APLIKASI MIP (Molecularly Imprinted Polymer) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI MIP (Molecularly Imprinted Polymer) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN SKRIPSI"

Transkripsi

1 APLIKASI MIP (Molecularly Imprinted Polymer) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia Oleh : AGUS RAHMAD HIDAYAT NIM PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017

2 PERSETUJUAN ii

3 PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini Nama mahasiswa dan NIM : Agus Rahmad Hidayat / Program Studi Fakultas Judul Penelitian : Kimia : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Aplikasi MIP (Molecularly Imprinted Polymer) dengan Metanol Sebagai Ekstraktan Template dalam Sintesisnya untuk Penentuan Kadar Kafein Menyatakan bahwa penelitian ini adalah hasil pekerjaan saya yang tergabung dalam penelitian payung : Ibu Annisa Fillaeli, M.Si dkk yang berjudul : Efektivitas Ekstraksi kafein dengan Moleculary Imprinted-Caffeine (MIP-Caf). Dan sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi atau data yang telah dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau dipergunakan dan diterima sebagai persyaratan studi pada universitas atau institut lain, kecuali bagian-bagian yang telah dinyatakan dalam teks. Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya. Yogyakarta, Januari 2017 Yang menyatakan, Agus Rahmad Hidayat NIM : iii

4 PENGESAHAN iv

5 MOTTO Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu berharap (Qs. Al-Insyirah: 5-8) Kesuksesan suatu usaha itu berasal dari niat dulu, setelah itu keyakinan dan kegigihan menjadi faktor pendukung yang penting Kesuksesan bukan hanya dinilai dari hasil akhir yang diperoleh tapi juga dari seberapa besar usaha yang dilakukan, maka kesuksesan itu akan terasa jauh lebih bisa dinikmati pada akhirnya v

6 PERSEMBAHAN Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah menitipkan nikmat yang begitu luar biasa hingga detik ini. Atas bimbingan, petunjuk dan kemudahan-nya sehingga skripsiku ini dapat terselesaikan. Skripsiku ini kupersembahkan kepada : Ibu tercinta yang selalu menyayangiku (Yatmi). Terimakasih atas doa yang selalu terpanjatkan di setiap sholat Ibu demi kesuksesan dan kelancaran agar dapat mencapai cita-cita. Terimakasih Ibu tidak pernah lelah memberikan kasih sayang dan doa untuk anakmu ini. Ayah tercinta dan tersayang (Sanimin). Terimakasih untuk ayah yang selalu mendoakan, selalu memberi inspirasi dan tak lupa berterimakasih atas jerih payah ayah sehingga anakmu ini dapat menerima pendidikan yang layak. Kakak tercinta (Warsito) dan Istrinya (Nur Khasanah). Terimakasih untuk selalu memberi inspirasi untuk segera menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Bapak Drs. Sunarto, M.Si yang telah membantu proses pengerjaan tugas akhir skripsi ini. Bu Annisa Fillaeli, M.Si yang tiada lelah membimbingku dan selalu mengingatkanku untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Bapak Ali Murtono, Mas Avian Jaya dan Mbak Panca Dewi sebagai laboran yang telah membantu selama penelitian. Kartika Kusuma Wardani, S.Si teman seperjuangan penelitian payung yang selama ini kurepotkan dalam berbagai hal penelitian. Segenap keluarga besar Kimia Swadana 2012 yang telah menemani berjuang kurang lebih 4 tahun ini. Segenap keluarga besar RKS Makin Syahduuu yang telah memberikan motivasi untuk segera menyusul pencapaian mereka. Untuk Siska Budiarti, Amd.Keb beserta keluarga terimakasih atas kasih sayang dan memberikan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta yang selalu aku banggakan. vi

7 APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN Oleh Agus Rahmad Hidayat Pembimbing : Drs. Sunarto, M.Si ABSTRAK Molecularly Imprinted Polymer (MIP) yang disintesis dengan teknik polimerisasi ruah merupakan suatu polimer selektif yang memiliki kemampuan sebagai sorben. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter kafein-mip, mengetahui kondisi optimum adsorpsi pada kafein-mip, serta mengetahui perbandingan persentase kafein dalam sampel yang terekstrak pada NIP (Non Imprinted Polymer) dan kafein-mip. Subjek dalam penelitian ini adalah kafein-mip yang disintesis dengan cara mencampurkan MAA (Metacrylic Acid) sebagai monomer, EDMA (Etilenglikol Dimetakrilat) sebagai agen pengikat silang, benzoil peroksida (dalam kloroform) sebagai inisiator, dan kafein (dalam kloroform) sebagai template dengan metode polimerisasi ruah, kemudian diekstrasi dengan metanol dan campuran (metanol dan asam asetat dengan rasio 9:1) menggunakan ekstraktor soxhlet. Sebagai pembandingnya yaitu NIP yang disintesis dengan cara yang sama namun tanpa kafein sebagai template. Objek penelitian adalah adsorpsi kafein pada sampel oleh kafein-mip, terbentuknya kafein-mip dapat dikarakterisasi dengan uji FTIR (Fourier Transform Infrared) dan SEM (Scanning Electron Microscopy). Hasil yang diperoleh berupa padatan polimer yang berwarna putih dengan struktur yang keras yang digunakan untuk penentuan sampel dengan adsorpsi secara batch. Hasil penelitian berdasarkan spektrum FTIR menunjukkan bahwa pada kafein-mip dengan ekstraktan template metanol dan kafein-mip dengan ekstraktan template campuran (metanol dan asam asetat dengan rasio 9:1) masih terdapat gugus amina. Kemudian analisis SEM menunjukkan bahwa masih terdapat unsur nitrogen sebesar 14,58% (b/b) untuk kafein-mip dengan ekstraktan template metanol dan 14,75% (b/b) untuk kafein-mip dengan ekstraktan template campuran (metanol dan asam asetat dengan rasio 9:1) yang berarti kafein pada kafein-mip belum terekstrak seluruhnya. Persentase kafein teradsorpi pada NIP, kafein-mip dengan ekstraktan template metanol, dan kafein-mip dengan ekstraktan template campuran (metanol dan asam asetat dengan rasio 9:1) sebesar 9,59% (b/v), 88,4% (b/v) dan 84,76 % (b/v). Kata kunci : kafein-mip, metanol, campuran, kadar kafein. vii

8 APPLICATION MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) WITH METHANOL AS THE TEMPLATE EXTRACTAN SYNTHESIS TO DETERMINATION OF CAFFEINE CONTENT By : Agus Rahmad Hidayat Supervisor : Drs. Sunarto, M.Si ABSTRACT Molecularly imprinted polymer (MIP) were synthesized by bulk polymerisation technique is a selective polymer that has ability as a sorbent. The research aims to know the character of caffeine-mip, the optimum condition of adsorption on caffeine-mip, and the ratio percentage of caffeine in the samples extracted by NIP (Non Imprinted Polymer) and by caffeine-mip. Subjects in this research is caffeine-mip synthesized by mixing MAA (Metacrylic Acid) as monomer, EDMA (Etienglikol Dimetakrilat) as crosslinker, benzoyl peroxide (in chloroform) as initiator, and caffeine (in chloroform) as template with bulk polymerization method, and then extracted with methanol and blend (metanol and acetic acid with ratio 9:1) as solvent use extractor soxhlet. As a comparison, is NIP synthesized in the same manner but without the caffeine as template. Object of the research is adsorption of the caffeine in a sample by caffeine-mip, form of caffeine-mip could be characterized by FTIR (Fourier Transform Infrared) and SEM (Scanning Electron Microscopy). The results is block polymers that has whitecolor with a hard structure that used to determination of caffein by adsorption in batch. The results based on FTIR spectra showed that the metanol as template extractan caffeine-mip and blend (metanol and acetic acid with ratio 9:1) as template extractan caffeine-mip still contained the amine group and analysis of SEM showed that still contain nitrogen elements by 14.58% (w/w) for metanol as template extractan caffeine-mip and 14.75% (w/w) for blend (metanol and acetic acid with ratio 9:1) as template extractan caffeine-mip it means caffeine has not be extracted completely on caffeine-mip. The caffeine percentage adsorption by NIP, metanol as template extractan caffeine-mip and blend (metanol and acetic acid with ratio 9:1) as template extractan caffeine-mip are 9.59% (w/v), 88.4% (w/v) and % (w/v). Key words : caffeine-mip, methanol, blend, caffeine content. viii

9 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Aplikasi MIP (Molecularly Imprinted Polymer) dengan Metanol Sebagai Ekstraktan Template dalam Sintesisnya untuk Penentuan Kadar Kafein sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains. Penulis menyadari bahwa dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari bimbingan, arahan, motivasi, bantuan baik material maupun nonmaterial dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd. M.A. selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan dukungan dalam kelancaran menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini. 3. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M. App. Sc., Ph. D sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Kimia, Ketua Program Studi Kimia dan Koordinator Tugas Akhir Skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan informasi sampai terselesaikanya Tugas Akhir Skripsi ini. 4. Bapak Drs. Sunarto, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, ilmu, masukan dan motivasi sampai terselesaikanya Tugas Akhir Skripsi ini. ix

10 5. Ibu Anisa Filaeli, M.Si sebagai dosen yang telah memberikan kesempatan untuk saya ikut bergabung dengan penelitian payung beliau. 6. Ibu Sulistyani, M.Si sebagai dosen sekretaris penguji yang telah memberikan masukan pada Tugas Akhir Skripsi ini. 7. Ibu Susila Kristianingrum, M.Si sebagai dosen penguji pertama yang telah memberikan masukan pada Tugas Akhir Skripsi ini. 8. Ibu Endang Dwi Siswani, MT sebagai dosen penguji kedua yang telah memberikan masukan pada Tugas Akhir Skripsi ini. 9. Seluruh dosen FMIPA UNY khususnya dosen untuk Jurusan Pendidikan Kimia yang telah memberikan banyak ilmu yang sangat bermanfaat. 10. Seluruh staff Laboratorium Kimia FMIPA UNY yang telah membantu dan memperlancar selama penelitian. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu terselesaikannya penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini. Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amalan yang akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sehingga mampu menjadi bahan peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Akhirnya penulis menyadari pasti terdapat banyak kesalahan dalam skripsi ini dan untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Yogyakarta, Januari 2017 Penulis Agus Rahmad Hidayat x

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERRSETUJUAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 4 C. Pembatasan Masalah... 5 D. Perumusan Masalah... 6 E. Tujuan Penelitian... 7 F. Manfaat Penelitian... 7 BAB II KAJIAN TEORI... 8 A. Deskripsi Teori Kafein MIP (Molecularly Imprinted Polymer) Polimerisasi PMAA (Polymetacrylic acid/ Poli asam metakrilat) Metanol Asam Asetat Karakterisasi xi

12 B. Penelitian yang Relevan C. Kerangka Berpikir BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian B. Variabel Penelitian C. Alat dan Bahan Penelitian D. Prosedur Penelitian E. Teknik Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian B. Pembahasan Sintesis Kafein-MIP Karakterisasi Kafein-MIP Hasil Sintesis Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Kafein-MIP Penentuan Kafein Terekstrak pada NIP dan Kafein-MIP BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Sifat kimia fisika kafein... 8 Tabel 2. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein akuades Tabel 3. Data daya adsorpsi untuk variasi massa Tabel 4. Data daya adsorpsi untuk variasi konsentrasi Tabel 5. Data daya adsorpsi untuk variasi waktu kontak Tabel 6. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein Tabel 7. Data adsorpsi kafein sampel minuman dengan NIP Tabel 8. Data adsorpsi kafein sampel minuman dengan kafein-mip Tabel 9. Interpretasi spektrum inframerah NIP dan kafein-mip xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur molekul kafein... 9 Gambar 2. Hubungan absorbansi dan panjang gelombang Gambar 3. Kafein-MIP hasil sintesis Gambar 4. Spektrum inframerah NIP dan kafein-mip Gambar 5. Hasil SEM material kafein-mip Gambar 6. Kurva larutan standar kafein dalam akuades Gambar 7. Kurva larutan standar kafein dalam metanol Gambar 8. Kurva larutan standar kafein dalam campuran Gambar 9. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap inisiasi Gambar 10. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap propagasi Gambar 11. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi kombinasi 41 Gambar 12. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi disproporsionasi Gambar 13. Struktur kimia EDMA (Etilenglikol dimetakrilat) Gambar 14. Spektrum EDX kafein-mip setelah ekstraksi template Gambar 15. Grafik adsorpsi pada variasi massa kafein-mip Gambar 16. Grafik adsorpsi pada variasi konsentrasi kafein-mip Gambar 17. Grafik adsorpsi pada variasi waktu kontak kafein-mip xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Diagram alir proses Lampiran 2. Pembuatan Kurva Standar Kafein Lampiran 3. Perhitungan Bahan Sintesis Kafein-MIP Lampiran 4. Perhitungan persentase kafein teradsorpsi pada penentuan kondisi optimum Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian Lampiran 6. Pengukuran larutan standar kafein dalam akuades dengan spektrofotometer UV-Visible Lampiran 7. Panjang gelombang maksimum kafein dalam akuades Lampiran 8. Pengukuran larutan standar kafein dalam metanol dengan spektrofotometer UV-Visible Lampiran 9. Panjang gelomang maksimum kafein dalam metanol Lampiran 10. Pengukuran larutan standar kafein dalam campuran dengan spektrofotometer UV-Visible Lampiran 11. Panjang gelomang maksimum kafein dalam campuran Lampiran 12. Pengukuran kafein yang terekstrak pada pelarut metanol Lampiran 13. Pengukuran kafein yang terekstrak pada pelarut campuran Lampiran 14. Pengukuran kafein dalam sampel minuman kemasan sebelum adsorpsi Lampiran 15. Optimasi adsorpsi variasi massa kafein-mip dengan metanol Lampiran 16. Pengukuran variasi konsentrasi larutan kafein sebelum adsorpsi xv

16 Lampiran 17. Optimasi adsorpsi variasi konsentrasi larutan kafein dengan metanol Lampiran 18. Optimasi adsorpsi variasi waktu kontak dengan metanol Lampiran 19. Optimasi adsorpsi variasi massa kafein-mip dengan campuran Lampiran 20. Optimasi adsorpsi variasi konsentrasi larutan kafein dengan campuran Lampiran 21. Optimasi adsorpsi variasi waktu kontak dengan campuran Lampiran 22. Adsorpsi kafein pada sampel dengan NIP Lampiran 23. Adsopsi kafein pada sampel dengan MIP metanol Lampiran 24. Adsopsi kafein pada sampel dengan MIP campuran Lampiran 25. Hasil spektrum Inframerah pada NIP Lampiran 26. Hasil spektrum Inframerah pada MIP sebelum pembuangan template Lampiran 27. Hasil spektrum Inframerah pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut metanol Lampiran 28. Hasil spektrum Inframerah pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut campuran Lampiran 29. Hasil SEM-EDX pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut metanol Lampiran 30. Hasil SEM-EDX pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut campuran xvi

17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teh, kopi, coklat dan minuman penambah energi merupakan minuman yang kita konsumsi sehari-hari. Senyawa yang terkandung dalam teh, kopi dan minuman penambah energi salah satunya adalah kafein. Kafein merupakan zat penikmat yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan baik itu terdapat dalam biji-bijian maupun daun. Para ahli menyarankan mg konsumsi kafein dalam sehari merupakan jumlah yang cukup untuk orang dewasa, tetapi mengkonsumsi kafein sebanyak 100 mg tiap hari dapat menyebabkan individu tersebut tergantung pada kafein (Siswono, 2008 : 7-15). Di Indonesia, menurut keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. HK , batas maksimum untuk mengkonsumsi kafein adalah 150 mg per hari dan dibagi dalam tiga kali konsumsi, dengan kata lain batas maksimum konsumsi yang diizinkan adalah 50 mg per satu kali konsumsi (Evelin et al., 2006). Saat ini masih banyak produsen minuman dipasarkan di Indonesia tidak mencantumkan indikasi penggunaan dan informasi tentang siapa saja yang cocok meminumnya, selain itu tidak mencantumkan kontra indikasi atau peringatan akan bahaya minuman tersebut (Siswono, 2001 : 11-18). Oleh sebab itu, perlu adanya kontrol terhadap jumlah kafein dalam berbagai produk yang dikonsumsi. Mengingat banyaknya masyarakat yang gemar mengkonsumsi kafein, agar tidak melebihi batas dosis yang diperbolehkan yang dapat menyebabkan dampak negatif terhadap tubuh. Dampak negatif jangka panjang dari konsumsi kafein di antaranya 1

18 palpitasi, insomnia, nyeri kepala, tremor, gelisah, mual dan muntah (Bawazeer dan Alsobahi, 2013: ) Penentuan kadar kafein minuman secara langsung sukar untuk dilakukan dikarenakan adanya unsur lain yang mengganggu dalam proses penentuan kadar kafein. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu metode untuk analisis kadar kafein. Berbagai metode analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kafein dalam minuman berkemasan adalah spektrofotometer UV-Visible dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Metode analisis untuk penentuan kadar kafein dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode analisis yang baik dimana proses pemisahan dan pengukuran kuantitatif dan kualitatif dapat dilakukan secara simultan sehingga lebih efisien (Intan Widyasari, 2014 : 25). Namun metode HPLC tersebut memerlukan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena itu diperlukan alternatif metode analisis untuk penentuan kadar kafein. Salah satu metode instrumentasi yang sederhana dan terjangkau untuk analisis kafein adalah spektrofotometer UV-Visible, dimana kafein memberikan serapan yang khas pada daerah panjang gelombang 273 nm, sehingga metode analisis menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Visible ini dinilai cukup efisien, biaya operasional terjangkau dan mudah digunakan dalam hal penentuan absorbtivitas untuk analisis kadar kafein. Namun metode analisis UV-Visible memiliki kelemahan yaitu sampel masih memerlukan tahap pemisahan (ekstraksi) untuk meminimalisasi interferensi matriks dengan jumlah pelarut yang digunakan cukup banyak. Salah satu ekstraksi yang efisien dapat digunakan adsorben sebagai 2

19 pengikat analit, dimana fasa padat berupa adsorben diinteraksikan pada larutan campuran untuk memisahkan molekul ataupun ion dalam campuran. Metode pemisahan dengan adsorben yang dapat dikembangkan adalah metode polimer tercetak molekul atau Molecularly Imprinting Polymer (MIP) dan NIP (Non Imprinted Polymer). MIP adalah metode sintesis polimer dengan imprinting molekul target (template) yang kemudian dilakukan ekstraksi terhadap template sehingga pada akhirnya terbentuk rongga pada polimer. MIP merupakan suatu polimer hasil polimerisasi antara molekul template, monomer fungsional, molekul taut silang (crosslinker), dan inisiator. Pada akhir proses molekul template akan dilepaskan kembali untuk membentuk rongga (kavitas) mirip molekul template yang kemudian digunakan untuk adsorpsi molekul dengan ukuran dan sifat fisik yang sama dengan rongga yang terbentuk (Danielsson, 2008 : 97). Perbedaan dengan NIP adalah terletak pada komposisi sintesisnya dimana NIP disintesis tanpa molekul template dan digunakan sebagai pembanding hasil MIP. Selain analisis menggunakan spetrofotometer UV-Visible, digunakan analisis pendukung lainnya untuk mengetahui struktur polimer yang dihasilkan yaitu spektrofotometer inframerah yang merupakan metode sederhana untuk menetapkan kualitatif zat pada polimer. Keberhasilan dari penelitian ini tidak hanya terletak pada sintesis MIP dan NIP namun juga tergantung pada rongga yang terbentuk pada MIP. Untuk dapat menghasilkan rongga MIP yang sempurna untuk adsorpsi yang maksimal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah pelarut yang digunakan saat ekstraksi template. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi kafein pada MIP 3

20 harus sesuai agar rongga dapat terbentuk dengan maksimal, kafein termasuk dalam senyawa organik maka pelarut yang digunakan juga jenis pelarut organik salah satunya metanol (CH3OH) dan campuran metanol dengan asam asetat (CH3COOH) sebagai pembanding. Untuk efektifitas pembentukan rongga digunakan ektraksi soxhlet yaitu dengan prinsip kerja aliran pelarut yang kontinyu, diharapkan dapat meningkatkan porositas sehingga dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi pada sampel. Rongga yang terbentuk pada MIP perlu dilihat dengan mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi sehingga dapat melihat struktur berukuran mikro meter. Instrumen yang tepat untuk pengukuran ini ialah SEM (Scanning Electron Microscope) merupakan mikroskop elektron yang mempunyai kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding mikroskop optik. SEM memiliki tambahan perangkat aksesoris dengan kemampuan untuk menganalisa suatu sampel tertentu yakni menggunakan metode dispersif energi X- Ray detektor (EDX) untuk menganalisis komposisi molekul dalam suatu sampel. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1. Kafein yang digunakan dalam sintesis kafein-mip sebagai template 2. Monomer yang digunakan dalam sintesis kafein-mip 3. Inisiator yang dipilih dalam sintesis kafein-mip 4. Pelarut yang digunakan untuk inisiator 5. Metode polimerisasi yang digunakan dalam sintesis kafein-mip 4

21 6. Teknik polimerisasi yang digunakan dalam sintesis kafein-mip 7. Pola ekstraksi template yang dilakukan 8. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi template 9. Massa kafein-mip yang digunakan untuk adsorpsi 10. Konsentrasi larutan pada kafein-mip yang digunakan untuk adsorpsi 11. Waktu kontak kafein-mip yang digunakan untuk adsorpsi 12. Sampel kafein yang diadsorpsi 13. Teknik karakterisasi kafein-mip yang digunakan 14. Metode analisis kafein pada sampel yang digunakan C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang ada maka dapat diperoleh beberapa pembatasan masalah sebagai berikut : 1. Kafein yang digunakan dalam sintesis kafein-mip sebagai template adalah kafein murni dari merck. 2. Monomer yang digunakan adalah asam metakrilat (MAA) dari merck. 3. Inisiator yang dipilih dalam sintesis kafein-mip adalah benzoil peroksida dari merck. 4. Pelarut yang digunakan untuk inisiator dalam sintesis kafein-mip adalah kloroform. 5. Metode polimerisasi yang digunakan dalam sintesis kafein-mip adalah polimerisasi ruah. 6. Proses polimerisasi dilakukan menggunakan waterbath pada suhu 60 C selama 24 jam 5

22 7. Pola ekstraksi template yang dilakukan adalah ekstraksi soxhlet. 8. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi kafein adalah metanol dan campuran (metanol dan asam asetat). 9. Massa kafein-mip yang digunakan 0,1 gram sampai 2 gram. 10. Konsentrasi larutan pada kafein-mip yang digunakan 50 ppm sampai 250 ppm. 11. Waktu kontak kafein-mip yang digunakan 15 menit sampai 75 menit. 12. Sampel kafein yang diadsorpsi adalah larutan standar kafein dan minuman kemasan. 13. Teknik karakterisasi polimer yang dipilih adalah analisis gugus fungsi dengan FTIR (Fourier Transform Infrared) dan observasi morfologi permukaan menggunakan SEM (Scanning Elektron Microscope). 14. Metode analisis kafein yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Visible. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka dapat diperoleh beberapa perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah karakter kafein-mip hasil sintesis? 2. Berapakah kondisi optimum adsorpsi kafein pada kafein-mip dengan variasi massa, konsentrasi dan waktu kontak? 3. Bagaimanakah perbandingan persentase kafein dalam sampel minuman yang terekstrak pada NIP (Non Imprinted Polymer) dan kafein-mip? 6

23 E. Tujuan Penelitian Tujuan dari Penelitian ini adalah : 1. Mengetahui karakter kafein-mip hasil sintesis. 2. Mengetahui kondisi optimum adsorpsi kafein pada kafein-mip dengan variasi massa, konsentrasi dan waktu kontak. 3. Mengetahui perbandingan persentase kafein dalam sampel yang terekstrak pada NIP dan kafein-mip. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini : 1. Diharapkan hasil penelitian ini menghasilkan kafein dengan kualitas yang baik sehingga dapat menambah informasi tentang pemanfaatan kafein dalam analisis dalam sintesis MIP sebagai analisis kafein dalam beragai macam sampel minuman. 2. Memberikan gambaran mengenai metode pemisahan dengan menggunakan MIP sebagai salah satu media pendukung analisis dengan spektrofotometer UV-Visible untuk mengidentifikasi keberadaan suatu molekul ketika berada dalam campuran. 7

24 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Kafein a. Sifat Kimia dan Fisika Kafein Menurut Arnaud (1987) dalam artikel penelitian Pradeep. et.al. (2015: 16), kafein merupakan alkaloid dari keluarga methylxanthine, termasuk dalam senyawa theophylline, theobromine dan mempunyai sifat sedikit larut dalam kebanyakan pelarut polar tetapi sangat larut dalam pelarut yang kurang polar. Pendapat lain mengatakan bahwa kafein bersifat polar (Auliya Puspitaningtyas dkk, Tanpa Tahun). Berikut sifat fisika dan kimia dari kafein yang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Sifat fisika kimia kafein Parameter Hasil Warna Putih Bentuk Padatan Berat molekul 194,2 g/mol Rumus molekul C8H10N4O2 ph 6,9 Titik leleh C (460,4 0 F) Kelarutan dalam air Larut dalam air panas, larut sebagian dalam air dingin dan aseton ( Struktur dari senyawa kafein (1,3,7-trimethylxanthine) terdapat pada gambar 1. 8

25 Gambar 1. Struktur Molekul Kafein (Sunarti dan Irmawati Suwardi, 2014 :2). b. Sumber Kafein Kafein bertindak sebagai obat perangsang psikoaktif ringan yang ditemukan pada biji, daun atau buah-buahan dari berbagai tumbuhan. Sumber dari kafein banyak ditemukan diantaranya pada kopi, biji kakao ataupun daun teh (Tautua. et al., 2014: 155). Sumber kafein yang paling utama di dunia adalah biji kopi. Menurut Amin Rejo dkk (2011), kandungan kafein pada biji kopi tergantung dari jenis biji kopi dan letak geografis biji kopi ditanam. Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan kandungan kafein pada kopi arabika dan robusta masingmasing sebesar 0,4-2,4 % dan 1-2 % (Petracco, 2005 dalam Ni Made Dwi Aptika, 2015). Menurut penelitian Wirabuana Putri dan Andi Ilham Latunra (2013: 4-6), kandungan kafein dalam 1000 gram serbuk biji kopi arabika (Coffea Arabica L) sebesar 1,7 %. Sumber kafein yang berasal dari biji, daun atau buah-buahan, kini dapat ditemukan pada berbagai merk minuman ringan berkarbonasi atau berenergi khususnya yang memiliki manfaat sebagai penambah stamina. Menurut penelitian Tautua. et. al. (2008: 157), berikut kandungan kafein dalam minuman berkarbonasi seperti pepsi cola, diet coke, coca cola dan 9

26 mountain dew masing-masing adalah 44,22; 45,83; 43,71 dan 44,31 ppm, sedangkan minuman berenergi seperti bullet, power horse, lucozade boost dan red bull masing-masing adalah 50,42; 52,65; 47,56 dan 58,31 ppm. 2. MIP (Molecularly Imprinted Polymer) Molecularly Imprinted Polymer (MIP) adalah polimer yang didalamnya terdapat rongga yang bentuknya spesifik dengan molekul target karena polimer tersebut disiapkan dengan menggunakan molekul target sebagai template, karena ciri khas dari molekul target jika dijadikan template dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan molekul target tersebut ketika di dalam suatu campuran (Lin, dkk : 264). Menurut Krisch prosedur sintesis MIP dilakukan dengan pencampuran molekul target (template) yang kemudian pada akhir proses dilakukan ekstraksi sehingga meninggalkan bekas ruang berupa rongga. Rongga yang dihasilkan berfungsi untuk mengenali molekul dengan ukuran, struktur serta sifat-sifat fisika dan kimia yang sama dengannya (Tahir, 2012 : 11-18). Molecularly Imprinted Polymer (MIP) dapat disintesis berdasarkan prinsip polimerisasi dengan melibatkan template, monomer, crosslinker, inisiator dan pelarut. Monomer berfungsi sebagai agen pengikat template dalam polimer. Pengikat silang (crosslinker) berfungsi untuk membentuk ikatan yang menghubungkan rantai polimer satu dengan polimer yang lain. Sedangkan inisiator berfungsi untuk meningkatkan kecepatan reaksi polimerisasi dan menghasilkan polimer dengan struktur yang kokoh (Tahir, 2012 : 11-18). 10

27 Kebutuhan akan MIP dipandang perlu, mengingat dapat digunakan dalam berbagai analisis kimia khususnya bahan pangan dan kesehatan. Keuntungan utama dari MIP adalah mempunyai selektivitas yang tinggi untuk template yang digunakan dalam prosedur pencetakan, selain itu juga lebih murah untuk disintesis. Sampai saat ini metode untuk sintesis MIP masih terus dikembangkan, antara lain metode polimerisasi ruah, polimerisasi suspensi, polimerisasi emulsi, dan beberapa metode yang lain. Dalam pelaksanaannya masing-masing metode tersebut mempunyai proses yang berbeda-beda (Vasapollo et. al., 2011 : ). 3. Polimerisasi Polimerisasi merupakan suatu jenis reaksi kimia dimana monomermonomer bereaksi untuk membentuk rantai yang besar. Secara tradisional polimer-polimer telah diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu polimer adisi dan polimer kondensasi. Polimerisasi kondensasi adalah polimerisasi yang berlangsung antara dua molekul polifungsional, yaitu molekul yang memiliki dua atau lebih gugus fungsional, yang reaktif dan menghasilkan satu molekul besar dengan diikuti oleh pelepasan molekul kecil seperti air, gas, atau garam. Polimerisasi kondensasi memiliki sifat bereaksi lambat dan bertahap (Cowd, 1991: 9). Polimerisasi adisi melibatkan reaksi rantai. Pembawa rantai pada polimerisasi adisi dapat berupa spesi reaktif yang mengandung satu elektron tak berpasangan yang disebut radikal bebas, atau beberapa ion. Oleh karena pembawa rantai dapat berupa radikal bebas atau ion, maka polimerisasi adisi 11

28 dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu polimerisasi radikal bebas, dan polimerisasi ion (kation dan anion). Polimerisasi adisi berlangsung cepat dan serentak (Cowd, 1991:9). Polimerisasi radikal bebas adalah polimerisasi dimana suatu polimer terbentuk dari penambahan berturut-turut gugus radikal bebas. Biasanya radikal bebas dibentuk melalui penguraian zat kurang stabil. Radikal bebas menjadi pemicu dalam polimerisasi. Contoh pemicu yang biasa digunakan adalah senyawa peroksida, seperti misalnya dibenzoil peroksida (benzoil peroksida) (Cowd, 1991:9). Ada beberapa metode polimerisasi yang digunakan pada polimerisasi adisi, salah satunya adalah metode polimerisasi ruah. Polimerisasi ruah merupakan metode polimerisasi yang bertujuan untuk pembuatan polimer dengan reaksi sedikit eksotermis, viskositas larutan rendah sehingga mudah untuk diproses, serta polimer yang dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi. Metode ini merupakan metode konvensional yang cepat dan sederhana dalam pelaksanaannya sehingga tidak memerlukan keahlian operator maupun ahli instrumen (Cowd, 1991: 22) 4. PMAA (Polymetacrylic acid/ Asam poli metakrilat) Asam poli metakrilat (PMAA) dengan rumus molekul C4H6O2 merupakan salah satu jenis polimer untuk MIP yang disintesis dari monomer MAA. MAA merupakan komponen organik yang dapat larut di dalam air panas dengan massa molar rata-rata relatif (Mr) sebesar 86 g/mol. Keunggulan menggunakan MAA sebagai monomer dibandingkan dengan monomer yang 12

29 lain adalah MAA mudah diperoleh dan harganya terjangkau (Lai, dkk : 26). Selain itu, MAA yang termasuk golongan asam karboksilat memiliki kemampuan yan baik dalam berinteraksi dengan molekul template untuk membentuk cetakan molekul dalam badan polimer (Walton, 2000 : 86). Telah banyak penelitian tentang sintesis PMAA untuk MIP, yang salah satunya dilakukan oleh Rahiminejad, dkk (2009 : 98). Pada penelitiannya dihasilkan Diazinon Imprinted Polymers yang dapat digunakan sebagai adsorben untuk mengadsorbsi diazinon di dalam air. Hal ini menunjukkan bahwa MIP yang dihasilkan dapat digunakan sebagai perangkap template (diazinon) dalam sampel bermatriks. Keunggulan PMAA dibandingkan polimer lain adalah PMAA mempunyai stabilitas yang tinggi, preparasi yang dilakukan mudah, dan biaya murah. 5. Metanol Metanol merupakan pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organik baik senyawa Polar maupin nonpolar, sehingga metanol mudah menguap (Wisda, 2010 : 95). Senyawa yang terekstrak dalam metanol bersifat Polar dengan polaritas yang lebih rendah dibandingkan air sebagai fase kontinyu dalam sistem pengujian sehingga diduga cenderung ada pada antar permukaan. Metanol merupakan pelarut yang paling baik (Andi, 2010 : 273). Metanol (CH3OH) memiliki sifat fisika : cairan tak berwarna dengan titik didih 64,5 C, dapat dicampur dengan air dalam segala perbandingan, tak membentuk campuran azeotropik dengan air. Lebih beracun daripada etilalkohol. Larut dengan air, dengan alkohol, dengan eter, benzena, dan 13

30 dengan sebagian besar pelarut organik lainnya. Sedangkan sifat kimia metanol menunjukkan reaksi-reaksi umum dari alkohol (tetapi metanol hanya memiliki sati atom C). 6. Asam Asetat Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang merupakan asam karboksilat yang paling penting di perdagangan, industri, dan laboraturium. Asam asetat merupakan asam lemah yang terionisasi sebagian dalam air, walaupun demikian, keasaman asam asetat tetap lebih tinggi dibanding dengan keasaman air (Kohar, 2004 : 86). Asam cuka memiliki rumus kimia CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat lebih di kenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekanan asmosferik, titik didihnya 118,1 C. Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol dengan polaritas relatif sebesar 0,648. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2 sehingga bisa melarutkan senyawa polar dan juga non polar (Hart, 2003 : 77). 7. Karakterisasi a. Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR) Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) merupakan metode yang sangat berguna dan sesuai untuk analisis polimer. Didasarkan pada prinsip vibrasi molekul, yang terjadi di daerah infrramerah dan spektrum 14

31 elektromagnetik dan gugus fungsi, serta mempunyai ciri frekuensi yang khas. Jika sinar infra merah dilewatkan pada sampel (polimer) maka beberapa frekuensinya akan diabsorp, sedangkan frekuensi lainnya ditransmisikan. Frekuensinya berkisar antara 2,5-16 µm, tetapi umumnya spektroskopi IR yang digunakan kebalikan dari panjang gelombang sehingga kisarannya menjadi cm -1 sebagai contoh vibrasi pada panjang gelombang 2900 cm -1 muncul regangan C-H yang menunjukkan adanya gugus alkana, pada panjang gelombang cm -1 muncul regangan N-H yang menunjukkan adanya gugus amino (Daintith, 1994: 230). Energi IR tidak mampu mengekskresikan elektron melainkan mampu molekul-molekul bervibrasi dan berotasi. Kelebihan dari FTIR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan karena FTIR mempunyai komputer yang terdedikasi sehingga mampu untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. Pada penelitian ini digunakan FTIR karena spektrum-spektrum dapat di-scan, dsimpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik (Malcolm, 2001: ). Spektrum IR yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis secara kualitatif dalam mengkarakterisasi senyawa polimer. b. Scanning Electron Microscopy (SEM) Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah suatu instrumen yang menghasilkan seberkas elektron pada permukaaan spesimen target dan mengumpulkan serta menampilkan sinyal-sinyal yang diberikan oleh 15

32 material target. Penggunaan alat Scaning Electron Microscopy dalam morfologi kopolimer telah dikembangkan secara luas. Pada prinsipnya SEM terdiri dari kolom elektron (electron coloum), ruang sampel (specimen chamber) dan sistem vakum (vacuum system). Prinsip analisis SEM adalah dengan menggunakan alat sinyal elektron sekunder. Berkas elektron diarahkan pada suatu permukaan spesimen yang telah dilapisi oleh suatu film konduktor. Pelapisan ini bertujuan agar polimer yang digunakan dapat menghasilkan arus listrik sehingga dapat berinteraksi dengan berkas elektron. Berkas elektron yang berinteraksi dengan spesimen dikumpulkan untuk menghasilkan sinyal. Sinyal ini digunakan untuk mengatur intensitas elektron pada suatu tabung televisi yang diarahkan serentak dengan sinar dari mikroskop. Interaksi berkas elektron dengan spesimen akan menghasilkan pola difraksi elektron yang dapat memberikan informasi mengenai kristalografi, jenis unsur dan distribusinya, dan morfologi dari permukaan bahan (Wu dalam Annisa, 2007 : 15). B. Penelitian yang Relevan Penelitian Miratul Khasanah (2012) dengan melakukan modifikasi elektroda dengan cara melapisi elektroda GC (Gas Chromatography) dan HMD (Hanging Mercury Drop) menggunakan Molecularly Imprinting Polymer (MIP) untuk analisis asam urat secara voltametri lucutan. Polimer disintesis dari monomer asam metakrilat (MAA), crosslinker etilen glikol dimetakrilat (EGDMA), inisiator 2,2- azobis isobutironitril (AIBN) dan asam urat sebagai molekul pencetak (template). Hasil penelitiannya adalah analisis asam urat dalam sampel serum menggunakan 16

33 elektroda GC-cetakan molekul dan HMD-cetakan molekul secara umum memberikan hasil sedikit lebih rendah dibandingkan hasil analisis menggunakan metode spektrofotometri. Intan Windyasari (2014 : 25) dalam penelitiannya sintesis kafein-mips berbasis metil metakrilat (MMA) dan etilenglikol dimetakrilat (EGDMA) yang telah disintesis, dengan keberadaan kafein sebagai molekul cetakan, yang diinisiasi oleh benzoil peroksida (BPO). Polimerisasi dilakukan dalam inkubator pada suhu 65 C. Setelah proses ekstraksi template kafein-mips digunakan sebagai adsorbsi kafein dalam minuman kesehatan Herbalife dengan nilai kandungan kafein ratarata sebesar 69,41 mg/g. Sedangkan kandungan kafein yang tertera pada kemasan sebesar 68 mg/g. Adsorpsi kafein oleh MIPs mengikuti model isoterm Langmuir dengan kapasitas adsorpsi MIPs hasil eksperimen dan perhitungan masing-masing mencapai 25 mg/g dan 48 mg/g. Rahiminejad, dkk (2009 : 98) dalam penelitiannya mensintesis MIP dengan MAA sebagai monomer, EDMA sebagai agen pengikat silang, AIBN sebagai inisiator, dan diazianon sebgai template. Selain MIP, dilakukan juga sintesis NIP Non Imprinted Polymer) dengan prosedur yang sama dengan sintesis MIP namun tanpa penambahan diazianon. Polimer hasil sintesis ini kemudian diujikan untuk mengidentifikasi keberadaan diazianon dalam air minum dengan metode ekstraksi fasa padat. Hasil yang didapat adalah MIP menunjukkkan persentase adsorpsi yang lebih besar daripada NIP. 17

34 C. Kerangka Berpikir Berkembangnya ilmu, teknologi, tuntutan kebutuhan dan pola hidup konsumen akan minuman siap saji terutama minuman yang berfungsi sebagai penambah stamina tubuh memunculkan produsen-produsen untuk menciptakan minuman berenergi hingga minuman ringan khas daerah. Minuman tersebut dapat berfungsi sebagai penambah stamina tubuh dikarenakan adanya kandungan senyawa kimia yaitu kafein. Kafein merupakan zat penikmat yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan baik itu terdapat dalam biji-bijian maupun daun. Konsumsi kafein terutama kopi tanpa mengetahui ambang batasnya dapat berakibat buruk terhadap kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis terhadap kadar kafein yang terdapat dalam minuman. Kendala analisis kafein dalam minuman masih membutuhkan tahap pemisahan yang rumit dan membutuhkan tenaga ahli, serta relatif mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan alternatif media pemisah (absorben analit) untuk mengatasi masalah tersebut. Sebagai alternatif media pemisah diusulkan model imprinted polymer kafein. Secara prinsip polimerisasi asam metakrilat diperoleh dari sintesis dengan menggunakan monomer MAA dan kafein sebagai template. Pada kafein-mip terdapat rongga yang mempunyai struktur sama dengan kafein sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kafein, baik kafein dalam minuman maupun makanan. Jenis polimerisasi ini adalah polimerisasi radikal bebas dengan metode polimerisasi ruah. Prinsip polimerisasi ruah adalah dengan mencampurkan semua komponen (monomer, template, inisiator, crosslinker) yang kemudian dilakukan 18

35 proses polimerisasi. Setelah diperoleh hasil sintesis berupa polimer, dilakukan ekstraksi template dengan metode ekstraksi soxhlet menggunakan pelarut asam asetat yang dimaksutkan untuk melarutkan molekul template sehingga membentuk rongga pada padatan polimer yang kemudian dapat digunakan untuk ekstraksi kafein dalam sampel dengan cara adsorpsi secara batch. Sebelumnya polimer dilakukan optimasi adsorpsi agar didapat hasil adsorpsi yang maksimal. Untuk mengukur efektifitas adsorpsi kafein-mip dilakukan pembandingan adsorpsi dengan NIP pada kondisi yang sama. Kuantifikasi kafein dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 273 nm. 19

36 BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah kafein-mip hasil sintesis. 2. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah karakter kafein-mip hasil sintesis yang meliputi spektra IR dan SEM. B. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi yang meliputi massa kafein- MIP, konsentrasi larutan dan waktu kontak. 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah persentase adsorpsi kafein-mip pada sampel, kondisi optimum yang meliputi massa kafein-mip, konsentrasi larutan dan waktu kontak. 20

37 C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian : a. Seperangkat alat soxhlet b. Spektrofotometri UV Visibel c. Spektroskopi FTIR d. SEM e. Timbangan analitik f. Botol flakon 30 ml g. Pipet volumetrik 1; 2; 5; dan 10 ml h. Pipet mikro i. Gelas ukur j. Gelas Beaker 50; 100 dan 250 ml k. Tabung reaksi l. Erlenmeyer 50; 100 dan 250 ml m. Spatula n. Batang pengaduk o. Mortar p. Botol semprot q. Kertas saring r. Corong s. Fortex t. Labu ukur u. Waterbath 21

38 2. Bahan Penelitian : a. Kafein b. Sampel minuman (indo saparella) c. Metanol d. Asam asetat e. Asam metakrilat (MAA) f. Etilenglikol dimetakrilat (EDMA) g. Kloroform h. Benzoil peroksida (BPO) i. Akuades j. Nitrogen D. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Kurva Standar Kafein dalam Akuades Dibuat larutan kafein 100 ppm dengan akuades. Sebanyak 10 mg kafein dilarutkan dengan akuades panas secukupnya dalam gelas beker 50 ml. Didinginkan dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga garis tanda serta dihomogenkan. Kemudian disiapkan larutan standar kafein dengan konsentrasi 8 ppm dengan cara diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 8 ml dan diencerkan ke dalam labu takar 100 ml menggunakan akuades. Diamati absorbansi pada rentang panjang gelombang nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS sehingga akan diperoleh panjang gelombang yang memberikan serapan maksimal ( maks). Diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 2; 4; 6; 8; 10; 12; 14 ml dan 22

39 dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan. Konsentrasi larutan standar berturut-turut adalah 2; 4; 6; 8; 10; 12 dan 14 ppm. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal. 2. Pembuatan Kurva Standar Kafein dalam Pelarut Metanol Dibuat larutan kafein 100 ppm dengan metanol. Sebanyak 10 mg kafein dan dilarutkan dengan metanol secukupnya dalam gelas beker 50 ml. Dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan metanol hingga garis tanda serta dihomogenkan. Disiapkan larutan standar kafein dengan konsentrasi 8 ppm dengan cara diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 8 ml dan diencerkan ke dalam labu takar 100 ml menggunakan metanol. Diamati absorbansi pada rentang panjang gelombang nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS sehingga akan diperoleh panjang gelombang yang memberikan serapan maksimal ( maks). Diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 2; 4; 6; 8; 10; 12; 14 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Diencerkan dengan metanol hingga garis tanda dan dihomogenkan. Konsentrasi larutan standar berturut-turut adalah 2; 4; 6; 8; 10; 12 dan 14 ppm. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal. 3. Pembuatan Kurva Standar Kafein dalam Pelarut Campuran ( Metanol dan Asam asetat) Sebanyak 10 mg kafein dan dilarutkan dengan campuran metanol dengan asam asetat. Menurut Chen-I (2003:54) perbandingan yang digunakan metanol dan asam asetat (9:1). Dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan diencerkan 23

40 dengan pelarut campuran hingga garis tanda serta dihomogenkan. Disiapkan larutan standar kafein dengan konsentrasi 6 ppm dengan cara diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 6 ml dan diencerkan ke dalam labu takar 100 ml menggunakan pelarut campuran. Diamati absorbansi pada rentang panjang gelombang nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS sehingga akan diperoleh panjang gelombang yang memberikan serapan maksimal ( maks). Diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 2; 4; 6; 8; 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Diencerkan dengan pelarut campuran hingga garis tanda dan dihomogenkan. Konsentrasi larutan standar berturutturut adalah 2; 4; 6; 8; dan 10 ppm. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal. 4. Sintesis NIP (Non Imprinted Polymer) Sebagai Kontrol NIP disintesis dengan cara polimerisasi ruah yaitu dengan mencampurkan kloroform dengan benzoil peroksida sebagai inisiator sebanyak 1 ml dalam masing-masing botol flakon, Dimana konsentrasi benzoil peroksida yaitu 0,5 gram kemudian di fortex hingga larutan homogen. Setelah itu ditambahkan MAA sebanyak 0,1 ml untuk masing-masing botol flakon kemudian di fortex, lalu ditambahkan EDMA sebanyak 1,1 ml dalam botol flakon kemudian di fortex kembali. Untuk NIP disintesis tanpa penambahan kafein. Setelah itu campuran dialiri dengan gas nitrogen selama 5 menit hal ini diharapkan dapat menghilangkan oksigen yang terdapat dalam campur. Kemudian campuran dalam keadaan tertutup dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 60 C selama 24 jam. 24

41 5. Sintesis Kafein-MIP Prosedur sintesis kafein-mip dilakukan sama dengan sintesis NIP dengan benzoil peroksida yang dipakai sebanyak 0,5 gr yang merupakan kondisi optimal. Kemudian setelah penambahan semua bahan selanjutnya dalam campuran ditambahkan larutan kafein 0,1 M dalam klorofrom. Dengan cara menimbang kafein sebesar 0,194 gram dan dilarutkan dalam 10 ml kloroform. Setelah itu campuran dialiri dengan gas nitrogen selama 5 menit hal ini diharapkan dapat menghilangkan oksigen yang terdapat dalam campur. Kemudian campuran dalam keadaan tertutup dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 60 C selama 24 jam. Prosedur pembuatan kafein-mip diulang 2x. Berat kafein yang ditimbang berdasar perbandingan yang dikemukan oleh Peter dan Faizatul (2013:530). 6. Ekstraksi Kafein dari Kafein-MIP Pada penelitian ini proses pengukuran kafein terekstrak dari kafein-mip hasil sintesis dilakukan dengan metode spektroskopi UV-Visible. Proses ekstraksi kafein pada kafein-mip dilakukan dengan cara ekstraksi soxhlet. Pertama kafein-mip dihaluskan kemudian dibungkus dengan kertas saring untuk dimasukkan ke dalam soxhlet dengan pelarut metanol selama 24 jam. Untuk kafein-mip dengan pelarut campuran proses ekstraksi dilakukan dengan cara soxhlet juga, tetapi pelarutnya berupa campuran antara metanol dengan asam asetat dan dilakukan selama 24 jam. Pengukuran absorbansi dari filtrat dengan faktor pengenceran 1000x menggunakan spektroskopi UV-Visible dimana kafein memberikan serapan 25

42 pada panjang gelombang maksimal dari masing-masing pelarut, kemudian ditentukan konsentrasi kafein dengan memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan garis linier larutan standar. 7. Karakterisasi Kafein-MIP a. Analisis gugus fungsi polimer menggunakan spektroskopi FTIR b. Analisis permukaan polimer menggunakan SEM 8. Evaluasi Adsorpsi Menggunakan Sistem Batch a. Penentuan Massa Optimum Larutan simulasi kafein dibuat seri dengan konsentrasi 100 ppm sebanyak 25 ml. Kemudian masing-masing larutan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 50 ml, lalu ditambahkan kafein-mip dengan variasi massa (0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,5; dan 2 gram) diaduk dengan shaker selama 15 menit pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Visible. Dikatakan sebagai massa optimum jika diperoleh absorbansi terkecil dari hasil pengukuran. b. Penentuan Konsentrasi Optimum Larutan simulasi kafein dibuat seri dengan variasi konsentrasi (50, 100, 150, 200, dan 250 ppm) sebanyak 25 ml. Kemudian masing-masing larutan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 50 ml, lalu ditambahkan kafein-mip dengan massa optimum diaduk dengan shaker selama 15 menit pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektroskopi UV- 26

43 Visible. Dikatakan sebagai konsentrasi optimum jika diperoleh persentase absorbansi terserap paling besar pada kondisi tersebut. c. Penentuan Waktu Optimum Larutan simulasi kafein dibuat seri dengan konsentrasi 250 ppm untuk kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan 150 ppm untuk kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran sebanyak 25 ml. Kemudian masing-masing larutan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 25 ml, lalu ditambahkan kafein-mip dengan massa 2 gram diaduk dengan shaker pada waktu yang telah ditentukan (15, 30, 45, 60, dan 75 menit) pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Visible. Dikatakan sebagai waktu kontak optimum jika diperoleh absorbansi terkecil dari hasil pengukuran. 9. Adsorpsi Kafein dalam Sampel Diambil sampel minuman sebanyak 25 ml lalu diencerkan menjadi 250 ml dengan akuades. Lalu diukur absorbansi dan konsentrasinya dengan spektrofotometer UV-Visible. Kemudian menyiapkan 9 buah Erlenmeyer yang telah diisi 25 ml sampel minuman yang telah diencerkan. Diinteraksikan dengan NIP, kafein-mip metanol dan kafein-mip campuran sebanyak massa optimum yang dihasilkan masing-masing 3 erlenmeyer dan selama waktu optimum menggunakan shaker. Dilakukan pengukuran absorbansi untuk masing-masing filtrat dengan metode spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum 272,60 nm ( maks akuades) sehingga diperoleh A1, A2, 27

44 A3, A4, A5, A6, A7, A8 dan A9 Dialurkan kurva C lawan A, dan menentukan konsentrasi filtrat menggunakan persamaan garis linier larutan standarnya. E. Teknik Analisis Data 1. Analisis Penentuan maks pada Larutan Standar Kafein Hasil yang diperoleh berupa kurva hubungan antara panjang gelombang dan absorbansi sehingga diperoleh puncak berupa maks dengan ditunjukkan oleh nilai absorbansi terbesar dari rentang panjang gelombang senyawa kafein (Tautua. et. al., 2014:156). Secara teoritis berikut gambar hubungan antara absorbansi dan panjang gelombang yang disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Hubungan Antara Absorbansi dan Panjang Gelombang 2. Analisis Kurva Standar Hasil yang diperoleh berupa hubungan antara konsentrasi (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y) berupa garis linear. Dikatakan linear apabila persamaan garis larutan standar dengan nilai r mendekati 1 yang menunjukkan terdapat hubungan antara x dan y. Berikut persamaan garis kurva standar. Y = ax + b 28

45 Keterangan: Y = absorbansi larutan X a b = konsentrasi larutan = slope = intersep 3. Menentukan konsentrasi kafein terekstrak pada kafein-mip dan NIP Mensubtitusikan nilai absorbansi hasil pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Visible ke dalam persamaan garis kurva standar sehingga diperoleh konsentrasi kafein terukur (X). y = ax + b X = (y b) a 4. Menentukan persentase kafein terekstrak Persentase kafein terekstrak pada kafein-mip dapat dicari dengan cara: % = (konsentrasi awal konsentrasi akhir) konsentrasi awal x 100% 29

46 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Sintesis Kafein-MIP dan NIP Penelitian ini menghasilkan 3 macam polimer, yaitu NIP, kafein-mip dan kafein-mip setelah soxhlet. Ketiga polimer tersebut berbentuk padatan polimer yang berwarna putih dan keras sehingga harus digiling atau dihaluskan untuk mengecilkan dan menghomogenkan ukuran partikelnya. Gambar 3. Kafein-MIP hasil sintesis 2. Karakterisasi Kafein-MIP a. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Inframerah Sampel yang dideteksi dengan spektrofotometer inframerah adalah NIP, kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol, kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran dan kafein-mip. Spektrum inframerah untuk ketiga sampel tersebut dapat dilihat pada Gambar

47 Gambar 4. Spektrum inframerah NIP, kafein-mip metanol, kafein-mip campuran dan kafein-mip. Pengukuran inframerah NIP menunjukkan perbedaan dari kafein- MIP, kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan metanol dan kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran (metanol dan asam asetat dengan rasio 9:1). Perbedaan ini terletak pada tidak diketemukannya gugus fungsi N-H yang menunjukkan adanya template kafein. b. Analisis Permukaan dengan Scanning Electron Microscopy-Electron Dispersive X-Ray Analyser (SEM-EDX) Analisis permukaan digunakan untuk mengetahui morfologi permukaan dan komposisi senyawa tersebut. Sampel yang dianalisis adalah Kafein-MIP. Hasil SEM senyawa menunjukkan bahwa padatan polimer memiliki morfologi yang berbentuk tidak beraturan dan cenderung terlihat seperti bongkahan-bongkahan dengan ukuran parikel yang cukup besar. Mikrograf material kafein-mip ditunjukkan pada Gambar

48 Gambar 5. Hasil SEM material kafein-mip metanol perbesaran 100 kali (A); Perbesaran kali (B) dan kafein-mip campuran perbesaran 100 kali (C); Perbesaran kali (D) 3. Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Menggunakan Sistem Batch Pada penelitian ini penentuan kondisi optimum adsorpsi dilakukan dengan variasi massa kafein-mip, variasi konsentrasi larutan kafein, dan variasi waktu kontak adsorpsi. Selanjutnya hasil evaluasi adsorpsi ini diukur berdasarkan kurva standar kafein sebagai berikut : Tabel 2. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi 1 2 0, , , , , , ,672 Berdasarkan absorbansi larutan standar kafein tersebut maka diperoleh grafik dengan persamaan regresi : 32

49 Gambar 6. Kurva larutan standar kafein dalam akuades y = ax + b y = 0,0497X 0,007 Sehingga akan diperoleh konsentrasi kafein dalam larutan kafein. Persentase kafein teradsorpsi pada kafein-mip ditentukan dengan membandingkan selisih antara konsentrasi sebelum dan sesudah adsorpsi dengan konsentrasi awal larutan dalam satuan persen. a. Penentuan massa optimum Proses adsorpsi dilakukan pada variasi massa untuk mengetahui kondisi optimum proses adsorpsi. Data hasil perhitungan daya adsorpsi untuk variasi massa dapat dilihat pada Tabel 3. 33

50 Tabel 3. Data daya adsorpsi untuk variasi massa MIP ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan campuran (metanol 9 : 1 asam asetat) Pelarut Metanol Pelarut Campuran No Massa (gram) Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) 1 0,1 6,57 6,63 13,78 12,52 2 0,2 9,18 9,26 22,78 20,69 3 0,4 21,06 21,24 25,23 22,92 4 0,6 21,66 21,85 46,43 42,17 5 0,8 31,32 31,59 47,24 42, ,63 34,93 54,56 49,56 7 1,5 47,22 47,63 69,74 63, ,73 59,24 78,5 71,31 b. Penentuan konsentrasi optimum Proses adsorpsi dilakukan pada variasi konsentrasi larutan untuk menentukan pola isoterm adsorpsi yang terjadi. Data hasil perhitungan untuk variasi konsentrasi larutan kafein dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data daya adsorpsi untuk variasi konsentrasi larutan ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan campuran (metanol 9 : 1 asam asetat) No Konsentrasi sebelum adsorpsi (ppm) Pelarut Metanol Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) Pelarut Campuran Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) ,57 54,14 19,03 47, ,44 51,51 63,1 61, ,94 50,45 122,09 96, ,02 49,91 178,16 78, ,89 59,52 239,68 78,43 34

51 c. Penentuan waktu optimum Proses adsorpsi dilakukan pada variasi waktu kontak untuk mengetahui kondisi optimum proses adsorpsi. Data hasil perhitungan untuk variasi watu kontak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Data daya adsorpsi untuk variasi waktu kontak ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan campuran (metanol 9 : 1 asam asetat) Pelarut metanol Pelarut Campuran No Waktu (menit) Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) ,68 67,47 114,03 81, ,32 73,29 122,13 84, ,67 77,80 124,73 85, ,9 78,29 127,77 86, ,71 78, ,14 4. Penentuan Kafein terekstrak pada NIP dan kafein-mip yang disintesis a. Dekafeinasi MIP dengan Ekstraksi Soxhlet Penentuan konsentrasi kafein yang terekstrak pada kafein-mip hasil sintesis dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan pelarut campuran. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 273 nm untuk pelarut metanol dan 273,4 nm untuk pelarut campuran. Hasil perhitungan konsentrasi dari absorbansi yang terukur pada proses ekstraksi berdasarkan larutan standar kafein dalam pelarut metanol dan larutan standar kafein dalam pelarut campuran sebagai berikut : 35

52 Tabel 6. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi Pelarut Metanol Pelarut Campuran 1 2 0,14 0, ,251 0, ,358 0, ,448 1, ,526 1, , ,728 - Berdasarkan absorbansi larutan standar kafein dalam pelarut metanol dan pelarut campuran tersebut maka diperoleh grafik dengan persamaan regresi : Gambar 7. Kurva larutan standar kafein dalam pelarut metanol Y = ax + b Y = 0,0479X + 0,0566 Pengukuran absorbansi pada filtrat sebesar 0,961 dengan faktor pengenceran 1000 kali maka diperoleh konsentrasi kafein dalam pelarut asam asestat yang terekstrak sebesar ppm. Berdasarkan banyaknya massa kafein yang disintesis maka kafein terekstrak dalam pelarut metanol sebesar 97,32 % (v/v). 36

53 Gambar 8. Kurva larutan standar kafein dalam pelarut campuran Y = ax + b Y = 0,1015X + 0,0311 Pengukuran absorbansi pada filtrat sebesar 1,461 dengan faktor pengenceran 1000 kali maka diperoleh konsentrasi kafein dalam pelarut asam asestat yang terekstrak sebesar ppm. Berdasarkan banyaknya massa kafein yang disintesis maka kafein terekstrak dalam pelarut campuran sebesar 72,62 % (v/v). Persentase terekstrak dalam pelarut campuran lebih kecil dibandingkan dengan pelarut metanol karena asam asetat dalam pelarut campuran mengurangi daya larut terhadap kafein. b. Ekstraksi Kafein pada Saparella dengan PMAA Kontrol atau Non Imprinted Polymer (NIP) Hasil ekstraksi kafein pada sampel saparella yang diencerkan 10 kali sebagai berikut : Tabel 7. Data adsorpsi kafein pada saparella dengan NIP No Polimer Konsentrasi teradsorsi (ppm) 1 NIP 1 19,41 2 NIP 2 18,31 3 NIP 3 16,39 37

54 c. Ekstraksi Kafein pada Saparella dengan Kafein-MIP Hasil ekstraksi kafein pada sampel sampel saparella yang diencerkan 10 kali sebagai berikut : Tabel 8. Data adsorpsi kafein pada saparella dengan kafein-mip No Polimer Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Pelarut metanol Pelarut campuran 1 MIP 1 168,76 175,37 2 MIP 2 162,25 150,49 3 MIP 3 167,86 152,48 B. Pembahasan 1. Sintesis Kafein-MIP Pada penelitian ini kafein-mip disintesis dari monomer fungsional asam metakrilat (MAA), crosslinker etilenglikol dimetakrilat (EDMA), inisiator benzoil peroksida, template kafein dalam pelarut kloroform. Monomer berfungsi sebagai agen pengikat template dalam polimer. Pengikat silang (crosslinker) berfungsi untuk membentuk ikatan yang menghubungkan rantai polimer satu dengan polimer yang lain. Sedangkan inisiator berfungsi untuk meningkatkan kecepatan reaksi polimerisasi (Tahir, 2012 : 11-18). Pelarut yang digunakan untuk melarutkan benzoil peroksida dalam penelitian ini adalah kloroform karena dengan pelarut kloroform benzoil peroksida dapat larut dengan baik, sehingga dapat menghasilkan kafein-mip dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan menggunakan pelarut yang lain seperti dietil eter, karbon tetraklorida, n-heksana atau pelarut yang lain. 38

55 Sintesis kafein-mip merupakan jenis polimerisasi radikal bebas, sedangkan metode yang digunakan adalah metode polimerisasi ruah. Proses polimerisasi dilakukan dalam waterbath selama 24 jam dengan suhu 60 C. Pada saat sintesis rantai vinil pada monomer MAA akan mengalami reaksi adisi dengan penambahan inisiator dan kemudian terjadi reaksi polimerisasi dengan penambahan inisiator dan kemudian terjadi reaksi polimerisasi dengan tersambung oleh molekul-molekul crosslinker. Peroksida organik seperti benzoil peroksida diuraikan dengan mudah untuk dapat menghasilkan radikal bebas benzoil. Reaksi polimerisasi radikal bebas dengan inisiator benzoil peroksida berlangsung melalui empat tahap yaitu dekomposisi, inisiasi, propagasi, dan terminasi (Hiemenz, 2007 : 10). Tahap inisiasi merupakan reaksi pengaktifan monomer sebelum memulai proses polimerisasi, kemudian monomer dengan ujung rantai yang reaktif akan mengalami reaksi propagasi dan akan terus berlangsung hingga terjadi reaksi terminasi. Mekanisme reaksi inisiasi dan propagasi dapat dilihat pada Gambar 9 dan

56 Tahap inisiasi Tahap propagasi Gambar 9. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap inisiasi Gambar 10. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap propagasi Tahap terminasi pada Polymetacrylic acid (PMAA) dapat berlangsung secara kombinasi (dua radikal bergabung) dan disproporsional, yaitu transfer satu hidrogen pada posisi beta terhadap pusat radikal ke radikal lain. Mekanisme reaksi terminasi dapat dilihat pada Gambar 11 dan

57 Terminasi kombinasi Gambar 11. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe kombinasi Terminasi disproporsionasi Gambar 12. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe disproporsionasi 41

58 Pada terminasi secara kombinasi menghasilkan fragmen-fregmen inisiator pada kedua ujung rantai polimer, sedangkan pada disproporsional menghasilkan fragmen inisiator pada salah satu ujung. Selain memerlukan inisiator, reaksi polimerisasi juga membutuhkan adanya pengikat silang. Pengikat silang mempunyai kemampuan untuk membentuk matriks polimer dan memberikan kestabilan mekanik pada struktur polimer. Pada sintesis polimer MIP, bertugas untuk membentuk ikatan silang pengikat silang antar rantai polimer dan memepertahankan struktur dari cetakan template di dalam badan polimer. Salah satu jenis pengikat silang yang sering digunakan dalam sintesis polimer adalah EDMA (Etilenglikol Dimetakritat) ang mempunyai rumus kimia C10H14O4 dengan massa molekul 198 g/mol. Gambar 13. Struktur kimia EDMA (Etilenglikol dimetakrilat) Dari hasil sintesis diperoleh kafein-mip yaitu poli (asam metakrilat) dengan imprinting template kafein dan NIP yang merupakan poli (asam metakrilat) tanpa template kafein. Kafein-MIP dan NIP yang dihasilkan dalam penelitian ini berwarna putih dan berupa padatan polimer yang mempunyai struktur keras. Tingkat kekerasannya bertambah dengan bertambahnya konsentrsai benzoil peroksida yang digunakan. Hal ini terjadi karena konsentrasi benzoil peroksida sebagai inisiator radikal bebas dalam 42

59 polimerisasi PMAA mempengaruhi massa molar rata-rata akhir dari polimer yang terbentuk. Semakin besar konsentrasi benzoil peroksida, maka massa molar rata-ratanya semakin besar. Untuk menghasilkan rongga dari kafein-mip maka dilakukan ekstraksi kafein pada kafein-mip, sehingga menghasilkan rongga dengan kemiripan struktur, ukuran dan sifat-sifat fisikanya. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Malina (2013) menyatakan bahwa konsentrasi benzoil peroksida optimum yang digunakan pada sintesis kafein-mip yaitu sebesar 0,5 g/ ml. Sedangkan untuk NIP disintesis dengan cara yang sama namun tanpa kafein sebagai template. Pengambilan padatan polimer dari dalam botol flakon adalah dengan cara memecahkan botol. Padatan polimer ini perlu dilakukan penggerusan, dimana penggerusan pada polimer adalah cara memperluas permukaan adsorbennya selain itu untuk memperoleh partikel polimer dengan ukuran yang lebih kecil dan homogen, yaitu sekitar μm (Moral dan Mayes, 2003 : 15-21). Setelah itu dilakukan ekstraksi terhadap kafein sebagai template dalam polimer dengan menggunakan metode ekstraksi soxhlet dengan pelarut asam asetat untuk membentuk cetakan kafein pada badan polimer. Kafein-MIP yang telah digerus dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam ekstraktor soxhlet, kemudian pelarut dialirkan dari soxhlet menuju labu alas bulat hingga membasahi kafein-mip. Mekanisme proses ekstraksi soxhlet dimulai ketika dilakukan pemanasan pada pelarut (metanol) dengan acuan titik didihnya yaitu 64,7 0 C dan pada pelarut (campuran) titik didihnya kurang lebih 90 0 C, pelarut akan menguap melalui 43

60 pipa soxhlet dan memasuki kondensor hingga terjadi proses kondensasi. Kemudian pelarut akan bercampur dengan kafein-mip dan mengekstrak kafein hingga pelarut akan memenuhi sifon, dan ketika sifon penuh kemudian akan dialirkan kembali pada labu alas bulat. Proses ini dinamakan 1 siklus. Pada penelitian ini ekstraksi template dengan ekstraktor soxhlet dilakukan hingga 24 jam hingga pelarut berwarna kuning jerami. 2. Karakterisasi Kafein-MIP Hasil Sintesis a. Analisis Gugus Fungsi dengan Spekrofotometer Inframerah Dalam penelitian ini sampel yang dianalisis gugus fungsinya sampel NIP, kafein-mip, kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran. Gambar 4 merupakan spektrum NIP, kafein-mip, kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan PMAA-Kafein ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran. Intepretasi spektrum inframerah dari keempatnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Interpretasi spektrum inframerah NIP dan kafein-mip Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gugus No. Kafein-MIP NIP Kafein Fungsi Imprinted Metanol Campuran ,5 3557, , ,47 - OH , , , , ,06 C = O , , , , ,86 C - H bend 4 949,38 957,74 961,93 961,17 974,08 C - C str , , , , ,89 C - N str , , , ,28 N - H str 44

61 Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa pada Gambar 4 muncul gugusgugus fungsi yang hampir sama dari keempat sampel, yaitu gugus fungsi OH dengan serapan puncak melebar yang merupakan OH dari ikatan hidrogen yang tejadi antar rantai polimer, diperkuat dengan munculnya puncak tajam C=O yang berasal dari ikatan hidrogen antar polimer dan juga berasal dari senyawa kafein. Gugus C-H (bend) dengan intensitas rendah dan C-C (stretch) menunjukkan adanya cincin aromatik dengan serapan keluar bidang. Ciri khas dari kafein pada spektra inframerah adalah adanya serapan gugus fungsi C-N pada amina dan N-H pada amina yang memunculkan puncak lemah NH2 pada daerah bilangan gelombang mendekati 3500 cm -1 dan C-N pada amina serapan bilangan geombang sekitar 1500 cm -1. Pada NIP tidak ditemukan adanya puncak serapan oleh gugus N H, namun pada kafein-mip metanol dan kafein-mip campuran masih ditemukan adanya serapan gugus fungsi N-H pada amina yaitu pada bilangan gelombang 2990,08 cm -1 dan 2983,28 cm -1. Dan pada hasil kafein-mip metanol maupun kafein-mip campuran masih menunjukkan serapan C-N pada amina pada bilangan gelombang 1455,93 cm -1 dan 1455,17 cm -1. Hal ini menunjukkan bahwa kafein pada MIP belum terekstraksi seluruhnya. b. Analisis permukaan dengan Scanning Electron Microscopy-Electron Dispersive X-Ray Analyser (SEM-EDX) Dalam penelitian ini sampel yang dianalisis morfologi permukaannya adalah kafein-mip yang telah diekstraksi untuk menghilangkan template 45

62 (kafein) dengan metode ekstraksi soxhlet sehingga membentuk kavitas yang berfungsi untuk adsorpsi molekul yang memiliki struktur dan ukuran yang sama dengan kavitas tersebut. Berdasarkan gambar 5 pori yang dihasilkan masih belum bisa terukur dengan baik ini terlihat pada gambar dengan perbesaran kali dengan skala perbesaran 1μm masih belum tampak pori yang terukur. Hal ini dikarenakan ukuran pori yang sangat kecil kurang dari 1μm atau berada di orde nanometer sehingga tidak dapat terukur dengan baik pada uji karakteristik menggunakan SEM. Selain data mikrograf dalam karakterisasi ini juga terdapat spektra EDX yang menunjukkan komposisi kualitatif maupun kuantitatif dari kafein-mip padaa luas area tertentu. Analisis elementer data SEM dengan Energi Dispersive X-Ray (EDX) seperti pada Gambar

63 Gambar 14. Spektrum EDX kafein-mip setelah ekstraksi template (A) kafein-mip metanol; (B) kafein-mip campuran Pada gambar A (kafein-mip metanol) tersebut menunjukkan keberadaan puncak unsur C, N, dan O dengan keseluruhan komposisi elementer 45,33% (b/b) karbon, 14,58% (b/b) nitrogen, dan 40,10% (b/b) oksigen. Pada gambar B (kafein-mip campuran) tersebut menunjukkan keberadaan puncak unsur C, N, dan O dengan keseluruhan komposisi elementer 45,56% (b/b) karbon, 14,75% (b/b) nitrogen, dan 39,69% (b/b) oksigen. Dengan melihat persentase komposisi tersebut, komposisi nitrogen masih terdapat pada kafein-mip walaupun jumlahnya paling sedikit. Dalam hal ini menunjukkan bahwa kafein pada kafein-mip belum terekstrak seluruhnya sehingga kapasitas adsorpsi yang dihasilkan relatif kecil. 47

64 3. Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Kafein-MIP a. Penentuan Massa Optimum sebagai Daya Adsorpsi Penentuan kondisi optimum adsorpsi menjadi hal penting karena digunakan sebagai pedoman untuk proses adsorpsi selanjutnya. Optimasi kondisi dilakukan pada variasi massa kafein-mip yang digunakan dalam adsorpsi larutan kafein. Variasi massa yaitu pada 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,5; dan 2 gram. Volume larutan kafein yang digunakan sebanyak 25 ml dengan konsentrasi tetap 99,14 ppm (teoritis 100 ppm) untuk kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan konsentrasi tetap untuk kafein- MIP ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran adalah 110,09 (teoritis 100 ppm). Proses adsorpsi dilakukan dalam waktu kontak 15 menit. Gambar 15 menunjukkan proses adsorpsi pada variasi massa kafein-mip. Gambar 15. Adsorpsi pada variasi massa kafein-mip metanol (A) dan kafein-mip campuran (B) 48

65 Gambar 15 Menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah kafein-mip akan menaikkan daya adsorpsi, hal ini disebabkan karena pori-pori pada permukaan kafein-mip semakin banyak untuk dapat berikatan dengan adsorbat. Pada massa kafein-mip 2 gram menunjukkan daya adsorpsi terbesar. Oleh karena itu pada massa kafein-mip 2 gram dipilih sebagai kondisi optimum adsorpsi untuk proses selanjutnya. Seharusnya penentuan kondisi massa optimum harus menunjukkan kadar konsentrasi konstan terlebih dahulu baru disebut sebagai kondisi optimum, tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan sampai konstan karena keterbatasan bahan yang digunakan untuk penentuan kondisi optimum. b. Penentuan Konsentrasi Optimum sebagai Daya Adsorpsi Optimasi kondisi dilakukan pada variasi konsentrasi kafein-mip yang digunakan dalam adsorpsi larutan kafein. Variasi konsentrasi yang dipakai yaitu pada 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm. Optimasi konsentrasi digunakan untuk menggambarkan proses adsorpsi dalam perbedaan konsentrsi. Proses adsorpsi dilakukan pada kondisi optimum dan waktu kontak 15 menit. 49

66 Gambar 16. Adsorpsi pada variasi konsentrasi kafein-mip metanol (A) dan kafein-mip campuran (B) Dengan persentase kafein terekstrak tertinggi variasi konsentrasi pada kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol terjadi pada konsentrasi 250 ppm yaitu sebesar 59,52% (b/v) sedangkan variasi konsentrasi pada kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran terjadi pada konsentrasi 150 ppm yaitu sebesar 96,33% (b/v). c. Optimasi Waktu Kontak Optimasi waktu kontak digunakan untuk menggambarkan proses adsorpsi dari waktu ke waktu. Massa kafein-mip yang digunakan sebesar 2 gram. Konsentrasi larutan kafein yang digunakan adalah konsentrasi optimum yaitu 251,49 ppm (teoritis 250 ppm) untuk kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan 161,34 ppm (teoritis 150 ppm) kafein- 50

67 MIP ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran. Gambar 17 menunjukkan proses adsorpsi pada variasi waktu kontak. Gambar 17. Adsorpsi pada variasi waktu kontak dengan kafein-mip metanol (A) dan kafein-mip campuran (B) Gambar 17 menunjukkan bahwa waktu yang optimum untuk adsorpsi adalah pada 75 menit. Konsentrasi kafein teradsorpsi pada waktu 75 menit sebesar 197,71 ppm untuk kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan 129 ppm untuk kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran. Penentuan kondisi waktu kontak optimum harus menunjukkan kadar konsentrasi yang konstan terlebih dahulu baru disebut sebagai kondisi optimum, tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan sampai konstan karena keterbatasan waktu yang digunakan untuk penelitian. Seharusnya semakin 51

68 lama terjadinya waktu kontak maka akan memberikan kesempatan adsorben dalam mengikat adsorbat. 4. Penentuan Kafein Terekstrak pada NIP dan Kafein-MIP Hasil penentuan kafein yang terekstrak pada NIP dan kafein-mip dilakukan untuk membandingkan persentase kafein terekstrak pada NIP dan kafein-mip dimana NIP adalah polimer tanpa cetakan molekul template (Non Imprinted Polymer) dan kafein-mip adalah polimer dengan cetakan molekul template yaitu kafein. Sehingga kafein-mip akan memberikan adsorpsi yang lebih baik dari pada NIP. Konsentrasi kafein terukur pada sampel minuman (indo saparella) sebelum diadsorpsi adalah 188,11 ppm. Berdasarkan Tabel 7 dan 8 didapat konsentrasi kafein rata-rata teradsorpsi pada NIP yaitu sebesar 18,0367 ppm. Sedangkan konsentrasi kafein rata-rata teradsorpsi pada kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol sebesar 166,29 ppm dan kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran sebesar 159,447 ppm. Sehingga didapat persentase kafein terekstrak pada NIP sebesar 9,59% (b/v) dan persentase kafein terekstrak pada kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol sebesar 88,4% (b/v) sedangkan pada kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran sebesar 84,76% (b/v). Pada penelitian ini adsorpsi kafein dengan kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol lebih baik dari pada kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran dan NIP. Hal ini disebabkan oleh kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol memiliki rongga (cavities) akibat pembuangan template molekul kafein, dimana rongga 52

69 tersebut berfungsi untuk mengenal molekul dengan ukuran, struktur serta sifatsifat fisika kimia yang sama dengannya. Sedangkan pada NIP tidak memiliki rongga akibat pembuangan template dan kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran tidak lebih baik disebabkan oleh asam asetat yang terdapat dalam pelarut campuran, sehingga pembuangan template yang terjadi kurang efektif. 53

70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Karakter yang ditimbulkan dari hasil spektra inframerah dari NIP tidak ditemukan adanya puncak serapan oleh gugus N H, namun pada kafein-mip metanol dan kafein-mip campuran masih ditemukan adanya serapan gugus fungsi N-H. Dan pada hasil kafein-mip metanol maupun kafein-mip campuran masih menunjukkan serapan C-N. Hal ini menunjukkan bahwa kafein pada MIP belum terekstraksi seluruhnya. Pada hasil SEM menunjukkan bahwa masih mengandung unsur nitrogen sebanyak 14,58% (b/b) untuk kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan 14,75% (b/b) untuk kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran. 2. Kondisi optimum adsorpsi pada kafein-mip yaitu dengan massa 2 gram kafein- MIP yang diinteraksikan dengan larutan standar kafein pada konsentrasi 250 ppm untuk kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan 150 ppm untuk kafein-mip ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran dan waktu kontak adsorpsi selama 75 menit. 3. Persentase kafein dalam sampel yang terekstrak pada NIP sebesar 9,59% (b/v) dan persentase kafein terekstrak pada kafein-mip dengan pelarut metanol sebesar 88,4% (b/v) lebih besar daripada persentase kafein terekstrak pada kafein-mip dengan pelarut campuran yaitu sebesar 84,76% (b/v). 54

71 B. SARAN 1. Perlu dilakukan sintesis MIP dengan metode polimerisasi yang lain 2. Perlu dilakukan sintesis MIP dengan monomer dan template yang lain sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai macam molekul 3. Perlu dilakukan pemilihan pelarut untuk ekstraksi template yang tepat sesuai dengan sifat template sehingga rongga yang dihasilkan bisa maksimal. 4. Perlu dilakukan karakterisasi dengan instrumen yang lain sehingga karakterisasi lebih akurat. 55

72 DAFTAR PUSTAKA Amin Rejo, Sri Rahayu dan Tamaria Panggabean. (2011). Karakteristik Mutu Biji Kopi pada Proses Dekafeinasi. Diakses dari pada tanggal 09 September 2016, Jam WIB. Andi, Mu nisa, dik. (2012). Aktivitas Anti Oksidan Ekstraksi Daun Cengkeh. Jurnal Veteriner. (Nomor 03 volume 13). Hlm Annisa Pengaruh Konsentrasi Monomer terhadap Grafting Kitosan pada Film Polietilen dengan Metode Grafting. Skripsi. Universitas Lampung Auliya Puspitaningtyas, Surjani Wonorahardjo dan Neena Zakia. (Tanpa Tahun). Pengaruh Komposisi Fasa Gerak pada Penetapan Kadar Asam Benzoat dan Kafein dalam Kopi Kemasan Menggunakan Metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Diakses dari pada tanggal 09 September 2016, Jam WIB. Bawazeer N A & Najmah A. AlSobahi. (2013). Prevalence and Side Effects of Energy Drink Consumption Among Medical Students at Umm Al-Qura University, Saudi Arabia. International Journal of Medical Students. (Nomor 1 volume 3). Hlm Cormack, Peter A.G. dan Mehamod, Faizatul Shimal. (2013). Molecularly Imprinted Synthesis Using RAFT Polymerisation. Malaysia: Sains Malaysiana. (Nomor 2 volume 42). Hlm Cowd, MA. (1901). Kimia Polimer. Penerjemah: Harry Firman, Bandung: Penerbit ITB. Daintith, John. (1994). Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Erlangga Danielsson, B. (2008). Artificial Receptor. Biochem, Engin/Biotechnol. (Volume 109). Hlm: Evelin. et. al. (2006). Minuman Energi Dicari Untuk Dinikmati. Food Review (September 2006). (Nomor 8 volume 1). Hardinsyah. (2008). Tea. Diakses dari Pada tanggal 08 September 2016, Jam WIB. Hart, H., Craine, L.E. and Hart. D.J. (2003). Kimia Organik.Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga. 56

73 Hiemenz, Paul C., and Lodge, Timothy P Polymer Chemistry Second Edition. United States of America: CRC Press Intan Widyasari. (2014). Poli (Metil Metakrilat Co etilenglikol Dimetakrilat) sebagai Kafein-Moleculrly Imprinted Polymers (MIPs) : Sintesis dan Karakterisasi. Bandung: ITB. Iqmal, Tahir., Ahmad, Mohd Noor., & Arbain, Dahyar. (2012). Penggunaan Metode Semiempirik PM3 Untuk Evaluasi Interaksi Allopurinol-Asam Metakrilat untuk Sintesis Polimer Tercetak Molekul. Jurnal Chemistry Progress. (Nomor 1 volume 5). Hlm Kohar, H.J. dan Agustanti. (2004). Daun Kangkung (Ipomoea Reptans) yang Direbus dengan Penambahan NaCl dan Asam Asetat. Jakarta: Makara Sains. Lai, Jia Ping, dkk. (2003). Pemisahan Preparatif dan Determinasi Matrin dari Tumbuhan obat China Sophora flavescens dengan Menggunakan Sistem Molecularly imprinted solid-phase Extraction. Journal Analytical Bioanalysis Chemistry. (Nomor 375). Hlm. 26. Lin, Chin-I, dkk. (2003). Molecularly Imprinted Polymeric. Taiwan: Jurnal of Medical and Biological Engineering. (Nomor 2 volume 23). Hlm Lin, Zian, dkk. (2009). Preparation and Evaluation of a Macroporous Molecularly Imprinted Hybrid Silica Monolithic Coloumn for Recognition of Proteins by High Permormance Liquid Chromatography. Journal of Chromatography A. (Nomor 1216). Hlm Miratul Khasanah. (2012). Pengembangan Metode Voltametri Lucutan untuk Analisis Asam Urat Melalui Pelapisan Elektrode dengan Polimer Cetakan Molekul. Disertasi. UGM Yogyakarta. Moral, N. Perez, dan Mayes, A.G. (2003). Comparative Study of Imprinted Polymer Particle Prepare bydifferent Polymerisation Methods. Elsevier Analytical Chemica Acta. Hlm Ni Made Dwi Aptika, I Ketut Tunas dan Ida Ayu Manik Parta Sutema. (2015). Analisis Kadar Kafein Pada Kopi Hitam Di Lebah Bukian Gianyar Menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis. Jurnal Chemistry Laboratory (Nomor volume 2). Hlm Pradeep S., G.N. Rameshaiah dan Hadagali Ashoka. (2015). Caffeine Extraction and Characterization. IJCRR (Volume 7 tahun 9). Hlm Rahiminejad, M. (2009). Molecularly Imprinted Solid Phase Extraction for Trace Analysis of Diazinon in Drinking Water. Iran J.Environ. Health Sci. Eng. (Nomor 2 volume 6). Hlm

74 Siswono. (2001). Kafein dan Minuman Kesehatan. Gizi.Net. Kompas.. (2008). Jaringan Informasi pangan dan Gizi, volume XIV. Ditjen Bina Gizi Masyarakat. Jakarta. Steven, M. P Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Jakarta: Pradnya Paramita. Sunarti dan Irmawati Suwardi. (2014). Pharmaceutical Toxicology Caffeine. Diakses dari pada tanggal 09 September 2016, Jam WIB. Tautua, Amos., Martin, W. Bamidele Martin dan E.R.E. Diepreye. (2014). Ultraviolet Spectrophotometric Determination of Caffeine in Soft and Energy Drinks Available in Yenagoa, Nigeria. Journal of Food Science and Technology. (Nomor 6 volume 2). Hlm Vasapollo, Giuseppe, et. al. (2011). Molecularly Imprinting Polymers: Present and Future Prospective. International Journal of Molecular Scienses, ISSN Hlm Walton, David dan Phillip Lorimer Polimers. New York: Oxford University Press Wirabuana Putri dan Andi Ilham Latunra. (2013). Bkandungan Kafein dan Polifenol Pada Biji Kopi Arabika Coffea Arabica L. dari Kabupaten Enrekang. Jurnal Alam dan Lingkungan. (Nomor 4 volume 7). Hlm Wisda, Seviana Putri, dkk. (2010). Penentuan Aktivitas dan Jenis Inhibisi Ekstrak Metanol Kulit Batang Artocarpus heterophyllus Lamk sebagai Inhibitor Tirosine. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia ISSN (Nomor 1 volume 1). Hlm

75 LAMPIRAN 59

76 1. Sintesis NIP (Non Imprinted Polymer) Lampiran 1. Diagram alir proses Benzoil peroksida 0,5 g dalam 1 ml Asam Metakrilat EDMA 1,1 ml Botol Flakon Gas Nitrogen Waterbath Uji karakterisasi spektroskopi infra red Polimerisasi 24 jam, T= 60 C 60

77 2. Sintesis kafein-mip 0,5 gram benzoil Asam EDMA Larutan kafein peroksida dalam 1 Metakrilat 1,1 ml 0,2 mmol Botol Flakon Gas Nitrogen Waterbath Polimerisasi 24 jam, Padatan digerus T= 60 C Ektraksi Soxhlet Uji karakterisasi spektroskopi infra red Residu Filtrat Uji karakterisasi spektroskopi infra red Ukur absorbansi dengan Uji karakterisasi Spektrofotometer UV spektroskopi SEM 61

78 Absorbansi Lampiran 2. Pembuatan Kurva Standar Kafein 1. Kurva standar kafein dalam akuades Konsentrasi Larutan Standar dan Absorbansi No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi 1 2 0, , , , , , ,672 Kurva standar dibuat dengan mengalurkan grafik Konsentrasi larutan standar (sumbu X) dengan Absorbansi (sumbu Y) dapat dilihat pada gambar berikut 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 2; 0,096 14; 0,672 12; 0,621 y = x ; 0,484 R² = ; 0,383 Series1 6; 0,291 Linear (Series1) 4; 0, Konsentrasi (ppm) Kurva standar kafein dalam akuades Sehinga diperoleh persamaan garis linear Y = 0,04980 X 0,00765 atau sama dengan A = 0,04980 C 0, Persamaan garis linear ini yang digunakan dalam perhitungan konsentrasi kafein yang teradsorp pada penentuan kondisi optimum kafein-mip. 62

79 2. Kurva standar kafein dalam metanol Konsentrasi larutan standar dan absorbansi No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi 1 2 0, , , , , , ,728 Kurva standar dibuat dengan mengalurkan grafik Konsentrasi larutan standar (sumbu X) dengan Absorbansi (sumbu Y) dapat dilihat pada gambar berikut. Kurva standar kafein dalam metanol Sehinga diperoleh persamaan garis linear Y = 0,0479 X 0,0566 atau sama dengan A = 0,0479 C 0,0566. Persamaan garis linear ini yang digunakan dalam perhitungan konsentrasi kafein pada filtrat saat proses ekstraksi moleku template. 63

80 3. Kurva standar kafein dalam campuran (metanol dan asam asetat) Konsentrasi larutan standar dan absorbansi No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi 1 2 0, , , , ,32 Kurva standar dibuat dengan mengalurkan grafik Konsentrasi larutan standar (sumbu X) dengan Absorbansi (sumbu Y) dapat dilihat pada gambar berikut. Kurva standar kafein dalam campuran Sehinga diperoleh persamaan garis linear Y = 0,1015 X 0,0311 atau sama dengan A = 0,1015 C 0,0311. Persamaan garis linear ini yang digunakan dalam perhitungan konsentrasi kafein pada filtrat saat proses ekstraksi moleku template. 64

81 Lampiran 3. Perhitungan Bahan Sintesis Kafein-MIP Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Peter (2013) bahwa perbandingan (mmol) antara MAA : EDMA : kafein yang digunakan untuk sintesis kafein adalah 1 : 5 : 0,2. Perbedaannya dengan NIP adalah bahwa NIP disintesis tanpa kafein sebagai molekul template. Volume dari masing-masing bahan dapat dicari dari massa molekul relatif (Mr). 1. MAA 1 mmol dengan Mr = 86,09 gr/mol = 86,09 mg/mmol Bj = 1,015 Kg/L 1,015 Kg = 1000 ml mg = 1000 ml 86,09 mg = 0,0848 ml 2. EDMA 5 mmol dengan Mr = 198,22 g/mol Bj = 1,05 Kg/L Massa = mol x Mr = 5 mmol x 198,22 mg/mmol = 991,1 mg 1,05 Kg = 1000 ml mg = 1000 ml 991,1 mg = 0,9429 ml Perbandingan volum = MAA : EDMA = 0,0848 ml 0,9429 ml x 1,179 = 0,1 ml : 1,1 ml 65

82 3. Kafein 0,2 mmol dengan Mr = 194 gr/mol Membuat larutan kafein dalam kloroform 0,1 M sebanyak 10 ml Massa = volum x M x Mr = 10 ml x = 0,194 gr Mol = M x V V = mol M V = 0,0002 mol o,1 mol/l V = 0,002 L = 2 ml 0,1 mol x 194 gr/mol 1000 ml 66

83 Lampiran 4. Perhitungan persentase kafein teradsorpsi pada penentenuan kondisi optimum Persentase kafein teradsorbsi dihitung dengan menggunakan persamaan: % kafein dalam sampel = (Konsentrasi sebelum adsorpsi konsentrasi setelah adsorpsi) X100 % Konsentrasi sebelum adsorpsi 1. Penentuan massa optimum Pelarut Metanol Pelarut Campuran No Massa (gram) Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) 1 0,1 6,57 6,63 13,78 12,52 2 0,2 9,18 9,26 22,78 20,69 3 0,4 21,06 21,24 25,23 22,92 4 0,6 21,66 21,85 46,43 42,17 5 0,8 31,32 31,59 47,24 42, ,63 34,93 54,56 49,56 7 1,5 47,22 47,63 69,74 63, ,73 59,24 78,5 71,31 2. Penentuan konsentrasi optimum No Konsentrasi sebelum adsorpsi (ppm) Pelarut Metanol Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) Pelarut Campuran Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) ,57 54,14 19,03 47, ,44 51,51 63,1 61, ,94 50,45 122,09 96, ,02 49,91 178,16 78, ,89 59,52 239,68 78,43 67

84 3. Penentuan waktu kontak optimum No Waktu Kontak (menit) Pelarut methanol Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) Pelarut Campuran Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) ,68 67,47 114,03 81, ,32 73,29 122,13 84, ,67 77,80 124,73 85, ,9 78,29 127,77 86, ,71 78, ,14 4. Penentuan kadar kafein setelah ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol Kafein terukur pada filtrat dengan faktor pengenceran 1000x dengan Absorbansi sebesar 0,961 a. Larutan standar kafein metanol Y = 0,0479x + 0,0566 0,961 = 0,0479x + 0,0566 x = 18,88 ppm dengan faktor pengenceran 1000x = 18,88 x 1000 b. Persentase kafein terekstrak dengan metanol Kadar kafein awal = 0,194 gr 10 ml = mg 1000 ml Persentase kafein terekstrak = = ppm x100% = 97,32% 5. Penentuan kadar kafein setelah ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran Kafein terukur pada filtrat dengan faktor pengenceran 1000x dengan Absorbansi sebesar 1,461 a. Larutan standar kafein metanol Y = 0,1015x + 0,0311 1,461 = 0,1015x + 0,0311 x = 14,088 ppm 68

85 dengan faktor pengenceran 1000x = 14,088 x 1000 b. Persentase kafein terekstrak dengan metanol Kadar kafein awal = 0,194 gr 10 ml = mg 1000 ml Persentase kafein terekstrak = = ppm x100% = 72,62% 6. Penentuan kafein dalam sampel minuman kemasan Sampel 188,11 Kafein terukur dengan faktor pengenceran 10x Sisa Selisih (terjerap) NIP Metanol Campuran NIP Metanol Campuran 168,7 19,35 12,74 19,41 168,76 175,37 169,8 25,86 37,62 18,31 162,25 150,49 171,7 20,25 35,63 16,39 167,86 152,48 a. Kafein terjerap pada NIP kafein terjerap rata-rata = ( % kafein terjerap = 19, ,31+ 16,39 3 = 18,0367 ppm 18,0367 ppm 188,11 ppm X 100% = 9,59% ) ppm b. Kafein terjerap pada kafein-mip dengan pelarut metanol kafein terjerap rata-rata = ( % kafein terjerap = 168,76+162, ,86 3 = 166,29 ppm 166,29 ppm 188,11 ppm X 100% = 88,4% ) ppm c. Kafein terjerap pada kafein-mip dengan pelarut campuran kafein terjerap rata-rata = ( % kafein terjerap = 175,37+150, ,48 3 = 159,45 ppm 159,45 ppm 188,11 ppm X 100% = 84,76% ) ppm 69

86 Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian Alat yang dipakai Menimbang BPO Proses Waterbath Hasil Sintesis Polimer Kafein-MIP Proses ekstraksi soxhlet 70

87 Lampiran 6. Pengukuran larutan standar kafein dalam akuades dengan spektrofotometer UV-Visible 71

88 Lampiran 7. Panjang gelombang maksimum kafein dalam akuades 72

89 Lampiran 8. Pengukuran larutan standar kafein dalam metanol dengan spektrofotometer UV-Visible 73

90 Lampiran 9. Panjang gelomang maksimum kafein dalam metanol 74

91 Lampiran 10. Pengukuran larutan standar kafein dalam campuran dengan spektrofotometer UV-Visible 75

92 Lampiran 11. Panjang gelomang maksimum kafein dalam campuran 76

93 Lampiran 12. Pengukuran kafein yang terekstrak pada pelarut metanol 77

94 Lampiran 13. Pengukuran kafein yang terekstrak pada pelarut campuran 78

95 Lampiran 14. Pengukuran kafein dalam sampel minuman kemasan sebelum adsorpsi 79

96 Lampiran 15. Optimasi adsorpsi variasi massa kafein-mip dengan metanol 80

97 Lampiran 16. Pengukuran variasi konsentrasi larutan kafein sebelum adsorpsi 81

98 Lampiran 17. Optimasi adsorpsi variasi konsentrasi larutan kafein dengan metanol 82

99 Lampiran 18. Optimasi adsorpsi variasi waktu kontak dengan metanol 83

100 Lampiran 19. Optimasi adsorpsi variasi massa kafein-mip dengan campuran 84

101 Lampiran 20. Optimasi adsorpsi variasi konsentrasi larutan kafein dengan campuran 85

102 Lampiran 21. Optimasi adsorpsi variasi waktu kontak dengan campuran 86

103 Lampiran 22. Adsorpsi kafein pada sampel dengan NIP 87

104 Lampiran 23. Adsopsi kafein pada sampel dengan MIP metanol 88

105 Lampiran 24. Adsopsi kafein pada sampel dengan MIP campuran 89

106 Lampiran 25. Hasil spektrum Inframerah pada NIP 90

107 Lampiran 26. Hasil spektrum Inframerah pada MIP sebelum pembuangan template 91

108 Lampiran 27. Hasil spektrum Inframerah pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut metanol 92

109 Lampiran 28. Hasil spektrum Inframerah pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut campuran 93

110 Lampiran 29. Hasil SEM-EDX pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut metanol 94

111 Lampiran 30. Hasil SEM-EDX pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut campuran 95

APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN

APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER (Agus Rahmad H) 45 APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELARUT PADA EKSTRAKSI DAN PENENTUAN KAFEIN DALAM MINUMAN RINGAN KHAS DAERAH MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

EFEKTIVITAS PELARUT PADA EKSTRAKSI DAN PENENTUAN KAFEIN DALAM MINUMAN RINGAN KHAS DAERAH MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS EFEKTIVITAS PELARUT PADA EKSTRAKSI DAN PENENTUAN KAFEIN DALAM MINUMAN RINGAN KHAS DAERAH MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS THE EFFECTIVENESS OF SOLVENT IN EXTRACTION AND DETERMINATION OF CAFFEINE IN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

APLIKASI MIP (Molecularly Imprinted Polymer) DENGAN ASAM ASETAT SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN SKRIPSI

APLIKASI MIP (Molecularly Imprinted Polymer) DENGAN ASAM ASETAT SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN SKRIPSI APLIKASI MIP (Molecularly Imprinted Polymer) DENGAN ASAM ASETAT SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

ADSORPSI PEWARNA METHYLENE BLUE MENGGUNAKAN PASIR VULKANIK GUNUNG MERAPI SKRIPSI

ADSORPSI PEWARNA METHYLENE BLUE MENGGUNAKAN PASIR VULKANIK GUNUNG MERAPI SKRIPSI ADSORPSI PEWARNA METHYLENE BLUE MENGGUNAKAN PASIR VULKANIK GUNUNG MERAPI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset, dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan 3 Percobaan 3.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan untuk percobaan adalah polimer PMMA, poli (metil metakrilat), ditizon, dan oksina. Pelarut yang digunakan adalah kloroform. Untuk larutan bufer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik Kimia FT Unnes yang meliputi pembuatan adsorben dari Abu sekam padi (rice husk), penentuan kondisi optimum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PEMBUATAN GEL CINCAU HIJAU DAN PENGARUH PENAMBAHAN ADSORBEN TERHADAP WARNA GEL CINCAU HIJAU SKRIPSI

PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PEMBUATAN GEL CINCAU HIJAU DAN PENGARUH PENAMBAHAN ADSORBEN TERHADAP WARNA GEL CINCAU HIJAU SKRIPSI PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PEMBUATAN GEL CINCAU HIJAU DAN PENGARUH PENAMBAHAN ADSORBEN TERHADAP WARNA GEL CINCAU HIJAU SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak Charles Goodyear menemukan karet yang tervulkanisasi dengan menggunakan sulfur, sudah timbul keinginan peneliti untuk proses ban karet bekas agar dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Program Studi Kimia Oleh

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLISTIRENA DENGAN BENZOIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR

SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLISTIRENA DENGAN BENZOIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLISTIRENA DENGAN BENZOIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR Tesis Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh RINA MELATI

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini melibatkan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif. Pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap penyiapan sampel, tahap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ASAM PENDESTRUKSI TERHADAP KADAR LOGAM TEMBAGA TOTAL DAN SENG TOTAL PADA LUMPUR LIMBAH INDUSTRI PELAPISAN LOGAM SKRIPSI

PENGARUH JENIS ASAM PENDESTRUKSI TERHADAP KADAR LOGAM TEMBAGA TOTAL DAN SENG TOTAL PADA LUMPUR LIMBAH INDUSTRI PELAPISAN LOGAM SKRIPSI PENGARUH JENIS ASAM PENDESTRUKSI TERHADAP KADAR LOGAM TEMBAGA TOTAL DAN SENG TOTAL PADA LUMPUR LIMBAH INDUSTRI PELAPISAN LOGAM SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Sementara analisis dengan menggunakan instrumen dilakukan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Pada umumnya peralatan yang digunakan berada di Laboratorium Kimia Fisik Material, sedangkan untuk FTIR digunakan peralatan yang berada di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

STUDI FABRIKASI SENSOR KIMIA BERBASIS PRUSSIAN BLUE UNTUK PENENTUAN ASAM ASKORBAT DALAM MINUMAN S K R I P S I

STUDI FABRIKASI SENSOR KIMIA BERBASIS PRUSSIAN BLUE UNTUK PENENTUAN ASAM ASKORBAT DALAM MINUMAN S K R I P S I STUDI FABRIKASI SENSOR KIMIA BERBASIS PRUSSIAN BLUE UNTUK PENENTUAN ASAM ASKORBAT DALAM MINUMAN S K R I P S I Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program Sarjana Sains Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) dengan mengukur absorbansi sembarang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dimulai pada tanggal 1 April 2016 dan selesai pada tanggal 10 September 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian eksperimental yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai September 2012 di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Indonesia.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS ASAM ASETAT DAN ASAM FORMIAT DALAM BIJI KOPI ARABIKA MENGGUNAKAN TEKNIK HPLC C-18 FASE TERBALIK SKRIPSI. Oleh :

ANALISIS ASAM ASETAT DAN ASAM FORMIAT DALAM BIJI KOPI ARABIKA MENGGUNAKAN TEKNIK HPLC C-18 FASE TERBALIK SKRIPSI. Oleh : ANALISIS ASAM ASETAT DAN ASAM FORMIAT DALAM BIJI KOPI ARABIKA MENGGUNAKAN TEKNIK HPLC C-18 FASE TERBALIK SKRIPSI Oleh : Antiin Martasari NIM 091810301012 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa tandan pisang menjadi 5-hidroksimetil-2- furfural (HMF) untuk optimasi ZnCl 2 dan CrCl 3 serta eksplorasi

Lebih terperinci

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada I. TUJUAN PERCOBAAN 1.1 Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat. 1.2 Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak saling campur (ekstraksi cair - cair) II. DASAR

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur molekul kolesterol

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur molekul kolesterol BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kolesterol merupakan suatu bahan metabolit yang mengandung lemak sterol (waxy steroid) yang ditemukan pada membran sel dan disirkulasikan dalam plasma darah. Kolesterol

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset Kimia Lingkungan, dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudhi No. 229, Bandung. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2013

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2013 i ANALISIS KADAR LOGAM BERAT KROMIUM (Cr) DENGAN EKSTRAKSI PELARUT ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) MENGGUNAKAN ATOMIC ABSORPTION SPECTROFOTOMETRY (AAS) DI SUNGAI DONAN (CILACAP) PADA JARAK 2 KM SESUDAH PT. PERTAMINA

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Metode penelitian secara umum tentang pemanfaatan cangkang kerang darah (AnadaraGranosa) sebagai adsorben penyerap logam Tembaga (Cu) dijelaskan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi (Coffea sp) merupakan salah satu contoh minuman yang paling terkenal dikalangan masyarakat. Kopi digemari karena memiliki cita rasa dan aroma yang khas. Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sintesis amina sekunder rantai karbon genap dan intermediat-intermediat sebelumnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

UJI KAPASITAS DAN ENERGI ADSORPSI KARBON AKTIF, KITOSAN-BENTONIT, DAN KOMBINASINYA TERHADAP RESIDU PESTISIDA ENDOSULFAN DAN ION

UJI KAPASITAS DAN ENERGI ADSORPSI KARBON AKTIF, KITOSAN-BENTONIT, DAN KOMBINASINYA TERHADAP RESIDU PESTISIDA ENDOSULFAN DAN ION KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmanirrahiim Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya serta shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Untuk keperluan Analisis digunakan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012 -April 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Kopolimer Akrilonitril-Glisidil metakrilat (PAN-GMA) Pembuatan kopolimer PAN-GMA oleh peneliti sebelumnya (Godjevargova, 1999) telah dilakukan melalui polimerisasi radikal

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan jenis pendekatan eksperimen laboratorium. Pelaksanaannya dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i LEMBAR PERSEMBAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x GLOSARIUM... xi INTISARI.... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT Desi Eka Martuti, Suci Amalsari, Siti Nurul Handini., Nurul Aini Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

IMMOBILISASI FOTOKATALIS TiO 2 -SILIKA GEL DENGAN BINDER COLLOIDAL SILIKA SEBAGAI PENDEGRADASI DIAZINON SKRIPSI. Oleh Yasinta Sarosa NIM

IMMOBILISASI FOTOKATALIS TiO 2 -SILIKA GEL DENGAN BINDER COLLOIDAL SILIKA SEBAGAI PENDEGRADASI DIAZINON SKRIPSI. Oleh Yasinta Sarosa NIM IMMOBILISASI FOTOKATALIS TiO 2 -SILIKA GEL DENGAN BINDER COLLOIDAL SILIKA SEBAGAI PENDEGRADASI DIAZINON SKRIPSI Oleh Yasinta Sarosa NIM 091810301033 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Unila, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KURKUMIN DAN BISAKURON DARI EKSTRAK RIMPANG TEMU GLENYEH (Curcuma soloensis. Val)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KURKUMIN DAN BISAKURON DARI EKSTRAK RIMPANG TEMU GLENYEH (Curcuma soloensis. Val) ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KURKUMIN DAN BISAKURON DARI EKSTRAK RIMPANG TEMU GLENYEH (Curcuma soloensis. Val) Disusun Oleh : RISTA AGUS VITASARI M0311059 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap: 1. Pembuatan (sintesis) material. Pada tahap ini, dicoba berbagai kombinasi yaitu suhu, komposisi bahan, waktu pemanasan dan lama pengadukan.

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 1 Universitas Diponegoro/Kimia, Semarang (diannurvika_kimia08@yahoo.co.id) 2 Universitas

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan I Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Riau selama 2 bulan (April s/d Juni 2009) 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci