BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER"

Transkripsi

1 BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER 3.1 Umum Optical Cross Connect (OXC) adalah elemen jaringan yang terpenting yang memungkinkan dapat dilakukannya rekonfigurasi jaringan optik, dimana lintasan cahaya dapat dinaikkan dan diturunkan sesuai kebutuhan [3]. Hal ini menawarkan skalabilitas routing, bit rate dan protokol independen dan meningkatkan kapasitas transport pada jaringan WDM. Propagasi melalui elemenelemen switching yang merupakan bagian dari OXC menghasilkan degradasi sinyal yang disebabkan rugi-rugi intrinsik perangkat dan ketidaksempurnaan operasi. Ketidaksempurnaan switching menyebabkan kebocoran sinyal, dimana panjang gelombang bisa saja sama atau berbeda dengan panjang gelombang sinyal. Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat input ke serat output, OXC menghasilkan crosstalk, yang didefenisikan sebagai perpindahan sinyal dari sebuah kanal ke kanal lain. Sebuah OXC dapat men-switch sinyal optik pada kanal DWDM dari port input ke port output tanpa membutuhkan konversi sinyal optik. Jika OXC dilengkapi dengan wavelength converter, maka ia dapat mengubah sinyal optik yang datang ketika melewati switch.

2 3.2 Optical Cross Connect (OXC) Pengembangan jaringan Wavelength Division Multiplexing (WDM) membawa kepada dibutuhkannya sebuah skema perutean panjang gelombang secara dinamis (dynamic wavelength routing) yang dapat merekonfigurasi jaringan seraya memelihara sifat nonblocking-nya. Fungsi ini dapat dipenuhi oleh sebuah optical cross connect (OXC) yang berfungsi sama seperti switch digital elektronik pada jaringan telepon. Penggunaan perutean dinamis (dynamic routing) juga memecahkan permasalahan keterbatasan panjang gelombang yang tersedia melalui teknik penggunaan kembali panjang gelombang (wavelengeth-reuse). Perancangan dan fabrikasi OXC telah menjadi topik penelitian yang penting sejak penemuan sistem WDM [4]. Gambar 3.1 menunjukkan contoh perangkat OXC yang digunakan dalam dunia praktis. Gambar 3.1 Perangkat OXC

3 3.2.1 Multiplexer dan Demultiplexer Multiplexer dan demultiplexer adalah komponen penting pada sistem WDM. Demultiplexer membutuhkan sebuah mekanisme pemilihan panjang gelombang dan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori [4], yaitu : 1. Demultiplexer yang didasarkan pada difraksi (diffraction-based demultiplexer), menggunakan sebuah elemen dispersi angular, misalnya sebuah kisi difraksi, yang menghamburkan cahaya yang terjadi secara ruang ke berbagai komponen panjang gelombang. 2. Demultiplexer yang didasarkan pada interferensi (Interference-based demultiplexer), menggunakan perangkat seperti filter optik dan pengkopel direksional. Untuk keduanya, perangkat yang sama dapat digunakan sebagai multiplexer atau demultiplexer, tergantung pada arah propagasi, karena gelombang optik dapat berbalik arah secara padu di dalam media dielektrik. Demultiplexer yang didasarkan pada kisi menggunakan fenomena difraksi Bragg dari sebuah kisi optik. Gambar 3.2 menunjukkan perancangan dua demultiplexer yang demikian. Sinyal masukan WDM difokuskan pada sebuah kisi pemantul (reflection grating), yang memisahkan beragam panjang gelombang secara ruang, dan sebuah lensa memfokuskannya pada masing-masing serat. Penggunaan lensa dengan indeks yang bertingkat menyederhanakan penyusunan dan membuat perangkat relatif lebih padu.

4 Gambar 3.2 Demultiplexer yang berdasarkan kisi yang dibuat dari (a) sebuah lensa konvensional dan (b) lensa dengan indeks bertingkat Demultiplexer yang didasarkan pada filter menggunakan fenomena interferensi optik untuk memilih panjang gelombang. Demultiplexer yang didasarkan pada filter MZ telah menarik perhatian besar. Gambar 3.3 mengilustrasikan konsep dasar dengan menunjukkan tampilan dari sebuah multiplexer empat kanal. Perangkat ini terdiri dari tiga interferometer MZ. Satu lengan dari tiap-tiap interferometer MZ dibuat lebih panjang dari yang lain untuk menghasilkan pergeseran phasa yang bergantung pada panjang gelombang di antara dua lengan. Perbedaan panjang lintasan dipilih supaya total daya masukan dari dua port masukan pada panjang gelombang yang berbeda terjadi pada hanya satu port keluaran.

5 Gambar 3.3 Multiplexer empat kanal yang didasarkan pada interferometer machzehnder Kinerja multiplexer terutama ditentukan oleh besarnya insertion loss pada tiap-tiap kanal. Kriteria kinerja demultiplexer lebih ketat. Pertama, kinerja demultiplexer sebaiknya tidak dipengaruhi oleh polarisasi sinyal WDM. Kedua, demultiplexer sebaiknya memisahkan tiap tiap kanal tanpa perusakan dari kanal yang berdekatan. Dalam praktiknya, perusakan sebagian daya sering terjadi, khususnya pada sistem DWDM dengan interchannel spacing yang kecil. Perusakan daya ini dinyatakan sebagai crosstalk dan sebaiknya bernilai kecil (<-20 db) untuk memberikan kinerja sistem yang memuaskan Optical Switch Optical switch yang paling sederhana adalah mechanical switching [4]. Sebuah cermin sederhana dapat dijadikan switch apabila arah keluarannya dapat diubah dengan memiringkan cermin tersebut. Tidaklah praktis bila cermin yang digunakan berukuran besar karena jumlah switch yang dibutuhkan untuk membuat OXC adalah banyak. Oleh sebab itu digunakanlah teknologi micro-electro

6 mechanical system (MEMS) sebagai perangkat switching. Gambar 3.4 menunjukkan sebuah optical switch MEMS 8 x 8 yang memuat array dua dimensi dari cermin mikro yang bebas berotasi. Cermin cermin yang kecil ini dapat memantulkan 100 % sinyal cahaya ataupun sebagiannya (partial transmission). Rugi ruginya juga lebih kecil [5]. Gambar 3.4 Optical switch MEMS 8 x 8 dengan cermin mikro yang bebas berotasi Semiconduktor waveguide juga dapat digunakan untuk membuat optical switch dalam bentuk pengkopel direksional, interferometer MZ, dan sambungan Y. Teknologi InGaAsP / InP sangat umum digunakan sebagai switch. Gambar 3.5 (a) menunjukkan sebuah switch 4 x 4 yang didasarkan pada sambungan Y; elektrorefraksi digunakan untuk men-switch sinyal di antara dua lengan sambungan Y. Karena waveguide InGaAsP menghasilkan penguatan, SOA dapat digunakan untuk mengimbangi rugi-rugi penyisipan. SOA sendiri dapat digunakan untuk membuat OXC. Ide dasarnya ditunjukkan secara skematis pada Gambar 3.5 (b) dimana SOA bertindak sebagai gerbang switch. Masing-masing input dipisahkan menjadi N cabang mengunakan pemisah bumbung gelombang, dan masing-masing cabang dilewatkan melalui SOA, dimana salah satunya mem-block cahaya melalui

7 penyerapan atau melewatkannya sambil memperkuat sinyal secara simultan. Crosstalk perangkat space switch ini untuk ukuran 2x2 bernilai -40 db. Gambar 3.5 Contoh optical switch yang didasarkan pada : (a) semiconductor waveguide sambungan-y dan (b) SOA dengan pemisah Wavelength Converter Wavelength converter digunakan untuk mengubah kanal panjang gelombang dari satu panjang gelombang ke panjang gelombang yang lain. Optical Cross Connect (OXC) memungkinkan berbagai kanal panjang gelombang dari beberapa serat masukan untuk di cross-connect ke beberapa serat keluaran,untuk kondisi yang bukan dua kanal pada keluaran serat yang mempunyai wavelength yang sama. 3.3 Crosstalk Jarak antar kanal (channel spacing) yang sempit pada jalur DWDM mengakibatkan crosstalk, yang didefenisikan sebagai perpindahan sinyal sebuah kanal ke kanal lain. Crosstalk dapat terjadi pada hampir semua komponen dalam

8 sistem WDM, termasuk optical filter, multiplexer, demultiplexer, optical switch, optical amplifier, dan serat itu sendiri [6]. Ada beberapa jenis crosstalk yang terjadi pada OXC berdasarkan sumbernya. Pertama kita akan mendefenisikan perbedaan antara interband crosstalk dan intraband crosstalk [7]. 1. Interband crosstalk Interband crosstalk adalah crosstalk yang terjadi pada panjang gelombang di luar slot kanal (panjang gelombang di luar bandwith optik). Crosstalk ini dapat dihilangkan dengan filter narrow-band dan tidak menghasilkan getaran (beating) selama pendeteksian, sehingga tidak terlalu merugikan. 2. Intraband crosstalk Crosstalk yang terjadi pada slot kanal panjang gelombang yang sama disebut intraband crosstalk. Crosstalk ini tidak dapat dihilangkan dengan optical filter sehingga berakulumasi sepanjang jaringan. Karena tidak dapat dihilangkan, maka crosstalk jenis ini harus dihindarkan. Kedua jenis crosstalk ini diilustrasikan pada gambar 3.6. Gambar 3.6 Crosstalk interband dan intraband

9 Lebih lanjut, pada intraband crosstalk, akan didefenisikan perbedaan antara incoherent dan coherent crosstalk. Perbedaan antara kedua jenis crosstalk ini dapat dilihat dari konsekuensi yang ditimbulkannya. Interferensi kanal sinyal dan kanal crosstalk pada detektor menghasilkan pola getaran (beat term). Crosstalk dinyatakan sebagai coherent crosstalk bila total crosstalk didominasi oleh getaran ini. Jika pola getar ini sangat kecil dibandingkan total crosstalk, maka dinyatakan sebagai incoherent crosstalk. Pada incoherent crosstalk pola getar dapat diabaikan (misalnya jika panjang gelombang-panjang gelombangnya berbeda). Pada coherent crosstalk, pola getar tidak dapat diabaikan. Crosstalk ini terjadi pada jaringan WDM jika kanal-kanal dengan frekuensi carrier yang sama digabungkan. Crosstalk yang terjadi pada jaringan WDM juga dapat dibedakan atas interchannel crosstalk dan intrachannel crosstalk [6]. 1. Interchannel crosstalk Interchannel crosstalk terjadi ketika interferensi sinyal dihasilkan oleh kanal yang bersebelahan yang beroperasi pada panjang gelombang yang berbeda. Ini terjadi karena ketidaksempurnaan perangkat pemilih panjang gelombang dalam menolak atau menahan sinyal dari kanal panjang gelombang lain yang berdekatan. Gambar 3.7 menunjukkan sebuah contoh crosstalk dalam sebuah demultiplexer. λ1 λ λ 1 2 Inputs Outputs Demux Gambar 3.7 Contoh sumber interchannel crosstalk pada sistem WDM λ 2 Signal λ 1 λ 2 λ1 λ2 Crosstalk

10 2. Intrachannel crosstalk Pada intrachannel crosstalk, sinyal interferensi mempunyai panjang gelombang yang sama dengan sinyal yang diinginkan. Gambar 3.8 adalah sebuah contoh sumber intrachannel crosstalk. Dua sinyal yang independen, masing-masing dengan panjang gelombang λ 1, memasuki sebuah optical switch. Switch ini merutekan sinyal masukan port 1 ke keluaran port 4, dan merutekan sinyal masukan port 2 ke keluaran port 3. Di dalam switch, daya optik masukan port 1 terkopel ke port 3, dimana sinyal ini akan berinterferensi dengan sinyal dari port 2. Optical switch Signal λ from port 2 Crosstalk from λ 1 2 port 1 Input 4 signals Gambar 3.8 Contoh sumber intrachannel crosstalk pada sistem WDM 3.4 Crosstalk pada Optical Router Pada bagian ini akan dibahas dua konfigurasi routing, yaitu seri dan paralel. Dalam jaringan seperti ini terdapat dua jenis crosstalk, yaitu inter-channel crosstalk (X ctn ) dan residual crosstalk (X ctr ). Crosstalk jenis pertama merupakan bagian dari daya input yang dirutekan ke kanal yang bukan merupakan target, sedangkan jenis kedua merupakan bagian dari daya input yang terpantul kembali ke port yang lain dari input.

11 3.4.1 Crosstalk pada Optical Router Konfigurasi Seri Gambar 3.9 menggambarkan sebuah diagram blok dari router seri 1xN tiga tingkat. Crosstalk akan dihitung untuk setiap tingkat, untuk kemungkinan keadaan lintasan terburuk. [7]: Daya sinyal pada output port 2 pada tingkat pertama dinyatakan dengan P 12 = P 0 (1 + X ctr1 + X ctn1 ) (3.1) dimana, P 0 adalah daya sinyal input, dan X ctr1 dan X ctn1 adalah residual crosstalk dan interchannel crosstalk dari router 1 pada port 2. Demikian juga pada output tingkat kedua dan ketiga, daya sinyal dinyatakan dengan [7] : P 24 = P 12 (1 + X ctr2 + X ctn2 ) (3.2) P 38 = P 24 (1 + X ctr3 + X ctn3 ) (3.3) Gambar 3.9 Konfigurasi router seri Daya sinyal P k pada output tingkat ke k dinyatakan dengan[7] :

12 P k = P k-1 [1 + X ctr,k + X ctn,k ] = P 0 [1 + X ctr,1 + X ctn,1 ][1 + X ctr,1 + X ctn,1 ] [1 + X ctr,k + X ctn,k ] (3.4) dengan[7] : Untuk konfigurasi seri, crosstalk normalisasi pada tiap tingkat dinyatakan (3.5) Di sini, diasumsikan nilai X ctn,k dan X ctr,k adalah sama untuk masing-masing router dan ditentukan oleh parameter komponen. Total crosstalk router adalah X T = X ctr + X ctn. Dengan mensubstitusikan ke P k pada persamaan (3.5), diperoleh : (3.6) Dari persamaan (3.6) terlihat bahwa crosstalk (X ct ) hanya bergantung pada ukuran jaringan (k), X ctr dan X ctn, tetapi tidak bergantung pada daya sinyal input Crosstalk pada Optical Router Konfigurasi Paralel Optical router juga dapat dikonfigurasikan secara paralel. Gambar 3.10 menunjukkan sebuah diagram blok dari konfigurasi router paralel 2x2, terdiri dari dua buah router 1x2 (A dan B) dan dua buah buffer.

13 Gambar 3.10 Konfigurasi router parallel Buffer optik digunakan untuk mengeliminasi tabrakan pada output. Data dapat disimpan di buffer atau dilewatkan saja tanpa tundaan. Ketika dua paket optik diterima secara simultan pada input dan butuh dirutekan secara simultan pada port output yang sama melalui elemen switching, hanya satu yang dapat keluar pada port output pada suatu waktu dan yang lainnya disimpan di buffer. Pada contoh ini diasumsikan bahwa paket dari router A diswitch terlebih dahulu, sedangkan paket dari router B disimpan di buffer untuk mencegah tabrakan pada t output port 2. Daya sinyal pada output port 2 router A dan router B dinyatakan dengan[7] : P a = P 0 [0(1) + X ctr,a + X ctn,a ] (3.7) P b = P 0 [1(0) + X ctr,b + X ctn,b ] (3.8) dan output dari konfigurasi router paralel pada port 2 dapat dinyatakan dengan[7]: P(2) = P a + P b = P 0 [0(1) + X ctr,a + X ctn,a ] + P 0 [1(0) + X ctr,b + X ctn,b ] = P 0 (1 + X ctr,a + X ctn,a + X ctr,b + X ctn,b ) (3.9)

14 Untuk penyederhanaan, diasumsikan bahwa X ctr dan X ctn dari router A dan B adalah sama. Daya sinyal pada output port 2 dinyatakan dengan : P(2) = P 0 (1 + 2 X T ) (3.10) Dengan cara yang sama, output dari n router paralel dapat dinyatakan dengan : P(2) = P 0 (1 + n X T ) (3.11) Crosstalk normalisasi dari konfigurasi paralel dinyatakan dengan[7] : (3.12) 3.5 Crosstalk pada Optical Cross Connect Optical cross connect (OXC) adalah elemen penting pada jaringan WDM. OXC memberikan fleksibilitas perutean dan kapasitas transpor bagi jaringan WDM. Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat input ke serat output, OXC menghasilkan crosstalk, yang didefenisikan sebagai perpindahan sinyal dari sebuah kanal ke kanal lain. Crosstalk adalah salah satu kriteria dasar yang menentukan kinerja jaringan WDM [8]. Adapun nilai crosstalk yang masih dapat ditolerir (maksimal) adalah sebesar -20 db. Untuk menghitung crosstalk ini, maka terlebih dahulu akan ditentukan model sistem yang akan dianalisis.

15 3.5.1 Model Sistem yang Dianalisis Model sistem dari optical cross connect WDM yang akan dianalisis adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar Pada model sistem ini, crosstalk dihasilkan di dalam kombinasi dari space dan wavelength switch. Gambar 3.11 menunjukkan diagram blok Optical Cross Connect (OXC) berdasarkan pada Gain-Clamped Semiconductor Optical Amplifier (GC-SOA) dan wavelength converter [3]. Topologi yang digunakan adalah kombinasi dari space dan wavelength switch. Kanal panjang gelombang yang akan ditransmisikan adalah hasil multiplexer dari WDM multiplexer dan fed untuk serat masukan. Pada keluaran dari OXC sinyal masukan dibagi oleh aray pertama dari power splitter yang diikuti oleh array kedua dari power splitter. Pada masukan dari gate GC-SOA, seluruh kanal diberikan. Gate memilih panjang gelombang yang membawa kanal yang diinginkan. OXC MUX DMUX N inputs N Outputs Splitter Gate Combiner Filter WC Combiner Splitter Switch Gambar 3.11 Diagram blok link transmisi WDM dengan OXC berdasarkan GC- SOA dan wavelength converter

16 Pada gambar 3.11, serat a membawa kanal-kanal panjang gelombang a1, a2,..., am dan serat b membawa kanal-kanal panjang gelombang b1, b2,..., bm. Bahwa N adalah jumlah masukan serat dan M adalah jumlah panjang gelombang yang berbeda, ini adalah total kanal panjang gelombang N M. Kanal panjang gelombang N M yang dilewati array pertama dari power splitter. Ada N power splitter untuk seluruh N masukan serat. Seluruh kanal panjang gelombang yang berbeda muncul pada keluaran dari power splitter ke power splitting. Panjang gelombang a1, a2,..., am kemudian diberi ke array yang lain pada M power splitter. Ada sejumlah N M power splitter pada array kedua. Keluaran array kedua dari power splitter diberikan ke gate dari GC-SOA, yang memungkinkan hanya panjang gelombang khusus yang dapat lewat. Combiner pada serat keluaran yang pertama, seperti combiner 1, menerima masukan dari a1, b1,..., 1. Keluaran dari combiner N M diberikan ke filter N M dan wavelength converter. Array kedua dari N combiner, menggabungkan seluruh kanal panjang gelombang yang di cross-connect dan keluarannya ke N serat keluaran. Kanal panjang gelombang yang diinginkan dari serat keluaran di demultiplexing oleh WDM demultiplexer dan diterima oleh sebuah penerima deteksi langsung Analisis Sistem Besarnya crosstalk yang terjadi pada suatu optical cross connect ditentukan dengan menghitung perbedaan daya output antara perhitungan tanpa crosstalk (satu kanal pada input) dengan perhitungan yang melibatkan crosstalk (semua kanal yang mungkin pada input atau diasumsikan beban trafik penuh

17 sehingga menghasilkan crosstalk maksimal) [8]. Perhitungan hanya dilakukan untuk masukan bit satu pada input dan pola getar diasumsikan maksimum untuk menghitung kondisi terburuk. Dengan kata lain, perhitungan crosstalk adalah perbedaan antara satu tanpa crosstalk dan satu dengan crosstalk. Konsep ini diilustrasikan pada gambar 3.12 Crosstalk dihitung pada satu kanal panjang gelombang tertentu, kanal ini disebut kanal yang diamati. Pada bagian ini akan dibahas persamaan-persamaan untuk menganalisis crosstalk pada OXC. Pada persamaan-persamaan berikut, adalah daya masukan dari sebuah kanal, adalah sebagai daya keluaran kanal panjang gelombang dengan penambahan kontribusi crosstalk ( dengan seluruh kanal panjang gelombang membawa bit 1). T f adalah faktor transmisi filter, adalah rasio pemadaman, adalah gate crosstalk, N adalah jumlah masukan serat dalam OXC, dan M adalah jumlah panjang gelombang per masukan serat.. adalah daya sinyal pada serat dengan panjang gelombang yang lain i. adalah daya sinyal pada serat yang lain j yang membawa panjang gelombang dalam pembahasan, i. Gambar 3.12 Defenisi crosstalk

18 Diasumsikan bahwa seluruh kanal panjang gelombang termasuk membawa bit 1. pada beberapa serat keluaran hanya dari daya keluaran, terkait sebagian daya sebelum masuk ke GC-SOA. Ini juga mengasumsikan bahwa GC-SOA di lengkapi dengan gain dari N waktu untuk mengimbangi daya optik keluaran. adalah parameter yang mengukur ketidaksempurnaan gate dalam gain dan dinyatakan dengan, = ; dimana Pgate adalah daya keluaran dari gate GC-SOA. adalah referensi daya keluaran dari gate GC-SOA. adalah berasal dari filter suppression dari kanal panjang gelombang,. Dalam OXC dengan wavelength converter, ada satu gate dalam state ON untuk semua grup dari N gate. Karena itu ada NM gate pada state ON pada beberapa waktu untuk sebuah jumlah dari NM 2 gate. Perhitungan dilakukan untuk situasi terburuk, dimana OXC menangani trafik padat dan juga amplitude diasumsikan maximum. Rasio pemadaman didefenisikan sebagai, Rgate=Poff/Pon. Pin didefenisikan sebagai daya masukan melalui tiap-tiap gate. Daya keluaran dengan crosstalk kanal panjang gelombang io dinyatakan dengan persamaan (3.13) diasumsikan bahwa semua kanal membawa bit 1. didefenisikan sebagai N waktu dari Pin karena ada satu gate di state ON untuk setiap grup dari gate. adalah daya keluaran dari kanal panjang gelombang io ketika OXC hanya membawa kanal panjang gelombang io, seperti ketika tidak ada crosstalk. didapat dari, + 2.

19 (3.13) Sejak kanal panjang gelombang io akan membawa bit 1 atau bit 0 pada beberapa waktu singkat, persamaan (3.13) telah dimodifikasi. Jika kanal panjang gelombang io membawa bit 0, kemudian persamaan (3.13) diturunkan ke persamaan (3.14) [3]. (3.14) ketika kanal panjang gelombang io membawa bit 0 dapat dituliskan sebagai,. Rumus untuk crosstalk relative didapat dari :

20 Cross talk = (3.15) 3.16 [3]: Untuk mengkonversikan crosstalk ke satuan db, digunakan persamaan Crosstalk (db) = 10 log(cross talk) (3.16)

21 BAB IV ANALISIS CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER 4.1 Umum Tugas Akhir ini bertujuan untuk menganalisis nilai crosstalk pada suatu optical cross connect menggunakan wavelength converter. Adapun topologi OXC yang dianalisis adalah topologi OXC yang didasarkan pada kombinasi space dan wavelength switch, seperti yang telah dibahas pada Bab III. Pada bab ini akan dianalisis crosstalk terhadap jumlah panjang gelombang per serat, jumlah serat masukan dan daya input. 4.2 Analisis Crosstalk pada Optical Cross Connect Menggunakan Wavelength Converter terhadap Jumlah Panjang Gelombang Dari model Optical Cross Connect (OXC) menggunakan wavelength converter dengan kombinasi space dan wavelength switch pada Gambar 3.11, maka dapat dihitung crosstalk OXC untuk jumlah panjang gelombang yang bervariasi (M) : 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16 dengan faktor transmisi filter (T f ) yang bervariasi : -90 db, -78,571 db, -67,143 db, -55,714 db, -44,286 db. Dengan asumsi jumlah serat masukan (N) = 13, rasio pemadaman ( db, daya input = -6,88 dbm, maka dapat dihitung crosstalk sebagai berikut : Daya output dapat diperoleh berdasarkan persamaan (3.13) setelah terlebih dahulu dilakukan konversi sebagai berikut :

22 Faktor transmisi filter (T f ) = -90 db = 10-9 Daya input (Pin) = -6,88 dbm = -36,88 dbw = 10-3,688 W Rasio pemadaman (Rgate) = -46,6 db = 10-4,66 Crosstalk gate (Xgate) = -0,1 mw = -0, W = W Untuk faktor transmisi filter -90 db dan M = 2, dapat dihitung nilai crosstalk OXC sebagai berikut : hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.1 : db

23 Tabel 4.1 Hasil analisis crosstalk OXC terhadap jumlah panjang gelombang T f (db) M Pout (Watt) crosstalk crosstalk (db) ,82121 x ,1121-9, ,82092 x ,1122-9, ,82063 x ,1123-9, ,82034 x ,1125-9, ,82005 x ,1126-9, ,81976 x ,1128-9, ,81947 x ,1129-9, ,81918 x ,1131-9, , ,8208 x ,1123-9, , ,8197 x ,1128-9, , ,8187 x ,1133-9, , ,8176 x ,1138-9, , ,8165 x ,1144-9, , ,8154 x ,1149-9, , ,8143 x ,1154-9, , ,8133 x ,1159-9, , ,81934 x ,1130-9, , ,81532 x ,1149-9, , ,8113 x ,1169-9, , ,80728 x ,1189-9, , ,80326 x ,1208-9, , ,79924 x ,1228-9, , ,79521 x ,1247-9, , ,79119 x ,1267-8, , ,81385 x ,1156-9, , ,79887 x ,1230-9, , ,78388 x ,1303-8, , ,76889 x ,1376-8, , ,75389 x ,1449-8, , ,73889 x ,1522-8, , ,72388 x ,1595-7, , ,70886 x ,1668-7, , ,79333 x ,1257-9, , ,73755 x ,1529-8, , ,68169 x ,1801-7, , ,62577 x ,2073-6, , ,56977 x ,2346-6, , ,51371 x ,2620-5, , ,45758 x ,2893-5, , ,40138 x ,3167-4,9923

24 Dari Tabel 4.1 di atas, maka dapat diperoleh data hasil analisis dalam bentuk grafik yang menggambarkan pengaruh kenaikan jumlah panjang gelombang terhadap crosstalk OXC, yaitu seperti yang tampak pada Grafik 4.1. crosstalk (db) Crosstalk vs Jumlah Panjang Gelombang Tf(dB)=-90 Tf(dB)=-78,571 Tf(dB)=-67,143 Tf(dB)=-55,714 Tf(dB)=-44,286 Jumlah Panjang Gelombang Grafik 4.1 Grafik hubungan antara jumlah panjang gelombang dengan crosstalk OXC Berdasarkan Grafik 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa kenaikan faktor transmisi filter (T f ) sebanding dengan jumlah panjang gelombang (M) yang mengakibatkan kenaikan crosstalk OXC. Dengan kata lain, besarnya crosstalk OXC dipengaruhi oleh besarnya jumlah panjang gelombang (M) dan faktor transmisi filter (T f ). 4.3 Analisis Crosstalk pada Optical Cross Connect menggunakan Wavelength Converter Terhadap Jumlah Serat Masukan Sekarang akan dihitung nilai crosstalk OXC untuk jumlah serat masukan (N) yang bervariasi : 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16 dengan rasio pemadaman (R gate ) yang bervariasi : -90 db, -78,571 db, -67,143 db, -55,714 db, -44,286 db, -

25 32,857. Dengan asumsi T f = -37 db, X gate = -0,1 mw, daya input = -6,88 dbm, jumlah kanal panjang gelombang dalam satu serat (M) = 16, maka dapat dihitung crosstalk sebagai berikut : Untuk rasio pemadaman (Rgate) = -90 db dan N = 2, dapat dihitung nilai crosstalk OXC sebagai berikut : hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.2 : db

26 Tabel 4.2 Hasil analisis crosstalk OXC terhadap jumlah serat masukan Rgate (db) N Pout (Watt) crosstalk crosstalk (db) ,8212 x , , ,8209 x , , ,8206 x , , ,8203 x , , ,8200 x , , ,8197 x , , ,8194 x , , ,8191 x , , , ,1865 x , , , ,1851 x , , , ,1837 x , , , ,1823 x , , , ,1808 x , , , ,1794 x , , , ,1780 x , , , ,1766 x , , , ,1846 x , , , ,1793 x , , , ,1740 x , , , ,1687 x , , , ,1634 x , , , ,1581 x , , , ,1528 x , , , ,1475 x , , , ,1774 x , , , ,1576 x , , , ,1379 x , , , ,1181 x , , , ,0983 x , , , ,0785 x , , , ,0586 x , , , ,0388 x , , , ,1503 x , , , ,0767 x , , , ,0028 x , , , ,29 x , , , ,54 x , , , ,79 x , , , ,05 x , , , ,29 x , , , ,0486 x , , , ,73 x , , , ,94 x , , , ,11 x , , , ,54 x , , , ,65 x , , , ,59 x , , , ,56 x , ,66198

27 Dari Tabel 4.2, maka dapat diperoleh data hasil analisis dalam bentuk grafik yang menggambarkan pengaruh kenaikan jumlah serat masukan terhadap crosstalk OXC, yaitu seperti yang tampak pada Grafik Crosstalk vs Jumlah Serat Masukan 2 crosstalk (db) Rgate(dB)=-90 Rgate(dB)=-78,571 Rgate(dB)=-67,143 Rgate(dB)=-55,714 Rgate(dB)=-44,286 Rgate(dB)=-32, Jumlah Serat Masukan Grafik 4.2 Grafik hubungan antara jumlah serat masukan dengan crosstalk OXC Berdasarkan Grafik 4.2 di atas, dapat dilihat bahwa kenaikan Rgate sebanding dengan jumlah serat mengakibatkan kenaikan crosstalk OXC. Dengan kata lain, besarnya crosstalk OXC dipengaruhi oleh banyak jumlah serat masukan (N) dan besarnya rasio pemadaman (Rgate). 4.4 Analisis Crosstalk pada Optical Cross Connect Menggunakan Wavelength Converter Terhadap Daya Input Sekarang akan dihitung nilai crosstalk OXC untuk daya input (P in ) yang bervariasi : -30 db, -25 db, -20 db, -15 db, -10 db, -5 db, dengan transmisi filter (T f ) yang bervariasi : -84,286 db, -72,857 db, -61,429 db, -50 db, -38,571 db, 27,143 db,-15,71 db. Dengan asumsi N = 13, M = 16, X gate = -0,1 mw, R gate = - 46,6 db, maka dapat dihitung crosstalk sebagai berikut :

28 Untuk transmisi filter (T f ) = -84,286 db dan Pin = -30 dbm = -60 db = 10-6, dapat dihitung nilai crosstalk OXC sebagai berikut : hasil analisis dapat dilihat pada table 4.3. db

29 Tabel 4.3 Hasil analisis crosstalk OXC terhadap daya input T f (db) Pin (dbm) Pout (Watt) Crosstalk crosstalk (db) -84, ,86 x , , , ,80 x , , , ,86 x , , , ,80 x , , , ,86 x , , , ,80 x , , , ,80 x , , , ,78 x , , , ,80 x , , , ,78 x , , , ,80 x , , , ,78 x , , , ,60 x , , , ,72 x , , , ,60 x , , , ,72 x , , , ,60 x , , , ,72 x , , ,82 x , , ,47 x , , ,82 x , , ,47 x , , ,82 x , , ,47 x , , , ,92 x , , , ,56 x , , , ,92 x , , , ,56 x , , , ,92 x , , , ,55 x , , , ,06 x , , , ,92 x , , , ,06 x , , , ,92 x , , , ,06 x , , , ,92 x , , , ,92 x , , , ,56 x , , , ,92 x , , , ,56 x , , , ,93 x , , , ,56 x , ,7254

30 Dari Tabel 4.3, maka dapat diperoleh data hasil analisis dalam bentuk grafik yang menggambarkan pengaruh kenaikan daya input terhadap crosstalk OXC, yaitu seperti yang tampak pada Grafik 4.3. crosstalk(db) Crosstalk vs Daya Input Daya Input (dbm) -12 Tf(dB)=-84,286 Tf(dB)=-72,857 Tf(dB)=-61,429 Tf(dB)=-50 Tf(dB)=-38,571 Tf(dB)=-27,143 Tf(dB)=-15,71 Grafik 4.3 Grafik hubungan antara daya input dengan crosstalk OXC Berdasarkan Grafik 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa kenaikan daya input tidak mengakibatkan kenaikan crosstalk OXC. Kenaikan crosstalk berbanding lurus dengan kenaikan faktor transmisi filter (T f ).

31 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kinerja suatu OXC salah satunya ditentukan oleh besarnya crosstalk yang terjadi pada OXC tersebut. 2. Besarnya crosstalk yang terjadi pada suatu OXC yang didasarkan pada kombinasi space dan wavelength switch tidak dipengaruhi oleh besarnya daya input yang diberikan, melainkan oleh crosstalk yang disebabkan oleh masingmasing komponennya. 3. Untuk nilai Tf = -90 db dan M = 2 memberikan nilai crosstalk = -9,5036 db. Untuk Tf = -44,286 db dan M = 16 memberikan nilai crosstalk = -4,9923 db. Sehingga kenaikan nilai T f dan M berbanding lurus dengan kenaikan crosstalk. 4. Untuk nilai Rgate = -90 db dan N = 2 memberikan nilai crosstalk = -9,5032 db. Untuk nilai Rgate = -32,857 db dan N = 16 memberikan nilai crosstalk = 1,66198 db. Sehingga kenaikan nilai Rgate dan N berbanding lurus dengan kenaikan crosstalk. 5. Untuk nilai T f = -84,286 db dan Pin = -30 dbm memberikan nilai crosstalk = -9,4278 db. Untuk T f = -15,71 db dan Pin = -5 dbm memberikan nilai

32 crosstalk = 7,7254 db. Sehingga kenaikan nilai T f berbanding lurus dengan kenaikan crosstalk. 5.2 Saran Untuk pengembangan yang lebih lengkap dalam analisis crosstalk OXC ini, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Analisis dilakukan untuk topologi OXC yang berbeda 2. Analisis dilakukan dengan mengikutsertakan parameter yang belum dibahas pada Tugas Akhir ini, seperti Bit Error Rate (BER)

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM 3.1 Umum terjadi pada panjang gelombang yang terpisah dan telah di filter (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran tertentu (

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Yolanda Margareth Sitompul, M. Zulfin Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14 Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14 Dewiani Djamaluddin #1, Andani Achmad #2, Fiqri Hidayat *3, Dhanang Bramatyo *4 #1,2 Departemen Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi terbaru menunjukkan bahwa jaringan multimedia dan highcapacity Wavelength Division Multiplexing (WDM) membutuhkan bandwidth yang tinggi. Serat optik adalah

Lebih terperinci

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) 2.1 Umum Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang merupakan cikal bakal lahirnya Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM),

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

ANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) 1 ANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Edita Rosana Widasari. 1, Dr. Ir. Sholeh Hadi Pramono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan layanan transmisi data dengan kecepatan tinggi dan kapasitas besar semakin meningkat pada sistem komunikasi serat optik. Kondisi ini semakin didukung lagi

Lebih terperinci

Pengertian Multiplexing

Pengertian Multiplexing Pengertian Multiplexing Multiplexing adalah Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan Multiplexing disebut Multiplexer

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI Pada bab ini pembahasan yang akan dijelaskan meliputi simulasi pemodelan jaringan yang di-design menggunakan software optisystem. Langkah ini dilakukan dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tugas Akhir ini akan diselesaikan melalui beberapa tahapan yaitu mengidentifikasi masalah, pemodelan sistem, simulasi dan analisa hasil. Pemodelan dan simulasi jaringan di-design

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Umum Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana telekomunikasi dengan biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat, aman, dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi semakin hari semakin pesat, begitu juga dengan kebutuhan akan jaringan telekomunikasi semakin hari semakin bertambah banyak. Dewasa ini kebutuhan

Lebih terperinci

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE RUAS SEMARANG-SOLO Dudik Hermanto (L2F 008 027) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-199

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-199 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-199 Perencanaan Arrayed Waveguide Grating (AWG) untuk Wavelength Division Multiplexing (WDM) pada C-Band Frezza Oktaviana Hariyadi,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive).

BAB II DASAR TEORI. radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive). BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengerian Smart Antenna Istilah smart antenna umumnya mengacu kepada antena array yang dikombinasikan dengan pengolahan sinyal yang canggih, yang mana desain fisiknya dapat dimodifikasi

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T Multiplexing Multiplexing adalah suatu teknik mengirimkan lebih dari satu (banyak) informasi melalui satu saluran. Tujuan utamanya adalah untuk menghemat jumlah saluran fisik misalnya kabel, pemancar &

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecepatan pengiriman dan bandwidth untuk jarak jauh dalam komunikasi sudah menjadi kebutuhan tersendiri. Masalah ini dapat diatasi dengan sebuah teknologi dengan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK. Yamato & Evyta Wismiana. Abstrak

TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK. Yamato & Evyta Wismiana. Abstrak TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK Oleh : Yamato & Evyta Wismiana Abstrak Perkembangan teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing ( DWDM ) p a da j ar in

Lebih terperinci

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data Endah Sudarmilah, DWDM sebagai Solusi Krisis Kapasitas Bandwidth pada Transmisi Data Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data Endah Sudarmilah

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PERHITUNGAN LATENCY PADA DYNAMIC WAVELENGTH ROUTER SALURAN TRANSMISI OPTIK WILLY V.F.S

TUGAS AKHIR ANALISIS PERHITUNGAN LATENCY PADA DYNAMIC WAVELENGTH ROUTER SALURAN TRANSMISI OPTIK WILLY V.F.S TUGAS AKHIR ANALISIS PERHITUNGAN LATENCY PADA DYNAMIC WAVELENGTH ROUTER SALURAN TRANSMISI OPTIK O L E H WILLY V.F.S. 040402079 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA Widya Ningtiyas (21060111120024), Sukiswo, ST. MT. (196907141997021001) Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terkait Arrayed Waveguide Grating (AWG) merupakan teknik multiplexer dan demultiplexer dengan jumlah kanal yang sangat besar dan rugi-rugi yang relatif kecil. AWG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan kecepatan dan bandwidth untuk komunikasi semakin meningkat secara signifikan. Salah satu teknologi yang menjadi solusi adalah sistem transmisi berbasis cahaya

Lebih terperinci

MODUL 5 MULTIPLEXING

MODUL 5 MULTIPLEXING MODUL 5 MULTIPLEXING TIME DIVISION MULTIPLEXING (TDM) Dalam Frekuensi Division Multiplexing, semua sinyal beroperasi pada waktu yang sama dengan frekuensi yang berbeda, tetapi dalam Time Division Multiplexing

Lebih terperinci

Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung

Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung Unggul Riyadi 1, Fauza Khair 2, Dodi Zulherman 3 1,2,3 Fakultas Teknik Telekomunikasi

Lebih terperinci

Teknik MULTIPLEXING. Rijal Fadilah S.Si Program Studi Teknik Informatika STMIK Balikpapan Semester Genap 2010/2011

Teknik MULTIPLEXING. Rijal Fadilah S.Si  Program Studi Teknik Informatika STMIK Balikpapan Semester Genap 2010/2011 Teknik MULTIPLEXING Rijal Fadilah S.Si http://rijalfadilah.net Program Studi Teknik Informatika STMIK Balikpapan Semester Genap 2010/2011 Multiplexing Proses penggabungan beberapa kanal Pembagian bandwith

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaringan telekomunikasi dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus dikembangkan agar user

Lebih terperinci

Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Makalah Seminar Kerja Praktek Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G652 dan G655 Oleh : Frans Scifo (L2F008125) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstrak Pada 30 tahun belakangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia teknologi komunikasi dan informasi yang semakin cepat dan pesat mengakibatkan bertambahnya kebutuhan masyrakat akan layanan akses komunikasi yang

Lebih terperinci

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM )

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM ) DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM ) Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email : andreas_ardian@yahoo.com INTISARI WDM (Wavelength Division

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN MODEL JARINGAN

BAB III PERANCANGAN MODEL JARINGAN BAB III PERANCANGAN MODEL JARINGAN 3.1 Prosedur Kerja Tugas Akhir Gambar berikut memperlihatkan prosedur kerja Tugas Akhir yang berdasarkan pada multi methodological research di bawah ini. Theory Building

Lebih terperinci

ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE

ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE Makalah Seminar Kerja Praktek ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE Frans Bertua YS (L2F 008 124) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK Pada 30 tahun belakangan

Lebih terperinci

TRANSMISI ANALOG DAN TRANSMISI TRANSMI DIGIT SI AL DIGIT

TRANSMISI ANALOG DAN TRANSMISI TRANSMI DIGIT SI AL DIGIT TRANSMISI ANALOG DAN TRANSMISI DIGITAL Data and Sinyal Biasanya menggunakan sinyal digital untuk data digital dan sinyal analog untuk data analog Bisa menggunakan sinyal analog untuk membawa data digital

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FIBER BRAGG GRATING (FBG) TIPE UNIFORM DENGAN MODULASI AKUSTIK MENGGUNAKAN METODE TRANSFER MATRIK

KARAKTERISASI FIBER BRAGG GRATING (FBG) TIPE UNIFORM DENGAN MODULASI AKUSTIK MENGGUNAKAN METODE TRANSFER MATRIK KARAKTERISASI FIBER BRAGG GRATING (FBG) TIPE UNIFORM DENGAN MODULASI AKUSTIK MENGGUNAKAN METODE TRANSFER MATRIK Pipit Sri Wahyuni 1109201719 Pembimbing Prof. Dr. rer. nat. Agus Rubiyanto, M.Eng.Sc ABSTRAK

Lebih terperinci

± voice bandwidth)

± voice bandwidth) BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Kebutuhan user akan mutu, kualitas, dan jenis layanan telekomunikasi yang lebih baik serta perkembangan teknologi yang pesat memberikan dampak terhadap pemilihan media

Lebih terperinci

Topologi Jaringan Transport Optik

Topologi Jaringan Transport Optik KARYA ILMIAH Topologi Jaringan Transport Optik OLEH : NAEMAH MUBARAKAH, ST UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK 2007 Topologi Jaringan Transport Optik A. Pendahuluan Perkembangan dan trend trafik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak BAB III METODOLOGI PENELITIAN di bawah ini: Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak START Mengidentifikasi sistem Radio over Fiber Mengidentifikasi sistem Orthogonal

Lebih terperinci

Aplikasi Multiplexer -8-

Aplikasi Multiplexer -8- Sistem Digital Aplikasi Multiplexer -8- Missa Lamsani Hal 1 Multiplexer Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut,

Lebih terperinci

BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK. telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan

BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK. telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK 2.1 Pendahuluan Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana telekomunikasi dalam biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat,

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER 3 GANJIL 2017/2018 DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T Sinyal Digital Selain diwakili oleh sinyal analog, informasi juga dapat diwakili oleh sinyal digital.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus. dapat memberikan kualitas layanan dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus. dapat memberikan kualitas layanan dengan baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaringan telekomunikasi dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus dikembangkan agar user

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat

Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat Sri Utami 1, Dodi Zulherman 2, Fauza Khair 3 1,2,3 Fakultas Teknik Telekomunikasi dan Elektro, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi sekarang ini mengalami kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan kebutuhan akan informasi, yang

Lebih terperinci

Modul 3 Teknik Switching dan Multiplexing

Modul 3 Teknik Switching dan Multiplexing Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Modul 3 Teknik Switching dan Multiplexing Prima Kristalina PENS (November 2014) 1. Teknik Switching a. Circuit-Switching dan Packet-Switching b.jenis sambungan pada

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. gelombang cahaya yang terbuat dari bahan silica glass atau plastik yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. gelombang cahaya yang terbuat dari bahan silica glass atau plastik yang BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan dipaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Latar belakang dari penelitian ini adalah banyaknya

Lebih terperinci

Pada gambar 2.1, terdapat Customer Premises Equipment (CPE) adalah peralatan telepon atau penyedia layanan lain yang terletak di sisi user.

Pada gambar 2.1, terdapat Customer Premises Equipment (CPE) adalah peralatan telepon atau penyedia layanan lain yang terletak di sisi user. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar-dasar GPON GPON atau Gigabit Passive Optical Network merupakan sebuah arsitektur point-to-multipoint yang menggunakan media transmisi berupa fiber optik. GPON mampu mendukung

Lebih terperinci

BAB II SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

BAB II SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) BAB II SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) 2.1 Umum SDH merupakan suatu standar transmisi optik sinkron yang dapat digunakan sebagai interface untuk berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serat Optik Serat optik adalah media transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik, dengan media pembawa adalah cahaya. Serat optik adalah media transmisi yang mampu menghantarkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG DESIGN AND ANALYSIS OF FIBER TO THE HOME (FTTH) NETWORK WITH OPTISYSTEM FOR PERMATA

Lebih terperinci

MULTIPLEXING DE MULTIPLEXING

MULTIPLEXING DE MULTIPLEXING MULTIPLEXING DE MULTIPLEXING Adri Priadana ilkomadri.com MULTIPLEXING DAN DEMULTIPLEXING MULTIPLEXING Adalah teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi.

Lebih terperinci

PERENCANAAN JARINGAN NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM PADA PERUMAHAN GRAND SHARON BANDUNG

PERENCANAAN JARINGAN NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM PADA PERUMAHAN GRAND SHARON BANDUNG PERENCANAAN JARINGAN NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM PADA PERUMAHAN GRAND SHARON BANDUNG Andi Muh B Soelkifly 1), Dwiki Kurnia 2), Ahmad Hidayat 3) Hervyn Junianto Kuen 4) Erna Sri Sugesti 5) 1),2),3

Lebih terperinci

TEKNIK DIVERSITAS. Sistem Transmisi

TEKNIK DIVERSITAS. Sistem Transmisi TEKNIK DIVERSITAS Sistem Transmisi MENGAPA PERLU DIPASANG SISTEM DIVERSITAS PARAMETER YANG MEMPENGARUHI : AVAILABILITY Merupakan salah satu ukuran kehandalan suatu Sistem Komunikasi radio, yaitu kemampuan

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING T.B. Purwanto 1, N.M.A.E.D. Wirastuti 2, I.G.A.K.D.D. Hartawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

SMK NEGERI 1 BAURENO

SMK NEGERI 1 BAURENO RANGKAIAN MULTIPLEXER DAN DEMULTIPLEXER SMK NEGERI 1 BAURENO Tahun pelajaran 2016/2017 TEKNIK KOMPUTER JARINGAN/SMKN 1 BAURENO 1 Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan

Lebih terperinci

Multiplexing. Meningkatkan effisiensi penggunaan bandwidth / kapasitas saluran transmisi dengan cara berbagi akses bersama.

Multiplexing. Meningkatkan effisiensi penggunaan bandwidth / kapasitas saluran transmisi dengan cara berbagi akses bersama. Multiplexing Multiplexing adalah Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan Multiplexing disebut Multiplexer atau

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING. Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang

BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING. Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING 2.1 Umum Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang menggunakan media cahaya sebagai penyalur informasi. Pada

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN

IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN KARYA ILMIAH IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN OLEH : NAEMAH MUBARAKAH, ST NIP : 132 306 867 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK 200 7 Implementasi Jaringan Optik Transparan A. Pendahuluan

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA SISTEM TRANSMISI FIBER OPTIK

Makalah Seminar Kerja Praktek DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA SISTEM TRANSMISI FIBER OPTIK Makalah eminar Kerja Praktek DENE WAVELENGTH DIVIION MULTIPLEXING (DWDM) PADA ITEM TRANMII FIBER OPTIK Oleh : Ahmad Fashiha Hastawan (L2F008003) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Aplikasi In-line Amplifier EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM

Aplikasi In-line Amplifier EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM Aplikasi In-line EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM Octarina Nur Samijayani 2), Ary Syahriar 1)2) 1) Center of Information Technology and Communication, Agency

Lebih terperinci

BAHAN SIDANG TUGAS AKHIR O L E H RIFQI FIRDAUS

BAHAN SIDANG TUGAS AKHIR O L E H RIFQI FIRDAUS BAHAN SIDANG TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA AWG ( ARRAYED WAVEGUIDE GRATINGS) PADA KOMUNIKASI SERAT OPTIK O L E H RIFQI FIRDAUS 050402101 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

sinyal yang dihasilkan pada berbagai tahap. RF amplifier adalah perangkat luar yang harus dipasang sangat dekat dengan antena untuk mengurangi kerugia

sinyal yang dihasilkan pada berbagai tahap. RF amplifier adalah perangkat luar yang harus dipasang sangat dekat dengan antena untuk mengurangi kerugia BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi sistem jamming Sistem jamming dirancang untuk memberikan sinyal noise yang dapat dikonversi menjadi sinyal RF dari berbagai bandwidth sampai 36 MHz. Persyaratan untuk menjamming

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Konsep Seluler Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi bergerak adalah sistem komunikasi tanpa kabel (wireless) yaitu sistem komunikasi radio lengkap dengan

Lebih terperinci

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS UNJUK KERJA MODULASI EKSTERNAL OPTIS DALAM MODEL DETEKSI KOHEREN PADA SISTEM BASEBAND OVER FIBER

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS UNJUK KERJA MODULASI EKSTERNAL OPTIS DALAM MODEL DETEKSI KOHEREN PADA SISTEM BASEBAND OVER FIBER LAPORAN SKRIPSI ANALISIS UNJUK KERJA MODULASI EKSTERNAL OPTIS DALAM MODEL DETEKSI KOHEREN PADA SISTEM BASEBAND OVER FIBER Performance Analysis of Optical External Modulation with Coherent Detection on

Lebih terperinci

Simulasi Performansi Fiber Delay Line Menggunakan Algoritma Penjadwalan Paket Pada Optical Buffer

Simulasi Performansi Fiber Delay Line Menggunakan Algoritma Penjadwalan Paket Pada Optical Buffer Simulasi Performansi Fiber Delay Line Menggunakan Algoritma Penjadwalan Paket Pada Optical Buffer Reza Relen Indriyanto / 0222164 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG Seiring perkembangan zaman, sistem telekomunikasi membutuhkan kapasitas jaringan yang lebih besar dan kecepatan lebih cepat, sehingga

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG Jayaningprang Kinantang (L2F009124) 1,Darjat, ST MT.(197206061999031001) 2 Teknik

Lebih terperinci

BAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang

BAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang BAB III Perencanaan Upgrade Kapasitas 3.1 Konfigurasi Awal Sistem Skkl Sea-Me-We 3 Segmen 3 yang menghubungkan Jakarta (Indonesia) dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Bandpass Filter Filter merupakan blok yang sangat penting di dalam sistem komunikasi radio, karena filter menyaring dan melewatkan sinyal yang diinginkan dan meredam sinyal yang

Lebih terperinci

MULTIPLEXING. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

MULTIPLEXING. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung MULTIPLEXING Ir. Roedi Goernida, MT. (roedig@yahoo.com) Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung 2010 1 Pengertian Multiplexing: Proses penggabungan beberapa

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA OPTICAL SWITCH PADA JARINGAN BANYAN

ANALISIS KINERJA OPTICAL SWITCH PADA JARINGAN BANYAN ANALISIS KINERJA OTICAL SWITCH ADA JARINGAN BANYAN M Ikbal Kurniawan [1], M Zulfin [2] Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro akultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Almamater,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI EFEK NON LINIER THREE WAVE MIXING PADA LINK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

ANALISIS DAN SIMULASI EFEK NON LINIER THREE WAVE MIXING PADA LINK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 1839 ANALISIS DAN SIMULASI EFEK NON LINIER THREE WAVE MIXING PADA LINK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Trafik internet telah mengalami pertumbuhan yang terus-menerus selama beberapa tahun yang lalu. Pertumbuhan trafik internet untuk masa depan diharapkan dengan kemunculan

Lebih terperinci

Sistem Transmisi Modulasi & Multiplexing

Sistem Transmisi Modulasi & Multiplexing Sistem Transmisi Modulasi & Multiplexing Konsep Sinyal Sinyal informasi tidak dapat bergerak sendiri pada jarak yang jauh. Misalkan anda bicara, apa sinyal suara anda bisa sampai ke jakarta dengan sendirinya?

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM ANALYSIS IMPLEMENTATION OF FIBER TO THE HOME (FTTH) NETWORK

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA SISTEM KOMUNIKASI OPTIK JARAK JAUH DENGAN TEKNOLOGI DWDM DAN PENGUAT (EDFA)

ANALISA KINERJA SISTEM KOMUNIKASI OPTIK JARAK JAUH DENGAN TEKNOLOGI DWDM DAN PENGUAT (EDFA) ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.1 April 2017 Page 361 ANALISA KINERJA SISTEM KOMUNIKASI OPTIK JARAK JAUH DENGAN TEKNOLOGI DWDM DAN PENGUAT (EDFA) PERFOMANCE ANALYSIS OF LONG HAUL

Lebih terperinci

MULTIPLEXING. Frequency-division Multiplexing (FDM)

MULTIPLEXING. Frequency-division Multiplexing (FDM) MULTIPLEXING Multiplexing merupakan rangkaian yang memiliki banyak input tetapi hanya 1 output dan dengan menggunakan sinyal-sinyal kendali, kita dapat mengatur penyaluran input tertentu kepada outputnya,

Lebih terperinci

Teknologi WDM pada Serat Optik

Teknologi WDM pada Serat Optik Teknologi WDM pada Serat Optik Oleh : Gilang Andika 0404030407 Hendra Cahya Mustafa 0404037061 Kamal Hamzah 0404037096 Toha Kusuma 040403715Y DEPARTEMEN ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK

Lebih terperinci

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY Ridwan Pratama 1 1 Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom 1 ridwanpsatu@telkomuniversity.ac.id

Lebih terperinci

Dasar Sistem Telekomunikasi. Nyoman S, ST, CCNP

Dasar Sistem Telekomunikasi. Nyoman S, ST, CCNP Dasar Sistem Telekomunikasi Nyoman S, ST, CCNP Topik 1. Dasar Telekomunikasi 2. Media Akses 3. Fiber Optik 4. Jaringan Backbone 5. Satelit 6. Sistem Komunikasi Seluler 7. GSM 8. Review & Presentasi Topik

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP

BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP 2.1 Umum Suatu informasi dari suatu sumber informasi dapat diterima oleh penerima informasi dapat terwujud bila ada suatu sistem atau penghubung diantara keduanya. Sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

BAB IV HASIL KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN BAB IV HASIL KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN 4.1 Analisis Masalah dan Metode Perhitungan Power Link Budget Dalam mengevaluasi dan menilai performansi atau kinerja suatu jaringan dalam mengirimkan sinyal

Lebih terperinci

Bab 9. Circuit Switching

Bab 9. Circuit Switching 1/total Outline Konsep Circuit Switching Model Circuit Switching Elemen-Elemen Circuit Switching Routing dan Alternate Routing Signaling Control Signaling Modes Signaling System 2/total Jaringan Switching

Lebih terperinci

Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 1 Pendahuluan

Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 1 Pendahuluan TKE 8329W Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 1 Pendahuluan Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2009 1 P

Lebih terperinci

BAB III DUAL BAND WILKINSON POWER DIVIDERS

BAB III DUAL BAND WILKINSON POWER DIVIDERS BAB III DUAL BAND WILKINSON POWER DIVIDERS 3.1 LATAR BELAKANG Dalam teknik gelombang mikro (microwave), power divider Wilkinson adalah rangkaian pembagi daya yang memiliki tingkat isolasi yang tinggi di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan mencari spectrum holes. Spectrum holes dapat dicari dengan

TINJAUAN PUSTAKA. dengan mencari spectrum holes. Spectrum holes dapat dicari dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini akan membahas efisiensi spektrum dan energi dengan metode energy detection yang bertujuan untuk mengefisiensikan penggunaan spektrum dengan mencari

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI ARRAY WAVEGUIDE GRATING MENGGUNAKAN FILTER FIBER BRAGG GRATINGS PADA JARINGAN SCM/WDM RADIO OVER FIBER

ANALISIS PERFORMANSI ARRAY WAVEGUIDE GRATING MENGGUNAKAN FILTER FIBER BRAGG GRATINGS PADA JARINGAN SCM/WDM RADIO OVER FIBER ANALISIS PERFORMANSI ARRAY WAVEGUIDE GRATING MENGGUNAKAN FILTER FIBER BRAGG GRATINGS PADA JARINGAN SCM/WDM RADIO OVER FIBER Noval Efendi Musa dan Rika Susanti, ST., M.Eng, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STUDI PERBANDINGAN DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) DAN CWDM (COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING)

TUGAS AKHIR STUDI PERBANDINGAN DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) DAN CWDM (COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) TUGAS AKHIR STUDI PERBANDINGAN DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) DAN CWDM (COARSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK O L E H PUTRA ANDICA SIAGIAN 050402027

Lebih terperinci

ROMARIA NIM :

ROMARIA NIM : ANALISIS PENGARUH DISPERSI TERHADAP RUGI-RUGI DAYA TRANSMISI PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE REKOMENDASI ITU-T SERI G.655 Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN 4.1 Analisis Hasil Perancangan Setelah dilakukan perancangan jaringan akses FTTH menggunakan GPON, untuk mengetahui kelayakan sistem maka akan di analisis

Lebih terperinci

BAB III WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEX

BAB III WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEX BAB III WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEX Di dalam komunikasi serat optik, Wavelength Division Multiplex (WDM) adalah teknologi multipleksing yang digunakan untuk membawa beberapa sinyal informasi (suara,

Lebih terperinci

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4755

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4755 ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4755 PERANCANGAN DAN SIMULASI FILTER PARALLEL CASCADE MICRORING RESONATOR SEBAGAI OPTICAL INTERLEAVER DESIGN AND SIMULATION

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA)

ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA) ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA) Irvan Hardiyana Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Email: hardiyana.irvan@gmail.com

Lebih terperinci

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI DTG1E3 DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI Pengenalan Kualitas Sistem Komunikasi By : Dwi Andi Nurmantris Dimana Kita? Dimana Kita? KUALITAS SIGNAL PEMANCAR (TX) SUMBER (t) s i (t) n(t) r(t) h c PENERIMA (RX)

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT. Komponen utama dari sistem switching atau sentral adalah seperangkat sirkuit

BAB II JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT. Komponen utama dari sistem switching atau sentral adalah seperangkat sirkuit BAB II JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT 2.1 Konsep Switching Komponen utama dari sistem switching atau sentral adalah seperangkat sirkuit masukan dan keluaran yang disebut dengan inlet dan outlet.

Lebih terperinci

Overview Materi. Redaman/atenuasi Absorpsi Scattering. Dispersi Rugi-rugi penyambungan Tipikal karakteristik kabel serat optic

Overview Materi. Redaman/atenuasi Absorpsi Scattering. Dispersi Rugi-rugi penyambungan Tipikal karakteristik kabel serat optic Overview Materi Redaman/atenuasi Absorpsi Scattering Rugi-rugi bending Dispersi Rugi-rugi penyambungan Tipikal karakteristik kabel serat optic Redaman/Atenuasi Redaman mempunyai peranan yang sangat

Lebih terperinci

Layer ini berhubungan dengan transmisi dari aliran bit yang tidak terstruktur melalui medium fisik; berhubungan

Layer ini berhubungan dengan transmisi dari aliran bit yang tidak terstruktur melalui medium fisik; berhubungan 三日月光 OSI LAYER u/ Menentukan layanan-layanan yang ditampilkan oleh setiap lapisan Physical layer Layer ini berhubungan dengan transmisi dari aliran bit yang tidak terstruktur melalui medium fisik; berhubungan

Lebih terperinci

1. Adaptive Delta Modulation (ADM) Prinsip yang mendasari semua algoritma ADM adalah sebagai berikut:

1. Adaptive Delta Modulation (ADM) Prinsip yang mendasari semua algoritma ADM adalah sebagai berikut: 1. Adaptive Delta Modulation (ADM) Adaptive delta modulation (ADM) merupakan modifikasi dari DM (Delta Modulation). ADM digunakan untuk mengatasi bising kelebihan beban yang terjadi pada modulator data

Lebih terperinci

MULTIPLEKSER DAN DEMULTIPLEKSER

MULTIPLEKSER DAN DEMULTIPLEKSER MULTIPLEKSER DAN DEMULTIPLEKSER 1. Multiplekser Multiplexer (MUX) atau selector data adalah suatu rangkaian logika yang menerima beberapa input data, dan untuk suatu saat tertentu hanya mengizinkan satu

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING BUTTERFLY

ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING BUTTERFLY ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING BUTTERFLY Benny William (1), M. Zulfin (2) Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Almamater,

Lebih terperinci