BAB II LANDASAN TEORI. masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut ditandai oleh adanya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut ditandai oleh adanya"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI II.A. Usia Madya II.A.1. Definisi Usia Madya Pada umumnya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut ditandai oleh adanya perubahan fisik, mental serta perubahan minat (Hurlock,1990). Perubahan fisik yang dialami pada usia madya antara lain; perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kemampuan indera, perubahan pada keberfungsian fisiologis, perubahan pada kesehatan dan perubahan seksual. Sedangkan perubahan minat yang dialami pada usia madya salah satunya adalah perubahan dalam minat keagamaan. Banyak orang yang berusia madya baik pria maupun wanita yang tertarik pada kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan daripada yang pernah mereka kerjakan pada waktu masih muda. Keinginan untuk lebih terlibat dengan keagamaan biasanya dikarenakan mereka mempunyai banyak waktu luang sehingga kegiatan tersebut dianggap dapat memenuhi kebutuhannya dan keinginan tersebut akan semakin besar setelah seseorang kehilangan anggota keluarga atau teman dekatnya. Individu pada usia madya juga menemukan bahwa agama merupakan sumber kesenangan dan kebahagiaan yang lebih besar daripada yang pernah diperoleh dulu sewaktu usianya masih muda (Hurlock,1990).

2 II.A.2. Karakteristik Usia Madya Seperti halnya setiap periode dalam rentang kehidupan, usia madya pun diasosiasikan dengan karakteristik tertentu yang membuatnya berbeda dari tahap usia lainnya. Salah satu karakteristik usia madya adalah bahwa umumnya usia ini dianggap atau dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan (Hurlock, 1990). Usia madya merupakan masa di mana pria dan wanita meninggalkan ciriciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku baru. Penyesuaian yang radikal terhadap peran, pola hidup dan berbagai perubahan fisik, akan cenderung merusak homeostasis fisik dan psikologis seseorang dan kemudian membawanya ke masa stres. Kekecewaan pada homeostasis fisik dan psikologis tersebut tidak hanya dapat mengganggu hubungan suami istri, yang kadangkadang menuju pada perpisahan atau perceraian, tetapi juga lambat laun membawa pria dan wanita kepada gangguan jiwa, alkoholisme, pecandu obat dan bunuh diri. Hal inilah yang menyebabkan usia madya dianggap sebagai usia yang berbahaya (Hurlock, 1990). II.A.3. Tugas-Tugas Perkembangan Pada Usia Madya Ada beberapa tugas perkembangan pada usia madya yang dikemukakan oleh Havighurst (dalam Hurlock, 1990), salah satunya adalah menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada tahap ini. Perubahan fisik yang terpenting, yang terhadapnya orang berusia madya harus

3 menyesuaikan diri antara lain; perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kemampuan indera, perubahan pada keberfungsian fisiologis, perubahan kesehatan, serta perubahan seksual. Sejauh ini, penyesuaian fisik yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita pada usia madya terdapat pada perubahan-perubahan pada kemampuan seksual mereka. Wanita memasuki masa menopause, atau perubahan hidup, di mana masa menstruasi berhenti, dan mereka kehilangan kemampuan untuk memperoleh anak. Sedangkan pria mengalami masa klimaterik pria yang ditandai oleh rusaknya fungsi organ seksual, nafsu seksual menurun, penampilan kelelakian menurun, gelisah akan kepriaannya, ketidaknyamanan fisik, menurunnya kekuatan dan daya tahan tubuh, serta perubahan kepribadian (Hurlock, 1990). Selain penyesuaian terhadap perubahan fisiologis, tugas penting yang perlu dikembangkan pada usia madya adalah usaha untuk menciptakan hubungan yang memuaskan dengan pasangan. Hal ini khususnya sulit bagi wanita karena masalah yang dihadapinya dalam melakukan penyesuaian yang memuaskan terhadap peran baru yang harus ia mainkan sekarang di mana anak-anak telah meninggalkan rumah. Bahaya penyesuaian ini juga dialami oleh pria. Banyak pria dan wanita dapat melakukan penyesuaian perkawinan ini dengan berhasil dan bahkan lebih bahagia dalam perkawinannya daripada yang dialaminya selama masih merawat anak-anak, tetapi bagi orang lain hal ini merupakan transisi yang membahayakan.

4 Kegagalan dalam mencapai tugas perkembangan ini mempunyai efek balik dalam penyesuaian seksual selama masa usia madya. Faktor tersebut membahayakan penyesuaian perkawinan dan sangat menambah kekecewaaan terhadap perkawinan selama periode tersebut. Oleh karena itu, perceraian atau ancaman perceraian adalah salah satu dari seluruh bahaya perkawinan yang paling serius pada usia madya (Hurlock, 1990). II.B. Kepuasan Pernikahan II.B.1. Defenisi Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu, yang kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu. Sedangkan perkawinan, meskipun seringkali dibedakan dengan kata nikah, memiliki inti makna yang sama dengan pernikahan, yaitu upacara bersatunya pria dan wanita membentuk satu keluarga. Menurut Domikus (1999), perkawinan merupakan salah satu aktivitas sentral dari manusia yang bertujuan untuk memperoleh suatu kehidupan yang bahagia dan paripurna. Di Indonesia, seluk beluk perkawinan diatur dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, yang mendefenisikan perkawinan sebagai:

5 Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah-tangga yang bahagia dan kekal) berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Domikus, 1999). Bhrem (1992) menyatakan bahwa pernikahan merupakan ekspresi akhir dari suatu hubungan yang mendalam ; dimana dua individu berikrar yang didasarkan pada keinginan untuk menetapkan hubungan sepanjang hidupnya. Dalam Islam, pernikahan adalah konsep sakral dari sebuah kontrak (ijab qobul) secara syah yang dilakukan oleh pasangan lelaki dan perempuan sesuai tata nilai hukum yang berlaku, baik hukum positif maupun hukum religius. Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi ijab qabul artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima (Taufik, 2004). Dari beberapa definisi di atas, maka pernikahan dalam penelitian ini berarti ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan tata nilai hukum yang berlaku. II.B.2. Pernikahan dalam Islam Faktor yang sangat berpengaruh dalam pernikahan yang Islami adalah ajaran Islam itu sendiri. Ini berdasarkan ajaran Islam bahwa agama bukanlah kumpulan pikiran yang harus dijalankan atau yang harus mempengaruhi hanya bagian kehidupan manusia yang sakral. Setiap aspek kehidupan Islami harus

6 didasarkan pada ajaran Qur an dan agama, maka pernikahan juga tidak kurang dipengaruhi oleh agama (Ahmad, 1997). Hukum Islam menjelaskan bahwa jika akad nikah telah selesai diucapkan, maka akad tersebut akan menimbulkan kewajiban dan hak suami-istri (Sabiq, dalam Wahyuningsih, 2002). Kewajiban tersebut adalah sebagai konsekuensi logis dari berubahnya peran seseorang dari seorang bujangan menjadi seorang suami atau istri. Dengan ditunaikannya kewajiban, hak pasangannya telah terpenuhi. Jika masing-masing telah mendapatkan haknya, maka terciptalah hubungan yang saling menguntungkan. Menurut Sabiq (dalam Wahyuningsih, 2002), dalam hukum Islam, kewajiban dan hak suami istri ada tiga macam, yaitu hak istri atas suami (kewajiban suami), hak suami atas istri (kewajiban istri), dan hak bersama (kewajiban suami istri). Syuqqoh (dalam Wahyuningsih, 2002) menjelaskan bahwa kewajiban suami yang utama adalah memimpin rumah tangga dan memberi nafkah, sedangkan kewajiban istri yang utama adalah mengasuh anak dan mengatur urusan rumah tangga. Kemudian hak bersama suami istri dapat dirinci menjadi sepuluh, yaitu : kelemahlembutan; kasih sayang; reproduksi; kepercayaan dan baik sangka; berpartisipasi dalam cita-cita dan berbagai urusan umum maupun khusus; berhias; bergaul dan melakukan hubungan biologis; memperoleh hiburan; cemburu; dan berpisah secara ma ruf (baik). Berkaitan dengan hak bersama suami istri, Syuqqoh (dalam Wahyuningsih, 2002) menjelaskan bahwa hak-hak tersebut sekaligus juga kewajiban suami atau istri. Kesepuluh hak bersama suami istri yang telah

7 disebutkan di atas mengandung maksud bahwa suami istri harus berusaha menyesuaikan diri dengan pasangannya. Hal ini menandakan bahwa suami dan istri, kedua-duanya harus mampu mengakomodasi kebutuhan, keinginan dan harapannya dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan dari pasangannya. Syuqqoh (dalam Wahyuningsih, 2002) juga mengemukakan bahwa dalam hukum Islam, ketika seseorang telah menikah ia terikat tanggungjawab untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya, suami istri perlu bekerjasama. Secara umum ada empat hal yang memerlukan kerjasama dalam penunaian kewajiban, yaitu dalam kaitannya dengan kepemimpinan suami (hal ini menunjukkan adanya kerjasama dalam hal-hal penting dalam perkawinan, seperti aktivitas keluarga), nafkah (keuangan), pengasuhan anak, dan urusan rumah tangga (pekerjaan rumah tangga). Pentingnya pernikahan atau perkawinan dalam masyarakat Islam dan anjurannya oleh ajaran agama terletak pada tujuan yang diyakini akan dicapai. Tujuan tersebut antara lain : 1. Muslim menganggap pernikahan sebagai pencipta keseimbangan antara kebutuhan perseorangan dan kesejahteraan kelompok dimana seseorang itu berasal. Dengan demikian pernikahan dianggap sebagai kebutuhan sosial dan psikologi untuk semua anggota masyarakat. 2. Pernikahan adalah mekanisme moral dan kontrol yang saling menguntungkan untuk tingkah laku seksual dan berketurunan. Kurangnya

8 kepuasan seksual dipercaya menyebabkan " personality maladjustment" dan berbahaya bagi kesehatan mental dan effisiensi masyarakat. 3. Pernikahan sebagai suatu syarat dari atmosfir yang stabil untuk perkembangan anak. 4. Pernikahan menjamin manfaat ekonomi yang penting pada perempuan saat ia harus membesarkan anak. 5. Hubungan yang erat diantara suami isteri memberikan kepuasan jiwa bagi laki-laki dan perempuan. Kepentingan dari tujuan perkawinan ini dalam Islam disebutkan dalam Hadith dan Al-Qur'an : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-nya di antaramu rasa kasih dan sayang.sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21). II.B.4. Definisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan merupakan persepsi terhadap kehidupan pernikahan seseorang yang diukur dari besar kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu (Roach dkk, dalam Pujiastuti &Retnowaty, 2004). Senada dengan Roach dkk, Hawkins (dalam Pujiastuti & Retnowaty,2004) juga berpendapat bahwa kepuasan pernikahan merupakan perasaan subyektif yang dirasakan pasangan suami istri, berkaitan dengan aspek-aspek yang ada dalam suatu pernikahan seperti rasa bahagia, puas, serta pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bersama pasangan yang bersifat individual.

9 Secara umum, Chappel dan Leigh (dalam Pujiastuty &Retnowaty, 2004) menyebut kepuasan pernikahan sebagai evaluasi subyektif terhadap kualitas pernikahan secara keseluruhan. Apabila seseorang merasa puas terhadap pernikahan yang telah dijalani, maka ia beranggapan bahwa harapan, keinginan dan tujuan yang ingin dicapai pada saat ia menikah telah terpenuhi, baik sebagian ataupun seluruhnya. Ia merasa hidupnya lebih berarti dan lebih lengkap dibandingkan dengan sebelum menikah. Menurut Durodoye (dalam Domikus, 1999), kepuasan perkawinan merupakan kesan subyektif individu terhadap komponen spesifik dalam hubungan perkawinannya. Selanjutnya, Olson dan Hamilton (1983) juga mengemukakan definisi kepuasan perkawinan yaitu perasaan subjektif dari kebahagiaan, kepuasan dan kesenangan yang dialami oleh pasangan dengan menyadari seluruh aspek yang ada dalam perkawinan mereka. Kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh pasangan tersebut tergantung pada tingkat dimana mereka merasakan pernikahan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan harapannya (Hughes & Noppe, 1985). Jane (2006) menjelaskan ada tiga karakteristik yang merupakan kunci dalam mencapai perkawinan yang memuaskan. Karakteristik tersebut antara lain; pernikahan harus didasari dengan kasih sayang; kesetiaan; serta setiap pasangan harus mendapatkan kepuasan dalam hal agama dan perannya sebagai orangtua. Dari beberapa definisi tersebut di atas, maka kepuasan pernikahan dalam penelitian ini berarti apa yang dirasakan oleh suami atau istri terhadap kehidupan pernikahannya, berkaitan dengan aspek-aspek yang ada dalam suatu pernikahan

10 seperti rasa bahagia, puas, serta pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bersama pasangan yang bersifat individual II.A.5. Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan Menurut Olson & Fowers (1993), kepuasan pernikahan terdiri dari 10 aspek yaitu: 1. Komunikasi (Communication) Aspek ini merupakan aspek mengenai perasaan dan sifat individu dalam berkomunikasi dengan pasangan. Fokus dalam area ini adalah perasaan senang pasangan suami atau istri, berbagi dan menerima informasi tentang perasaan dan pikirannya. Komunikasi yang baik dapat dicapai dengan cara meningkatkan intensitas komunikasi antara satu sama lain, menjadi pendengar yang baik, mendiskusikan masalah bersama (Henslin, 1985). Laswell (1991) membagi elemen dari komunikasi dalam perkawinan menjadi lima bagian, yaitu : opennes (keterbukaan di antara pasangan), honesty (kejujuran), ability to trust (kemampuan untuk saling percaya), emphaty (empati), dan listening skill (kemampuan mendengarkan). Peck (1991) menjelaskan bahwa komunikasi penting dalam suatu perkawinan, melalui suatu komunikasi yang terbuka dan saling menerima, pasangan dapat saling berbagi rasa, harapan dan kepuasankepuasan dapat tercapai serta melakukan penyesuaian dalam setiap area kehidupan rumah tangga. 2. Kegiatan mengisi waktu senggang (Leissure activity)

11 Aspek ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang. Area ini dapat merefleksikan aktivitas yang dilakukan merupakan aktivitas personal atau aktivitas bersama, pilihan personal atau pilihan bersama dan harapan-harapan dalam mengisi waktu senggang bersama pasangan. Mengisi waktu bersama dilakukan dengan cara melakukan kegiatan bersama, perlu diperhatikan bahwa kebersamaan yang dimaksud adalah kebersamaan yang dinikmati secara alami bukan pura-pura menikmati kebersamaan. Kebersamaan ini tidak hadir begitu saja, namun setiap anggota keluarga harus menciptakan kebersamaan, misalnya : saat sarapan pagi, rekreasi, dll (Henslin, 1985). 3. Orientasi Keagamaan (Religius orientation) Aspek ini merupakan aspek untuk melihat makna keyakinan beragama dan pelaksanaannya dalam kehidupan perkawinan. Skor yang tinggi mengindikasikan bahwa agama merupakan hal yang penting dalam perkawinan. Apabila seseorang kurang memiliki keyakinan beragama, dapat dilihat dari sikap yang kurang perduli terhadap pelaksanaan ibadah. Pada umumnya, setelah menikah orang akan lebih memperhatikan kehidupan beragama. Orangtua mengajarkan dasar-dasar agama yang dianut kepada anaknya dengan membiasakan diri melakukan ibadah, pergi beribadah, melaksanakan praktek agama, bersembahyang secara teratur dan ikut dalam kegiatan atau organisasi agama (Hurlock, 1990). 4. Resolusi konflik (Conflict resolution) Aspek ini merupakan aspek untuk menilai persepsi suami atau istri terhadap konflik yang ada dan penyelesaiannya. Fokus perhatian dalam area ini adalah keterbukaan pasangan untuk mengenal dan memecahkan persoalan serta

12 strategi yang digunakan untuk mengakhiri perbedaan pendapat. Kemampuan untuk mengatasi krisis bisa diwujudkan bila setiap anggota keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah, mendiskusikan masalah dan membangun kepercayaan satu sama lain (Henslin, 1985). Kail dan Cavanaugh (2000) mengatakan bahwa kebahagiaan dalam perkawinan dapat terbina dengan melakukan komunikasi yang konstruktif dan positif mengenai masalah yang sedang dihadapi. 5. Manajemen keuangan (Financial management) Aspek ini memperhatikan sikap dan cara mengatur keuangan dalam keluarga, menilai bentuk-bentuk pengeluaran dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan tentang kemampuan keuangan untuk memiliki barang-barang yang dianggap penting dan ketidakmampuan untuk memenuhi biaya hidup dapat menjadi masalah dalam perkawinan (Hurlock, 1990). Henslin (1985) mengemukakan bahwa pasangan suami dan istri yang merasa senang dengan pemasukan yang mereka peroleh cenderung merasa puas terhadap perkawinan mereka dan sebaliknya, pasangan suami dan istri yang merasa tidak puas terhadap jumlah uang yang mereka miliki cenderung tidak merasa puas terhadap perkawinan mereka. Konflik mulai muncul bila dalam pengelolaan uang suami menunjukkan otoritasnya kepada istri dan meragukan kemampuan istri untuk mengelola uang. 6. Hubungan seksual (Sexual relationship) Yaitu aspek untuk melihat bagaimana perasaan yang berhubungan dengan kasih sayang dan hubungan seksual dengan pasangannya. Area ini merefleksikan

13 sikap yang berhubungan dengan masalah seksual, tingkah laku seksual dan kesetiaan terhadap pasangan. Masalah mengenai penyesuaian seksual merupakan salah satu masalah yang dapat menyebabkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak dapat dicapai kesepakatan yang memuaskan (Landis, 1988). Kepuasan dalam hubungan seksual meningkat seiring dengan berjalannya waktu, dimana pasangan saling memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, semakin mampu untuk mengungkapkan hasrat mereka, memilih waktu yang tepat untuk melekukan hubungan seksual dan dapat membaca tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga kesulitan dalam berhubungan seksual dapat diatasi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kualitas dan kuantitas hubungan seksual, kedua hal ini penting untuk kesejahteraan perkawinan (Ellen Frank & Carrol Anderson dalam Henslin, 1985). 7. Keluarga dan Teman (Family and friend) Yaitu aspek untuk menilai perasaan dan perhatian terhadap hubungan dengan kerabat, mertua dan teman-teman. Area ini merefleksikan harapan dan perasaan senang dalam mengisi waktu bersama keluarga dan teman. Hubungan yang baik dengan mertua lebih terbina dengan menantu yang memiliki hobi dan kegiatan yang sama dengan mertua, menantu merasa bahagia dalam berhubungan dengan keluarga pasangan dan dapat menerima keluarga pasangan seperti keluarganya sendiri. Perkawinan akan lebih sulit bila salah satu pasangan menggunakan lebih banyak waktu untuk keluarganya, mudah dipengaruhi oleh keluarganya, ada anggota keluarga yang datang berkunjung dalam waktu yang lama atau bahkan tinggal bersama. Hal yang menjadi masalah dengan keluarga

14 adalah bila ada anggota keluarga yang meminta bantuan keuangan sehingga menimbulkan perasaan tidak enak pada keluarga tersebut bila tidak dapat membantu (Hurlock, 1990). 8. Anak dan pengasuhan anak (Children and parenting) Yaitu aspek untuk menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan anak. Area ini memperhatikan keputusan mengenai kedisiplinan terhadap anak, cita-cita terhadap anak dan dampak adanya anak dalam hubungan dengan pasangan. Hurlock (1990) mengatakan bahwa pada saat orangtua memiliki cita-cita yang tinggi terhadap anaknya akan menimbulkan kepuasan pribadi tetapi anak yang tidak dapat memenuhi cita-cita dan harapan orangtua akan menimbulkan kekecewaan dan kemarahan pada orangtua. Jumlah ideal anak dapat menjadi masalah dalam perkawinan, bila pasangan memiliki anak sebanyak yang diharapkan maka proses penyesuaian perkawinan akan jauh lebih baik daripada apabila salah satu anggota keluarga merasa bahwa mereka mempunyai terlalu banyak anak atau lingkungan mencegah mereka untuk mempunyai anak. 9. Masalah Kepribadian (Personality issue) Yaitu aspek yang menilai persepsi individu mengenai persoalan yang berhubungan dengan tingkah laku pasangan dan tingkat kepuasan dalam setiap persoalan. Area ini melihat penyesuaian diri dengan pasangan dan kepuasan terhadap tingkah laku, kepribadian dan kebiasaan-kebiasaan pasangan. Matthews (1996) menjelaskan bahwa biasanya sebelum menikah seseorang berusaha untuk menarik perhatian pasangannya termasuk dengan cara berpura-pura menjadi orang

15 lain, tetapi setelah menikah sikap dan kepribadian yang sebenarnya ditunjukkan dan kenyataannya jauh dari yang dibayangkan selama ini. Pada dasarnya setiap orang memiliki kebiasaan yang berbeda, namun setelah menikah perbedaan kebiasaan tersebut dapat menjadi masalah. Persoalan tingkah laku dan kebiasaan pasangan yang buruk dapat menyebabkan kekecewaan terhadap pasangan namun bila tingkah laku pasangan ternyata sesuai dengan yang dibayangkan maka akan menimbulkan perasaan puas. 10. Peran egalitarian (Egalitarian role) Yaitu aspek untuk menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan perkawinan dan keluarga. Area ini berfokus pada pekerjaan, tugas rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua. Dalam kehidupan rumah tangga, pembagian peran seringkali menjadi masalah bagi wanita yang bekerja. Benin dan Agoestinelli (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) mengatakan bahwa wanita merasa puas bila pria mau melakukan pekerjaan tradisional wanita yaitu pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring, memasak dan mengurus anak. Hurlock (1990) menjelaskan bahwa konsep egalitarian menekankan individualitas dan persamaan derajat antara pria dan wanita. Dalam konsep ini suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi dan tidak hanya berlaku untuk jenis kelamin tertentu. Pria bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupuan di luar rumah. Suami tidak harus merasa malu bila istri memiliki pekerjaan yang lebih tinggi dan penghasilan yang lebih besar. Wanita mendapat kesempatan untuk mengaktualisasikan

16 potensinya, tidak merasa bersalah apabila ia menggunakan kemampuan dan pendidikan yang ia miliki untuk kepuasan pribadi. II.B.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang mempengaruhi kepuasan pernikahan (Billideau, 1997) yaitu : 1. Kepuasan saat ini dan di masa lalu terhadap kepribadian pasangan dan kondisi hidup sebagai pasangan, termasuk intimacy dan komunikasi dalam hubungan pernikahan. 2. Pengaruh autonomi dan relatedness dalam pernikahan, autonomi mengarah pada persepsi mengenai perasan bebas dan individualitas masing-masing, sedangkan relatedness mengarah pada persepsi suami atau istri terhadap jumlah kedekatan yang diberikan pasangannya. 3. The Empty Nest Syndrome, masa empty nest memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kebahagiaan perkawinan karena pada masa tersebut mereka dapat lebih menikmati sebagai pasangan tanpa kehadiran anak-anak dan terhindar dari stress sebagai orangtua. 4. Tipe hubungan pra-pernikahan. Ada empat tipe hubungan pra-pernikahan menurut Olson and Fower (dalam Billideau, 1997), yaitu, Vitalized, Harmonious, Tradisional, dan Conflicted. Pasangan pada tipe Vitalized akan memiliki tingkat kepuasan pernikahan yang tinggi karena mereka memiliki kemampuan komunikasi yang kuat, dan kepuasan dalam hal perasaan, seksualitas, berbagi waktu, finansial, serta keyakinan kuat terhadap

17 pentingnya agama. Pasangan Harmonious memiliki tingkat kepuasan yang sedang terhadap pernikahan mereka. Pasangan ini saling berbagi dan memiliki hubungan yang baik antara satu sama lain, dengan anggota keluarga lain, serta dengan teman-teman. Kecendrungan untuk tidak puas pada tipe pasangan ini biasanya disebabkan oleh pandangan yang tidak realistis terhadap perkawinan mereka dan masalah-masalah yang berkaitan dengan anak. Pasangan tipe Tradisional juga memiliki tingkat kepuasan pernikahan yang sedang, meskipun sangat jarang dari tipe pasangan ini yang memilih untuk bercerai, sedangkan pasangan tipe Conflicted menunjukkan distresss dan kecenderungan yang tinggi untuk bercerai. Selain faktor tersebut di atas, faktor yang dianggap berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan seseorang adalah religiusitas. Religiusitas dianggap memiliki peranan penting dalam pernikahan karena tingkat religiusitas seseorang dapat mempengaruhi pola pikir dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam menjalani kehidupan pernikahan (Landis & Landis, dalam Wahyuningsih, 2002). Pendapat ini didukung oleh Jane (2006) yang menyatakan bahwa kepercayaan terhadap agama memiliki pengaruh yang besar terhadap kepuasan pernikahan jangka panjang. Menurut Jane (2006), komitmen terhadap agama dapat membentuk struktur keluarga yang sehat dalam kehidupan keluarga. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan sebagian besar didasarkan atas pentingnya kepercayaan penuh kepada Tuhan dan kepuasan terhadap peran keluarga dalam komunitas keagamaan mereka.

18 Lefrancois (1990) menambahkan, salah satu faktor sosial yang berkaitan dengan kepuasan pernikahan adalah perbedaan jenis kelamin. Kepuasan yang dirasakan oleh pria dan wanita bisa berbeda. Hal yang penting bagi wanita adalah usia pada saat menikah, sedangkan bagi pria variabel yang mempengaruhi adalah status sosial ekonomi, dimana masalah pekerjaan lebih banyak memberikan konstribusi terhadap kepuasan pernikahannya. Pendapat ini didukung oleh Hollahan (dalam Lemme, 1995) yang menyatakan bahwa pria cenderung merasa lebih puas terhadap perkawinan mereka dibanding wanita pada semua tingkat usia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyebutkan bahwa pria yang menikah menyatakan tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi daripada yang belum menikah, sedangkan wanita yang belum menikah menyatakan tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang menikah. II.C. Religiusitas II.C.1. Agama dan Religiusitas Menurut Shadily (1989) ada tiga istilah yang menunjuk pada agama yaitu istilah agama itu sendiri, religi dan istilah din. Berdasarkan pada istilah agama dan religi muncul istilah religiusitas. Religiusitas (keberagamaan) diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. dalam psikologi konsep ini sering disebut sebagai religiusitas. Hal ini perlu dibedakan dari agama, karena konotasi agama biasanya mengacu kepada kelembagaan yang bergerak dalam aspek-aspek yuridis; aturan dan hukuman, sedangkan religiusitas lebih pada aspek lubuk hati dan personalisasi dari kelembagaan tersebut

19 Senada dengan Shadily, Mangunwijaya (1982) juga membedakan istilah religi atau agama dengan istilah religiusitas. Agama menunjuk aspek formal, yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas mengacu pada aspek religi yang dihayati oleh individu di dalam hati. Michel Meyer (dalam Rousydiy, 1986) berpendapat bahwa agama adalah sekumpulan kepercayaan dan pengajaran-pengajaran yang mengarahkan kita dalam tingkah laku kita terhadap Allah, terhadap sesama manusia dan terhadap diri kita sendiri. Nasution (1986) juga menyatakan bahwa agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari salah satu kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia sebagai kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Selanjutnya Elizabeth K. Nattingham (dalam Jalaluddin, 2001) mengatakan bahwa agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri. Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma tertentu dan normanorma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku, agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Lebih lanjut Singgih (dalam Jalaluddin, 2001) mengatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragama. Jadi kematangan

20 beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan seharihari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinan agama tersebutlah yang terbaik. Karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik. Keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya. Sebaliknya, dalam kehidupan tak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatarbelakangi oleh berbagai pengalaman agama serta tipe kepribadian masing-masing. Kondisi seperti itu menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian, pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing. Pengertian religiusitas berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (dalam Ancok, 2001) adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinannya, seberapa tekun pelaksanaan ibadah, dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut oleh seseorang. Sedangkan pengertian religiusitas menurut Dister (dalam Jalaluddin, 1996) adalah suatu keadaan dimana individu merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia dan hanya kepada-nya manusia merasa tergantung serta berserah diri. Semakin seseorang mengakui adanya Tuhan dan kekuasaan-nya, maka semakin tinggi tingkat religiusitasnya Dari beberapa defenisi tersebut diatas, maka religiusitas dalam penelitian ini berarti suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya

21 bertingkah laku, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. II.C.2. Fungsi Agama Bagi Manusia Menurut Jalaluddin (1996) agama memiliki fungsi sebagai berikut : a. Fungsi edukatif Ajaran agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Dalam hal ini bersifat menyuruh dan melarang agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik. b. Fungsi penyelamat Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat. c. Fungsi perdamaian Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. d. Fungsi pengawasan sosial Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagia norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan social secara individu maupun kelompok. e. Fungsi pemupuk rasa solidaritas Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam kesatuan : iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan

22 membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. f. Fungsi transformatif Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluk kadangkala mampu merubah kesetiannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianut sebelumnya. g. Fungsi kreatif Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru. h. Fungsi sublimatif Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukhrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah. II.C.3. Dimensi-dimensi Religiusitas Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok, 2001), ada 5 dimensi religiusitas (keagamaan), yaitu:

23 a. Dimensi keyakinan/ideologik Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Misalnya keyakinan akan adanya malaikat, surga dan neraka. b. Dimensi praktik agama /peribadatan Dimensi ini mencakup prilaku pemujaan, pelaksanaan ritus formal keagamaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu: a. Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktik-praktik suci yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakannya. b. Ketaatan, apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai seperangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal, dan khas pribadi. c. Dimensi Pengalaman Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan, persepsi, dan sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh sesuatu kelompok keagamaan (atau masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas transedental.

24 d. Dimensi Pengetahuan Agama Dimensi ini mengacu pada harapan bagi orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi. Dengan kata lain, dimensi ini mengukur seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya dan seberapa jauh aktivitasnya dalam menambah pengetahuan tentang agamanya. a. Dimensi Konsekuensi Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Dengan kata lain, sejauh mana implikasi ajaran agama mempengaruhi perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Perspektif Islam tentang religiusitas dijelaskan pada surat Al-Baqarah : 208, yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh nyata bagimu. Islam menyuruh umatnya untuk beragama secara menyeluruh tidak hanya pada satu aspek saja, melainkan terjalin secara harmonis dan berkesinambungan. Islam sebagai suatu system yang menyeluruh, terdiri dari beberapa aspek atau dimensi. Setiap muslim, baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak haruslah didasarkan pada Islam (Ahmad, 1997). Nashori (2002) mengatakan dimensi-dimensi religiusitas Islam terdiri dari lima dimensi, yaitu :

25 1. Dimensi Akidah (Ideologi) Dimensi ini mengungkap masalah keyakinan manusia terhadap rukun iman, kebenaran agama dan masalah-masalah gaib yang diajarkan agama. Seorang muslim yang religius memiliki ciri utama yang melekat berupa akidah yang kuat. Inti dimensi ini adalah tauhid yaitu pengesahan Allah sebagai Yang Maha Esa. 2. Dimensi Ibadah Dimensi ibadah ini dapat diketahui dari sejauh mana kepatuhan seseorang dalam melaksanakan ibadah. Dimensi ini berkaitan dengan frekuensi, intensitas, pelaksanaan ibadah. 3. Dimensi Amal (Pengamalan) Dimensi ini berkaitan dengan kegiatan seseorang dalam merealisasikan ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan, yang dapat diketahui dari perilaku sosialnya, seperti perilaku yang positif dan konstruktif kepada orang lain yang dimotivasi oleh ajaran agama. Dimensi ini menyangkut hubungan antara manusia dan hubungan manusia dengan lingkungan alamnya. Dimensi ini dapat dimanifestasikan dengan berperilaku ramah dan baik terhadap orang lain, menolong sesama, bertanggungjawab, dan lain sebagainya. 4. Dimensi Ihsan (penghayatan) Dimensi ini berkaitan dengan seberapa jauh seseorang merasa dekat dengan Allah SWT dalam kehidupannya. Dimensi ini mencakup pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Allah SWT dalam kehidupan, ketenangan

26 hidup, merasa khusyuk dalam beribadah, perasaan syukur atas segala karunia, dan lain sebagainya. 5. Dimensi Ilmu (pengetahuan) Dimensi ini berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya mengenai dasar-dasar keyakinan, ritualritual, serta tradisi-tradisimya. Alqur an merupakan pedoman hidup sekaligus sebagai sumber ilmu pengetahuan. II.D. Hubungan Religiusitas dan Kepuasan Pernikahan Seperti halnya setiap periode dalam rentang kehidupan, usia madya pun diasosiasikan dengan karakteristik tertentu yang membuatnya berbeda dari tahap usia lainnya. Salah satu karakteristik usia madya adalah bahwa umumnya usia ini dianggap atau dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan (Hurlock, 1990). Dikatakan berbahaya karena pada usia tersebut individu mengalami perubahan-perubahan baik fisik dan psikologis yang dapat menimbulkan kekecewaan homeostasis fisik dan psikologis. Salah satu akibat dari kekecewaan tersebut adalah dapat menimbulkan gangguan hubungan suami istri yang menjadikan usia madya sangat rawan terhadap perpisahan atau percerain(hurlock, 1990). Selain penyesuaian terhadap perubahan fisiologis, menurut Hurlock (1999) tugas penting yang perlu dikembangkan pada usia madya adalah usaha untuk menciptakan hubungan yang memuaskan dengan pasangan. Kegagalan dalam

27 mencapai tugas ini serta kegagalan dalam penyesuaian fisik dan psikologis inilah yang dapat membahayakan perkawinan dan menyebabkan kekecewaan terhadap perkawinan selama periode tersebut. Dengan kata lain, individu tersebut merasa tidak puas terhadap kehidupan pernikahannya. Kepuasan pernikahan itu sendiri diartikan sebagai persepsi terhadap kehidupan pernikahan seseorang yang diukur dari besar kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu (Roach, dkk, dalam Pujiastuti &Retnowaty, 2004). Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan seseorang, salah satunya adalah religiusitas. Religiusitas dianggap memiliki peran dalam kepuasan pernikahan karena religiusitas seseorang dapat mempengaruhi pola pikir dan perilakunya dalam menjalani kehidupan pernikahan. Selain sebagai benteng moral, dalam setiap agama, ada hukum dan nilainilai yang mengatur tentang pernikahan bagi masing-masing penganutnya. Islam, sebagai salah satu dari lima agama yang diakui di Indonesia, memiliki hukum, nilai-nilai, dan ajaran-ajaran mengenai setiap aspek dalam kehidupan termasuk dalam pernikahan. Hukum-hukum yang terdapat dalam ajaran Islam itulah yang akan menuntun bagaimana individu menjalankan kehidupan pernikahannya. Dalam ajaran Islam, setiap aspek kehidupan manusia, termasuk pernikahan, harus didasarkan pada ajaran Quran dan agama. Setiap muslim, baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak haruslah didasarkan pada Islam (Ahmad, 1997). Dalam Islam, pernikahan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang memberikan banyak manfaat, oleh karena itu di dalam Al-Quran dan Hadis, pernikahan sangat ditekankan. Allah SWT menyatakan dalam Al-Quran :

28 Dan di antara tanda-tanda Kekuasaan-Nya ialah Dia mencipatakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri (QS 30:21) Rasulullah saw. bersabda : Tidak ada suatu bentuk yang lebih baik di dalam Islam daripada pernikahan. Barangsiapa yang melaksanakan pernikahan maka ia telah melindungi sebagian dari agamanya. Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku. Membangun pernikahan menuju rumah tangga yang diliputi oleh ketenangan, cinta, dan kasih sayang (sakinah, mawaddah, warahmah) bukanlah perkara yang mudah dan tidak bisa dianggap sepele. Dalam membangun rumah tangga, seluruh umat Islam diharapkan dapat bercermin pada keluarga Rasulullah saw. yang merupakan keluarga Islami yang benar-benar sakinah, mawaddah, dan warahmah. Ada beberapa bekal utama dalam membangun kehidupan pernikahan yang menjadi bagian penting dalam pondasi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah (Gymnastiar, 2006), yaitu : 1. Bekal Ilmu Faktor yang pertama, sebuah pernikahan akan menjadi kokoh, kuat dan mantap kalau suami istri sama-sama mencintai ilmu. Rasulullah saw. pernah bersabda, Barangsiapa yang menginginkan dunia (mendapatkannya) harus memakai ilmu. Barangsiapa yang menginginkan akhirat (mendapatkannya) harus memakai ilmu. Barangsiapa yang menginginkan dunia dan akhirat, (mendapatkan keduanya pun) harus dengan ilmunya.

29 Artinya, bila ada yang bertanya, mengapa rumah tangga yang dijalaninya terasa berat, banyak kesulitan dan tidak menemukan kedamaian? Jawabannya karena ternyata ilmu tentang berumah tangga yang dimiliki tidak sebanding dengan masalah yang dihadapi. Setiap hari akan selalu bertambah masalah, kebutuhan, maupun peluang munculnya konflik. Semua ini merupakan kenyataan hidup yang tidak akan pernah bisa dipungkiri. Bila pertambahan segala pernik kehidupan tidak diimbangi dengan pertambahan ilmu untuk menyiasatinya, maka pastilah sebuah keluarga tidak akan pernah mampu menghadapi hidup ini dengan baik. 2. Gemar Beramal Ternyata, setiap ilmu itu tidak akan membawa manfaat, kecuali bila sudah terwujud dalam bentuk amal. Rumus kehidupan ini sebenarnya sederhana saja, yakni seseorang tidak akan mendapatkan sesuatu dari apa yang ia inginkan, tetapi dari apa yang ia lakukan. Oleh karena itu, syarat kedua bagi tercapainya rumah tangga yang ideal setelah menguasai ilmu adalah gemar mengamalkannya. Suami yang sibuk menyayangi dan membahagiakan istrinya lahir-batin, niscaya akan mendapatkan balasan yang amat mengesankan dari istri. Demikian pula kalau istri ingin disayangi dan dibahagiakan suami. Jawabannya hanya satu; barangsiapa bisa memuliakan suaminya dengan iklas, Allah pun akan melembutkan hati sang suami untuk menyayanginya dengan penuh keikhlasan pula.

30 3. Ikhlas Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji, apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS ali-imran [3]:154) Ternyata, sehebat apa pun amal-amal kita, tidak akan bermanfaat di hadapan Allah, kecuali amal-amal yang dilakukan dengan iklas. Orang yang ikhlas adalah orang yang berbuat sesuatu tanpa berharap mendapatkan apa pun kecuali ingin disukai oleh Allah. Inilah bekal ketiga dalam rumah tangga. Dalam mengarungi kehidupan ini, kita akan banyak berhadapan dengan aneka masalah. Kita pasti akan menemukan berbagai kesulitan, kesempitan, dan kesengsaraan lahir batin, kecuali kalau kita mendapat pertolongan-nya. Allah tahu persis kebutuhan kita, lebih tahu dari kita sendiri. Dia tahu persis masalah yang akan menimpa kita, jauh lebih tahu dari diri kita sendiri. Karenanya, Allah Menjanjikan, Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS ath-thalaaq [65]: 2) Rumah tangga yang terus menerus meningkatkan ketaatannya kepada Allah akan senantiasa dikaruniai oleh-nya jalan keluar atas segala urusan dan maslah yang dihadapinya. Jadi, kebahagiaan rumah tangga itu akan dirasakan hanya oleh orang-orang yang berhati bersih dan iklas. 4. Bersih Hati Setiap saat ujian dan aneka masalah bukan tidak mungkin akan datang mendera pernikahan seseorang. Setiap masalah bisa menjadi rumit dan bisa menjadi sederhana. Semuanya tergantung bagaimana kondisi hati yang kita

31 miliki, yang akhirnya membuat kita harus memutuskan bagaimana menyikapinya. Oleh sebab itu, hati yang bersih adalah bekal utama keempat yang harus dimiliki oleh suatu pernikahan. Bersih hati, tidak bisa tidak, akan menjadi senjata pamungkas dalam menyiasati serumit dan sesulit apa pun masalah yang muncul. Ujian dan masalah rumah tangga memang akan datang setiap saat, suka atau tidak suka. Namun bagi suami istri yang berhati bersih, semua itu akan disikapi sebagai nikmat dari Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Karena di balik setiap ujian dan masalah pasti terkandung hikmah yang akan semakin meningkatkan kedewasaan dan kearifan. Ujian tersebut justru akan membuat kita semakin merasakan indahnya hidup ini karena yakin bahwa semua itu merupakan perangkat kasih sayang Allah, yang membuat sebuah pernikahan tampak semakin bermutu. Dari pernyataan yang dipaparkan di atas dapat kita ketahui bahwa pernikahan atau rumah tangga yang diliputi oleh ketenangan, cinta, dan kasih sayang (sakinah, mawaddah, warahmah), memang hanya dapat diwujudkan oleh pasangan suami istri yang saleh dan salehah. Suami istri yang saleh dan salehah akan memahami betul kewajiban masing-masing untuk saling berbagi, mengokohkan kelebihan, dan menutupi segala kekurangan masing-masing, ikhlas menerima pasangan masing-masing apa adanya baik itu fisik, intelektual, ekonomi, keturunan, dan lain-lain (Gymnastiar, 2006).

32 Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa jika seorang muslim, dalam hal ini usia madya, dapat menginternalisasikan ajaran-ajaran dalam agama Islam tersebut yang tampak dalam sikap dan perilakunya, maka dapat tercipta kepuasan pada masing-masing individu dan menjauhkan pasangan tersebut dari perceraian. Terlebih lagi, perceraian sangat dibenci oleh agama. II.F. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah adanya Hubungan positif antara Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Usia Madya. Jika tingkat religiusitas tinggi maka kepuasan pernikahannya tinggi atau jika tingkat religiusitas rendah maka kepuasan pernikahan juga rendah.

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan salah satu aspek yang penting perkembangan individu dewasa (Kelley & Convey dalam Lemme, 1995).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pernikahan Clayton (1975) dan Snyder (1979) menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Kepuasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 129) merupakan perasaan senang, lega, gembira karena hasrat, harapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan BAB I PENDAHULUAN I.A.Latar Belakang Masalah Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan interpersonal lainnya, masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling A. Latar Belakang Masalah Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling membutuhkan dan cenderung ingin hidup bersama. Berdasarkan sifatnya manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

MENGHAYATI PERAN ISTRI

MENGHAYATI PERAN ISTRI MENGHAYATI PERAN ISTRI Perhiasan yang paling indah Bagi seorang abdi Allah Itulah ia wanita shalehah Ia menghiasi dunia.. --------------------------------------------------------------------- Ada yang

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harun nasution (dalam Jalaluddin, 2004) membedakan pengertian agama

BAB II LANDASAN TEORI. Harun nasution (dalam Jalaluddin, 2004) membedakan pengertian agama BAB II LANDASAN TEORI II.A. Religiusitas II.A.1. Definisi religiusitas Harun nasution (dalam Jalaluddin, 2004) membedakan pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-din, religi (relegere, religare)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang membangun sebuah bangsa. Keluarga mempunyai andil yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang membangun sebuah bangsa. Keluarga mempunyai andil yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan kelompok sosial yang terkecil dalam masyarakat yang membangun sebuah bangsa. Keluarga mempunyai andil yang besar dalam keberhasilan membangun suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupannya. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang menurut Havighurst

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

Islami. Pernikahan Dalam Islam

Islami. Pernikahan Dalam Islam Islami Pernikahan Dalam Islam Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan Bhrem (1992) menyatakan bahwa pernikahan merupakan ekspresi akhir dari suatu hubungan yang mendalam, dimana dua individu berikrar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH

PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH I. Pendahuluan Allah SWT menurunkan Agama Islam sebagai rahmatan lil alamin, Agama Islam merupakan tuntunan dan petunjuk bagi umat dalam memelihara hubungan dengan Allah, hubungan

Lebih terperinci

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Helda Novia Rahmah, Ahmad, Ratna Mardiati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aunur Rohim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001, hlm. 70 2

BAB I PENDAHULUAN. Aunur Rohim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001, hlm. 70 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk meneruskan keturunan dengan jalan menikah dan berkeluarga sebagai hak asasi manusia pemberian dari Tuhan. Meskipun demikian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam perjalanan hidup manusia, terdapat tiga saat yang penting, yakni lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa menjadi satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) GUIDENA, Vol.1, No.1, September 2011 MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) Nurul Atieka Universitas Muhammadiyah Metro PENDAHULUAN Semua orang dalam membina keluarga, menginginkan keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara

PEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara 166 PEDOMAN WAWANCARA Untuk Suami Wawancara yang akan dilakukan pada penelitian ini meliputi: I. Pandangan responden terhadap pernikahan dengan pariban - Bagaimana pendapat responden terhadap pernikahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. PERNIKAHAN 2.1.1. Definisi Pernikahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan. 12 BAB II KAJIAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Devinisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan merupakan suatu hal yang di hasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi dengan yang di harapkan, atau perbandingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut kepercayaannya. Glock & Stark, (1965) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Arikunto (2002) desain penelitian merupakan serangkaian proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada bab ini terdapat empat kesimpulan berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan. Kesimpulan pertama berkaitan dengan kenyataan yang dialami keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnah Rasulullah Saw kepada umatnya. Beliau menganjurkan agar segera menikah apabila telah sampai pada masanya dan ada kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang mensyari atkan pernikahan bagi umatnya. Menikah dalam Islam adalah salah satu sarana untuk menggapai separuh kesempurnaan dalam beragama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Pembahasan pada bab ini didasarkan pada seluruh data yang berhasil dihimpun pada saat penulis melakukan penelitian lapangan di desa Sawotratap Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia akan memiliki harapan-harapan yang tinggi atas pernikahannya (Baron & Byrne, 2000). Pernikahan merupakan awal terbentuknya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1. Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, pada bagian ini peneliti akan mengemukakan simpulan hasil penelitian mengenai cerai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka dan binasa.

BAB I PENDAHULUAN. pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka dan binasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah Allah SWT yang harus dijaga dan dibina, hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Agama Agama dapat diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Agama merupakan faktor penting yang dapat membimbing manusia agar berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran agama yang dianut

Lebih terperinci

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata;

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata; Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata; Barang siapa yang tidak mau merasakan sakitnya belajar, maka dia tidak akan merasakan nikmatnya ilmu. Sahabat Waktu hanya memberikan kita kesempatan satu kali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendapatkan pasangan hidup yang terbaik, tentu menjadi harapan setiap manusia. Pasangan hidup saling membutuhkan kasih sayang, perhatian dan kecukupan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

ANTARA PRIA DAN WANITA

ANTARA PRIA DAN WANITA ANTARA PRIA DAN WANITA Di dalam Al Quran, Allah swt. berfirman berkaitan dengan keberadaan manusia, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, sebagai berikut, Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya senantiasa selalu mendambakan kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berkembang, dimana saat ini Indonesia mengerahkan segala

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berkembang, dimana saat ini Indonesia mengerahkan segala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Zaman modern seperti saat ini terjadi persaingan dari berbagai negara maju baik dalam ilmu pendidikan, kesehatan, teknologi, agama dan lain sebagainya. Begitupun dengan

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu tujuan hidup bagi setiap orang. Usia dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal tersebut merupakan salah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai Derajat S-1, Sarjana Psikologi Disusu Oleh: NUR ZULAIKAH F 100 030 010 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian tentunya secara tidak langsung memiliki andil dalam menciptakan permasalahan sosial di masyarakat. Perceraian dalam rumah tangga, dapat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat muslim semakin kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang dihadapi ataupun ditanggung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG 77 BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci