BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis didalam keluarga dan masyarakat. Sayangnya, banyak yang tidak bisa memainkan peran dan fungsinya dengan baik karena faktor kemiskinan dan salah satu penyebab terjadinya kemiskinan ini adalah rendahnya tingkat pendidikan perempuan. Oleh karena itu menurut Khayati (2002), ada dua aspek yang menjadi kunci utama untuk lebih memberdayakan perempuan, yaitu pendidikan dan ekonomi. Kebijakan di bidang pendidikan dan ekonomi bagi perempuan sangat perlu diperhatikan sebab jika ekonomi perempuan itu kuat, maka peran mereka dalam keluarga maupun masyarakat juga akan kuat. Begitu pula dengan pendidikannya, apabila perempuan memiliki pengetahuan yang luas dan tingkat pendidikan yang tinggi, maka peran mereka secara mikro dalam keluarga akan tinggi, bahkan peran sosial perempuan dalam masyarakat juga tinggi. Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Notoatmodjo, 2003). Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan 1

2 2 Nasional (2002), Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik. Sekalipun pendidikan merupakan hak seluruh rakyat Indonesia, namun kenyataannya masih terdapat kesenjangan pendidikan. Kesenjangan perempuan dan laki-laki masih nampak ada. Data BPS pada tahun 1999 menunjukkan bahwa pada kelompok usia tahun, laki-laki buta huruf sebesar 4 per 100 orang, sedangkan perempuan sebesar 9 per 100 orang. Menurut Worth Education Report (1995), banyak anak perempuan yang meninggalkan sekolah ditingkat dasar pertama pada usia 11 tahun. Ini disebabkan kesulitan faktor ekonomi. Hasil penelitian Sagala (2008), menunjukkan bahwa pada tahun 2006 Angka Partisipasi Sekolah (APS) laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Nampaknya pendidikan masih menjadi tantangan bagi kaum perempuan dan anak di Indonesia. Faktor penyebabnya, seperti masalah geografis, lingkungan, kemiskinan dan konstruksi sosial budaya antara laki-laki dan perempuan yang belum seimbang (Linda, 2011). Menurut Linda, dampak dari kebijakan dan program pendidikan yang buta gender akan lebih dirasakan oleh kaum perempuan dibandingkan kaum laki-laki karena kurangnya akses perempuan terhadap sumber daya, informasi dan pengambilan keputusan. Data dari Kementrian

3 3 Pendidikan menunjukkan perbedaan gender yang signifikan dalam hal rata-rata siswa yang putus sekolah, baik di tingkat sekolah dasar atau pun di sekolah menengah pertama. Lebih banyak anak perempuan yang putus sekolah dibandingkan dengan laki-laki. Di sekolah dasar, dari 10 siswa yang keluar 6 diantaranya adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Hal ini sama juga terjadi di tingkat sekolah menengah pertama. Perbedaan gender agak melebar di sekolah menengah atas menjadi 7 siswa perempuan yang putus sekolah di setiap 3 siswa laki-laki yang putus sekolah (Kementrian Pendidikan Nasional, 2002). Sementara itu di Negara Latin, jumlah rata-rata perempuan Latin yang lulus sekolah menengah atas lebih rendah dari pada perempuan atau kelompok etnis lain. Serta kemungkinannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi sangatlah kecil (National Center for Education Statistics, 2001). Meskipun pendidikan bagi masyarakat Latin penting, kebutuhan keluarga dan tekanan teman sebaya sering kali bertentangan dengan harapan perempuan Latin mengenai sekolah. Sebagai contoh, banyak perempuan Latin menghadapi tekanan dari pacar atau tunangan jika mereka kuliah, karena pacar atau tunangannya mengharapkan mereka tidak terlalu berpendidikan (Sutedja, 2001).

4 4 Nampaknya bukan hanya di Negara Latin yang memiliki stereotype tentang perempuan yang tidak perlu berpendidikan tinggi, di salah satu suku di Indonesia yaitu di Jawa ada gambaran stereotype tentang perempuan dengan sifat-sifat yang paling khas yaitu nrimo dan pasrah. Gambaran tersebut diyakini sebagai gambaran ideal mengenai perempuan Jawa pada umumnya, dan juga pola pendidikan yang diperuntukkan bagi perempuan Jawa (Sadli, 1984). Secara umum sebagian besar orang tua di Indonesia saat ini sudah mulai menyadari akan pentingnya sekolah bagi putra-putrinya namun ada sebagian yang masih memiliki pandangan yang timpang terhadap pendidikan anak perempuannya. Jika ditelusuri ketimpangan pendidikan perempuan di Indonesia ini dikarenakan oleh beberapa hal antara lain masyarakat masih berpandangan male oriented atau lebih mengutamakan pendidikan anak laki-laki daripada anak perempuannya. Male oriented juga berkaitan dengan budaya yang mengakar kuat dengan anggapan bahwa perempuan tidak sepantasnya berpendidikan tinggi karena nantinya hanya akan di dapur. Persepsi ini tidak diluruskan dan tidak disadari bahwa sesungguhnya peran di dapur pun menuntut ilmu dan pengetahuan. Keyakinan bahwa perempuan adalah konco wingking, dan tidak perlu menempuh pendidikan yang lebih tinggi, serta faktor

5 5 kemiskinan atau keterbatasan penghasilan orang tua terkadang juga dapat memarginalkan pendidikan perempuan (Khayati, 2002). Didalam bukunya, Handayani dan Novianto (2009), menyatakan bahwa seorang perempuan Jawa memang tidak diharapkan untuk berperan dalam sektor-sektor publik seperti jabatan lurah, atau pemimpin masyarakat seperti pemuka agama, atau melaksanakan profesi tertentu seperti menjadi guru, karena peran perempuan hanyalah di sektor domestik. Hal-hal yang menyangkut perilaku akan stereotype tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor pendidikan dari orang tua (Hofstede, 1991). Salah satu contoh nyata yang dapat menggambarkan adanya stereotype pada masyarakat Jawa adalah tuntutan dari orang tua bahwa seorang perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi, karena perempuan Jawa nantinya hanya akan bekerja di dapur sebagai ibu rumah tangga yang melayani suami atau sering disebut oleh masyarakat sekitar sebagai konco wingking (Mayling, 2002). Seringkali masyarakat Jawa memandang perempuan dengan sebelah mata, yakni mereka berpendapat bahwa perempuan itu lemah dan selalu berada di bawah lakilaki. Menurut Koentjoro (1990), para orang tua Jawa memiliki jalan pikirannya sendiri tentang anak perempuan mereka, seperti nikah di usia dini yaitu diusia belasan tahun,

6 6 tidak melanjutkan pendidikan dan hanya bekerja di rumah mengurus suami dan anak-anaknya kelak. Di era modern seperti sekarang, banyak orang memandang tingkat pendidikan tidak hanya menunjukan kecerdasan tetapi juga pride. Tidak hanya itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka ia dianggap bisa menghadapi suatu masalah dengan lebih baik. Pendidikan yang tinggi juga mendukung kinerja profesionalitas seseorang. Banyak orang yang berlomba meraih pendidikan setinggi mungkin (Zahra, 2012). Alasan yang melatarbelakangi seseorang dalam mengambil keputusan untuk melanjutkan pendidikan strata 2 yaitu untuk peningkatan jenjang pendidikan, perbaikan karir, kenaikan jabatan, kenaikan tunjangan dan pendapatan, investasi jangka panjang, hingga peningkatan reward atau harga diri pribadi dalam hubungan sosial atau kemasyarakatan (Sudani, 2008). Sehingga dari alasan tersebut nampak bahwa pendidikan strata 2 penting bagi seseorang baik yang sudah bekerja maupun mahasiswa strata 1. Melihat kenyataan diatas, di Indonesia sekarang ini banyak kita jumpai seseorang mahasiswi strata 1 yang memiliki motivasi. Menurut Mc. Donald (2003), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa motivasi

7 7 adalah sesuatu yang kompleks. Dan menurut Sardiman (2005), motivasi melanjutkan pendidikan strata 2 dapat juga diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelak perasaan tidak suka itu. Oleh karena itu, motivasi sering kali diartikan sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang mendorong perbuatan tersebut. Dalam hal ini, motivasi atau dorongan yang dibahas adalah dorongan untuk melanjutkan studi atau sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu perguruan tinggi khususnya program S2. Selanjutnya motivasi melanjutkan pendidikan strata 2 adalah dorongan yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilakunya untuk mencapai tujuannya yaitu melanjutkan pendidikan strata 2 agar dapat mencapai tujuan. Motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dimana faktor internal mencakup Persepsi individu mengenai diri sendiri, Harga diri dan prestasi, Harapan, Kebutuhan dan Kepuasan. Sementara itu faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar diri individu terdiri dari kelompok dimana individu tersebut tergabung, situasi lingkungan pada

8 8 umumnya, dan sistem timbal balik yang diterima (Soemanto, 1987). Widoyoko (2008) menyebutkan bahwa di era globalisasi ini, dunia bisnis akan menjadi dunia yang digerakkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology based industry). Bahkan tidak jarang beberapa perusahaan besar di Indonesia tanpa basa-basi langsung menempatkan tingkat pendidikan diurutan yang paling atas dalam persyaratan pencarian SDM. Hal ini begitu diyakinkan karena salah satu cara untuk mengukur kompetensi dan kualitas Sumber Daya Manusia dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang dimilikinya. Kualitas pendidikan dan SDM di Indonesia juga tidak akan pernah lepas dari peran penting orang tua dimana orang tua mempunyai tanggung jawab besar serta menjadi pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Hal ini dapat dilihat semenjak anak berada dalam kandungan seorang ibu melalui sikap, kebiasaan, dan contoh perilaku orang tua yang ditanamkan sejak dini (Dewi, 2005). Selain itu, apa yang dilakukan oleh orang tua akan di contoh oleh anaknya atau dengan kata lain orang tua adalah model bagi para anaknya. Dalam mendidik anak agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah latar belakang pendidikan, orang tua yang

9 9 memberikan dampak bagi pola pikir dan pandangan mereka terhadap cara mengasuh dan mendidik anaknya. Sehubungan dengan tingkat pendidikan orang tua akan memberikan pengaruh terhadap pola berfikir dan orientasi pendidikan yang akan diberikan kepada anaknya. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh orang tua maka akan semakin memperluas dan melengkapi pola berfikirnya dalam mendidik anaknya (Dewi, 2005). Oleh karena itu, apabila orang tua tidak memiliki pengetahuan atau tingkat pendidikan yang cukup baik dan luas maka pendidikan yang diperoleh anak akan berkurang. Namun sebaliknya, apabila orang tua memiliki pengetahuan atau pendidikan yang cukup tinggi maka dalam memberikan pendidikan kepada anak akan baik pula sesuai dengan apa yang dimilikinya (Palupi, 2007). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hossler & Coopersmith yang dikutip oleh Adams (dalam Kartono dan Supramono, 2005) tingkat pendidikan orang tua berhubungan positif terhadap keinginan anak untuk melanjutkan sekolah. Orang tua dituntut harus memiliki pendidikan dan proses pembelajaran pada tatanan tertinggi agar mengarahkan pendidikan anaknya (Shochib, 1998). Berdasarkan pernyataan tersebut, terlihat bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki orang tua dapat mengarahkan dan

10 10 memotivasi anak untuk melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi. Dalam era globalisasi seperti saat ini banyak masyarakat Jawa khususnya remaja puteri yang sedang duduk di bangku perkuliahan ingin dan mempunyai niat untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi yaitu S2. Hal tersebut tidak terlepas dari motivasi pribadi maupun dorongan dari orang tua (Setyorini, 2011). Nampaknya hal tersebut menjadi bukti bahwa perempuan Jawa masa kini memiliki pandangan yang jauh lebih kedepan dan memiliki keinginan untuk tidak mau dianggap remeh atau dianggap rendah dari laki-laki. Beberapa dari mereka yang berada dalam keluarga yang kurang mampu, memutuskan untuk mencari beasiswa agar dapat melanjutkan pendidikannya dan mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik daripada orangtuanya, karena ia menganggap bahwa kehidupan yang ia jalani sekarang kurang nyaman, kurang dapat memberikan banyak hal yang ia inginkan, sehingga ia termotivasi untuk melanjutkan pendidikan strata 2. Namun ada pula dan sering kita jumpai seseorang khususnya remaja puteri yang memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya karena melihat dan mencontoh perilaku orang tua terkhusus perilaku ibu, karena ia menganggap bahwa seorang anak perempuan dan seorang ibu memiliki kesamaan yang lebih banyak dibanding dengan ayah. Ia menganggap bahwa

11 11 pekerjaan sebagai seorang ibu rumah tangga sangat mulia sehingga ia mendedikasikan hidupnya kelak hanya untuk keluarga (Soehartono, 2008). Selanjutnya dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyorini, (2011) tentang hubungan tingkat pendidikan orang tua dan prestasi belajar dengan minat siswa melanjutkan studi keperguruan tinggi, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat pendidikan orang tua dengan minat untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Artinya tingkat pendidikan formal yang bersifat umum dari orang tua berpengaruh secara langsung terhadap minat anak dalam melanjutkan studinya kejenjang yang lebih tinggi. Banyaknya masalah-masalah yang dapat kita jumpai diluar, membuat penulis tergerak untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Yaitu apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap motivasi untuk melanjutkan pendidikan strata S2 pada mahasiswi suku Jawa Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Alasan penulis melakukan penelitian tersebut dikarenakan fenomena stereotype yang menyatakan bahwa seorang perempuan tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi atau berpendidikan tinggi, karena nantinya hanya akan berperan sebagai konco wingking. Hal tersebut merupakan fenomena gunung es,

12 12 yang tidak banyak terkuak oleh masyarakat luas sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut. B. Rumusan masalah Apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan motivasi untuk melanjutkan pendidikan strata 2 pada mahasiswi suku Jawa Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga? C. Tujuan Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan motivasi untuk melanjutkan pendidikan strata 2 pada mahasiswi suku Jawa Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. D. Manfaat 1. Manfaat teoritis Dapat memberikan sumbangan dalam dunia pendidikan dan sosial, terutama dalam hal motivasi belajar pada mahasiswi Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. 2. Manfaat praktis a. Bagi orang tua, dapat memberi masukan kepada para orang tua baik yang memiliki pendidikan tinggi maupun rendah agar dapat memotivasi anaknya untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

13 13 b. Bagi mahasiswi, dapat memberikan masukan bahwa tinggi rendahnya tingkat pendidikan orang tua kiranya tidak menjadi alasan untuk berkurangnya motivasi dalam melanjutkan pendidikan strata 2. c. Bagi institusi pendidikan, dapat memberikan dorongan bagi peserta didik supaya termotivasi untuk melanjutkan studi kejenjang yang lebih tinggi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Melanjutkan Pendidikan Strata 2 1. Pengertian Motivasi melanjutkan pendidikan strata 2 Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang tentunya memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. Sekarang ini, Indonesia banyak menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dimanapun dan kapanpun didunia ini pasti akan mengalami proses pendidikan, di era globalisasi

Lebih terperinci

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan diyakini sebagai salah satu institusi yang memiliki peran sentral dan strategis dalam proses transformasi sosial serta pemberdayaan insani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem nilai, norma, stereotipe, dan ideologi gender telah lama dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan antara perempuan dengan laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Kata gender berasal dari kata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ini dikarenakan angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudahan dalam memasuki dan meraih peluang kerja, kesempatan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudahan dalam memasuki dan meraih peluang kerja, kesempatan untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, dunia usaha dan masyarakat telah menjadi semakin kompleks sehingga menuntut adanya perkembangan berbagai disiplin ilmu termasuk akuntansi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan zaman sudah semakin modern terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan zaman sudah semakin modern terutama pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan zaman sudah semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini yang menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam memenuhi kewajiban maupun tanggung jawab kepada anak-anaknya. Pengasuhan dan pendidikan pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir semua orang mendapatkan pendidikan dan melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir semua orang mendapatkan pendidikan dan melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir semua orang mendapatkan pendidikan dan melaksanakan pendidikan. Sebab pendidikan tidak pernah terpisah dari kehidupan manusia. Baik pendidikan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan merupakan makhluk yang diciptakan dengan berbagai kelebihan, sehingga banyak topik yang diangkat dengan latar belakang perempuan. Kelebihan-kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tingkat pekerjaan yang sesuai. Serta mengimplementasikan pilihan karir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tingkat pekerjaan yang sesuai. Serta mengimplementasikan pilihan karir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempersiapkan masa depan, terutama karir merupakan salah satu tugas remaja dalam tahap perkembangannya (Havighurst, dikutip Hurlock, 1999). Pada masa ini remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah adalah ayah, namun seiring dengan berkembangnya zaman, tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah adalah ayah, namun seiring dengan berkembangnya zaman, tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejatinya didalam keluarga biasanya yang mencari nafkah bekerja diluar rumah adalah ayah, namun seiring dengan berkembangnya zaman, tidak dipungkiri bahwa peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesuksesan dalam karir. Terkadang beberapa orang tidak melakukan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. kesuksesan dalam karir. Terkadang beberapa orang tidak melakukan UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perencanaan karir merupakan hal yang penting untuk mencapai suatu kesuksesan dalam karir. Terkadang beberapa orang tidak melakukan perencanaan karir dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menyampaikan maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan pembangunan di setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tujuan yang ingin dicapai oleh anak dapat terwujud. Motivasi anak dalam meraih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tujuan yang ingin dicapai oleh anak dapat terwujud. Motivasi anak dalam meraih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi anak dalam meraih prestasi di sekolah sangat penting, sehingga tujuan yang ingin dicapai oleh anak dapat terwujud. Motivasi anak dalam meraih prestasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sejak manusia lahir hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan dan merupakan kunci utama untuk mencapai kemajuan suatu bangsa. Pendidikan dapat memotivasi terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknologi pada era globalisasi saat ini berkembang dengan sangat pesat. UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknologi pada era globalisasi saat ini berkembang dengan sangat pesat. UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi pada era globalisasi saat ini berkembang dengan sangat pesat. Semakin majunya perkembangan teknologi dapat mempermudah kegiatan manusia untuk mengerjakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pesatnya. Segala sesuatunya dapat dikerjakan dengan seperangkat alat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pesatnya. Segala sesuatunya dapat dikerjakan dengan seperangkat alat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi sekarang ini, teknologi sudah berkembang dengan pesatnya. Segala sesuatunya dapat dikerjakan dengan seperangkat alat yang dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Membahas mengenai pacaran dalam era globalisasi ini sudah tidak asing lagi. Pacaran sekarang bahkan seolah olah sudah merupakan aktifitas remaja dalam kehidupan sehari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat menciptakan dan mengembangkan kebudayaan sebagai tuntunan yang memandu kehidupan, sesuai dengan lingkungan sosial dan fisik di wilayahnya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. perempuan yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak zaman dahulu hingga kini, persoalan yang dihadapi oleh kaum perempuan yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai hambatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional. Atas dasar. pembangunan dan pertumbuhan sosial ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional. Atas dasar. pembangunan dan pertumbuhan sosial ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kehidupan koperasi telah menjadi kebutuhan masyarakat, sebab bagi masyarakat Indonesia hidup berkoperasi berarti membangun perekonomiannya. Pemerintah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika dahulu dunia pekerjaan hanya didominasi oleh kaum laki-laki, sekarang fenomena tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah merupakan lingkungan pertama bagi anak. Di lingkungan keluaga, pertama-tama anak mendapatkan pengaruh sadar. Karena itu keluarga merupakan lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi dan modernisasi, banyak terjadi perubahanperubahan dalam berbagai sisi kehidupan yang mengharuskan setiap manusia tanpa terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang. kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang. kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan faktor pendukung yang memegang peranan penting di seluruh sektor kehidupan. Pembangunan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing serta mempertahankan diri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara yang masih berkembang, pendidikan di Indonesia masih. sangat rendah dari segi Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara yang masih berkembang, pendidikan di Indonesia masih. sangat rendah dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci pembangunan suatu bangsa. Pembangunan suatu bangsa bisa terjadi dengan adanya transformasi sosial dalam suatu bangsa yaitu salah satunya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, bidang pendidikan memegang peranan yang penting. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan dimana ia harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan. BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi pemrosesan data telah mengalami perkembangan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi pemrosesan data telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi pemrosesan data telah mengalami perkembangan yang luar biasa dengan ditemukannya komputer, yaitu pemrosesan data secara elektronik. Komputer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghendaki berbagai penyelenggaraan pendidikan dengan program-program

BAB I PENDAHULUAN. menghendaki berbagai penyelenggaraan pendidikan dengan program-program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan

Lebih terperinci

PELIBATAN TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM IMPLEMENTASI SATUAN PENDIDIKAN BERWAWASAN GENDER

PELIBATAN TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM IMPLEMENTASI SATUAN PENDIDIKAN BERWAWASAN GENDER PELIBATAN TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM IMPLEMENTASI SATUAN PENDIDIKAN BERWAWASAN GENDER Wagiran Pokja Gender Bidang Pendidikan DIY Dosen Fakultas Teknik UNY maswagiran@yahoo.com Gender GENDER GENDER GENDER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibuktikan dari hasil penelitian Institute of Management Development (dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibuktikan dari hasil penelitian Institute of Management Development (dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah sumber daya manusia di Indonesia dapat dikatakan cukup banyak, namun sebagian besar masih memiliki kualitas yang tergolong rendah. Hal ini dibuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Siswoyo (2007) mahasiswi adalah individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Siswoyo (2007) mahasiswi adalah individu yang sedang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Siswoyo (2007) mahasiswi adalah individu yang sedang menuntut ilmu di tingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa Remaja terkadang mereka masih belum memikirkan tentang masa depan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswi adalah sebutan bagi wanita yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi sebagai dasar pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat menopang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha manusia dalam rangka memajukan aktivitas. Pendidikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. usaha manusia dalam rangka memajukan aktivitas. Pendidikan sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyumbangkan kemampuan usaha manusia dalam rangka memajukan aktivitas. Pendidikan sebagai suatu aspek yang menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menghadapkan kita pada tuntutan akan pentingnya suatu kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi pendidikan yang dimiliki.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipenuhi dari kebutuhan pokok hingga kebutuhan yang lainnya karena itulah

BAB 1 PENDAHULUAN. dipenuhi dari kebutuhan pokok hingga kebutuhan yang lainnya karena itulah BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap manusia pasti mempunyai berbagai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi dari kebutuhan pokok hingga kebutuhan yang lainnya karena itulah manusia membutuhkan biaya atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat Mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah secara

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan sebagai suatu wadah dalam menyiapkan generasi bangsa yang mempunyai kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Dahulu pembagian peran pasangan suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik sendiri dalam pelaksanaan pembangunan yang menuntut semua

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik sendiri dalam pelaksanaan pembangunan yang menuntut semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua pembangunan yang menyangkut masyarakat mempunyai karakteristik sendiri dalam pelaksanaan pembangunan yang menuntut semua pihak untuk senantiasa menggerakan

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Kancah Penelitian Penelitian mengenai Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan motivasi melanjutkan pendidikan strata 2 pada mahasiswi Suku Jawa Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Dengan

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik Remaja

HASIL. Karakteristik Remaja HASIL Karakteristik Remaja Jenis Kelamin dan Usia. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) kelompok usia remaja di bagi ke dalam empat kategori, yakni usia pra remaja (10-12 tahun), remaja awal (12-15

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri bagi manusia, sehingga pada masa ini kepribadian individu cenderung berubah-berubah tergantung dari apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. terutama pada posisi jabatan struktural. Hal ini dapat diindikasikan bahwa terdapat

BAB VI PENUTUP. terutama pada posisi jabatan struktural. Hal ini dapat diindikasikan bahwa terdapat BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta merupakan dinas yang memiliki jumlah pegawai perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pegawai laki-laki, terutama pada posisi jabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak dituntut seseorang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dari semakin kerasnya kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kualitas hidup. Istilah kualitas hidup digunakan untuk mengevaluasi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kualitas hidup. Istilah kualitas hidup digunakan untuk mengevaluasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas hidup adalah istilah yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan. Kesejahteraan menggambarkan seberapa baik perasaan seseorang terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas. Adapun belajar pada dasarnya adalah suatu proses yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual tinggi sehingga menjadi sumber daya yang berkualitas, namun pada kenyataan masih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! 4 dari 5 laki-laki seluruh dunia pada satu masa di dalam hidupnya akan menjadi seorang ayah. Program MenCare+ Indonesia adalah bagian dari kampanye global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang berkualitas. Maka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendasar bagi perkembangan bangsa suatu negara. Melalui. pada negara dengan potensi dan bakat yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendasar bagi perkembangan bangsa suatu negara. Melalui. pada negara dengan potensi dan bakat yang dimiliki. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya suatu zaman maka semakin menuntut baiknya suatu pendidikan. Pendidikan memegang peranan penting dalam mewujudkan pembangunan suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam Undang- undang Republik Indonesia No. 20 tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam Undang- undang Republik Indonesia No. 20 tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 yaitu : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu ketat menuntut setiap perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh aspek

BAB I PENDAHULUAN. begitu ketat menuntut setiap perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi sekarang ini, mengakibatkan dunia usaha menghadapi permasalahan yang semakin kompleks dan dinamis, selain itu persaingan yang begitu ketat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu aset penting negara. Sumber daya manusia yang dimiliki akan menentukan berkembang atau tidaknya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan Akuntansi di Indonesia sudah cukup lama diselenggarakan yang di mulai dari pendidikan tata buku sampai pendidikan akuntansi saat ini. Tentunya banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu ciri kehidupan modern dapat dilihat dari semakin kompleknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu ciri kehidupan modern dapat dilihat dari semakin kompleknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri kehidupan modern dapat dilihat dari semakin kompleknya organisasi pada bidang industri. Setiap hari manusia melakukan berbagai kegiatan, bergabung dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menciptakan berbagai hal seperti konsep, teori, perangkat teknologi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menciptakan berbagai hal seperti konsep, teori, perangkat teknologi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kreativitas merupakan kemampuan intelektual yang sangat penting karena dengan kreativitas manusia mampu memecahkan berbagai masalah dan menciptakan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkiprah dalam dunia kerja adalah sarjana ekonomi, khususnya dari jurusan

BAB I PENDAHULUAN. akan berkiprah dalam dunia kerja adalah sarjana ekonomi, khususnya dari jurusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha memberikan lapangan kerja yang beragam bagi angkatan kerja. Salah satu angkatan kerja yang ada di Indonesia adalah sarjana, yaitu tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah menjadi kebutuhan utama bagi manusia untuk menunjang aktivitasnya. Adanya transportasi menjadi suatu alat yang dapat mempermudah kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu upaya untuk mencapai pertumbuhan kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kerja wanita menunjukkan jumlah yang signifikan, baik di sektor formal

BAB 1 PENDAHULUAN. kerja wanita menunjukkan jumlah yang signifikan, baik di sektor formal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era sekarang ini jumlah tenaga kerja wanita di pasar tenaga kerja wanita menunjukkan jumlah yang signifikan, baik di sektor formal maupun informal.sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Ada banyak sekagli pekerjaan,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Ada banyak sekagli pekerjaan, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada keseharian, ada berbagai peran yang dijalani oleh individu, salah satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Ada banyak sekagli pekerjaan, tantangan,

Lebih terperinci