PERFORMA ITIK CIHATEUP JANTAN UMUR 1-10 MINGGU YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN VITAMIN E DALAM RANSUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERFORMA ITIK CIHATEUP JANTAN UMUR 1-10 MINGGU YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN VITAMIN E DALAM RANSUM"

Transkripsi

1 PERFORMA ITIK CIHATEUP JANTAN UMUR 1-10 MINGGU YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN VITAMIN E DALAM RANSUM SKRIPSI IKA SARASWATI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN Ika Saraswati. D Performa Itik Cihateup Jantan Umur 1-10 Minggu yang Diberi Tepung Daun Beluntas, Vitamin C dan Vitamin E dalam Ransum. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Dr.Ir.Rukmiasih, MS : Dr.Ir.Sumiati M.Sc Itik memiliki potensi sebagai penghasil daging, tetapi kurang disukai oleh sebagian konsumen karena memiliki daging yang berbau amis. Penurunan bau amis telah berhasil dilakukan dengan pemberian 1% beluntas ke dalam ransumnya. Akan tetapi, nilai konversi ransum yang didapat lebih besar dari kontrol. Angka konversi ransum itik kontrol sebesar 4,57, sedangkan yang mendapat beluntas 1% sebesar 5,11. Untuk memperbaiki konversi ransum, dilakukan penurunan penggunaan beluntas menjadi 0,5%. Untuk menutupi kekurangan antioksidan karena penurunan penggunaan beluntas, dicoba ditambahkan vitamin C atau E. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E dalam meningkatkan performa (konsumsi ransum, bobot badan, pertambahan bobot badan dan konversi ransum) itik. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei hingga September 2010 di kandang B bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Ransum yang digunakan pada penelitian ini yaitu ransum komersial sebagai kontrol (K), ransum komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% (KB), ransum komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg (KBC), ransum komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU (KBE). Jumlah itik yang digunakan sebanyak 96 ekor, yang dikelompokkan berdasarkan bobot badan kecil, sedang dan besar. Pengelompokkan tersebut merupakan ulangan dari setiap perlakuan dan tiap ulangan terdiri atas 8 ekor itik. Peubah yang diukur adalah konsumsi ransum, bobot badan, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum tidak berbeda nyata, sedangkan bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan itik yang diberi tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU paling tinggi sehingga diperoleh konversi ransum paling baik. Kata kunci : Itik cihateup, tepung daun beluntas, vitamin C, vitamin E, performa i

3 ABSTRACT Performances of Cihateup Male Duck Age 1-10 Weeks Fed Beluntas Leaf Meal, Vitamin C and Vitamin E. Saraswati I., Rukmiasih, and Sumiati Male duck is potential as meat producer, but the ducks meat off-odor limited the consumers preference. Reducing off-odor has success with supplementation beluntas 1% in feed. However the feed conversion were higher than control. To improve feed conversion, using beluntas reduced 0,5%. To covered deficient antioxidant, try added vitamin C and E.The purpose of this research was to study the effect of feeding beluntas leaf meal, vitamin C and vitamin E in improving ducks performances (feed intake, body weight, body weight gain and feed conversion). The diet treatments were commercial diet as control (K), commercial diet+beluntas leaf meal 0.5% (KB), commercial diet+beluntas leaf meal 0.5%+250 mg C vitamin (KBC), commercial diet+beluntas meal 0,5%+400 IU E vitamin (KBE). Ninety six ducks were used for this research and divided into four treatments and three replications. The ducks were reared from one week up to 10 weeks of old. The parameter measured were feed intake, body weight, body weight gain and feed conversion. The results showed that feed intake did not affect. While final body weight and body weight gain of duck feeding beluntas leaf meal 0.5%+vitamin E 400 IU highest obtainable was the best feed conversion. Keywords: Ducks local, beluntas leaf meal, vitamin C, vitamin E, performance ii

4 PERFORMA ITIK CIHATEUP JANTAN UMUR 1-10 MINGGU YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN VITAMIN E DALAM RANSUM IKA SARASWATI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 iii

5 Judul : Performa Itik Cihateup Jantan Umur 10 Minggu yang Diberi Tepung Daun Beluntas, Vitamin C dan Vitamin E dalam Ransum Nama : Ika Saraswati NIM : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Rukmiasih, MS.) (Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.) NIP: NIP: Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: Tanggal Ujian: 13 April 2011 Tanggal Lulus: iv

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1987 di Klaten, Jawa Tengah. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Winardi (alm) dan Ibu Sunampi. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1993 di Sekolah Dasar Pondok Rumput II Bogor dan lulus pada tahun Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2002 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 8 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menegah Atas Negeri 8 Bogor pada tahun 2002 dan lulus pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak, Program Diploma dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Program Alih Jenis Teknologi Produksi Ternak, Institut Pertanian Bogor. v

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan kesempatan yang diberikan oleh-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Performa Itik Cihateup Jantan Umur 1-10 Minggu yang Diberi Tepung Daun Beluntas, Vitamin C dan Vitamin E dalam Ransum. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ternak itik memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk membantu memenuhi kebutuhan protein hewani di Indonesia, tetapi itik memiliki kelemahan yaitu pertumbuhan yang lambat dan konversi ransumnya tinggi. Penulis dengan rekan-rekan dan dosen di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor mencoba melakukan serangkaian penelitian untuk memperbaiki performa itik. Penggunaan tepung daun beluntas (Pluchea indica L), vitamin C dan vitamin E yang ditambahkan dalam ransum dilakukan sebagai upaya dalam memperbaiki performa itik tersebut. Mengingat terdapat berbagai kandungan bahan aktif dalam tanaman beluntas, penulis menduga akan ada zat anti nutrien yang dapat berpengaruh terhadap produktivitas itik sebagai sumber daging. Hal inilah yang penulis kaji lebih dalam, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian tepung daun beluntas, kombinasi tepung daun beluntas dengan vitamin C dan kombinasi tepung daun beluntas dengan vitamin E terhadap performa (konsumsi ransum, bobot badan, pertambahan bobot badan dan konversi ransum) itik cihateup. Penelitian mengalami kendala terutama dalam hal penyakit selama pemeliharaan. Namun secara umum kendala yang ada telah mampu penulis dan tim hadapi sehingga penelitian yang dilakukan dapat diselesaikan dengan baik. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya, Amin. Bogor, April 2011 Penulis vi

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Itik Cihateup... 3 Manfaat dan Sumber Antioksidan pada Unggas... 4 Manfaat Antioksidan... 4 Beluntas (Pluchea indica L)... 4 Vitamin C... 6 Vitamin E... 7 Konsumsi Ransum... 9 Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan... 9 Konversi Ransum... 9 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Materi Penelitian Daun Beluntas (Pluchea indica L.) Ternak Kandang dan Peralatan Ransum Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan Pembuatan Tepung Daun Beluntas Pembentukan Unit Perlakuan Pemeliharaan dan Pengambilan Data Peubah yang Diamati Rancangan Percobaan dan Analisis Data ii iii iv v vi vii ix x xi vii

9 HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Cihateup Jantan Umur 1-10 Minggu Konsumsi Ransum Bobot Badan Pertambahan Bobot Badan Konversi Ransum KESIMPULAN UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Komposisi Kimia Ransum Komersial, Daun Beluntas dan Dedak Padi (As Fed) Susunan Ransum, Kandungan Nutrien dan Antinutrien dan Antioksidan dalam Ransum Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu Susunan Ransum, Kandungan Nutrien dan Antinutrien dan Antioksidan dalam Ransum Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu Performa Itik Cihateup Jantan Selama Penelitian ix

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Postur Itik Cihateup Betina dan Jantan Umur 12 Bulan (Rukmiasih et al.,2008) Tanaman Beluntas Struktur Kimia Vitamin C (Levy, 2010) Struktur Bangun Tokopherol (Colombo, 2010) Daun Beluntas yang Digunakan Itik Cihateup Umur 2 Minggu Kandang Pemeliharaan Daun Beluntas yang Telah Kering dan Tepung Daun Beluntas Grafik Konsumsi Ransum per Ekor per Minggu Selama Penelitian Grafik Bobot Badan Itik Cihateup Jantan Selama Penelitian x

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Itik Cihateup Jantan pada Minggu Pertama sampai Kedua Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Itik Cihateup Jantan pada Minggu Ketiga sampai Keempat Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Itik Cihateup Jantan pada Minggu Kelima sampai Keenam Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Itik Cihateup Jantan pada Minggu Keenam sampai Ketujuh Analisis Sidik Ragam Rataan Konsumsi Ransum Itik Cihateup Jantan Selama Pemeliharaan Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu Kedua Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu Ketiga Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu Keempat Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu Kelima Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu Keenam Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu Ketujuh Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu Kedelapan Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu Kesembilan Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu Ke xi

13 15. Analisis Sidik Ragam Rataan Pertambahan Bobot Badan Selama Pemeliharaan Analisis Sidik Ragam Rataan Konversi Ransum Selama Pemeliharaan xii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi protein hewani di Indonesia banyak diperoleh dari produk unggas, seperti ayam broiler sebagai penghasil daging dan ayam ras petelur. Menurut Dirjen Peternakan (2008), rata-rata konsumsi protein berasal dari produk unggas adalah 3,71 g/kapita/hari. Unggas lokal yang memiliki peran cukup penting untuk membantu memenuhi ketersediaan protein hewani adalah itik. Selain sebagai penghasil telur, itik juga memiliki potensi sebagai penghasil daging terutama itik jantan. Pada tahun 2008, itik dan entog dapat menyumbangkan daging sebesar 45,2 ton atau 3,22% dari total produksi daging unggas (Dirjen Peternakan, 2008). Daging itik juga mempunyai nilai gizi tinggi sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Itik jantan sudah banyak dimanfaatkan oleh para peternak sebagai penghasil daging, tetapi pertumbuhannya lambat dan konversi pakannya tinggi. Untuk memperbaiki penampilan ternak dapat digunakan tanaman obat tradisonal. Tanaman obat tradisional dapat berfungsi sebagai feed aditive alami untuk memperbaiki penampilan produksi ternak dan mencegah serangan penyakit. Salah satu tanaman yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu, yaitu tanaman beluntas (Pluchea indica less). Beluntas telah dikenal memiliki banyak kegunaan baik sebagai tanaman pagar maupun tanaman obat dengan menggunakan seluruh bagian tanamannya baik dalam bentuk segar maupun kering, daun beluntas memiliki bau yang khas aromatis dan rasanya getir. Pada daun tersebut terkandung zat-zat aktif, yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, karoten dan minyak atsiri. Kandungan flavonoid dan beta-karoten mempunyai efek sebagai antioksidan. Daya kerja flavonoid sebagai antioksidan adalah mengikat logam dan menangkap oksigen radikal dan radikal bebas (scavenger). Senyawa lain yang terkandung dalam beluntas yaitu tanin yang dikhawatirkan dapat menurunkan performa pada itik. Efek negatif tanin pada hewan monogastrik menyebabkan penekanan pertumbuhan, nafsu makan berkurang karena rasa pahit dari tanin, merusak dinding mukosa saluran pencernaan, meningkatkan ekskresi protein dan beberapa asam amino esensial. Sumber antioksidan yang dapat digunakan selain daun beluntas adalah vitamin C dan vitamin E. Vitamin C dan vitamin E diperlukan dalam metabolisme 1

15 tubuh dan pertumbuhan yang normal. Antioksidan tersebut berfungsi mencegah terjadinya reaksi oksidasi lipid dan diharapkan dapat memperbaiki performa itik. Penelitian tentang pemanfaatan tepung daun beluntas dalam ransum telah dilaporkan oleh Wahyudin (2006) dan disimpulkan bahwa pemberian tepung daun beluntas sampai taraf 2% dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi ransum, bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan, tetapi konversi ransumnya lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Untuk memperbaiki performa dan konversi ransum, maka penambahan tepung daun beluntas pada penelitian ini hanya sebesar 0,5%. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E dalam meningkatkan performa (konsumsi ransum, bobot badan, pertambahan bobot badan dan konversi ransum) itik cihateup. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Itik Cihateup Itik termasuk dalam kelompok unggas air (waterfowl) yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut: kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, subfamili Anatinae, rumpun (tribe) Anatini, genus Anas, spesies Anas platyrhynchos (Achwanu, 1997). Salah satu contoh itik lokal antara lain itik cihateup yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Selain dikembangkan di daerah asalnya, itik cihateup juga telah dikembangkan di daerah Garut. Daerah Cihateup berada pada ketinggian 378 m di atas permukaan laut (dpl) yang merupakan dataran tinggi, sehingga itik tersebut disebut juga dengan itik gunung. Daya adaptasi terhadap lingkungan dingin baik, sehingga itik tersebut sangat sesuai dipelihara untuk daerah dingin atau pegunungan (Wulandari, 2005). Itik tersebut merupakan salah satu kebanggaan peternak itik di Propinsi Jawa Barat disamping itik cirebon. Secara umum ciri-ciri fisik itik cihateup mirip dengan itik-itik jawa lainnya, seperti itik karawang, itik cirebon ataupun itik tegal. Walaupun demikian, secara genetik terdapat sedikit keragaman di antara itik-itik tersebut (Muzani, 2005). Bulu itik cihateup berwarna coklat, sedangkan paruh dan shanknya berwarna hitam. Warna itik cihateup jantan dewasa lebih gelap, bahkan bulu di sekitar kepala mengarah kehitaman, akan tetapi betina memiliki warna bulu yang lebih cerah. Bentuk badan itik cihateup serupa dengan itik jawa pada umumnya, yakni berbadan langsing seperti botol, dengan leher bulat panjang. Jika berjalan lebih tegak dibandingkan dengan itik alabio. Beberapa ukuran tubuh itik cihateup, misalnya lingkar dada lebih besar dari itik cirebon maupun itik mojosari, hal ini dapat menjadi indikasi bahwa itik cihateup memiliki potensi penghasil daging yang lebih baik daripada itik cirebon dan mojosari (Muzani, 2005). Itik jantan cihateup lebih efisien dalam memanfaatkan ransum untuk pertumbuhan dibandingkan dengan itik betina, tetapi memiliki konversi ransum yang sama antara itik jantan maupun itik betina cihateup. Kemampuan pertumbuhan yang cukup baik pada ternak jantan terlihat dari bobot potong itik cihateup yang berumur 14 minggu, berkisar antara g/ekor dengan nilai konversi ransum sekitar 3

17 6,7 (Wulandari et al., 2005). Postur itik cihateup betina dan jantan umur 12 bulan dapat dilihat pada Gambar 1. (a) (b) Gambar 1. Postur Itik Cihateup Betina (a) dan Jantan Umur 12 Bulan Sumber: Rukmiasih et al. (2008) Rerata bobot anak itik betina yang baru menetas tidak berbeda nyata dengan bobot anak itik jantan, yaitu masing-masing 42,95±3,35 dan 42,75±3,08 g/ekor. Rerata bobot badan dewasa itik betina dan jantan masing-masing 1.476,09±161,57 dan 1.518,02±164,16 g/ekor (Hardjosworo, 1985). Manfaat Antioksidan Manfaat dan Sumber Antioksidan pada Unggas Antioksidan mempunyai aktivitas yang dapat menghambat atau mencegah kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat proses oksidasi. Antioksidan yang digunakan dalam bahan pangan harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu tidak beracun, tidak mempunyai efek fisiologis, tidak menimbulkan flavor yang tidak enak, rasa dan warna pada lemak atau bahan pangan, efektif dalam jumlah yang relatif kecil, tidak mahal dan selalu tersedia (Ketaren, 2008). Berdasarkan asal diperolehnya, senyawa antioksidan dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami dapat ditemukan dari jenis tanaman, sedangkan antioksidan sintetik diperoleh dari sintesa reaksi kimia (Winarno, 1991). Beluntas (Pluchea indica L) Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak dengan ketinggian tanaman dapat mencapai 2 meter. Beluntas memiliki daun tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat. Panjang daun beluntas 4

18 mencapai 3,8-6,4 cm (Asiamaya, 2003). Tanaman beluntas dalam susunan taksonomi termasuk ke dalam kingdom Platae; subkingdom Tracheobioma; superdivisi Spermatophyta; divisi Magnoliophyta; kelas Magnoliopsida; subkelas Asteridae; ordo Asterales; famili Asteraceae; genus Pluchea cass; dan spesies Pluchea indica (L) less. Selama ini beluntas telah dikenal mempunyai banyak kegunaan baik sebagai tanaman pagar maupun tanaman obat dengan menggunakan seluruh bagian tanamannya baik dalam bentuk segar maupun kering. Hal ini karena beluntas mengandung asam amino (leusin, isoleusin, triptofan, treonin), alkaloid, flavonoida, minyak atsiri, asam chlorogenik, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesium, fosfor, besi, vitamin A dan C (Asiamaya, 2003). Menurut hasil analisis kualitatif yang dilakukan Ardiansyah (2002), ekstrak daun beluntas mengandung bahan-bahan aktif seperti tanin dan alkaloid. Kandungan tanin pada beluntas dapat mempengaruhi nilai nutrisi yang dikandung ransum yang dikonsumsi hewan. Menurut Rukmiasih et al. (2010) kandungan tanin dalam daun beluntas yaitu 1,88%. Tanin terdapat pada tanaman legum, rumput dan buah yang belum masak. Tanin menyebabkan rasa mengkerut pada lidah karena mampu berikatan dengan cairan saliva dalam mulut (Cannas, 2008). Konsentrasi tanin lebih dari 5% sudah menimbulkan efek negatif pada hewan monogastrik, yaitu penekanan pertumbuhan, penurunan penggunaan protein, merusak dinding mukosa saluran pencernaan, mengurangi ekskresi beberapa kation dan meningkatkan ekskresi protein dan beberapa asam amino essensial dan pada level 3-7% dapat menyebabkan kematian (Cannas, 2008). Menurut Widodo (2002), pemberian ransum yang mengandung tanin sebesar 0,33% tidak membahayakan untuk unggas khususnya ayam. Apabila pemberian kadar tanin mencapai 0,5% atau lebih menyebabkan penurunan pertumbuhan ayam, karena tanin menekan retensi nitrogen dan penurunan daya cerna asam amino yang seharusnya dapat diserap oleh vili-vili usus yang dipergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan-jaringan tubuh. Gejala yang ditimbulkan bila mengkonsumsi tanin adalah pertumbuhan yang lambat dan nafsu makan berkurang karena rasa pahit dari tanin. Flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Panovskai et al., 2005). Menurut Rukmiasih et al. (2010), tanaman beluntas mengandung senyawa flavonoid, 5

19 vitamin C dan beta-karoten masing-masing sebesar 4,47%, 98,25 mg/100 g dan mg/100 g yang ketiganya mempunyai efek sebagai antioksidan dan juga mengandung fitokimia (bahan obat). Daya kerja flavonoid sebagai antioksidan adalah mengikat logam dan menangkap oksigen radikal dan radikal bebas (scavenger). Kandungan kimia lain pada beluntas yaitu alkaloid. Alkaloid adalah senyawa yang mengandung substansi dasar nitrogen basa, biasanya dalam bentuk cincin heterosiklik. Alkaloid terdistribusi secara luas pada tanaman. Alkaloid biasanya pahit dan sangat beracun (Widodo, 2002). Tanaman beluntas dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Tanaman Beluntas Vitamin C Menurut Sukmono (2009), vitamin C berperan sebagai antioksidan. Dalam tubuh, vitamin C membantu mengurangi infeksi yang masuk ke dalam tubuh, membantu menyembuhkan luka, meningkatkan penyerapan zat besi, dan dapat meningkatkan kesehatan kardiovaskuler. Menurut Widodo (2002), vitamin C diabsorpsi didalam usus. Poedjiadi dan Supriyanti (2006) menjelaskan vitamin C juga berperan menghambat reaksi-reaksi oksidasi dalam tubuh yang berlebihan dengan bertindak sebagai inhibitor. Kemampuan vitamin ini untuk mentransfer elektron menunjukkan adanya peran yang sangat penting dalam proses metabolisme. Vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air yang mampu meredam radikal bebas dengan cara memberikan atom hidrogen dan elektron kepada radikal bebas, sehingga akan menghentikan atau mengurangi proses cekaman oksidatif lebih lanjut (Blokhina, 2000). Anim et al. (2000) menyatakan bahwa vitamin C digunakan untuk menangkal cekaman pada ayam. Penelitian penggunaan 6

20 vitamin C juga dilakukan oleh Kusnadi (2006), dan hasilnya adalah pada suhu tinggi, konversi ransum pada pemberian vitamin C 250, 500 dan 750 ppm, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi konversi ransum ketiganya lebih baik dibandingkan konversi ransum pada perlakuan kontrol. Gambar struktur kimia vitamin C dapat dilihat pada Gambar 3. Vitamin E Gambar 3. Struktur Kimia Vitamin C Sumber: Levy, 2010 Vitamin E juga berfungsi sebagai antioksidan, yaitu mencegah otooksidasi pada asam-asam lemak tak jenuh serta menghambat timbulnya peroksidasi dari lipida pada membran sel. Selain itu vitamin E juga berfungsi dalam reaksi fosforilasi, metabolisme asam nukleat, sintesis asam askorbat dan sintesis ubiquinon, reproduksi, mencegah ensefalomalasia dan distorsi otot (Widodo, 2002). Sifat umum vitamin E menurut Surai (2003), antara lain: tahan terhadap panas, mudah dioksidasikan dan rusak apabila terdapat lemak tengik. Jenis-jenis vitamin E adalah -tokopherol, - tokopherol, -tokopherol dan -tokopherol. Almatsier (2001), mekanisme vitamin E diserap dibagian usus halus dan dibawa ke hati. Fungsi hati adalah mensekresikan getah empedu, dalam getah empedu terdapat asam empedu yang membantu penyerapan asam lemak, kolesterol dan vitamin larut lemak (Yuwanta, 2004). Jaringan adiposa pada hewan unggas menurut Surai (2003) juga mengandung vitamin E dalam jumlah yang cukup tinggi. Bahkan konsentrasi vitamin E dalam jaringan adiposa akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan pemberian vitamin E tersebut dalam ransum. Menurut Widodo (2002), sumber vitamin E di alam yaitu pada lemak dan minyak hewan atau pada tanaman terutama pada bagian kecambah gandum, telur dan kolostrum susu sapi. Vitamin E merupakan protektor yang secara terus menerus akan bertindak sebagai scavenger (penangkap) terhadap 7

21 radikal bebas yang terbentuk sehingga dimungkinkan tidak terjadi gangguan fungsi sel. Radikal bebas yang menumpuk mengakibatkan terjadinya stres. Stres merupakan respon suatu makhluk hidup terhadap rangsangan baik berupa fisik, kimia, psikis, psikosial, kultural dan sebagainya yang berasal dari luar maupun dalam organisme itu sendiri (Winarto, 2010). Menurut Almatsier (2001), vitamin E agak tahan terhadap panas dan asam, namun tidak tahan terhadap oksigen. Vitamin E sebagian besar disimpan di jaringan lemak dan selebihnya di hati. Suplementasi vitamin E dapat meningkatkan produksi antibodi (terutama imunoglobulin). Gambar struktur bangun tokoferol dapat dilihat pada Gambar 4. R 3 R 2 R1=R2=R3=CH 3 O OH R 1 Gambar 4. Struktur Bangun Tokoferol Sumber: Colombo, 2010 Konsumsi Ransum Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk memenuhi kebutuhannya selama 24 jam (Anggorodi, 1990). Menurut Tillman et al. (1991) konsumsi ransum atau pakan diperhitungkan sebagai jumlah ransum yang dimakan oleh ternak. Zat makanan yang terkandung di dalamnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan baik hidup pokok maupun keperluan produksi ternak. Konsumsi ransum pada unggas dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu jenis unggas, temperatur lingkungan, bobot badan, jenis kelamin, umur, tingkat produksi telur, aktivitas ternak, tipe kandang, palatabilitas ransum, kandungan energi ransum, kualitas nutrisi ransum, konsumsi air serta kandungan lemak tubuh dan tingkat cekaman (Conn, 2002). Konsumsi ransum itik yang diberi tepung daun beluntas dalam ransumnya telah dilaporkan oleh Gunawan (2005). Selama 8 minggu pemberian tepung daun beluntas (dari umur 2-10 minggu) dengan taraf 0%; 0,5% dan 1% tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum yang diperoleh berkisar 8

22 antara 4.883, ,9 g/ekor. Hasil penelitian Randa (2007), rataan konsumsi ransum itik lokal yang dipelihara selama 10 minggu dengan suplementasi vitamin E dan C dalam ransum adalah 7.997±42,84 g/ekor. Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan diartikan sebagai pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) serta alat-alat tubuh (Anggorodi.1990). Salah satu cara untuk mengetahui pertumbuhan adalah dengan melihat pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu. Hardjosworo et al. (1980) menyatakan bahwa sampai umur lima minggu, laju pertambahan bobot badan itik terus meningkat, setelah itu laju pertumbuhannya menurun. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang meliputi pertumbuhan bobot badan dan pertumbuhan semua bagian tubuh secara merata dan proposional. Respon pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu genetik, jenis kelamin, ransum dan manajemen pemeliharaan (Rose,1997). Gunawan (2005) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan itik akibat pemberian tepung daun beluntas dalam ransum dengan taraf 0,5% dan 1% selama delapan minggu tidak berbeda dengan perlakuan kontrol, begitupun dengan bobot badan akhir yang dihasilkan setelah itik mencapai umur 10 minggu. Rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh berkisar antara g/ekor. Purba (2010), melaporkan bahwa rataan pertambahan bobot badan itik MA (Mojosari jantan-alabio betina) umur 10 minggu dengan suplementasi santoquin dan vitamin E berkisar antara 1.618,97±58,34 hingga 1.687,23±74,23 g/ekor. Konversi Ransum Konversi ransum merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan ransum dan kualitas ransum (Fan et al., 2008). Konversi ransum juga berguna untuk mengukur produktivitas ternak sebab konversi ransum merupakan perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukkan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat dan semakin rendah nilai konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik. Itik yang diberi ransum mengandung serat kasar tinggi 9

23 memiliki konversi ransum yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Rukmiasih et al. (2002) yang mendapatkan konversi ransum nyata lebih tinggi (P<0,05) pada itik yang diberi ransum mengandung serat kasar 35% dan 20%. Hal ini berhubungan dengan ketidakmampuan saluran pencernaan itik dalam menyerap nutrien akibat adanya serat kasar tinggi dalam usus karena itik tidak mempunyai enzim pencerna serat kasar yaitu enzim selulase. Serat kasar mengakibatkan cepatnya pergerakan isi saluran pencernaan sehingga menjadi cepat keluar, sebelum kandungan nutrisinya terserap optimal. Selanjutnya, nutrisi yang lebih sedikit terserap mengakibatkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh itik ikut terhambat sehingga pertumbuhan bobot badan yang diperoleh menjadi tidak optimal. Konversi ransum itik lokal jantan (persilangan itik tegal dengan itik mojosari) yang diberi penambahan tepung daun beluntas dalam ransum telah dilaporkan oleh Gunawan (2005). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konversi ransum itik yang diberi tepung daun beluntas sampai dengan taraf 1% selama 10 minggu, lebih tinggi 21,93% (4,17 vs 3,42) dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Rataan konversi ransum itik akibat pemberian tepung daun beluntas 0%, 0,5% dan 1% selama delapan minggu berturut-turut sebesar 3,42; 4,20 dan 4,17. Rataan konversi ransum dengan suplementasi santoquin dan vitamin E pada itik MA umur 10 minggu berkisar antara 5,04 hingga 5,40 (Purba, 2010). Hasil penelitiannya memberikan indikasi bahwa suplementasi berbagai level santoquin dan vitamin E tidak berpengaruh negatif terhadap konversi ransum itik pada umur 10 minggu. Randa (2007) telah melaporkan bahwa rataan konversi ransum itik cihateup yang dipelihara selama 10 minggu dengan suplementasi vitamin E dan C masingmasing dengan dosis 400 IU/kg dan 250 mg/kg adalah 6,96±0,59. 10

24 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei hingga September Penelitian dilaksanakan di kandang B Ilmu Produksi Ternak unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Materi Penelitian Daun Beluntas (Pluchea indica L.) Daun beluntas (Pluchea indica L.) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sekitar kandang B bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengambilan dilakukan pada pagi hari pukul pagi dengan memotong batangnya sepanjang cm dari ujung tanaman. Daun beluntas yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Daun Beluntas yang Digunakan Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik cihateup umur 1 hari (DOD) sebanyak 96 ekor yang dibagi ke dalam 4 perlakuan 3 ulangan. Masingmasing ulangan terdiri atas 8 ekor itik. DOD ini diperoleh dari salah satu peternak di Bogor. Itik yang dipelihara memiliki bobot badan awal yang beragam, untuk itu pada penelitian ini itik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu itik dengan bobot kecil (59,34 g), bobot sedang (71,63 g) dan bobot besar (82,47 g). Itik cihateup umur 2 minggu yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6. 11

25 Gambar 6. Itik Cihateup Umur 2 Minggu Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sistem litter dengan ukuran 1,5 m x 1,5 m, berjumlah 12 buah dengan alas sekam setinggi 10 cm. Setiap kandang diberi lampu pijar dengan daya 60 watt yang berfungsi sebagai penghangat sekaligus penerang. Tempat pakan (feeder tray) berdiameter ± 38 cm untuk itik yang berumur 1-7 minggu dan bak hitam berdiameter ± 48 cm untuk itik yang berumur 8-10 minggu dan tempat air minum berkapasitas 5 liter yang diletakkan pada masing-masing bagian kandang dengan posisi tempat minum berada dibagian tengah dalam tempat pakan. Peralatan yang digunakan adalah gunting untuk memotong tanaman beluntas, tempat mengeringkan daun beluntas, plastik untuk mengeringkan dan menyimpan daun beluntas, ember, kertas label, alat tulis, nomor identifikasi, timbangan digital kapasitas 5 kg dan 2 kg untuk menimbang ransum, vitamin dan itik. Kandang pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Kandang Pemeliharaan 12

26 Ransum Ransum perlakuan yang diberikan pada itik umur 1-7 minggu adalah : RK=Ransum komersial sebagai kontrol, yaitu jenis BR 11 yang diproduksi oleh PT Charoen Pokphand, KB=Ransum komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5%, KBC=Ransum komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg/kg, KBE=Ransum komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU/kg. Pada minggu ke 8-10, ransum perlakuan yang digunakan ditambahkan dengan dedak. Hal ini dilakukan karena pertambahan bobot badan itik sudah mengalami penurunan sehingga perlu dilakukan penurunan kandungan protein ransum. Perbandingan ransum komersial dan dedak adalah 40:60. Ransum perlakuan pada itik umur 7-10 minggu adalah : RK=Ransum komersial+dedak KB=Ransum komersial+dedak yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% KBC=Ransum komersial+dedak yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg/kg KBE=Ransum komersial+dedak yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU/kg. Ransum diberikan dalam bentuk mash dengan sedikit dibasahi. Pemberian ransum diberikan tiga kali per hari yakni pada pukul WIB, pukul WIB dan pukul WIB. Komposisi kimia ransum komersial, daun beluntas dan dedak padi (as fed) disajikan pada Tabel 1 sedangkan susunan ransum, kandungan nutrien, antinutrien dan antioksidan dalam ransum itik perlakuan umur 1-7 minggu disajikan pada Tabel 2 dan pada Tabel 3 disajikan tabel susunan ransum, kandungan nutrien, antinutrien dan antioksidan dalam ransum itik perlakuan umur 7-10 minggu. 13

27 Tabel 1. Komposisi Kimia Ransum Komersial, Daun Beluntas dan Dedak Padi (As Fed) Komponen Ransum Komersial 1) Tepung Daun Beluntas 2) Dedak 3) Bahan Kering (%) 87 85,83 91 Energi Bruto (kkal/kg) 3448 EM (kkal/kg) ,8 4) 1900 Protein (%) 21 19,02 13 Lemak (%) 5 3,7 5 Serat kasar (%) 5 15,8 12 Abu (%) 7 15,69 11,33 Kalsium (%) 0,9 2,4 0,06 Phospor (%) 0,6 0,29 0,8 Vitamin C (%) 0 98,25 5) 0 Vitamin E (%) Tanin (%) 0 1,88 5) 0 Keterangan : 1) (Charoen Phokhpan BR 11, 2010) 2) (Gunawan, 2005) 3) (Leeson & Summers, 2005) 4) EM= Energi Bruto X 0,6 5) (Rukmiasih et al., 2010) Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan Persiapan kandang dilakukan sebelum itik datang yang dimulai dari pembersihan kandang, penyemprotan kandang dengan air, pembersihan daerah sekitar kandang, penyemprotan dengan desinfektan, pengapuran kandang dan pencucian tempat pakan dan tempat air minum. Pembuatan Tepung Daun Beluntas Tanaman beluntas diambil daunnya kemudian dikeringkan selama 3-7 hari pada suhu ruangan. Daun yang telah kering kemudian digiling menjadi tepung daun beluntas. Daun beluntas yang telah kering dan tepung daun beluntas dapat dilihat pada Gambar 8. 14

28 Gambar 8. Daun Beluntas yang Telah Kering dan Tepung Daun Beluntas Tabel 2. Susunan Ransum, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Ransum Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu Susunan Ransum K KB KBC KBE Komersial (%) ,5 99,47 99,46 Beluntas (%) 0 0,5 0,5 0,5 Vitamin C (%) 1) 0 0 0,025 0 Vitamin E (%) 2) ,04 Jumlah Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan: Bahan Kering (%) EM (kkal/kg) , , , ,44 Protein (%) 21 20,99 20,99 20,98 Lemak (%) 5 4,99 4,99 4,99 Serat kasar (%) 5 5,05 5,05 5,05 Abu (%) 7 7,04 7,04 7,04 Kalsium (%) 0,9 0,91 0,91 0,91 Phospor (%) Antinutrien (tanin) 0,6 0 0,60 0,01 0,60 0,01 0,60 0,01 Antioksidan Vitamin C (mg/kg) 0 4,91 254,91 4,91 Vitamin E (IU/kg) Keterangan : 1) Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU, K = ransum, komersial; KB = ransum komersial + tepung daun beluntas 0,5%; KBC = ransum komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = ransum komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg 15

29 Tabel 3. Susunan Ransum, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Ransum Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu. Susunan Ransum K KB KBC KBE Komersial (%) 40 39,75 39,74 39,73 Dedak (%) 60 59,75 59,73 59,73 Beluntas (%) 0 0,5 0,5 0,5 Vitamin C (%) 0 0 0,025 0 Vitamin E (%) ,04 Jumlah Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan: Bahan Kering (%) EM (kkal/kg) 89, , ,09 89, ,79 89, ,49 Protein (%) 16,20 16,21 16,21 16,20 Lemak (%) ,99 4,99 4,99 Serat kasar (%) 9,20 9,23 9,23 9,23 Abu (%) ,63 9,63 9,63 Kalsium (%) 0,40 0,41 0,41 0,41 Phospor (%) Antinutrien (tanin) 0,72 0 0,72 0,01 0,72 0,01 0,72 0,01 Antioksidan Vitamin C (mg/kg) 0 4,91 254,91 4,91 Vitamin E (IU/kg) Keterangan : 1) Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU, K = ransum komersial; KB = ransum komersial + tepung daun beluntas 0,5%; KBC = ransum komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = ransum komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg Pembentukan Unit Perlakuan Itik yang digunakan berjumlah 96 ekor, itik diberikan nomor sayap (wingband) dan ditimbang untuk mendapatkan bobot badan awal dari masing-masing ternak, lalu dihitung rataan dan standar deviasinya. Kemudian itik dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu itik dengan bobot badan kecil, sedang dan besar. Selanjutnya, itik dari setiap kelompok dibagi ke dalam 4 petak kandang (perlakuan) secara acak. Pemeliharaan dan Pengambilan Data Itik dipelihara dari umur 1 hari hingga 10 minggu. Pada umur 1-7 minggu itik diberi ransum perlakuan K, KB, KBC dan KBE. Berikut adalah contoh cara pembuatan setiap kg ransum perlakuan. Pada perlakuan K, ransum yang digunakan adalah ransum komersial broiler periode starter buatan pabrik jenis BR 11 yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand. Pada perlakuan KB, untuk setiap kg 16

30 ransum disusun dengan cara mencampur 5 g tepung daun beluntas dengan 995 g ransum komersial. Pada perlakuan KBC, untuk setiap kg, ransum disusun dengan cara mencampur 5 g tepung daun beluntas dengan 0,25 g vitamin C ke dalam ransum komersial 994,75 g. Pada perlakuan KBE, untuk setiap kg, ransum disusun dengan cara mencampur 5 g tepung daun beluntas kemudian ditambahkan dengan 0,4 g vitamin E ke dalam ransum komersial sebanyak 994,6 g. Pada minggu 7-10, ransum perlakuan yang diberikan dilakukan penambahan dedak. Hal ini dilakukan karena pertambahan bobot badan itik sudah mengalami penurunan sehingga perlu dilakukan penurunan kandungan protein ransum. Perbandingan ransum komersial dan dedak menjadi 40:60. Pada perlakuan K, itik diberi ransum yang disusun dengan cara mencampur ransum komersial sebanyak 400 g dan dedak 600 g. Pada perlakuan KB, itik diberi ransum yang disusun dengan cara mencampur 5 g tepung daun beluntas dengan ransum komersial sebanyak 397,5 g dan dedak 597,5 g. Pada perlakuan KBC, itik diberi ransum yang disusun dengan cara mencampur 5 g tepung daun beluntas dan vitamin C 0,25 g ke dalam ransum komersial sebanyak 375,375 g dan dedak 597,375 g. Pada perlakuan KBE, itik diberi ransum yang disusun dengan cara mencampur 5 g tepung daun beluntas dan vitamin E sebanyak 0,4 g dengan ransum komersial sebanyak 397,3 g dan dedak 597,3 g. Pencampuran ransum dilakukan dengan cara mencampur bahan-bahan yang berbobot kecil dengan sebagian kecil ransum komersial dan dedak kemudian pencampuran bahan dilakukan dengan sedikit demi sedikit hingga seluruh ransum tercampur dengan merata. Prosedur penggantian ransum dilakukan secara bertahap dengan perbandingan 25:75; 50:50; 75:25; 0:100. Sisa ransum itik dikumpulkan, dijemur di bawah sinar matahari sampai kering dan ditimbang setiap hari untuk memperoleh data konsumsi ransum itik. Penimbangan itik dilakukan setiap minggu menggunakan timbangan elektrik selama penelitian untuk memperoleh data bobot badan sehingga diketahui pertambahan bobot badannya. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah ; 1. Konsumsi ransum setiap minggu dan 10 minggu. Konsumsi ransum setiap minggu diperoleh dengan menjumlahkan konsumsi ransum setiap hari selama 17

31 seminggu. Konsumsi ransum selama 10 minggu penelitian, diperoleh dengan cara menjumlahkan konsumsi ransum setiap minggu selama 10 minggu. 2. Bobot badan per ekor, yang dilakukan setiap minggu, diperoleh dengan cara menimbang itik setiap minggu selama 10 minggu pengamatan. 3. Pertambahan bobot badan tiap minggu, diperoleh dengan cara mengurangi rata-rata bobot badan minggu ke-n dengan minggu ke n-1 dalam 10 minggu pengamatan. 4. Konversi ransum yang diperoleh dengan cara membagi jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 4 perlakuan, setiap perlakuan terdiri atas 3 kelompok dan setiap kelompok terdiri atas 8 ekor itik. Pengelompokkan bobot badan dilakukan karena kofisien keseragaman bobot badan itik tidak homogen sehingga bobot badan dikelompokkan berdasarkan kelompok kecil, sedang dan besar. Model rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah sebagai berikut : Yij = + Pi + Kj + ij Yij = Nilai pengamatan jenis ransum ke-i dan kelompok ke-j = Nilai tengah Pi = Pengaruh jenis ransum ke-i (i=1,2,3,4) Kj = Pengaruh kelompok ke-j (j=1,2,3) ij = Pengaruh galat dari perlakuan jenis ransum ke-i pada kelompok kej (j=1,2,3) Data yang diperoleh, dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan bantuan perangkat software SPSS versi dengan uji lanjut Duncan (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). 18

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Cihateup Jantan Umur 1-10 Minggu Performa itik cihateup jantan umur 1-10 minggu selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Cihateup Jantan Selama Penelitian Peubah yang diamati Konsumsi ransum (g/ekor) Bobot awal (g/ekor) Bobot akhir (g/ekor) Pertambahan bobot badan (g/ekor) Konversi ransum Selisih konversi ransum perlakuan vs kontrol (%) Perlakuan Pakan* K KB KBC KBE 5976±44, ±1, ±66, ±6,63 69,50±11,26 68,61±12,4 68,69±11,33 67,67±15, ,4±143,0 a 1376,8±79,49 a 1355,4±56,68 a 1531,1±24,0 b 1346,9±134,5 a 1308,2±71,35 a 1286,7±52,4 a 1463,4±29,0 b 4,57±0,21 a 4,62±0,15 a 1,09 4,56±0,42 a -0,22 4,07±0,08 b -10,94 Ket:*)K= ransum komersial; KB= ransum komersial+beluntas 0,5%; KBC= ransum komersial+beluntas 0,5%+vitamin C 250 mg/kg; KBE= ransum komersial+beluntas 0,5%+vitamin E 400 IU Superkrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Konsumsi Ransum Pada Tabel 4, terlihat bahwa rataan konsumsi ransum itik antar perlakuan memiliki hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E tidak memberikan perbedaan palatabilitas ransum. Gunawan (2005) melaporkan bahwa pemberian tepung daun beluntas dalam ransum sebesar 0%; 0,5% dan 1% selama delapan minggu tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum sebesar 4.883, ,9 g/ekor. Randa (2007), melaporkan rataan ransum itik lokal yang dipelihara selama 10 minggu dengan suplementasi vitamin E dan C tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum adalah 7.997±42,84 g/ekor. Hasil penelitian Randa (2007) sejalan dengan hasil penelitian Purba (2010), yang melaporkan bahwa pemberian suplementasi santoquin dan vitamin E pada ransum itik umur 10 minggu 19

33 tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum berkisar antara 8.272,50±260 hingga 8.780,36±12,29 g/ekor. Hal ini menggambarkan bahwa suplementasi antioksidan dalam ransum tidak berpengaruh negatif terhadap konsumsi ransum. Grafik konsumsi ransum per ekor per minggu selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik Konsumsi Ransum per Ekor per Minggu Selama Penelitian Pada Gambar 8 terlihat bahwa konsumsi ransum dari minggu ke minggu bertambah sejalan dengan makin bertambahnya umur itik cihateup jantan. Pada minggu 1-10 konsumsi ransum antar perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena kandungan energi dan protein ransum antar perlakuan relatif sama. (Tabel 2 dan 3). Kandungan energi dan protein dalam ransum menurut Iskandar et al. (2001) akan menentukan besarnya konsumsi ransum. Pemberian daun beluntas dalam ransum tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, hal ini menunjukkan bahwa tanin yang terkandung dalam beluntas tidak menurunkan palatablititas ransum. Hasil konsumsi ransum yang tidak berbeda atau tidak menurunnya palatabilitas ransum tersebut diduga karena kandungan tanin dalam ransum masih rendah. Kandungan tanin dalam daun beluntas yaitu 1,88% (Rukmiasih et al., 2010), berdasarkan perhitungan kandungan tanin dalam g ransum dengan taraf 0,5% tepung daun beluntas mengandung 0,01% tanin. Jumlah konsumsi ransum itik cihateup jantan selama pemeliharaan berkisar g/ekor. Berdasarkan jumlah konsumsi ransum selama 10 minggu pemeliharaan kandungan tanin dalam daun beluntas yaitu sebesar 0,05%. Menurut Widodo (2002), pemberian ransum yang mengandung tanin 20

34 sebesar 0,33% tidak membahayakan untuk unggas, tetapi pemberian kadar tanin mencapai 0,5% atau lebih menyebabkan penurunan pertumbuhan. Pada minggu ke 6-8, konsumsi ransum pada penelitian ini menurun, hal ini disebabkan oleh menurunnya kandungan energi dan protein pada ransum itik perlakuan. Kandungan energi dan protein dalam ransum menurut Iskandar et al. (2001) akan menentukan besarnya konsumsi ransum. Bobot Badan Rataan bobot badan akhir itik cihateup jantan umur 1-10 minggu memiliki hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Itik yang diberi pakan yang mengandung tepung daun beluntas 0,5%+vitamin E 400 IU, memiliki bobot badan akhir yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. hal ini diduga karena kandungan nutrien dalam ransum vitamin E dapat diserap dengan baik oleh itik. Menurut Almatsier (2006), mekanisme vitamin E diserap dibagian usus halus dan dibawa ke hati. Fungsi hati adalah mensekresikan getah empedu, dalam getah empedu terdapat asam empedu yang membantu penyerapan asam lemak, kolesterol dan vitamin larut lemak (Yuwanta, 2004). Semakin banyak vitamin E yang terserap di hati maka hati akan bekerja dengan baik dalam metabolisme ransum yang dikonsumsi, sehingga nutrien dalam ransum seperti lemak bisa dikonversikan menjadi daging. Menurut Soeparno (2005), komponen penyusun daging yaitu air, protein, lemak dan karbohidrat. Banyaknya daging yang terbentuk dalam tubuh itik maka akan menghasilkan bobot badan yang tinggi. Bobot badan itik cihateup selama pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar

35 Gambar 10. Grafik Bobot Badan Itik Cihateup Jantan Selama Penelitian Pertambahan Bobot Badan Pada Tabel 4, terlihat bahwa pertambahan bobot badan (PBB) itik yang diberi tepung daun beluntas 0,5%+vitamin E 400 IU (KBE) nyata (P<0,05) memiliki pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan daun beluntas 0,5% (KB) dan perlakuan daun beluntas 0,5%+vitamin C 250 mg (KBC). Hal ini karena bobot badan akhir pada perlakuan KBE lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan KB dan KBC. Hal ini berarti nutrien dalam ransum yang masuk ke dalam tubuh itik terserap lebih baik daripada KB, KBC dan kontrol sehingga menghasilkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh itik dan pertambahan bobot badan yang diperoleh menjadi optimal. Gunawan (2005) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan itik akibat penambahan tepung daun beluntas dalam ransum dengan taraf 0,5% dan 1% selama delapan minggu pemberian tidak berbeda dengan perlakuan kontrol, begitupun dengan bobot badan akhir yang dihasilkan setelah itik mencapai umur 10 minggu. Rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh berkisar antara g/ekor. Konversi Ransum Pada Tabel 4, itik yang diberi ransum komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% (KB) memiliki konversi ransum 1,09% lebih tinggi dari perlakuan Kontrol. Dibandingkan dengan perlakuan Gunawan (2005) konversi ransum penelitian ini lebih baik. Pemberian beluntas 1% pada penelitian Gunawan (2005) konversi ransumnya 21,93% lebih tinggi dari perlakuan kontrol. Hal ini 22

36 menunjukkan penurunan pemberian beluntas 0,5% dapat memperbaiki konversi ransum itik. Pemberian ransum yang mengandung tepung daun beluntas dan vitamin C 250 mg/kg (KBC) dalam ransum menghasilkan konversi ransum lebih rendah 0,22% lebih rendah dari perlakuan kontrol. Hal ini berarti itik yang diberi ransum yang mengandung tepung daun beluntas 0,5%+vitamin C 250 mg dapat memperbaiki konversi ransum. Pemberian ransum yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU (KBE) dalam ransum nyata (P<0,05) lebih rendah 10,94% dari perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan karena itik cihateup perlakuan KBE, memilki konsumsi yang tidak berbeda dengan perlakuan lain namun pertambahan bobot badan pada perlakuan KBE lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain sehingga menghasilkan konversi ransum yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan penggunaan beluntas dari 1% menjadi 0,5% yang dikombinasi dengan vitamin E memberikan hasil yang terbaik. 23

37 KESIMPULAN Penambahan tepung daun beluntas 0,5%+vitamin E 400 IU dalam ransum menghasilkan bobot badan akhir, pertambahan bobot badan paling tinggi dan konversi ransum yang paling baik. 24

38 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kehadirat Nabi Muhammad SAW, rasul akhir zaman. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr.Ir. Rukmiasih, MS selaku pembimbing utama serta Dr.Ir. Sumiati MSc. selaku pembimbing anggota yang tidak bosan dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Dr. Jakaria, S.Pt, M.Si., Dr. Despal M.Sc, Agr dan Ir.Lucia Cyrilla ENSD, M.Si. selaku penguji sidang, atas segala saran dan masukannya penulis mengucapkan terima kasih. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Dwi Joko Setyono, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberi saran dan motivasi kepada penulis. Ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada Prof. Emiritus. Dr.Peni S. Hardjosworo, M.Sc., yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, Procula R. Matatiputty, M.Si dan Eka Koswara S.Pt atas bantuan dan kerja samanya dari mulai penelitian hingga penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang banyak mencurahkan perhatian dan kasih sayang, juga kepada seluruh keluarga. Kepada teman seperjuangan, Benny Yedri, Danang Priyambodo, Fetty Mirfat, Fitriani Eka, dan Suci Agustina, teman-teman Diploma III Teknologi dan Manajemen Ternak 1 dan teman-teman Alih Jenis IPT 2008, atas kerjasama dan kekompakkannya, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga amal ibadah yang kita lakukan diterima oleh-nya. Amin Bogor, April 2011 Penulis 25

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan September 2010. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos)

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos) TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas platyrhynchos) Menurut Achmanu (1997), itik termasuk ke dalam unggas air (waterfowl) yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Itik

TINJAUAN PUSTAKA Itik TINJAUAN PUSTAKA Itik Itik merupakan salah satu unggas air (waterfowls) yang termasuk ke dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, subfamili Anatinae, tribus Anatini, genus Anas dan spesies

Lebih terperinci

PERFORMA ITIK ALABIO JANTAN UMUR 1-10 MINGGU YANG DIBERI DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN

PERFORMA ITIK ALABIO JANTAN UMUR 1-10 MINGGU YANG DIBERI DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN PERFORMA ITIK ALABIO JANTAN UMUR 1-10 MINGGU YANG DIBERI DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN SKRIPSI FETTY MIRFAT DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik Itik Alabio ( Anas platirinchos Borneo

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik Itik Alabio ( Anas platirinchos Borneo TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang dekat dengan sungai, rawa, atau pantai dengan pengelolaan yang masih tradisional. Populasi ternak itik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan selama penelitian adalah 6.515,29 g pada kontrol, 6.549,93 g pada perlakuan KB 6.604,83 g pada perlakuan KBC dan 6.520,29 g pada perlakuan KBE. Konversi pakan itik perlakuan

Lebih terperinci

PERSENTASE KARKAS, DADA, PAHA DAN LEMAK ABDOMEN ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN

PERSENTASE KARKAS, DADA, PAHA DAN LEMAK ABDOMEN ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN PERSENTASE KARKAS, DADA, PAHA DAN LEMAK ABDOMEN ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN SKRIPSI FITRIANI EKA PUJI LESTARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik Itik merupakan unggas air yang cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia serta lebih popular dibandingkan dengan unggas air lainnya seperti angsa atau entog. Itik digolongkan

Lebih terperinci

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 29-34 ISSN 2303 1093 Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Rukmiasih 1, P.R.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging Itik Alabio Hasil uji skalar garis daging dan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Skalar Garis

Lebih terperinci

DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN

DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN SKRIPSI ARIF WAHYUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PERSENTASE KARKAS, DADA, PAHA DAN LEMAK ABDOMEN ITIK CIHATEUP JANTAN UMUR 10 MINGGU YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN

PERSENTASE KARKAS, DADA, PAHA DAN LEMAK ABDOMEN ITIK CIHATEUP JANTAN UMUR 10 MINGGU YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN PERSENTASE KARKAS, DADA, PAHA DAN LEMAK ABDOMEN ITIK CIHATEUP JANTAN UMUR 10 MINGGU YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN SKRIPSI BENNY YEDRI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Itik ( Anas platyrhynchos

TINJAUAN PUSTAKA Itik ( Anas platyrhynchos TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas platyrhynchos) Itik merupakan salah satu unggas air yang lebih dikenal dibanding dengan jenis unggas air lainnya seperti angsa atau entog. Menurut Srigandono (1998), itik termasuk

Lebih terperinci

PENGURANGAN OFF-ODOR DAGING ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN SKRIPSI DANANG PRIYAMBODO

PENGURANGAN OFF-ODOR DAGING ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN SKRIPSI DANANG PRIYAMBODO PENGURANGAN OFF-ODOR DAGING ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN SKRIPSI DANANG PRIYAMBODO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Karkas Rataan bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas itik cihateup jantan umur 10 minggu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Potong, Bobot Karkas

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L) PADA TARAF BERBEDA

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L) PADA TARAF BERBEDA KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L) PADA TARAF BERBEDA SKRIPSI ELVA RISKAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Itik Jantan Lokal

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Itik Jantan Lokal 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Itik Jantan Lokal Itik adalah salah satu unggas air (waterfowls) yang termasuk dalam: Kelas : Aves Ordo : Anseriformes Famili : Anatidae Subfamili : Anatinae Tribus : Anatini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Wahju (2004) yang menyatakan bahwa Ayam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh jumlah penduduk yang pesat, pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Mojosari Itik Mojosari merupakan salah satu jenis itik lokal yang cukup populer di Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN (Performance of Duck Based on Small, Big and Mix Groups of Birth Weight) KOMARUDIN 1, RUKIMASIH 2 dan P.S. HARDJOSWORO

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performance of Male and Female Talang Benih Duck Growth Reared Intensively Kususiyah dan Desia Kaharuddin Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi,

Lebih terperinci

DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN

DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN SKRIPSI ARIF WAHYUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias Studi Penggunaan Talas (Colocasia esculenta) dalam Ransum terhadap Produksi Telur Itik Talang Benih The Use of Taro (Colocasia esculenta) in Feed on Egg Production of Talang Benih Duck Kususiyah, Urip

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu mencerna serat kasar yang tinggi (Nugraha dkk., 2012). Itik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu mencerna serat kasar yang tinggi (Nugraha dkk., 2012). Itik 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Tegal Itik merupakan unggas air yang tahan penyakit, pertumbuhan cepat serta mampu mencerna serat kasar yang tinggi (Nugraha dkk., 2012). Itik diklasifikasikan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Riswandi 1), Sofia Sandi 1) dan Fitra Yosi 1) 1) Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Protein Kasar Tercerna Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C terhadap nilai protein kasar tercerna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai

PENGANTAR. Latar Belakang. Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai PENGANTAR Latar Belakang Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai sumber protein hewani banyak mengandung gizi yang dibutuhkan oleh manusia. Seiring dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi pemberian pakan dan periode pemberian pakan terhadap performa ayam buras super dilaksanakan pada September 2016 sampai dengan November

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Itik Itik merupakan salah satu jenis unggas yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Selain sebagai alat pemenuh kebutuhan konsumsi namun juga berpotensi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Pengaruh Penggunaan Talas (Colocasia esculenta) Terhadap Kualitas Telur Itik Talang Benih The Effect of Taro (Colocasia esculenta) in Feed on Talang Benih Duck Egg Quality Kususiyah, Urip Santoso, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap terhadap Konsumsi Pakan Ayam Pedaging Periode Grower Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik dengan menggunakan ANOVA tunggal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci