BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Santrock (2002) menjelaskan bahwa masa dewasa awal (usia 20an-30an)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Santrock (2002) menjelaskan bahwa masa dewasa awal (usia 20an-30an)"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Santrock (2002) menjelaskan bahwa masa dewasa awal (usia 20an-30an) adalah masa pembentukan karir dan memilih pasangan hidup untuk kawin. Santrock (2002) juga mendefinisikan bahwa pada masa dewasa awal, individu yang mampu membangun hubungan yang intim dengan orang lain adalah individu yang bebas dari isolasi. Individu cenderung tertarik pada seseorang yang menunjukkan sikap dan nilai yang sama dalam membangun hubungan intim (Compton, 2005). Konsep ini dikenal dengan istilah konsensual validasi (Santrock, 2002), atau pemilihan pasangan (Bjorklund & Bee, 2009), atau perkawinan asortatif (Cavanaugh & Blanchard-Fields, 2006). Rybash, Roodin, dan Santrock (1991) menjelaskan bahwa apabila dua individu menemukan bahwa mereka memiliki nilai-nilai yang sama, mulai dari sikap-sikap terhadap kehidupan, gagasan tentang peran lakilaki dan perempuan, keyakinan politik dan agama, bahkan sikap terhadap seks dan perkawinan, maka ada kemungkinan hubungan ini akan berkembang. Selain itu, pasangan yang bahagia cenderung memiliki sikap dan nilai yang sama (Compton, 2005). Hubungan yang intim dalam masa dewasa awal merupakan suatu kebutuhan akan cinta yang tidak hanya secara seksual, tetapi juga diikuti komitmen untuk setia memelihara hubungan tersebut (Horst, 1995; Tate & Parker, 2007). Sebagian besar hubungan yang penting dalam kehidupan didasari oleh cinta (Cavanaugh & Blanchard-Fields, 2006). Cinta adalah aspek yang sangat penting 1

2 2 dan berarti bagi manusia dalam kehidupan karena merupakan suatu manifestasi dari kebutuhan dasar manusia, yaitu keterhubungan dan kelekatan (keintiman) yang menghendaki orang-orang memiliki hubungan pribadi yang tahan lama dan positif dengan melibatkan afeksi emosi yang besar, serta mencintai dan dicintai seseorang (Hendrick & Hendrick, 2009). Sternberg (1997) menjelaskan tentang cinta sempurna (consummate love). Cinta sempurna ini meliputi keintiman, gairah, dan komitmen. Keintiman adalah perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan, keterhubungan, keterikatan dan berbagi dalam hubungan. Gairah adalah daya tarik fisik dan seksual pada pasangan. Gairah juga termasuk suatu keadaan rindu yang terus-menerus untuk bersatu dengan orang yang dicintainya (Hatfield & Walster, dalam Sternberg, 1997). Seseorang mungkin bahkan merasa tersakiti secara fisik apabila tidak dapat bersama dengan yang dicintainya (cinta eros). Komitmen adalah penilaian kognitif atas hubungan dan niat untuk mempertahankan hubungan bahkan ketika menghadapi masalah (Santrock, 2002; Compton, 2005). Sternberg (1997) menyebut cinta yang hanya dibangun atas dasar gairah saja dengan istilah cinta berahi (infatuation), cinta yang hanya dibangun atas dasar keintiman disebut menyukai (liking), cinta yang hanya dibangun atas dasar komitmen saja disebut cinta kosong (empty love), cinta yang dibentuk antara keintiman dan komitmen disebut cinta persahabatan (affection love atau companionate), cinta yang dibangun antara gairah dan komitmen disebut cinta konyol (fatuous love), cinta yang dibangun antara gairah dan keintiman disebut cinta romantis (romantic love), sedangkan cinta yang dibangun dari gairah, keintiman dan komitmen adalah cinta sempurna (Sternberg, 1997; Santrock, 2002; Compton, 2005; Hendrick & Hendrick, 2009).

3 3 Orang muda (dewasa awal) dalam membangun hubungan dengan teman sebaya dan pasangan mencari keintiman emosi dan fisik secara timbal balik resiprokal (Papalia, Olds, & Feldman, 2004; Harvey, 2009). Hubungan ini menghendaki sejumlah keterampilan seperti kesadaran diri (self-awareness), empati, kemampuan menyampaikan emosi, pengambilan keputusan tentang seksualitas, resolusi konflik, dan kemampuan mempertahankan komitmen. Keintiman, keterampilan menyelesaikan masalah yang baik, kematangan, dan harga diri yang sehat merupakan modal bagi kaum laki-laki dan wanita dalam memasuki perkawinan (Bjorklund & Bee, 2009). Banyak orang dewasa menginginkan hubungan mereka berakhir pada perkawinan (Cavanaugh & Blanchard-Fields, 2006). Strachman (2009) mengungkapkan bahwa cinta adalah sebuah komponen yang dipertimbangkan oleh laki-laki dan perempuan untuk kawin. Sheela dan Audinarayana (2003) menyatakan bahwa perkawinan dimulai sesudah pubertas yang menandakan bahwa seseorang secara biologis dan psikis telah matang. Perkawinan adalah manifestasi dari keintiman dan hubungan seksual diadik dua orang di mana komitmen sebagai perekat hubungan ini. Dalam perkawinan, close adult personal relationship atau close personal relationship telah berubah menjadi intergenerational relationship, yaitu hubungan pasangan (suami-istri) yang telah melibatkan tanggung-jawab untuk mengasuh anak-anak (Cere, 2005). Perkawinan heteroseksual merupakan salah satu implementasi dalam ajaran agama Protestan. Dalam Alkitab diungkapkan bahwa Allah menciptakan perempuan dari tulang rusuk laki-laki untuk menjadi penolong bagi laki-laki, karena tidak baik jika laki-laki seorang diri saja (Kejadian 2:18-22). Laki-laki dan

4 4 perempuan yang telah dipersatukan Allah dalam perkawinan telah menjadi satu daging dan tidak boleh dipisahkan oleh manusia (Matius 19:5-6; Markus 10:7-9). Cavanaugh dan Blanchard-Fields (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor yang membuat perkawinan bertahan meliputi: 1) kematangan pasangan (laki-laki dan perempuan) saat kawin; 2) kesamaan nilai, tujuan, sikap, status sosioekonomi, latar belakang suku, dan keyakinan agama; 3) perasaan bahwa hubungan adalah seimbang atau sama (adanya timbal-balik dari pasangan atau saling melengkapi); 4) belajar menangani perubahan pasangan selama masa dewasa adalah rahasia dari perkawinan yang bahagia dan bertahan. Referensi untuk menemukan belahan jiwa seseorang atau untuk hidup bahagia selamanya ada di mana-mana dalam budaya kita (Compton, 2005), termasuk bagi laki-laki yang berprofesi pelaut. Pelaut adalah orang yang pekerjaannya berlayar di laut (Sugono dkk, 2008) untuk mengemudikan kapal atau membantu dalam operasi, perawatan atau pelayanan di kapal. Berdasarkan konsep tugas perkembangan masa dewasa awal dan konsensual validasi, pelaut yang menemukan kesamaan nilai dan prinsip pada seorang perempuan cenderung membangun hubungan yang intim bersama. Apabila kecenderungan ini diungkapkan, diterima dan berlanjut, maka akan mengembangkan cinta yang melandasi hubungan romantis jarak-jauh bahkan perkawinan jarak-jauh (long-distance marriage) karena pekerjaan suami sebagai pelaut sehingga baik suami ataupun istri tidak tinggal bersama setiap hari tetapi dibatasi jarak geografis yang mengurangi komunikasi non-verbal (kontak fisik) keduanya. Scott (2002) menyatakan bahwa kesempatan dan tuntutan pekerjaan telah membuat pasangan menjalani perkawinan jarak-jauh.

5 5 Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat jumlah pelaut perikanan sebanyak orang pada tahun 2011, sedangkan pelaut kapal niaga berjumlah orang (Malau, 2012). Angka ini dinilai kurang oleh Menteri Perhubungan, E. E. Mangindaan. Mangindaan (dalam Taufiq, 2012) mengungkapkan bahwa jumlah lulusan pelaut (1.500) dan kebutuhan tenaga kerja pelaut Indonesia (7000 pelaut baru) untuk bekerja di sektor pelayaran jasa dan perdagangan adalah tidak seimbang. Kebutuhan ini didasarkan pada peningkatan jumlah kapal yang dapat dilihat dari tahun 2005 yang berjumlah 6.041, sedangkan 2012 sudah berjumlah Data ini menunjukkan bahwa tidak sedikit individu yang berprofesi sebagai pelaut tetapi juga mempunyai tugas perkembangan untuk mencari pasangan hidup dan bahkan membentuk keluarga. Berdasarkan hasil wawancara awal (Asrini, komunikasi pribadi, November 8, 2012; Riyanti, komunikasi pribadi, Februari 7, 2012) pada beberapa perempuan yang menjalin hubungan romantis dengan seorang pelaut di sektor niaga, digambarkan bahwa pasangan mereka berlayar dalam kurun waktu 6 sampai 8 bulan atau bahkan lebih tanpa kepastian tanggal akan turun kapal. Rute pelayarannya pun bervariasi, mulai perairan Indonesia sampai di luar perairan Indonesia. Kondisi ini membuat akses komunikasi terganggu. Ketika kapal berada di perairan Indonesia, para pelaut dapat memberi kabar orang-orang yang dicintainya dengan menggunakan telepon, namun jika tidak (tidak ada jaringan/signal) maka komunikasi dilakukan dengan menggunakan (lazimnya) via satelit tapi kerahasiaan isi tersebut tidak terjamin karena yang masuk di kapal diperiksa oleh kapten. Berikut kutipan hasil wawancara dengan seorang pelaut.

6 6 klo kirim via ke kapal tidak sperti yahoo. di kapal pny sistem sendiri. kalo di kapal aq, pake amos mail. klo km kirim ke kapal, captain lah org pertama yg menerima dr manapun itu. Stelah itu captain forward ke smua crew yg bersangkutan. Pada intinya yg keluar masuk kapal itu sangat strict. Jd gak bisa sembarangan. Klo di kapal via satellite. Jadi kalo kirim smua yg masuk pasti captain tau. Bahkan dicek isi dari nya. Jadi gak punya privacy (Casa, komunikasi pribadi, Februari 25, 2013). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkawinan jarak-jauh pada keluarga pelaut penuh dengan tantangan. Kehidupan suami-istri terpisah sementara dalam jangka waktu berbulan-bulan, suami bekerja jauh dari istri dan anak-anak, istri mengurus rumah dan anak-anak sendiri, interaksi langsung suami-istri terbatas, kerahasiaan isi komunikasi melalui tidak terjamin, bahkan adanya hambatan aksesibilitas telekomunikasi (untuk kapal yang tidak dilengkapi telepon satelit atau WiFi) saat kapal berlayar di tempat yang tidak dapat dijangkau oleh sinyal jaringan telepon. Oleh sebab itu, Gomillion (2009) menyimpulkan bahwa individu yang telah lama terpisah butuh kontak intim yang lebih (misalnya bertemu atau telepon) dalam rangka mempertahankan komitmen mereka. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, Gong (2007) menyimpulkan bahwa alokasi waktu dan energi untuk pekerjaan dan keluarga berdampak terhadap hubungan perkawinan. Waktu yang dihabiskan pada pekerjaan dan jauh dari rumah menurunkan waktu untuk istri dan energi dalam keluarga dan meninggalkan banyak urusan rumah tangga yang tidak selesai, yang menghasilkan konflik dan stres dalam perkawinan. Secara fisik terpisah dipercaya dapat menjadi stresor, menurunkan kepuasan, dan mengancam stabilitas hubungan interpersonal (Cameron & Ross, 2007). Cinta akan tertantang dengan komitmen dan tanggung-jawab pekerjaan dan kelahiran anak.

7 7 Hal ini merupakan stresor yang membawa beban bagi pasangan baru. Kekurangan dan ketidakmampuan mendapatkan waktu yang berkualitas antara suami dan istri dapat mengancam cinta dalam perkawinan (Hoesni, Hashim, & Ab Rahman, 2012). Hanzal (2008) juga mengungkapkan bahwa pasangan yang menghadapi stresor dalam pekerjaan dan keluarga, cenderung kurang puas, kurang berkomitmen, dan lebih cenderung untuk bercerai. Acevedo dan Aron (2009) juga mengungkapkan sebuah keyakinan bahwa semakin lama cinta romantis semakin memudar sehingga dapat merusak hubungan. Namun, hal yang menarik adalah hubungan perkawinan istri dengan segala tanggung-jawab sebagai ibu rumah tangga dan suami yang berprofesi pelaut dapat bertahan sekalipun tercipta jarak yang membatasi keduanya karena suami sering meninggalkan istri (dan bahkan anak-anak) dalam jangka waktu berbulan-bulan karena tuntutan pekerjaan di laut. Jika fenomena ini dilihat dari perspektif perkembangan masa hidup, maka baik perempuan maupun laki-laki yang berada pada masa dewasa awal memang sudah memiliki ketertarikan dengan lawan jenis untuk membangun hubungan intim serta mempertahankan hubungan tersebut. Hal ini adalah normal. Di sisi lain, jika fenomena ini dilihat dari perspektif cinta sempurna Sternberg (1997, 2004), maka pertanyaan yang muncul menyangkut makna perkawinan jarak-jauh pada pasangan pelaut, yaitu antara stabilitas hubungan dengan kurangnya komunikasi non-verbal (fisik) selama suami berlayar yang mengancam cinta gairah, keintiman, dan komitmen pasangan suami-istri.

8 8 B. Pertanyaan Penelitian Kehidupan suami-istri dalam perkawinan jarak-jauh karena suami berprofesi sebagai pelaut merupakan pilihan yang sulit untuk dijalani oleh suami-istri. Kehidupan rumah tangga ini berbeda dengan kehidupan rumah tangga pada umumnya karena suami-istri menjalani siklus perpisahan-bersatu kembali dalam jangka waktu tertentu. Hidup terpisah, tugas dan tanggung-jawab istri di rumah bertambah ketika suami tidak ada merupakan hal-hal yang harus diterima oleh suami-istri ketika mereka menjalani perkawinan jarak-jauh ini. Suami-istri yang menjalani perkawinan jarak-jauh ini cenderung memiliki interaksi yang kurang sehingga mengancam keintiman bersama istri dan anakanak, serta adanya kesulitan dalam menyalurkan gairah seksual kepada pasangan. Keintiman dan gairah merupakan dua elemen lain yang secara bersama-sama dengan komitmen membentuk cinta sempurna dalam sebuah hubungan (Sternberg, 1997). Kekurangan dan ketidakmampuan mendapatkan waktu yang berkualitas antara suami dan istri dapat mengancam hubungan cinta perkawinan (Hoesni dkk, 2012), serta mengancam stabilitas hubungan interpersonal (Cameron & Ross, 2007). Ditambah lagi dengan adanya keyakinan bahwa semakin lama, cinta romantis semakin memudar sehingga dapat merusak hubungan (Acevedo, & Aron, 2009). Walaupun demikian, ada pasangan pelaut yang telah sukses dalam memelihara kestabilan perkawinan jarak-jauh mereka. Oleh sebab itu, penelitian ini hendak menjawab pertanyaan berikut. 1. Apa makna kestabilan perkawinan jarak-jauh bagi pasangan pelaut?

9 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk memahami makna kestabilan perkawinan jarakjauh pada pasangan pelaut. Selanjutnya, peneliti berharap penelitian dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini dapat berguna dalam pengembangan psikologi klinis dan psikologi positif terhadap fenomena kestabilan perkawinan jarak-jauh pada pasangan pelaut yang masih jarang diteliti. Pemahaman makna fenomena ini merupakan usaha preventif dalam pengembangan psikologi klinis terhadap kelemahan manusia sekaligus sebagai pengembangan psikologi positif untuk mempelajari kekuatan dan kebajikan manusia pasangan pelaut yang membuat perkawinan jarak-jauh mereka stabil serta memeliharanya agar hidup manusia lebih memuaskan. Secara praktis, penelitian ini dapat berguna bagi pasangan pelaut yang dalam mengembangkan hal-hal yang dapat membuat perkawinan jarak-jauh stabil. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi rujukan bagi masyarakat (misalnya, keluarga, pemegang kebijakan) agar memperhatikan faktor-faktor di luar kendali pasangan yang dapat mempengaruhi kestabilan perkawinan jarakjauh. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan penelitian selanjutnya. D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Secara umum, penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Arditti & Kaufmann, 2004; Acevedo & Aron, 2009; Rini, 2009; Ahmetoglu, Swami, & Chamorro-Premuzic, 2010; Ng & Cheng, 2010; Hoesni dkk, 2012). Penelitian ini hendak mengungkap makna dan dinamika perkawinan jarak-jauh

10 10 khusus pada keluarga dengan suami yang berprofesi sebagai pelaut. Perbedaan yang muncul dengan penelitian-penelitian sebelumnya tampak jelas pada metode penelitian, termasuk di dalamnya variasi karakteristik partisipan dan lokasi penelitian. Arditti dan Kaufmann (2004) melakukan penelitian berjudul Staying Close When Apart: Intimacy and Meaning in Long-Distance Dating Relationship. Penelitian ini hanya melibatkan 10 mahasiswa (usia 23-35) yang sementara menjalin hubungan jarak-jauh setidaknya telah menjalin hubungan/kencan 6 bulan sebelum wawancara. Sedikitnya jumlah partisipan terkait dengan metode penelitian yang digunakan, yaitu kualitatif. Hasil interpretasi data hasil in-depth dan open-ended interview adalah hubungan jarak-jauh penting untuk mengembangkan rasa saling tergantung dan motivasi, dan komitmen dalam hubungan dan pekerjaan/pendidikan, serta toleransi ambiguitas, yaitu toleransi terhadap ketidakhadiran sosok yang dicintai, namun cinta dari sosok yang dicintai itu selalu hadir. Jadi, hubungan jarak-jauh yang tetap kokoh tergantung pada kepribadian individu dan kualitas-kualitas perkembangan (seperti toleransi ambiguitas), pemahaman bahwa perpisahan geografis itu juga dibutuhkan dan kepercayaan sebagai aspek yang hakiki dalam kepuasan hubungan jarak-jauh, yang juga merupakan prasyarat dan hasil dari komitmen, serta ketergantungan melalui pemeliharaan hubungan dan persahabatan yang kuat dan teknologi (telepon dan ). Hal inilah yang membuat mereka tetap setia pada pasangan. Teknik kreatif praktis dalam menjaga komitmen dan hubungan semacam ini adalah dengan komunikasi setiap hari. Kekuatan hubungan terletak pada filosofi seseorang tentang idealisasi suatu hubungan, yaitu mekanisme pertahanan

11 11 emosi yang mendorong pasangan untuk melanjutkan hubungan dan mengejar pendidikan dan pekerjaan. Penelitian meta-analisis dari Acevedo dan Aron (2009) dengan judul Does a Long-Term Relationship Kill Romantic Love? dari 25 penelitian terkait dengan partisipan berupa pasangan (18-23 tahun) yang telah bertunangan atau hidup bersama kurang dari empat tahun, dan pasangan paruh baya yang telah kawin selama 10 tahun atau lebih. Hasil meta-analisis ini mengungkap bahwa panjangpendeknya suatu hubungan berkaitan dengan kepuasan dalam hubungan. Hubungan antara cinta romantis (tanpa obsesi) dan kepuasan dalam hubungan jangka pendek maupun jangka panjang merupakan sesuatu yang penting dalam tahap pembentukan dan pemeliharaan hubungan. Hubungan romantis jangka panjang dapat dipertahankan apabila ada intensitas, ketertarikan seksual, keterlibatan, dan tanpa obsesi. Hal ini berkorelasi positif dengan kepuasan perkawinan. Penelitian tentang perkawinan jarak-jauh sudah pernah dilakukan Rini (2009) di Universitas Gadjah Mada. Penelitian yang berjudul Religiusitas dan Kualitas Komunikasi dengan Penyesuaian Perkawinan pada Pasangan Suami-Istri yang Tinggal Terpisah ini melibatkan 152 pasangan suami-istri yang terdiri dari 76 orang wanita (istri) dan 76 orang pria (suami). Mereka diperoleh menggunakan purposive sampling dengan kriteria 1) pasangan suami istri yang secara geografis tinggal terpisah; 2) status perkawinan merupakan perkawinan pertama; 3) memiliki anak; dan 4) menganut keyakinan atau agama yang sama. Berdasarkan uji statistik diperoleh bahwa religiusitas berkorelasi secara signifikan dengan penyesuaian perkawinan pada suami (r = 0,501; P < 0,01) maupun istri (r = 0,329; P < 0,05). Begitu pula, kualitas komunikasi berkorelasi secara signifikan

12 12 dengan penyesuaian perkawinan pada suami (r = 0,628; P < 0,01) maupun istri (r = 0,645; P < 0,01). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa religiusitas dan kualitas komunikasi berkorelasi secara signifikan dengan penyesuaian perkawinan jarak-jauh. Selain itu, tidak ditemukan perbedaan penyesuaian perkawinan pada suami dan istri jika ditinjau dari jarak antar kota, usia perkawinan, lama berpisah/usia perpisahan, dan frekuensi pertemuan. Ahmetoglu dkk (2010) melakukan penelitian dengan melibatkan partisipan yang berjudul The Relationship between Dimensions of Love, Personality, and Relationship Length. Analisis statistik Structural Equation Modeling (SEM) dengan menggunakan AMOS 5.0 mengungkapkan bahwa usia berkorelasi negatif dengan gairah, dan berkorelasi positif dengan keintiman dan komitmen. Tipe kepribadian agreeableness berkorelasi positif dengan ketiga dimensi cinta, sedangkan tipe kepribadian conscientiousness berkorelasi positif dengan keintiman dan komitmen. Gairah berkorelasi negatif dengan panjang hubungan, sedangkan komitmen berkorelasi positif dengan panjang hubungan. Di samping itu, pasangan yang lebih tua kurang bergairah dan lebih berkomitmen tanpa memperhatikan kepribadiannya; orang yang lebih tua mungkin memiliki relasi yang lebih lama bukan karena perbedaan perilaku antara mereka dan orang yang lebih muda, tapi semata-mata karena mereka telah hidup lebih lama; sifat-sifat kepribadian tidak mempengaruhi panjangnya hubungan jika dikaitkan dengan tiga dimensi cinta Sternberg. Ng dan Cheng (2010) melakukan penelitian yang berjudul The Effect of Intimacy, Passion, and Commitment on Satisfaction in Romantic Relationships among Hong-Kong Chinese People. Seperti judulnya, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh dari tiga komponen cinta dalam Triangular Theory

13 13 terhadap kepuasan hubungan romantis sejumlah orang Cina di Hong-Kong. Partisipan berjumlah 263 orang Cina (108 laki-laki, 155 perempuan) dari Hong Kong yang terlibat dalam hubungan romantis dengan lawan jenis. Karakteristik partisipan ini terdiri dari: 1) 34 orang di antaranya yang sudah kawin dan 229 orang sedang dalam hubungan pacaran; 2) Usia partisipan berkisar tahun; 3) Panjangnya hubungan mereka berkisar kurang dari satu bulan sampai 396 bulan; 4) Rata-rata partisipan pernah terlibat lebih dari tiga hubungan romantis. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kepuasan hubungan dipengaruhi oleh keintiman dan komitmen, tapi gairah tidak mempengaruhi kepuasan hubungan sesudah pengaruh keintiman dan komitmen di keluarkan secara parsial. Selain itu, komitmen secara parsial memediasi pengaruh keintiman terhadap kepuasan hubungan dan secara penuh memediasi pengaruh gairah terhadap kepuasan hubungan. Penelitian tentang makna cinta dalam perkawinan juga sudah pernah dilakukan oleh Hoesni dkk (2012). Penelitian ini berjudul A Preliminary Study: What is Love in a Marriage? Hasil analisis statistik data dari 245 partisipan (114 laki-laki, 131 perempuan; usia tahun) yang mengikuti program wajib pranikah menunjukkan bahwa elemen yang paling menyenangkan dalam perkawinan berasal dari komitmen dan keintiman. Kekhasan dalam penelitian ini adalah partisipan memiliki hubungan yang kuat dengan Tuhan dalam cinta dalam perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan hal yang umumnya akan dilalui dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan hal yang umumnya akan dilalui dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pernikahan merupakan hal yang umumnya akan dilalui dalam kehidupan ini. Sebagian besar manusia dewasa, akan menghadapi kehidupan pernikahan. Sebelum memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (Dr.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cinta (Love) 1. Pengertian Cinta Chaplin (2011), mendefinisikan cinta sebagai satu perasaan kuat penuh kasih sayang atau kecintaan terhadap seseorang, biasanya disertai satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu kehidupan, dengan membangun suatu hubungan yang nyaman dengan orang lain. Seringnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan

Lebih terperinci

KETERTARIKAN ANTAR PRIBADI

KETERTARIKAN ANTAR PRIBADI KETERTARIKAN ANTAR PRIBADI Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id www.uny.ac.id 1 Afiliasi : Asal Mula Ketertarikan Akar afiliasi pada saat infancy 6 hal penting yang dapat diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia, yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita (Cox, 1978). Menurut Hurlock (1999) salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Kepuasan dalam Hubungan Romantis

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Kepuasan dalam Hubungan Romantis BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan dalam Hubungan Romantis 1. Definisi Kepuasan dalam Hubungan Romantis Hubungan romantis merupakan aktivitas bersama yang dilakukan oleh dua individu dalam usaha untuk saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun Surabaya pada bulan Juli-Oktober 2012 pada pelajar SMA dan sederajat yang berusia 15-17 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang wanita yang memilih untuk menikah dengan prajurit TNI bukanlah hal yang mudah, wanita tersebut harus memiliki komitmen yang kuat dalam hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

Perbedaan Cinta (Intimacy, Passion, Commitment) Ditinjau dari Lamanya Usia Perkawinan pada Istri yang Bekerja

Perbedaan Cinta (Intimacy, Passion, Commitment) Ditinjau dari Lamanya Usia Perkawinan pada Istri yang Bekerja Perbedaan Cinta (Intimacy, Passion, Commitment) Ditinjau dari Lamanya Usia Perkawinan pada Istri yang Bekerja Ira Indriastuti Nur Ainy Fardana Nawangsari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Abstract.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada rentang usia tahun mulai membangun sebuah relasi yang intim

BAB I PENDAHULUAN. pada rentang usia tahun mulai membangun sebuah relasi yang intim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Santrock mengatakan bahwa individu pada masa dewasa awal yang berada pada rentang usia 19 39 tahun mulai membangun sebuah relasi yang intim dengan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan salah satu proses yang biasanya dijalani individu sebelum akhirnya memutuskan menikah dengan pasangan. Pada masa pacaran, individu saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah a mixed methods

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah a mixed methods BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah a mixed methods research designs yaitu prosedur penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah perkembangan jaman yang semakin maju dan sarat perubahan di segala bidang menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain. Salah satunya adalah hubungan intim dengan lawan jenis atau melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah, semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan baik dalam kemampuan fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di zaman yang semakin maju dan modern, teknologi semakin canggih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di zaman yang semakin maju dan modern, teknologi semakin canggih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di zaman yang semakin maju dan modern, teknologi semakin canggih dari berbagai sosial media chating, calling, hingga video call membuat beberapa pasangan kekasih

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain dalam menjalin sebuah kehidupan. Salah satu dasar dalam bersosialisasi adalah cinta. Cinta adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa sebagai bagian dari kelompok remaja akhir terlibat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa sebagai bagian dari kelompok remaja akhir terlibat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai bagian dari kelompok remaja akhir terlibat dalam interaksi sosial. Salah satu faktor yang melatar belakangi seorang individu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Modul ke: Fakultas Psikologi Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rumah tangga sudah tentu terdapat suami dan istri. Melalui proses perkawinan, maka seseorang individu membentuk sebuah miniatur dari organisasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global yang terjadi sekarang ini menuntut manusia untuk berusaha sebaik mungkin dalam menuntut

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap 7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu memiliki beberapa tahap dalam kehidupannya, salah satunya adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi individu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cinta 1. Pengertian Cinta Stenberg (1988) mengatakan cinta adalah bentuk emosi manusia yang paling dalam dan paling diharapkan. Manusia mungkin akan berbohong, menipu, mencuri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan PENDAHULUAN I.A. Latar belakang Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan seseorang, disamping siklus lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian (Pangkahila, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut adalah suatu proses yang alami yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Lansia ditandai dengan perubahan fisik, emosional, dan kehidupan seksual. Gelaja-gelaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

dengan usia sekitar 18 hingga 25 tahun. Menurut Jeffrey Arnett (2004), emerging

dengan usia sekitar 18 hingga 25 tahun. Menurut Jeffrey Arnett (2004), emerging STUDI DESKRIPTIF MENGENAI CINTA PADA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN YANG MENJALANI LONG DISTANCE RELATIONSHIP YOLANDA CHYNTYA NOVIYANTI BASARIA 190110100132 ABSTRACT Cinta dapat dipahami sebagai sebuah

Lebih terperinci

Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan

Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan Dyah Astorini Wulandari Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi dengan makhluk sosial lainnya. Dalam kehidupannya untuk menjalin hubungan-hubungan dengan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemu dalam waktu yang cukup lama. Long Distance Relationship yang kini

BAB I PENDAHULUAN. bertemu dalam waktu yang cukup lama. Long Distance Relationship yang kini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Long Distance Relationship adalah suatu hubungan dimana para pasangan yang menjalaninya dipisahkan oleh jarak yang membuat mereka tidak dapat saling bertemu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. BAB I PENDAHULUAN. 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. BAB I PENDAHULUAN. 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. i ii BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB II LANDASAN TEORI II.A DEFINISI CINTA.. 5 II.B KOMPONEN-KOMPONEN CINTA II.B.1 Keintiman (Intimacy).. 6 II.B.2 Gairah (Passion). 8 II.B.3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan untuk berteman. Dalam berelasi, masing masing individu

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan untuk berteman. Dalam berelasi, masing masing individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang didalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari orang lain (Setiadi, 2006). Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intimacy (Keintiman) 2.1.1 Definisi Intimacy Menurut Erikson (dalam Valentini, & Nisfiannoor, 2006) intimacy sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dan juga berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Individu yang memasuki tahap dewasa awal memiliki berbagai tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan dewasa awal adalah mencari cinta (Santrock,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada BAB ini akan dibahas secara teoritis tentang komitmen pernikahan. Untuk menjelaskan permasalahan diperlukan landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Adapun teori-teori

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami banyak transisi dalam kehidupannya. Menurut Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi secara fisik, transisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Perilaku Seksual Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy 12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Intimacy 1. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah. dalam sebuah pernikahan. Seperti pendapat Saxton (dalam Larasati, 2012) bahwa

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah. dalam sebuah pernikahan. Seperti pendapat Saxton (dalam Larasati, 2012) bahwa BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Kepuasan pernikahan merupakan kondisi dimana pasangan yang membina hubungan dalam sebuah bahtera rumah tangga dapat memenuhi segala aspek dalam sebuah pernikahan.

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh : FAJAR TRI UTAMI F 100 040 114 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia akan memiliki harapan-harapan yang tinggi atas pernikahannya (Baron & Byrne, 2000). Pernikahan merupakan awal terbentuknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami perkembangan seumur hidupnya. Perkembangan ini akan dilalui melalui beberapa tahap. Setiap tahap tersebut sangat penting dan kesuksesan di suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan manusia pada masa dewasa. Pernikahan idealnya dimulai ketika individu berada pada rentang usia dewasa awal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah CH ( Nama samaran Cahyo, 23 tahun, laki-laki) dan DK ( Nama samaran Dika, 25 tahun, laki-laki) merupakan pasangan gay yang berbeda etnis. Satu tahun tujuh bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci