Masih banyaknya masalah yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilih at bahwa India membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menerapkan prinsip
|
|
- Yenny Santoso
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV KESIMPULAN Perdagangan manusia atau yang dikenal dengan sebutan human trafficking merupakan bentuk kejahatan transnasional baru yang semakin marak terja di namun sulit untuk dideteksi. Kejahatan dalam bentuk ini biasa ditemui di negara negara berkembang yang memiliki jumlah populasi penduduk yang besar dengan perbedaan jumlah penduduk perempuan dan laki laki yang tidak seimbang. Selain itu hal yang paling besar melatar belakangi terjadinya kejahatan dalam bentuk ini adalah adanya kesenjangan ekonom i dengan banyak tuntutan kebutuhan tenaga kerja murah yang biasanya berasal dari luar negeri. Di kawasan Asia Selatan, India merupakan negara asal dan negara tujuan dari aktivitas perdagangan manusia. Namun dari jumlah keseluruhan kasus perdagangan manusia yang terjadi di India 90% merupakan kasus internal dimana para korban perdagangan manusia ini dieksploitasi di negara asalnya sendiri yaitu India dan sisanya merupakan korban eksploitasi yang berasal dari negara lain terbanyak dari Nepal dan Bangladesh. Dalam setiap tahunnya jumlah kasus mengenai perdagangan manusia di India mengalami peningkatan bahkan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir keuntungan yang dida pat mencapai 9 miliyar US dollar. Melihat semakin meningkatnya isu perdagangan manusia di dunia internasional, Perserikatan Bangsa - Bangsa sebagai rezim terbesar di dunia menginisiasi terbentuknya Protokol Palermo atau Protocol to Prevent, Suppress, and P unish Trafficking in Persons, Especially Woman and Children pada tahun Para negara anggota yang meratifikasi protokol tersebut dihimbau untuk mematuhi setiap pasal yang terca ntum dalam protokol tersebut dimana salah satunya adalah dengan menerapkan prinsip Prevention, Prosecution, dan Protection sebagai strategi untuk menangani masalah perdagangan manusia di negara mereka. Pada tahun 2002 lalu India menyepakati protokol tersebut dan kemudian meratifikasinya pada tahun Dalam prinsip Prevention salah satu upaya yang dilakukan oleh India adalah dengan melakukan hubungan kerjasama perbatasan dengan Bangladesh. Dalam upaya menerapkan prinsip Prosecution pemerintah India dibantu oleh NGO bernama SANLAAP memberikan bantuan hukum terhadap korban perdaga ngan manusia ini. sedangkan dalam membuktikan dukungan terhadap prinsip Protection, India pun memberikan bantuan berupa rumah penampungan dan rehabilitasi melalui program yang disebut dengan Swadhar Greh dan Ujjawala. 37
2 Seiring berjalannya waktu setelah meratifikasi Protokol Palermo jumlah kasus perdagangan manusia terhadap perempuan dan anak-anak di India terus mengalami peningkatkan setiap tahunnya. Merupakan hasil yang kontradiktif karena seharusnya dengan diratifikasinya Protokol tersebut India mampu mengurangi jumlah kasus perdagangan perempuan dan anak-anak. Meningkatnya jumlah perdagangan perempuan dan anak-anak di India ini salah satunya disebabkan karena kurang patuhnya India dalam mengimplementasi setiap pasal yang terkandung didalam Protokol Palermo. Menurut Chayes alasan yang menyebabkan negara tidak mampu mematuhi sebuah perjanjian internasional antara lain yang pertama, adalah ambiguitas dan tidak ketepatan bahasa yang digunakan dalam sebuah perjanjian. Alasan kedua, tidak dipatuhinya sebuah perjanjian internasional adalah karena adanya batasan negara dalam bertindak. Batasan ini mencakup masalah kurangnya pengetahuan negara mengenai isu yang terkait dalam sebuah perjanjian, sumber daya terutama sumber daya manusia yang dimiliki negara tersebut masih tergolong rendah, serta masalah dalam eksekusi kebijakan. Ambiguitas Protokol Palermo terdapat pada pasal 3 yang mengatakan bah wa yang termasuk perdagangan manusia maupun eksploitasi adalah tindakan yang bersifat memaksa. Namun pada kenyataan banyak korban perdagangan manusia ini mau menjadi korban perdagangan manusia karena keinginan keluarga maupun diri sendiri akibat tuntutan ekonomi maupun sekedar untuk mematuhi tradisi. Di pasal 3 ini pula mengatakan bahwa anak-anak merupakan mereka yang berusia dibawah 18 tahun. Menindak lanjuti hal tersebut, pemerintah India pun belum mengeluarkan kebijakan mengenai standar minimum umur dalam menentukan pekerja. Hal ini kemudian menyebabkan banyak agen-agen perekruitan tenaga kerja ataupun perusahaan menggunakan anak-anak sebagai pekerja mereka. Selain ambiguitas dan ketidak tepatan bahasa yang tercantum dalam Protokol Palermo ada faktor lain yang menyebabkan India tidak sepenuhnya patuh terhadap Proto kol Palermo yaitu batasan negara. Keterbatasan negara dalam bertindak menyebabkan upaya India dalam mengurangi jumlah perdagangan perempuan dan anak-anak kurang maksimal. Sehingga jumlah perdagangan perempuan dan anak-anak pun terus mengalami peningkatan. Keterbatasan India dalam mematuhi Protokol Palermo dapat dilihat dari masalah keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh pemerintah India mengenai isu perdagangan manusia. kurangnya pengetahuan mengenai pola perdagangan manusia itu sendiri menimbulkan dampak terhadap implementasi undang-undang yang tidak tepat sasaran. Hal ini dapat dilihat 38
3 dari beberapa undang-undang yang dibuat oleh pemerintah terkait isu ini namun justru banyak ditemukan ambiguitas sehingga undang-undang tersebut tidak tepat sasaran. Undang-undang tersebut antara lain India s Bonded Labour System (abolition) Act 1976, Immoral Traffict Prevention Act 1956, dan India Penal Code. Abolition Act dianggap kurang tepat sasaran karena pemerintah tidak memiliki spesifikasi dalam menetapkan hukuman bagi pelaku Bonded Labour. Tidak berbeda jauh dengan Abolition Act, ITPA 1956 dianggap tidak tepat sasaran karena pemerintah tidak memberikan informasi yang spesifik mengenai penggunaan rumah bordil. Kemudian IPC juga diimplementasikan dengan tidak tepat sasaran karena pemerintah tidak mampu membedakan antara korban perdagangan manusia yang terjebak dalam prostitusi dengan perempuan yang memang bekerja di bidang prostitusi. Selain itu masalah sumber daya terutama sumber daya manusia juga menjadi penyebabkan keterbatasan negara dalam mematuhi Protokol Palermo. Kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah level bawah menyebabkan kasus perdagangan manusia terhadap perempuan dan anak-anak terus meningkat. Hal ini dilihat dari hubungan kerjasama India dengan Bangladesh. Dalam kerjasama tersebut, India-Bangladesh sepakat untuk meningkatkan hubungan kerjasama dalam menyelesaikan masalah perdagangan manusia terlebih pada perempuan dan anak-anak. Kedua negara berencana untuk lebih meningkatkan usaha dalam melakukan investigasi kasus dan meningkatkan hukuman bagi para pelaku kejahatan perdagangan manusia di kedua negara. Selain itu kedua negara juga sepakat untuk meningkatkan usaha mereka dalam memberikan perlindungan bagi para korban kejahatan perdagangan manusia serta menjamin kesejahteraan mereka selepas menjadi korban perdagangan manusia. Namun, dalam implementasi kerjsama tersebut pemerintah India menjadikan korban perdagangan manusia sebagai tersangka karena dianggap sebagai imigran gelap. Banyak gadis-gadis asal Bangladeh yang merupakan korban dari perdagangan manusia mendapatkan perlakukan tidak baik dari polisi karena mereka tidak membawa bukti indentitas yang jelas. India tidak memiliki hukum maupun kebijakan domestik yang menempatkan para korban perdagangan manusia ini untuk mendapatkan hak residen. Sulit bagi mereka pula untuk dikembalikan ke negara asal karena mereka tidak memiliki identitas yang jelas. Sehingga pada akhirnya para korban ini hanya bisa menghabiskan sisa hidupnya di rumah penampungan milik pemerintah India. 39
4 Selain itu rendahnya moral yang dimiliki pemerintah India tertutama terjadi di kalangan polisi karena menerima suap juga menjadi penghambat India untuk mampu patuh terhadap Protokol Palermo. Pemerintah India masih beranggapan bahwa isu terkait masalah perdagangan manusia terhadap perempuan dan anak-anak ini masih belum penting sehingga sudah menjadi maklum bagi India jika ia belum mampu sepenuhnya patuh terhadap Protokol Palermo. Masalah ketiga yang termasuk kedalam keterbatasan India dalam mematuhi Protokol Palermo dapat dilihat dari implementasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, masalah tersebut terdapat dalam implementasi program Swadhar Greh, Ujjawala Scheme dan Juvenile Justice Act. Dalam Swadhar Greh dan Ujjawala Scheme terjadi kurangnya koordinasi antara pemerintah bersangkutan dengan polisi dalam memberikan bantuan serta penyelamatan terhadap para korban. The US State Trafficking in Person 2012 juga menyatakan bahwa banyak NGO yang melaporkan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam memperoleh bantuan biaya materi dari pemerintah untuk melaksanakan program terlebih program yang berhubungan dengan pemulihan kesehatan korban maupun bantuan pasca kar antina. Tidak sampai disitu hubungan kerjasama antara pemerintah dan NGO yang kurang baik ini akhirnya berujung pada proses rehabilitasi yang diterima oleh para korban. fasilitas yang diterima oleh para perempuan dan anak-anak korban dari perdagangan manusia ini sering kali berada dalam kondisi yang buruk bahkan lebih buruk dari rumah bordil. Rumah penampungan yang disediakan oleh pemerintah dan meskipun dibantu oleh NGO ini dapat dibilang jauh dari kata bersih serta layak huni. Selain itu para korban juga tidak mendapatkan makanan yang layak dan tidak mendapatkan fasilitas lainnya. Undang-undang Juvenile Justice Act 2000 & Prohibition of Child Marriage Act 2006 yang fokus terhadap kekerasan terhadap anak-anak. Termasuk didalam menjadikan anakanak sebagai pengemis, mengenalkan anak-anak terhadap obat-obatan terlarang, memaksa anak-anak untuk bekerja ditempat yang berbahaya. Dalam implementasi hukum ini polisi di India memiliki akses pertama untuk penyelamatan korban dalam setiap kejahatan termasuk kejahatan perdagangan perempuan dan anak-anak. Mereka adalah aktor pertama yang memiliki tanggung jawab dalam mematuhi hukum ini. Namun, karena gaji mereka sebagai polisi yang tergolong rendah, dengan kekuasaan yang mereke miliki, dapat dengan mudah para polisi ini meminta bayaran kepada kelompok kejahatan perdagangan perempuan dan anak-anak untuk memanipulasi bukti kejahatan serta membebaskan para penjahat tersebut demi meraih keuntungan pribadi. 40
5 Masih banyaknya masalah yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilih at bahwa India membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menerapkan prinsip prinsip yang terkandung dalam Protokol Palermo, apalagi di India masih banyak terjadi praktek korupsi yang dilakukan oleh instansi terkait salah satunya adalah polisi. Selain itu sistem sosial masyarakat di India yang masih menjunjung tinggi budaya serta selalu menempatkan perempuan sebagai pihak kedua menyebabkan isu mengenai perdagangan manusia terhadap perempuan dan anak-anak ini dianggap kurang penting. Sehingga jumlah kasus yang terjadi setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Namun dibalik itu semua,satu hal yang patut diapresiasi dari India adalah India mampu menunjukkan kesungguhannya dalam menangani masalah perdagangan manusia dengan meratifikasi protokol Palermo setelah menundanya selama 11 tahun. 41
BAB I PENDAHULUAN. Nazala, RM, Transnational Actors Organized Crime,dalam ceramah kelas Tranasionalisme Dalam Politik Dunia, Pada 01 Oktober
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan manusia atau yang dikenal dengan sebutan human trafficking merupakan bentuk kejahatan transnasional baru yang semakin marak terjadi namun sulit untuk dideteksi.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah bentuk pelanggaran HAM yang terjadi pada anak. Salah satu contoh eksploitasi seksual komersial anak tersebut adalah perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang masalah Negara mempunyai tugas untuk melindungi segenap warga negaranya, hal itu tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ditambah dengan isi Pancasila pasal
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003
Lebih terperinciJalan Diponegoro No. 22 Telepon : (022) Faks. (022) Bandung
PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK PROVINSI JAWA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.984, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Pencegahan. Penanganan. Perdagangan Orang. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trafficking atau perdagangan manusia terutama terhadap perempuan dan anak telah lama menjadi masalah nasional dan internasional bagi berbagai bangsa di dunia, termasuk
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA BARAT,
PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK PROVINSI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang a. bahwa dalam rangka mewujudkan kesetaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan human trafficking yang terjadi di Indonesia kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak dalam wujudnya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL
Lebih terperinciDiadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002
Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED
Lebih terperinciPELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Disusun oleh : NAMA : ELI JOY AMANDOW NRS : 084 MATA KULIAH : HAM PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II 2013
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh
BAB V KESIMPULAN Pasca Perang Dunia II terdapat perubahan penting dalam sistem sosial dan politik di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh dunia dan mengalami proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafiking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Ini merupakan
Lebih terperinciPERANAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA
PERANAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA Valeska Liviani Priadi ABSTRAKSI Adanya dominasi ideologi patriarki telah melahirkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Defenisi Human Trafficking Protokol Palermo Tahun 2000 : Perdagangan orang haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan
Lebih terperinciPerdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia
0 P a g e 1 Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia Perdagangan manusia (atau yang biasa disebut dalam udang-undang sebagai perdagangan orang) telah terjadi dalam periode yang lama dan bertumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. di India sangat memperhatinkan sekali. Di satu sisi anak-anak dipaksakan oleh
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan UNICEF melihat kondisi yang berkembang terhadap kehidupan anak-anak di India sangat memperhatinkan sekali. Di satu sisi anak-anak dipaksakan oleh keluarganya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian integral dari penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) sesungguhnya sudah diamanatkan oleh Undang-Undang DasarNegara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harkat dan martabat manusia merupakan sesuatu yang harus dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara. Kewajiban negara untuk menghormati, menjunjung tinggi dan
Lebih terperinciDunia internasional pun ikut berpartisipasi dalam memerangi issue kejahatan non-tradisional ini, human trafficking dan tindak kekerasan kepada buruh m
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia merupakan negara pengirim tenaga kerja luar negeri sektor informal terbesar di asia, sebagian besar tenaga kerja Indonesia dibekerja di negara-negara timur-tengah.
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL *
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL * Oleh Adi Suhendra Purba T. ** Putu Tuni Cakabawa Landra
Lebih terperinciTINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA. Oleh : Ahmad Sofian
TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA Oleh : Ahmad Sofian Praktek eksploitasi seksual anak terus menerus berlangsung seolah tidak ada hentinya. Anak-anak dihalalkan untuk
Lebih terperinciPELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)
NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan anak-anak merupakan cerminan kehidupan bangsa dan negara, oleh karena itu kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan cermin suatu
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY
Lebih terperinciPedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April
Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan
BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan di Indonesia 1. Undang-Undang 2.1 Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN TAHUN 2016-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK
PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (PTPPO) DAN EKSPLOITASI
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL TAHUN 2016-2018 DENGAN
Lebih terperinciPANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:
PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: 1 The Regional Support Office of the Bali Process (RSO) dibentuk untuk mendukung dan memperkuat kerja sama regional penanganan migrasi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2005
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PELARANGAN TRAFIKING UNTUK EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BALITA SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI TINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BALITA SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI TINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI Oleh : Kadek Dwika Agata Krisyana Pembimbing : I Ketut Sudiarta Program Kekhususan : Hukum Pidana, Universitas
Lebih terperinciOleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)
Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Banyak anak-anak berkonflik dengan hukum dan diputuskan masuk dalam lembaga pemasyarakatan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1997 pengadilan negeri
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Meningkatnya pendapatan negara dari sektor pariwisata di Thailand merupakan. menyumbang sebagian besar dari pendapatan nasional negara.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sejak meningkatnya kejahatan eksploitasi dan komersial anak (ESKA) dari tahun 2002, thailand menjadi pusat perhatian publik internasional. Meningkatnya pendapatan negara dari
Lebih terperinciPemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK POLANDIA TENTANG KERJASAMA PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL DAN KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciEvaluasi Pelaksanaan Penyusunan RUU Prioritas Tahun 2005
Evaluasi Pelaksanaan Penyusunan RUU Prioritas Tahun 2005 No. Prioritas RUU Tahun 2005 1. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. RUU tentang Lembaga Kepresidenan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI
Lebih terperinciUpaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015
Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Permasalahan narkotika merupakan salah satu permasalahan global yang selalu
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD
Lebih terperinciUMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons especially
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu di antaranya adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin berkembangnya peradaban masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang berkepanjangan mempengaruhi berbagai segi kehidupan masyarakat baik di perkotaan maupnn di perdesaan khususnya di pedesaan sangat dirasakan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP
BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP Di dalam kitab undang-undang pidana (KUHP) sebelum lahirnya undangundang no.21
Lebih terperinciII. URAIAN PROYEK Para Pihak sepakat bahwa perdagang,an manusia adalah satu problem yang berat di
PERUBAHAN ATAS SURAT PERJANJIAN MENGENAI PENGENDALIAN NARKOTIK DAN PENEGAKAN HUKUM TANGGAL 23 AGUSTUS 2000 ANTARA PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT DAN PEMERINTAH INDONESIA I. UMUM Pemerintah Amerika Serikat
Lebih terperinciEFEKTIVITAS KERJA SAMA PEMERINTAH LAOS DAN VIETNAM DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS HUMAN TRAFFICKING DI LAOS PERIODE Sari Widia Setyawati
Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 2, Tahun 2016, hal. 109-115 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi EFEKTIVITAS KERJA SAMA PEMERINTAH LAOS DAN VIETNAM DALAM MENCEGAH
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA DAN FILIPINA
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA DAN FILIPINA Rina Shahriyani Shahrullah Dedy Febriyanto Tjhang Abstract Along with urbanization and globalization
Lebih terperinciPrinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017
Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal ILO dan ILS Memahami prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, masih terjadi aktus women trafficking secara masif. Women trafficking
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa di belahan dunia mana saja termasuk Indonesia, masih terjadi aktus women trafficking secara masif. Women trafficking bukan fenomena yang sederhana.
Lebih terperinciHUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *
HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 19 Desember 2014 Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika
Lebih terperinciMAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL. Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si
INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciSANKSI PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA
SANKSI PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA Oleh I.G.A Parwata Tri Bwana R.A Retno Murni Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT: Child trafficking is a form of crime
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5931 PENGESAHAN. Konvensi. 2006. Maritim. Ketenagakerjaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 193) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciNo pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5406 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50) PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciSetiap negara memiliki kelebihan dan kekurangan akan faktor tenaga kerja, negara berkembang membutuhkan tenaga kerja ahli dengan kemampuan khusus, dim
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan antara negara adalah bentuk dari perdamaian dunia, negaranegara melakukan hubungan kerjasama satu sama lain demi memenuhi kepentingan nasional masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian publik pada pertengahan tahun Pada saat itu salah satu stasiun
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pekerja anak di perkebunan kakao Afrika Barat mulai menarik perhatian publik pada pertengahan tahun 2000. Pada saat itu salah satu stasiun televisi Inggris
Lebih terperinciHAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN
1 HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN Saya akan mengawali bab pertama buku ini dengan mengetengahkan hak pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dalam dunia ketenagakerjaan. Sebagaimana
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO.182 CONCEMING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR THE ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau dalam bahasa
Lebih terperinciMENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INDONESIA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INDONESIA RAPAT KOORDINASI BADAN LEGISLASI DPR-RI DAN PEMERINTAH TENTANG EVALUASI PRIORITAS RUU TAHUN 2005 Jakarta, 21 September 2005 Pimpinan dan Anggota Badan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG
-1- PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam
1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 66 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG KOMITE AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG KOMITE AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa praktek mempekerjakan anak pada berbagai jenis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu di antaranya adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak (trafficking in persons
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciNOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciLATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style
LATAR BELAKANG Perdagangan anak ( trafficking ) kurang lebih dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan rekruitmen,transportasi, baik di dalam maupun antar negara,
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. II/No. 9/Desember/2014
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) REGIONAL AUTHORITY IN COMBATING TRAFFICKING IN PERSONS 1 Oleh : Jurista C. I. Oroh 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan jenis
Lebih terperinciPENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA. Organisasi Perburuhan Internasional
PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA Organisasi Perburuhan Internasional Agenda Kerja Layak ILO untuk Pekerja Rumah Tangga Penyusunan Standar untuk Pekerja Rumah Tangga 2 I. DASAR
Lebih terperinciPerbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak
Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, terutama di kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Selain itu sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal dengan Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan mewujudkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Imigrasi telah dicabut dan diganti terakhir dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciPENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG LARANGAN PERDAGANGAN PEREMPUAN SERTA IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA MOHAMMAD FADIL / D
PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG LARANGAN PERDAGANGAN PEREMPUAN SERTA IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA MOHAMMAD FADIL / D 101 08 308 ABSTRAK Perdagangan manusia umumnya terjadi pada kelompok rentan,
Lebih terperinci