BAB 3 ANALISIS DATA. 3.1 Analisis Kasus Penundaan Perkawinan Pada Wanita Jepang Secara Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 ANALISIS DATA. 3.1 Analisis Kasus Penundaan Perkawinan Pada Wanita Jepang Secara Umum"

Transkripsi

1 BAB 3 ANALISIS DATA 3.1 Analisis Kasus Penundaan Perkawinan Pada Wanita Jepang Secara Umum Tiga puluh lima tahun yang lalu, seorang wanita muda diharapkan menikah antara usia tahun. Apabila mereka belum menikah di usia 25 tahun akan dianggap aneh oleh lingkungan sekitarnya dan akan diolok-olok sebagai urenokori (barang yang tidak laku) atau too ga tatsu yang artinya buah yang hampir busuk (Iwao, 1993:59). Jepang terkenal sebagai suatu negara yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan masyarakatnya sangat memegang nilai-nilai tradisional kebudayaannya. Sehingga apabila mereka melihat ada seorang wanita muda yang belum menikah pada usia 25 tahun, dapat menimbulkan reaksi yang berlebihan. Karena wanita pada generasi saat itu menganggap perkawinan sebagai suatu keharusan dan merupakan sumber kekuatan ekonomi. Namun, akhir-akhir ini tekanan masyarakat kepada wanita untuk menikah pada umur tertentu telah melemah (Fujimura-Fanselow, 1995:139) dan kesadaran untuk menikah pada umur layak di Jepang semakin rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut.

2 18 Tabel 3.1 Usia Saat Pertama Kali Menikah Tabel 3.1 A Statistical View of Marriage in Japan Sumber : Mochizuki Takashi, professor at Taisho University Dari tabel di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa pada tahun 1950 wanita menikah pada usia 23 tahun dan pria menikah pada usia 26 tahun. Kemudian pada tahun 1995 wanita baru menikah pada 27 tahun dan pria pada usia 30 tahun. Dari sini dapat dilihat bahwa adanya pergeseran nilai-nilai kesadaran untuk menikah pada usia layak nikah. Sebagian masyarakat Jepang masih memegang kuat nilai tersebut, dan sebagian lain sudah tidak begitu memperhatikan nilai-nilai tersebut. Selain itu, dari tabel tersebut, menunjukan bahwa wanita yang tidak menikah pada usia layak nikah jumlahnya mengalami peningkatan. Kecenderungan penundaan pernikahan (bankonka) mengalami peningkatan jumlahnya setelah tahun 1950, dapat dilihat pada tabel 3.2 (Persentasi pria dan wanita dari umur 50 tahun atau kurang yang belum menikah).

3 19 Tabel 3.2 Persentasi Pria dan Wanita dari umur 50 tahun atau kurang yang Belum Menikah Tabel 3.2 A Statistical View of Marriage in Japan Sumber : Mochizuki Takashi, professor at Taisho University Dari tabel di atas, penulis berkesimpulan bahwa jumlah kecenderungan penundaan pernikahan mengalami peningkatan dari tahun 1950 sampai Pada tahun 1950 jumlah persentasi wanita yang belum menikah sebesar 1.35% dan pria 1.46%. Kemudian pada tahun 1995 jumlah wanita yang belum menikah sebesar 5.28% dan pria 9.07%. Usia rata-rata menikah di Jepang mengalami perubahan dan jumlah kecenderungan penundaan perkawinan mengalami peningkatan yang drastis. Setelah Perang Dunia II, pemerintah Jepang selain melakukan perbaikan undangundang mengenai hak asasi manusia, juga melakukan perbaikan dalam undang-undang mengenai pendidikan, yaitu School Education Law dan Fundamental Law of Education of Perbaikan ini memungkinkan wanita mendapatkan kesempatan yang sama dengan pria dalam mengejar pendidikan. Bermacam jalur pemisahan jenis kelamin digabung menjadi struktur satu jalur. Status universitas diberikan kepada institusi yang ada, termasuk akademi untuk wanita dan sekolah guru. Pendidikan wajib diperluas dari enam tahun menjadi sembilan tahun, dan struktur diterapkan yaitu Sekolah

4 20 Dasar 6 tahun, SMP 3 tahun, SMU 3 tahun, dan universitas 4 tahun. Sistem Kyoogaku (pria dan wanita belajar di sekolah yang sama) juga diperluas ke seluruh tingkat pendidikan termasuk universitas, kurikulum umum diberlakukan di seluruh sekolah (Jepang Dewasa Ini, 1989:90). Kemudian pada bulan Mei 1985 Diet Nasional menyetujui undang-undang Kesempatan Bekerja Yang Sama, yang diberlakukan pada tanggal 1 April tahun Undang-undang ini melarang diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dalam pendidikan dan penataran pegawai, tunjangan kesejahteraan, penerimaan gaji, tunjangan kesejahteraan, pensiun wajib, dan pemutusan hubungan kerja (Jepang Dewasa ini, 1989:83). Sejak berlakunya Undang-Undang Persamaan Kesempatan Kerja mulai bulan April 1986, maka kesempatan kerja yang sama serta perlakuan tidak berbeda antara wanita dan pria telah berjalan di beberapa sektor adanya. Hal tersebut, telah mendorong para wanita Jepang untuk melanjutkan pendidikan ke universitas karena perusahaanperusahaan mulai memperkerjakan wanita lulusan universitas (Kompas, 1989:64). Jumlah wanita yang masuk universitas dapat kita lihat pada grafik berikut.

5 21 Tabel 3.3 Jumlah Pendaftaran untuk Tiap-tiap Jenis Sekolah Sumber : Survei Sekolah Dasar, dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Berdasarkan tabel di atas, penulis berpendapat bahwa jumlah pria yang masuk universitas lebih banyak daripada wanita, tetapi jumlah wanita yang melanjutkan pendidikan ke universitas juga semakin meningkat dari 15.2% tahun 1990 menjadi 34.4% di tahun Kemudian, Penulis juga berpendapat bahwa pendidikan laki-laki Jepang tidak tertinggal dari kaum wanita, hanya pria yang melanjutkan pendidikan ke akademi jumlahnya lebih rendah daripada wanita. Sedangkan wanita yang melanjutkan ke universitas, jumlahnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (lihat tabel 3.3). Sejak perusahaan-perusahaan mulai mempekerjakan wanita lulusan universitas, wanita

6 22 Jepang terdorong untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas. Selain itu, menurut penulis, adanya berbagai kemudahan yang diterima oleh wanita Jepang saat ini seperti dalam hal penerimaan kesempatan pendidikan yang sama dengan pria, dan juga kesempatan terjun dalam dunia kerja yang semakin besar telah mendorong wanita Jepang untuk lebih berpartisipasi di dalam masyarakat. Pendidikan tinggi yang mereka terima telah membuka wawasan dan mempengaruhi cara berpikir mereka termasuk dalam penentuan waktu pernikahan. Kemudian, tentang rasio wanita yang belum menikah berdasarkan usia dan riwayat pendidikan, dapat dilihat pada tabel 3.4 sebagai berikut. Tabel 3.4 Rasio wanita yang belum menikah berdasarkan usia dan riwayat pendidikan. Usia SMA Akademi Universitas Sumber : Organisasi Riset Pekerja Jepang tahun 1991 dalam Nihon Ryodo Kenkyu Zasshi No. 381 yang dikutip oleh Ohashi (1995:45) Keterangan : 1.Hasil survei ini berdasarkan sample seluruh Jepang dengan obyek pria dan wanita usia tahun, skala sample untuk wanita usia tahun berjumlah 7,537 orang. 2.Setiap riwayat pendidikan termasuk mereka yang sedang dalam masa sekolah.

7 23 Dari tabel di atas, penulis berkesimpulan bahwa jumlah wanita yang belum menikah pada usia tahun paling banyak ditingkat universitas dan akademi. Kemudian dari mereka yang usia tahun berjumlah 98.6% sedang dalam masa kuliah atau sudah lulus dari universitas, 93.1% masih kuliah atau sudah lulus dari akademi, dan 77.4% lulusan dari SMA. Sedangkan mereka yang berusia tahun, 51.3% lulusan dari universitas, 46.3% lulusan dari akademi dan 29.4% lulusan dari SMA. Selain itu, berdasarkan data di atas penulis juga berkesimpulan bahwa faktor pendidikan menyebabkan banyak wanita Jepang yang menunda perkawinannya karena menikah disaat masih bersekolah adalah hal yang sangat jarang terjadi di Jepang. Oleh karena itu, meningkatnya jumlah wanita yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, jumlah penundaan perkawinan pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (lihat tabel 3.2). Sumiko Iwao (1996) mengatakan bahwa kecenderungan menunda perkawinan di kalangan wanita sangat berkaitan dengan pendidikan. Bagi wanita yang berusia tahun, 40% masih single. Sebaliknya, bagi wanita lulusan SMA di usia yang sama, hanya 25% yang masih single. ( Berdasarkan pernyataan yang dikemukan oleh Sumiko Iwao, penulis juga berkesimpulan bahwa semakin meningkatnya wanita-wanita yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, jumlah penundaan perkawinan juga mengalami peningkatan. Dan penundaan perkawinan yang kini banyak terjadi dalam kalangan wanita Jepang juga sangat berpengaruh terhadap jumlah populasi Jepang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.5 sebagai berikut.

8 KECENDERUNGAN DALAM KELAHIRAN DAN TOTAL ANGKA KESUBURAN Sumber : Angka-angka Statistik mengenai kelahiran di Jepang, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan. Jepang telah mengalami tingkat kelahiran yang rendah dan mengalami peningkatan dalam populasi usia tua. Tingkat total kesuburan (total tingkat kelahiran hidup bagi wanita dalam kelompok semua usia selama beberapa tahun ini; dengan kata lain, jumlah kelahiran per wanita selama seumur hidupnya) telah mengalami penurunan sejak menurunnya dibawah pada tahun Hal ini sebagian besar karena persentase orang yang belum kawin telah mengalami peningkatan di Jepang. Usia rata-rata bagi perkawinan pertama telah meningkat. Sejak tahun Laki-laki Jepang menikah pada saat pertama usia 29 tahun dengan pukul rata-rata dan usia rata-rata bagi wanita Jepang yang menikah untuk pertama kali tetap pada usia antara 27 tahun.

9 25 Wanita pada usia 20-an berada di puncak kesuburan yang paling tinggi pada dekade yang lalu. Akan tetapi kini kira-kira setengah wanita pada usia ini masih belum menikah. Tingkat melajang dalam seumur hidupnya (persentase orang yang masih membujang pada usia 50 tahun) mengalami peningkatan secara dratis sejak tahun 1960, khususnya di kalangan laki-laki. ( Selain itu, penulis berpendapat bahwa alasan wanita melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi adalah karena agar dapat masuk dalam dunia kerja dan dapat mengembangkan karirnya dengan maksimal. Dengan mendapat pekerjaan yang baik, maka juga akan mendapatkan pendapatan yang tinggi seperti yang dikatakan oleh Fujimura Fanselow (1995:305). Setelah lulus dari akademi atau universitas, banyak wanita Jepang yang masuk dalam dunia kerja dan mengembangkan karirnya. Dengan pekerjaan yang baik dan pendapatan yang tinggi yang diterima oleh wanita, akhir-akhir ini telah membuat wanita Jepang menunda perkawinannya bahkan memilih hidup melajang. Alasan-alasan mereka melajang atau menunda perkawinannya dapat dilihat pada tabel 3.6 sebagai berikut.

10 26 Tabel 3.6 Alasan yang diberikan oleh wanita Kenapa menunda perkawinan atau hidup melajang Alasan Orang dapat memenuhi kebutuhannya tanpa ikatan nikah Wanita kini dapat mencari nafkahnya sendiri Saya tidak mau diganggu dengan alasan sosial dan hukum Sangat sulit sekali mencari seseorang yang cocok, karena banyak yang saya harapkan dari pasangan saya Tidak lagi nyaman untuk tetap melajang Persentase 24.1% 18.6% 11.9% 9.2% 9.1% Sumber : 1998 Survei Mengenai Pandangan Orang dewasa Muda Mengenai Perkawinan dan Cinta, yang dikeluarkan oleh OMMG. ( Dari tabel di atas, penulis berkesimpulan bahwa alasan wanita Jepang akhirakhir ini menunda perkawinannya atau bahkan memilih hidup melajang, banyak dari antara mereka yang beralasan bahwa orang dapat memenuhi kebutuhannya tanpa ikatan nikah sebesar 24.1% sebagai cermin tingkat kesuksesan. Pendidikan telah membuat pandangan wanita Jepang menjadi terbuka dan dengan adanya gaji atau pendapatan yang tinggi yang mereka terima, telah membuat mereka tidak lagi memandang bahwa perkawinan adalah sebagai sumber ekonomi. Penghasilan yang tinggi telah membuat wanita Jepang menjadi semakin mandiri dan merasa bisa dapat hidup sendiri, menghabiskan uang lebih bebas dan bergembira tanpa perlu mengambil tanggung jawab untuk mengurus seorang suami. Dengan adanya pilihan-pilihan yang tersedia membuat mereka selalu bertanya pada diri sendiri kenapa harus menikah.

11 27 Persentasi dari wanita single di Jepang telah melampaui persentasi di negara industri lainnya termasuk Amerika Serikat. Persentase wanita yang tidak menikah telah membumbung jauh dari angka perceraian di Jepang. Di tahun 2003, 54% wanita Jepang dalam usia senja masih lajang disbanding tahun 1980 yang hanya berkisar antara 24%. Dan sekitar 43% dari pria Jepang dalam usia 30 tahun belum menikah, telah mengalami peningkatan 2 kali lipat dari tahun Menurut ramalan dari data statistik pemerintah, pada tahun 2020, lebih dari hampir 30% dari semua urusan rumah tangga orang Jepang akan dipimpin oleh seorang yang melajang. Di Tokyo yang merupakan daerah terpadat di dunia, angka ini sudah melampaui 40%. ( Berdasarkan data di atas, penulis berkesimpulan bahwa hal itu dapat saja terjadi karena saat ini kaum muda Jepang semakin memilih untuk menunda perkawinannya bahkan ada sebagian yang memilih untuk tidak menikah. Bagi kaum muda Jepang saat ini beranggapan bahwa anak sebagai beban pada karir dan gaya hidup mereka khususnya bagi kaum wanita. Hal ini telah menyebabkan kaum pria mengalami kesulitan dalam mencari pasangan dan memperoleh keturunan, bahkan beberapa di antara mereka mengalami depresi karena setelah 10 kali gagal mencari pasangan hidup melalui biro jodoh. Hal ini terjadi pada kasus seorang peneliti Tata Surya Masayuki Kado, ia berpendapat bahwa kenyataannya saat ini rintangan yang terbesar dalam mencari pasangan bukanlah mengenai bagaimana cara berpenampilan yang baik atau karisma yang dimiliki. Sekalipun telah menikah, wanita Jepang saat ini sudah tidak ingin tinggal di rumah. Tetapi sebagian kaum pria Jepang masih mengharapkan wanita Jepang setelah menikah dapat tinggal di rumah sepenuhnya untuk mengurus suami dan anak-anak.

12 28 Berikut ini penulis akan menganalisis beberapa wanita Jepang yang tidak menikah sesuai dengan usia yang dianggap layak nikah bagi masyarakat Jepang yaitu antara usia tahun. Tapi belakangan ini banyak wanita Jepang yang menikah di atas usia tersebut bahkan ada yang tidak ingin menikah. Di sini, penulis akan mengambil beberapa kasus wanita Jepang yang menikah di atas usia 24 tahun dan penulis juga akan menganalisis penyebab mereka menunda perkawinannya. 3.2 Kasus Penundaan Perkawinan Pada Putri Sayako Sayako adalah putri bungsu dari Kaisar Akihito dan Ratu Michiko, yang akrab disapa putri Nori. Putri Sayako belajar dan lulus dari Departemen Bahasa dan Sastra Jepang dari Fakultas Sastra Universitas Gakushuin pada Pada tahun yang sama, ia menerima jabatan sebagai peneliti madya di Institut Yamashina bidang ornitologi (ilmu penelitian tentang burung). Pada 1998 ia diangkat menjadi peneliti senior pada lembaga yang sama.. Putri Sayako merupakan sosok wanita Jepang masa kini. Ia mengatakan tidak ingin terburu-buru menikah dan mempunyai anak. Menurutnya perkawinan merupakan sesuatu yang sakral dan harus dipertimbangkan masak-masak. Pada tanggal 15 November 2005, Putri Sayako (35 tahun) menikah dengan seorang pria dari kalangan rakyat biasa yaitu Yoshiki Kuroda (39 tahun). Hal itu menyebabkan, putri Sayako harus menanggalkan kebangsawanannya dan menjadi rakyat biasa sebagai tuntutan dari undang-undang tahun 1947 yang mewajibkan anggota Kekaisaran Jepang menanggalkan status kelahirannya, keanggotaan resmi di keluarga kekaisaran dan tunjangan-tunjangannya pada saat pernikahannya jika menikah dengan kalangan rakyat biasa. (

13 29 Berdasarkan kasus di atas, penulis berkesimpulan bahwa pendidikan tinggi telah membuat wawasan dan pandangan wanita Jepang menjadi lebih luas dan terbuka. Kini, mereka melihat perkawinan bukan lagi sebagai satu-satunya pilihan dalam hidupnya, melainkan perkawinan merupakan satu pilihan dari sekian banyak pilihan. Putri Sayako menunda perkawinannya sampai usia 35 tahun karena ia ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan tinggi baginya merupakan suatu hal yang harus di miliki oleh seorang putri Raja, ia tidak hanya ingin menjadi seorang putri yang hanya berdiam di istana tanpa memiliki riwayat pendidikan yang baik. Karena bagi masyarakat Jepang saat ini, riwayat pendidikan yang baik (gakureki) merupakan gambaran status dan wibawa seseorang (Amano, 1993:114). Pendidikan tinggi juga menambah nilai tambah bagi seseorang. Selain itu, penulis juga berkesimpulan bahwa kini nilai-nilai tradisional Jepang telah mengalami pergeseran. Di masa lalu, putri-putri Kaisar Jepang rata-rata menikah sebelum usianya mencapai 30 tahun. ( Sayako tidak mengikuti tradisi tersebut. Keputusannya untuk menunda pernikahan sempat menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat Jepang. Dan pernikahannya dengan Yukichi Kuroda menunjukkan bahwa kepala keluarga atau orangtua tidak lagi dapat sepenuhnya campur tangan dalam memilih pasangan hidup untuk anaknya karena kini perkawinan merupakan urusan individu dan individu tersebutlah yang berhak menentukan kapan dan dengan siapa ia akan menikah. Pernikahan itu merupakan pernikahan pertama dalam 45 tahun oleh seorang putri kaisar yang berkuasa. Dari sini dapat dilihat bahwa masyarakat Jepang telah mengalami suatu

14 30 transformasi baik dari cara bersikap dan juga pandangannya terhadap kehidupan, terutama bagi kaum wanita dalam pandangannya terhadap perkawinan. Sebelum tahun 1946, bagi wanita Jepang yang belum menikah pada usia tahun akan dianggap sebagai barang yang tidak laku atau dianggap aneh oleh masyarakat (Iwao, 1993:59). Tetapi saat ini, hal itu sudah dapat diterima oleh masyarakat. Kini perkawinan bagi masyarakat modern Jepang merupakan suatu hubungan yang bebas dan sama di antara individu (Yoshizumi, 1995:196). 3.3 Kasus Penundaan Perkawinan Pada Kuroyanagi Tetsuko Kuroyanagi Tetsuko adalah salah satu wanita sukses di Jepang. Ia seorang penulis, karya novelnya yang terkenal adalah berjudul Totto-Chan, yang terjual lebih dari satu juta kopi di Jepang dan di negara lain. Ketika ia lulus dari SMA, orangtuanya menginginkan dia segera menikah. Akan tetapi, ia malah melamar pekerjaan berakting dan kemudian, ia meninggalkan Jepang dan pergi ke New York untuk belajar Bahasa Inggris dan acting. Ketika ia kembali ke Jepang, ia menjadi bintang dan menjadi orang yang sukses. Dalam satu tahun, ia dapat menghasilkan banyak uang dibandingkan dengan aktor dan aktris di Jepang. Namun, sampai hari ini dia belum menikah. ( Berdasarkan kasus di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa saat ini perkawinan sudah menjadi urusan individu. Pada generasi saat ini, wanita Jepang tidak lagi menganggap perkawinan sebagai satu-satunya pilihan dalam hidupnya. Sejak adanya perbaikan-perbaikan dalam undang-undang terutama dalam mengenai perkawinan dan pendidikan di Jepang telah memberikan nafas baru bagi kaum wanita.

15 31 Selain itu, kemudahan-kemudahan serta berbagai kesempatan yang dapat diterima oleh wanita Jepang telah memberikan banyak pilihan dalam hidupnya sehingga kini perkawinan menjadi salah satu pilihan dari sekian banyak pilihan. Saat ini banyak wanita Jepang yang menunda perkawinannya karena ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi seperti yang dilakukan oleh Kuroyanagi Tetsuko. Hal ini dapat dibuktikan pada hasil survei sebagai respon dari pertanyaan mengapa wanita Jepang menunda pernikahannya. Dan tabel ini dibuat berdasarkan data dari Retherford sebagai berikut. Tabel 3.7 Respon dari Pertanyaan Mengapa Tidak ingin Menikah Sekarang (National Survey on Family Planning 1994) Alasan Persentase Masih ingin belajar, bekerja, menikmati hobi 40 Belum mendapatkan pasangan yang cocok 32 Masih terlalu muda 30 Pernikahan akan menghilangkan kebebasan 19 Biaya untuk menikah dan membangun rumah tangga 9 tinggi Mengurus orangtua atau saudara kandung adalah suatu 1 hambatan untuk menikah Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa jawaban yang terbanyak atas pertanyaan mengapa tidak ingin menikah sekarang, jawaban terbanyak terdapat pada alasan karena masih ingin belajar,bekerja dan menikmati hobi dengan jumlah 40 persen. Oleh karena itu, penulis berkesimpulan bahwa saat ini banyak wanita Jepang yang menunda perkawinannya karena masih ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena dengan memiliki pendidikan yang tinggi, maka kelak akan mendapat pekerjaan yang baik dan penghasilan yang tinggi seperti yang terjadi pada Kuroyanagi

16 32 Tetsuko. Ia tidak ingin hanya memiliki pengetahuan tentang akting hanya setengahsetengat tapi ia ingin benar-benar dapat menguasainya dengan meneruskan pendidikannya ke luar negeri dan menunda perkawinannya. 3.4 Kasus Penundaan Perkawinan Pada Nagako Motomiya Nagako Motomiya (49 tahun), adalah seorang senior administrasi di kota Tokyo. Sampai hari ini ia belum menikah. Ia berkata bahwa saya tidak akan pernah untuk menikah, tapi sampai hari ini dengan usia sekarang ini engkau dapat hidup dengan nyaman sebagai wanita single di Jepang. ( Berdasarkan kasus di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa saat ini berkat pendidikan yang tinggi yang dimiliki telah memberikan pekerjaan yang baik dengan penghasilan yang tinggi. Penghasilan tinggi yang diperoleh oleh para wanita Jepang, telah membuat mereka menjadi wanita yang mandiri dan pandangan mereka pun terhadap perkawinan menjadi berubah. Dalam Washington Post, Sakai juga mengatakan bahwa saat ini perkawinan bukanlah suatu badan yang cocok bagi setiap orang (Iwao, 1993:61). Dengan penghasilan tinggi yang diperoleh oleh Nagako membuat dirinya menjadi wanita yang mandiri dan tanpa menikah pun ia dapat menghidupi dirinya sendiri, menghabiskan uang lebih bebas dan bergembira tanpa perlu mengambil tanggung jawab untuk mengurus seorang pria. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.4 sebagai respon atas pertanyaan mengapa wanita Jepang saat ini menunda perkawinannya atau melajang. Karena wanita Jepang modern saat ini, mereka tidak ingin lagi terikat

17 33 oleh nilai-nilai tradisional dengan menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk mengurus rumah tangga ( Kompas, 1989:23). Kemudian, dari wanita-wanita lajang yang diwawancarai oleh Departemen Kesehatan, 83% tidak pernah menikah: dan dari mereka itu sepertiga berada dalam kelompok usia antara tahun. Selain itu, Riset pemerintah Metropolitan Tokyo juga menemukan bahwa mereka yang masih lajang itu berpendidikan tinggi dan mempunyai pekerjaan dengan gaji yang bagus. Berdasarkan hasil survey dan riset yang dilakukan oleh pemerintah Tokyo, penulis berpendapat bahwa pada tahun 1950 usia rata-rata wanita Jepang yang menunda perkawinannya terjadi sampai pada usia 24 tahun (lihat tabel 3.1). Akan tetapi, pada saat ini usia rata-rata wanita Jepang yang menunda perkawinannya terjadi antara usia 35 sampai 37 tahun. Hal ini menunjukan bahwa usia rata-rata penundaan perkawinan pada wanita Jepang telah mengalami peningkatan. Dan banyaknya wanita Jepang yang menunda perkawinannya bahkan tidak ingin menikah karena disebabkan oleh faktor pendidikan dan tingkat kesuksesan yang telah mereka capai seperti halnya yang terjadi pada Nagako. Selain itu, penulis juga berpendapat bahwa saat ini wanita Jepang sedang menikmati kebebasannya karena pada waktu dulu sebelum Perang Dunia II ruang gerak wanita Jepang sangat terbatas dan banyak diskriminasi dengan kaum pria. Jadi menurut penulis karena faktor itu juga yang membuat wanita Jepang juga menunda perkawinannya dan ingin lebih lama hidup melajang dengan melakukan segala aktifitas yang mereka sukai seperti melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan mengembangkan karirnya. Iwao (1993:61) juga mengatakan pada hasil wawancara yang dilakukan pada

18 34 tahun 1991 menunjukkan bahwa wanita-wanita muda yang menunda perkawinannya sudah merasa bebas dari nilai-nilai tradisional yang membatasi nasib wanita. Sekarang mereka tumbuh dengan nilai-nilai individualistic dan hedonistic, sebagaimana halnya pria dari generasi mereka. Dewasa ini ketika seorang wanita muda melewati usia sekitar 25 tahun, tanpa kesuksesan menemukan pasangan hidup, mereka mulai mengalihkan energi mereka keberbagai cara, serta menemukan ketertarikan dan tantangan melalui pekerjaan dan hobi. Akibatnya, perkawinan tidak lagi menjadi obsesi bagi mereka. 3.5 Kasus Penundaan Perkawinan Pada Seorang Eksekutif Wanita Jepang Berikut ini adalah hasil wawancara Anthony Faiola di Starbucks Tokyo dengan seorang eksekutif wanita Jepang yang telah berusia 40 tahun dan masih lajang. Wanita itu mengatakan bahwa wanita lajang di Jepang sebenarnya ingin menikah atau setidaknya mau dan masih berusaha mencari pasangan yang tepat. Tetapi wanita itu berubah pikiran ketika dan menolak seorang pria yang mengejarnya karena pria itu mengharapkan untuk dia berhenti dari pekerjaannya dan menjadi ibu rumah tangga dan istri sepenuhnya. Dan dia berkata pria Jepang harus mengupdate cara berpikir mereka terhadap wanita saat ini. ( Berdasarkan kasus di atas, penulis berkesimpulan bahwa pendidikan tinggi telah membuat pandangan wanita Jepang menjadi terbuka bahwa waktu dan hidup mereka tidak hanya dapat dihabiskan dan hanya menjadi sebagai ibu rumah tangga saja, seharian hanya memelihara anak dan suami. Akan tetapi, saat ini wanita Jepang ingin lebih terlibat dalam masyarakat dan mengembangkan potensinya secara maksimal tidak hanya

19 35 dalam pendidikan tetapi juga dalam karir. Dari wawancara Anthony Faiola dengan seorang eksekutif wanita Jepang tersebut, penulis berkesimpulan bahwa wanita Jepang yang masih melajang sebenarnya ingin menikah tetapi mereka tidak ingin menikah dengan pria yang masih berpikiran kuno atau tradisional yang mengharapkan wanita Jepang saat ini seperti pada generasi terdahalu yaitu menghabiskan seluruh waktunya untuk menjadi ibu yang baik dan isteri yang bijak. Selain itu, Badan Perencanaan Ekonomi juga mengatakan bahwa wanita Jepang enggan menikah dengan laki-laki yang stereotype yang memiliki peran lebih kecil dan tidak pernah mau membantu dalam urusan rumah tangga serta masih berpikiran tradisional. Penelitian pemerintah lainnya belum lama ini menunjukkan bahwa 85.5% laki-laki yang masih lajang dan tidak pernah menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu dalam urusan rumah tangga. Kaum wanita sejak akhir tahun 1970-an, lebih senang bebas dan melajang selama mungkin dan cita-cita itu tetap kuat (Yoriko, 1994:88). Berdasarkan data di atas, penulis juga berpendapat bahwa wanita Jepang saat ini, ingin menikah dengan pria yang sudah berpikiran modern, yang menganggap isterinya sebagai partnernya dan tetap membiarkan isteri mengembangkan potensinya secara maksimal seperti halnya dalam karir disamping posisinya sebagai seorang isteri dan juga ibu rumah tangga. Tetapi, sampai saat ini masih banyak pria Jepang yang masih berpikiran kuno dan mengharap seorang wanita menghabiskan seluruh waktunya sebagai ibu rumah tangga. Jadi hal itu juga menyebabkan wanita Jepang saat ini menunda perkawinannya. Pandangan tradisional bahwa wanita harus akan menikah setidaknya pada usia 24 tahun juga terkikis.

20 36 Hal ini juga berhubungan dengan adanya perbaikan undang-undang dalam sistem perkawinan Jepang yang menyatakan bahwa mengenai masalah perkawinan, dilaksanakan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak (mempelai) dan suami isteri ditetapkan memiliki hak yang sama (Shigetaka Fukuchi, 1972:269). Pernyataan tersebut telah membuat wanita Jepang mengalami tranformasi terutama dalam sikap dan pandangannya terhadap perkawinan. Wanita Jepang saat ini menuntut pria juga mau membantu dalam urusan rumah tangga dan adanya kerja sama seperti dalam mendidik anak dan lain-lain yang berhubungan dengan urusan rumah tangga. 3.6 Penundaan Perkawinan Pada Matsushima Nanako Mastsushima Nanako adalah salah satu artis Jepang yang terkenal. Ia lahir pada tanggal 13 Oktober 1973 di Yokohama, Jepang. Pada usia 18 tahun, ia memulai karirnya sebagai foto model pada perusahaan Asahi Kasei. Kemudian pada tahun 1996, ia mulai terjun dalam dunia acting dan kini banyak membintangi film drama Jepang. Kemudian, pada tahun 2001 Februari, tepat pada usianya yang ke 28 tahun, ia menikah dengan Takashi Sorimachi yang juga aktor dan sempat bermain bersama dalam drama Great Teacher Onizuka yang mengalami kesuksesan. Japan Zone ( Dari kasus di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa dengan adanya berbagai kemudahan yang dapat diterima oleh wanita Jepang saat ini, perkawinan tidak lagi menjadi obsesi dalam hidup mereka. Saat ini, wanita Jepang tidak lagi ingin hidupnya tergantung sepenuhnya pada pria tapi mereka ingin menunjukkan pada kaum pria bahwa mereka juga memiliki potensi yang besar dan dapat menjadi seorang wanita yang sukses

21 37 dan mandiri. Hal ini dapat dilihat pada kasus Matsushima Nanako. Selain itu, menurut penulis orangtua-orangtua di Jepang saat ini sudah lebih demokrasi, dengan membiarkan anak-anaknya memilih sesuatu berdasarkan kesukaan atau bakatnya seperti yang di alami oleh Matsushima Nanako yang memutuskan terjun dalam dunia model dan akting pada usia yang tergolong masih muda (18 Tahun). Kemudian, pendapat penulis juga bahwa saat ini seorang wanita yang baru menikah pada usia lebih dari 24 tahun, tidak lagi dianggap sebagai suatu hal yang aneh oleh masyarakat Jepang. Dan penyebab Matsushima Nanako menunda perkawinannya sampai pada usia 28 tahun adalah karena faktor pekerjaan dan memilih pasangan yang benar-benar dapat memahami profesinya dan kesibukannya sebagai artis. Tetapi faktor utama yang membuat pandangan wanita Jepang berubah dan menunda perkawinannya adalah karena faktor pendidikan yang telah berkembang begitu pesat di Jepang.

BAB 5 RINGKASAN. orang-orang dari negara lain. Perkawinan masyarakat Jepang didasarkan pada konsep ie.

BAB 5 RINGKASAN. orang-orang dari negara lain. Perkawinan masyarakat Jepang didasarkan pada konsep ie. BAB 5 RINGKASAN Sistem perkawinan pada masyarakat Jepang mungkin tampak tidak umum bagi orang-orang dari negara lain. Perkawinan masyarakat Jepang didasarkan pada konsep ie. Di dalam sistem ie ini wanita

Lebih terperinci

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. nilai-nilai tradisionalnya. Sebelum Perang Dunia II, sistem keluarga Jepang didasarkan

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. nilai-nilai tradisionalnya. Sebelum Perang Dunia II, sistem keluarga Jepang didasarkan BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Masyarakat Jepang di kenal sebagai suatu masyarakat yang memegang kuat nilai-nilai tradisionalnya. Sebelum Perang Dunia II, sistem keluarga Jepang didasarkan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jepang merupakan suatu negara modern yang masih terikat kuat oleh nilainilai

BAB 1 PENDAHULUAN. Jepang merupakan suatu negara modern yang masih terikat kuat oleh nilainilai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jepang merupakan suatu negara modern yang masih terikat kuat oleh nilainilai tradisional, terutama dalam hal perkawinan. Perkawinan Jepang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. Rentang kehidupan dapat dibagi menjadi sembilan periode, yaitu sebelum kelahiran, baru dilahirkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita Jepang yang masih tradisional, kebahagiaan bagi mereka adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita Jepang yang masih tradisional, kebahagiaan bagi mereka adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang wanita Jepang yang masih tradisional, kebahagiaan bagi mereka adalah berada diantara keluarga dan rumah. Pada era Meiji ada istilah ryousaikenbo wanita

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir dewasa madya tentang faktor penyebab menunda pernikahan, diperoleh kesimpulan bahwa

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. Peranan wanita bagi masyarakat Jepang pada era Meiji adalah sebagai seorang istri

BAB 5 RINGKASAN. Peranan wanita bagi masyarakat Jepang pada era Meiji adalah sebagai seorang istri BAB 5 RINGKASAN Peranan wanita bagi masyarakat Jepang pada era Meiji adalah sebagai seorang istri yang baik dan seorang ibu yang bijaksana ( ryousaikenbo ). Namun semenjak tahun 1986, setelah dideklarasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DATA. 3.1 Analisis Kasus Dampak Karir Terhadap Menurunnya Angka Kelahiran di

BAB 3 ANALISIS DATA. 3.1 Analisis Kasus Dampak Karir Terhadap Menurunnya Angka Kelahiran di BAB 3 ANALISIS DATA 3.1 Analisis Kasus Dampak Karir Terhadap Menurunnya Angka Kelahiran di Jepang Secara Umum Istilah urenokori dan too ga tatsu adalah sebutan bagi wanita Jepang yang belum menikah pada

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir,

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, menikah dan meninggal dunia. Pada umumnya wanita menikah di usia yang lebih muda

Lebih terperinci

BAB III DAMPAK DAN USAHA MENGATASI FENOMENA SEKKUSU SHINAI SHOKOGUN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG

BAB III DAMPAK DAN USAHA MENGATASI FENOMENA SEKKUSU SHINAI SHOKOGUN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG BAB III DAMPAK DAN USAHA MENGATASI FENOMENA SEKKUSU SHINAI SHOKOGUN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG Seperti halnya masalah sosial lainnya, fenomena Sekkusu shinai shokogun ini turut memberi dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suami-istri yang menjalani hubungan jarak jauh. Pengertian hubungan jarak jauh atau

BAB I PENDAHULUAN. suami-istri yang menjalani hubungan jarak jauh. Pengertian hubungan jarak jauh atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu yang biasanya didapatkan setelah menikah adalah menikmati kebersamaan dengan pasangan. Karakteristik ini tidak kita temukan pada pasangan suami-istri yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ).

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ). BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI 2.1. Masyarakat Agraris Sejak zaman tokugawa sampai akhir perang dunia II, sistem keluarga Jepang diatur oleh konsep Ie dan bahkan mendapat

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang adalah salah satu negara yang menjadi bagian dari Perang Dunia II dan mengalami kekalahan. Kekalahan ini yang menyebabkan ekonomi Jepang memburuk, karena dua

Lebih terperinci

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Untuk membagi kedekatan emosional dan fisik serta berbagi bermacam tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perempuan di beberapa negara maju lebih memilih melajang atau berpasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perempuan di beberapa negara maju lebih memilih melajang atau berpasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman dan era globalisasi menimbulkan banyak perubahan, terutama terkait dengan pola pikir perempuan usia produktif tentang pernikahan. Perempuan

Lebih terperinci

2015 PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENUNDA MEMILIKI ANAK PADA PASANGAN YANG BEKERJA DI BANDUNG

2015 PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENUNDA MEMILIKI ANAK PADA PASANGAN YANG BEKERJA DI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam budaya Indonesia, rumah tangga tidak lengkap tanpa kehadiran anak.bahkan, pada suku atau ras tertentu, memiliki anak berjenis kelamin pria itu wajib.ini jauh berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Emansipasi wanita telah memberikan semangat dan dorongan bagi kaum perempuan untuk tampil secara mandiri dalam mencapai segala impian, cita-cita dan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan merupakan langkah awal untuk membentuk suatu keluarga. Sangat penting bagi calon pasangan baru untuk memahami bahwa pernikahan merupakan suatu keputusan

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan. BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Setelah perang dunia II, Jepang mengalami kemajuan yang sangat pesat di bidang

Bab 1. Pendahuluan. Setelah perang dunia II, Jepang mengalami kemajuan yang sangat pesat di bidang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Setelah perang dunia II, Jepang mengalami kemajuan yang sangat pesat di bidang industri. Dengan berkembangnya industri, maka muncullah kota-kota baru sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu wilayah baru dapat dikatakan sebagai negara apabila wilayah tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, pengakuan dari negara lain, dan

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. Salah satu jenis perkawinan yang menjadi kebudayaan Jepang yaitu perkawinan

BAB 5 RINGKASAN. Salah satu jenis perkawinan yang menjadi kebudayaan Jepang yaitu perkawinan BAB 5 RINGKASAN Salah satu jenis perkawinan yang menjadi kebudayaan Jepang yaitu perkawinan yang berdasarkan pada perjodohan atau yang lebih dikenal dengan Omiai Kekkon. Miai memiliki dua pengertian diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah sangat asing terdengar. Sejak tercetusnya gerakan emansipasi wanita oleh R.A Kartini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum responden beras organik SAE diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu tempat dimana anak bersosialisasi paling awal, keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Hidup. yang akan datang. Individu dapat merencanakan hal-hal spesifik untuk menjaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Hidup. yang akan datang. Individu dapat merencanakan hal-hal spesifik untuk menjaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rencana Hidup Individu dapat memilih untuk menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dimana saja, akan tetapi individu tersebut tetap membutuhkan rencana hidup. Kebanyakan dari individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA MASA DEWASA AWAL Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Sosial Pada Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis didalam keluarga dan masyarakat. Sayangnya, banyak yang tidak bisa memainkan peran dan fungsinya dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah menciptakan dengan sempurna sehingga realitas ini dicetuskan oleh Aristoteles pada

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN WISATA AGRO GUNUNG MAS PUNCAK BOGOR

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN WISATA AGRO GUNUNG MAS PUNCAK BOGOR VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN WISATA AGRO GUNUNG MAS PUNCAK BOGOR 6.1 Karakteristik Pengunjung Karakteristik pengunjung dalam penelitian ini dilihat dari jenis kelamin, lokasi dan tempat tinggal, status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam memenuhi kewajiban maupun tanggung jawab kepada anak-anaknya. Pengasuhan dan pendidikan pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan merupakan makhluk yang diciptakan dengan berbagai kelebihan, sehingga banyak topik yang diangkat dengan latar belakang perempuan. Kelebihan-kelebihan

Lebih terperinci

MANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGADALAM LINGKARAN HIDUP KELUARGA. Oleh: As-as Setiawati

MANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGADALAM LINGKARAN HIDUP KELUARGA. Oleh: As-as Setiawati MANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGADALAM LINGKARAN HIDUP KELUARGA Oleh: As-as Setiawati Lingkaran hidup keluarga adalah proses perkembangan hidup keluarga sejak perkawinan sampai masa pasangan itu mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di berbagai Negara. Pada tahun 2005 di Inggris terdapat 1,9 juta orangtua tunggal dan 91% dari angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu diantara tujuh manusia penduduk dunia yang berjumlah 6,75 miliar ini adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara yang tidak mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan menurunnya angka kelahiran adalah permasalahan yang banyak dialami negara maju, salah satu negara yang mengalaminya adalah Jepang. Jepang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menikah di dalam masyarakat kadang masih menjadi tolak ukur kedewasaan. Setelah memiliki pekerjaan mapan dan penghasilan sendiri, orang umumnya mulai berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Suatu pengkajian tentang wanita dan kerja perlu dihubungkan dengan keadaan masyarakat pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang berbeda pada masing-masing tahapannya, pada masa dewasa merupakan masa yang paling lama dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, dan pula menciptakan manusia lengkap dengan pasangan hidupnya yang dapat saling memberikan kebahagiaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk beberapa orang bekerja itu merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP ANAK PEREMPUAN YANG MELANJUTKAN PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI

BAB IV ANALISIS PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP ANAK PEREMPUAN YANG MELANJUTKAN PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI BAB IV ANALISIS PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP ANAK PEREMPUAN YANG MELANJUTKAN PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI A. Analisis Pendidikan Anak Perempuan di Desa Sidorejo Warungasem Batang. Pendidikan anak perempuan

Lebih terperinci

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN 1. Pendahuluan Dalam demografi pertumbuhan penduduk antara lain dipengaruhi oleh fertilitas. Perkawinan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai orang tua yang memiliki anak, tugas utamanya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai orang tua yang memiliki anak, tugas utamanya adalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua yang memiliki anak, tugas utamanya adalah membesarkan dan mengasuh anaknya. Demikian juga dengan orangtua tunggal. Orangtua tunggal adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama kian berkurang, namun demikian bukan berarti fenomena pemikahan dini

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA 172 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA 173 PEDOMAN OBSERVASI A. Keadaan fisik subyek : Penampilan B. Ekspresi wajah saat wawancara : Ceria, tidak suka, cemas, lemas, tertarik, bosan. C. Bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini fenomena wanita bekerja bukan hal yang aneh lagi di kalangan masyarakat. Selain untuk memenuhi kebutuhan, bekerja merupakan salah satu cara untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswi adalah sebutan bagi wanita yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi sebagai dasar pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat menopang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena single mother terus meningkat dan semakin banyak terjadi saat ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?... Identitas diri: 1. Jenis kelamin : Pria / Perempuan 2. Status pernikahan : Menikah / Tidak Menikah 3. Apakah saat ini Anda bercerai? : Ya / Tidak 4. Apakah Anda sudah menjalani pernikahan 1-5 tahun? :

Lebih terperinci

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR 69 Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR Feryanto W. K. 1 1 Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah dan memiliki anak adalah salah satu fase yang dialami dalam kehidupan dewasa awal. Alasan utama untuk melakukan pernikahan adalah adanya cinta dan komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap individu memiliki suatu citra tertentu yang didapatkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap individu memiliki suatu citra tertentu yang didapatkan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiap-tiap individu memiliki suatu citra tertentu yang didapatkan melalui suatu pengalaman. Pengalaman ini dapat diperoleh, baik secara langsung atau dengan cara tatap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan menukarkan sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan dini masih banyak terdapat di Indonesia, meskipun menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan Perkawinan hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah terindah dan tak ternilai yang diberikan Tuhan kepada para orangtua. Tuhan menitipkan anak kepada orangtua untuk dijaga, dididik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan yang suci antara pria dan wanita dalam suatu rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Memilih keduanya atau menjalani salah satu saja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan kaum perempuan pada tahap dewasa dini pada saat ini secara umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan kaum perempuan pada tahap dewasa dini pada saat ini secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan pada saat ini dihadapkan pada berbagai macam peran. Perempuan juga diharapkan dapat memilih dan bertanggung jawab atas peranan yang telah dipilihnya

Lebih terperinci

TRILOGI NOVEL MARITO

TRILOGI NOVEL MARITO TRILOGI NOVEL MARITO Izinkan Aku Memelukmu Ayah Dalam Pelarian Ketika Aku Kembali Marito, terlahir sebagai perempuan di suku Batak. Ia memiliki empat kakak perempuan. Nasibnya lahir di masa terpelik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Melihat keadaan dunia sekarang ini, di mana peradaban manusia sudah sangat maju dan adanya kemajuan teknologi yang sangat canggih, seringkali disebutkan bahwa kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wanita Indonesia saat ini memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk bekerja, sehingga hampir tidak ada lapangan pekerjaan dan kedudukan yang belum dimasuki

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan negara maju dari segi ekonomi juga dalam bidang teknologi, pendidikan, dan informasi. Generasi muda diharapkan untuk dapat menjadi seorang yang berkualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang mengakibatkan banyak orang tidak mendapatkan kesempatan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia tua merupakan waktu bagi seseorang untuk bersantai dan menikmati sisa kehidupannya, tetapi tidak di sebagian besar negara berkembang seperti di Indonesia. Mereka

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Beberapa negara di dunia menganut konsep patriaki, menurut Bhasin (Kartika, 2014:2), Jepang juga termasuk sebagi negara kapitalis yang menganut konsep patriaki di

Lebih terperinci