesehatan salah satu urusan pemerintahan wajib pelayanan dasar. Sejalan dengan upaya pemerintah melakukan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan program peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, sumber daya manusia, teknologi, perbaikan pengelolaan kelembagaan kesehatan dan kebijakan, sehingga terjadinya perbaikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Secara umum program pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di provnsi Riau mengalami perbaikan, walaupun beberapa diantaranya masih harus mendapatkan prioritas terutama terkait dengan rasio pertumbuhan yang semakin meningkat. Beberapa pelayanan kesehatan dasar yang sudah diselenggarakan adalah adanya posyandu, dokter, tenaga medis. Analisis terhadap perkembangan capaian suatu indikator adalah penting untuk melihat pola pencapaian target pembangunan menurut indikator tersebut. Perkembangan itu dapat diketahui dengan mengamati perubahan antar-waktu dari capaian indikator bidang kesehatan. Capaian indikator bidang kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung berupa sarana dan prasarana serta tenaga medis kesehatan. a. Posyandu Posyandu (pos pelayanan terpadu) merupakan salah satu bentuk upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak balitanya. Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan, Jadi, posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa. Gambar 3.4. menyajikan data persentase posyandu aktif kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun Pada kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara, persentase posyandu aktif sudah tinggi di Kota Dumai, dan Kabupaten Indragiri Hilir. Sementara itu poyandu aktif masih rendah di Kabupaten Kepulauan Merandi, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Pelalawan. b. Puskesmas, Pustu dan Puskel 29

39 Peran Puskesmas sangat signifikan dalam meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang terjangkau dan merata yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan (private services) dan pelayanan kesehatan masyarakat umum (public services). Tabel 3.6 menyajikan data jumlah fasilitas dan rasio pelayanan kesehatan kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun 2014 dan 2015*. Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi Riau (2013, 2014 dan 2015) Gambar 3.4. Persentase Persentase Posyandu Aktif Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Dari Tabel 3.6 dapat dilihat bahwa rasio puskesmas menurut Kabupaten/Kota tahun 2014 menunjukkan bahwa kota Pekanbaru yang paling tinggi rasionya dimana 1 puskesmas harus melayani penduduk dan terendah 30

40 di Kabupaten Kuantan Singingi dimana 1 puskesmas hanya melayani orang penduduk. Sementara secara umum rata-rata untuk Provinsi Riau 1 puskesmas melayani orang penduduk. Rasio pelayanan puskesmas pembantu (pustu) cenderung turun dari orang per pustu pada tahun 2010 menjadi orang per pustu pada tahun 2014 atau turun 0,52% per tahun. Hal ini menunjukan terjadinya peningkatan ketersediaan fasilitas tersebut sehingga jumlah penduduk yang dilayani semakin berkurang. Pengurangan jumlah penduduk yang harus dilayani memungkinkan bagi pihak pustu memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas. Rasio pustu menurut Kabupaten/Kota tahun 2014 menunjukkan bahwa kota Pekanbaru yang paling tinggi rasionya dimana 1 pustu harus melayani orang penduduk dan terendah di Kabupaten Inhu dimana 1 pustu hanya melayani orang penduduk. Sementara secara umum rata-rata untuk Provinsi Riau 1 pustu melayani orang penduduk. Tabel 3.6. Jumlah Fasilitas dan Rasio Pelayanan Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 dan 2015* Fasilitas Kesehatan Tempat Tidur Kabupaten/Kota Rumah Puskesmas Puskesmas Puskesmas* Rumah Sakit* Pembantu Keliling Puskesmas Sakit* Kuantan Singingi 1,00 23,00 64,00 34,00 101,00 90,00 Indragiri Hulu 3,00 18,00 133,00 16,00 132,00 119,00 Indragiri Hilir 4,00 25,00 125,00 9,00 225,00 75,00 Pelalawan 4,00 12,00 39,00 19,00 352,00 50,00 Siak 1,00 15,00 86,00 15,00 158,00 98,00 Kampar 6,00 31,00 181,00 34,00 294,00 91,00 Rokan Hulu 6,00 21,00 89,00 26,00 344,00 129,00 Bengkalis 6,00 11,00 52,00 10,00 440,00 50,00 Rokan Hilir 4,00 17,00 77,00 8,00 156,00 85,00 Kepulauan Meranti 1,00 9,00 41,00-50,00 50,00 Pekanbaru 27,00 20,00 34,00 20, ,00 50,00 Dumai 3,00 10,00 12,00 21,00 280,00 48,00 Jumlah 67,00 212,00 933,00 212, ,00 935,00 Rasio Pelayanan Kesehatan Tempat Tidur Kabupaten/Kota Rumah Puskesmas* Puskesmas Puskesmas Rumah Sakit /JP Pembantu Keliling Puskesmas Sakit Kuantan Singingi , Indragiri Hulu , Indragiri Hilir , Pelalawan , Siak , Kampar , Rokan Hulu , Bengkalis , Rokan Hilir ,

41 Kepulauan Meranti , Pekanbaru , Dumai , Jumlah , Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015 dan Profil Kesehatan, 2016) Rasio pelayanan puskesmas keliling (puskel) juga mengalami penurunan dari orang per puskel pada tahun 2010 menjadi orang per puskel pada tahun 2014 atau turun 1,39% per tahun. Hal ini menunjukan terjadinya peningkatan ketersediaan fasilitas tersebut sehingga jumlah penduduk yang dilayani semakin berkurang. Pengurangan jumlah penduduk yang harus dilayani memungkinkan bagi pihak puskel memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas. Rasio puskel menurut kabupaten/kota tahun 2014 menunjukkan bahwa Kabupaten Rokan Hilir yang paling tinggi rasionya dimana 1 puskel harus melayani orang penduduk dan terendah di Kabupaten Kuansing dimana 1 puskel hanya melayani orang penduduk. Sementara Kabupaten Kepulauan Meranti belum memiliki Puskel. Sementara secara umum rata-rata untuk Provinsi Riau 1 puskel melayani orang penduduk, jelasnya rasio puskesmas, pustu dan puskel. c. Rumah Sakit Berdasarkan data dari United Nations Development (UNDP), yaitu laporan mengenai standar kesehatan dan pendidikan Indonesia 2010, posisi Indonesia berada di peringkat 108 dari 187 negara yang disurvei.rendahnya peringkat Indonesia ini karena rasio ketersediaan sarana dan prasarana serta tenaga kesehatan kemudian diikuti oleh kualitas pelayanan kesehatan juga masih relatif rendah dibandingkan dengan negara lain termasuk di Provinsi Riau. Perkembangan Rumah Sakit di Provinsi Riau dalam kurun waktu terus mengalami peningkatan (Tabel 3.6). Peningkatkan jumlah rumah sakit di Provinsi Riau disebabkan perkembangan dan peningkatan jumlah penduduk di Provinsi Riau terutama Kota Pekanbaru. Peningkatan jumlah rumah sakit ini terbanyak di Kota Pekanbaru khususnya rumah sakit swasta, hal ini sangat jauh perbandingannya dengan jumlah rumah sakit di Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, khususnya kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara. 32

42 Gambaran Rasio tempat tidur rumah sakit terhadap penduduk dari tahun cenderung mengalami peningkatan, rasio pada tahun 2010 sebesar 67,29 per meningkat menjadi 94,73 per penduduk pada tahun Sementara per kabupaten/kota pada tahun 2014 menunjukkan bahwa rasio tertinggi terdapat di Kabuaten Siak dimana satu RS harus melayani orang penduduk dan terendah di Kota Pekanbaru satu RS hanya melayani orang penduduk. Rata-rata untuk RS di tingkat provinsi hanya melayani orang penduduk. Jumlah dan rasio tempat tidur rumah sakit terhadap penduduk dapat digunakan untukmenggambarkan kemampuan rumah sakit tersebut dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya dalam hal daya tampung pasien rawat inap yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan rujukan. Tingginya rasio penduduk yang harus dilayani di RS Siak tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan di daerah ini tidak terpenuhi dengan baik, tetapi kondisi sangat didukung oelh kedekatan wilayah ini dengan Kota Pekanbaru, sehingga sebagian masyarakat lebih cenderung ke Kota Pekanbaru. d. Dokter Rasio dokter spesialis ini meningkat dibandingkan tahun 2011 dimana untuk penduduk dilayani oleh 6 orang dokter spesialis.jika dilihat per kabupaten/kota, hampir seluruhnya telah mampu mencapai rasio dokter dan jumlah penduduk diatas angka rata-rata nasional, bahkan ada yang diatas Indikator Indonesia Sehat (40 per 100,000 penduduk), yaitu Kota Pekanbaru, Kota Dumai dan Kabupaten Kepulauan Meranti dengan angka rasio masing-masing adalah 106,78 dan 43,55 serta 41,69 seperti terlihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7. Jumlah Dokter Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau 2014 dan 2015* Kabupaten/Kota Kondisi Tenaga Dokter Penduduk Dokter Rasio (Jiwa) Spesialis Umum Gigi Jumlah Spesialis* Umum* Gigi* Jumlah Kuantan Singingi ,50 17,80 6,40 38,31 Indragiri Hulu ,90 15,90 6,40 18,96 Indragiri Hilir ,10 11,20 3,00 16,12 Pelalawan ,10 23,20 6,30 21,74 Siak ,50 17,70 5,60 28,70 Kampar ,70 10,10 5,50 20,05 Rokan Hulu ,40 11,00 4,10 17,59 Bengkalis ,20 18,60 7,90 26,49 Rokan Hilir ,90 18,90 4,00 18,02 33

43 Kepulauan Meranti ,60 29,30 6,60 41,69 Pekanbaru ,30 32,20 8,60 106,78 Dumai ,70 29,40 7,00 43,55 Jumlah ,50 19,61 5,90 37,15 Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka, 2015) Secara umum rasio dokter Provinsi Riau sebanyak 43,95, berarti bahwa untuk 100,000 penduduk dapat dilayani oleh 43,95 orang dokter baik dokter umum, spesialis dan gigi. Terpenuhinya rasio dokter sesuai dengan rasio dokter untuk Indonesia sehat menujukkan adanya perkembangan yang cukup baik namun masih terdapat masalah terkait dengan terdistribusinyayang tidak merata untuk wilayah Kabupaten/Kota sehingga terdapat Kabupaten yang memiliki rasio dokter terendah di wilayah perbatasan negara yaitu Kabupaten Indragiri Hilir dan Rokan Hilir, dan di kabupaten lainnya, yakni Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Indragiri Hulu. Keempat wilayah tersebut belum mencapai 50% dari indikator Indonesia atau kurang dari 20 orang. Apabila dirinci menurut keahlian, maka pada tahun 2015 hanya kota Pekanbaru yang memiliki rasio dokter spesialis terbanyak yaitu 56,30 orang per penduduk yang berada di atas rata-rata provinsi sebanyak 13,50 orang dan dokter spesialis yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Rokan Hilir hanya memiliki rasio 1,90 orang per penduduk. Dokter umum dan gigi secara umum kondisinya lebih merata dari dokter spesialis. Dari Tabel 3.7 terlihat bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (untuk penduduk) di Provinsi Riau dilayani oleh 19 orang tenaga dokter umum. Rasio dokter gigi di Provinsi Riau per penduduk tahun 2015 terbanyak di Pekanbaru (8,6 per penduduk) dan terendah adalah Kabupaten Indragiri Hilir ( 3 per penduduk) diikuti Kabupaten Rokan Hilir (4 per penduduk). Rasio dokter umum dan gigi yang terendah terdapat di Kabupaten Kampar masing-masing hanya 10,10 dokter umum dan rasio dokter gigi terendah terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 3,00 orang per penduduk. e. Tenaga Medis Sumberdaya manusia bidang kesehatan yang lain, selain dokter adalah tenaga medis seperti perawat dan bidan. Keberadaan perawat dan bidan menjadi sangat penting untuk kondisi penduduk Provinsi Riau, khususnya untuk perawatan ibu dan balita, Berdasarkan Indikator Indonesia bahwa rasio perawat adalah 117 per 34

44 100,000 penduduk dan rasio bidan adalah 100 per 100,000 penduduk. Di Provinsi Riau pada tahun 2010 rasio tenaga medis adalah 159 dengan jumlah tenaga medis sebanyak orang kemudian rasionya meningkat menjadi 203 dengan jumlah tenaga medis orang pada tahun 2014 dengan pertumbuhan 7,85% per tahun. Peningkatan rasio tenaga medis ini dimotori oleh pertambahan jumlah bidan dengan pertumbuhan 11,49% per tahun dan pertumbuhan jumlah perawat sebesar 10,77% per tahun, seperti terlihat pada Tabel 3.8. Tabel 3.8. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Jumlah Tenaga Medis Rasio Tenaga Medis Kabupaten/Kota Tenaga Tenaga Perawat Bidan Medis Medis Perawat Bidan Kuantan Singingi ,52 114,00 143,00 Indragiri Hulu ,76 115,00 153,00 Indragiri Hilir ,63 64,00 33,00 Pelalawan ,55 105,00 112,00 Siak ,37 115,00 83,00 Kampar ,90 90,00 99,00 Rokan Hulu ,99 68,00 69,00 Bengkalis ,93 111,00 60,00 Rokan Hilir ,56 113,00 78,00 Kepulauan Meranti ,82 114,00 109,00 Pekanbaru ,17 182,00 30,00 Dumai ,91 148,00 105,00 Provinsi Riau ,01 113,00 78,00 Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka, 2016) dan Profil Kesehatan Provinsi Riau, 2016 Tenaga perawat di Provinsi Riau berjumlah orang dengan rasio adalah 113 per penduduk dan rasio tahun 2015 ini meningkatbila dibandingkan dengan tahun 2011 (90,8 per penduduk). Rasio perawat per 100,000 penduduk kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2015 sebesar 113 per penduduk, dengan rasio tertinggi kota Pekanbaru yaitu 182 per penduduk dan rasio terendah di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 64 per penduduk. Tenaga Bidan di Provinsi Riau berjumlah orang dengan rasio adalah 78 per penduduk dan rasio tahun 2015 ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2011 (66,2 per penduduk). Gambaran rasio perawat penduduk. Sementara rasio bidan tertinggi terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu sebanyak 153 per penduduk dan terendah di Kabupaten 35

45 Pekanbaru sebanyak 30 per penduduk. Berdasarkan target Indikator Indonesia Sehat rasio bidan 100 orang per 100,000 penduduk. Dengan demikian menunjukkan bahwa Provinsi Riau belum memenuhi target tersebut karena baru mencapai 78 per penduduk. Penyebaran rasio bidan per penduduk. Berdasarkan target Indikator Indonesia Sehat rasio bidan 100 orang per 100,000 penduduk. Dengan demikian menunjukkan bahwa Provinsi Riau belum memenuhi target tersebut karena baru mencapai 78 per penduduk seperti terlihat pada Tabel 3.8. Berdasarkan target Indikator Indonesia Sehat rasio bidan 100 orang per 100,000 penduduk.dengan demikian menunjukkan bahwa Provinsi Riau belum memenuhi target tersebut karena baru mencapai 96,03 dan bahkan terdapat 8 Kabupaten/Kota yang masih dibawah rata-rata rasio bidan Provinsi Riau dan hanya 4 wilayah yang telah memenuhi Indikator Indonesia yaitu Kuansing, Inhu, Kepulauan Meranti dan Pelalawan. Oleh karena itu upaya peningkatan pelayanan kualitas kesehatan masih sulit tercapai dengan jumlah tenaga medis yang belum memenuhi indikator tersebut. Data rasio tenaga medis kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya disajikan pada Gambar 3.5. Rasio Perawat/ Penduduk Rsio Bidan/ Penduduk Pekanbaru 182 Indragiri Hulu 153 Dumai 148 Kuantan Singingi 143 Siak 115 Pelalawan 112 Indragiri Hulu 115 Kepulauan Meranti 109 Kepulauan Meranti 114 Dumai 105 Kuantan Singingi 114 Kampar 99 Provinsi Riau 113 Siak 83 Rokan Hilir 113 Provinsi Riau 78 Bengkalis 111 Rokan Hilir 78 Pelalawan 105 Rokan Hulu 69 Kampar 90 Bengkalis 60 Rokan Hulu 68 Indragiri Hilir 33 Indragiri Hilir 64 Pekanbaru Gambar 3.5. Rasio Tenaga Medis Per Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun

46 f. Cakupan Desa Setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau telah mempunyai rumah sakit/rumah sakit bersalin, dan setiap kecamatan di kabupaten/kota se-riau telah mempunyai Puskesmas/Pustu, tetapi hanya 905 desa/kelurahan (49,32%) yang telah mempunyai Poskesdes/Polindes. Sebanyak desa/kelurahan (61,74%) yang tidak mempunyai Poskesdes di mana kabupaten/kota dengan persentase tertinggi dan terendah yang tidak ada poskesdes yaitu Indragiri Hilir sebesar 83,47% (197 desa) dan Dumai sebanyak 21,21% (7 desa). Untuk dapat menjangkau wilayah kerjanya, puskesmas mempunyai jaringan pelayanan yang meliputi unit Pustu, unit Puskesmas Keliling, dan unit bidan desa/komunitas. Poskesdes merupakan salah satu upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka upaya mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Gambar 3.6 menyajikan wilayah desa yang masih kekurangan sarana dan prasarana kesehatan di Provinsi Riau (warna hijau pustu, poskesdes dan polindes yang melebih dari jumlah desa dan warna kuning kekurangan pustu, poskesdes dan polindes dari jumlah desa) yang terdapat di kabuapten kota Provinsi Riau. Siak Rokan Hulu Rokan Hilir Indragiri Hulu Kampar Kota Dumai Pelalawan -7 Kep. Meranti -9 Bengkalis -12 Kota Pekanbaru -25 Indragiri Hilir -56 Kuantan Singingi Gambar 3.6. Surplus/Defisit Pustu, Poskesdes dan Polindes Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun

47 Infrastruktur a. Infrastruktur Jalan Secara umum permasalahan infrastruktur jalan di Provinsi Riau terletak pada masih kurangnya ruas dan kualitas. Walaupun sebagian besar jalan yang melintasi daerah-daerah di Provinsi Riau sudah berhasil menghubungkan berbagai titik di Provinsi Riau dan rasio panjang jalan dibandingkan dengan luas wilayah sudah cukup. Tetapi, jika ditinjau dari kualitas jalan yang menghubungkan antara daerah tersebut maka keadaan yang terjadi sebaliknya. Jalan-jalan yang ada, baik jalan nasional, jalan provinsi, maupun jalan kabupaten dan kota yang dalam kondisi rata-rata mengalami kerusakan dan kurang baik. Hal ini telah menyebabkan berbagai hal diantaranya: waktu tempuh lebih lama, kerusakan kendaraan lebih cepat, biaya produksi dari komponen biaya transportasi menjadi lebih mahal, mempercepat kerusakan jalan pada tahap selanjutnya dan polusi udara yang berakibat pada menurunnya kesehatan masyarakat yang melintasi jalan tersebut serta berakibat pada rendahnya produktivitas dan upah murah. Bila dirinci panjang jalan nasional dan provinsi yang terdapat di Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan dapat dilihat pada Tabel 3.9. Tabel 3.9. Infrastruktur Jalan Nasional dan Provinsi Melintasi Kabupaten/Kota di Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 No. Kabupaten/Kota Nasional Panjang Jalan (Km) Provinsi Jumlah 1 Kuantan Singigi 73,56 215,66 289,22 2 Indragiri Hulu 164,92 277,54 442,46 3 Indragiri Hilir 122,01 481,88 603,89 4 Pelalawan 131,59 256,20 387,79 5 Siak 66,73 256,37 323,1 6 Kampar 143,01 487,94 630,95 7 Rokan Hulu - 408,91 408,91 8 Bengkalis 113,54 153,72 267,26 9 Rokan Hilir 127,03 296,30 423,33 10 Meranti Pekanbaru 159,50 86,60 246,1 12 Dumai 32,58 112,20 144,78 Jumlah 1.134, , ,79 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau,

48 Upaya pembangunan infrastruktur jalan yang berkualitas akan memerlukan dana yang cukup tinggi mengingat kondisi geografis Provinsi Riau, khususnya bagian yang berada di pesisir timur Pulau Sumatera yakni tempat dimana Dumai dan Kuala Enok berada didominasi oleh tanah rawa gambut dengan ketebalan bervariasi antara 1 sampai 15 meter. Sifat tanah gambut yang labil, tidak padat, dan mengalami penurunan (konsolidasi) yang besar menyebabkan pembangunan infrastruktur jalan di daerah ini menjadi lebih sulit dan mahal. Oleh karena itu untuk mengasilkan infrastruktur jalan yang berkualitas biasanya dilakukan dengan stabilisasi atau perkuatan tanah dasar, dengan membuang bagian tanah yang lunak, melapisi bagian dasar dengan struktur geotekstil, lalu mengisinya dengan tanah timbunan yang dipadatkan, kemudian finishing dengan struktur perkerasan pada bagian paling atas. Pilihan struktur perkerasan yang selama ini dipakai adalah perkerasan lentur (flexible pavement) dengan lapisan aspal seperti jalan pada umumnya. Pengalaman menunjukkan bahwa perkerasan dengan aspal ini tidak dapat bertahan lama karena struktur tanahnya yang labil. Karena itu, perkerasan lapisan atas yang diusulkan untuk infrastruktur jalan di wilayah pesisir ini adalah perkerasan kaku (rigid pavement) dari beton bertulang. Tebal perkerasan dari beton bertulang ini bisa bervariasi mulai dari 30 cm sampai 50 cm, tergantung kepada keadaan tanah dasarnya. Hal ini diperlukan mengingat kenderaan pengangkut CPO dan kayu serta batubara beratnya mencapai 40,7 ton. Lancarnya arus lalu lintas akan sangat menunjang perkembangan perekonomian suatu daerah. Sebagai daerah yang memiliki potensi sumberdaya migas dan industri lainnya yang besar dan menjadi salah satu daerah yang memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan negara melalui export dan import barang, namun dapat dilihat bahwa kontribusi tersebut tidak sebanding dengan jenis dan kondisi jalan yang ada. Dimana jalan dalam kondisi baik pada tahun 2014 untuk status jalan provinsi hanya 30,70% dan nasional 73,04% dan selebihnya mengalami kerusakan. Kerusakan jalan yang terjadi disebabkan adanya industri hasil hutan dan perkebunan yang melewati jalan tersebut dan melebihi MST dari jalan yang bersangkutan. Salah satu hal yang menjadi permasalahan berkaitan dengan jalan 39

49 dimana 78,60% dari total panjang jalan yang ada di Provinsi Riau merupakan jalan kabupaten dan yang paling banyak mengalami kerusakan adalah jalan-jalan tersebut. Memang sangat ironis kerusakakan jalan tersebut disebabkan berat tonase kenderaan yang melewati jalan tersebut untuk pengangkutan bahan baku industri seperti TBS kelapa sawit, kayu HTI, dan lainnya untuk diolah dan hasil industrinya seperti CPO, Biodiesel, Pulp dan Paper, batu bara dan sebagian besar hasil industri tersebut di eksport. Namun pembiayaan perbaikan jalan tersebut menjadi beban APBD kabupaten dan provinsi sesuai dengan status jalan. Penerimaan negara melalui pajak eksport (bea keluar) dari hasil industri yang dieksport tidak dapat dikembalikan ke daerah untuk memperbaiki jalan yang rusak tersebut karena peraturan pemerintah yang membatasi penggunaan bea keluar (PNBP No 73 Tahun 1999). Kondisi tersebut menyebabkan beban anggaran APBD kabupaten/kota dan provinsi semakin tinggi untuk perbaikan jalan sementara yang diterima daerah hanya pajak kendaraan, pajak bumi dan bangunan serta retribusi yang dibenarkan oleh peraturan per undang-undangan sehingga kondisi jalan-jalan tersebut dalam kondisi rusak berat, sedang dan ringan sebagaimana yang dijelaskan pada Tabel Tabel Panjang Jalan Menurut Status pada Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 No Kabupaten/Kota Status Jalan (km) Kab/Kota Provinsi Nasional Jumlah 1 Kuantan Singingi 1.189,85 215,66 73, ,07 2 Indragiri Hulu 1.737,03 277,54 164, ,49 3 Indragiri Hilir 1.198,54 481,88 122, ,43 4 Pelalawan 2.555,59 256,2 131, ,38 5 Siak 2.880,19 256,37 66, ,29 6 Kampar 2.219,17 487,94 143, ,12 7 Rokan Hulu 2.145,97 408, ,88 8 Bengkalis 1.318,57 153,72 113, ,83 9 Rokan Hilir 1.967,41 296,3 127, ,74 10 Kepulauan Meranti 941, ,79 11 Pekanbaru 2.771,13 86,6 159, ,23 12 Dumai 1.561,24 112,2 32, ,02 Total ,48 3,033,32 3,033, ,08 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, 2014 b. Pelayanan Air Bersih dan Air minum 40

50 Di Provinsi Riau, laju pertumbuhan pelanggan lebih tinggi daripada pertumbuhan produksi. Lebih tingginya pertumbuhan pelanggan dibanding produksi air minum menjadikan ketesediaan dan kualitas air minum yang disuplai semakin menurun. Kondisi ini terlihat dari menurun tajamnya pertumbuhan pelanggan industri yang menggunakan air yang diproduksi PDAM dan kemudian pihak industri mengambil keputusan untuk memproduksi sendiri air minumnya. Oleh karena itu, upaya meningkatkan produksi air minum untuk melayani kebutuhan pelanggan khususnya non niaga/rumah tangga, niaga dan industri harus terus dilakukan. Pada tahun 2015, persentase rumah tangga yang menggunakan air minum layak hanya sebesar 83,01%, sisanya 16,99% masih mengkonsumsi air minum yang belum layak. Sedangkan ketersedian air minum di Provinsi Riau menurut kabupaten/kota yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota dijelaskan pada Tabel Tabel Kapasitas Ketersedian Air Minum Layak pada Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Kabupaten/Kota Tahun Pertumbuhan/Ta Tahun Pertumbuhan/ hun (%) Tahun (%) Kuantan Singingi 23,22 25,65 23,29 0,63 52,31 65,83 25,85 Indragiri Hulu 27,42 34,31 34,55 12,91 59,05 76,61 29,74 Indragiri Hilir 90,85 82,37 87,15-1,77 85,86 95,60 11,34 Pelalawan 29,06 23,02 26,05-3,81 59,49 75,56 27,01 Siak 34,06 26,78 24,53-14,89 74,02 82,46 11,40 Kampar 25,74 33,39 37,81 21,48 71,15 73,83 3,77 Rokan Hulu 23,41 23,23 33,66 22,06 54,85 71,65 30,63 Bengkalis 43,37 39,18 36,94-7,69 79,57 86,34 8,51 Rokan Hilir 46,46 47,69 43,55-3,02 65,37 84,83 29,77 Kep.Meranti 75,89 80,39 88,32 7,90 80,21 92,98 15,92 Pekanbaru 16,28 11,96 12,81-9,71 88,57 91,78 3,62 Dumai 25,34 21,37 19,24-12,82 72,43 88,53 22,23 Provinsi Riau 37,56 36,27 37,43-0,12 72,59 83,01 14,35 Sumber: Ciptada Provinsi Riau, 2016 (Susenas, ) Catatan: Perhitungan Tahun Menggunakan Formula Baru. Persentase rumah tangga menurut sumber air minum/masak pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel Di sini terlihat bahwa sumber air minum yang berasal dari leding (pipa) dan air kemasan hanya mencapai 46,50%. Jumlah inipun masih didominasi oleh kawasan perkotaan Pekanbaru dan Dumai. Jumlah ini masih terlalu kecil mengingat, jangkauan air yang berasal dari leding (sistem 41

51 perpipaan) masih sangat terbatas. Sumber air minum masih didominasi oleh air kemasan (galon isi ulang) yang harganya relatif mahal dan tidak efisien. Di Riau saat ini, belum ada kota yang pelayanan air minumnya bisa dihandalkan, Kota Dumai, hingga saat ini, kebutuhan air minumnya masih sangat tergantung kepada air hujan dan air yang dibeli dengan menggunakan truk dan jerigen, terutama sekali pada musim kemarau tiba, karena air tanah/sumur untuk kawasan yang dekat dengan laut/rawa tidak bisa digunakan. Kabupaten Indragiri Hilir, Kepulauan Meranti, dan Rokan Hilir adalah yang terparah dalam penyediaan air minum untuk warganya. Tabel Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air Minum Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 KabupatenKota Leding dan Air Kemasan Pompa SumberAir Minum Sumur Terlindungi Sumur tak Terlindungi Mata Air Lainnya Kuantan Singingi 31,55 8,20 39,76 15,87 1, Indragiri Hulu 46,54 7,86 25,10 17,60 0,12 2,77 Indragiri Hilir 15,13 0,52 2,03 2,19 0,17 79,95 Pelalawan 59,23 11,27 8,67 15,50 1,47 3,87 Siak 54,58 16,26 14,66 4,70 0,26 9,55 Kampar 38,20 15,52 32,08 5,67 6,25 2,28 Rokan Hulu 33,10 10,66 43,25 8,70 3,22 1,08 Bengkalis 48,87 4,38 6,68 9,23 0,00 30,85 Rokan Hilir 37,34 10,05 17,61 8,47 0,36 26,18 Kep, Meranti 9,08 0,28 2,32 4,97 1,04 82,31 Pekanbaru 79,64 16,42 3,16 0,48 0,31 0,00 Dumai 75,03 12,67 5,09 2,48 0,56 4,17 Jumlah 46,50 10,40 16,42 6,95 1,42 18,32 Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015) Persentase rumah tangga menurut kabupaten/kota dan sumber air minum menunjukkan bahwa masih cukup banyak rumah tangga yang menggunakan sumber air minum dan memasak dari sumur yang tidak terlindungi. Sumber air minum yang kurang layak umumnya berasal dari air hujan, air sungai dan sumur tak terlindung. Di kabupaten Indragiri Hilir dan Kepulauan Meranti, sumber air minum didominasi oleh air hujan yaitu sebesar 72,37%, dan 76,21%. Tabel Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air Memasak Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 KabupatenKota Leding & Air Kemasan Pompa SumberAir Memasak Sumur Terlindungi Sumur tak Terlindungi Mata Air Lainnya 42

52 KabupatenKota Leding & Air Kemasan Pompa SumberAir Memasak Sumur Terlindungi Sumur tak Terlindungi Mata Air Lainnya Kuantan Singingi 5,17 11,53 54,10 20,42 2,51 6,27 Indragiri Hulu 21,21 11,26 35,27 25,15 0,66 6,45 Indragiri Hilir 4,35 0,71 1,83 2,35 0,17 90,59 Pelalawan 22,94 26,58 18,72 19,20 3,09 9,47 Siak 23,09 28,37 21,84 7,42 0,77 18,52 Kampar 13,80 25,32 41,41 8,04 5,71 5,71 Rokan Hulu 8,06 11,87 63,63 11,42 3,88 1,13 Bengkalis 9,00 14,72 23,82 13,71 0,77 37,98 Rokan Hilir 8,77 16,99 24,04 14,25 0,55 35,39 Kep, Meranti 1,79 0,28 1,84 4,90 0,55 90,64 Pekanbaru 26,42 56,51 7,57 3,41 0,81 5,28 Dumai 23,84 50,30 9,67 4,21 0,70 11,29 Jumlah 14,84 23,97 24,95 10,16 1,80 24,27 Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015) c. Penyediaan Listrik Secara keseluruhan, selama periode rasio elektrifikasi Provinsi Riau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 17,15% per tahun, dengan wilayah pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Rokan Hilir sebesar 50,92% per tahun dan Kabupaten Kampar dengan rata-rata pertumbuhan terendah 2,44% per tahun. Pertumbuhan yang rendah wilayah tersebut disebabkan oleh rasio pertumbuhan jumlah rumah tangga lebih tinggi berbanding laju pertumbuhan pembangunan energi listrik. RE per Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel Tabel Rasio Elektrifikasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun No Kabupaten/Kota Tahun Pertumbuhan/ Tahun (%) 1 Kuantan Singingi 47,81 69,71 72,40 86,3 94,84 19,69 2 Indragiri Hulu 66,00 93,63 99,00 99,16 98,04 11,66 3 Indragiri Hilir 26,09 68,47 69,42 75,04 70,72 41,54 4 Pelalawan 28,18 62,1 69,76 67,19 71,59 33,89 5 Siak 37,71 62,85 67,44 54,93 77,94 24,33 6 Kampar 80,05 71,88 76,68 83,93 87,89 2,66 7 Rokan Hulu 36,82 52,55 57,81 57,63 61,83 14,93 8 Bengkalis 67,72 77,48 80,93 106,11 98,69 10,75 9 Rokan Hilir 28,73 84,69 90,74 85,79 91,97 50,92 10 Kep. Meranti 39,17 95,45 95,48 100,42 96,64 36,28 11 Pekanbaru 65,95 108,33 115,71 105,41 104,97 15,44 12 Dumai 73,58 90,19 95,38 97, ,28 Provinsi Riau 53,06 78,88 83,73 85,19 87,81 14,91 Sumber: Dinas ESDM Provinsi Riau, 2016 Berdasarkan pada Tabel 3.14 dapat dilihat bahwa rasio elektrifikasi dibawah rata-rata provinsi terdapat 4 kabupaten dan 8 kabupaten di atas rata-rata provinsi. 43

53 Penduduk Kepala Keluarga Kecamatan Desa LAPORAN AKHIR Wilayah terendah rasio elektrifikasi yaitu Kampar-Indragiri Hulu dan terendah adalah Kabupaten Kampar. Dengan perpindahan kewenangan dalam pengurusan energi dan sumberdaya mineral ke provinsi maka wilayah-wilayah terendah rasio elektrifikasinya harus mendapatkan prioritas dalam pembangunan energi kedepan. Sedangkan jumlah desa yang sudah terlayani listrik di Provinsi Riau hingga tahun 2014 baru memcapai 60,77% dan yang belum terlayani 39,23%. Kabupaten yang belum terlayani listrik yang paling rendah adalah Indragiri Hilir yang desanya tersedia listrik baru mencapai 25,71% dan yang belum tersedia listrik sebesar 74,29%. Jika dilihat rata-rata desa yang belum teraliri listrik di Provinsi Riau masih terdapat sebanyak 39,23% dari jumlah desa yang ada sebanyak desa dan kelurahan atau sebanyak 641 desa yang belum teraliri listrik dan yang terbanyak di Kabupaten Indragiri Hilir dari 175 desa masih terdapat 130 desa yang belum teraliri listrik. Sementara jumlah kelurahan yang mendapatkan aliran listrik terdapat di Kota Dumai sebanyak satu kelurahan dari 32 kelurahan yang ada (Tabel 3.15). Kondisi ini harus mendapatkan perhatian serius bagi pemerintah daerah mengingat hal ini sudah menjadi kewenangan pemerintah Provinsi Riau sesuai dengan UU 23 Tahun Tabel Jumlah Rumah Tangga Menurut Desa Yang Terlayani Listrik Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 No Kabupaten/ Kota Jumlah Jumlah Desa Berlistrik Telah Belum Desa (% ) Desa (% ) 1 Kuansing , ,84 2 Inhu , ,33 3 Inhil , ,29 4 Pelalawan , ,15 5 Siak , ,66 6 Kampar , ,60 7 Rokan Hulu , ,10 8 Bengkalis , ,21 9 Rokan Hilir , ,56 10 Pekanbaru , Dumai ,88 1 3,13 12 Kep. Meranti , ,68 Jumlah , ,23 Sumber: PLN Riau, Kondisi dan Potensi Ekonomi 44

54 Kondisi Ekonomi a. Pertumbuhan Ekonomi Tabel 3.16 menyajikan kondisi perekonomian kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa PDRB tertinggi dengan migas adalah Kabupaten Bengkalis dengan nilai Rp ,29 juta rupiah diikuti oleh kota Pekanbaru sebesar Rp ,62 juta rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa sejumlah kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara merupakan kabupaten dengan kondisi ekonomi yang baik. Tabel Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Termasuk Minyak Bumi dan Gas Tahun (Juta Rupiah) No Kabupaten/Kota Kuantan Singingi , , , ,75 2 Indragiri Hulu , , , ,98 3 Indragiri Hilir , , , ,74 4 Pelalawan , , , ,59 5 Siak , , , ,94 6 Kampar , , , ,70 7 Rokan Hulu , , , ,21 8 Bengkalis , , , ,29 9 Rokan Hilir , , , ,86 10 Kep Meranti , , , ,64 11 Pekanbaru , , , ,62 12 Dumai , , , ,50 Riau , , , ,82 Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun 2015) PDRB menurut kabupaten/kota sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.7, memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan antara PDRB kabupaten kaya sebagai penghasil migas dengan kabupaten/kota bukan penghasil migas, PDRB tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Bengkalis diikuti Kabupaten Siak, Rokan Hilir dan Kampar, Kontribusi PDRB dengan migas dibanding tanpa migas dalam PDRB Kabupaten Bengkalis, Siak, Rokan Hilir dan Kampar masing-masingnya sebesar 88,19%, 75,56%, 70,83% dan 65,50%, Kabupaten yang memiliki sumberdaya migas dalam jumlah kecil adalah Kepulauan Meranti, Indragiri Hulu, Rokan Hulu 45

55 dan Pelalawan, Sedangkan Kabupaten Kuantan Singingi dan Indragiri Hilir tidak memiliki sumberdaya migas. Kontribusi PDRB HK Migas (%) Bengkalis Siak Rokan Hilir Indragiri Hilir Indragiri Hulu Kuantan Singingi Kep.Meranti Pekanbaru Provinsi Riau Indragiri Hulu Rokan Hulu Kep.Meranti Kontribusi PDRB HK Tanpa Migas (%) Siak Kampar Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun 2015) Gambar 3.7. Kontribusi (%) PDRB Harga Konstan Migas dan Dengan Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 Tingginya ketergantungan migas dalam PDRB di Kabupaten Bengkalis, Siak, Rokan Hilir dan Kampar perlu diantisipasi melalui pengembangan sumberdaya yang dapat diperbaharui. Disisi lain, kabupaten yang rendah sumberdaya perlu mendapat dukungan pembangunan yang lebih besar dari Pemerintah Provinsi Riau sehingga ketimpangan antar kabupaten/kota di Provinsi Riau akan semakin rendah lagi. Kabupaten/Kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi dengan migas yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau dengan migas pada tahun 2015 adalah Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 6,92% hingga Kabupaten Kampar sebesar 3,21%. Sedangkan kabupaten/kota yang pertumbuhan ekonominya dengan migas dibawah rata-rata provinsi adalah Siak dan Bengkalis dan bahkan negatif masing-masing sebesar -0,71% dan -3,50%. Sementara pertumbuhan ekonomi tanpa migas Kabupaten/Kota hanya kabupaten Inhu, Kuansing, Siak, Kampar dan Kota Dumai yang terdapat di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tahun 2014 (Gambar 3.8). 46

56 Pertumbuhan Ekonomi Dengan Migas (%) Indragiri Hilir Rokan Hulu Indragiri Hulu Kep.Meranti Dumai Provinsi Riau Bengkalis Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas (%) Kep.Meranti Indragiri Hilir Rokan Hulu Pelalawan Indragiri Hulu Siak Dumai Gambar 3.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 Secara relatif pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir cukup baik karena ditopang oleh komoditas yang diusahakan masyarakat tidak sepenuhnya mengalami penurunan harga seperti kelapa, padi, pinang dan ikan. Sementara komoditas kelapa sawit yang penurunan harga tidak terlalu memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ini mengingat daerah ini hanya sebagian kecil masyarakatnya yang berusahatani kelapa sawit tetapi sebagian besar bersumber dari perkebunan kelapa, perikanan dan tanaman padi serta pinang. Sementara tanaman kelapa sawit tergolong wilayah yang masih memiliki kebun kelapa sawit yang sempit berbanding daerah lainnya. b. Inflasi Inflasi juga menjelaskan tentang kondisi prekonomian suatu wilayah. Semakin stabil tingkat inflasi menunjukkan kondisi perekonomian yang semakin baik. Data pada Gambar 3.9 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan inflasi per kabupaten/kota dari tahun terjadi pada dengan migas dan non migas. Laju pertumbuhan Inflasi tertinggi dengan migas terjadi di Kabupaten Siak sebanyak 8,68% per tahun dan penurunan laju inflasi terendah terjadi di Kota Dumai sebesar 385,27% per tahun. Sedangkan laju inflasi tertinggi pada non migas terjadi di Kabupaten Bengkalis sebesar 165,11% per tahun dan Kep. Meranti sebesar 124,23% per tahun dan terendah Kabupaten Kuantan Singingi sebesar 10,76% per tahun. Beradasarkan pada data tersebut dapat dilihat bahwa wilayah yang perlu yang memerlukan kebijakan penanganan inflasi untuk non migas adalah 47

57 Kabupaten Bengkalis dan Kep. Meranti yang merupakan wilayah yang terletak di wilayah perbatasan negara. Inflasi dengan Migas (%) Kep.Meranti Pekanbaru Pelalawan Bengkalis Rokan Hilir Riau 8.82 Kampar 8.06 Rokan Hulu 7.97 Dumai 7.74 Indragiri Hilir 6.48 Indragiri Hulu 6.17 Siak 5.54 Kuantan Singingi Kep.Meranti Bengkalis Pekanbaru Pelalawan Rokan Hilir Dumai Rokan Hulu Siak Indragiri Hilir Indragiri Hulu Kampar Riau Kuantan Singingi Inflasi Tanpa Migas (%) Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun 2015) dan Data Olahan Gambar 3.9. Tingkat Inflasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Sementara itu tingkat inflasi perkabupaten/kota tanpa migas pada tahun 2015 menunjukkan bahwa tingkat inflasi tertingggi adalah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 18,87% dan terendah terjadi di Kabupaten Kuansing hanya 4,80% per tahun. Oleh karena wilayah yang tingkat inflasinya cukup tinggi harus mendapatkan perhatian dalam penyediaan barang dan jasa untuk menyeimbangkan antara permintaan dan penawaran. c. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah Indikator yang menunjukkan ketimpangan pembangunan/pendapatan antar wilayah yang lazim digunakan adalah Indeks Ketimpangan Williamson. Bila indeks ketimpangan Williamson diukur dari PDRB per kapita dengan migas, menunjukan trend berfluktuatif meningkat. Pada tahun 2010, indeks ketimpangannya sebesar 0,671 kemudian meningkat menjadi menjadi 1,1697 pada tahun Meskipun indeks ketimpangan yang diukur dari PDRB per kapita dengan migas ini cenderung meningkat dan lebih besar dari satu sehingga dapat dikategorikan ketimpangan distribusi pendapatan per kapita dengan migas antar Kabupaten/Kota di Provinsi 48

58 Riau sangat timpang atau pertumbuhan ekonomi antar daerah tidak merata. Hal ini dimungkinkan karena hanya sebagian kabupaten saja yang memiliki sumberdaya migas yang besar di Provinsi Riau seperti Kabupaten Bengkalis, Siak, Rokan Hilir dan Kampar sedangkan Kabupaten/Kota lainnya relatif kurang atau tidak memiliki sumberdaya migas. Selama periode , rata-rata pertumbuhan indeks ketimpangan distribusi pendapatan dengan migas antar Kabupaten/Kota di Provinsi Riau menurun sebesar 31,14% per tahun. Selama periode , indeks ketimpangan Williamson yang diukur dari PDRB per kapita tanpa migas menunjukkan trend menurun sebagaimana ditunjukkan pada Gambar Pada tahun 2010, indeks ketimpangan sebesar 0,2865 menurun menjadi 0,2574 pada tahun 2014 yang dapat dikatakan hampir mendekati nol sehingga dapat disimpulkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan per kapita tanpa migas antar Kabupaten/Kota di Provinsi Riau relatif rendah atau pertumbuhan ekonomi antar daerah merata tanpa migas. Selama periode ini, rata-rata pertumbuhan penurunan indeks ketimpangan distribusi pendapatan per kapita tanpa migas di Provinsi Riau menurun sebesar 1,66% per tahun. Bengkalis Siak Rokan Hulu Provinsi Riau Pekanbaru Indragiri Hilir Kampar Kep.Meranti Kuantan Singingi Indragiri Hulu Rokan Hilir Pelalawan Dumai Kampar Kuantan Singingi Indragiri Hulu Siak Pekanbaru Kep.Meranti Rokan Hulu Dumai Bengkalis Pelalawan Rokan Hilir Provinsi Riau Indragiri Hilir Gambar Pembentukan Indek Williamson Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 d. Kemiskinan Secara umum jumlah penduduk miskin, tingkat kemiskinan, indek kedalaman dan keparahan kemiskinan di desa jauh lebih tinggi dibandingkan di kota, yang memberi arti bahwa kedalaman dan keparahan kemiskinan di pedesaan 49

59 Ribu Orang LAPORAN AKHIR jauh lebih besar dibanding kota. Oleh karena itu, kebijakan penanggulangan kemiskinan masih perlu terus dilakukan dengan memperkuat di wilayah pembangunan ekonomi dan infrastruktur pedesaan khususnya pedesaan diwilayah pesisir. Jumlah penduduk miskin, tingkat kemiskinan, indek kedalaman dan keparahan kemiskinan dapat dilihat pada Gambar 3.11, 3.12, 3.13 dan Gambar Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun

60 LAPORAN AKHIR Gambar Tingkat Kemiskinan (%) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun Gambar Indek Kedalaman Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun

61 LAPORAN AKHIR Gambar Indek Keparahan Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2014 Dari gambar di atas dapat dinyatakan bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti yang baru terbentuk tahun 2009 merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk miskin maupun tingkat (persentase) kemiskinan tertinggi di Provinsi Riau. Jumlah penduduk miskin terbanyak terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak orang dan paling sedikit terdapat di Kota Dumai sebanyak orang. Persentase penduduk miskin tertinggi di Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak 32,39% dan paling rendah di Kota Pekanbaru sebanyak 3,22%. Indeks kedalaman kemiskinan tertinggi terdapat Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak 8,96 dan terendah di Kabupaten Indragiri Hulu sebanyak 0,46 dan indek keparahan kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 2,77 dan dan terendah di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 0,06. Indeks Kedalaman Kemiskinan Poverty Gap Index (P1) Indeks Kedalaman Kemiskinan/Poverty Gaps Index (P1) adalah ukuran rata-rata kesenjangan 52

62 pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap kemiskinan. Pada gambar 3.13 terlihat bahwa posisi relatif Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) yaitu berada di bawah rata-rata provinsi sebanyak 10 Kabupaten/Kota dan di atas rata-rata provinsi adalah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Pelalawan. Oleh karena itu kedua wilayah ini harus mendapatkan perhatian secara serius dalam mengurangi keparahan kemiskinan Potensi Ekonomi a. Kelautan dan Perikanan Produksi perikanan di Provinsi Riau sebagian besar berasal dari perikanan laut, yakni dari kabupaten/kota yang terletak di wilayah perbatasan negara. Data yang bersumber dari Dinas Perikanan dan Kelautan menunjukkan bahwa pada tahun 2015, dari sejumlah ,24 ton total produksi ikan, sebanyak ,30 ton atau 59,07% merupakan hasil perikanan laut, sedangkan ,94 ton hasil dari perairan umum, tambak, kolam keramba, keramba, sawah, tambak dan jaring apung. Di samping itu diperoleh juga informasi bahwa kabupaten/ kota sebagai penghasil ikan terbanyak pada tahun 2015 adalah Kabupaten Rokan Hilir ,7 ton (30,46%), Kabupaten Indragiri Hilir ,70 ton (29,34%) dan Kabupaten Kampar ,75 ton (17,80 %), sisanya sebanyak ,57 ton (22,40%) tersebar di kabupaten/kota lainnya. Tabel Produksi Perikanan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2015 No Kabupaten/Kota Jenis Usaha Perikanan Kontribusi Perikanan Perairan Tambak Kolam Jumlah (%) Laut Umum 1 Kuantan Singingi - 347, , ,23 1,98 2 Indragiri Hulu , , ,88 3,67 3 Indragiri Hilir , ,90 85,77 422, ,70 29,34 4 Pelalawan 4.584,60 193, , ,31 5,95 5 Siak 444,30 584, , ,84 1,27 6 Kampar , , ,75 17,80 7 Rokan Hulu , , ,89 3,96 8 Bengkalis 1.479,70-36,70 378, ,58 1,06 9 Rokan Hilir , ,00-899, ,22 30,46 10 Kep. Meranti 1.650,00-1,55 48, ,07 0,95 11 Pekanbaru - 394, , ,00 3,15 12 Dumai 593,80-10,96 115,01 719,77 0,40 Provinsi Riau , ,80 134, , ,24 100,00 Sumber: Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan 53

63 Jika dilihat Kabupaten/Kota yang produksi perikanannya merupakan produksi tertinggi Provinsi Riau pada tahun 2015 adalah Kabupaten Rokan Hilir, Indragiri Hilir dan Kampar. Kontribusi sub sektor perikanan dari ketiga wilayah tersebut mencapai 77,64% dari produksi perikanan Provinsi Riau (Gambar 3.15). Kabupaten Kampar sebagai produser ikan terbanyak ketiga di Provinsi Riau harus diapresiasi karena sebagian besar atau sebanyak ,05 ton (52,60%) produksi perikanan diperoleh melalui budidaya dan hanya sebanyak 2.326,70 ton (13,61%) yang diperoleh melalui perikanan tangkap dari perairan umum Produksi Perikanan Per Kabupaten/Kota (Ribu ton) Tahun 2015 Gambar Produksi Perikanan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2015 b. Pariwisata Selain kaya akan sumberdaya kelautan dan perikanan, Provinsi Riau, khususnya kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara, memiliki daya tarik pariwisata yang dapat dikembangkan sehingga menjadi tujuan wisatawan domestik maupun manca negara. Namun demikian, daya tarik wisata yang ada belum dikembangkan dengan baik, termasuk sarana dan prasarana pendukungnya sehingga belum menjadi tujuan wisata dan belum memberikan kontribusi yang berarti dalam perekonomian Provinsi Riau. Sementara itu jumlah objek wisata di Provinsi Riau (Tabel 3.18) menunjukkan penyebaran lokasi di setiap kabupaten/kota, dimana kabupaten yang 54

64 memiliki objek wisata paling banyak adalah Kabupaten Rokan Hulu dengan enam objek wisata dan yang paling sedikit adalah Dumai, Meranti dan Pelalawan. Dari potensi objek-objek wisata yang ada, hanya beberapa objek wisata yang mulai dikembangkan seperti (1) Wisata Fenomena Bono yang ada di Kabupaten Pelalawan; (2) Candi Muara Takus yang terletak d Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar; (3) Benteng Tujuh Lapis dan sumber air panas di Kabupaten Rokan Hulu; (4) Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi; (5) Festival Bakar Tongkang di Kabupaten Rokan Hilir; (6) Danau Buatan di Kota Pekanbaru; dan (7) Istana Siak Sri Indrapura di Kabupaten Siak, Sebagian besar objek wisata belum dikembangkan dan belum menjadi tujuan wisatawan domestik maupun manca negara. Kondisi ini menjadikan pariwisata belum memberikan kontribusi yang berarti dalam perekonomian Provinsi Riau. Lokasi dan Jarak Objek wisata di Provinsi Riau dapat dilihat Gambar Tabel Objek Wisata Yang Terdapat di Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 No Kabupaten Kecamatan Desa/ Kelurahan Jarak Pekanbaru ke Lokasi (KM) Objek Wisata 1 Kuansing Kuantan Tengah Kota Taluk Kuantan 133,95 1. Pacu Jalur Kuantan Mudik Bukit Padusunan 150,90 2. Kawasan Wisata Kebun Nopi Kuantan Mudik Lubuk Jambi 163,27 3. Air Terjun Guruh Gemurai Hulu Kuantan Lubuk Ambacang 169,90 4. Air Terjun Tujuh Tingkat 2 Indragiri Hulu 1. Taman Nasional Batang Gangsal Sanglap 280,39 Bukit Tiga Puluh 2. Makam Raja-raja Rengat Barat Kota Lama 192,42 Indragiri Kota Lama Rengat Kampung Dagang 206,84 3. Danau Raja 3 Indragiri Hilir Rengat Barat Kota Lama 192,42 Mandah Pulau Cawan Darat = 399,24 dan Laut = 371,35 4. Danau Menduyan 1. Pantai Solop Kemuning Batu Ampar 284,76 2. Bukit Berbunga 3. Wisata Religi Kuindra Teluk Dalam, Sapat 32,67 Syech Abdurrahman Siddiq Mandah Bekawan Darat = 420,12 dan Laut = 393,31 4. Wisata Sampan Leper dan Manongkah 4 Pelalawan Teluk Meranti Teluk Meranti 194,91 1. Wisata Bono Ukui Lubuk Kembang Bunga 177,02 Kerumutan Kerumutan 179,27 2. Taman Nasional Tesso Nillo 3. Kawasan Lindung Kerumutan 55

65 No Kabupaten Kecamatan Desa/ Kelurahan Jarak Pekanbaru ke Lokasi (KM) Objek Wisata 5 Siak 1. Istana Siak Sri Siak Siak Sri Indra Pura 117,48 Indrapura Mempura Mempura 112,13 2. Desa Mempura Siak Siak Sri Indra Pura 118,50 3. Event Siak Bermadah Siak Siak Sri Indra Pura 115,00 4. Tour De Siak 6 Kampar XIII Koto 1. Candi Muara Muara Takus 116,65 Kampar Takus Kuok Merangin 79,45 2. PLTA Koto Panjang Kuok Pulau Belimbing 68,60 3. Desa Pulau 7 Rokan Hulu 8 Bengkalis 9 Rokan Hilir 10 Kep, Meranti 11 Pekanbaru Kampar Kiri Hulu Gema & Tanjung Belit 99,47 Belimbing 4. Kawasan Wisata Kampar Kiri Hulu Tambusai Dalu-dalu 214,00 1. Benteng Tujuh Lapis Kepenuhan Rantau Binuang 2. Wisata Rohani di 223,00 Sakti Binuang Sakti Rambah Gunung Bongsu 190,70 3. Air Panas Hapanasan Bangun Purba - 196,77 4. Air Terjun Aek Matua Rokan IV Koto - 170,00 5. Kawasan Hulu Sungai Rokan Rokan IV Koto Cipang Kiri Hulu 204,35 6. Bukit Tungkuih Nasi Rupat Utara Tlk Rhu 294,14 1. Kawasan Wisata Pulau Rupat Bantan Selat Baru 218,20 2. Pantai Selat Baru Bengkalis Meskom 215,66 Bukit Batu Sukajadi 211,30 Bangko Bagan Tengah 243,50 Tanah Putih Rantau Bais 174,47 Pasir Limau Kapas - 257,46 darat + 85,6 Laut Rangsang Barat Bokor 225,10 Rangsang Barat Anak Setatah 211,26 Tebing Tinggi Barat Lalang Tanjung 226,3 Rumbai Pesisir Meranti Pandak 2,30 Bukit Raya Simpang Tiga 7,60 Rumbai Pesisir Lembah Sari 10,80 Marpoyan Damai 12 Dumai Medang Kampai Maharatu 10,46 Rumbai Muara Fajar 22,87 Teluk Makmur 203,92 Dumai Barat Purnama 203,97 Medang Kampai Bukit Batrem 191,66 3. Pantai Prapat Tunggal Meskom 4. Kawasan Biosfir Giam Siak Kecil 1. Festival Bakar Tongkang 2. Kawasan Wisata Rantau Bais 3. Kawasan Wisata Pulau Jemur 1. Event Wisata Bokor 2. Kawasan Mangrove 3. Kawasan Wisata Tasik 1. Kawasan Pekanbaru Water Front City 2. Kawasan Bandar Serai 3. Danau Bandar Kayangan 4. Kawasan Agro Wisata Marpoyan 5. Kawasan Wisata Tahura SSH 1. Pantai Teluk Makmur 2. Kawasan Mangrove 3. Danau Bunga Tujuh 56

66 Gambar Peta Lokasi Objek Wisata Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 b. Tanaman Pangan Tabel 3.19 menyajikan data luas panen, produksi dan produktivitas menurut kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun Dari tabel dapat dilihat bahwa Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Rokan Hilir merupakan kabupaten dengan luas lahan dan produksi gabah yang tertinggi di Provinsi Riau, namun demikian produktivitas padi bukanlah yang tertinggi. Kabupaten dengan produktivitas padi yang tertinggi berasal dari Kabupaten Siak. 57

67 Tabel Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Padi Kabupaten/Kota Luas Panen (ha) Kontribusi (%) Produksi Gabah (ton) Kontribusi (%) Produktivitas (Ton/ha) Kuantan Singingi , ,51 4,49 Indragiri Hulu , ,67 3,70 Indragiri Hilir , ,22 3,90 Pelalawan , ,20 3,77 Siak , ,77 5,46 Kampar , ,74 3,31 Rokan Hulu , ,42 4,39 Bengkalis , ,67 3,83 Rokan Hilir , ,49 4,01 Kep. Meranti , ,93 2,83 Pekanbaru 6 0, ,00 2,67 Dumai 307 0, ,37 4,21 Provinsi Riau , ,00 4,01 Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan Beradasarkan data produksi padi yang dikonversi ke beras menunjukkan bahwa Provinsi Riau mengalami defisit sebanyak 63,36%. Wilayah yang mengalami defisit paling rendah adalah Kabupaten Indargiri Hilir sebesar 7,03% dan Kuansing sebesar 7,14%. Defisit tersebut sebenarnya dapat diatasi jika insitas penggunaan lahan dan teknologi input dengan kobinasi terbaik dapat dilakukan maka defisit tersebut dapat diminimalisir. Defisit kebutuhan beras per Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel Tabel Kebutuhan dan Kemampuan Beras Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Jiwa Kebutuhan Beras Ton/Tahun Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan/ Kemampuan Kekurangan Produksi Beras Ton/Tahun (%) Ton/Tahun Keterangan Kuantan Singingi ,14 Defisit Indragiri Hulu ,60 Defisit Indragiri Hilir ,03 Defisit Pelalawan ,50 Defisit Siak ,32 Defisit Kampar ,40 Defisit Rokan Hulu ,63 Defisit 58

68 Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Jiwa Kebutuhan Beras Ton/Tahun Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan/ Kemampuan Kekurangan Produksi Beras Ton/Tahun (%) Ton/Tahun Keterangan Bengkalis ,09 Defisit Rokan Hilir ,09 Defisit Kep. Meranti ,66 Defisit Pekanbaru ,99 Defisit Dumai ,45 Defisit Provinsi Riau ,36 Defisit Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan peningkatan produktivitas tanaman padi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan beras, mengingat setiap tahunnya terjadi penurunan luas tanam, panen dan produksi. Sementara kebutuhan pangan beras senantiasa mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa program peningkatan produksi padi melalui peningkatan intensitas penggunaan lahan dan peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan inventarisasi wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki lahan sawah permanen dan tersedia infrastruktur pengairan yang cukup memadai. Ketersediaan data dan informasi tersebut sangat membantu dalam peningkatan penggunaan lahan yang lebih intensif (2-3 tanam/tahun). Tabel 3.21 menyajikan data tentang potensi luas lahan per Kabupaten/Kota yang dapat ditanami padi sekali setahun, 2-3 setahun dalam rangka peningkatan produksi dan kapasitas penggunaan lahan Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya. Tabel Potensi Peningkatan Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2015 Kabupaten 2-3 Kali Per tahun Potensi Penggunaan Lahan Pertanian (Lahan Sawah) Tanam (Ha) 1 Kali Per tahun Tidak Ditanami Padi (Ha) Sementara Tidak Diusahakan (Ha) Total Lahan (Ha) Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar

69 Kabupaten 2-3 Kali Per tahun Potensi Penggunaan Lahan Pertanian (Lahan Sawah) Tanam (Ha) 1 Kali Per tahun Tidak Ditanami Padi (Ha) Sementara Tidak Diusahakan (Ha) Total Lahan (Ha) Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep. Meranti Pekanbaru Dumai Provinsi Riau Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan c. Sayuran Berdasarkan data tahun , secara umum perkembangan luas panen komoditas sayur-sayuran mengalami penurunan sebanyak 5,15% per tahun dari hektar pada tahun 2010 menjadi pada tahun Tabel 3.22 menyajikan data perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas komoditas sayuran menurut kabupaten/kota provinsi riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten kota/lainnya tahun Berdasarkan data tersebut, maka perlu program pengembangan sayur-sayuran agar produksi sayur-sayuran dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Riau. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah melaksanakan suatu sistem budidaya dengan model agribisnis terpadu (integrated agribusiness) di mana kegiatan budidaya yang pada umumnya dilaksanakan oleh para petani kecil terpadu dengan kegiatan proses penanganan hasil dan distribusi yang dilaksanakan secara bersama terintegrasi. Berdasarkan Tabel 3.22 dapat dinyatakan bahwa kontribusi tertinggi pada luas panen sayuran adalah Kabupaten Kampar mendominasi dengan 23,10% dari luas lahan sayuran di Provinsi Riau atau seluas hektar. Sedangkan luas lahan sayuran yang paling sempit terdapat di Kota Dumai hanya 2,82% atau seluas 426 hektar. Sedangkan produktivitas tertinggi terdapat di Kota Pekanbaru sebanyak 10,22 ton/hektar dan produktivitas terendah di Kabupaten Kuantan Singingi hanya 1,40 ton/hektar. 60

70 Tabel Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Sayuran Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 Kabupaten/Kota Luas Panen (ha) Kontribusi (%) Sayur-Sayuran Produksi (ton) Kontribusi (%) Produktivitas (Ton/ha) Kuantan Singingi 936 6, ,48 1,40 Indragiri Hulu , ,32 6,26 Indragiri Hilir , ,47 1,87 Pelalawan 793 5, ,77 1,98 Siak , ,85 7,09 Kampar , ,91 9,40 Rokan Hulu , ,64 2,49 Bengkalis 557 3, ,17 3,46 Rokan Hilir 682 4, ,21 2,88 Kep. Meranti 840 5, ,07 5,36 Pekanbaru , ,37 10,22 Dumai 426 2, ,73 5,68 Provinsi Riau , ,00 5,88 Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2015 dan Data Olahan d. Buah-Buahan Pengembangan tanaman buah-buahan diarahkan pada lahan yang memiliki kemiringan di bawah 8%. Lahan untuk budidaya buah-buahan akan mengalami perlakuan pengolahan lahan yang cukup intensif sehingga akan mudah terjadi erosi apabila dilakukan di lahan yang berkemiringan curam. Berikut gambaran perkembangan jumlah pohon dan rumpun dan produksi tanaman buah-buahan untuk 10 komoditas Provinsi Riau tahun Pengembangan buah-buahan di Provinsi Riau memiliki potensi, namun tetap terdapat daerah yang sangat potensial untuk pengembangan buah buahan agar berproduksi secara optimal. Dilihat dari kondisi saat ini perkembangan luas tanam, produksi dan produktivitas komoditas buah buahan di Provinsi Riau khususnya masih sangat fluktuatif. Tabel menyajikan data luas panen, produksi dan produktivitas buah-buahan menurut kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten kota/lainnya tahun

71 Tabel Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah-Buahan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 Buah Buahan Kabupaten/Kota Pohon/ Produksi Produktivitas Kontribusi (%) Kontribusi (%) Rumpun (ton) (Kg/Pohon) Kuantan Singingi , ,76 34,56 Indragiri Hulu , ,22 7,89 Indragiri Hilir , ,73 3,99 Pelalawan , ,53 50,47 Siak , ,50 1,77 Kampar , ,16 5,70 Rokan Hulu , ,32 55,15 Bengkalis , ,24 9,40 Rokan Hilir , ,20 27,38 Kep. Meranti , ,50 24,65 Pekanbaru , ,32 31,93 Dumai , ,51 4,05 Provinsi Riau , ,00 7,04 Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2015 dan Data Olahan Berdasarkan Tabel 3.23 menunjukkan bahwa kontribusi tertinggi pada jumlah pohon, Kota Dumai menyumbang 40,85% dari jumlah buah-buahan di Provinsi Riau. Sedangkan jumlah pohon paling sedikit terdapat di Kabupaten Pelalawan hanya 0,21% atau sebanyak pohon. Dari sisi jumlah produksi buah-buahan terbanyak terdapat di Kabupaten Kampar yaitu 25,16% atau ton dan paling sedikit terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti hanya sebanyak ton atau 1,50%. Sedangkan produktivitas buah-buahan tertinggi terdapat di Kabupaten Rokan Hulu sebanyak 55,15 kg/pohon/tahun dan produktivitas terendah di Kabupaten Siak hanya 1,77 kg/pohon/tahun, jelasnya dapat dilihat pada Gambar Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa potensi peningkatan produksi buah-buahan di beberapa wilayah melalui peningkatan produktivitas masih sangat memungkinan jika usahatani tanaman buah-buahan dikelola secara efektif dan efisien serta menggunakan teknologi input berkualitas. Peningkatan produktivitas tanaman buah-buahan akan menambah jumlah produksi sehingga pemenuhan kebutuhan buah-buahan lokal yang sebagian besar saat ini masih didatangkan dari daerah lain dapat terpenuhi secara mandiri. 62

72 Luas (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton PO/ha) Luas (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) Luas (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) LAPORAN AKHIR e. Perkebunan Luas, produksi dan produktivitas perkebunan kelapa sawit, kelapa dan karet menurut kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel Dari tersebut dapat dinyatakan bahwa lahan perkebunan kelapa sawit paling luas terdapat di Kabupaten Rokan hulu seluas hektar (17,53%), sedangkan tanaman kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir seluas hektar (85,11%) dan tanaman karet terluas terdapat di Kabupaten Kuantan Singingi seluas hektar (28,91%). Sementara itu produktivitas tertinggi kelapa sawit, kelapa dan karet terdapat di Kabupaten Pelalawan yaitu 4,07 ton CPO/ha, kelapa 1,04 ton kopra/ha dan karet 1,36 ton/ha. Tabel Luas, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, Kelapa dan Karet Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 Komoditas Utama Kelapa Sawit Kelapa Karet No Kabupaten/Kota 1 Kuantan Singingi , , ,55 2 Indragiri Hulu , , ,70 3 Indragiri Hilir , , ,73 4 Pelalawan , , ,36 5 Siak , , ,67 6 Kampar , , ,76 7 Rokan Hulu , , ,99 8 Rokan Hilir , , ,60 9 Bengkalis , , ,91 10 Kep. Meranti , ,47 11 Pekanbaru , , ,13 12 Dumai , , ,72 Jumlah , , ,73 Sumber: Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan. Jika rata-rata produktivitas CPO per hektar Kabupaten Pelalawan dijadikan sebagai benchmark untuk mengestimasi potensi peningkatan produksi CPO pada tanaman yang belum menghasilkan (TBM) seluas hektar sebanyak ton CPO, pada tanaman tua rusak (TTR) seluas hektar akan 63

73 diperoleh CPO sebanyak ton CPO dan sebanyak ton CPO pada tanaman menghasilkan (TM). Dari angka tersebut dapat dilihat bahwa tanpa melakukan ekstensifikasi lahan, potensi peningkatan produksi CPO masih memungkinkan sebanyak ton CPO kedepan. Untuk itu, program peningkatan produktivitas harus menjadi perioritas, mengingat penambahan luas lahan tanaman kelapa sawit ke depan makin terbatas. Demikian hal dengan komoditas kelapa dan karet. Khusus untuk komoditas kelapa sawit, strategi dan program yang tepat dan terencana dengan baik harus menjadi prioritas, karena tanpa ini semua maka dikhawatirkan pemanfaatan sumber daya alam kelapa sawit tidak mencapai nilai yang optimal dan akan berakhir sama dengan yang terjadi pada komoditas sumber daya alam lainnya yang secara perlahan mulai ditingggalkan oleh petani dan beralih ke komoditas lainnya termasuk kelapa sawit akibat tidak adanya program yang terencana deangan baik dalam pengembangannya dan bahkan sebagian besar industri yang terkait dengan komoditas tersebut telah tutup. Keberhasilan strategi pengembangan industri berbasis kelapa sawit memerlukan integrasi dan koordinasi dari berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, pelaku usaha terkait, pihak lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi serta Lembaga Penelitian dan Pengembangan pemerintah dan swasta agar semua aspek yang menjadi penentu keberhasilan pengembangan komoditas tersebut dapat terpenuhi. Untuk mensinergikan hal tersebut, maka program pemetaan luas lahan perkebunan kelapa sawit sesuai dengan umur tanaman dan pabrik kelapa sawit (PKS) baik dari aspek jumlah existing, kapasitas terpasang serta utilisasi diperlukan untuk mengetahui secara tepat dan akurat produksi dan rencana kebutuhan pengembangan produksi dan kenutuhan input kelapa sawit dan PKS. Laju perkembangan luas lahan perkebunan kelapa sawit dan produksi TBS di Provinsi Riau yang cukup signifikan telah memacu perkembangan pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS). Pada tahun 2014, jumlah PKS sebanyak 220 yang tersebar di 10 kabupaten dengan kapasitas produksi keseluruhan ton per jam. Oleh itu jika PKS tersebut beroperasi selama 20 jam perhari dan 300 hari setahun, maka jumlah TBS yang terolah sebanyak 39,126 juta ton dengan produksi CPO 64

74 sebanyak ton atau 1:5 dengan arti bahwa 5 ton TBS dapat menghasilkan CPO 1 ton atau OER 20%. Dari kapasitas terpasang PKS sebanyak ton TBS perjam, dan jika dibanding dengan rata-rata produktvitas kelapa sawit Provinsi Riau sebanyak 3,14 ton TBS/ha/thn, maka diperlukan luas panen sebanyak ha/jam atau ha/hari. Sementara itu satu PKS masih mengolah TBS dari hektar perkebunan kelapa sawit. Tabel Jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 No Kabupaten/Kota Luas Kebun Kelapa Sawit (Ha) Jumlah PKS Unit Kapasitas (Ton/Jam) Luas Kebun/PKS (Ha/PKS) 1 Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Rokan Hilir Bengkalis Kep. Meranti Pekanbaru Dumai Jumlah Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2015 Jika diamati dari angka sebaran pabrik PKS maka dapat dikatakan bahwa masih terdapat PKS yang tidak memaksimal utilisasi penggunaan pabriknya, hal tersebut tergambar dari jumlah produksi CPO pada tahun 2014 sebanyak ton. Ini berarti bahwa pada tahun 2014, PKS hanya beroperasi selama lebih kurang 18.5 jam/hari. Jika memasukkan potensi pengembangan lahan dan peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit ke depan maka masih dibutuhkan sejumlah PKS untuk mengolah produksi TBS dari potensi tersebut. Jumlah yang dibutuhkan dengan dari potensi produksi TBS tersebut adalah sebanyak 44 unit dengan asumsi bahwa PKS yang ada saat ini beroperasi dengan kapasitas penuh. Berdasarkan sebaran lokasi pabrik PKS tersebut maka cakupan penyediaan bahan baku industri oleokimia untuk daerah kawasan industri Dumai sebanyak 122 unit. Sedangkan 65

75 yang menjadi cakupan kawasan industri Kuala Enok sebanyak 31 unit. Sebaran pabrik kelapa sawit (PKS) ini dapat dilihat pada Gambar Gambar Sebaran PKS Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 Sementara itu perkebunan kelapa berdasarkan data potensi industri kelapa rakyat di Provinsi Riau dimana daerah memiliki perkebunan kelapa antara lain Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Kampar. Namun produktivitas kelapa masih rendah karena tidak terlepas dari lemah dan minimnya sentuhan teknologi produksi kelapa di daerah ini. Sentuhan teknologi yang di maksud adalah bibit tanam yang kurang berkualitas, kuantitas dan kualitas penggunaan input pupuk yang minim dan perbaikan unsur hara tanah yang kurang serta kurangnya pengetahuan berkaitan dengan penggunaan teknologi dalam proses produksi dan trio tata air yang 66

76 mengalamim kerusakan serta kemampuan manejerial petani kemudian tanaman yang sudah tua. Penurunan produksi kelapa yang terus terjadi karena pengaruh lahan yang sebagian besar sudah kritis akibat tergenang air laut ketika air pasang, ph tanah yang rendah, drainase yang kurang memadai dan pendangkalan parit dan sungai. Ditambah lagi dengan pengaruh umur tanaman yang sudah tua. Disisi lain petani juga tidak dapat lagi memperluaskan lahan perkebunannya karena ketersediaan lahan semakin terbatas serta tidak adanya temuan teknologi baru yang mampu mempertahankan kondisi komoditas tersebut sebagaimana sebelumnya. Komplikasi permasalahan yang dihadapi petani tersebut membuat para petani kelapa semakin sulit dalam meningkatkan kesejahteraan. Salah satu solusi yang dapat dilakukan dengan recovery (perbaikan kembali) kebun-kebun petani yang rusak melalui menginventarisir (membuat database) luas kebun yang telah rusak dan menentukan titik lokasi kebun kelapa yang telah rusak dan program perbaikan kebun kelapa yang rusak dengan tepat dan efisien sehingga hasil recovery dapat memulihkan kebun petani. f. Peternakan Sub sektor peternakan telah memberikan kontribusi dalam perkembangan perekonomian Provinsi Riau atau sebanyak 2,76 % dari sektor pertanian dan 0,55% dari jumlah PDRB Provinsi Riau atau nilai rata-rata Rp ,- selama periode Jenis ternak yang diusahakan di Provinsi Riau meliputi ternak besar dan ternak besar yang tercatat diusahakan di Provinsi Riau antara lain terdiri dari sapi, kerbau, kambing, dan domba serta babi. Sedangkan ternak kecil yang diusahakan adalah ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging dan itik. Jika dilihat dari aspek lokasi penyebaran wilayah yang menjadi sentra pengembangan peternakan diprovinsi Riau adalah kota Pekanbaru, kabupaten Indragiri Hulu, Siak dan Kampar. Populasi ternak besar yang paling dominan diusahakan adalah sapi. Jumlah populasi ternak besar selama periode 2011 hingga 2015 terjadi peningkatan jumlah populasi dari ekor pada tahun 2011 menjadi ekor pada tahun 2015 atau tumbuh sebanyak 9,29%. Sedangkan jumlah populasi ternak kecil pada tahun 67

77 2011 sebanyak ekor meningkat menjadi ekor pada tahun 2015 atau tumbuh sebanyak 1,37% dan secara umum populasi ternak baik besar dan kecil bertambah dari ekor pada tahun 2011 menjadi ekor pada tahun 2015 atau tumbuh sebanyak 1,40%. Sedangkan jumlah produksi daging dari kedua klasifikasi ternak ini adalah sebanyak ton pada tahun 2011 meningkat menjadi ton pada tahun 2015 atau naik sebanyak 17,26%. Peningkatan produksi ternak besar selama periode tersebut disumbang oleh ternak sapi sebanyak 23,48% atau dari ton pada tahun 2011 meningkat menjadi ton pada tahun Sedangkan produksi telor secara umum mengalami pertumbuhan negatif sebanyak 40,55% atau produksi telor menurun dari butir pada tahun 2010 menjadi butir pada tahun Jika dilihat pertumbuhan per tahun maka selama periode hanya pada tahun 2011 yang mengalami pertumbuhan positif sebanyak 19,40% sedangkan tahun berikutnya mengalami penurunan hingga 32,62% pada tahun Sedangkan jika ditinjau dari aspek ayam petelur maka telur dari ayam ras mengalami penurunan produksi yang paling signifikan sebanyak 66,57% atau produksi turun dari butir pada tahun 2010 menjadi butir pada tahun Dan hanya telur itik yang mengalami peningkatan sebanyak 3,43% selama periode 2010/2011 atau naik dari butir pada tahun 2010 menjadi butir pada tahun Provinsi Riau yang defisit suplai daging ternak besar dan kecil ini sebagaimana halnya Indonesia, tidak perlu terjadi, bahkan Provinsi Riau dapat mensuplai untuk wilayah lain, Provinsi Riau mempunyai sumberdaya yang memadai untuk pengembangan ternak khususnya ternak sapi, kerbau dan kambing, Areal kelapa sawit seluas 2,73 juta hektar menyediakan pakan hijauan yang besar, Diasumsikan per hektar lahan sawit dipelihara 1 ekor sapi atau kerbau atau kambing, perkebunan kelapa sawit setidaknya akan dicapai populasi sebesar 2,37 juta ekor, lebih dari 540% dari populasi ternak sapi, kerbau dan kambing tahun 2012 (438,717 ekor). 68

78 Tabel Populasi Ternak dan Produksi Daging Provinsi Riau Tahun Tahun Rata-Rata No Ternak Pertumbuh an/tahun (%) 1 Populasi (Ekor) Sapi ,29 Kerbau ,73 Kambing ,43 Domba ,39 Ayam Broiler ,89 Ayam Kampung ,94 Itik (0,45) 2 Produksi (Kg) Sapi ,99 Kerbau ,88 Kambing ,90 Domba ,62 Ayam Broiler ,18 Ayam Kampung ,68 Itik ,71 Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun ) 3.3. Kondisi Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau Lokasi Prioritas dan Pos Lintas Batas Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa Provinsi Riau merupakan provinsi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki letak strategis karena berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia. Provinsi Riau dan Malaysia dipisahkan oleh Selat Malaka, sebagai salah satu selat atau perairan yang terpadat di dunia. Aktivitas perdagangan melalui jalur Selat Malaka ini selalu ramai dan rentan terhadap pelanggaran batas antarnegara sehingga perlu pengawasan yang rutin dan ketat. Ada enam kabupaten/kota di Provinsi Riau yang masuk dalam wilayah pesisir yang diindikasikan dalam kabupaten/kota batas negara, yaitu: Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Indragiri Hilir. Dari enam kabupaten/kota tersebut, yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia ada tiga kabupaten/kota, yaitu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis dan 69

79 Kabupaten Kepulauan Meranti. Secara keseluruhan ada 22 lokasi prioritas (kecamatan) batas negara di Provinsi Riau (Tabel 3.27). Tabel Lokasi Prioritas Batas Negara di Provinsi Riau No Kabupaten Kecamatan/Lokpri 1. Rokan Hilir 1. Pasir Limau Kapas 2. Bangko 3. Sinaboi 2. Dumai 1. Dumai Kota 2. Medang Kampai 3. Dumai Timur 4. Dumai Barat 5. Sungai Sembilan 3. Bengkalis 1. Bukit Batu 2. Bantan 3. Rupat Utara 4. Rupat 5. Bengkalis 4. Kepulauan Meranti 1. Merbau 2. Rangsang 3. Pulau Merbau 4. Tasik Putri Puyu 5. Rangsang Barat 6. Rangsang Pesisir 5. Pelalawan 1. Kuala Kampar 6. Indragiri Hilir 1. Kateman 2. Pulau Burung Dari Tabel 3.27 dapat dinyatakan bahwa jumlah lokasi prioritas (lokpri) di Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Indragiri Hilir, berturut-turut sebanyak 3 lokpri, 5 lokpri, 5 lokpri, 6 lokpri, 1 lokpri, dan 2 lokpri. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kabupaten dengan lokpri terbanyak adalah Kabupaten Kepulauan Meranti dan yang terkecil adalah Kabupaten Pelalawan. Untuk menunjang aktivitas masyarakat di kawasan perbatasan, khususnya masyarakat pada lokasi prioritas pemerintah telah membangun sejumlah Pos Lintas Batas (PLB). Ada sebelas PLB yang telah di bangun di wilayah perbatasan negara Provinsi Riau, yaitu: (1) PLB Panipahan Kabupaten Rokan Hilir; (2) PLB Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir; (3) PLB Tanjung Medang Kabupaten Bengkalis; (4) PLB Sungai Pakning Kabupaten Bengkalis; (5) PLB Selat Baru Kabupaten Bengkalis; 70

80 (6) PLB Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti; (7) PLB Tanjung Samak Kabupaten Kepulauan Meranti; (8) PLB Serapung Kabupaten Pelalawan; (9) PLB Guntung Kabupaten Indragiri Hilir; (10) PLB Kuala Gaung Kabupaten Indragiri Hilir; dan (11) PLB Kuala Enok. Dari sejumlah PLB tersebut dapat melintas ke sejumlah pelabuhan di Malaysia. Misalnya dari PLB Panipahan Kabupaten Bengkalis pelintas batas akan melintas ke Port Kelang Malaysia dan dari PLB Sinaboi pelintas batas akan melintas ke Port Kelang dan Port Dicksion Malasia. Secara rinci PLB Riau dan jalur lintasan ke negara tetangga di sajikan pada Gambar PORT KELANG SEREMBAN PORT DICKSON KUALA LUMPUR GEMAS 1 PROVINSI SUMATERA UTARA 2 Dumai 3 P. Rupat Pelintung PROVINSI RIAU 4 5 MALAKA Tj. Buton MUAR 6 KLUANG SEDEL KOTA TINGGI BATU PAHAT JOHOR BARU KUKUP PANIPAHAN (Kab. Rokan Hilir) 2 SINABOI (Kab. Rokan Hilir) TANJUNG MEDANG (Kab. Bengkalis) SUNGAI. PAKNING (Kab. Bengkalis) SELAT BARU (Kab. Bengkalis) TELUK BELITUNG (Kab. Kep Meranti) TANJUNG SAMAK (Kab. Kep Meranti) SERAPUNG (Kab. Pelalawan) 11 9 Kuala Enok GUNTUNG (Kab. Indragiri Hilir) POS LINTAS BATAS (PLB) RIAU - MALAYSIA KUALA GAUNG (Kab. Indragiri Hilir) KUALA ENOK (Kab. Indragiri Hilir) Gambar Sebaran Pos Lintas Batas Riau - Malaysia Perlu diinformasikan bahwa pada saat survei/observasi lapangan dilakukan, tidak semua PLB di Provinsi Riau yang aktif. Ada lima PLB yang aktif, yaitu: (1) PLB Panipahan Kabupaten Rokan Hilir; (2) PLB Sungai Pakning Kabupaten Bengkalis; (3) PLB Tanjung Samak Kabupaten Kepulauan Meranti; (4) PLB Serapung Kabupaten Pelalawan; dan (5) PLB Guntung Kabupaten Indragiri Hilir. Sementara itu, enam PLB lainnya tidak aktif, yaitu: (1) PLB Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir; (2) PLB Tanjung Medang Kabupaten Bengkalis; (3) PLB Selat Baru 71

81 Kabupaten Bengkalis; (4) PLB Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti; (5) PLB Kuala Gaung Kabupaten Indragiri Hilir;dan (6) PLB Kuala Enok. Mencermati banyaknya PLB yang tidak aktif karena rendahnya aktivitas lintas batas yang dilakukan oleh masyarakat dan alasan lainnya, maka aktivitas lintas batas pada umumnya dilakukan melalui pelabuhan-pelabuhan resmi internasional. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan pada tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat Provinsi Riau, muncul aspirasi masyarakat agar PLB yang tidak aktif dapat diaktifkan kembali. Hal ini perlu dilakukan agar mendorong meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Aktivitas Lintas Batas Sebagaimana telah dijelaskan pada sub-bab 3.2 bahwa kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau memiliki sumberdaya alam yang telah dikembangkan dan potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Potensi sumberdaya tersebut meliputi sumberdaya kelautan dan perikanan, pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, peternakan, dan pertambangan. Dengan demikian aktivitas masyarakat di wilayah perbatasan negara ini pada umumnya terkait dengan usaha ekonomi kelautan dan perikanan, pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, peternakan, dan pertambangan. Namun demikian, jika diamati lebih lanjut masyarakat yang ada pada lokasi prioritas sebagian besar bekerja sebagai nelayan, sehingga aktivitas yang dilakukan umumnya terkait dengan sumberdaya kelautan dan perikanan. Untuk dapat meningkatkan nilai ekonomi dari produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat di kawasan perbatasan negara, maka aktivitas lintas batas yang berhubungan dengan perdagangan luar negeri dengan negara Malaysia dilakukan oleh masyarakat. Produk-produk yang dijual masyarakat ke Malaysia antara lain adalah hasil bumi berupa tanaman pangan, kelapa, kopi, ikan dan produk-produk pertanian lainnya. Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya, masyarakat yang melakukan lintas batas membawa produk-produk dari Malaysia seperti: gula, bawang, pakaian, dan produk-produk lainnya. 72

82 Selain aktivitas yang secara alamiah dilakukan oleh masyarakat, dalam rangka percepatan pembangunan kawasan perbatasan Pemerintah Republik Indonesia juga mendorong terbentuknya kawasan strategis nasional (PKSN) dan sejumlah kawasan industri di Provinsi Riau. Kota Dumai merupakan wilayah yang telah ditetapkan sebagai PKSN. Peta Lokpri dan PKSN Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau dapat dilihat pada gambar 3.19 berikut ini. Gambar Peta Lokasi Prioritas dan PKSN Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Pembangunan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) di Provinsi Riau hingga tahun 2015 sebanyak 6 Wilayah yaitu di Kota Dumai (KI Pelintung, Lubuk Gaung dan Pelindo); Siak (KI-Tanjung Buton); Bengkalis (KI-Buruk Bakul); Inhil (KI-Kuala Enok); dan Kota Pekanbaru (KI-Tenayan Raya); Pelalawan (Teknopolitan). Namun dari 6 wilayah WPPI yang ada dan yang mendapatkan perioritas oleh pemerintah pusat ada 3 wilayah yaitu Kota Dumai (KI Pelintung, Lubuk Gaung dan Pelindo); Siak (KI-Tanjung Buton); Bengkalis (KI-Buruk Bakul). Enam dari wilayah tersebut hanya Kota Dumai (KI Pelintung, Lubuk Gaung dan Pelindo) yang sudah beroperasi. Peta lokasi WPPI Provinsi Riau dengan keluasan masing-masing sebagaimana Tabel 3.28 dan Gambar

83 Tabel Lokasi Kawasan Industri Provinsi Riau Tahun 2015 No Wilayah Industri Luas (ha) Lokasi 1. Kawasan Inustri Dumai - Pelintung - Lubuk Gaung - Dock Yard - Pelindo (BK) 5.084, ,00 300,00 115,00 Kota Dumai 2. Kawasan Indutri Tanjung Buton 5.789,90 Kab. Siak 3. Kawasan Industri Buruk Bakul 3.220,00 Kab. Bengkalis 4. Kawasan Industri Kuala Enok 5.203,95 Kab. Indragiri Hilir 5. Kawasan Industri Tenayan Raya 3.247,54 Kota Pekanbaru 6. Kawasan Teknopolitan 3.754,00 Kab. Pelalawan Jumlah ,92 Provinsi Riau Gambar Peta Lokasi Kawasan Industri Yang Terdapat di Provinsi Tahun

84 Kementerian Perindustrian Republik Indonesia juga menetapkan Provinsi Riau menjadi wilayah pengembangan industri pengolahan kelapa melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor. 131/M-IND/PER/12/2010 tentang Peta Panduan (Road Map) Industri Pengolahan Kelapa. Implementasi pengembangan klaster industri pengolahan kelapa untuk pencapaian sasaran jangka panjang ( ) perlu menjadi perhatian khusus dalam pembangunan daerah Provinsi Riau Kondisi Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Sebelum dibentuknya Badan Nasional Perbatasan Negara (BNPP), kelembagaan perbatasan negara Indonesia dengan negara tetangga dilakukan secara ad hoc atau untuk tugas tertentu. Model kelembagaan ad hoc pengelolaan perbatasan antara Indonesia yang ada di Provinsi Riau dengan negara tetatangga Malaysia antara lain (i) General Border Commitee; (GBC) dikoordinasikan oleh Kementerian Pertahanan; (ii) Joint Commission Meeting; (JCM) dikoordinasikan oleh Kementerian Luar Negeri; dan (iii) Sub Komisi Teknis Survey dan Demarkasi di koordinasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Penanganan masalah outstanding border problems (OPB) ataupun persoalan sektor dibentuk kelompok kerja bersama (joint working group) antara kedua negara. Provinsi Riau berbatasan laut dengan Malaysia. Wilayah Kabupaten se Provinsi Riau yang berbatasan langsung dengan Malaysia adalah Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis dan Kabupatan Kepulauan Meranti. Kawasan perbatasan laut Provinsi Riau (Indonesia) dengan Malaysia meliputi Batas Laut Teritorial (BLT), Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen (BLK). Batas laut teritorial berhubungan dengan kepastian garis batas di laut. Zona ekonomi ekslusif berhubungan dengan hak atas pemanfaatan sumberdaya perikanan. Batas landas kontinen berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya non hayati didasar laut. Hingga tahun 2016, status penyelesaian BLT, ZEE dan BLK yang ada di Provinsi Riau (Indonesia) dengan Malaysia belum selesai. Belum disepakatinya BLT, ZEE dan BLK antara Indoensia khususnya di perairan Provinsi Riau dengan Malaysia karena belum terdapat kesepakatan. Konsekwensinya atau dampak dari belum disepakatinya BLT, ZEE dan BLK adalah banyak nelayan 75

85 dikedua belah pihak beraktifitas menangkap ikan memasuk negara lain dan ditangkap oleh otoritas masing-masing negara. Kelembagaan kerjasama sosial, ekonomi dan budaya serta lainnya antara indonesia dengan negara tetangga yang melibat wilayah Provinsi Riau antara lain Sosek Malindo, IMT-GT, IMS-GT dan AEC. Kerjasama Sosek Malindo pertama kali dicetuskan oleh Dato Musa Hitam, Wakil Perdana Menteri Malaysia yang sekaligus Ketua General Border Commite (GBC) Malaysia yang disampaikan pada sidang XII GBC di Kuala Lumpur pada tangga 14 November Kemudian dalam sidang XVII staff Planning Committee (SPC) malindo yang diselenggarakan di Kula Lumpur pada tangga 28 September 1984, kelompok kerja/kumpulan kerja telah menyampaikan laporan tentang perlunya untuk membentuk suatu komite/jawatan khuasa khusus yang bertanggungjawab dalam bidang kerjasama. Pada sidang XVII SPC Malindo, menerima dan menyetujui saran/usul yang disampaikan kelompok kerja. Selanjutnya SPC Malindo sebagai koordinator perencanaan kegiatan GBC menugaskan beberapa pejabat untuk merintis usahausaha untuk tercapainya kerjasama pembangunan sosial ekonomi tersebut. Kerjasama yang dibahas dalam kerjasama Sosek Malindo terkait dalam beberapa bidang antara lain: (i) bidang sosial budaya yang terdiri dari pendidikan, kesehatan, kesenian dan kebudayaan dan pemuda dan olahraga; (ii) Bidang ekonomi, perdagangan dan perhubungan terdiri dari industri dan perdagangan, pertanian, pelabuhan/investasi, pelancongan/pariwisata, perhubungan, tenagakerja, sumberdaya alam dan lingkungan hidup; dan (iii) bidang keselamatan/keamanan dan pengurusan sempadan, terdiri dari pos lintas batas darat (PLBD), pos lintas batas laut (PLBL), kerjasama pendidikan pencegahan penyeludupan dan infrastruktur sempadan. Kerjasama Sosek Malindo inilah yang lebih intend diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah di Sumatera dan kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia. Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) berdiri pada pertemuan tingkat menteri ke 1 di Langkawi Malaysia pada tangga 20 Juli IMT-GT ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat didaerah perbatasan negara-negara IMT-GT. Wadah bagi para pengusaha dikawasan IMT GT disebut Joint Business Council (JBC). Wilayah 76

86 Indonesia yang menjadi bagian kerjasama IMT-GT adalah Aceh, Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Perkembangan kerjasama IMT-GT adalah dimana pada KTT IMT-GT ke-5 di Hanoi, Vietnam, tanggal 28 Oktober 2010, para pemimpin IMT-GT mengadopsi Joint Statement of the 5th IMT-GT Summit yang antara lain berisi mengenai: perkembangan proyek-proyek IMT-GT terutama yang berkaitan dengan perwujudan sub-regional connectivity dalam mendukung ASEAN Connectivity, Mid-Term Review of the IMT-GT Roadmap , Business Process Review yang dilakukan oleh Eminent Person Group (EPG), pentingnya peran swasta dan pemerintah daerah dalam pengembangan IMT-GT, peran ADB sebagai IMT-GT Development Partner, dan kerja sama dengan IMT-GT dengan Jepang dalam Economic Research Institute of ASEAN and East Asia (ERIA). KTT ke-2 IMT-GT di Cebu, Filipina, 12 Januari 2007 telah menyepakati untuk mengembangkan IMT-GT Connectivity Corridor menjadi pusat kegiatan ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di sub-kawasan. Implementasi konsep IMT-GT Connectivity Corridor di 5 (lima) koridor ekonomi yang dipandang paling potensial dan telah memiliki traffic yang relatif tinggi dan perlu ditingkatkan yaitu: (i) koridor ekonomi Songkhla-Penang-Medan Economic Corridor; (ii) Koridor ekonomi Selat Malaka; (iii) Koridor ekonomi Banda Aceh-Medan-Dumai- Palembang; (iv) koridor ekonomi Melaka-Dumai; dan (v) koridor ekonomi Ranong-Phuket-Aceh. IMT-GT telah menetapkan IMT-GT Baseline Priority Projects Connectivity (PCPs) dalam rangka meningkatkan konektivitas di wilayah IMT-GT. Diantara proyek dalam kerangka PCPs adalah Sumatera Ports Development Project, Melaka-Dumai Economic Corridor Multimodal Transport Project, Melaka Pekanbaru Power Interconnection, dan Development of Aceh Highway Facilities. Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT) dibentuk tahun 2014 untuk memperkuat jaringan ekonomi diantara ketiga negara pada region yang ditentukan, dalam rangka mengoptimalkan ekonomi regional ditiga negara. Wilayah kerjasama IMS-GT meliputi Singapura, johor dan sebagian Provinsi Riau serta kepulauan Riau. IMS-GT juga dikenal dengan istilah SIJORI atau Singapura- Johor-Riau yang dimaksudkan untuk mengkombinasikan kekuatan kompoetitif 77

87 pada tiga area yang ditetapkan, untuk meningkatkan daya tarik investasi terutama dalam cakupan regional dan international. Lebih spesifiknya dalah dengan cara menciptakan konektivitas infrastruktur, modal dan keahlian yang dimuiliki oleh Singapura, dengan sumberdaya alam dan manusia uyang dimiliki oleh Johor dan Riau. Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN economic Community (AEC) berawal dari kesepakatan dalam KTT pada bulan desember 1997 di Kuala Lumpur. Kesepakatan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan India. Pada KTT di Bali pada bulan Oktober 2003, di Deklarasikan Pembentukan MEA/AEC dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina, Brunei, Myanmar, Laos, Vietnam dan Cambodia). AEC/MEA blueprint adalah (i) Asean sebagai pasar dan basis produksi tunggal; (ii) Asean sebagai kawasan berdaya saing tinggi; (iii) Asean sebagai kawasan pembangunan ekonomi yang merata; dan (iv) Asean sebagai kawasan yang terintegrasi dengan perkonomian global. Mulai Januari 2015, diberlakukan pasar bebas ASEAN untuk: (i) permodalan yaitu arus bebas modal dan arus bebas investasi, (ii) barang yaitu aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN dan jasa yaitu arus bebas jasa dan (iii) tenaga kerja yaitu arus tenaga kerja trampil Pengelolaan Perbatasan Tingkat Pusat Pengelola perbatasan di tingkat Pusat adalah Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang, dibentuk melalui Peraturan Presiden, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNPP memiliki tugas antara lain (i) menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan; (ii) menetapkan rencana kebutuhan anggaran; (iii) mengkoordinasikan pelaksanaan; dan (iv) melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. BNPP dikepalai oleh seorang Menteri Dalam Negeri dan terdiri dari 15 anggota baik Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah, Kepala Lembaga Pemerintah non-kementerian, maupun Gubernur Provinsi terkait. Menteri Dalam Negeri memimpin dan mengendalikan pelaksanaan tugas dan fungsi BNPP. Dalam kesehariannya, tugas BNPP yang diemban oleh Menteri Dalam Negeri dilaksanakan oleh Sekretaris BNPP melalui Sekretariat BNPP. 78

88 Sekretariat BNPP juga memberikan dukungan teknis, koordinatif dan administratif. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala BNPP membawahi beberapa Kedeputian, yaitu (i) Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara; (ii) Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan; dan (iii) Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan. Ketiga Kedeputian ini dalam melaksanakan tugasnya masing-masing dibantu oleh tiga Asisten Deputi, dimana masing-masing Asisten Deputi terdiri dari tiga Kepala Bidang, dan masing-masing Kepala Bidang membawahi dua Kepala Subbidang. Selain itu tiap-tiap Deputi juga memiliki kelompok jabatan fungsional. Sekretariat BNPP sendiri terdiri dari dua Biro, dimana masing-masing Biro terdiri dari tiga Bagian, dan masing-masing bagian terdiri dari tiga Sub bagian. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan memuat perihal BNPP dalam melakukan koordinasi seperti: 1. Kepala BNPP dalam melaksanakan tugasnya dapat mengundang dan mengikutsertakan menteri, pimpinan lembaga pemerintah non kementerian, dan pejabat lainnya dari lembaga pemerintah, pemerintah daerah dan non pemerintah sesuai dengan kebutuhan. 2. Dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya, BNPP melakukan koordinasi dengan badan pengelola perbatasan di tingkat daerah. 3. Hubungan koordinasi antara BNPP dan badan pengelola perbatasan daerah meliputi pembinaan, fasilitasi dan pengawasan. 4. Dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya badan pengelola perbatasan di daerah dikoordinasi oleh Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah dan anggota BNPP. 5. Tata cara hubungan kerja BNPP dengan badan pengelola perbatasan di daerah diatur oleh Kepala BNPP. Kementerian anggota yang melaksanakan tupoksi BNPP sebanyak 20 kementerian. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010, pasal 6 mengatur susunan keanggotan BNNP yaitu: Ketua Pengarah : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan 79

89 Keamanan; Wakil Ketua Pengarah I Wakil Ketua Pengarah II Kepala BNPP : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; : Menteri Dalam Negeri Anggota : 1. Menteri Luar Negeri 2. Menteri Pertahanan 3. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 4. Menteri Keuangan 5. Menteri Pekerjaan Umum 6. Menteri Perhubungan 7. Menteri Kehutanan 8. Menteri Perikanan dan Kelautan 9. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 10. Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal 11. Panglima Tentara Nasional Indonesia 12. Kepala Kepolisian Republik Indonesia 13. Badan Intelijen Negara 14. Kepala Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional 15. Gubernur Provinsi Terkait. Sebagaimana diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010, hubungan antara BNPP dengan kementerian dan lembaga anggota BNPP adalah koordinasi. Hubungan antara BNPP dengan BPPD juga bersifat koordinasi. 80

90 Gambar Hubungan Koordinasi K/L dan BPPD Provinsi/Kabupaten Dengan BNPP Pengelolaan Perbatasan di Provinsi Riau Pengelolaan perbatasan negara dengan Malaysia di Provinsi Riau adalah Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau. Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan (BPP) pada tingkat provinsi diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.02 tahun Badan pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun Pasal 16 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Badan Pengelola Perbatasan Daerah merupakan unsur penunjang tugas kepala daerah. Badan Pengelola Perbatasan Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan dibawah dan bertanggung kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2015 mengatur rincian tugas, fungsi dan tatakerja Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau. Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau mempunya tugas menyelenggarakan perumusan kebijakan, pelaksanaan, koordinasi, fasilitasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan pada sekretariat, bidang pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan infrastruktur kawasan 81

91 perbatasan serta menyelenggarakan kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fungsi Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau adalah: 1. Menyelenggarakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan tugas pada sekretariat, bidang pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan. 2. Penyelenggaraan koordinasi dan fasilitasi pada sekretariat, bidang pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan. 3. Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pada sekretariat, bidang pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan. 4. Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan dan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi Riau membawahi satu sekretariat dan empat bidang, yaitu (i) Bidang pengelolaan batas wilayah, (ii) Bidang pengelolaan potensi kawasan, (iii) bidang kerjasama dan (iv) bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan. Struktur Orgranisasi BPPD ditunjukkan pada Gambar Gambar Struktur Organisasi BPPD Provinsi Riau 82

RAPAT PERSIAPAN RAKORTEK KEGIATAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERBATASAN TAHUN ANGGARAN 2018

RAPAT PERSIAPAN RAKORTEK KEGIATAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERBATASAN TAHUN ANGGARAN 2018 RAPAT PERSIAPAN RAKORTEK KEGIATAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERBATASAN TAHUN ANGGARAN 2018 O L E H : DR. Hj. RAHIMA ERNA (Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah) Luas Wilayah: 107.931,71 KM 2 Daratan :

Lebih terperinci

SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI

SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERSPEKTIF PEMERINTAHAN JOKOWI DAN JK 2015-2019 ( 9 AGENDA PRIORITAS ) Nomor PRIORITAS 1 Perlindungan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA INDONESIAN DEVELOPMENT FORUM (IDF)

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA INDONESIAN DEVELOPMENT FORUM (IDF) KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA INDONESIAN DEVELOPMENT FORUM (IDF) Jakarta, 10 Agustus 2017 PEMBANGUNAN DAERAH PEMBANGUNAN DAERAH Pembangunan Daerah merupakan perwujudan dari pelaksanaan Urusan

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I BAB 5 I VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pengertian visi secara umum adalah gambaran masa depan atau proyeksi terhadap seluruh hasil yang anda nanti akan lakukan selama waktu yang ditentukan.

Lebih terperinci

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS SESI PANEL MENTERI - RAKERNAS BKPRN TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Jakarta, 5 November 2015 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi BAB V Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran 5.1 Visi Visi merupakan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun mendatang (clarity of direction). Visi juga menjawab

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Disampaikan pada Rapat Koordinasi Teknis Tahun 2017 Makassar, 28 Februari 2017 PENGUATAN PERAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Provinsi Kepulauan Bangka

Lebih terperinci

REVITALISASI POTENSI KEKUATAN PERTAHANAN NIR MILITER DI WILAYAH PERBATASAN

REVITALISASI POTENSI KEKUATAN PERTAHANAN NIR MILITER DI WILAYAH PERBATASAN REVITALISASI POTENSI KEKUATAN PERTAHANAN NIR MILITER DI WILAYAH PERBATASAN Disampaikan Oleh: Drs. MARHABAN IBRAHIM, M.Sc. Asisten Deputi Potensi Kawasan Perbatasan Darat Badan Nasional Pengelola Perhatasan

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada

Lebih terperinci

SINKRONISASI PERENCANAAN PUSAT DAERAH UNTUK MENAJAMKAN KEBIJAKAN ASIMETRIS DI KAWASAN PERBATASAN NEGARA

SINKRONISASI PERENCANAAN PUSAT DAERAH UNTUK MENAJAMKAN KEBIJAKAN ASIMETRIS DI KAWASAN PERBATASAN NEGARA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SINKRONISASI PERENCANAAN PUSAT DAERAH UNTUK MENAJAMKAN KEBIJAKAN ASIMETRIS DI KAWASAN PERBATASAN NEGARA DEPUTI BIDANG

Lebih terperinci

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan. Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan www.arissubagiyo.com Latar belakang Kekayaan alam yang melimpah untuk kesejahterakan rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan peraturan serta untuk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN Rencana Kinerja (Renja) BPPTPM Prov.Kep.Babel TA.2016 BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1. Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional dan Provinsi Visi BKPM dalam periode 2015-2019 adalah sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Disampaikan oleh: TJAHJO KUMOLO

KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Disampaikan oleh: TJAHJO KUMOLO Disampaikan oleh: TJAHJO KUMOLO Hotel Grand Sahid Jaya - Jakarta, 11 Maret 2016 ABSOLUT 1. PERTAHANAN 2. KEAMANAN 3. AGAMA 4. YUSTISI 5. POLITIK LUAR NEGERI 6. MONETER & FISKAL 1. PENDIDIKAN 2. KESEHATAN

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA

PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA Sungailiat, 14 Maret 2017 Oleh: Dr. YAN MEGAWANDI, SH., M.Si. Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung OUTLINE PERIODESASI DOKUMEN PERENCANAAN CAPAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan Otonomi Daerah

PENDAHULUAN. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan Otonomi Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas,

Lebih terperinci

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB - I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT DASAR PENYUSUNAN RIK 1. UU No. 18

Lebih terperinci

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN 2.1 VISI DAN MISI PRESIDEN Presiden Joko Widodo menetapkan Visi dan Misi pembangunan Tahun 2015-2019 yang secara politik menjadi bagian dari tujuan tercapainya

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2013-2018 1.1. Latar Belakang Lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018

LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018 LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018 Rapat Penyelerasan, Penyerasian dan Penyeimbangan antara RZWP3K Provinsi Riau dengan RTRW Provinsi Riau dan Penyepakatan Peta Rencana Alokasi Ruang RZWP3K

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI UTARA

GUBERNUR SULAWESI UTARA GUBERNUR SULAWESI UTARA PERATURAN GUBERNUR SULAWESI UTARA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENGELOLA PERBATASAN PROVINSI SULAWESI UTARA Menimbang Mengingat GUBERNUR SULAWESI UTARA; : bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 1. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN i ii iii vi BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1. Latar Belakang I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan I-3 1.3. Maksud dan Tujuan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN Peletakan sendi-sendi dasar pembangunan Sulawesi Tenggara periode 2008 2013, telah memperlihatkan kerangka pembangunan yang jelas, terarah dan sistematis dalam menyongsong

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamandau bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamandau bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya 1.1. Latar Belakang Strategi pembangunan ekonomi bangsa yang tidak tepat pada masa lalu ditambah dengan krisis ekonomi berkepanjangan, menimbulkan berbagai persoalan ekonomi bagi bangsa Indonesia. Mulai

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I Pemerintah Provinsi Banten PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perencanaan merupakan suatu proses pengambilan keputusan untuk menentukan tindakan masa depan secara tepat dari sejumlah pilihan, dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH SELAKU KETUA BKPRS PADA: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL SULAWESI TAHUN 2018

SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH SELAKU KETUA BKPRS PADA: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL SULAWESI TAHUN 2018 SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH SELAKU KETUA BKPRS PADA: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL SULAWESI TAHUN 2018 Gorontalo, 3-4 April 2018 S U L AW E S I B A R AT MELLETE DIATONGANAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : DR.

Lebih terperinci

SULTAN BACHTIAR NAJAMUDIN MUJIONO

SULTAN BACHTIAR NAJAMUDIN MUJIONO SULTAN BACHTIAR NAJAMUDIN MUJIONO VISI MISI VISI BENGKULU TANGGUH, BERSATU BERSAMA MENGGAPAI UNGGUL BENGKULU TANGGUH, BERSATU BERSAMA LANJUTKAN INOVASI PEMBANGUNAN UNTUK RAKYAT BENTANG RATU AGUNG BENTANG

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 BAB 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu kabupaten yang sedang tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir barat-selatan Provinsi Aceh. Kabupaten yang terbentuk secara

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.75, 2014 BNPP. Penyusunan. Rencana Aksi. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI PENGELOLAAN

Lebih terperinci

KABUPATEN SIAK RENCANA KERJA ( RENJA ) DINAS PARIWISATA, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN SIAK

KABUPATEN SIAK RENCANA KERJA ( RENJA ) DINAS PARIWISATA, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN SIAK PEMERINTAH KABUPATEN SIAK RENCANA KERJA ( RENJA ) DINAS PARIWISATA, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 Kata Pengantar Rencana Kerja ( Renja ) Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN R encana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahun. RPJMD memuat visi, misi, dan program pembangunan dari Bupati

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang

Lebih terperinci

STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi, misi, tujuan, dan sasaran RPJMD Provinsi Utara dapat tercapai dengan efektif tepat guna dan efisien selama lima tahun ke depan apabila strategi dan arah kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 PEMERINTAH KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Pagar Alam Tahun 2018 disusun dengan mengacu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA I-0 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: MENTERI DALAM NEGERI TJAHJO KUMOLO KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Yogyakarta, 7 Maret 2016

Disampaikan oleh: MENTERI DALAM NEGERI TJAHJO KUMOLO KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Yogyakarta, 7 Maret 2016 Disampaikan oleh: MENTERI DALAM NEGERI TJAHJO KUMOLO KEMENTERIAN DALAM NEGERI Yogyakarta, 7 Maret 2016 ARTI PENTING FORUM MUSRENBANG RKPD TAHUN 2017 Partisipasi seluruh pemangku kepentingan Kesejahteraan

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

Bab II Perencanaan Kinerja

Bab II Perencanaan Kinerja Bab II Perencanaan Kinerja 2.1. Visi Misi Daerah Dasar filosofi pembangunan daerah Provinsi Gorontalo seperti tercantum dalam RPJMD Provinsi Gorontalo tahun 2012-2017 adalah Terwujudnya Percepatan Pembangunan

Lebih terperinci