BAB I PENDAHULUAN. 2004, hal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 2004, hal"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang terjadi akibat dampak dari semakin meningkatnya arus migrasi antarnegara adalah munculnya kasus human trafficking. Human trafficking atau perdagangan manusia dapat diartikan sebagai perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk paksaaan lainnya, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun memberi atau menerima bayaran atau manfaat, untuk tujuan eksploitasi seksual, perbudakan atau praktik-praktik lain, pengambilan organ tubuh. Berdasarkan hal ini, dapat diketahui bahwa proses trafficking adalah perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan (penyekapan), penerimaan. 1 Human trafficking merupakan suatu pelanggaran atas hak asasi manusia, perlakuan yang tidak manusiawi serta berbagai macam penyalahgunaan maupun eksploitasi. 2 Perdagangan manusia adalah pemindahtanganan seseorang dari satu pihak ke pihak lainnya yang meliputi kegiatan pencarian, transportasi, transfer, penampungan, dan penerimaan. 3 Perdagangan manusia seringkali berkaitan dengan ekspolitasi seksual, migrasi ilegal, termasuk juga eksploitasi tenaga kerja, perbudakan, dan perdagangan organ. 4 Kejahatan pedagangan manusia muncul sebagai sebuah kasus yang dihasilkan dari mekanisme permintaan dan penawaran pasar. 5 Globalisasi menumbuhkan kemajuan pariwisata dengan didukung kemajuan teknologi informasi dan tranportasi membuka peluang untuk menawarkan pekerja seks 1 Rachmad Syafaat, 2002, Dagang Manusia-Kajian Trafficking terhadap Perempuan dan Anak di Jawa Timur. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama, hal UN Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking In Persons, Especially Woman and Children, UN, 2000, diakses 17 April Tri Priyo, Melawan Perdagangan Perempuan, Butuh Kemauan Semua Pihak, Jurnal Perempuan, No.29, 2004, hal Ruth Farrugian, State Responsibility for Human Trafficking-Perspectives from Malta, Journal of Money Laundering Control, Vol. 15 No. 2, pp , Emerald Group Publishing Limited, Budi Winarno, 2014, Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: PT. Buku Seru., hal

2 komersial. Perdagangan manusia merupakan sektor bisnis yang menjanjikan. Kejahatan ini memberikan pengaruh yang besar terhadap penerapa hak-hak asasi manusia versus prinsip ekonomi kapitalis. Mekanisme permintaan dan penawaran telah menyebabkan sebagian besar perempuan dan anak anak sebagai korban perdagangan manusia di pasar internasional. 6 Kejahatan transnasional merupakan implikasi negatif dari fenomena globalisasi. Kejahatan human trafficking masih berhubungan dengan berbagai kegiatan kriminal transnasional. Para korban yang dipaksa dalam perbudakan seks seringkali dibius dengan obat-obatan dan menderita kekerasan yang luar biasa. Para korban yang diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera fisik dan emosional akibat kegiatan seksual yang belum waktunya, diperlakukan dengan kasar, dan menderita penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks termasuk HIV/AIDS. Beberapa korban menderita cedera permanen pada organ reproduksi mereka. Selain itu, korban biasanya diperdagangkan di lokasi yang bahasanya tidak mereka pahami, yang menambah cedera psikologis akibat isolasi dan dominasi. Ironisnya, kemampuan manusia untuk menahan penderitaan yang amat buruk dan terampasnya hak-hak mereka malah membuat banyak korban yang dijebak terus bekerja sambil berharap akhirnya mendapatkan kebebasan. Kondisi geografis kawasan dapat membuat sebuah negara memiliki banyak wilayah perbatasan yang sering berdekatan dan berhimpitan, terpencil, serta tidak terjangkau oleh kontrol pemerintah pusat. Kondisi demikian, kemudian dimanfaatkan oleh organisasi kriminal trasnasional. 7 Misalnya, negara-negara segitiga emas, yaitu negara yang berada di wilayah pegunungan yang menghubungkan negara-negara di Greate Mekong Subregion (GMS), yaitu Myanmar, Laos dan Thailand. Wilayah ini menjadi pusat kejahatan transnasional, baik perdagangan manusia, narkoba, penyelundupan senjata dan lain-lain. Kasus perdagangan manusia sudah menjadi kejahatan transnasional. Human trafficking yang terjadi di Asia Tenggara banyak diantaranya berlatar belakang 6 Ibid., hal Budi Winarno, 2014, Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: PT. Buku Seru, hal

3 perekonomian yang lemah. Kondisi perekonomian yang melemah ini kemudian dimanfaatkan oleh organisasi kriminal transnasional untuk meraup keuntungan ekonomi, yaitu dengan memperdagangkan manusia dari Asia Tenggara yang miskin untuk dijadikan pekerja paksa dengan biaya murah di negara-negara Asia yang lebih maju. 8 Laos merupakan negara yang masuk dalam daftar negara yang terlibat dalam permasalahan human trafficking di Asia Tenggara, sebagai negara sumber dan juga transit. 9 Beberapa propinsi di Laos seperti Savannakhet, Vientiane, Khammuan, dan Champassak menjadi sumber perdagangan manusia yang bekerja secara ilegal di Thailand, dan bekerja di pusat-pusat prostitusi di negara tersebut. Ini menjadikan Laos sebagai negara yang menjadi rute utama perdagangan manusia bersama dengan Thailand, Kamboja, dan Myanmar. 10 Selain itu, Laos merupakan negara transit bagi korban trafficking yang berasal dari negara Cina, Myanmar, dan Kamboja untuk dikirim ke Thailand dan negara-negara lain di Asia Tenggara. Data International Organization for Migration (IOM) tahun 2011 menunjukkan bahwa negara Laos menempati urutan nomor empat dalam menyumbangkan kasus perdagangan manusia. 11 Laos juga merupakan negara yang berada di wilayah sungai Mekong, yang merupakan jalur para trafficker dan penyelundup dari wilayah Asia Tenggara. Sungai Mekong merupakan sungai utama yang melewati wilayah Cina selatan, Myanmar, Vietnam, Kamboja, dan Thailand. Sungai ini merupakan jalur strategis bagi para pelaku trafficker. Survei pemerintah Laos pada tahun 2003 menemukan mayoritas para migran lebih muda dibawah usia 25 tahun dan bahkan 20% berusia 18 tahun. Yang terpenting, kasus migrant para kaum muda yang terjadi pada masa lalu selalu 8 Janie Chuang, Beyond a Snapshot:Preventing Human Trafficking in the Global Economy, Indiana Journal of Global legal studies, Vol. 13, No , hal Human Trafficking : Lao PDR, diakses13 April Brendan Howe dan Kearrin Sims, Human Security and Development in the Lao PDR Freedom from Fear and Freedom from Want, Asian Survey, Vol. 51, No. 2 (March/April 2011), University of California Press, International Organization for Migration, Counter Trafficking and Assistance to Vulnerable Migrants: Annual Report of Activities 2011 (Geneva:IOM,2011), hal.29. 3

4 terulang dengan bertujuan untuk kepentingan proyek pembangunan nasional. 12 Kebanyakan dari para imigran Laos ini dating ke Thailand sebagai pekerja dan tidak jarang diantara mereka diperdagangkan. Dalam konteks Laos, sekitar orang wanita dan anak-anak yang berasal dari Laos dijual menuju Karachi, Pakistan pada tahun Pada tahun yang sama, sebanyak orang yang berasal dari Laos berada di Thailand sebagai imigran ilegal dan 35%nya bekerja di tempat prostitusi di Thailand. 14 U.S State Departement Trafficking in Persons Report memasukan Laos sebagai daftar negara yang memiliki kasus human trafficking cukup besar beserta negara lainnya seperti Ekuador, Korea Utara, Venezuela, Bangladesh, Kuba, Guyana, Siera Leone dan Sudan. Negara-negara tersebut diberi sanksi embargo oleh Amerika Serikat dan bantuan kemanusiaan lainnya. 15 Maraknya human trafficking ini menimbulkan permasalahan baru bagi pemerintah Laos. Kejahatan human trafficking membutuhkan penanganan yang serius untuk dapat menanggulangi kejahatan tersebut. Upaya penanganan yang dapat dilakukan antara lain berupa penetapan dan pelaksanaan berbagai kebijakan yang terkait dengan kejahatan human trafficking. Kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan internal maupun eksternal. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menangani masalah ini antara lain dengan penetapan undang-undang dan peraturan-peraturan terkait dengan human trafficking, bekerjasama dengan NGO (Non Government Organization) lokal, badan-badan internasional seperti PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), INGO (International Non Government Organization), dan negara-negara kawasan lainnya yang juga memiliki kebijakan yang sama tentang human trafficking. Human trafficking merupakan permasalahan nyata yang harus ditanggulangi pemerinah Laos. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah Laos haruslah 12 Roy Huijsmans, The Treatr of Human Trafficking: A Global Discourse on Lao Stages, Berghahn Journal 2011, pp Indrani Sinha, Paper on Globalization and Human Right, SANLAAP India, dalam: diakses 17 April MLSW and UNICEF,Broken Promises Shattred Dreams :8, 2004, dalam: diakses 17 April Lao PDR: Threat of Sanction Cant Stop Human Trafficking, dalam: diakses 14 April

5 berusaha untuk membuat berbagai kebijakan untuk menanggulangi keberadaan human trafficking. Kebijakan yang dibuat ini meliputi kebijakan internal dan eksternal yang kesemuanya bertujuan untuk menanggulangi human trafficking ini. Kebijakan yang diambil pemerintah Laos dalam menangani masalah human trafficking di wilayahnya juga sangat menarik, terutama untuk melihat kebijakankebijakan apa yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah Laos dalam mengatasinya sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman (jika kebijakan tersebut berhasil) dan juga sebagai sebuah upaya perbaikan (jika kebijakan tersebut gagal) untuk kebijakan serupa dalam mengatasi masalah human trafficking, terutama di wilayah negara Laos, sehingga dapat menghapus permasalahan human trafficking ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik rumusan masalah yaitu: Bagaimana kondisi human trafficking yang terjadi di Laos dan apa penyebabnya? Bagaimana kebijakan pemerintah Laos dalam menangani human trafficking dan bagaimana efektivitasnya? 1.3 Tinjauan Pustaka Semakin berkembangnya perhatian dunia internasional, yang salah satunya ditunjukan dengan laporan U.S State Department Trafficking in Persons Report mengenai perdagangan manusia, disadari bahwa masalah human trafficking tidaklah semata-mata penjualan manusia saja. 16 Pada tahun 2000 melalui Protocol to Prevent, Supress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, definisi mengenai perdagangan manusia mulai dikembangkan dan mulai dijadikan standar internasional bagi suatu instansi 16 Lao People s Democratic Republic: Threat of Sanction Can t Stop Human Trafficking, dalam : diakses 11 April

6 negara atau pun instansi non-negara yaitu berkenaan dengan masalah perdagangan manusia tersebut. Hal ini terbukti dari beberapa definisi yang ada. 17 Menurut United Nations Protocol to Prevent, Supress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children (Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya pada Wanita dan Anak-anak) mendefinisikan perdagangan manusia (human trafficking) sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, atau pengiriman seseorang dengan ancaman atau menggunakan kekerasan atau bentukbentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima bayaran atau memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi dalam konteks ini antara lain eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau pun bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek semacamnya dan pengambilan organ tubuh secara paksa. 18 United Nations Trafficking Protocol mendefinisikan bentuk-bentuk perdagangan berat sebagai berikut: Seks komersial dimana tindakan seks komersial dilakukan secara paksa, dengan cara penipuan, atau kebohongan, atau dimana seseorang diminta secara paksa melakukan suatu tindakan demikian sebelum ia mencapai 18 tahun; atau 2. Merekrut, menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan, penipuan atau kekerasan untuk tujuan penghambatan, penjeratan hutang atau perbudakan. 17 Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women And Children, Supplementing The United Nation Convention Against Transnational Organized Crime, dalam : diakses 11 April United Nations General Assembly 2000, Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons Especially Women And Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational Crime: article 3(a), dalam : diakses 8 April Laporan Mengenai Perdagangan Manusia, dikeluarkan oleh Kantor Pengawasan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia, Departemen Luar Negeri AS 14 Juni 2004 dalam diakses pada 1 April

7 Resolusi mengenai perdagangan (trafficking) perempuan dan anak-anak yang diadopsi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun Dalam resolusi ini disebutkan bahwa trafficking adalah: Pergerakan dan penyelundupan orang secara sembunyi-sembunyi melintasi batas-batas negara dan internasional, kebanyakan berasal dari negara berkembang atau negara-negara yang ekonominya sedang dalam transisi, dengan tujuan untuk memaksa perempuan dan anak-anak masuk ke dalam sebuah situasi yang secara seksual maupun ekonomi teroperasi, dan situasi eksploitatif demi keuntungan perekrut, penyelundup, dan sindikat kriminal, seperti halnya aktivitas ilegal lainnya yang terkait dengan perdagangan (trafficking), misalnya pekerja rumah tangga paksa, perkawinan palsu, pekerja yang diselundupkan dan adopsi palsu. 20 Perdagangan manusia memiliki 3 (tiga) elemen kunci yaitu: proses (perekrutan, pengangkutan, transfer, penyembunyian, dan juga penerimaan orang), cara (dengan ancaman, atau menggunakan kekerasan atau bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan posisi rentan, atau memberikan atau menerima bayaran, atau keuntungan untuk mendapat ijin dari orang yang memegang kendali atas orang lain) dan tujuan (eksploitasi, paling tidak eksploitasi pelacuran oleh orang lain, atau bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan). 21 Kasus human trafficking jelas melanggar dan mencederai prinsip-prinsip hak asasi manusia yang tercantum dalam berbagai pejanjian internasional yang dibuat PBB, seperti Universal Decralation of Human Rights dan International Convenant on Civil and Political Rights. Pertama, tindakan memperdagangkan manusia itu sendiri termasuk sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusaia. Memperlakukan manusaia layaknya binatang atau benda mati yang bisa ditukarkakan dengan sejumlah uang dalam proses perdagangan merupakan tindakan yang sangat merendahkan harkat dan martabat manusia. Manuasia memiliki hati nurani seharusnya mendapatkan perlakuan yang istimewa bukan 20 Andy Yentriyani, Politik Perdagangan Wanita, Galang Press, Yogyakarta, Juli 2004, hal Emmy L.S, Anak Bukan Barang Dagangan, Jurnal Perempuan, No , hal. 13 7

8 diperjualbelikan. Tindakan ini jelas melanggar hak dasar manusia berupa kebebasan. Kedua, cara-cara pelaku kejahatan perdagangan manusia juga termauk melanggar hak asasi manusia. Kerap para pelaku menggunakan cara paksaaan dalam menjaring korban. Padahal manusaia berhak untuk menentukan nasibnya tanpa adanya tekanan dari orang lain. Ketiga, tindakan-tindakan eksploitasi terhadap korban juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Para pelaku kejahatan perdagangan manusia tak jarang melakukan eksploitasi terhadap korban dengan memaksa mengikuti kehendaknya dan mmperlakukan dengan tidak manusiawi misalnya bekerja tanpa mendapatkan upah. Keempat, human trafficking merupakan kejahatan yang efeknya tidak langsung dirasakan oleh keamanan negara, namun pada akhirnya masalah ini juga mempengaruhi keamanan negara. Kelima, perdagangan manusia juga berarti ada arus keluar masuk manusia yang tidak terdeteksi oleh pemerintah. Ketidakjelasan status mereka mengancam kestabilan lingkungan sosial masyarakat di suatu negara. Alasan keenam adalah bahwa human trafficking pada umumnya diprakasai oleh organisasi kejahatan transnasional juga menimbulkan ancaman yang nyata bagi negara. Ketika wilyah nasional suatu negara dapat disusupi oleh jaringan kejahatan perdagangan manusia, berarti menunjukkan adanya celah kejahatan untuk masuk ke dalam wilayah negara tersebut. Hal ini juga memungkinkan organisasi kejahatan lain juga masuk dan mengganggu kinerja negara dalam menjaga warga negaranya. Alasan ketujuh, human trafficking juga memicu munculnya masalah-masalah tambahan sebagai efek samping tindak kejahatan itu. 22 Proses kebijakan diperlukan untuk menangani permasalahan perdagangan manusia ini. Proses kebijakan merupakan sebuah proses sosial dan dapat pula dikatakan merupakan proses politik. Dikatakan proses sosial karena proses ini melibatkan berbagai unsur masyarakat, baik sebagai pelaku atau pun sebagai objek kebijakan, dan proses ini sedikit banyak dipengaruhi oleh perilaku dan perkembangan situasi dalam masyarakat. Dikatakan sebagai proses politik karena 22 Budi Winarno, 2014, Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: PT. Buku Seru, hal

9 para pelaku dalam proses ini menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk mempengaruhi arah dari proses kebijakan. Selain itu, proses ini berlangsung dalam setting sistem politik, administrasi dan sosial tertentu, dan merupakan bagian penting dari proses penyelenggaraan kehidupan bernegara. Kebijakan internal maupun eksternal dapat diberlakukan untuk menangani permasalahan human trafficking. Kebijakan internal dalam menangani human trafficking dapat dilakukan suatu negara melalui reformasi hukum dalam negeri (pembuatan undang-undang dan penegakan hukum yang mengarah pada undangundang yang berlaku), pelatihan bagi aparat negara terutama polisi yang wilayah kerjanya merupakan titik rawan akan terjadinya human trafficking, dan bekerja sama dengan NGO-NGO lokal, terutama NGO yang menangani permasalahan human trafficking. Kebijakan eksternal suatu negara mengenai penanganan human trafficking dapat dilakukan melalui peningkatan kerja sama antarnegara dan keaktifan negara dalam mengikuti setiap konferensi-konferensi maupun kesepakatan internasional menyangkut segala bentuk perdagangan manusia. 1.4 Kerangka Pemikiran Dalam menangani masalah perdagangan manusia (human trafficking) yang termasuk kejahatan trans-nasional ini pemerintah suatu negara dapat menggunakan kebijakan atau policy tertentu. Menurut Charles O. Jones, kebijakan digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang berbeda. 23 Sedangkan menurut Miriam Budiarjo, konsep kebijakan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan tersebut. 24 Kebijakan pemerintah adalah hasil dari suatu proses pengambilan keputusan, yaitu memilih beberapa alternatif yang akhirnya ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah. Dalam mengatasi permasalahan ini suatu negara dapat mengambil suatu kebijakan dari dalam negeri (internal) yang berisikan tentang hukum dalam negeri, aturan pemerintah dan persiapan aparat-aparat negara. Lalu kebijakan 23 Budi Winarno, Kebijakan Publik:Teori dan Proses, Media Pressindo, Yogyakarta, 2011, hal Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal

10 keluar (eksternal) atau bisa disebut hubungan dengan negara lain. Dalam hal ini konteks hubungan dengan negara lain ialah menjalin kerja sama dengan negara lain dalam mengatasi suatu permasalahan yang mana bersifat global atau internasional. 25 Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. Selanjutnya ditambahkan oleh Islami bahwa implikasi dari pengertian tersebut adalah: 1) Kebijakan publik bentuk perdananya adalah penetapan tindakantindakan pemerintah; 2) Kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tapi juga dilaksanakan dalam bentuk nyata; 3) Setiap kebijakan publik dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu; 4) Kebijakan publik pada hakekatnya ditujukan untuk kepentingan seluruh masyarakat. 26 Dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan keputusan yang dihasilkan oleh seseorang maupun sejumlah aktor dimana keputusan tersebut diterapkan didalam praktek kegiatan sehari-hari dan keputusan tersebut mengikat seluruh masyarakat yang berada di dalam lingkup wilayah suatu negara. Pemerintah Laos mengambil kebijakan-kebijakan untuk mengatasi permasalahan human trafficking ini. Berdasarkan arah kebijakannya, kebijakan ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu kebijakan internal dan kebijakan eksternal. Kedua kebijakan ini dapat dijadikan cara untuk mengatasi human trafficking. 27 Kebijakan internal adalah mengembalikan kedaulatan internal kepada pemerintah nasional. 28 Kebijakan eksternal adalah suatu upaya pemerintah menjalin kerja sama / komunikasi dengan negara lain untuk memecahkan suatu 25 Ibid, hal Budi Winarno, Op.cit, hal Deputy PM says Human Trafficking Threatens Society, dalam: 9 April Wolfgang H. Reinicke, Global Public Policy Governing Without Government?, Wolfgang H. Reinicke, Washington, Brookings Institution Press, 1998, Hal , dikutipdari Upaya Pemerintah Indonesia di Dalam Menghadapi Ancaman Transnational Crimes Khususnya Ancaman Cyber Crimes, Yogyakarta,

11 permasalahan yang meliputi ekonomi, pertahanan atau pun perbatasan dengan cara melobi dan bertujuan untuk kepentingan domestik negara tersebut Argumen Utama Permasalahan human trafficking yang terjadi di Laos dapat disebabkan karena faktor ekonomi dan faktor kondisi geografis. Faktor ekonomi dapat berupa kemiskinan dan keinginan mendapatkan penghidupan yang layak. Faktor kondisi geografis Laos yang dilewati oleh aliran Sungai Mekong membuat Laos semakin rentan dengan isu human trafficking. Laos merupakan negara yang berada di wilayah sungai Mekong, yang merupakan jalur para trafficker dan penyelundup dari wilayah Asia Tenggara. Selain melalui aliran Sungai Mekong, posisi Laos yang berbatasan langsung dengan lima negara semakin memudahkan human trafficking untuk terjadi. Dari sekian banyak usaha yang dilakukan Laos belum juga membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini diperkirakan karena pengadilan kurang transparan, rincian pencatatan kurang memadai, dan korupsi. Oleh karena itu, diperlukan pengadilan yang transparan, rincian pencatatan yang memadai, dan tidak adanya korupsi. Dengan pencapaian hal-hal tersebut, diharapkan kebijakan-kebijakan yang dilakukan Laos, baik kebijakan internal maupun kebijakan eksternal, dapat mencapai tujuan dari adanya kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu menangani human trafficking di Laos. 1.6 Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Metode penelitian untuk menjawab permasalahan pemerintah Laos dalam manangani human trafficking dan acuan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian deskriptif kualitatif yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau pun bentuk hitungan lainnya. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan atau 29 Budi Winarno, Op cit, hal

12 library research dengan memanfaatkan data-data sekunder yang terdiri dari buku-buku, literatur, majalah, makalah, surat kabar, dan jurnal-jurnal berkala, serta memanfaatkan data-data melalui situs-situs internet dan referensi lainnya yang terkait dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian. 1.7 Sistematika Penulisan Sistemetika penulisan dalam tesis ini terdiri dari: Bab I: Pendahuluan. Sub-sub bab yang dibahas meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran, Argumen Utama, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab II: Human Traffiking di Laos, Penyebab, dan Upaya Penanggulangannya. Sub-sub bab yang dibahas meliputi Gambaran Umum negara Laos, Gambaran Umum Human Trafficking di Laos, Penyebab Human Trafficking di Laos, dan Upaya Penanggulangan Human Trafficking di Laos. Bab III: Kebijakan Internal dan Eksternal Serta Efektivitas Pemerintah Laos dalam Menangani Human Trafficking. Sub-sub bab yang dibahas meliputi Kebijakan Internal Laos dalam Menangani Human Trafficking, Kebijakan Eksternal Laos dalam Menangani Human Trafficking, Prinsip-prinsip Penanggulangan Human Trafficking di Laos, dan Efektivitas Laos dalam Menangani Human Trafficking. Bab IV: Penutup, berisis kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya. 12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.984, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Pencegahan. Penanganan. Perdagangan Orang. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang masalah Negara mempunyai tugas untuk melindungi segenap warga negaranya, hal itu tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ditambah dengan isi Pancasila pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS

Lebih terperinci

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia 0 P a g e 1 Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia Perdagangan manusia (atau yang biasa disebut dalam udang-undang sebagai perdagangan orang) telah terjadi dalam periode yang lama dan bertumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin berkembangnya peradaban masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek perdagangan orang di Indonesia, sebenarnya sudah ada sejak lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan tersebut, serta belum

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KERJA SAMA PEMERINTAH LAOS DAN VIETNAM DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS HUMAN TRAFFICKING DI LAOS PERIODE Sari Widia Setyawati

EFEKTIVITAS KERJA SAMA PEMERINTAH LAOS DAN VIETNAM DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS HUMAN TRAFFICKING DI LAOS PERIODE Sari Widia Setyawati Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 2, Tahun 2016, hal. 109-115 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi EFEKTIVITAS KERJA SAMA PEMERINTAH LAOS DAN VIETNAM DALAM MENCEGAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang berkepanjangan mempengaruhi berbagai segi kehidupan masyarakat baik di perkotaan maupnn di perdesaan khususnya di pedesaan sangat dirasakan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Defenisi Human Trafficking Protokol Palermo Tahun 2000 : Perdagangan orang haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nazala, RM, Transnational Actors Organized Crime,dalam ceramah kelas Tranasionalisme Dalam Politik Dunia, Pada 01 Oktober

BAB I PENDAHULUAN. Nazala, RM, Transnational Actors Organized Crime,dalam ceramah kelas Tranasionalisme Dalam Politik Dunia, Pada 01 Oktober BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan manusia atau yang dikenal dengan sebutan human trafficking merupakan bentuk kejahatan transnasional baru yang semakin marak terjadi namun sulit untuk dideteksi.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah bentuk pelanggaran HAM yang terjadi pada anak. Salah satu contoh eksploitasi seksual komersial anak tersebut adalah perdagangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan human trafficking yang terjadi di Indonesia kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak dalam wujudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trafficking atau perdagangan manusia terutama terhadap perempuan dan anak telah lama menjadi masalah nasional dan internasional bagi berbagai bangsa di dunia, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian integral dari penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) sesungguhnya sudah diamanatkan oleh Undang-Undang DasarNegara

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian integral dari penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) sesungguhnya sudah diamanatkan oleh Undang-Undang DasarNegara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harkat dan martabat manusia merupakan sesuatu yang harus dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara. Kewajiban negara untuk menghormati, menjunjung tinggi dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU 1 BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU A. Latar Belakang Masalah Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan atau kaedah dalam suatu kehidupan bersama, yaitu keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (PTPPO) DAN EKSPLOITASI

Lebih terperinci

Jalan Diponegoro No. 22 Telepon : (022) Faks. (022) Bandung

Jalan Diponegoro No. 22 Telepon : (022) Faks. (022) Bandung PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafiking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP Di dalam kitab undang-undang pidana (KUHP) sebelum lahirnya undangundang no.21

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Di masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Di masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perdagangan orang (trafficking) telah lama terjadi dimuka bumi ini. Perdagangan orang merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Hal

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1. TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1 Abstraksi Perdagangan manusia di Indonesia merupakan suatu fenomena yang luar biasa

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 9/Desember/2014

Lex et Societatis, Vol. II/No. 9/Desember/2014 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) REGIONAL AUTHORITY IN COMBATING TRAFFICKING IN PERSONS 1 Oleh : Jurista C. I. Oroh 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana perdagangan orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL *

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL * PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL * Oleh Adi Suhendra Purba T. ** Putu Tuni Cakabawa Landra

Lebih terperinci

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi B A B 1 P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini, dan merupakan tindakan yang bertentangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dengan manusia yang lain. Pengertian anak menurut Anwar Riksono adalah :

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dengan manusia yang lain. Pengertian anak menurut Anwar Riksono adalah : BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling hakiki karena didalam diri setiap manusia melekat hak-hak asasi sesuai dengan kemulian, harkat dan martabat yang harus dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan: 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan tingkat kelahiran yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian serta penyebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

Masih banyaknya masalah yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilih at bahwa India membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menerapkan prinsip

Masih banyaknya masalah yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilih at bahwa India membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menerapkan prinsip BAB IV KESIMPULAN Perdagangan manusia atau yang dikenal dengan sebutan human trafficking merupakan bentuk kejahatan transnasional baru yang semakin marak terja di namun sulit untuk dideteksi. Kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Republik Indonesia adalah kesatuan penegak hukum yang memelihara serta meningkatkan tertib hukum dan bersama-sama dengan segenap kekuatan pertahanan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFFICKING) DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFFICKING) DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFFICKING) DI INDONESIA Oleh : ANI PURWANTI 1 I Pendahuluan Kejadian yang berkaitan dengan perdagangan perempuan dan anak perempuan yang dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

PERANAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA

PERANAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA PERANAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA Valeska Liviani Priadi ABSTRAKSI Adanya dominasi ideologi patriarki telah melahirkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, menyebutkan bahwa : Perdagangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT,

GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK PROVINSI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang a. bahwa dalam rangka mewujudkan kesetaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan anak-anak merupakan cerminan kehidupan bangsa dan negara, oleh karena itu kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan cermin suatu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG -1- PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, secara faktual batas antar negara semakin kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku kejahatan tidak mengenal

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND

KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND RESUME SKRIPSI Oleh: YULIA MARGARET YATUHIDIKA 151090297 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA

UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA DR. AGUSMIDAH, SH., M.HUM PASCA SARJANA -ILMU HUKUM USU MEDAN Pendahuluan Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai dibicarakan masyarakat. Keprihatinan kita menjadi sangat besar karena korban perdagangan orang mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

Bentuk Kekerasan Seksual

Bentuk Kekerasan Seksual Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan 1 Desain oleh Thoeng Sabrina Universitas Bina Nusantara untuk Komnas Perempuan 2 Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001-2012), sedikitnya ada 35 perempuan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Meningkatnya pendapatan negara dari sektor pariwisata di Thailand merupakan. menyumbang sebagian besar dari pendapatan nasional negara.

BAB V PENUTUP. Meningkatnya pendapatan negara dari sektor pariwisata di Thailand merupakan. menyumbang sebagian besar dari pendapatan nasional negara. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sejak meningkatnya kejahatan eksploitasi dan komersial anak (ESKA) dari tahun 2002, thailand menjadi pusat perhatian publik internasional. Meningkatnya pendapatan negara dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons especially

I. PENDAHULUAN. adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons especially I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu di antaranya adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara tentang perdagangan manusia tentu bukanlah hal baru lagi bagi telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan terbesar

Lebih terperinci

Bagaimana Kebebasan Menyikapi Prostitusi di Indonesia? Oleh: Fadly Noor Azizi

Bagaimana Kebebasan Menyikapi Prostitusi di Indonesia? Oleh: Fadly Noor Azizi Bagaimana Kebebasan Menyikapi Prostitusi di Indonesia? Oleh: Fadly Noor Azizi Maraknya berita tentang para selebriti ibukota yang menjalani pekerjaan lain sebagai pelaku prostitusi online di media massa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu

I. PENDAHULUAN. Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu di antaranya adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak (trafficking in persons

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau dalam bahasa

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 11 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIANJUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis Ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 berdampak pada kehidupan ekonomi sosial masyarakat teruma negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu dampaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem hukum dalam suatu negara, dalam hal ini negara kita, Indonesia. Suatu bentuk penerapan peraturan yang dapat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, ANAK, MASYARAKAT DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI KALIMANTAN BARAT JL. SULTAN ABDURRACHMAN NO.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Oleh I Gede Suryadi Suatra Putrawan

PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Oleh I Gede Suryadi Suatra Putrawan PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Oleh I Gede Suryadi Suatra Putrawan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract This article

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Disusun oleh : NAMA : ELI JOY AMANDOW NRS : 084 MATA KULIAH : HAM PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II 2013

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rapi dan sangat rahasia keberadaannya. 2

BAB I PENDAHULUAN. rapi dan sangat rahasia keberadaannya. 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan orang dianggap sama dengan perbudakan, yang diartikan sebagai suatu kondisi seseorang yang berada dibawah kepemilikan orang lain. Perbudakan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

2016, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

2016, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.935, 2016 KEMENKO-PMK. RAN PTPDO. Tahun 2015-2019. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA Oleh I. Gst. Ayu Stefani Ratna Maharani I.B. Putra Atmadja Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Fenomena Trafficking in persons di Kalimantan Barat. Trafficking in persons menjadi suatu fenomena yang banyak dibicarakan

BAB III PEMBAHASAN. A. Fenomena Trafficking in persons di Kalimantan Barat. Trafficking in persons menjadi suatu fenomena yang banyak dibicarakan BAB III PEMBAHASAN A. Fenomena Trafficking in persons di Kalimantan Barat Trafficking in persons menjadi suatu fenomena yang banyak dibicarakan dengan fakta bahwa adanya eksploitasi terhadap manusia yang

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.2/April/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.2/April/2015 FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PROVINSI SULAWESI UTARA DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERDAGANGAN ORANG 1 Oleh : Elvira M. Dapu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK POLANDIA TENTANG KERJASAMA PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL DAN KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN RESTITUSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PASAL 48 AYAT 2 UU RI NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG

BAB III KETENTUAN RESTITUSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PASAL 48 AYAT 2 UU RI NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG BAB III KETENTUAN RESTITUSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PASAL 48 AYAT 2 UU RI NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA ORANG A. Latar Belakang UU RI No. 21 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, Jepang sebagai negara maju yang kegiatan ekonominya bertumpu pada industri, ternyata menghadapi masalah yang serius dalam ketersediaan jumlah

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kebijakan Kriminal terhadap Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Manusia Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai anggota keluarga warga negara yang sangat rentan terhadap pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik dalam bentuk hardware dan software. Dengan adanya sarana

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik dalam bentuk hardware dan software. Dengan adanya sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dapat dikatakan sebagai lokomotif yang dipergunakan dalam proses globalisasi di berbagai aspek kehidupan. 1 Dengan adanya kemajuan

Lebih terperinci