Lesson Learned dan Tantangan ke Depan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lesson Learned dan Tantangan ke Depan"

Transkripsi

1 4 Lesson Learned dan Tantangan ke Depan Crystalize your goals. Make a plan for achieving them and set your self deadline. Then with supreme confidence, determination, and dissegard for obstacles and other people's critisms, carry out your plan. Paul J. Mayer, penulis dan motivator- 53

2 Membangun dan Mengelola Geomarine III Subaktian Lubis Jangan Membangun Kapal Tanpa Visi Hal yang ingin saya ceritakan berikut nya adalah lesson learned. Dalam bagian ini, saya ingin menekankan bahwa jika Anda tidak mempunyai visi 25 tahun ke depan, lebih baik tidak usah membuat ka pal peneliti. Sebab membuat kapal pe neliti itu sangat melelahkan, apalagi ka pal ini (Kapal Peneliti Geomarin III peny.) dibuat di dalam negeri berkelas dunia, yaitu ClassNK. Mengadakan kapal baru itu setengah mati usahanya. Gangguannya dari mana-mana. LSM, wartawan, semuanya mencecar, mencari-cari celah kesalahan. Saya biarkan saja. Prinsip saya, selama kita benar mengikuti aturan formal dan punya alasan yang kuat tidak perlu takut. Saya pun pernah dipanggil Kejari, Kejati, Mapolda, dan Mabes Polri, untuk dimintai klarifikasi. Demikian pula, panggilan dari KPK sewaktu ketuanya masih Pak Erry Riana Hardjapame kas, sekitar tahun Waktu itu biaya pengadaan Geomarin III sangat besar, sampai Rp. 98 miliar untuk dua tahun anggaran. Muncul berbagai peng adu an bahwa terjadi penyalahgunaan anggaran negara. Saya memenuhi se mua panggilan tersebut dengan data pendukung untuk memberikan klarifikasi. Hasilnya, tidak ditemukan bukti-bukti adanya unsur-unsur penye le wengan dan kerugian anggaran negara. Soal visi ini, saya masih ingat pertanyaan Ditjen Anggaran, Lantas, setelah punya kapal, kalian mau apa? Saya jawab, Saya mau bekerja memetakan laut sampai 25 tahun. Inilah yang saya maksud sebagai pentingnya visi dalam lesson learned. Jika kita hanya punya program pemetaan 2-3 tahun, percuma saja kita membangun kapal baru. Lelahnya tidak akan terbayar. Visi jangka panjang juga menjadi penting karena begitu kapal rampung, bukan berarti masalah selesai. Semua hal yang terkait dengan kelangsungan operasional kapal harus kami kerjakan dari awal. Selain Nakhoda dan awak kapal (ABK), kapal juga perlu pelabuhan. Di mana kapal ini akan disandarkan? Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta sudah tidak memungkinkan karena sangat padat. Di Pelabuhan Cirebon ternyata tidak muat, sebab draft kapal 54

3 Lesson Learned dan Tantangan ke Depan ini 3,5 m sementara kedalaman Pelabuhan Cirebon hanya 2-3 m. Karena itu, lebih dahulu sowan ke Dirjen Perhubungan Laut, Otorita Pelabuhan, dan Syahbandar memohon agar alur dapat dikeruk dahulu, dan kapal Geomarin III dapat tempat sandar yang permanen. Kemudian juga soal listrik. Rasanya, tidak mungkin kita menjalankan generator listrik setiap hari untuk menghidupkan alat-alat kapal selama kapal sandar di pelabuhan. Bayangkan, dalam sehari kita membutuhkan 3 ton solar untuk menjalankan generator kapal. Solar harganya Rp. 11 ribu. Kalikan jumlah itu. Tidak akan ada kapal di Indonesia yang sanggup menjalankan generatornya sehari penuh. Apa yang saya lakukan? Di Cirebon saya datangi pimpinan PLN, kawan semasa Sespim dulu. Saya minta PLN membuat gardu listrik khusus di Pelabuhan Cirebon untuk Geomarin III. Semua peralatan Geomarin III itu elektronik dan tentunya membutuhkan listrik. Tidak ada lagi peralatan yang manual. Dengan gardu itu, kapal kami menjadi satu-satunya kapal di Pelabuhan Cirebon yang mendapatkan pasokan listrik dari PLN. Penggunaan listrik dari PLN akan lebih ekonomis dibandingkan menggunakan generator. Perhitungannya, seluruh peralatan di kapal Geomarin III paling banyak hanya mengambil daya 100 ribu Watt. Sementara generator kapal jika dinyalakan dayanya mencapai 1 Mega Watt, 10 kali dari kebutuhan kapal pada saat standby. Tentu akan sangat boros jika kami mengambil listrik dari generator, apalagi bahan bakarnya yang mahal karena harus menggunakan solar industri tanpa subsidi. Inilah pembelajaran buat kita semua ke depan. Membangun dan mengurus kapal itu sulit dan melelahkan. Jadi jangan coba-coba membangun kapal kalau kita tidak punya rencana 25 tahun ke depan. Karena sebuah kapal ha nya memiliki nilai ekonomis dan memberi manfaat jika dapat digunakan untuk menyelesaikan misi selama 25 tahun. Setelah 25 tahun, sesuai peraturan Menteri Perhubungan, kapal harus di-scrap, dipotong-potong dan dibesituakan. 55

4 Membangun dan Mengelola Geomarine III Subaktian Lubis Perawatan adalah Prioritas Dilema Berakrobat dengan Anggaran Tugas pengelola kapal adalah mempertahankan kelas kapal. Jangan sampai kelas kapal turun. Standar kelas kapal sangat ketat dan detail persyaratannya, segala komponen kapal dicek, sampai kepada mesin pendorong kapal. Dalam mempertahankan kelas kapal, pertama-tama kita tidak boleh dihalangi oleh sistem penganggaran. Jika misalnya lifecraft tidak diganti pada saat expired, maka kelas kapal akan turun. Ketika ada plating kapal yang aus atau menipis, harus segera diganti. Tidak bisa kita menunggu plate ini dianggarkan dulu untuk tahun depan, baru kemudian tahun depan diganti. Perbaikan atau penggantian harus segera dilakukan begitu ada komponen yang rusak. Kedua, kita harus tahu di mana galangan kapal yang layak dan mampu memperbaiki kapal kita ketika rusak. Ibaratnya, mobil mercy tidak boleh diservis di bengkel kijang. Jika sampai terjadi demikian, kelas kapal juga akan turun. Kapal Geomarin III ini, komponennya berasal dari berbagai negara. Setiap komponen punya tempat khusus untuk memperbaikinya, dan sebagai pengelola kapal kita harus tahu setiap tempat tersebut. Mesin misalnya, yang berasal dari Denmark, hanya bisa diperbaiki di Singapura. Kerusakan bow thruster, yang berperan vital dalam manuver kapal, karena buatan Jerman berarti memang harus dibawa ke sana jika rusak. Anggaran perawatan Kapal Geomarin III ini memang disediakan dalam APBN. Tapi tidak akan cukup. Karena itu kami putar otak untuk menekan serendah mungkin biaya operasionalnya. Misalnya kebutuhan listrik yang diambil dari PLN, itu bisa menekan biaya hingga 10 kali lebih rendah dibandingkan menggunakan generator. Perawatan rutin tentu dibiayai APBN. Setiap lima tahun sekali ada docking besar, setiap tahun ada docking kecil. Ada docking 10 tahunan, 20 tahunan berupa penggantian mesin. Tali-tali tambat misalnya, setelah dua tahun biasanya akan lapuk dan perlu diganti. Semua perawatan itu tentunya harus dianggarkan, dan anggaran kapal ini sangat besar. Anggaran perawatan Geomarin III per tahun pada 2011 mungkin mencapai Rp. 1,2 miliar. Geomarin I seingat saya anggaran perawatannya dibawah Rp. 200 juta per tahun. Pengajuan anggaran pemeliharaan ke 56

5 Lesson Learned dan Tantangan ke Depan Kementerian ESDM sebenarnya tidak pernah dipermasalahkan, asalkan alasan yang kita sodorkan kuat, reasonable dan akuntabel akan dikabulkan. Kesulitan yang pernah saya alami pada tahun 2010 atau 2011 adalah ketatnya peraturan anggaran perawatan yang berasal dari APBN. Aturannya sama dengan pengadaan barang dan jasa, yang diatur oleh Keppres 80/2008 yang digantikan menjadi Keppres 54/2010, juga tidak banyak membantu dalam mengelola anggaran perawatan kapal. Anggaran PPGL sendiri terdiri dari dua macam: anggaran APBN murni dan anggaran dari PNBP. Penganggaran Balitbang (yang membawahi PPGL) memang beda dengan Direktorat Jenderal atau Sekretariat Jenderal. Di Balitbang, anggaran terdiri dari DHPB dan Rupiah Murni APBN. Anggaran Rupiah Murni dari APBN tidak menjadi masalah karena per tgl 1 Januari tiap tahun dapat dicairkan. Yang menjadi masalah adalah anggaran yang berasal dari DHPB tadi, yang porsinya dulu hampir 50% dari total anggaran Balitbang. Dana perawatan kapal biasanya diambil dari anggaran DHPB. Anggaran DHPB berasal dari pembayaran royalti produksi batu bara. Umumnya pembayaran itu dilakukan bulan Mei, Juni dan September. Konsekuensinya, pencairan anggaran ini juga mengikuti jumlah pendapatan DHPB yang telah perusahaan-perusahaan batu bara. Misalnya pada bulan Maret baru dibayarkan 10%, maka pencairan dana DHPB juga baru bisa 10%, Agustus baru disetor 25 %, maka dana yang bisa dicairkan juga hanya maksimum 25%. Padahal pemeliharaan kapal tidak bisa menunggu model pencairan seperti itu. Contohnya, pemeliharaan lifecraft, yaitu rakit penyelamat berbentuk kapsul berwarna putih, yang langsung membuka dan mengapung jika dilempar ke air. Alat ini setiap tahun harus diinspeksi, dibawa ke agennya. Di sana segelnya dibuka, kemudian baterai diganti dan makanan kaleng darurat diganti, pompa pengembang dicek lagi expired date-nya. Jika telah expired harus segera diganti. Bayangkan jika expired date perlengkapan lifecraft itu jatuh pada bulan Februari. Sementara anggaran PNBP baru cair pada bulan April. Lantas bagaimana kita merealisasikannya? Padahal, untuk memperoleh ijin layar dari Syahbandar, dokumen-dokumen kelaikan ini harus dilampirkan. 57

6 Membangun dan Mengelola Geomarine III Subaktian Lubis Oleh sebab itulah, kadang-kadang kita dituntut untuk berkreasi atau berakrobat tanpa melanggar Keppres. Walaupun upaya ini juga beresiko menjadi temuan pihak Inspektorat Jenderal. Gara-gara langkah saya untuk perawatan lifecraft yang sudah expired itu, PPGL dikenakan TGR (Tuntutan Ganti Rugi) oleh Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM dalam jumlah cukup besar. Untungnya, langkah saya ini didukung oleh seluruh komponen PPGL sehingga denda tersebut dapat diatasi bersama. Walaupun, niat baik tetapi berujung musibah ini, tidak masalah membuat semangat saya surut. Lebih baik didenda oleh Inspektorat Jenderal, daripada nantinya terjadi resiko kecelakaan yang berpotensi merenggut nyawa di laut. Saya sampaikan kepada teman-teman pengawas, sebaiknya untuk ke depan, mengirimkan tim pengawas dan pemeriksa yang dapat memahami hal-hal spesifik dan darurat seperti ini, serta yang penting dapat memberikan solusi bersama. Ketimbang terkesan mencari-cari kesalahan untuk meningkatkan prestasi pribadi. Jangan dilupakan, bahwa secara kedinasan kita sama-sama mengabdi untuk negara. Kondisi seperti ini akan menjadi dilema berkepanjangan bagi kami. Jika kami melakukan survei pada bulan Maret dan April sementara lifecraft belum diganti, maka pertama dampaknya adalah kelas kapal akan turun. Lifecraft jelas tercantum sebagai salah satu syarat utama kapal kelas internasional. Dampak keduanya, jika terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa, KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) jelas akan memeriksa. Dan jika mereka menemukan bahwa kami berangkat dengan perlengkapan yang tidak layak, kami bisa dituduh melakukan perbuatan pidana, yaitu melangar undang-undang pelayaran. Jangankan lifecraft, alat pemadam kebakaran yang dibiarkan lewat expired date juga sebenarnya sudah suatu pelanggaran. Hambatan lain berikutnya dalam pengelolaan kapal terkait anggaran adalah kurang fleksibelnya peraturan penggunaan dana APBN. Contohnya pa da pembangunan sebuah jembatan, dana APBN akan cair sesuai tingkat ke majuan (progress) bangunan fisiknya. Ketika jembatan telah rampung 30%, baru pemerintah mencairkan anggaran sebesar 30% pula. Setelah dibentangkan dan mencapai 50%, baru pemerintah membayar 50% anggaran. Lain halnya dengan pengoperasian Geomarin III tidak bisa seperti itu. 58

7 Lesson Learned dan Tantangan ke Depan Se karang misalnya, kami akan berangkat ke perairan Sorong. Tidak mungkin diberi solar 10 ton dulu, harus langsung 80 ton. Setibanya di Laut Banda nanti, kami mau beli dimana?. Salah satu solusinya adalah membuat kontrak jangka panjang dengan Pertamina melalui MoU, sehingga hambatan bahan bakar ini dapat diatasi. Perawatan kapal walaupun prioritas, namun sarat akan hambatan dan rin tangan. Disatu sisi, kami dituntut untuk mematuhi dan konsisten ter hadap aturan standar seperti ISO tentang manajemen mutu, dan tentang keselamatan, namun di sisi yang lain kami juga harus mematuhi aturan penggunaan anggaran menurut Keppres yang berlaku. Ada kalanya, kedua sisi ini tidak bisa sinkron karena fungsi dari waktu, kondisi, dan terkendala aturan lainnya, bahkan berpotensi menjadi dilema baru yang berkepanjangan. Semoga, ke depan ada solusi yang manjur, sehingga program pemetaan nasional ini dapat berjalan sesuai target, dan dilema penggunaan anggaran pemeliharaan ini tetap akuntabel. Komponennya Baru, Spare Part-nya Bekas Selain perbaikan/penggantian komponen rusak dan pemilihan tempat perawatan yang tepat, ada hal lain yang harus diperhatikan. Hal tersebut adalah penyiapan spare part (suku cadang). Dalam hal ini, kita juga tidak bisa mengharapkan anggaran APBN turun dengan prosedur standar. Misalnya, saya ingin membeli spare part starter dinamo untuk generator kapal. Secara prosedural, tidak mungkin saya meminta anggaran APBN karena anggaran hanya akan turun ketika benda komponen itu rusak. Prinsip APBN adalah pencairan anggaran harus berdasarkan fakta fisik. Misalkan, Anda harus ganti ban yang botak, perlihatkan dulu ban yang botak, baru kami ganti. Jadi dalam kasus kapal, kita harus menunggu dulu spare part kapal menjadi rusak, baru bisa diganti oleh APBN. Geomarin III tidak akan bisa berjalan dengan sistem seperti itu. Terpaksalah kami bermanuver dengan Badan Klasifikasi Indonesia (BKI) dan sepengetahuan Syahbandar, agar menyatakan bahwa starter itu dinyatakan rusak (walaupun masih bisa digunakan), sehingga kita bisa mengajukan anggaran pembelian spare part-nya dari APBN. Begitu barangnya datang, 59

8 Membangun dan Mengelola Geomarine III Subaktian Lubis langsung kami pasang walaupun komponen yang asli belum rusak betul. Sebab, biasanya pemeriksa dari Inspektorat Jenderal betul-betul akan memeriksa apakah spare part tersebut telah dipasang. Sampai-sampai mereka merangkak dan membongkar generator untuk mencocokkan nomor seri ba rang yang dipasang, dicocokkan dengan nota pembelian. Jadi, sebenarnya spare part yang betul-betul menjadi persediaan adalah barang bekas pakai, yaitu komponen asli yang diganti dengan spare part yang baru datang tersebut. Suatu keterpaksaan manajemen akal-akalan yang ironis!. Memang manuver ini sebenarnya pelanggaran. Tapi kami bisa apa lagi? Tidak mungkin berlayar tanpa adanya spare part seperti starter dinamo untuk menghidupkan mesin kapal. Bayangkan apa yang terjadi jika mesin kapal mati di tengah laut dan tidak ada spare part yang tersedia. Bagai mana menarik benda seberat ton itu ke daratan? Selain itu, Kapal yang tidak bergerak akan hanyut atau bisa tenggelam. Karena itulah, kami catat komponen-komponen apa saja yang penting dan vital, dan diupayakan untuk diprioritaskan pengadaannya sebagai spare part yang siap digunakan. Kami sudah menerapkan manuver semacam ini sejak memelihara Geomarin I. Makanya, Geomarin I bisa melewati 20 tahun tanpa kecelakaan sama sekali, zero accident. Sebenarnya Geomarin I telah tiga kali mengalami mesin mati (mogok) di tengah laut dan harus ditarik ke darat karena tidak ada spare part starter dinamo. Untungnya, lokasi mogok Geomarin I tidak begitu jauh dari pelabuhan. Pernah kapal ini mogok di dekat Surabaya, kemudian di Kendari, dan sekali di Kangean kalau tidak salah. Di Surabaya, kapal ditarik ke Tuban. Starter dinamo-nya dibongkar. Kemudian teknisi kami turun dengan rubber boat ke darat, lari ke jalan cegat bus. Dengan bus itu ke Jakarta sehari semalam men cari bengkel servis untuk starter itu. Setelah diperbaiki sehari di Jakarta, sehari kemudian kembali lagi ke Tuban. Akhirnya dalam tiga hari Geomarin I sudah berjalan kembali. Di Geomarin III, kami tidak berani berbuat seperti itu lagi. Tidak mungkin kami membongkar sendiri alat seperti dinamo starter. Setiap peralatan di Geomarin III ini punya semacam sticker label. Jika sticker itu terlepas atau sobek sedikit saja, kelas kapal kami bisa langsung turun. Untuk membongkar alat seperti 60

9 Lesson Learned dan Tantangan ke Depan starter dinamo saja, kami harus melakukan tender. Kepala Kamar Mesin (KKM) kami sebenarnya mampu membuka alat tersebut, tapi peraturan atau SOP melarangnya dengan tegas. Mungkinkah Ketentuan Umum lebih Fleksibel? Jangankan alat canggih seperti starter dinamo. Flashdisk, bahkan kertas pun harus dibeli melalui tender atau penunjukkan langsung, sesuai atur an pemerintah. Ibaratnya, saya ingin membeli flahsdisk. Saya tidak bisa lang sung datang ke sebuah toko dan membelinya. Menurut prosedur tender saya harus menanyakan dulu harga barang tersebut di minimal tiga toko. Kemudian saya akan menetapkan ke toko mana saya akan membeli flashdisk berdasarkan penawaran harga di ketiga toko tersebut. Untungnya kami sekarang punya spare part walaupun berasal dari komponen yang digantikan karena yang baru langsung dipasang. Kalau kami tidak langsung memasang komponen spare part yang baru, bisa-bisa kami langsung ditegur oleh pengawas dari Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM. Jika mereka melihat ada komponen baru yang idle, akan langsung dicatat sebagai temuan. Prosedur seperti ini jelas tidak efisien dan terkesan kaku. Suatu ketika tim kami membutuhkan kertas. Sesuai aturan, kertas itu harus dibeli lewat proses penunjukkan langsung. Seperti biasa, penawar an dan penetapan tender memakan waktu minimal 14 hari. Kemudian dari pro ses penetapan hingga selesainya tender juga memakan waktu minimal 14 hari lagi. Dalam proses menunggu datangnya kertas itu, tim kami sudah terlanjur berangkat. Bahkan ketika mereka pulang pun, kertas belum juga datang. Kertas yang ditenderkan baru datang belakangan dan akhirnya terpaksa di simpan di gudang sebagai persediaan. Kejadian ini terulang beberapa kali sampai-sampai akhirnya staf saya di PPPGL melapor bahwa di gudang telah menumpuk 360 rim kertas! Akhirnya saya mempersilakan siapa pun yang membutuhkan untuk mengambil kertas tersebut, asalkan membuat peng ajuan resmi lebih dahulu. Langkah saya ini justru kemudian dipuji oleh Ins pektorat karena dianggap sebagai manajemen yang disiplin melakukan pen catatan pengeluaran persediaan. Padahal sejujurnya, ini tak lebih dari sekedar manajemen akal-akalan saja. 61

10 Membangun dan Mengelola Geomarine III Subaktian Lubis Jadi ibaratnya, kebijakan pemerintah ini seperti seorang ayah yang memberikan syarat kepada anaknya yang meminta dibelikan buku pelajaran, Nak, kamu akan ayah belikan buku kalau nilai kamu sudah 9. Begitu anaknya mendapat nilai 9, buku itu dibelikan. Tentu saja sudah tidak lagi ada gunanya. Sang anak butuh buku itu untuk dipelajari agar bisa mendapat nilai 9. Setelah nilainya diperoleh, untuk apa lagi bukunya diberikan? Soal komputer misalnya, saat itu PPPGL tidak pernah mendapat komputer yang bagus. Sebab setiap kali kami mengajukan komputer yang bagus ten tu saja dengan harga yang lebih mahal selalu dipertanyakan oleh Ditjen Anggaran. Selalu saja kami diminta menyesuaikan pengajuan dengan standar spesifikasi barang dalam ketentuan Ditjen Anggaran. Akibatnya, pernah suatu kali saya hendak melakukan presentasi di depan para Dirjen untuk sinkronisasi program. Begitu laptop saya nyalakan, langsung mati. Lantas saya mau bicara apa di hadapan mereka? Saya melihat, masalah utama kita dalam pengelolaan kapal masih pada cara menggunakan anggaran. Kita tidak bisa mengikuti prosedur resmi penganggaran lewat APBN. Dalam manajemen kapal, pemilik kapal harus diberi kebebasan untuk menentukan prioritas pemanfaatan dana dalam rangka pemeliharaan kapal. Sedangkan aturan anggaran pemerintah yang kita punyai masih terkesan kaku dan generalis. Peraturan ini terlalu mengedepankan ketentuan umum, sementara banyak kasus khusus yang harus dihadapi. Saya kira hal-hal khusus tersebut bukan hanya terkait masalah pengelolaan kapal melainkan juga dalam bidang-bidang lain yang serupa. Oleh sebab itu, dalam penjelasan tentang manajemen kapal, tidak ada satu pun kalimat yang menyebut istilah kapal pemerintah. Yang ada adalah pemilik kapal. Sebab begitu istilah yang digunakan adalah kapal pemerintah atau kapal milik pemerintah, maka pengelolaannya akan menjadi repot. Jika pemilik kapalnya adalah pihak swasta, tidak ada masalah selama mereka mematuhi peraturan dan standar internasional tentang pemeliharaan kapal. 62

11 Lesson Learned dan Tantangan ke Depan Nyaris Tenggelam di Kangean Tapi yang namanya perawatan barang, tentu tidak bisa semuanya sempurna. Suatu kali ketika kami survei di sekitar Pulau Kangean, Kapal Geomarin I bocor di bawah garis air. Padahal pulau itu jauh dari mana-mana. Sebenarnya lambung kapal sudah mengalami replating. Mungkin saja memang ada bagian lambung yang terlewatkan pada saat inspeksi oleh BKI sehingga tidak di-replating. Tim peneliti di atas kapal terus melakukan survei, tanpa sama sekali tahu bahwa kapal sedang mengalami kebocoran. Begitu sampai di darat, barulah kapten kapal memberitahu bahwa tadi di laut kapal sebenarnya bocor. Kebocoran seharusnya bisa diperbaiki dengan pengelasan di bawah air oleh penyelam. Tapi kami tidak memiliki las basah yang bisa digunakan di bawah air, yang ada hanya las kering. Sementara kapal bocor di bawah garis air. Parahnya lagi, kebocoran ini terjadi di bagian kapal yang tidak memiliki pompa, kalau tidak salah di ruang jangkar. Bayangkan, jika kebocoran ini tidak diketahui dan tidak ditangani, dalam tiga belas jam saja kapal akan tenggelam. Akhirnya kapten di atas kapal berinisiatif menyumbat lubang kebocoran itu dengan gagang sapu dari rotan. Gagang itu mencuat sampai kira-kira 20 cm ke luar lambung kapal. Ajaibnya sumbatan rotan itu bisa bertahan sampai akhirnya kapal bersandar di Surabaya dan kemudian mendapat perbaikan. Saya menilai, kapten kapal sangat bijaksana. Beliau paham bahwa survei ini tidak bisa dibatalkan. Sehingga kapten memilih tidak memutar kapal untuk pulang. Sebab jika survei ini batal, solar dan persediaan yang sudah diisikan ke kapal berikut dana operasional yang sudah dibayarkan, harus dikembalikan kepada pemerintah. Suatu konsekuensi kerja yang tidak logis. PPGL juga pernah mengalami insiden lain terkait survei di laut. Ketika itu, kami baru saja pulang ke Cirebon sehabis melakukan suatu survei. Di tengah laut, kami bertemu dengan sebuah kapal yang kehabisan solar. Karena solidaritas sesama pelaut, oleh awak Geomarin I kapal itu diberi satu drum solar agar bisa berlayar sampai pelabuhan terdekat. Tapi kemudian berita yang sampai ke darat dan beredar di media adalah Geomarin I melakukan jual beli solar di laut. Untungnya kami bisa mengklarifikasi kasus ini kepada Syahbandar dan pihak-pihak lain, sehingga beritanya kemudian mendingin. 63

12 Membangun dan Mengelola Geomarine III Subaktian Lubis Kelola Manusianya ABK juga Manusia Setelah kapal selesai dibangun, tentu dia memerlukan awak dan perwira. Geomarin I memiliki 3 perwira, Geomarin III memiliki 4 perwira. Perwira Per tama bertugas di bagian navigasi, mengatur perjalanan kapal. Perwira Kedua, adalah KKM (Kepala Kamar Mesin). Perwira Ketiga mengurusi bagian logistik seperti makanan dan bahan bakar. Perwira Keempat di bagian teknisi, misalnya mengurusi listrik yang mati atau ketika terjadi kebocoran kapal. Nah, masalahnya saat itu, Geomarin III belum memiliki kapten. Padahal dalam anggaran pembangunan Geomarin III, tidak ada alokasi untuk mendidik kapten. Sementara sekolah pendidikan kapten itu mahal sekali. Akhirnya saya terpaksa. Untuk menjabat posisi kapten di Geomarin III, Perwira Pertama di Geomarin I saya sekolahkan ke Thailand. Sebab sertifikasi awal perwira tersebut hanya layak untuk kapal bertonase 150 DWT, sementara Geomarin III tonasenya mencapai DWT. Salah satu perwira di Geomarin I waktu itu, saya minta bekerja di sebuah kapal survei geofisika milik Thailand. Ketika itu, menjelang Geomarin III hampir rampung, kapal Thailand itu memang tengah mencari awak kapal selama setahun. Saya berpesan kepada perwira itu, agar gaji yang ia terima nantinya sebagian dipakai untuk biaya sekolah pendidikan kapten. Hal ini sempat menjadi masalah internal, sebab saya mengizinkan perwira tersebut magang di kapal Thailand tersebut. Padahal yang bersangkutan masih berstatus PNS. Setelah perwira itu kembali dari magang, masuk pendidikan ke jenjang yang setara dengan sekolah kapten. Alhamdulillah, dia lulus menjadi kapten tepat ketika Kapal Geomarin III diserahterimakan. Seandainya dia belum lulus, pasti saya akan bingung mencari kapten. Sebenarnya kapal besar seperti Geomarin III idealnya harus punya dua kapten. Satu bertugas menjalankan kapal, satunya lagi bertugas sebagai captain on board sebagai pengganti. Tapi sayangnya kami tidak punya dua kapten. 64

13 Lesson Learned dan Tantangan ke Depan Sebenarnya dengan bahan bakar penuh, Geomarin III bisa berlayar sampai 50 hari di laut. Tapi kami batasi maksimal 30 hari agar sesuai standar kelas internasional. Sebab, meski bahan bakar cukup dan kapal sanggup berlayar, manusia yang menjadi awaknya belum tentu sanggup. Mereka yang terlalu lama berada di tengah laut, bisa mengalami gangguan kejiwaan yang disebut sebagai megalomania salah satu penyakit kejiwaan akibat kejenuhan kerja. Gejalanya adalah berhalusinasi misalnya, meski kapal terombang-ambing, dia tidak merasakan apa-apa, rasa sakit pun tidak lagi dirasakan dan cenderung suka melamun. Karena itulah, maksimal dalam 30 hari kapal harus bersandar di pelabuhan dan berganti awak tim peneliti. ABK kapal sendiri tidak diganti, hanya diistirahatkan selama sepekan atau 10 hari. Memang, para awak kapal survei ini belum bisa kita beri fasilitas kesejahteraan di luar yang telah diatur pemerintah. Seringkali saya prihatin kepada mereka. Masalahnya, petugas di Geomarin bekerja 24 jam, atau jika diatur dalam shift dia minimal bekerja 16 jam sehari. Belum lagi uang makan mereka yang dipotong. Mereka yang bekerja di darat mendapat jatah uang makan. Sedangkan kami yang bekerja di Geomarin harus iuran sendiri untuk makan harian, biasanya antara Rp ribu tergantung kebijaksanaan kepala tim. Ditambah lagi masalah mabuk laut. Saya ingat ketika menjadi kepala tim di Geomarin I, muntahan saya warnanya sampai sangat kuning. Tenggorokan perih karena terkena asam lambung yang dimuntahkan. Rasanya begitu sampai lagi di darat, mau menangis minta pensiun saja. Padahal itu baru seminggu di laut. Bagaimana dengan mereka yang 2-3 minggu? Bahkan 3 bulan? Hal-hal seperti ini belum sempat kami carikan kompensasinya (Lazimnya ada tunjangan kompensasi bagi pekerjaan yang beresiko tinggi). Kami terima saja pekerjaan ini sebagai tugas negara. Masalah lain yang saya prihatinkan adalah bahwa para personil ini belum punya asuransi. Kalau pun ada, hanya asuransi pribadi yang diurus perorangan, bagi mereka yang merasa sudah punya penyakit tertentu. Berkali-kali kami mengajukan anggaran asuransi ini ke pemerintah, tidak dikabulkan. Padahal di kapal-kapal internasional, asuransi bagi awak kapal ini wajib. Anehnya di Indonesia, menurut aturan yang berlaku asuransi PNS tidak boleh dibayarkan oleh pemerintah. Hal-hal itulah antara lain yang saya prihatinkan. Syukurlah, 65

14 Membangun dan Mengelola Geomarine III Subaktian Lubis meski protes, teman-teman tidak terlampau mempermasalahkan hal-hal ini. Saya sampaikan kepada mereka, syukuri saja dulu apa yang ada. Dalam 20 tahun ke depan, mungkin kita tidak akan membuat kapal baru. Karena membangun kapal baru juga otomatis menimbulkan masalah baru: bagaimana mencari kapten, perwira dan ABK-nya? ABK Geomarin III sekarang lebih dari 50% adalah tenaga harian. Jika mereka sudah bosan atau tidak senang lagi bekerja, mereka bisa hengkang setiap akhir kontrak. Kita tentu bakal kesulitan mencari tenaga lagi. Belum lagi banyak para teknisi kapal yang sekitar 5 tahun ke depan akan pensiun sebagai PNS. Karena itu, kita perlu memikirkan bagaimana pengelolaan kapal ke depan. Pentingnya Manajemen Kapal Berkelas Dunia Manajemen kapal belum masuk ke dalam struktur PPPGL. Dalam struktur PPPGL, tanggung jawab atas pemeliharaan kapal semestinya ada pada Kepala Bidang Sarana yang melakukan pengadaan kapal. Namun jika dilihat, wewenang Kepala Bidang Sarana tidak mencakup hal tersebut, ia hanya bertanggung jawab pada pengadaan seluruh sarana di PPPGL, memelihara dan menyiapkannya ketika akan digunakan. Sementara manajemen kapal dalam praktiknya sangat rumit. Seharusnya memang ada manajemen khusus untuk mengelola kapal, tapi sayangnya hal ini tidak bisa dilakukan karena memang tidak ada dalam struktur PPPGL. Untuk menyiasati hal tersebut, secara tidak tertulis, manajer kapal di PPPGL dijabat oleh Kapus. Itulah sebabnya awak kapal Geomarin III seringkali harus menelepon saya dari tengah laut untuk meminta keputusan. Hal ini berbeda dengan kondisi di BPPT misalnya, yang memiliki manajemen sekaligus manajer kapal dalam struktur organisasinya. Bahkan BPPT sebelumnya pernah melakukan out sourcing dalam pengelolaan kapalnya untuk kapal Baruna Jaya III. Pemerintah membayar pihak swasta untuk mengurus kapalnya, se macam konsultan. Kesulitan BPPT bukan pada tidak adanya manajemen ka pal. Kemungkinan besar manajer kapalnya kurang paham dengan manajemen kapal. Apalagi mereka tidak punya kapten dan nakhkoda kapal. Manajemen kapal sangat penting karena keputusan-keputusan merekalah 66

15 Lesson Learned dan Tantangan ke Depan yang akan menentukan masih layak tidaknya sebuah kapal menyandang kelas internasional. Satu hal yang membuat kami dipercaya memperoleh anggaran untuk Geomarin III, adalah track record Geomarin I yang bagus. Selama 20 tahun, Kapal Geomarin I tidak pernah mengalami kecelakaan, zero accident. Karena itu, kapten Kapal Geomarin I dianugerahi Bintang Darmakarya dari Menteri ESDM. Penghargaan ini adalah yang tertinggi bagi PNS. Prestasi ini tentu tidak akan bisa kami raih tanpa kedisiplinan dalam mengelola kapal. Tahun 2004, PPGL pertama kali menerapkan ISO yaitu tentang manajemen mutu. Seharusnya Kapus sekarang melakukan upgrade, karena ISO itu sudah diganti dengan ISO Kemudian setelah kami punya kapal pada tahun 2010, saya siapkan juga SOP untuk keselamatan kerja, yaitu OHSAS Sebenarnya OHSAS itu tidak boleh hanya dipergunakan di kapal, akan tetapi harus untuk keseluruhan organisasi. Karena itu saya pergunakan juga untuk organisasi PPPGL. Ternyata hasilnya bagus, hidran-hidran di kantor jadi berfungsi, ada tanda-tanda evakuasi, kemudian di tiap ruang ada alat pemadam kebakaran. Semua sistem keselamatan kerja di kantor menjadi lengkap. ISO dan OHSAS adalah dua jenis sertifikasi untuk manajemen sistem kerja. Untuk hal-hal lain PPPGL juga punya berbagai jenis sertifikasi namun jenisnya sertifikasi biasa. Awak kapal juga harus tersertifikasi. Misalnya, Perwira III Kepala Kamar Mesin, dia harus mendapatkan brevet. Untuk itu para ABK kami training di Semarang. Begitu kapal Geomarin III diluncurkan, mereka semua sudah memperoleh brevetnya. Hal ini berbeda dengan Kapal Geomarin I yang para awaknya tidak tersertifikasi. Waktu itu, awak yang lulus pendidikan pelayaran kemudian ada yang masuk menjadi kapten. Ada juga yang bekerja di kamar mesin. Namanya bukan Kepala Kamar Mesin, melainkan ahli mesin, sebab dia tidak mendapatkan brevet. Tantangan utama dalam melakukan penelitian dengan kapal survei di laut adalah manajemen SDM. Dalam survei di darat, relatif lebih mudah memberikan komando kepada personil. Namun di atas kapal, yang berkuasa ada lah kapten (nakhkoda). Menurut Konvensi Hukum Laut Internasional, kapten kapal adalah perwira berwenang di laut. Nakhoda-lah berwenang 67

16 Membangun dan Mengelola Geomarine III Subaktian Lubis menangkap, menyidik, melaporkan dan menghukum pelaku kriminal. Kapten juga berwenang dan bertanggung jawab atas keselamatan kapal, khususnya dalam menghadapi bahaya akibat kondisi cuaca. Jika kapten menilai cuaca terlalu buruk atau ombak terlalu besar, survei ke suatu lokasi bisa dibatalkan walaupun kita sudah merencanakan lintasan ke sana. Peran kapten inilah yang masih kurang dipahami dalam pelaksanaan kegiatan penelitian di laut. Belum ada pembagian yang jelas dalam bentuk SOP mengenai kewenangan. Kepala tim memang berwenang dalam menentukan survei. Namun yang berwenang dan bertanggung jawab dalam masalah keselamatan kapal adalah kapten. Di laut, tanpa SOP, kita bisa bersitegang. Apalagi menyangkut masalah keselamatan, ketika terjadi kecelakaan, orang cenderung berada dalam kondisi stress sehingga mudah tersulut emosinya. Karena belum ada SOP, setiap kali ada permasalahan darurat, mereka menelepon saya di Bandung. Peran lain yang perlu dipahami adalah security officer, yang personilnya biasanya adalah perwira Angkatan Laut berpangkat kapten ke atas. Tanpa security officer ini, syahbandar pelabuhan tidak akan memberikan izin berlayar. Sang security officer akan terus ikut selama pelayaran survei berlangsung. Dulu, istilah yang dipakai adalah liason officer karena tugas sang perwira adalah sebagai penghubung ke AL. Menurut aturan undang-undang terdahulu, seluruh data kelautan yang disurvei di Indonesia harus diserahkan pula ke AL. Security atau liason officer inilah yang membuat laporan kepada Mabes AL, mengenai detail survei yang kita lakukan. Bisa saja memang data survei kita mengandung informasi pertahanan-keamanan, seperti misalnya penemuan ladang ranjau. Semua itu akan dilaporkan oleh sang security officer, yang biaya operasionalnya ditanggung oleh kami sebagai pelaku survei. Peran pihak-pihak di luar tim peneliti ini yang belum menjadi SOP yang baku. Katanya, SOP akan segera dibuat, meskipun memang sulit karena belum ada contohnya. Untung saja, dalam sertifikasi ISO , peran kapten sudah disinggung. Misalnya, sebelum berangkat harus ada briefing lebih dulu oleh kapten di anjungan. Demikian pula dengan persiapan keselamatan. Contohnya, penumpang pada dek sekian harus berlari ke mana dalam keadaan darurat, posisi lifeboat ada di mana di tiap dek, bagaimana 68

17 Lesson Learned dan Tantangan ke Depan menggunakan pelampung dsb. Semua itu secara rutin dilatihkan kepada awak dan penumpang kapal, sehingga jika seandainya terjadi kecelakaan semua personil sudah paham apa yang harus dilakukan. Hal-hal ini harus dipenuhi jika kita ingin kelas kapal masih tetap pada level internasional. Simbol-simbol standar juga dipahamkan maknanya kepada semua personil. Biasanya simbol-simbol ini berbentuk bendera. Bendera merah dengan kotak hitam di tengahnya, maknanya kapal sedang mengalami kerusakan mesin. Bendera merah dengan garis putih diagonal, berarti sedang ada penyelaman di sekitar kapal sehingga kapal lain tidak boleh melintas. Bendera dengan tiga bola bersusun, artinya kapal ini sedang melaksanakan survei sehingga jalurnya tidak boleh dipotong oleh kapal lain. Kapal lain harus bergeser ke belakang kapal yang sedang survei tersebut. Simbol-simbol ini biasanya diingatkan kembali oleh kapten kapal pada saat briefing. SOP Memerlukan Budaya Disiplin dan Konsisten Satu-satunya kapal yang sarat dengan ketentuan internasional di Indonesia menurut saya adalah Kapal Peneliti Geomarin III ini. Karena itu, menjaga kelas internasional dari kapal ini tidak akan mudah. Semakin tinggi kelas kapal maka semakin ketat prinsip yang diberlakukan. Prinsipnya, aturan-aturan dan standar internasional dalam pengelolaan kapal harus dinomorsatukan. Bagaimana mau menjadi nomor satu jika lifecraft di atas kapal dan perlengkapannya terlanjur expired, sebab harus menunggu anggaran cair? Dalam hal inilah diperlukan keberanian mengambil risiko, lebih mengutamakan keselamatan dari pada ketakutan kehilangan jabatan. Perlu diingat bahwa risiko seperti itu jauh lebih kecil daripada risiko kehilangan harta dan nyawa dalam kecelakaan di laut, akibat mengabaian standar keselamatan. Setiap tahun, pelaksanaan ISO untuk Geomarin III diaudit secara detail untuk menjamin penerapan standar keselamatan. Segala hal dicek, mulai dari apakah konsistensinya dijalankan, kondisi fisik kapal seperti apa, perlengkapan lifecraft apakah cukup. Lifecraft berkapasitas 50 orang misalnya, menurut aturan keselamatan internasional harus digandakan seat-nya (menjadi 100 orang). Hal ini untuk mengantisipasi kondisi di mana 69

18 Membangun dan Mengelola Geomarine III Subaktian Lubis penumpang panik dan melompat ke lifecraft terdekat. Untunglah, para ABK PPPGL telah memiliki pengalaman menerapkan aturan keselamatan internasional selama mengelola Geomarin I, ditambah lagi perlengkapan komunikasi dan keselamatan yang lebih baik saat ini. Masa kerja para ABK kami yang bertugas sejak awal sebagai PNS memberikan keuntungan tersendiri. Pola kerja dan komunikasi telah terbangun dengan berjalannya waktu. Akan jauh lebih sulit membangun pola kerja jika para ABK ini adalah tenaga kontrak yang bisa berganti setiap saat. Saking ketatnya penerapan standar internasional bagi Geomarin III, kokinya pun harus bersertifikat internasional. Ia harus mampu memasak menu masakan Eropa, Korea, Jepang, China, Amerika dll. Menu harus tersedia di meja makan pada jam-jam makan. Kapan pun chef menyalakan kompor harus dicatat pada check list. Kapan makanan dihidangkan juga diatur dengan ketat. Karena jika ABK boleh makan kapan pun mereka mau, waktu istirahat chef (koki) bisa-bisa tidak teratur, dan hal ini melanggar standar internasional. Hal ini berbeda sekali dengan kondisi di Geomarin I dimana para ABK bisa makan kapan saja, begitu lapar tinggal lari ke dapur menyeduh mi instan. Tingkat kedetailan prosedur kapal berkelas internasional sangat terlihat pada log book-nya. Log book ditulis dengan tangan dan ada juga yang berbentuk database. Setiap perwira wajib mencatatkan kegiatannya pada log book-nya masing-masing. Ketika kapal berubah arah dari sekian derajat ke haluan lain misalnya, wajib dicatat pergeseran arahnya, penyebab pergeseran, serta waktu dan tempat terjadinya. Posisi kapal dan kecepatan dari waktu ke waktu juga dicatat sehingga kami bisa menentukan jarak tempuhnya. Log book sebuah kapal ibarat black box pada pesawat terbang. Karena itulah, pada saat audit status ClassNK, tim auditor dari Jepang, China dan Singapura pertamatama mengecek konsistensi log book tersebut. Jika log book-nya saja sudah berantakan, apalagi penerapan prosedur standar internasional yang lain. Tantangan Masa Depan KP Geomarin III Berdasarkan uraian di atas, dapat kita lihat bahwa seiring perkembangan zaman ke depan, pengelolaan kapal Geomarin III setidaknya akan menghadapi 70

19 Lesson Learned dan Tantangan ke Depan sejumlah tantangan baru. Untuk menanggulangi tantangan-tantangan yang mungkin semakin berat ini memerlukan manager yang mumpuni, sehingga tidak boleh kehilangan ide, karena ide akan menginspirasi untuk berbuat lebih. Tantangan yang mungkin akan muncul adalah sebagai berikut: 1. Lokasi penelitian geologi kelautan menggunakan KP Geomarin III semakin jauh dari homebase yaitu Pelabuhan Cirebon. Dengan begitu, hari layar untuk perjalanan ke lokasi lebih panjang dari hari layar surveinya sendiri. 2. Bahwa pengelolaan Kapal Peneliti yang berkelas dunia, sarat akan kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan internasional mengenai pemeliharaan fasilitas kapal. Salah satu fasilitas kapal yang sangat esen sial adalah perahu penyelamat (lifecraft) yang biasa digunakan jika terjadi kecelakaan di kapal. Fasilitas lifecraft ini mutlak harus diinspeksi setiap tahun. Inspeksi harus meliputi sistem otomatis kompresi untuk mengem bangkan perahu, persediaan makanan darurat yang harus di ganti, serta peralatan penunjang lainnya seperti baterai lampu, dan per alatan survival lainnya. 3. Sering terjadi bahwa penjadwalan pemeriksaan lifecraft ini tidak sesuai jadwalnya dengan sistem penganggaran APBN (terutama yang menggunakan anggaran DHPB yang selalu terlambat cair). Karena itu, dibutuhkan komitmen agar kondisi lifecraft senantiasa siap digunakan. Akan tetapi sistem alokasi anggaran juga terpaksa dimajukan. Hal ini sering menjadi temuan dalam pemeriksaan rutin Inspektorat Jenderal KESDM yang bahkan berakibat TGR (Tuntutan Ganti Rugi). Padahal tidak ada sedikit pun ada indikasi kerugian keuangan negara. 4. Oleh sebab itu, sebagai pengelola kapal siap pakai, PPPGL harus berani memajukan sistem alokasi anggaran, walaupun dengan risiko terjadi temuan pemeriksaan lagi. Hal ini mengingat bahwa jika kapal berlayar tanpa lifecraft, akan mengakibatkan risiko yang jauh lebih dahsyat. Selain itu, membawa lifecraft yang belum diinspeksi pada kegiatan penelitian, adalah pelanggaran serius terhadap ketentuan internasional, yang ironisnya dilakukan oleh sebuah kapal berkelas dunia. 71

20 Membangun dan Mengelola Geomarine III Subaktian Lubis 5. Ketersediaan sumber daya manusia yang khusus yaitu Nakhoda, perwira kapal, serta ABK (Awak Kapal), yang semakin berkurang mengingat usia pensiun. Padahal, penggantinya harus selalu dituntut mempunyai rasa memiliki kapal. Terkait hal ini, sebagian Awak Kapal juga masih berstatus pegawai kontrak atau harian. Padahal mereka dituntut bertanggung ja wab penuh dengan baik sepanjang waktu. Dikhawatirkan, jika status kepegawaian mereka tidak segera diangkat sebagai PNS, ada kemungkinan akan mengundurkan diri sebagai ABK KP Geomarin III. Dalam masa menunggu pergantian, akan terjadinya kekosongan ABK, yang berdampak baru bagi sistem kerja yang sudah terjalin baik di dalam kapal. 6. Dengan semakin meningkatnya kecanggihan teknologi peralatan kapal, pengelola termasuk pelaksana dituntut senantiasa meningkatkan pe ngetahuan. Hal ini dapat dilakukan melalui kursus-kursus singkat di dalam atau luar negeri. Dengan demikian, para pengelola akan selalu dapat mengikuti perkembangan teknologi fasilitas pelayaran, navigasi, ataupun perhubungan lainnya. 7. Sampai saat ini, seluruh personal peneliti dan ABK KP Geomarin III tidak memiliki asuransi kesehatan dan kecelakaan. Padahal bekerja di atas kapal penelitian selama berhari-hari di laut sangat tinggi risiko kecelakaannya, baik fisik ataupun non-fisik (kejiwaan). Demikian pula peralatan survei yang canggih dan relatif mahal, juga tidak diasuransikan. Padahal jika terjadi musibah, misalnya alat tersebut jatuh ke laut akibat tali penarik putus, maka PPPGL tidak memiliki alat cadangan lagi. Akibatnya survei terhenti tidak bisa diselesaikan. 72

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver. STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Investigasi Investigation Tanggal Kejadian Date of Occurrence Sumber Source Tanggal Dikeluarkan

Lebih terperinci

Membangun dan Mengelola Geomarine III

Membangun dan Mengelola Geomarine III Membangun dan Mengelola Geomarine III Subaktian Lubis Pengantar Pengetahuan adalah milik publik sehingga setiap orang berhak memilikinya dan mengambil manfaat darinya. Pengetahuan terbagi menjadi dua

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur.

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur. BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap evaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM Lambelu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

2017, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepela

2017, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepela No.140, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHUB. Angkutan Barang di Laut. Komponen Penghasilan. Biaya Yang Diperhitungkan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 3 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peratur

2017, No Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peratur No.101, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHUB. Angkutan Laut Perintis. Komponen Penghasilan. Biaya Yang Diperhitungkan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 2 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat

Lebih terperinci

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DIREKTORAT PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN PERIKANAN Memiliki kompetensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 100 (1) Barangsiapa dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak

Lebih terperinci

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR Kapal laut yang berlayar melintasi samudera di berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu yang cukup, bergerak dengan adanya daya dorong pada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK disegala kebutuhannya, IPTEK berkembang dengan pesat hampir di seluruh negara. Dari negara maju sampai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI DAN REGISTRASI KENDARAAN DI ATAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Oleh : Bambang Semedi (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai) Pendahuluan Dengan semakin majunya dunia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENERBITAN SURAT-SURAT KAPAL, SURAT KETERANGAN KECAKAPAN, DISPENSASI PENUMPANG DAN SURAT IZIN BERLAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN UMUM Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan penting dalam mengupayakan keselamatan berlayar guna mendukung

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah perairan dan lautan. Banyak aktifitas yang dilakukan dengan mengandalkan perhubungan melalui

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG PENILAIAN PRIBADI SANDIMAN DI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

FINAL KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA

FINAL KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA FINAL KNKT.17.03.05.03 Laporan Investigasi Kecelakaan Pelayaran Tenggelamnya KM. Sweet Istanbul (IMO No. 9015993) Area Labuh Jangkar Pelabuhan Tanjung Priok, DKI Jakarta Republik Indonesia

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1974 TENTANG PENGAWASAN PELAKSANAAN EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI MINYAK DAN GAS BUMI DI DAERAH LEPAS PANTAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG IZIN ANGKUTAN BARANG DAN PENGOPERASIAN ALAT BERAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI 1.1 "Wajib" digunakan dalam Lampiran untuk menunjukkan suatu ketentuan, penerapan yang seragam

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republ

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republ BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.630, 2015 KEMENPAR. Wisata Perahu Layar. Standar Usaha. PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA WISATA

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.386, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kesyahbandaran. Pelabuhan Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 45 TAHUN 2000 (45/2000) TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1879, 2014 KEMENHUB. Pelabuhan. Terminal. Khusus. Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 73 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat beberapa

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015 WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KKP. Usaha Perikanan. Sertifikasi. Sistem. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KKP. Usaha Perikanan. Sertifikasi. Sistem. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA No.1841, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KKP. Usaha Perikanan. Sertifikasi. Sistem. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2015 TENTANG SISTEM DAN SERTIFIKASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.627, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kantor Kesyahbandaran. Utama. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG...1 B. LANDASAN HUKUM...1 C. TUJUAN...2 D. KERANGKA PROGRAM...2

A. LATAR BELAKANG...1 B. LANDASAN HUKUM...1 C. TUJUAN...2 D. KERANGKA PROGRAM...2 PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI TAHUN 2009 DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2009 KATA PENGANTAR Undang-Undang Republik

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN I. PENDAHULUAN. 1. Umum

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN I. PENDAHULUAN. 1. Umum KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG KECEPATAN PELAYANAN TEAM QUICK RESPON DITPOLAIR MENDATANGI TKP GANGGUAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1306, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pesawat Udara. Rusak. Bandar Udara. Pemindahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.128 TAHUN 2015 TENTANG PEMINDAHAN PESAWAT

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS DAN URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran diatur

Lebih terperinci

TES SKALA KEMATANGAN. 5. Sikap saya terhadap perubahanperubahan, ide-ide baru dan cara-cara baru dalam melaksanakan suatu pekerjaan

TES SKALA KEMATANGAN. 5. Sikap saya terhadap perubahanperubahan, ide-ide baru dan cara-cara baru dalam melaksanakan suatu pekerjaan TES SKALA KEMATANGAN Tes Skala Kematangan merupakan salah satu bentuk tes kepribadian dengan tujuan untuk mengungkap kekuatan dan kelemahan dari beberapa sifat yang dimiliki oleh calon pegawai. Peserta

Lebih terperinci

RUMUSAN PERTEMUAN TEKNIS PENGELOLA DATA KEPEGAWAIAN LINGKUP DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP

RUMUSAN PERTEMUAN TEKNIS PENGELOLA DATA KEPEGAWAIAN LINGKUP DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP RUMUSAN PERTEMUAN TEKNIS PENGELOLA DATA KEPEGAWAIAN LINGKUP DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP Pada tanggal 14 19 Februari 2016

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Dasar Pengemudi

Tanggung Jawab Dasar Pengemudi Tanggung Jawab Dasar Pengemudi Panduan ini menerangkan kondisi utama yang harus dipenuhi oleh pengemudi yang akan mengoperasikan kendaraan PMI (baik pengemudi yang merupakan karyawan PMI atau pun pegawai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran

Lebih terperinci

Buku pedoman ini disusun sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyaluran tunjangan profesi guru.

Buku pedoman ini disusun sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyaluran tunjangan profesi guru. PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI GURU DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2008 KATA PENGANTAR UU No 14 Tahun 2005 Tentang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.731, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pencemaran. Perairan. Pelabuhan. Penanggulangan PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. Lembaga non struktural di lingkungan Departemen Perhubungan.Melakukan

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. Lembaga non struktural di lingkungan Departemen Perhubungan.Melakukan 18 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1 Sejarah Perusahaan KNKT berdasarkan : Keputusan Presiden nomor 105 tahun 1999 Bab I Psl 1 ayat (1) Lembaga non struktural di lingkungan Departemen Perhubungan.Melakukan

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN STANDART OPERASIONAL PROSEDUR Tentang SAR ( SEARCH AND RESCUE ) PENANGANAN KECELAKAAN DIWILAYAH PERAIRAN Lembar,

Lebih terperinci

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a No.12, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6181) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2 No.1052, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Visa Tinggal Terbatas. Permohonan dan Pemberian. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846] UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846] BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 284 Setiap orang yang mengoperasikan kapal asing untuk mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau

Lebih terperinci

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI YANG MELINTASI JEMBATAN DI WILAYAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] BAB XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 401 Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan No. 152, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KP. SLO. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2017 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar Tahun 2015 menjadi tahun terburuk bagi masyarakat di Sumatera dan Kalimantan akibat semakin parahnya kebakaran lahan dan hutan. Kasus

Lebih terperinci

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5448 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 156) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT Kapal laut sebagai bangunan terapung yang bergerak dengan daya dorong pada kecepatan yang bervariasi melintasi berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu tertentu, akan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PERMEN-KP/2014 TENTANG SURAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sebuah negara besar yang sedang berkembang, konsumsi energi di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, termasuk konsumsi energi listrik. Berdasarkan

Lebih terperinci

Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi

Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 00 PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI MELALUI DANA DEKONSENTRASI DIREKTORAT PROFESI PENDIDIK DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.761, 2014 KEMENKEU. Konsultan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN KERJA PRAKTEK JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN

PEDOMAN KERJA PRAKTEK JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN PEDOMAN KERJA PRAKTEK JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN MARINE ENGINEERING Daftar Isi 1. TUJUAN... 1 2. RUANG LINGKUP... 1 2.1. Umum... 1 2.2. Tujuan Kerja Praktek... 1 2.3. Waktu Pelaksanaan... 1 2.4.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH ANGKUTAN BARANG DI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

BAB V PENGENALAN ISYARAT BAHAYA. Tanda untuk mengingat anak buah kapal tentang adanya suatu keadaan darurat atau bahaya adalah dengan kode bahaya.

BAB V PENGENALAN ISYARAT BAHAYA. Tanda untuk mengingat anak buah kapal tentang adanya suatu keadaan darurat atau bahaya adalah dengan kode bahaya. BAB V PENGENALAN ISYARAT BAHAYA Tanda untuk mengingat anak buah kapal tentang adanya suatu keadaan darurat atau bahaya adalah dengan kode bahaya. a. Sesuai peraturan Internasional isyarat-isyarat bahaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU RAMBU, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Daftar Isi

Kata Pengantar. Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Oiltanking berkomitmen untuk menjalankan semua kegiatan usaha dengan cara yang aman dan efisien. Tujuan kami adalah untuk mencegah semua kecelakaan, cidera dan penyakit akibat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat mengambil simpulan yang berkenaan dengan pertanyaan penelitian yang hendak dijawab, yaitu

Lebih terperinci

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman. No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13,TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN MANAJEMEN LOGISTIK DAN PERALATAN

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Sesuai dengan ruang lingkup yang sudah dibahas sebelumnya, yang menjadi ruang

BAB 4 PEMBAHASAN. Sesuai dengan ruang lingkup yang sudah dibahas sebelumnya, yang menjadi ruang BAB 4 PEMBAHASAN Sesuai dengan ruang lingkup yang sudah dibahas sebelumnya, yang menjadi ruang lingkup audit operasional atas fungsi sumber daya manusia pada Hotel Borobudur Jakarta mencakup pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 8 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH SALINAN BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN TOLITOLI

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG . BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERHUBUNGAN, INFORMATIKA, DAN KOMUNIKASI KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN POTENSI SAR BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN POTENSI SAR BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN POTENSI SAR BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MEMILIH TRANSPORTASI UNTUK MUDIK

MEMILIH TRANSPORTASI UNTUK MUDIK MEMILIH TRANSPORTASI UNTUK MUDIK Oleh: Safir Senduk Dikutip dari Tabloid NOVA No. 769/XV Sebentar lagi Idul Fitri tiba. Bagi sebagian dari Anda, hari raya ini menjadi saat yang tepat untuk berkumpul bersama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa zat radioaktif mengandung bahaya radiasi, baik terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa setiap kerugian daerah yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 276, 2015 KEMENHUB. Penumpang. Angkatan Laut. Pelayanan. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 37 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

CRITICAL CARE UNIT. Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat

CRITICAL CARE UNIT. Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat CRITICAL CARE UNIT Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat Rabu, 16 Februari 2011 PROSEDUR TETAP MENGOPERASIKAN AMBULANS GAWAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo Angkasa Pura II. Sumber: Gambaran Umum PT Angkasa Pura II (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo Angkasa Pura II. Sumber: Gambaran Umum PT Angkasa Pura II (Persero) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Gambar 1.1 Logo Angkasa Pura II Sumber: www.angkasapura2.co.id 1.1.1 Gambaran Umum PT Angkasa Pura II (Persero) PT Angkasa Pura II (Persero) merupakan

Lebih terperinci

MENYIAPKAN KEUANGAN SAAT MUDIK LEBARAN

MENYIAPKAN KEUANGAN SAAT MUDIK LEBARAN MENYIAPKAN KEUANGAN SAAT MUDIK LEBARAN Oleh: Safir Senduk Dikutip dari Tabloid NOVA No. 669/XIII Lebaran sebentar lagi tiba. Apakah Anda salah satu dari mereka yang mudik ke kampung halaman Anda? Apabila

Lebih terperinci

BAB 4. ANALISIS dan HASIL PENELITIAN

BAB 4. ANALISIS dan HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS dan HASIL PENELITIAN 4.1 Pelaksanaan Kegiatan Distribusi Perusahaan Untuk melaksanakan kegiatan pemasarannya, PT. ANUGERAH IDEALESTARI telah menunjuk PT. ANUGERAH CENTRAL AUTOMOTIVE sebagai

Lebih terperinci

DRIVER MANAGEMENT SYSTEM

DRIVER MANAGEMENT SYSTEM DRIVER MANAGEMENT SYSTEM Manajemen Pengemudi merupakan salah satu elemen yang berhubungan dengan para Pengemudi dan kegiatan yang menyangkut didalamnya, yang juga salah satu Pilar kinerja dalam Sistim

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Nega

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Nega No.671, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pelayanan Publik Kapal Perintis Milik Negara. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2017

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci