sekolah, mall, restoran atau tempat keramaian lainnya. Kesimpulan Connor (2002) ini didukung oleh Andersson dan Thomsen (1998) yang menyatakan bahwa
|
|
- Budi Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2 Pengantar Anak pada umumnya menyampaikan keinginan dan perasaannya kepada orang lain melalui komunikasi, baik itu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal (seperti gesture tubuh). Namun terdapat beberapa anak yang kesulitan menyampaikan keinginannya kepada orang lain terutama kepada orang diluar keluarga intinya. Banyak anak yang memilih diam dan tidak berbicara ketika diajak berkomunikasi dengan orang lain. Kondisi ini secara klinis disebut dengan Mutisme Selektif. Mutisme Selektif (selanjutnya akan disingkat dengan MS) merupakan diagnosa yang biasa digunakan untuk mendeskripsikan gangguan pada seseorang yang hanya berbicara dalam situasi tertentu saja. Anak yang mengalami MS menunjukkan beberapa simtom-simtom seperti menolak untuk berbicara di beberapa situasi sosial, sangat pemalu, menghindar, ketakutan berlebihan dan menunjukkan perilaku menentang pada beberapa situasi tertentu (Fisak, Oliveros dan Ehrnreich, 2006). Kriteria diagnosis untuk menentukan gangguan ini berdasarkan DSM-IV TR Mutisme Selektif (American Psychiatric Association, 2002), yaitu: a. Kegagalan yang konsisten dalam berbicara pada situasi sosial spesifik (diharapkan untuk berbicara, misalnya: di sekolah) namun dapat berbicara pada situasi yang lain. b. Gangguan ini mempengaruhi prestasi dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan komunikasi sosial. c. Gangguan telah terjadi minimal 1 bulan (tidak terbatas pada bulan pertama masuk sekolah). d. Kegagalan untuk berbicara tidak disebabkan oleh ketiadaan pengetahuan, atau ketidaknyamanan dengan bahasa yang digunakan dalam berbicara pada situasi sosial. e. Gangguan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan komunikasi (misalnya: gagap) dan bukan merupakan bagian dari gangguan perkembangan pervasif, schizophrenia atau gangguan psikotik lainnya. Connor (2002) menambahkan, perilaku yang umumnya ditunjukkan oleh anak MS adalah perilaku diam pada saat berada di situasi sosial atau ketika bersama orang lain. Biasanya perilaku ini sering muncul ketika anak berada di
2 3 sekolah, mall, restoran atau tempat keramaian lainnya. Kesimpulan Connor (2002) ini didukung oleh Andersson dan Thomsen (1998) yang menyatakan bahwa sebanyak 27% anak yang mengalami MS hanya berbicara ketika di rumah, 64,9% berbicara di rumah dan dengan beberapa orang di luar rumah (kebanyakan dengan anak sebaya yang lain), 8,1% menolak bicara dalam beberapa situasi seperti di kelas namun berbicara pada situasi yang lain. Beberapa penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa MS tidak ditemukan selama anak berada di rumah. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan perilaku anak selama berada di rumah dan di lingkungan sosialnya, terutama dalam hal perilaku bicara anak. Utnick (2008) mengklasifikasikan MS menjadi 4 kategori, yaitu: (a) Mild, anak hanya berkomunikasi dengan keluarga dan beberapa teman saja, anak lebih banyak menggunakan bahasa tubuh dan bahasa (namun tidak lancar) pada seting yang membuatnya kurang nyaman; (b) Moderate, anak berkomunikasi dengan suara bukan kata-kata; (c) Moderate severe, anak berkomunikasi menggunakan bahasa nonverbal (bahasa tubuh, menganggukkan kepala); (d) Severe, sebenarnya anak mampu berkomunikasi secara nonverbal namun memilih tidak menggunakannya dalam komunikasi dengan orang lain. Dalam penelitian lain (Karakaya dkk., 2008), diperoleh beberapa perbedaan manifestasi dari perilaku mutisme yang dialami oleh anak-anak MS. Diantara dua puluh satu kasus yang ditangani terdapat tujuh belas kasus (semuanya adalah anak yang duduk di TK dan kelas 1 SD) anak MS menolak secara total untuk berbicara dengan guru ataupun teman di sekolahnya, sementara empat (dua anak duduk di kelas 1 SD dan dua anak di kelas 2 SD) dilaporkan menunjukkan perilaku bicara yang sedikit dan lebih banyak berbisik. Prevalensi terjadinya MS adalah kurang dari 1 % anak usia sekolah (Jackson dkk., 2005). Dari beberapa penelitian lain diketahui bahwa prevalensi terjadinya MS berada antara 0,08 % dan 1,9 % (tanpa dipengaruhi efek gender pada beberapa kasus). Namun pada penelitian klinis lain yang lebih besar menunjukkan bahwa prevalensi jenis kelamin wanita untuk mengalami MS lebih besar dibandingkan jenis kelamin laki-laki yaitu 1,6:1 (Steinhausen, Wachter, Laimbock dan Metzke, 2006). Onset gangguan MS sulit diketahui dan beberapa mulai menolak berbicara dengan orang asing dimulai pada saat mereka mulai dapat berbicara.
3 4 Namun dari penelitian yang dilakukan oleh Andersson dan Thomsen (1998) diperoleh usia rata-rata munculnya MS adalah pada usia 6.3 tahun dan sebanyak 46,9% kejadian MS adalah saat anak masuk jenjang Taman Kanak-kanak. Hasil yang berbeda ditunjukkan dari penelitian sosiodemografi yang meliputi siswa di Turki (Karakaya, dkk., 2008). Penelitian tersebut menemukan bahwa jenjang kelas 1 SD memiliki jumlah kasus MS terbanyak dibandingkan dengan jenjang kelas yang lain. Dua puluh satu anak diantara siswa yang terdiagnosa MS (atau setara dengan 0.033%), 3 diantaranya duduk di TK (0,01%), lima belas berada di kelas 1 SD (0,076%), dan 3 diantaranya berada pada kelas 2 SD (0,015%). Dari beberapa penelitian diatas dapat diketahui bahwa kasus MS paling banyak ditemui pada jenjang sekolah Taman Kanakkanak dan Kelas 1 SD. Selain itu, Andersson dkk. (1998) juga memperoleh data mengenai simtom yang sama yang dialami oleh anggota keluarga seperti pemalu dan kesulitan berbicara dalam situasi sosial ditemukan pada 59% kasus MS. Dalam 35,1% kasus, salah satu dari saudara kandung menunjukkan simtom yang sama. Namun hanya sedikit kasus yang menemukan bahwa salah satu dari anggota keluarga pernah didiagnosa MS. Dalam 35,1% kasus ditemukan terdapat gangguan kesehatan mental dalam salah satu atau lebih anggota keluarga dan yang paling banyak adalah gangguan depresi. Salah satu atau kedua orangtua anak MS biasanya (38,5% ibu dan 43,6% ayah) tidak menganggap bahwa simtom MS yang ditunjukkan oleh anak mereka adalah sesuatu yang serius sehingga harus mencari bantuan dari tenaga profesional (Andersson dkk., 1998). MS dihubungkan dengan beberapa faktor penyebab dan salah satunya adalah kelekatan yang tidak aman antara ibu dengan anak (Connor, 2002). Variabel dalam keluarga yang berhubungan dengan kecemasan sosial termasuk diantaranya overproteksi, kurangnya kehangatan dalam pengasuhan, dan kelekatan yang tidak aman (Kearney, 2006). Anak yang terlalu dependen dengan ibu akan sulit menyesuaikan diri di lingkungan sosial yang tidak ada kehadiran ibu dalam situasi tersebut. Hal ini salah satunya dapat diindikasikan dari perilaku lekat dan bersembunyi di belakang tubuh ibu yang biasanya ditunjukkan oleh anak MS. Selain itu, salah satu atau kedua orang tua anak biasanya memiliki karakteristik pemalu dan pendiam, yang memberikan contoh perilaku diam pada anak (Landreth, 2001).
4 5 Peristiwa yang traumatik juga diduga sebagai penyebab anak mengalami MS, yaitu sebanyak 36,4% dari kejadian MS pada anak (Andersson dkk., 1998). Beberapa kejadian traumatik yang dapat menjadi penyebab munculnya gangguan MS antara lain seperti perceraian orang tua dan kematian orang terdekat, emigrasi, terjangkit suatu penyakit berat seperti diabetes, tanggalnya gigi yang menyebabkan kesulitan bicara, dan lahirnya saudara kandung/adik (Andersson dkk., 1998). Kondisi MS yang dialami oleh anak dapat menimbulkan efek negatif jangka panjang apabila kondisi ini tidak segera tertangani (O Reilly dkk, 2008). Landreth (2001), menyatakan bahwa banyak peneliti meyakini bahwa semakin dini intervensi dilakukan maka hasilnya akan semakin baik. Intervensi dini tidak hanya mencegah anak dari timbulnya permasalahan akademis tetapi juga mencegah dari berkembangnya permasalahan sosial lebih lanjut dari tidak adanya interaksi dengan anak lain. Kesimpulan ini sejalan dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa gangguan MS akan menimbulkan dampak kronis yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menjalin pertemanan, pemenuhan tugas akademis, pengembangan ketrampilan sosial dan bahasa (Kearney&Vecchio, 2007). Havighurst (dalam Mönks, 2001) mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas-tugas yang harus dapat dipenuhi. Tugas ini dalam batas tertentu bersifat khas untuk setiap masa hidup seseorang. Havighurst menyebutnya sebagai tugas perkembangan (development task) yaitu tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa hidup tertentu sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan. Konsep diri dan harga diri akan turun bila seseorang tidak dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik, karena orang tersebut akan mendapat respon negatif dari lingkungan sekitar. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa salah satu tugas perkembangan anak pada usia 6-12 tahun (TK sampai SD) adalah melakukan interaksi dengan teman sebayanya serta belajar untuk membentuk sikap dalam kelompok. Anak dengan Mutisme Selektif mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan nyaman dengan teman sebayanya. Hal ini menyebabkan salah satu tugas perkembangan anak menjadi terhambat dan dapat menimbulkan efek di kemudian hari. Santrock (2002) menjelaskan bahwa relasi yang baik antar teman
5 6 sebaya penting bagi perkembangan sosial yang normal. Isolasi sosial atau ketidakmampuan dalam melebur ke dalam suatu jaringan sosial diasosiasikan dengan banyak masalah dan gangguan di kemudian hari. Berikut ini disajikan tabel mengenai tugas-tugas perkembangan, yaitu: Tabel 1 Tugas Perkembangan Anak Sekolah Dasar Ahli Perkembangan Robert J. Havighurst (dalam Mönks dkk, 2001) Elizabeth B. Hurlock (Hurlock, 1980) John W. Santrock (Santrock, 2002) Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah (antara 6-12 tahun) Belajar ketangkasan fisik untuk bermain, Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai anak yang sedang tumbuh, Belajar bergaul dan bersahabat dengan anak-anak sebaya, Belajar peranan jenis kelamin, Mengembangkan dasardasar kecakapan yang diperlukan guna keperluan kehidupan sehari-hari, Mengembangkan kata hati (moralitas), Belajar membebaskan ketergantungan diri dari figur lekat, Belajar mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok. Anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, Anak belajar memberontak yang ditunjukkan dengan tingkah laku negatif. Relasi yang baik antar teman sebaya, mendefinisikan diri dilihat dari karakteristik sosial dan perbandingan sosial. Intervensi untuk mengatasi gangguan MS cukup beragam, mulai dari farmakoterapi, psikodinamika, terapi bermain, konseling keluarga dan yang paling sering digunakan adalah dengan menggunakan terapi perilaku. Farmakoterapi pada anak MS dilakukan dengan memberikan fluoxetine (Silveira dkk., 2004) atau dengan menggunakan 52,5mg Phenelzine (Jackson dkk., 2005). Penelitian yang dilakukan Jackson dkk. (2005) menganalisa mengenai penggunaan berbagai pendekatan seperti psikodinamika. Pada kasus MS pada anak usia 6 tahun menunjukkan adanya perkembangan pada kepribadian anak dengan memfokuskan intervensi pada konflik dan agresi pada diri anak. Namun metode psikodinamika membutuhkan waktu lama yaitu 3,5 tahun. Selain itu penggunaan metode terapi bermain secara murni juga membutuhkan waktu lama sekitar 9 bulan sampai 1 tahun. Beberapa anak dengan gangguan MS juga mendapatkan terapi wicara sebagai bagian dari keseluruhan terapi yang harus diikutinya. Stone, Kratochwill, Sladezcek, Serlin (2002) menjelaskan bahwa kondisi MS yang dialami oleh anak akan lebih baik apabila menjalani tritmen daripada tanpa adanya penanganan. Beare dkk. (2008), mengungkapkan bahwa
6 7 intervensi dengan menggunakan metode terapi perilaku dengan pengukuhan dan stimulus fading cukup efektif untuk anak yang mengalami MS. Pernyataan ini juga didukung oleh Jackson dkk. (2005); Stone dkk. (2002) dan Amari, Slifer, Gerson, Schenck, Kane (1999) yang menyatakan bahwa kondisi MS merupakan kondisi yang akan lebih efektif apabila diukur dan diintervensi menggunakan metode intervensi perilaku. Beberapa metode intervensi dengan prinsip-prinsip dasar intervensi perilaku yang digunakan oleh para peneliti antara lain: Sosial-Problem Solving (O Reilly dkk., 2008); SET-C (Fisak dkk., 2006); pengukuhan positif dan teknik stimulus fading (Beare dkk., 2008 dan Amari dkk., 1999); shaping (Amari dkk., 1999). Stone, Kratochwill, Sladezcek, dan Serlin (2002) menemukan bahwa dari enam puluh sembilan kasus yang ditangani dengan menggunakan pendekatan terapi perilaku. Terapi perilaku yang banyak digunakan adalah (a) shaping (n=25), (b) fading stimulus (n=15), (c) manajemen kontingensi (n=16) dan (d) pengukuh positif/pengukuh sosial (n=55). Ditemukan bahwa 78% dari kasus yang ditangani menunjukkan kesuksesan atau keberhasilan berdasarkan artikel dan jurnal aslinya. Amari dkk. (1999) menjelaskan bahwa dari segi perilaku, MS dapat dikonseptualisasikan sebagai adanya kekurangmampuan dalam generalisasi atau kurangnya kemampuan dalam memberikan respon (misalnya menghasilkan respon suara) dalam seting lingkungan sosial. Selain itu, MS merupakan contoh perilaku (bicara) yang berada dibawah stimulus kontrol tertentu (hanya muncul saat hadirnya stimulus tertentu seperti orang dewasa yang familiar). Program Modifikasi Perilaku yang menggunakan shaping telah terbukti efektif sebagai tritmen untuk masalah yang berkaitan dengan bicara pada populasi yang berbeda. Dalam kasus MS, shaping terdiri dari target dari rangkaian perilaku yang berturut-turut seperti menunjuk, berbisik, mengucapkan sepatah kata, dll. Target tersebut telah ditetapkan melalui proses pemeriksaan psikologis dan observasi perilaku anak selama di rumah dan di lingkungan sosialnya (yaitu rumah). Stone dkk. (2002) menjelaskan bahwa pada model pendekatan perilaku, perhatian difokuskan pada faktor lingkungan yang menentukan perilaku, fokus ada pada perilaku yang tampak dan psikopatologi biasanya perilaku yang berlebih atau perilaku yang kurang atau sebagai perilaku yang muncul pada
7 8 konteks yang kurang tepat. Dengan model ini perilaku dipelajari melalui prinsip kondisioning klasik, kondisioning operan dan belajar observasi (modeling atau imitasi). Asesmen dengan model pendekatan ini biasanya menyertakan observasi secara langsung dalam berbagai setting untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai masalah perilaku yang dialami dan variabel lingkungan (seperti anteseden, konsekuensi) yang mengkontribusi pada masalah utama. Pada praktik kerja profesi yang dilakukan oleh penulis di puskesmas Ngaglik II, penulis sempat menangani subjek anak yang mengalami MS berusia 8 tahun. Mutisme Selektif yang dialami subjek tersebut dalam situasi sosial membuat subjek melakukan penghindaran ketika diajak berkomunikasi dengan orang lain. Bentuk penghindaran yang dilakukan adalah dengan cara diam, tidak berbicara meskipun teman-temannya bertanya dan mengajak subjek berbicara. Teman-teman yang merasa tidak dihiraukan oleh subjek, menjadi enggan untuk mengajak subjek berbicara atau bermain. Hal ini menyebabkan subjek merasa nyaman dan aman sehingga meneruskan perilaku diamnya. Dengan menggunakan paradigma perilaku, maka perilaku subjek yang memilih dengan siapa subjek mau bicara dapat digambarkan dalam bagan berikut ini (Puspitasari, 2010): S R 1 Diajak berkenalan dan diajak berbicara saat berada di sekolah diam R 1 S R+ R 2 Diam di sekolah tidak diajak bicara merasa aman Gambar 1. Paradigma Perilaku Keterangan: S : Simulus R 1 : Respon 1 S R+ : Positive Reinforcer R 2 : Respon 2
8 9 Penelitian terhadap anak yang mengalami MS telah dilakukan sebelumnya oleh Aulia (2008) yang menggunakan metode desentisisasi dan penguat positif dalam program Termometer Rasa, Huda (2009) yang menggunakan metode desentisization dan penguat positif dalam bentuk Pelatihan Lingkar Sahabat, Puspitasari (2010) dengan Program Tali Persahabatan yang menggunakan prinsip dasar stimulus fading dan pengukuhan positif serta Hartono (2010) yang mengemas dalam bentuk Pelatihan Sahabat Anak dengan menggunakan prinsip dasar pengukuhan positif dan stimulus fading. Dari keempat penelitian sebelumnya, tiga penelitian telah membuktikan bahwa metode intervensi perilaku cukup efektif untuk meningkatkan komunikasi verbal pada anak MS. Penelitian Aulia (2008) tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti dari fase baseline sampai tindak lanjut dikarenakan kurangnya dukungan dari orangtua dan kurang melibatkan guru dalam sesi intervensi. Penelitian yang dilakukan oleh Huda (2009) menunjukkan adanya peningkatan komunikasi verbal sebesar 99,1%. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2010) menunjukkan adanya peningkatan sebesar 61% pada fase tindak lanjut. Peneitian Hartono (2010) menunjukkan adanya peningkatan komunikasi verbal sebanyak 24,53% pada fase Baseline II. Hartono (2010) menyatakan bahwa hal-hal yang mendukung dalam proses pelatihan sehingga intervensi dapat memberikan hasil yang positif terhadap perkembangan anak MS, antara lain: (a) Guru kelas terlibat langsung sebagai pendamping sehingga terjadi komunikasi yang intens antara guru dan subjek, (b) Orangtua menyadari masalah yang dialami oleh subjek serta mendukung intervensi terhadap subjek, (c) Terapis mampu menjalin kedekatan dengan subjek dan mempertahankan hubungannya, sehingga subjek mau mengikuti seluruh rangkaian pelatihan. Berdasarkan beberapa penelitian dengan pendekatan perilaku di atas, intervensi pada penelitian ini dikemas dalam bentuk Terapi Aku Bisa dan Aku Berani yang menggunakan teknik pengukuhan positif, shaping dan stimulus fading untuk subjek MS. Tujuan dari terapi ini adalah untuk meningkatkan respon komunikasi verbal dan nonverbal subjek di situasi sosial seperti sekolah dan lingkungan sekitar rumah. Terapi Aku Bisa dan Aku Berani disusun dalam 11 sesi pertemuan dengan interval masing-masing paling lama 2 hari dan lama
9 10 pertemuan pada masing-masing sesi menit. Secara berangsur-angsur, subjek dilatih untuk merasa nyaman dalam berkomunikasi dengan orang lain. Diharapkan anak dapat memunculkan respon komunikasi baik nonverbal maupun verbal dalam seting rumah, lingkungan rumah, dan sekolah. Intervensi dimulai dari rumah, tempat subjek merasa sangat aman dan nyaman. Dalam sesi awal ini, peneliti akan memasukkan beberapa orang teman untuk melatih subjek memberikan respon secara nonverbal maupun verbal serta melibatkan orangtua yang merupakan figur yang dapat membuat subjek merasa nyaman. Selanjutnya, secara berangsur-angsur, subjek akan diajak pada setting lingkungan sosial yang lebih kompleks, yaitu lingkungan rumah, dan sekolah. Guru dan orangtua akan membantu anak MS untuk tetap merasa nyaman di setiap peningkatan jumlah orang, tempat dan aktivitas. Pada setting lingkungan sosial yang lebih kompleks, orangtua akan sedikit demi sedikit menjauh selama proses berlangsung. Teknik terapi perilaku yang akan digunakan adalah teknik pengukuhan positif, stimulus fading, dan shaping. Pengukuhan positif adalah stimulus yang diikuti oleh respon yang dapat menyebabkan meningkatnya kekuatan respon atau kemungkinan munculnya respon (Sundel & Sundel, 2005). Lebih lanjut Martin & Pear (2007) menjelaskan, pengukuhan positif terjadi jika dalam situasi yang diinginkan, seseorang melakukan sesuatu yang diikuti segera oleh pengukuh positif lalu orang tersebut semakin sering melakukan hal yang sama dikemudian hari ketika ia menghadapi situasi yang sama. Stimulus fading adalah prosedur yang diterapkan dengan melakukan kontrol stimulus pada satu perilaku yang diharapkan, stimulus yang diberikan diikuti oleh pengukuh dan secara bertahap stimulus diubah ke stimulus anteseden lainnya (Sundel & sundel, 2005). Individu secara terus-menerus mendapatkan pengukuh untuk respon yang muncul pada stimulus yang ditentukan yang secara berangsur-angsur akan berkurang atau diubah. Seiring dengan pengubahan stimulus yang akan diberi pengukuh, individu tetap menunjukkan respon yang diinginkan (Sundel & sundel, 2005). Shaping merupakan modifikasi perilaku dengan memunculkan perilaku baru dengan memberi pengukuh secara berturut-turut yang semakin mendekati perkiraan perilaku/aproksimasi suksesif yang diinginkan dengan menghilangkan perilaku tujuan yang sebelumnya (Martin & Pear, 2007). Modifikasi perilaku
10 11 dimulai dengan memberi pengukuh pada respon yang muncul (walaupun hanya sedikit frekuensinya) dan setidaknya hampir menyerupai atau menuju respon akhir yang diinginkan. Perbedaan stimulus fading dan shaping terletak pada variable yang diubah secara berangsur-angsur. Pada stimulus fading perubahan secara berangsur-angsur terletak pada stimulus sementara respon tetap, sedangkan shaping terletak pada respon sementara stimulus tetap. Diharapkan dengan menggunakan ketiga metode diatas diperoleh perubahan perilaku pada anak MS dalam seting lingkungan sosial. Setiap sesi dalam proses terapi didesain dengan menggunakan metode permainan, karena melalui bermainlah anak dapat belajar dalam situasi yang menyenangkan tanpa ancaman. Terapi ini disebut Aku Bisa dan Aku Berani karena biasanya anak MS merasa sangat tidak nyaman ketika bersama teman di sekolah maupun di lingkungannya. Dengan meningkatkan perasaan aman anak saat sedang bersama teman-temannya maka diharapkan perilaku bicara anak (baik secara verbal maupun nonverbal) akan muncul dengan sendirinya. Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah terapi Aku Bisa dan Aku Berani dapat meningkatkan komunikasi verbal dan nonverbal anak MS dalam situasi sosial? Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kehadiran orang lain (di dalam rumah dan di luar rumah), Situasi/Lingkungan baru, /publik, misalnya sekolah, toko, dll Penilaian negatif dari Lingkungan, Kurangnya Dukungan Keluarga dan Sekolah Terapi Aku Bisa dan Aku Berani Anak Mutisme Selektif Menghindar, menyendiri, diam, tidak berkomunikasi dan berinteraksi Komunikasi Verbal dan Nonverbal Rendah Terlibat, Berani, menjalin interaksi dan komunikasi Komunikasi Verbal dan NonVerbal Meningkat Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian Keterangan : : alur proses : mempengaruhi : diberikan intervensi
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
89 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Proses penelitian tentang studi kasus perilaku selective mutism (SM) siswa, menghasilkan kesimpulan yang disesuikan dengan fokus penelitian yakni latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. TK (Taman kanak-kanak) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang TK (Taman kanak-kanak) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal dalam rangka sistem pendidikan nasional yang merupakan salah satu bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Begitu juga dengan siswa di sekolah, siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibawah situasi yang menekan/stres (Torres et. al, 2012). Menurut Bowlby
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelekatan (attachment) adalah sebuah ikatan afektif yang terus bertahan, yang ditandai oleh kecendrungan untuk mencari dan memelihara kedekatan dengan figur tertentu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Kemampuan Mengucap Syair 1. Pengertian Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang unik, dimana anak selalu bergerak, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, memiliki potensi untuk belajar dan mampu mengekspresikan diri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Salah satu jalur strategis yang dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis klinis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan unit sosial penting dalam bangunan masyarakat di belahan dunia manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak
Lebih terperinciEMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK
EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciPENGANTAR. Masa kanak-kanak awal (early childhood) merupakan periode. 6 tahun, kadang periode ini disebut usia prasekolah. Selama waktu tersebut, anak
PENGANTAR Masa kanak-kanak awal (early childhood) merupakan periode perkembangan yang terjadi mulai akhir masa bayi hingga sekitar usia 5 tahun atau 6 tahun, kadang periode ini disebut usia prasekolah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki sekolah bukanlah suatu hal yang selalu membahagiakan bagi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki sekolah bukanlah suatu hal yang selalu membahagiakan bagi anak. Walaupun dari segi usia relatif sama, tetapi dari sifat-sifat umum lainnya terdapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa kanak-kanak, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang sangat pesat. Hurlock (1997) mengatakan bahwa masa golden age atau masa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan berat dan menunjukkan adanya disorganisasi (kemunduran) fungsi kepribadian, sehingga menyebabkan disability (ketidakmampuan)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami perkembangan ke arah yang lebih sempurna. Salah satu tahap perkembangan dalam kehidupan manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman sebayanya. Saat bersama dengan teman, seorang anak biasanya selalu penuh dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan sangat menentukan bagi perkembangan serta kualitas diri individu dimasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini, membawa banyak perubahan dalam setiap aspek kehidupan individu. Kemajuan ini secara tidak langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciTIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)
TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar terhadap kehidupan remaja baik yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aktivitas anak tidak lepas dari kegiatan bermain dan permainan, kegiatan tersebut dapat mengembangkan interaksi dengan orang lain dan menjalin hubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda
Lebih terperinciPENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS
PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS Psikologi Abnormal Psikologi Kepribadian PSIKOLOGI KLINIS Psikologi Perkembangan Asesmen dan Intervensi Psikopatologi Pengertian Metode yg digunakan untuk mengubah dan mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI
PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI Titing Rohayati 1 ABSTRAK Kemampuan berperilaku sosial perlu dididik sejak anak masih kecil. Terhambatnya perkembangan sosial anak sejak kecil akan menimbulkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masalah, terutama masalah perkembangannya. Oleh karena itu, perkembangan. anak perlu diperhatikan, khususnya oleh orang tua dan guru.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap orang tua memiliki kewajiban untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki anak serta membantu anak dalam menyelesaikan masalah,
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA KONSELING BEHAVIOR DALAM MENANGANI SELECTIVE MUTISM SISWA SD RADEN PATAH SURABAYA
91 BAB IV ANALISIS DATA KONSELING BEHAVIOR DALAM MENANGANI SELECTIVE MUTISM SISWA SD RADEN PATAH SURABAYA A. Analisa Proses Konseling Behavior dalam Menangani Selective Mutism Siswa SD Raden Patah Surabaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan manusia dengan kemampuan berbeda-beda dengan rencana yang. kesialan atau kekurangan dengan istilah cacat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu sangat mendambakan dirinya terlahir dalam keadaan sempurna jasmani dan rohani. Dengan kesempurnaannya tersebut, ia akan berkembang secara wajar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan sosial 2.1.1 Definisi kecerdasan sosial Kecerdasan sosial merupakan kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal
HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa
Lebih terperinciGAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.
GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG Dyna Apriany ABSTRAK Usia balita merupakan masa-masa kritis sehingga diperlukan
Lebih terperinciMenangani Anak Bisu Selektif : Sebuah Contoh Kasus Layanan Bimbingan Sosial dan Personal Siswa SD
Menangani Anak Bisu Selektif : Sebuah Contoh Kasus Layanan Bimbingan Sosial dan Personal Siswa SD Irine Kurniastuti Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP, Universitas Sanata Dharma irine.kurnia@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa estetik. Pada masa vital anak menggunakan fungsi-fungsi biologisnya untuk
16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia prasekolah adalah usia yang rentan bagi anak. Pada usia ini anak mempunyai sifat imitasi atau meniru terhadap apapun yang telah dilihatnya. Menurut Yusuf (2003),
Lebih terperinci2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang
Lebih terperinciTUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN
TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Masing-masing individu yang berinteraksi akan memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciPsikologi Perkembangan
Psikologi Perkembangan Ahmad Agung Y, M.PD Andi Thahir, M.A (PAI 2010) Pengertian Psikologi Perkembangan Psikologi perkembangan ialah suatu ilmu yang merupakan bagian dari psikologi. Dalam ruang lingkup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi serta membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusia hanya dapat berkembang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk. mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara adalah salah satu metode berkomunikasi yang sering digunakan sehari-hari. Berbicara dianggap lebih efektif dalam menyampaikan pesan. Tarigan ( 2008)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan individu usia 0-6 tahun yang mempunyai karakterikstik yang unik. Pada usia tersebut anak sedang menjalani pertumbuhan dan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keterampilan dalam berkomunikasi itu sangat penting untuk kehidupan kita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterampilan dalam berkomunikasi itu sangat penting untuk kehidupan kita sehari-hari, karena dengan berkomunikasi yang baik berarti kita termasuk orang yang berjiwa
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)
MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,
Lebih terperinciPenelitian ini bertujuan untuk menurunkan perilaku mengabaikan tugas di kelas pada anak ADHD. Peneliti memberikan intervensi berupa video
PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada perilaku mengabaikan tugas di kelas yang dilakukan oleh anak dengan ADHD. Perilaku mengabaikan tugas merupakan perilaku anak yang tidak bisa memberi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi anak dan kemampuan untuk menguasai keterampilan motorik dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak merupakan pribadi yang menakjubkan yang ingin mencapai banyak hal sekaligus. Perkembangan psikologi, sosial dan kognitif anak bergantung pada interaksi anak
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. inklusif MAN Maguwoharjo, D.I. Yogyakarta mengalami masalah dalam
246 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Hasil studi menunjukkan bahwa siswa tunanetra yang bersekolah di sekolah inklusif MAN Maguwoharjo, D.I. Yogyakarta mengalami masalah dalam berinteraksi sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, termasuk dalam hal pendidikan. Orangtua berharap anaknya bisa mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH
GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan cakupan batasan penelitian. 1.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.
Lebih terperinciDETEKSI DINI HAMBATAN dalam PERKEMBANGAN
PENGERTIAN MATA KULIAH Deteksi Dini Hambatan dalam Perkembangan (DDHP) merupakan ilmu dasar bagi psikolog klinis anak dalam menangani ; melakukan asesmen, diagnosa, dan treatment. DDHP merupakan kolaborasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak merupakan salah satu masa yang sangat penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa anak-anak merupakan salah satu masa yang sangat penting dalam rentang kehidupan seorang individu, terutama pada saat seorang anak memasuki masa usia keemasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.
Lebih terperinciSofia Retnowati Fakultas Psikologi UGM 2005
Metodologi Penelitian Sofia Retnowati Fakultas Psikologi UGM 2005 PENDEKATAN SAINS MODERN PENDEKATAN SAINS Pendekatan terhadap fenomena dengan menyederhanakan kompleksitas fenomena dan mengisolasi fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Perkembangan hidup seorang manusia diawali dari pengalamannya dalam suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan berinteraksi
Lebih terperinci