TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Salmonella

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Salmonella"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Salmonella Salmonella (Enterobacteriaceae) merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang langsing ( x 2-5 µm), fakultatif anaerobik, uji oksidase negatif, dan uji katalase positif. Sebagian besar strain Salmonella bersifat motil dan memfermentasi glukosa dengan membentuk gas dan asam (Cox 2000). Salmonella umumnya memfermentasi dulsitol, tetapi tidak memfermentasi laktosa, menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, menghasilkan hidrogen sulfida, dekarboksilat lisin dan ornitin, tidak menghasilkan indol, dan negatif untuk uji urease. Salmonella merupakan bakteri mesofilik, dengan suhu pertumbuhan optimum antara C, tetap dapat tumbuh pada range 5-46 C, Salmonella sensitif pada ph rendah (lebih kecil atau sama dengan 4,5) dan tidak berbiak pada A w 0,94 khususnya jika dikombinasikan dengan ph 5,5 atau kurang. Salmonella dapat bertahan pada pembekuan dan bentuk kering dalam waktu yang lama. Salmonella mampu berbiak pada berbagai makanan tanpa mempengaruhi tampilan kualitasnya (Ray 2001). Salmonella secara alami hidup di saluran gastrointestinal hewan baik yang terdomestikasi maupun liar. Salmonella pada hewan dapat menyebabkan salmonellosis, pada kasus hewan bertindak sebagai pembawa penyakit. Manusia dapat bertindak sebagai pembawa penyakit setelah terinfeksi dan menyebarkannya melalui feces untuk waktu yang cukup lama. Selain itu Salmonella dapat juga diisolasi dari tanah, air, dan sampah yang terkontaminasi feces (Ray 2001). Salmonella sp. menyebabkan jutaan kasus penyakit salmonellosis pada manusia dan hewan, serta menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan di seluruh dunia (Nogrady et al. 2008). Kemampuan suatu bakteri patogen untuk menyebabkan infeksi dipengaruhi oleh faktor virulensi yang dimilikinya (Inglis 1996). Faktor virulensi yang terlibat dalam patogenisitas Salmonella meliputi lipopolisakarida (LPS) dan pili (Cogan & Humphrey 2003), endotoksin yang tersusun dari lipopolisakarida (LPS) yang menyebabkan timbulnya gejala demam pada penderita salmonellosis dan enterotoksin (Ray 2001). Salmonella

2 memiliki gen yang mengkode lebih dari 12 tipe pili (fimbriae) yang berbeda, termasuk SEF 14, 17, 18 dan 21, long polar fimbriae (lpf) dan plasmid-encoded fimbriae (pef) (Edwards et al. 2002; Townsend et al. 2001). Salmonella di dalam tubuh inang akan menginvasi mukosa usus halus, berbiak di sel epitel, dan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan reaksi radang dan akumulasi cairan di dalam usus. Salmonella yang ada di dalam sel epitel akan memperbanyak diri dan menghasilkan termolabil enterotoksin yang secara langsung mempengaruhi sekresi air dan elektrolit sehingga menyebabkan diare (Ray 2001). Menurut Jay (2000) Salmonella secara epidemiologis, dikelompokkan menjadi tiga grup yaitu: (1) Salmonella yang menginfeksi hanya manusia; (2) Salmonella yang beradaptasi dengan inang; (3) Salmonella yang belum beradaptasi (tidak membutuhkan inang). Grup ke 1 ini yang menyebabkan demam typhoid dan paratyphoid, contohnya: S. enteritidis, S. typhimurium. Grup ke 2 beberapa bersifat patogen terhadap manusia, contohnya: S. galinarum (pada ayam), S.dublin (pada sapi), S.abortus-equi (pada kuda), S. abortus-ovis (pada domba) dan S.choleraesuis (pada babi). Grup ke 3 sangat patogen untuk manusia dan hewan yang menyebabkan salmonellosis. Contohnya: S. enteritidis, S. typhimurium. Salmonella dikelompokkan berdasarkan antigen somatik (O), flagela (H), dan kapsular (Vi) (Bhunia 2008; Molbak et al. 2006). Saat ini terdapat 2463 serotipe Salmonella yang ditempatkan di bawah dua spesies, yaitu S. enterica dan S. bongori. S. enterica terdiri atas 2443 serotipe dan S. bongori terdiri atas 20 serotipe. S. enterica terdiri atas enam subspesies yang ditulis dengan angka romawi, yaitu I (enterica), II (salamae), IIIa (arizonae), IIIb (diarizonae), IV (houtenae), dan VI (indica). Nama isolat Salmonella ditulis sebagai S. enterica subspesies I serovar Enteritidis (Bhunia 2008). Dalam sistem nomenklatur modern informasi mengenai subspesies diabaikan, isolat dengan nama S. enterica subspesies I serovar Enteritidis pada kalimat ditulis sebagai S. enteritidis (Bhunia 2008; Molbak et al. 2006).

3 Salmonellosis Salmonellosis disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella yang menyerang saluran gastrointestinal yang mencakup usus halus, dan usus besar atau kolon. Serangan gastroenteritis terjadi 8-72 jam setelah mengkonsumsi makanan yang tercemar Salmonella, dengan gejala sakit perut mendadak dengan diare encer atau berair, kadang-kadang dengan lendir atau darah. Penderita gastroenteritis seringkali merasa mual dan muntah, demam dengan suhu o C (Chung et al. 2003; Cox 2000). Ray (2001) menjelaskan bahwa secara umum gejala penyakit salmonellosis berlangsung 2-3 hari, dengan angka mortalitas rata-rata 4,1 %, dengan variasi 5,8 % pada penderita berumur di bawah 1 tahun, 2 % sampai umur 50 tahun dan 15 % pada umur di atas 50 tahun. Perbedaan tingkat mortalitas juga terjadi pada berbagai spesies Salmonella, angka mortalitas tertinggi dicapai S. cholerasuis yaitu 21 %. Salmonelosis pada manusia umumnya dikategorikan penyakit yang disebabkan oleh mengkonsumsi makanan asal hewan yang tercemar Salmonella (daging, susu, unggas, telur). Produk susu, termasuk keju dan es krim, juga pernah dilaporkan terkait kasus salmonelosis (Bhunia 2008; Hugas et al. 2009). Dosis infeksi Salmonella yang menyebabkan salmonellosis tidak diketahui dengan pasti. Dosis infeksi S. typhi pada manusia pernah dilaporkan yaitu lebih dari 10 4 CFU/gr makanan, dan jumlah yang lebih besar ditemukan pada serovar yang lain. Dosis infeksi yang lebih rendah yaitu kurang dari 10 3 CFU/gr makanan juga pernah dilaporkan menyebabkan wabah salmonellosis pada manusia (Cooper 1994). Vought dan Tatini (1998) mengemukakan bahwa wabah salmonellosis di Inggris yang terjadi pada orang dewasa akibat mengkonsumsi es krim yang terkontaminasi S. enteritidis lebih besar atau sama dengan 10 7 CFU/gr. Beberapa penelitian menyatakan bahwa jumlah Salmonella lebih kecil atau sama dengan 10 5 CFU/gr telah dapat menyebabkan infeksi. Salmonella tidak tahan terhadap ph asam, tetapi mampu melewati lambung yang ber ph asam. Hal ini dapat terjadi karena produk makanan tersebut mengandung banyak lemak atau gula sehingga dapat melindungi Salmonella dari keasaman lambung. Dengan demikian bakteri tersebut dapat mencapai usus halus dan menimbulkan gejala penyakit.

4 Penularan salmonellosis dapat terjadi dari hewan ke manusia melalui pangan asal hewan yang terkontaminasi Salmonella. Berbagai jenis Salmonella yang dapat menular dari hewan ke manusia tersebut adalah: S. enteritidis, S. typhimurium. Serovar-serovar pada kelompok ini umumnya menyebabkan gastroenteritis, dengan infeksi terbatas pada saluran pencernaan, biasanya tidak berada dalam sirkulasi darah dan masa inkubasi yang pendek. Infeksi Salmonella ini diketahui sebagai Salmonellosis-non tifoid (Cary et al. 2000; Cooper 1994). Pada periode sebanyak 59 isolat Salmonella spp. dari manusia telah berhasil diisolasi oleh Balai Penelitian Veteriner (Balitvet). Isolat-isolat tersebut adalah: S.typhimurium, S. enteritidis, S. worthington, S. lexington, S. agona, S. weltervreden, S. bovismorbificans, S. dublin, S. newport, S 11. (stellenbosch), S. virchow dan S. virginia (Poernomo 2004). Sudarmono et al. (2001) melaporkan bahwa selama bulan April 1998 sampai dengan bulan Maret 1999, salmonellosis-non tifoid pada manusia yang paling umum terjadi disebabkan oleh S. aequaticus, S. derby, S. enteritidis, S. javana, S. lexington, dan S. vircow. Salmonellosis sebagai penyakit yang ditularkan melalui makanan terdokumentasi untuk pertama kali pada akhir tahun 1800an (Cox 2000), dan sejak itu serangan Salmonella terus terjadi dan meningkat. Kasusnya menyebar secara cepat karena Salmonella mampu membentuk klon-klon baru pada hewan ternak yang berbeda (Wagener et al. 2003) dan resisten terhadap berbagai antibiotik (Chung et al. 2003). Bakteri dapat bersifat resisten terhadap antibiotik karena adanya mutasi kromosom ataupun karena pertukaran material genetik melalui transformasi, transduksi dan konjugasi melalui plasmid. Peningkatan atau kesalahan penggunaan antibiotik dalam bidang klinik, penggunaan antibiotik dalam bidang molekular, dan penambahan antibiotik pada pakan ternak juga dapat menyebabkan bakteri bersifat resisten terhadap antibiotik (Desselberger 1998; Neu 1992). Penelitian Kusumaningrum et al. (2012), menyatakan empat serotipe Salmonella yaitu: S. Weltevreden, S. Kenthucky, S. Typhimurium dan S. Paratyphi C yang diisolasi dari produk segar di Indonesia resisten terhadap antibiotik

5 chloramphenicol, erythromycin, tetracyclin, sulfamethoxazole dan streptomycin. Penelitian Tjaniadi et al. (2003), menyatakan Salmonella yang diisolasi dari penderita diare di Indonesia resisten terhadap antibiotik. S. enteritidis resisten terhadap ciprofloxacin dan norfloxacin. S. typhi resisten terhadap trimetroprimsulfamethoxazole, chloramphenicol, streptomycin dan tetracycline. Karakteristik Fage Fage ditemukan oleh Frederick W. Twort di Inggris pada tahun 1915 dan Felix d Herelle dari Pasteur Institute pada tahun Twort mengamati adanya koloni bakteri yang lisis, sifat lisis dapat ditularkan dari satu koloni ke koloni lainnya. D Herelle menemukan hal yang sama pada tahun 1917, sehingga diberi nama fenomena Twort-d Herelle (Pelczar & Chan 2007). Fage telah digunakan sebagai metode pengendalian biologis untuk berbagai aplikasi. Fage adalah virus yang menggunakan bakteri sebagai inangnya untuk bisa bereplikasi. Fage tidak dapat bereproduksi (replikasi) di luar sel karena tidak memiliki enzim untuk melakukan metabolisme (Doyle 2007). Fage terdiri dari protein kapsid yang mengandung asam inti. Asam inti dapat berupa ss-rna, ds-rna, ss-dna atau ds-dna. Asam inti ds-dna fage dapat mengkode protein, ss-dna dan ss-rna fage dapat mengkode 3-5 protein, ds-rna fage dapat mengkode 20 macam protein. Ukuran fage jauh lebih kecil daripada bakteri, biasanya antara 20 dan 200 nm (Mc Grath & Van Sinderen 2007). Fage diperkirakan paling banyak terdapat di biosfer. Fage berada di manamana dan dapat ditemukan di semua tempat yang dihuni oleh bakteri, seperti tanah atau usus binatang. Salah satu sumber fage adalah air laut, fage per mililiter telah ditemukan pada permukaan air laut (Wommack & Colwell 2000) 70% dari bakteri laut dapat terinfeksi oleh fage (Prescott 1993). Fage dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu: fage berekor, fage DNA polyhedral, fage RNA polyhedral, fage berserabut, dan fage pleomorfik (Ackermann 2005). Semua fage berekor dimasukkan ke dalam golongan Caudoviridae dan terdiri dari tiga famili berdasarkan struktur ekornya, yaitu: Myoviridae (ekor kontraktil), Siphoviridae (ekor panjang, non-kontraktil), dan

6 Podoviridae (ekor pendek, non-kontraktil) (Ackermann 2001). Fage polyhedral memiliki kepala simetri ikosahedral dan kubik (Ackermann 1999). Fage polyhedral meliputi famili: Microviridae, Corticoviridae, Tectiviridae, Leviviridae, dan Cystoviridae. Fage berserabut meliputi famili: Inoviridae, Lipothrixviridae, dan Rudiviridae. Fage pleomorfik meliputi famili: Plasmoviridae dan Fuselloviridae (Ackermann 2005). Infeksi fage dimulai dengan tahap adsorpsi yaitu serat ekor fage mengenali dan mengikat reseptor permukaan spesifik sel bakteri. Pada bakteri gram negatif komponen yang dapat berfungsi sebagai reseptor permukaan dapat berupa: protein membran luar, lipopolisakarida, dan oligosakarida. Selanjutnya ekor fage menghasilkan ezim lisozim yang merusak struktur permukaan sel bakteri sehingga ekor fage dapat menembus permukaan sel bakteri dan menyuntikkan materi genetiknya ke dalam sel bakteri. Didalam sel bakteri, genom fage melakukan transkripsi. Transkripsi terjadi dalam beberapa tahap melalui gen fage yang disebut sebagai: gen awal (early genes), gen tengah (middle genes), dan gen akhir (late genes). Produk gen awal bertanggung jawab untuk memblokir protease dan pembatasan enzim sel inang, menghentikan metabolism sel inang, dan mendenaturasi protein sel inang. Gen tengah ditranskripsikan dan diterjemahkan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan untuk replikasi genom fage. Gen akhir ditranskripsi dan diterjemahkan untuk menghasilkan komponen protein partikel fage seperti ekor, kepala dan serabut. Gen akhir juga menyandikan pembentukan lisozim yang melisiskan sel bakteri sehingga fage baru dapat dilepaskan dari sel inang (Guttman et al. 2005). Penelitian dan Aplikasi Fage Penggunaan fage sebagai agen terapi pertama kali direalisasikan oleh Felix d Herelle pada tahun D Herelle melakukan penelitian penggunaan fage untuk mencegah infeksi Bacillus gallinarum pada ayam, hasil penelitiannya menunjukkan ayam yang diberi pengobatan fage lebih sedikit mengalami kematian dan infeksi dapat dicegah (Kutter & Sulakvelidze 2005). Penggunaan fage sebagai bentuk terapi telah diteliti dengan baik sebelum pengenalan antibiotik. Selama perang dunia II, Jerman dan Soviet menggunakan terapi fage

7 untuk mengobati disentri, namun munculnya antibiotik pada tahun 1940-an menyebabkan penurunan penggunaan fage terapi dan penelitian tentang fage terapi. Pada saat ini dengan adanya peningkatan jumlah bakteri yang resisten antibiotik, penelitian tentang fage kembali meningkat terutama sebagai pengawet produk makanan (Doyle 2007). Fage litik memiliki aktivitas antibakteri yang luar biasa. Fage dilaporkan lebih efektif daripada antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri tertentu pada manusia (Sakandelidze 1991). Studi oleh Meladze et al. (1982) menggunakan fage untuk mengobati pasien penderita penyakit paru-paru dan pleura bernanah yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Menunjukkan bahwa pasien yang diobati dengan fage membaik sebanyak 82%, sedangkan yang diobati dengan antibiotik hanya 64%. Pemulihan kesehatan kelompok pasien yang menerima fage secara intravena bahkan lebih tinggi yaitu 95%. Fage dapat ditemukan pada bahan makanan. Hal ini memungkinkan fage dapat digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan kontaminasi patogen Salmonella dari makanan (Doyle 2007). Penelitian penggunaan fage spesifik E. coli secara oral aman dilakukan pada manusia telah dilaporkan oleh Bruttin dan Brussow (2005). Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan fage sangat efektif mengurangi kontaminasi Salmonella. Penelitian yang dilakukan oleh Modi et al. (2001) menggunakan fage SJ2 pada starter produksi keju cheddar mampu mengontrol pertumbuhan S.enteritidis. Keju eksperimental yang ditambahkan dengan fage memiliki kadar kontaminasi S.enteritidis yang sangat rendah yaitu 50 CFU / g, sedangkan semua keju yang tanpa penambahan fage memiliki jumlah S.enteritidis 10 3 CFU / g. Whichard et al. (2003) menyatakan fage tipe liar dan fage Felix 01 dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi S. typhimurium menjadi 10 2 CFU / g pada sosis ayam. Leverentz et al. (2001) menggunakan fage untuk mengurangi kontaminasi Salmonella pada produk buah segar, fage mampu mengurangi jumlah Salmonella pada potongan melon segar sebesar 3,5 log pada 5 C dan 10 C, dan 2,5 log pada 20 C. Pao et al. (2004) menyatakan penggunaan fage terbukti secara signifikan mampu menekan pertumbuhan S. typhimurium dan S. enteritidis pada biji brokoli dan biji sawi selama 24 jam.

8 Dalam hal pengendalian Salmonella, spesifisitas inang adalah sebuah rintangan untuk dapat mengurangi tingkat pencemaran. Fage tunggal tidak mampu melisiskan semua serovarian Salmonella, maka penggunaan gabungan beberapa fage (koktail fage) harus dirancang agar mampu melisiskan semua strain Salmonella (Joerger 2003). Produksi koktail fage yang efektif untuk Salmonella telah dilaporkan sebelumnya oleh Chighladze et al. (2001), yaitu mengembangkan koktail fage yang mampu melisiskan 232 dari 245 isolat Salmonella terdiri dari 21 serovarian dengan 78 pola jenis Pulsed-Field Gel Electrophoresis (PFGE). Keberhasilan pengobatan dengan menggunakan fage terhadap pasien yang menderita penyakit infeksi Salmonella yang resisten terhadap antibiotik pernah dilaporkan oleh Slopek et al. (1983). Penelitian infektivitas fage litik pada enteropatogenik E. coli resisten antibiotik dari pasien penderita diare di Indonesia telah dilaporkan oleh Budiarti et al. (2011), fage mampu melisiskan sel EPEC K1.1 yang resisten terhadap antibiotik tetrasiklin dan ampisilin sebesar 22% setelah 5 jam dan 84% setelah 24 jam.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daging secara umum didifinisikan sebagai semua jaringan hewan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daging secara umum didifinisikan sebagai semua jaringan hewan yang 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daging Ayam Daging secara umum didifinisikan sebagai semua jaringan hewan yang dikonsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Otot pada hewan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage Bakteriofage merupakan virus yang menginfeksi bakteri, ditemukan secara terpisah oleh Frederick W. Twort di Inggris pada tahun 1915 dan oleh Felix d Herelle di Institut Pasteur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer bagi manusia sebagai penghasil energi yang digunakan tubuh dalam melakukan aktivitas demi kelangsungan hidupnya. Ada berbagai jenis

Lebih terperinci

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli Bakteri ini termasuk flora normal tubuh yang berbentuk batang pendek (kokobasil) berukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm. Bersifat Gram negatif. E. coli memiliki 150 tipe

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni 5 TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni Taksonomi dan nomenklatur dari genus Campylobacter diperbaharui pada tahun 1991. Genus Campylobacter memiliki 16 spesies dan 6 subspesies (Ray & Bhunia 2008). Campylobacter

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease

TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease Foodborne disease adalah suatu penyakit ditimbulkan akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalat Rumah (Musca domestica) Lalat rumah (M. domestica) merupakan lalat yang paling umum dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. M. domestica

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. xvii

TINJAUAN PUSTAKA. xvii xvii TINJAUAN PUSTAKA Daging Ayam Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala, kaki, darah, bulu serta organ dalam. Persentase bagian yang dipisahkan sebelum menjadi karkas adalah

Lebih terperinci

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan MIKROORGANISME PATOGEN Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan Sub Pokok Bahasan Definisi mikroorganisem pathogen Infeksi dan intoksikasi Jenis-jenis mikroorganisme pathogen dalam makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

TOKSIN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

TOKSIN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti TOKSIN MIKROORGANISME Dyah Ayu Widyastuti Toksin bisa juga disebut racun Suatu zat dalam jumlah relatif kecil, bila masuk ke dalam tubuh dan bekerja secara kimiawi dapat menimbulkan gejala-gejala abnormal

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Marselinus Laga Nur Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Bacilus cereus Gram-positif Aerobik membentuk endospora Tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sosis 1. Pengolahan sosis Bahan dasar sosis adalah daging giling, dan bahan tambahan antara lain bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, penyedap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan lewat makanan, dengan ciri berupa gangguan pada saluran pencernaan dengan gejala umum sakit perut, diare dan atau

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalat Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak menggunakan sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak menggunakan kakinya. Oleh karenanya daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Makanan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Makanan manusia dapat bersumber dari produk hewani maupun nabati. Salah satu sumber protein hewani yang dikenal masyarakat

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu dan produk olahannya merupakan pangan asal hewan yang kaya akan zat gizi, seperti protein, lemak, laktosa, mineral dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi hampir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging Sampel daging sapi dan ayam diperoleh dari pasar-pasar tradisional di 12 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar pedagang daging sapi (54.2%)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar 4 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Susu Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI Lima puluh contoh kotak pengangkutan DOC yang diuji dengan metode SNI menunjukkan hasil: empat contoh positif S. Enteritidis (8%).

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan

BAB I PENGANTAR. alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia pathogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai Salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Diare

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Diare TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Diare Diare atau gastroenteritis adalah suatu masalah kesehatan di masyarakat dari keadaan tidak sehat dan dapat menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan serius. Dari

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

B. KARAKTERISTIK VIRUS

B. KARAKTERISTIK VIRUS BAB 9 V I R U S A. PENDAHULUAN Virus merupakan elemen genetik yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan ekstrseluler. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau setengah cair dengan kandungan air tinja lebih dari 200ml perhari atau buang air besar (defekasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil penelitian Setiawan (2006),

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik.

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Dengan semakin luasnya penggunaan antibiotik ini, timbul masalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam PENDAHULUAN Latar Belakang Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam menghasilkan daging. Daging ayam merupakan jenis daging yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Kuta Selatan Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º46 58.7 LS dan 115º05 00-115º10 41.3 BT, berada pada ketinggian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil A. HASIL ISOLASI DAN POLA KERAGAMAN PLAK FAGE EPEC K1.1 Hasil isolasi fage yang diambil dari sampel limbah cair rumah tangga di sepanjang Babakan Raya Darmaga Bogor pada mulanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat langsung diminum atau dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah banyaknya hutan tropis yang membentang dari sabang sampai merauke. Hutan tropis merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging ayam Daging secara umum didifinisikan sebagai semua jaringan hewan yang dikonsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Otot pada hewan berubah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini banyak dikembangkan penelitian tentang mikroorganisme penghasil antibiotik, salah satunya dari Actinomycetes. Actinomycetes berhabitat di dalam tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengemasan dan Pengangkutan Jeroan

HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengemasan dan Pengangkutan Jeroan HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengemasan dan Pengangkutan Jeroan Sebelum diekspor, hati sapi utuh terlebih dahulu dikemas dengan plastik steril, kemudian dimasukkan kedalam karton yang masing-masing berisi

Lebih terperinci

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( ) COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI (078114113) KLASIFIKASI ILMIAH Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gamma Proteobacteria Order : Legionellales Family : Coxiellaceae Genus :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. unggul yang mampu berproduksi dalam waktu singkat dan efisien dalam

TINJAUAN PUSTAKA. unggul yang mampu berproduksi dalam waktu singkat dan efisien dalam TINJAUAN PUSTAKA Salmonellosis Populasi ayam broiler semakin meningkat, yaitu dari tahun 2007 adalah 891.659.345 ekor menjadi 1.075.884.785 ekor di tahun 2008 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008). Ayam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

CIRI FISIOLOGI DAN MORFOLOGI BAKTERIOFAGE (VIRUS)

CIRI FISIOLOGI DAN MORFOLOGI BAKTERIOFAGE (VIRUS) CIRI FISIOLOGI DAN MORFOLOGI BAKTERIOFAGE (VIRUS) Diyan Herdiyantoro, SP., MSi. Laboratorium Biologi & Bioteknologi Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2009 Karakteristik Umum

Lebih terperinci

DAMPAK NEGATIF DAN POSITIF PADA BIOLOGI

DAMPAK NEGATIF DAN POSITIF PADA BIOLOGI Nama : Elba Saskia Permatasari No : 14 Kelas : X-IPA-2 DAMPAK NEGATIF DAN POSITIF PADA BIOLOGI Dengan perkembangan bioteknologi, akan memberikan dampak positif maupun dampak negatif bagi makhluk hidup,

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang bersifat patogen merupakan prioritas utama untuk dilakukan pada bidang kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu Indonesia memutuskan untuk mengimpor sapi dari Australia. Indonesia mengambil keputusan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp dapat menyebabkan dua masalah penyakit, yaitu yang pertama adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp dapat menyebabkan dua masalah penyakit, yaitu yang pertama adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salmonella sp merupakan bakteri patogen penyebab penyakit pada manusia. Salmonella sp dapat menyebabkan dua masalah penyakit, yaitu yang pertama adalah Salmonellosis:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Saponin Dosis pemberian ekstrak daun mengkudu meningkat setiap minggunya, sebanding dengan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Rataan konsumsi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dekke Naniura Pada masyarakat Batak terdapat beberapa makanan tradisional yang menggunakan ikan mas sebagai bahan dasarnya seperti dekke naniarsik dan dekke naniura. Dekke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disantap mentah. Lalap biasanya terdiri dari kol, ketimun, daun kemangi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disantap mentah. Lalap biasanya terdiri dari kol, ketimun, daun kemangi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lalap Lalap adalah salah satu makanan yang merupakan hasil pertanian yang disantap mentah. Lalap biasanya terdiri dari kol, ketimun, daun kemangi, selada dan tomat. Lalap dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Isolasi daun anggrek yang bergejala busuk lunak dihasilkan 9 isolat bakteri. Hasil uji Gram menunjukkan 4 isolat termasuk bakteri Gram positif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Kelompok yang telah diketahui sebagai bakteri asam laktat saat ini adalah termasuk kedalam genus Lactococcus, Streptococcus (hanya satu spesies saja), Enterococcus,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Keamanan pangan Menurut Undang-undang Republik Indonesia no. 18/2012 tentang pangan, bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Bali merupakan salah satu dari beberapa bangsa sapi potong asli Indonesia yang memegang peranan cukup penting dalam penyediaan kebutuhan daging bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 23 Mei 2011 mengenai pengujian mikroorganisme termodurik pada produk pemanasan. Praktikum ini dilakukan agar praktikan dapat membuat perhitungan SPC dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di dalam industri pangan dalam menghasilkan pangan fungsional. Fungsi ini dikarenakan kemampuan BAL yang

Lebih terperinci

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian 6 mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan 1988). Escherichia coli bersifat motil atau non-motil dengan kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum adalah

Lebih terperinci