PERKEMBANGAN BIOSKOP DI KOTA BANDA ACEH ( )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERKEMBANGAN BIOSKOP DI KOTA BANDA ACEH ( )"

Transkripsi

1 PERKEMBANGAN BIOSKOP DI KOTA BANDA ACEH ( ) Rizal Saivana, Mawardi Umar, Zainal Abidin AW Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Di Indonesia juga tidak lepas dari perkembangan bioskop, setiap daerah memiliki sejarah bagaimana perkembangan bioskop. Aceh sendiri pada tahun tercatat ada beberapa bioskop yang cukup berkembang seperti Deli Bioscoop di Kota Banda Aceh, Bioscoop di Bireuen, kemudian ada Bioscoop di Langsa, Tiong Wha Bioscoop di Lhokseumawe, dan Sabang Bioscoop di Sabang, Gemeente Bioscoop di SigliPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan bioskop, untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat perkembangan bioskop, dan untuk mengetahui faktor-faktor tutupnya gedung-gedung bioskop di kota Banda Aceh sejak tahun1930 hingga tahun Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sedangkan jenis penelitian ialah penelitian sejarah (History). Sumber diperoleh dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Kota Banda Aceh, dan Badan Pusat Statistik Aceh. Cara pengumpulan data dengan mengumpulkan dokumen tentang bioskop serta wawancara dengan pihak-pihak terkait dalam penelitian. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan bioskop di kota Banda Aceh mengalami kemajuan dari tahun ke tahun dengan berdirinya 9 bioskop dari tahun 1930 hingga tahun 2004, faktor pendukung perkembangan bioskop di kota Banda Aceh yaitu adanya antusiasme masyarakat dan dukungan dari pengusaha-pengusaha bioskop. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat perkembangan bioskop di kota Banda Aceh yaitu adanya desakan masyarakat yang kontra terhadap kehadiran bioskop di kota Banda Aceh dan diberlakukannya Qanun Syariat Islam di Aceh. Penyebab tutupnya bioskop di kota Banda Aceh yaitu faktor konflik Aceh serta faktor beredarnya televisi dan faktor beredarnya VCD bajakan. Kata Kunci: Perkembangan, Bioskop. PENDAHULUAN Pertunjukan film pertama di dunia berlangsung di Grand Cafe Boulevard des Capucines, Paris, Perancis pada 28 Desember Pelopor berdirinya bioskop ini adalah Lumiere, Louis dan kakaknya Auguste (Departemen Penerangan RI, 1984:ix). Lumiere selanjutnya menyebar luaskan karyanya ke berbagai negara. Sehingga peristiwa ini sekaligus menandai lahirnya film dan bioskop di dunia. Karena lahir secara bersamaan inilah, maka saat awalawal ini berbicara film artinya juga harus membicarakan bioskop. Meskipun usaha untuk membuat citra bergerak atau film ini sendiri sudah dimulai jauh sebelum tahun 1895, bahkan sejak tahun 130 masehi. Namun dunia internasional baru mengakui 120

2 bahwa peristiwa di Grand Cafe inilah yang menandai lahirnya film pertama di dunia. Thomas A. Edison sebenarnya juga pernah menyelenggarakan bioskop di New York pada tanggal 23 April Dan meskipun Max dan Emil Skladanowsky muncul lebih dulu di Berlin pada 1 November 1895, namun pertunjukan Lumiere bersaudara inilah yang diakui kalangan internasional. Kemudian film dan bioskop ini terselenggara pula di Inggris (Februari 1896), Uni Sovyet (Mei 1896), Jepang ( ), Korea (1903) dan di Italia (1905). Dan di Indonesia (Hindia Belanda) diperkenalkan gambar hidup ini pada tanggal 5 Desember 1900 ( Dilihat dari perkembangannya, di Batavia pada bulan Desember 1900 baru pertama kalinya mengadakan pertunjukan gambar hidup. Pada tahun-tahun permulaan ini pertunjukan bioskop belum memiliki tempat tetap. Biasanya ditempat terbuka seperti Lapangan Tanah Abang, Lapangan Mangga Besar, Lapangan Stasiun Kota (Boes). Tidak lama setelah itu, pada tahun 1903 sudah berdiri beberapa bioskop antara lain Elite untuk penonton kelas atas, Deca Park, Capitol untuk penonton kelas menengah, Rialto Senendan Rialto di Tanah Abang untuk penonton kalangan menengah dan untuk golongan menengah kebawah (Luwes, 2010:1). Pada tahun 1920, bangunan bioskop masih berbentuk rumah biasa, baru antara tahun gedung bioskop dibangun dengan memperhatikan struktur dan unsurunsur lain yang membedakan bangunan ini dengan bangunan lainnya. Usaha bioskop pada waktu itu belum menjanjikan keuntungan yang memadai, tetapi banyak di kalangan orang Tionghoa (Cina) menganggap bahwa usaha ini merupakan investasi jangka panjang. Sekurangkurangnya investasi di bidang tanah dan bangunan yang tidak pernah mengalami penurunan harga. Setelah itu lahirlah organisasiorganisasi bioskop di Indonesia. Organisasi bioskop pertama di zaman Hindia Belanda yaitu Batavia Bioscoopen Bond (BBB) berganti menjadi Jakarta Bioscoopen Bond (JBB). Kemudian pada tanggal 10 April 1955 lahir Persatuan Pengusaha Bioskop Palembang (PPBP) yang diketuai oleh seorang WNI keturunan Tionghoa (Cina) yang beragama Islam, H. Roeslan Abdoelmanan. Di Solo lahir Persatuan Perusahaan Exploitasi Bioskop Indonesia. Para pengusaha bioskop berusaha mengadakan pertemuan untuk menyatukan persepsi, dan lahirlah GAPEBI (Gabungan Pengusaha Bioskop Indonesia) pada tahun 1955 sebagai induk organisasi tetapi di masing-masing daerah tetap berpegang pada organisasi yang sudah ada (Tjasmadi, 2008:35). Setelah berdirinya bioskop dibeberapa daerah seperti di Solo, ternyata pada perkembangan berikutnya bioskop mendapat tempat dan mampu masuk keberbagai daerah lainnya dalam artian meluas. Di Aceh sendiri pada tahun tercatat ada beberapa bioskop yang cukup berkembang seperti Deli Bioscoop di Kota Banda Aceh, Bioscoop di Bireuen, kemudian ada Bioscoop di Langsa, Tiong Wha Bioscoop di Lhokseumawe, dan Sabang Bioscoop di Sabang, Gemeente Bioscoop di Sigli (Tjasmadi, 2008:1). Jika berbicara 121

3 masalah bioskop khususnya di Kota Banda Aceh, maka akan berbicara sejarahnya yang sangat panjang, tercatat bahwa sebelum Perang Dunia II tahun 1930-an, Kota Banda Aceh sudah memiliki dua bioskop yaitu Deli Bioscope dan Rex Bioscope, yang pada saat itu disebut kumedi gambar. Catatan sejarah menyebutkan bahwa bioskop ini telah ada sebelum listrik masuk ke Banda Aceh. Film diputar menggunakan pijar yang ditembak ke layar. Pemutaran dilakukan secara manual dengan tangan. Film yang muncul pun masih tanpa warna dan suara. Karena filmnya bisu, maka dibarisan depan duduk sederetan pemain music sebagai pengisi kebisuan itu. Hingga awal tahun 2000-an, Banda Aceh masih memiliki beberapa bioskop yang beroperasi seperti Sinar Indah Bioskop (SIB) di Peunayong, Jelita Theatre di Beurawe, Garuda Theatre di Jalan Muhammad Jam, Bioskop Gajah Di Simpang lima, Bioskop Merpati di Peunayong dan PAS 21 di Pasar Aceh Shopping Centre. Salah satu bioskop yang paling bersejarah di Banda Aceh adalah Garuda theatre, karena pada tanggal 16 Juni 1948 Presiden pertama RI, Ir Soekarno pernah melakukan pidato politik di tempat itu. Di gedung itu Soekarno membakar semangat perjuangan pemuda Aceh untuk mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Begitu juga dengan bioskop lain yang ada pada saat itu akan menjadi ingatan tersendiri bagi generasi yang ikut merasakan masa kejayaan bioskopbioskop tersebut. (bioskopuntukbandaaceh.tumblr.com) diakses 5 November Namun seiring dengan berjalannya waktu banyak faktor-faktor yang menyebabkan tutupnya gedung-gedung bioskop di kota Banda Aceh. Banyak hal mengenai perkembangan bioskop di kota Banda Aceh yang ingin dikaji oleh peneliti karena bioskop sendiri sampai saat ini masih menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat Aceh. Segelintir orang menganggap bahwa kehadiran bioskop di Banda Aceh bias memperluas akses maksiat bagi muda mudi yang belum menikah. Kajian tentang bioskop di kota Banda Aceh juga belum pernah di tulis, jadi peneliti ingin mengetahui sejarah perkembangan bioskop di kota Banda Aceh dan bagaimana proses jatuh bangunnya usaha bioskop sejak mulai berdiri sampai sebelum tsunami melanda. Disamping itu peneliti juga ingin mengetahui faktor-faktor tutupnya gedung-gedung bioskop serta bagaimana respon masyarakat Aceh terhadap hadirnya bioskop tempo dulu. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia,dari segi konsep perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Senada dengan itu Laxy Maleong sendiri mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang di alami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, tindakan dan lain-lain (Maleong, 2007:6) Penelitian dan penulisan mengenai perkembangan bioskop di kota Banda Aceh menggunakan metode historis. Jenis penelitian menggunakan metode sejarah (historis). Metode Sejarah adalah proses 122

4 menguji dan menganalisis secara rekaman dan peninggalan masa lampau (Kuntowijoyo, 2001:91). Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan. Maka langkah kerja dalam penelitian ini mengacu pada prosedur yang di tentukan oleh Kuntowijoyo, yaitu sebagai berikut; Pertama, pemilihan tema. Dimana peneliti mengambil tema tentang sejarah bioskop di Kota Banda Aceh. Hal ini berdasarkan pada observasi awal bahwa dahulunya bioskop merupakan sarana hiburan yang sangat digemari oleh masyarakat kota Banda Aceh. Kedua, Heuristik yaitu suatu proses pengumpulan bahan atau sumbersumbersejarah. Dalam proses ini mengumpulkan bahan atau sumber-sumberdi Dinas Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional dan Badan Pusat Statistik karena di tempat tersebut banyak terdapat sumbersumber primer yang sangat membantu dalam penulisan penelitian ini. Ketiga, Verifikasi atau kritik sumber yang bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh melalui kritik intern dan ekstern. Kritik intern bertujuan untuk mencari keaslian isi sumber atau data, sedang kritik ekstern bertujuan untuk mencari keaslian sumber. Keempat, Interpretasi yaitu penafsiran terhadap datadata yang dimunculkan daridata yang sudah terseleksi. Tujuan dari interpretasi adalah menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah dan bersama teori disusunlah fakta tersebut ke dalam interpretasi yangmenyeluruh. Kelima Historiografi yaitu penulisan sejarah. Historiografi merupakan tahap terakhir dalam kegiatan penilitian untuk menulis sejarah. Menulis kisah sejarah bukanlah sekedar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan fakta hasil penelitian. Yaitu hasil dari rekontruksi dalam penelitian ini yang meliputi proses pengumpulan data dan analisis data yang memberikan gambaran tentang sejarah bioskop di Kota Banda Aceh. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kota Banda Aceh Banda Aceh merupakan pusat segala kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya di Aceh. Banda Aceh telah dikenal sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam sejak tahun 1205 dan merupakan salah satu kota Islam Tertua di Asia Tenggara. Kota ini didirikan pada hari Jumat, 1 Ramadhan 601 H (22 April 1205) oleh Sultan Alaidin Johansyah setelah berhasil menaklukkan kerajaan Hindu/Budha dengan ibukotanya Bandar Lamuri. Pada saat terjadi perang melawan ancaman kolonialisme, Banda Aceh menjadi pusat perlawanan Sultan dan rakyat Aceh selama 70 tahun sebagai jawaban atas ultimatum Kerajaan Belanda yang bertanggal 26 Maret Setelah rakyat Aceh kalah dalam peperangan ini maka diatas puing kota ini pemerintahan kolonial Belanda mendirikan Kutaraja yang kemudian disahkan oleh Gubernur Jenderal Van Swieten di Batavia dengan beslit yang bertanggal 16 Maret ( di akses 18 Januari 2016) Secara geografis kota Banda Aceh memiliki posisi sangat strategis yang berhadapan dengan negara-negara di Selatan Benua Asia dan merupakan pintu gerbang Republik Indonesia di bagian Barat. 123

5 Luas wilayah administratif kota Banda Aceh sebesar Ha. Luas ini dibagi ke dalam 9 Kecamatan, yaitu Kecamatan Meuraxa, Kecamatan Jaya Baru, Kecamatan Banda Jaya, Kecamatan Baiturrahman, Kecamatan Lueng Bata, Kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Kuta Raja, Kecamatan Syiah Kuala, Kecamatan Ulee Kareng (Banda Aceh Dalam Angka 2015). Sejarah Bioskop di Kota Banda Aceh Sejarah dibangunnya bioskop di kota Banda Aceh tidak lepas dari sejarah perkembangan bioskop di Indonesia. Pada tanggal 30 November 1900 harian Bintang Betawi memuat pengumuman dari perusahaan mengenai Nederlandsche Bioskop Maatschappij, bahwa akan ada tontonan bagus yaitu gambar-gambar idoep dari banyak hal yang belum lama terjadi di Eropa dan bagian-bagian Afrika Utara. ( 18 Januari 2016). Bioskop sudah hadir dikota Banda Aceh sejak tahun 1930-an, pada saat itu kota Banda Aceh sudah memiliki dua bioskop yang disebut kumedi gambar yaitu Deli bioskop dan Rex bioskop kedua bioskop ini berada di Peunayong dan Jalan Muhammad jam kota Banda Aceh. Bahkan bioskop ini telah ada sebelum listrik masuk ke Banda Aceh.Film diputar menggunakan pijar yang ditembak ke layar.pemutaran dilakukan secara manual dengan tangan.film yang muncul pun masih tanpa warna dan suara. Kedua bioskop ini di rintis oleh Pengusaha China dan Benggali/India yang menganggap bahwa usaha ini merupakan investasi yang menguntungkan. Pada tahun 1990 hingga tahun an bioskop di kota Banda Aceh mulai tenggelam. Banyak faktor-faktor yang menyebabkan bioskop-bioskop di kota Banda Aceh tidak beroperasi lagi. Diantaranya masuknya teknologi yang canggih dan televisi juga munculnya pembajakan video tap mengakibatkan bioskop-bioskop yang ada di kota Banda Aceh menjadi sepi sehingga semua bioskop dikota Banda Aceh tutup. Tabel Nama-Nama Bioskop di Kota Banda Aceh NAMA TEMPAT THN BERDIRI Deli Bioskop Jl. Muhammad Jam 1930 Rex Bioskop Peunayong 1930 Garuda Theater Jl. Muhammad Jam 1947 Merpati Peunayong 1960 Gajah Theater Simpang Lima 1975 Bioskop Elang Setui 1978 Sinar Indah Bioskop ( SIB ) Peunayong 1979 Jelita Beurawe 1979 Pas 21 Pasar Aceh 1980 Sumber: Wawancara dengan Beberapa Narasumber. Dari tabel diatas bisa kita lihat bahwa pertumbuhan bioskop di Banda Aceh mulai dari tahun 1930-an sampai tahun 2004 berjumlah 9 gedung bioskop. Kepemilikan gedung bioskop sendiri didominasi oleh pengusaha China dan beberapa penduduk lokal Banda Aceh. Periode tahun 1970-an sampai tahun 1990-an merupakan periode paling banyak didirikannya bioskop di kota Banda Aceh karena pada saat itu terdapat 5 gedung bioskop yaitu Gajah Theater, bioskop Elang, Sinar Indah Bioskop, Bioskop Jelita, dan bioskop Pas

6 Perkembangan Bioskop di Kota Banda Aceh Sesuai dengan perkembangan bioskop di Indonesia, perkembangan bioskop di kota Banda Aceh juga terjadi dalam beberapa periode yaitu: Masa Kolonial Masa Pendudukan Jepang Masa Kemerdekaan Masa Masuknya Teknologi Informasi Merosotnya Perkembangan Bioskop di Kota Banda Aceh Perkembangan bioskop di kota Banda Aceh dari tahun terbagi dalam beberapa periode. Periode awal hadirnya bioskop di kota Banda Aceh diawali dengan berdirinya dua bioskop yaitu Deli bioskop dan Rex bioskop. Dalam periode ini fasilitas gedung bioskop masih sangat sederhana dan jumlah kursi penonton masih terbatas, akan tetapi film dari luar negeri sudah mulai di impor. Akan tetatpi film yang diputar masih merupakan film bisu yang diiringi sejumlah pemain musik yang duduk didepan untuk mengisi kebisuan film-film tersebut. Film yang paling banyak diputar pada periode ini adalah film Barat dan Film Arab. Periode kedua perkembangan bioskop di kota Banda Aceh diawali dengan masuknya Jepang. Hal itu menyebabkan pengaruh Jepang mulai masuk kedalam industri perfilman sehingga film yang diputar kebanyakan film edukasi tentang Jepang. Namun dalam periode ini banyak gedunggedung bioskop yang didirikan di kota Banda Aceh. Hal itu menandai semakin berkembangnya usaha perbioskopan dari tahun ke tahun. Periode ketiga disebut dengan periode masa kemerdekaan. Di Banda Aceh pada saat itu perkembangan bioskop sudah memiliki warna dan mempunyai peminat yang sudah banyak, karena masyarakat pada saat itu kekurangan tempat hiburan. Adapun Jumlah bioskop yang terdapat di kota Banda Aceh sudah bertambah banyak diantaranya adalah Garuda Theater dan Bioskop Merpati. Periode keempat merupakan periode gejolak teknologi, walaupun pengaruh televisi mulai masuk akan tetapi usaha di bidang bioskop semakin meningkat. Pembangunan bioskop terus dilakukan seiring semakin besarnya antusiasme masyarakat untuk menonton film. Perkembangan film yang masuk masih tetap didominasi oleh film luar negeri. Masuknya film luar negeri yang jumlahnya ratusan mengalahkan film nasional yang pada saat itu sudah berkurang produksinya. Periode kelima merupakan akhir dari kehadiran usaha perbioskopan di kota Banda Aceh. Seiring berkembangnya teknologi, gempuran dari televisi dan video tidak dapat dibendung lagi. Masyarakat lebih memilih menonton film di rumah dibandingkan dengan membeli tiket di bioskop. Sehingga usaha bioskop di kota Banda Aceh mulai redup. Keadaan ini ditambah dengan situasi Aceh sendiri yang dilanda konflik daerah dan berlakunya Qanun syariat Islam. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Bioskop di Kota Banda Aceh Ada beberapa faktor pendukung maupun penghambat perkembangan bioskop di kota Banda Aceh, baik itu secara internal maupun informal. Faktor-faktor tersebut 125

7 tidak bisa dipisahkan juga dari perkembangan daerah Aceh yang kuat akan nilai-nilai Islamnya. Adapun secara implisit bahwa faktor pendukung perkembangan dan faktor penghambat dapat dilihat sebagai berikut: Faktor-Faktor Pendukung Penghambat Antusias Masyarakat Desakan Masyarakat yang Kontra Adanya Pengusaha Penetapan Qanun Syariat Islam Dengan demikian, dikarenakan adanya bencana Gempa dan Tsunami Aceh pada tahun 2004 silam kemudian adanya Qanun Syariat Islam yang diberlakukan ditambah dengan adanya desakan dari masyarakat Aceh pada umumnya dan Kota Banda Aceh pada khususnya menyebabkan bioskop di Kota Banda Aceh ditutup. Sedangkan ada faktor lainnya yang menjadikan bioskop di kota Banda Aceh ditutup karena beberapa hal seperti adanya faktor konflik, faktor masuknya Televisi, dan masuknya atau beredarnya video. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada skripsi yang berjudul Sejarah Perkembangan Bioskop di Kota Banda Aceh Tahun maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Perkembangan bioskop di Kota Banda Aceh ditandai dengan masuknya bioskop tahun 1930-an. Yang diawali dengan berdirinya Deli Bioskop dan Rex Bioskop. Seiring berjalannya waktu, usaha di bidang perbioskopan di kota Banda Aceh terus berkembang. Dalam beberapa periode bioskop yang didirikan semakin bertambah banyak. Hal itu didukung oleh minat masyarakat yang sangat tinggi sehingga bioskop tidak pernah sepi dan pengusaha bioskop memperoleh keuntungan besar. Hingga tahun 2004, kota Banda Aceh pernah memiliki 9 unit bioskop; (2) Faktor-faktor pendukung perkembangan bioskop di kota Banda Aceh antara lain adalah antusiasme masyarakat yang sangat tinggi terhadap kehadiran bioskop sehingga bioskop selalu ramai dan dukungan dari pengusaha yang terus membangun bioskop di kota Banda Aceh sehingga dari tahun-ke tahun fasilitas yang tersedia di bioskop semakin baik dan memenuhi standar; (3) Perkembangan bioskop di kota Banda Aceh mengalami beberapa kendala yang menyebabkan tutupnya gedung-gedung bioskop. Diantaranya konflik yang terjadi di Aceh dan pemberlakuan Qanun syariat Islam; (4) Penyebab utama menurunnya antusiasme masyarakat terhadap bioskop adalah karena hadirnya televisi dan video sehingga masyarakat lebih memilih menonton film di rumah sendiri daripada membeli tiket di bioskop; (4) Munculnya Bioskop member pengaruh positif dan negative bagi masyarakat kota Banda Aceh. Dampak positif bioskop di Kota Banda Aceh yaitu masyarakat dapat mengenal tontonan baru berupa gambar hidup yang diperankan oleh manusia langsung dalam bentuk film di ruangan khusus. Selain itu pengusaha bioskop, pedangang kaki lima, pedagang asongan, dan tukang becak juga mendapat penghasilan tambahan dari adanya gedunggedung bioskop di kota Banda Aceh. Selain dampak positif, muncul dampak negative dari perbioskopan ini antara lain masyarakat 126

8 khususnya remaja menjadikan film sebagai panutan, sehingga hal-hal tidak baik yang ditampil didalam film dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA Departemen Penerangan RI Laporan Data Perbioskopan Di Indonesia Jakarta: Departemen Penerangan. Luwes, Gandes, Ulwa Humaira Sejarah Perkembangan Bioskop Di Surakarta Tahun Skripsi. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tjasmadi, Hm. Johan Seratus Tahun Bioskop Indonesia Bandung: Megindo. Anonimous Pengembangan Kreativitas Perfilman. Jakarta Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Badan Pusat Statistik (BPS) Statistik Bioskop Daerah Istimewa Aceh. BPS Banda Aceh Banda Aceh Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Aceh Bungin Burhan, M Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Dewi, Irini.W Sejarah Industri Perfilman Indonesia. Banda Aceh: Badan Pelestarian Nilai Budaya Ismail, Usmar Kamus Kecil Istilah Film. Jakarta: B.P.Sdm Citra. Kuntowijoyo Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Benteng Budaya Kurnia, Novi dkk Menguak Peta Perfilman Indonesia. Jakarta: Langit Aksara Yogyakarta. Maleong, J, Laxy Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Muhammad, Rusdji Ali Revitalisasi Syariat Islam di Aceh. Jakarta : Logos Wacana Ilmu. Taher, Alamsyah Metode Penelitian Sosial. Banda Aceh :SyiahKuala University press. ejarah-perkembangan-filmindonesia/diakses pada tanggal 5 November pada tanggal 5 November bioskopuntukbandaaceh.tumblr.com diakses pada tanggal 5 November abad-kehadiran-bioskop-di-indonesia diakses pada tanggal 5 November pada tanggal 18 Januari 2016 diakses -banda-aceh-provinsi-aceh di akses 16 Februari

9 Banda-Aceh-perlukah). Di Akses tanggal13 Februari /konflik-gam-aceh.html di akses 15Februari komunikasi.us/index.php/course/perkembang an-komunikasi-teknologi/3157- pengaruh-televisi-dalam-komunikasi di akses 15 Februari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni media rekam atau film merupakan cabang kesenian yang bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni media rekam atau film merupakan cabang kesenian yang bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni media rekam atau film merupakan cabang kesenian yang bentuk akhirnya dicapai setelah lebih dahulu mengalami proses perekaman. Adapun perekaman gambar mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya untuk hiburan tetapi juga untuk pendidikan dan penerangan. 1. menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya.

BAB I PENDAHULUAN. hanya untuk hiburan tetapi juga untuk pendidikan dan penerangan. 1. menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam perkembangan media, audio visual bisa dikatakan sangat ampuh menyampaikan suatu pesan terhadap khalayak banyak dari pada media-media yang lain. Komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDA ACEH AWAL ABAD KE-20. dan diujung utara Pulau Sumatera. Nama Aceh menurut tradisionil dianggap

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDA ACEH AWAL ABAD KE-20. dan diujung utara Pulau Sumatera. Nama Aceh menurut tradisionil dianggap BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDA ACEH AWAL ABAD KE-20 2.1. Letak Geografis dan Keadaan Alam Aceh adalah salah satu provinsi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan status Daerah Istimewa. Letaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam hal produksi ataupun dalam hal berakting. Film itu sendiri dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam hal produksi ataupun dalam hal berakting. Film itu sendiri dapat juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, film telah menjadi suatu media massa yang sering digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan. Film juga merupakan media dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film merupakan usaha merekam pertunjukan sandiwara. Dalam sandiwara (panggung) manusia menonton manusia, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Film merupakan usaha merekam pertunjukan sandiwara. Dalam sandiwara (panggung) manusia menonton manusia, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Film merupakan usaha merekam pertunjukan sandiwara. Dalam sandiwara (panggung) manusia menonton manusia, tetapi dalam film, penonton atau manusia menyaksikan rekaman

Lebih terperinci

STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS

STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Dari pembahasan mengenai Peran Sultan Iskandar Muda Dalam. Mengembangkan Kerajaan Aceh Pada Tahun , maka dapat diambil

BAB V KESIMPULAN. Dari pembahasan mengenai Peran Sultan Iskandar Muda Dalam. Mengembangkan Kerajaan Aceh Pada Tahun , maka dapat diambil BAB V KESIMPULAN Dari pembahasan mengenai Peran Sultan Iskandar Muda Dalam Mengembangkan Kerajaan Aceh Pada Tahun 1607-1636, maka dapat diambil kesimpulan baik dari segi historis maupun dari segi paedagogis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada 1895, para investor di Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada 1895, para investor di Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis dalam waktu BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang Pada 1895, para investor di Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis dalam waktu yang hampir bersamaan berhasil menemukan dan mendemonstrasikan alat yang bisa memproyeksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode yang Digunakan Dalam setiap penelitian, metode merupakan faktor yang penting untuk memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan penelitian. Sumadi Suryabrata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam suatu negara selalu menjadi salah satu faktor utama kemenangan atau kekalahan suatu negara

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA No (IPK) 1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan intelektual Memahami karakteristik peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum tahun 1970 sarana hiburan rakyat yang bersifat visual masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum tahun 1970 sarana hiburan rakyat yang bersifat visual masih sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebelum tahun 1970 sarana hiburan rakyat yang bersifat visual masih sangat terbatas atau sederhana. Karena tempat pelaksanaan hiburan tersebut belum difokuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk wilayah Indonesia bagian barat. Karena letaknya berada pada pantai selat Malaka, maka daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai masa

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai masa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era informatika yang berkembang dikalangan masyarakat pada saat ini, dunia hiburan untuk masyarakat luas dan khususnya untuk anak-anak dapat dikatakan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan Sekutu memutus jalur suplai dari udara maupun laut mengakibatkan pertahanan Jerman-Italia dapat dikalahkan di Afrika Utara. Sehingga kemenangan

Lebih terperinci

KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN

KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2014 2015 MATA PELAJARAN KELAS / PROGRAM / SEMESTER ALOKASI WAKTU JENIS SOAL : SEJARAH (PEMINATAN) : X / IIS/ GASAL : 90 Menit : Pilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai keanekaragaman seperti yang terdapat di daerah lain di Indonesia. Kesenian tersebut di antaranya

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman

RechtsVinding Online Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 22 Juli 2015; disetujui: 28 Juli 2015 Industri perfilman Indonesia pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Invasi dan pendudukan Vietnam ke Kamboja yang dilakukan pada akhir tahun 1978 merupakan peristiwa yang begitu mengejutkan baik bagi Kamboja sendiri maupun

Lebih terperinci

DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI Matakuliah : Agama (Islam, Kristen, Khatolik)* Deskripsi :Matakuliah ini mengkaji tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak serta merta mengakhiri perjuangan rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dikenal sebagai salah satu cabang ilmu yang mempelajari peristiwa pada masa lampau untuk kemudian diaplikasikan pada masa kini bahkan diproyeksikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah media reproduksi informasi, media dari sebuah pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan, informasi, ungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan lagi, dimana arus modernisasi tidak mengenal batasan antar kebudayaan baik regional, nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan sebuah kota, merupakan topik yang selalu menarik untuk dikaji, karena memiliki berbagai permasalahan kompleks yang menjadi ciri khas dan membedakan antara

Lebih terperinci

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) 66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan

Lebih terperinci

Prinsip Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi KIP Kota Banda Aceh. Indra Milwady, S.Sos Banda Aceh, 20 Desember 2017

Prinsip Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi KIP Kota Banda Aceh. Indra Milwady, S.Sos Banda Aceh, 20 Desember 2017 Prinsip Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi KIP Kota Banda Aceh Indra Milwady, S.Sos Banda Aceh, 20 Desember 2017 Penentuan Dapil anggota Legislatif Di dalam UU Nomor 7 tahun 2017 diatur : Dapil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komersial, bioskop alternatif (arthouse), gerai VCD/DVD, kanal online, festival

BAB I PENDAHULUAN. komersial, bioskop alternatif (arthouse), gerai VCD/DVD, kanal online, festival BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebebasan dalam berekspresi dan pemikiran yang terbuka. Salah satu penyalurannya dapat melalui karya sinematografi atau film. Keberadaan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Arsip, Laporan dan Terbitan Resmi Pemerintah Kotamadya Yogyakarta Dalam Angka Kantor Statistik Kotamadya Yogyakarta, 1981.

DAFTAR PUSTAKA. A. Arsip, Laporan dan Terbitan Resmi Pemerintah Kotamadya Yogyakarta Dalam Angka Kantor Statistik Kotamadya Yogyakarta, 1981. 117 DAFTAR PUSTAKA A. Arsip, Laporan dan Terbitan Resmi Pemerintah Kotamadya Yogyakarta Dalam Angka 1980. Kantor Statistik Kotamadya Yogyakarta, 1981. Kotamadya Yogyakarta Dalam Angka 1981. Kantor Statistik

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Bioskop (Belanda: bioscoop dari bahasa Yunani βιος, bios (yang artinya hidup) dan σκοπος (yang artinya "melihat") adalah tempat untuk menonton pertunjukan

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA BANDA ACEH SALINAN QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA BANDA ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam.

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam. Sejarah pernah mencatat bagaimana kegemilangan kerajaan Aceh pada masa pemerintahan

Lebih terperinci

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia MATA UJIAN BIDANG TINGKAT : P.ENGETAHUAN UMUM : SEJARAH : SARJANA/DIPLOMA PETUNJUK UMUM 1) Dahulukan menulis nama dan nomor peserta pada lembar jawaban 2) Semua jawaban dikerjakan di lembar jawaban yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam periode , yang ditandai dengan munculnya konflik-konflik

BAB I PENDAHULUAN. dalam periode , yang ditandai dengan munculnya konflik-konflik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketegangan politik terjadi di India menjelang kemerdekaanya dari Inggris dalam periode 1935-, yang ditandai dengan munculnya konflik-konflik komunal antara dua golongan

Lebih terperinci

Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan

Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan Rihan Rizaldy Wibowo rihanrw @gmail.com Mahasisw a Jurusan A rsitektur, Sekolah

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG KEBUDAYAAN ACEH BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG KEBUDAYAAN ACEH BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG KEBUDAYAAN ACEH BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi maksud dari pelaksanaan Undang-undang Nomor 44

Lebih terperinci

6.1. PRIORITAS PEMANFAATAN RUANG

6.1. PRIORITAS PEMANFAATAN RUANG 6.1. PRIORITAS PEMANFAATAN RUANG Prioritas pemanfaatan ruang dikembangkan berdasarkan pertimbangan upaya untuk mengantisipasi ancaman bencana khususnya bencana tsunami, dan kebutuhan dan dinamika pengembangan

Lebih terperinci

LETAK KERAJAAN ACEH YANG STRATEGIS YAITU DI PULAU SUMATERA BAGIAN UTARA DAN DEKAT JALUR PELAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL MENYEBABKAN KERAJAAN ACEH

LETAK KERAJAAN ACEH YANG STRATEGIS YAITU DI PULAU SUMATERA BAGIAN UTARA DAN DEKAT JALUR PELAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL MENYEBABKAN KERAJAAN ACEH 5W + 1H Apa Asal-usul Kerajaan AcehDarussalam? Siapakah Raja-raja yang memerintah di Kerajaan Aceh Darussalam? Kapan Kerajaan Aceh didirikan? Dimana Terletak Kerajaan Aceh? Mengapa Kerajaan Aceh Darussalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka bentuk penelitian ini adalah deskriptif naratif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor industri merupakan unsur pokok dalam melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor industri merupakan unsur pokok dalam melaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan sektor industri merupakan unsur pokok dalam melaksanakan pembangunan jangka panjang, yaitu struktur ekonomi yang seimbang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bagi masyarakat Indonesia, Pusat Kebudayaan dirasa sangat monoton dan kurang menarik perhatian, khususnya bagi kaum muda. Hal tersebut dikarenakankan pusat budaya

Lebih terperinci

Benteng Fort Rotterdam

Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan. Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. masalah penelitian. Menurut Hadari Nawawi metode pada dasarnya berarti cara

III. METODE PENELITIAN. masalah penelitian. Menurut Hadari Nawawi metode pada dasarnya berarti cara 28 III. METODE PENELITIAN A. Metode Yang Digunakan Metode adalah cara atau jalan yang digunaan peneliti untuk menyelesaikan suatu masalah penelitian. Menurut Hadari Nawawi metode pada dasarnya berarti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia diawali melalui hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu kemudian berkembang ke berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman seni dan budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena proses akulturasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Cineplex 21 Group adalah jaringan bioskop terbesar di Indonesia, dan merupakan pelopor jaringan Cineplex di Indonesia. Jaringan bisokop ini tersebar

Lebih terperinci

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau MATERI USBN SEJARAH INDONESIA PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH 1. PENGERTIAN SEJARAH Istilah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Penggunaan kata tersebut dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang, komunikasi sudah banyak cara penyaluran pesannya kepada masyarakat, salah satunya adalah film, disamping menggunakan media lain, seperti koran, televisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. itu, dikumpulkan sumber-sumber yang berhubungan dengan tema

BAB III METODOLOGI. itu, dikumpulkan sumber-sumber yang berhubungan dengan tema BAB III METODOLOGI A. Bentuk dan Strategi Penelitian Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Louis Gottschalk, 1986: 32). Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa bersejarah 10 November 1945 yang dikenal dengan Hari Pahlawan. Pertempuran tiga pekan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana bagi perekonomian global khususnya melanda negara-negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana bagi perekonomian global khususnya melanda negara-negara yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mencermati akan iklim perekonomian global saat ini, tidak salah apabila kita mencoba mengingat kembali berbagai gejolak perekonomian dimana terjadi bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian bahwa Islam tidak hanya tentang sistem nilai, tetapi juga memuat sistem politik. Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya sebagai media hiburan saja melainkan sebagai media komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya sebagai media hiburan saja melainkan sebagai media komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Film saat ini bukanlah menjadi hal baru dalam kehidupan masyarakat, dan juga tidak hanya sebagai media hiburan saja melainkan sebagai media komunikasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PATRON DAN KLIEN PETANI PADI DI RENGASDENGKLOK PADA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN PATRON DAN KLIEN PETANI PADI DI RENGASDENGKLOK PADA TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rengasdengklok merupakan satu kota kecil di Kabupaten Karawang yang memiliki peran penting baik dalam sejarah maupun bidang ekonomi. Kabupaten Karawang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gambar 1. 1 Skema Latar Belakang Sumber : Penulis 17 1.1.1 Film Sebagai Media Hiburan Warga Kota Film merupakan salah satu media hiburan dalam mengusir kebosanan warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman yang terus meningkat, masyarakat juga terus mengadopsi nilai-nilai seni dan budaya yang dihadirkan pada dunia industri hiburan. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

Jakarta dulu dan Kini Senin, 22 Juni :55

Jakarta dulu dan Kini Senin, 22 Juni :55 Jakarta bermula dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang sangat membutuhkan informasi, untuk mendapatkan informasi itu maka dilakukan dengan cara berkomunikasi baik secara verbal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan

Lebih terperinci

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) 66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kesenian tradisional daerah dengan kekhasannya masing-masing senantiasa mengungkapkan alam pikiran dan kehidupan kultural daerah yang bersangkutan. Adanya berbagai

Lebih terperinci

ABSTRAK Bioskop Sebagai Sarana Hiburan Masyarakat di Padang Tahun

ABSTRAK Bioskop Sebagai Sarana Hiburan Masyarakat di Padang Tahun ABSTRAK Tesis ini berjudul Bioskop Sebagai Sarana Hiburan Masyarakat di Padang Tahun 1950-2000. Penelitian ini memfokuskan perhatian pada peran bioskop dalam memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat di Padang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. skripsi yang berjudul Pengaruh Tarekat Bektasyiyah Terhadap Korps

BAB III METODE PENELITIAN. skripsi yang berjudul Pengaruh Tarekat Bektasyiyah Terhadap Korps BAB III METODE PENELITIAN Bab ini merupakan penjelasan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan skripsi yang berjudul Pengaruh Tarekat

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Multimedia Interaktif Flash Flip Book Pakaian Adat Betawi

BAB I Pendahuluan. 1.1 Multimedia Interaktif Flash Flip Book Pakaian Adat Betawi 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Multimedia Interaktif Flash Flip Book Pakaian Adat Betawi Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau, disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan yang terdapat dimasa kini. Perspektif sejarah selalu menjelaskan ruang,

Lebih terperinci

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran uang 1 di suatu daerah merupakan hal yang menarik untuk dikaji, terutama di suatu negara yang baru memerdekakan diri dari belenggu penjajahan. Uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan karya seni berupa rangkaian gambar hidup yang diputar sehingga menghasilkan sebuah ilusi gambar bergerak yang disajikan sebagai bentuk hiburan. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia mencatat bahwa negara kita ini telah mengalami masa kolonialisasi selama tiga setengah abad yaitu baik oleh kolonial Belanda maupun kolonial

Lebih terperinci

III METODELOGI PENELITIAN. Sebelum membuat suatu penulisan penelitian sebagai peneliti

III METODELOGI PENELITIAN. Sebelum membuat suatu penulisan penelitian sebagai peneliti 25 III METODELOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian A.1 Metode yang digunakan Sebelum membuat suatu penulisan penelitian sebagai peneliti hendaknya, menentukan metode penelitian apakah yang akan dipakai

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN 22 III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian A.1 Metode yang digunakan Sebelum membuat suatu penulisan penelitian hendaknya sebagai peneliti menentukan metode penelitian apakah yang akan dipakai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dunia semakin hari semakin berkembang pesat begitu juga perkembangan teknologi di indonesia. Sebagai salah satu negara yang berkembang di dunia indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan kegiatan yang mengungkapkan pikiran imajinatif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan kegiatan yang mengungkapkan pikiran imajinatif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan kegiatan yang mengungkapkan pikiran imajinatif seseorang baik yang berdasarkan atas apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kegagalan suatu bangsa oleh sebab itu sejarawan perlu untuk

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kegagalan suatu bangsa oleh sebab itu sejarawan perlu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting bagi manusia. Pendidikan juga diperlukan jika ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, kita tidak dapat lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, kita tidak dapat lepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, kita tidak dapat lepas dari seni. Hal ini dapat diamati dari banyaknya muncul bentuk-bentuk kesenian baru yang

Lebih terperinci

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. 13. Mata Pelajaran Sejarah Untuk Paket C Program IPS A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rekaman kaset, televise, electronic games. Radio telah beradaptasi dengan perubahan dunia,

BAB I PENDAHULUAN. rekaman kaset, televise, electronic games. Radio telah beradaptasi dengan perubahan dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radio adalah media massa elektronik tertua dan sangat luwes. Selama hampir satu abad lebih keberadaanya, radio siaran telah berhasil mengatasi persaingan keras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ujungberung yang terletak di Kota Bandung ini memiliki beragam kesenian, salah satunya adalah kesenian yang berkembang saat perjuangan kemerdekaan Indonesia. menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media Massa saat ini, telah menjadi bagian penting dalam hidup. keseharian masyarakat. setiap orang pasti pernah menonton televisi,

BAB I PENDAHULUAN. Media Massa saat ini, telah menjadi bagian penting dalam hidup. keseharian masyarakat. setiap orang pasti pernah menonton televisi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media Massa saat ini, telah menjadi bagian penting dalam hidup keseharian masyarakat. setiap orang pasti pernah menonton televisi, mendengarkan radio, membaca

Lebih terperinci

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan sebuah negara maritim karena memiliki wilayah laut yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah daratan. Hal ini menjadikan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aceh adalah sebuah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menandai dimulainya sepakbola modern. Lihat: ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid. hlm. 18. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menandai dimulainya sepakbola modern. Lihat: ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid. hlm. 18. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepakbola merupakan jenis permainan yang paling populer di dunia, termasuk di Indonesia. Kapan pertama kali permainan ini muncul belum dapat diketahui dengan pasti.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai khasanah budaya yang luas. Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pendidikan dan pariwisata yang

Lebih terperinci

PERKUMPULAN DHARMAPUTRI SMP KATOLIK STELLA MARIS SURABAYA KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH TULIS TAHUN PELAJARAN 2015/2016

PERKUMPULAN DHARMAPUTRI SMP KATOLIK STELLA MARIS SURABAYA KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH TULIS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 PERKUMPULAN DHARMAPUTRI SMP KATOLIK STELLA MARIS SURABAYA KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH TULIS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Jenjang Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : IPS Kurikulum : KTSP 2006 Jumlah

Lebih terperinci

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe Cut Azmah Fithri (1), Sisca Olivia (1), Nurhaiza (1) cutazmah@unimal.ac.id (1) Dosen Tetap Program Studi Arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara garis besar perkembangan seni pertunjukan Indonesia tradisional sangat dipengaruhi oleh adanya budaya yang datang dari luar. Hal itu menjadikan kesenian tradisional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mencapai tujuan, maka langkah-langkah yang ditempuh harus sesuai dengan

III. METODE PENELITIAN. mencapai tujuan, maka langkah-langkah yang ditempuh harus sesuai dengan 25 III. METODE PENELITIAN Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau yang sering disebut dengan metode. Metode pada dasarnya berarti cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, maka langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Wisatawan Yogyakarta. Tahun Wisatawan Lokal Wisatawan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Wisatawan Yogyakarta. Tahun Wisatawan Lokal Wisatawan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Budaya lokal suatu daerah dapat mengangkat citra serta identitas daerah tersebut ke tingkat yang lebih tinggi yaitu ke tingkat nasional maupun internasional.

Lebih terperinci