PENGARUH PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli"

Transkripsi

1 PENGARUH PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli SKRIPSI RANI PUDJI HASTUTI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN RANI PUDJI HASTUTI. D Pengaruh Penggunaan Bubuk Bawang Putih (Allium sativum) dalam Ransum terhadap Performa Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Widya Hermana, MSi. Pembimbing Anggota : Dr.Ir. Sumiati, MSc. Pemeliharaan ayam kampung secara ekstensif atau tradisional menyebabkan kesehatan dan perkembangan ayam sulit terkontrol. Salah satu kendala penyakit yang menyerang ayam kampung adalah gangguan parasit seperti terinfeksi cacing. Ascaridia galli merupakan cacing yang banyak menyerang usus halus pada unggas. Infeksi penyakit terhadap tubuh ternak menyebabkan perubahan patologis pada usus sehingga penyerapan zat-zat nutrisi terganggu akibatnya pertumbuhan menjadi terhambat. Bawang putih merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki zat aktif yaitu dialilsulfida yang dapat digunakan sebagai antelmintika dan allicin sebagai zat aktif yang diduga mempunyai daya bunuh parasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bubuk bawang putih dalam ransum terhadap performa ayam kampung yang diinfeksi telur infektif cacing Ascaridia galli pada ayam umur 6 minggu dengan dosis per ekor. Penelitian ini menggunakan 100 ekor DOC (Day Old Chick) ayam kampung. Ransum starter diberikan pada ayam umur 0-4 minggu, ransum grower diberikan pada ayam umur 4-9 minggu, dan pada umur 9-11 minggu diberikan ransum perlakuan yaitu P1 (ransum grower kontrol), P2 ( P1 + 2% piperazine sitrat dalam ransum), P3 ( P1 + 2,5% bubuk bawang putih dalam ransum), P4 ( P1+ 5,0% bubuk bawang putih dalam ransum), P5 ( P1 + 7,5% bubuk bawang putih dalam ransum). Perhitungan konsumsi pakan dan penimbangan bobot badan dilakukan setiap minggu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan Analisis ragam ( Analyses of Variance/ ANOVA), dan rataan yang berbeda nyata diuji dengan uji jarak Duncan. Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot badan akhir, dan mortalitas. Hasil analisis ragam menunjukkan pemberian piperazine dan bubuk bawang putih pasca infeksi A. galli (umur 9-11 minggu) sangat nyata meningkatkan konsumsi ransum. Pemberian bubuk bawang putih sebesar 7,5% menghasilkan bobot badan akhir yang lebih tinggi dibandingkan pemberian 2% piperazine. kata-kata kunci : bubuk bawang putih, performa ayam kampung (Gallus gallus), Ascaridia galli

3 ABSTRACT The Influence of Garlic Powder Utilization on Performances of Domestic Chicken Infected with Ascaridia galli R. P. Hastuti., W. Hermana., Sumiati. Ascaridia galli, a large round worm of poultry causes in the reduction of egg production, reduced growth rate in chicken and consequently responsible for economic loss to poultry industry. Several anthelmintics were used to control A. galli infection in chicken. The experiment was conducted to study the effect of garlic powder on feed comsumption, body weight gain, feed conversion, final body weight and mortality of domestic chicken (Gallus galus) infected by 2,500 Ascaridia galli infective eggs at one and half month of age.three weeks after infection, the treatment diets were offered to the infected chicken for two weeks. The treatment diets were R1 = basal diet, R2 = R1 + Piperazine 2%, R3 = R1 + garlic powder 2.5%, R4 = R1 + garlic powder 5.0%, R5 = R1 + garlic powder 7.5%. A completely randomized design was used in the experiment. The data were analyzed with Analysis of Variance (ANOVA) and if there was any significant difference it was further tested with Duncan multiple range test. The results showed that the treatments significantly (P<0.01) increased the feed comsumption, but it did not affect feed conversion, body weight gain and final body weight. It is concluded that the level of 7.5% garlic powder can be used as anthelmintic of A. galli in domestic chicken. Keywords : garlic, Ascaridia galli, performance, domestic chicken (Gallus gallus)

4 PENGARUH PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli RANI PUDJI HASTUTI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 PENGARUH PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli Oleh RANI PUDJI HASTUTI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 27 Februari 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Widya Hermana, MSi. Dr.Ir. Sumiati, MSc. NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Maret 1985 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Parmo dan Ibu Aminah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SDN Kuntum Mekar Bekasi, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN 6 Depok dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 2 Cibinong. Penulis diterima sebagai mahasiswa Strata satu (S1) pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam kepengurusan HIMASITER biro PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia) periode tahun Penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan diantaranya menjadi panitia OPEN HOUSE penerimaan mahasiswa baru angkatan 41. Penulis ikut serta dalam pelaksanaan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2006 dengan judul Pemanfaatan Bubuk Bawang Putih sebagai Obat Cacing pada Ayam Kampung.

7 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT penguasa alam semesta hanya dengan pertolongan dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Pengaruh Penggunaan Bubuk Bawang Putih (Allium sativum) dalam Ransum terhadap Performa Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penggunaan bubuk bawang putih dalam ransum sebagai antelmintika alami diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat, murah, dan mudah bagi peternak kecil. Dalam menanggulangi masalah kecacingan tanpa memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsi produk pangan asal hewan akibat adanya resistensi cacing serta residu antibiotik pada produk pangan asal hewan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca. Bogor, Maret 2008 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Bawang Putih... 3 Bubuk Bawang Putih... 6 Piperazine... 7 Ascaridia galli... 8 Performa Ayam Kampung Ransum dan Konsumsi Ransum Konversi Ransum Pertambahan Bobot Badan Mortalitas METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Ayam Kampung Pertambahan Bobot Badan Ayam Kampung Konversi Ransum Ayam Kampung Bobot Badan Akhir Ayam Kampung Mortalitas Ayam Kampung Mekanisme Antelmintika Bubuk Bawang Putih i ii v vi vii ix x xi

9 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 36

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram yang Dapat Dimakan Kandungan Zat Nutrisi Bubuk Bawang Putih Bahan Aktif Beberapa Derivat Piperazine Tahapan Pemberian Perlakuan Ransum selama Pemeliharaan Susunan dan Kandungan Zat Makanan Ransum Ayam Kampung Umur 0-4 Minggu (Starter) dan 5-12 Minggu (Grower) Kandungan Zat Nutrisi Ransum Ayam Kampung Rataan Konsumsi Ransum Ayam Kampung Selama Pemeliharaan (g/ekor/minggu) Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Kampung Selama Pemeliharaan (g/ekor/minggu) Rataan Konversi Ransum Ayam Kampung Selama (0-11 Minggu) Pemeliharaan Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Kampung Selama (umur 11 Minggu) Pemeliharaan (g/ekor)

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Proses Perubahan Kimiawi Dalam Bawang Putih Cacing Ascaridia galli Jantan dan Betina (Perbesaran 10x) Siklus Hidup Cacing Ascaridia galli Proses Pembuatan Bubuk Bawang Putih Telur Cacing Ascaridia galli (Perbesaran 10x) Kurva Pertumbuhan Ayam Kampung Selama 0-11 Minggu Pemeliharaan... 23

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Ragam Konsumsi Pra Infeksi A. galli (umur 0-6 Minggu) Analisis Ragam Konsumsi Setelah Infeksi A.galli (umur 6-9 Minggu) Analisis Ragam Konsumsi Ayam Kampung Setelah Pemberian Perlakuan (umur 9-11 Minggu) Analisis Ragam PBB Pra Infeksi A. galli (umur 0-6 Minggu) Analisis Ragam PBB Setelah Infeksi A.galli (umur 6-9 Minggu) Analisis Ragam PBB Setelah Pemberian Perlakuan (umur 9-11 Minggu) Analisis Ragam Konversi Pra Infeksi A.galli (umur 0-6 Minggu) Analisis Ragam Konversi Setelah Infeksi A.galli (umur 6-9 Minggu) Analisis Ragam Konversi Setelah Pemberian Perlakuan (umur 9-11 Minggu) Analisis Ragam Bobot Badan Akhir Komposisi Premix... 38

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak unggas khususnya ayam kampung berperan penting dalam penyediaan protein hewani di Indonesia. Namun pengembangan usaha ini umumnya masih bersifat tradisional atau ekstensif. Pemeliharaannya merupakan usaha sambilan tanpa memperhitungkan untung rugi dan tidak menggunakan teknologi maju. Usaha pemeliharaan secara tradisional menyebabkan perkembangan dan kesehatan ayam sulit terkontrol. Salah satu kendala penyakit yang menyerang ayam kampung adalah gangguan parasit seperti terinfeksi cacing. Ascaridia galli merupakan cacing yang banyak menyerang usus halus pada unggas. Pertumbuhan ayam kampung yang terinfeksi Ascaridia galli menjadi terhambat hingga 38% sehingga pada akhir pemeliharaan didapat bobot badan yang lebih rendah (Tabbu, 2002). Kecacingan biasanya tidak menimbulkan kematian, namun menyebabkan kerugian berupa penurunan produksi, biaya produksi yang tinggi karena penurunan efisiensi penggunaan pakan dan hambatan pertumbuhan. Usaha pengendalian parasit yang optimal dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan tata laksana peternakan dipadukan dengan pemberian antelmintika. Antelmintika (obat anti cacing) yang digunakan selama ini berasal dari bahan kimia sintetik. Hal ini menimbulkan ketergantungan karena sebagian besar antelmintika yang dipasarkan berbahan baku impor yang harganya mahal. Disamping itu penggunaan antelmintika secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama menyebabkan timbulnya populasi cacing yang resisten terhadap antelmintika dan dapat menyebabkan residu pada produk pangan asal hewan. Penggunaan tanaman obat atau herbal sebagai feed additif pada ternak dapat mengatasi efek negatif obatobatan sintetik yang berbahaya bagi kesehatan. Hal ini dikarenakan tanaman obat alami tidak memiliki resiko residu akumulasi zat-zat kimia yang berbahaya di dalam tubuh dan mampu meningkatkan metabolisme dalam tubuh ternak. Bawang putih merupakan tanaman obat yang memiliki zat aktif dialilsulfida yang dapat membunuh cacing dan allicin yang diduga mampu membunuh kuman penyakit. Berdasarkan hasil survey produksi tanaman sayuran di Indonesia pada

14 tahun 2002, produksi bawang mencapai ton pada luas wilayah panen hektar atau perolehan panen rata-rata 5,9 ton per hektar (Departemen Pertanian, 2003). Produksi bawang putih yang tinggi diharapkan bisa menggantikan penggunaan antelmintika sintetik yang menimbulkan kerugian bagi peternak dan unggas. Farrel (1990) menyatakan bahwa bawang putih mengandung kurang dari 0,2% minyak volatil yang merupakan unsur-unsur aktif pembentuk rasa dan aroma bawang putih. Komponen-komponen yang terdapat dalam minyak volatil bawang putih adalah dialil disulfida (60%), dialil trisulfida (20%), alil propil disulfida (6%) dan dietil disulfida, dialil polisulfida, alinin serta allisin dalam jumlah sedikit. Perumusan Masalah Pemeliharaan ayam kampung secara tradisional atau ekstensif masih dilakukan oleh masyarakat. Usaha pemeliharaan dengan sistem ekstensif menyebabkan kesehatan ayam sulit terkontrol sehingga pertumbuhan ayam akan terhambat. Ascaridia galli merupakan cacing yang banyak menyerang ayam khususnya pada ayam kampung yang dipelihara secara tradisional dan dapat menyebabkan kerugian dari segi ekonomi. Penggunaan obat sintetik dalam mengatasi masalah serangan cacing pada ternak ayam masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi ekonomi bagi peternak, maupun dari segi kesehatan yaitu menyebabkan residu pada daging atau telur. Dengan menggunakan tanaman obat sebagai pengganti obat cacing diharapkan dapat mengatasi kerugian akibat efek negatif penggunaan obat-obatan sintetik. Bawang putih sebagai tanaman obat memiliki zat aktif yang dapat mengatasi infeksi cacing Ascaridia galli. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian bubuk bawang putih dalam ransum terhadap performa ayam kampung yang diiinfeksi cacing Ascaridia galli. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Putih Klasifikasi dan Morfologi Tanaman bawang putih adalah herba semusim berumpun yang memiliki ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam di ladang yang cukup mendapat sinar matahari. Struktur morfologi bawang putih terdiri dari akar, batang semu, tangkai bunga pendek (Farrel, 1985). Umbi bawang putih tersusun dari beberapa siung yang dibungkus dengan kulit putih tipis dan kalau diiris baunya sangat tajam. Umbi tersebut merupakan batang semu dan berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan. Daunnya berbentuk pita (pipih memanjang), berakar serabut, dan bunganya berwarna putih (Asiamaya, 2000). Menurut Wibowo (1994), secara taksonomi tanaman bawang putih dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotiledone Ordo : Lilliflorae Bangsa : Liliaceae Genus : Allium Species : Allium sativum Kandungan Bawang Putih Menurut Reynold (1982), dari bawang putih dapat diekstrak senyawa antara lain : 1. Air, protein, lemak, dan karbohidrat ; 2. Vitamin B1 dan Vitamin C ; 3. Mineral kalsium, fosfor, magnesium dan kalium ; 4. Zat-zat aktif : a. Allicin (Thiopropen sulfinic acid allyl ester) Senyawa yang diduga dapat menurunkan kadar kolesterol darah serta bersifat anti bakteri 3

16 b. Skordinin Memberi bau yang tidak sedap pada bawang putih, tetapi senyawa ini berkhasiat sebagai antiseptik. c. Alliil (Propenyl alanina) Memberi bau khas pada bawang putih dan juga berfungsi sebagai antiseptik dan antioksidan. d. Saponin Kandungan saponin dalam bubuk bawang putih dapat menyebabkan sel-sel cacing menjadi terhidrolisis e. Diallyl sulfida & Prophyl allyl sulfida Kedua senyawa ini bersifat trombolik dan penghancur gumpalan darah. Senyawa ini juga diduga bersifat antelmintika. f. Methilalil trisulfida Zat yang dapat mencegah terjadinya perlengketan sel darah merah. Komposisi kimia bawang putih per 100 gram yang dapat dimakan, baik mentah maupun bubuk dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram yang Dapat Dimakan Komponen Jumlah Mentah Bubuk Air (g) 58,58 6,446 Energi (kkal) ,261 Protein (g) 6,36 16,798 Lemak (g) 0,5 0,759 Karbohidrat (g) 33,07 72,711 Kalsium (mg) ,5 Fosfor (mg) ,667 Kalium (mg) ,25 Sumber : Asiamaya (2000) 4

17 Perubahan Kimia Bawang Putih Menurut Amagase et al. (2001), umbi bawang putih mengandung polisakarida, protein, enzim, asam-amino, S-alilsistein, sulfoksida dan γ- glutamylcysteines. Kandungan tersebut dapat membentuk alliin melalui pemecahan sel. Apabila bawang putih mengalami proses pemotongan, enzim allinase dengan cepat menguraikan alliin untuk membentuk cytotoxic dan odoriferus alkyl alkanethiosulfinates seperti allicin. Allicin melalui jalur dekomposisi cepat menghasilkan bahan lainnya seperti diallyl sulfida, diallyl disulfida dan diallyl trisulfida. Pada saat yang bersamaan γ-glutamylcysteines pada umbi bawang putih diubah menjadi S-allyl cysteine (SAC) melalui penuaan alami. Komponen umbi bawang putih dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian larut minyak dan bagian larut air. Komponen larut minyak antara lain dialil sulfida (DAS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida dan ayone, sedangkan komponen yang larut air seperti S-alilsistein (SAC), S- alilmerkaptosistein, dan asam amino. Proses perubahan kimiawi dalam bawang putih bisa dilihat dalam Gambar 1. Gambar 1. Proses Perubahan Kimiawi Dalam Bawang Putih (Amagase et al., 2001) Mehrabian dan Larry-Yazdy (1992) melaporkan bahwa ekstrak bawang putih (Allium sativum) yang telah diuji dengan menggunakan tes difusi agar, mampu menghambat pertumbuhan 7 macam bakteri patogen. Bakteri tersebut antara lain E. Coli 0124, E. Coli 0111, S. Typhimurium, S. Havana, S. Para A, Shigella flexneri dan 5

18 Shigella dysentriae. Kadar MIC ekstrak bawang putih yang digunakan untuk melawan bakteri patogen adalah ug/ml dimana bakteri tersebut merupakan bakteri yang resisten pada kebanyakan antibiotik. Daya hambat ekstrak bawang putih berkurang seiring dengan waktu. Bubuk Bawang Putih Pembuatan bubuk bawang putih dapat dilakukan dengan berbagai macam cara pengeringan dengan menggunakan beberapa jenis bahan pengisi dan sari bawang yang diperlakukan pada berbagai ph ( Surjadi, 1992). Sebelum dikeringkan, bawang putih diiris tipis terlebih dahulu. Irisan bawang putih hasil pengeringan diblender dan diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 40 mash. Tujuan dari pengayakan ini adalah untuk mendapatkan bubuk bawang putih yang lebih halus dan seragam ukurannya (Herman, 2000). Bubuk bawang putih berwarna kuning dan kuning keputihan. Karakteristik flavor tetap baik dalam penyimpanannya, tetapi bubuk bawang ini bersifat sangat higroskopis sehingga wadah harus kedap uap air untuk mencegah produk tidak menjadi keras dan kasar serta tidak kehilangan flavornya. Kandungan kimia bubuk bawang putih menurut hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan dapat dilihat pada Tabel 2. Komponen Tabel 2. Kandungan Kimia Bubuk Bawang Putih Jumlah Bahan Kering (%) 83,09 Protein Kasar (%) 16,78 Serat Kasar (%) 0,42 Lemak Kasar (%) 4,11 Beta-N (%) 58,61 Abu (%) 3,17 Ca (%) 0,26 P tersedia (%) 0,38 Na (%) 0,07 Energi Bruto (kal/g) Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB,

19 Piperazine Piperazine sebagai Antelmintika Permin et al. (1998) mendefinisikan antelmintika sebagai komponen yang membunuh cacing atau menyebabkan mereka dikeluarkan dari saluran pencernaan atau organ-organ dan jaringan yang mereka tempati di dalam tubuh inang. Antelmintika yang ideal adalah mempunyai spektrum yang luas, tidak toksik, batas keamanan yang tinggi, cepat dimetabolisme, mudah diaplikasikan, dan biayanya murah. Kegagalan pengobatan antelmintika dapat disebabkan oleh kesalahan dalam perhitungan dosis, reinfeksi inang, kesalahan pemilihan antelmintika dan resistensi antelmintika. Resistensi antelmintik terkait dengan frekuensi pemakaian obat, waktu pengobatan, faktor biologis, dan genetik cacing. Piperazine dan garam-garamnya bertindak seperti GABA (γ-aminobutyric acid) yang merangsang flaccid paralysis (kelumpuhan yang diikuti kelemahan) sehingga terjadi hiperpolarisasi membran sel pada parasit nematoda dan cacing mudah dikeluarkan oleh gerakan peristaltik usus (EMEA, 2001). Getah pepaya mengandung papain yang bersifat antelmintika (Beriajaya et al., 1997), dan sebagian besar mengandung enzim papain yang bersifat proteolitik. Papain dari getah pepaya dapat mencerna kutikula dan dapat mengakibatkan kematian cacing. Enzim papain dalam getah pepaya, secara in vitro dapat membunuh Heterakis gallinarum dalam waktu 0,5-3 jam pada konsentrasi 0,5-4 % serta A.galli pada ayam kampung (Beriajaya et al., 1997). Bahan Aktif Piperazine Piperazine terdapat sebagai heksahidrat yang mengandung 44% basa. Selain itu juga didapat sebagai sitrat, kalsium edetat. Garam-garam ini bersifat stabil nonhigroskopis, berupa kristal putih yang sangat larut dalam air dan bersifat agak asam (Sukarban dan Santoso, 1995). Pemberian piperazine melalui oral bisa dalam bentuk adipat, sitrat, hidrat, atau fosfat. Kandungan bahan aktif pada masing-masing garamnya berbeda-beda. Bahan aktif beberapa derivat piperazine bisa dilihat dalam Tabel 3. 7

20 Tabel 3. Bahan Aktif Beberapa Derivat Piperazine Derifat Piperazine Bahan aktif (%) Piperazine sitrat 35 Piperazine adipat 48 Piperazine dihidroklorida Piperazine heksahidrat 44 Piperazine fosfat 42 Piperazine sulfat 46 Sumber : Booth dan McDonald (1982) Klasifikasi dan Morfologi Ascaridia galli Menurut Soulsby (1986), klasifikasi cacing Ascaridia galli adalah sebagai berikut : Filum : Nemathelminthes; Kelas : Nematoda; Subkelas : Secenentea; Ordo : Ascaridia; Superfamili : Ascaridoidea; Famili : Ascarididae; Genus : Ascaridia. Ascaridia galli mempunyai habitat di dalam lumen usus halus, kadangkadang ditemukan di daerah esophagus, tembolok, ventrikulus, oviduk, bahkan di dalam rongga mulut (Ruff, 1991). Unggas muda berumur di bawah usia tiga bulan sangat rentan terhadap infeksi Ascaridia galli, terutama pada unggas yang dalam kekurangan protein tinggi. Infeksi yang hebat menyebabkan obstruksi usus baik total maupun sebagian, terutama pada duodenum dan jejunum serta pendarahan pada usus. Infeksi cacing juga dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan, bulu rontok, anemia, diare dan kematian (Akoso, 1998). Telur yang dihasilkan berbentuk lonjong, berdinding licin dan berukuran 0,073-0,92 x 0,0045-0,057 mm (Soulsby, 1986). Cacing ini mempunyai saluran pencernaan dan umumnya mempunyai jenis kelamin yang terpisah (Levine, 1990). Perbedaan cacing jantan dan betina adalah cacing jantan memiliki spikola yang terdapat pada salah satu ujungnya, ukurannya lebih kecil dan lebih pendek (Gambar 2). Panjang cacing jantan mm dan diameter 0,5-1,2 mm, sedangkan cacing betina mempunyai panjang mm dan diameter 0,9-1,8 mm serta telur berukuran x mikron (Levine, 1990). Cacing Ascaridia galli jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 2. 8

21 Cacing jantan Cacing betina Gambar 2. Cacing Ascaridia galli Jantan dan Betina (Perbesaran 10x) Siklus Hidup Calneck (1997) mengatakan siklus hidup Ascaridia galli adalah sederhana. Siklus hidup cacing Ascaridia galli terjadi secara langsung yaitu telur A. galli yang dikeluarkan bersama tinja akan berkembang menjadi telur infektif yang berisi larva infektif (L2) selama 8-10 hari dalam kondisi optimum pada suhu C dan kelembaban 80% (Soulsby, 1982). Selanjutnya telur infektif akan menetas dalam duodenum inang yang memakannya dan berkembang menjadi larva tahap 2 yang hidup dalam lumen usus selama 8 hari. Pertumbuhan selanjutnya larva masuk ke dalam mukosa usus (fase jaringan). Selama fase jaringan, L2 mengalami molting menjadi L3 pada hari ke-7 atau ke-8, dan L3 molting menjadi L4 pada hari ke-14 atau ke-15. Kemudian L4 kembali ke lumen usus lagi dan berkembang menjadi cacing dewasa selama kurang lebih 6-8 minggu setelah infeksi. Siklus hidup cacing Ascaridia galli dapat dilihat pada Gambar 3. Infektifitas dan Kebutuhan Cacing dalam Saluran Pencernaan Inang Kelangsungan hidup parasit dalam tubuh inangnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini sangat berpengaruh pada perkembangan maupun kelangsungan hidup dan daya tahan cacing Ascaridia galli, mulai dari penetasan telur infektif sampai mapan dalam saluran pencernaan inang. Infektifitas adalah kemampuan cacing untuk menginfeksi atau daya infeksi pada inang sehingga mencapai tahap perkembangan tertentu. Infektifitas cacing pada inang dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain dosis infeksi atau jumlah telur infektif yang tertelan oleh inang. Tubuh cacing membutuhkan karbohidrat, protein, serta lipid untuk hidup. Umumnya cacing nematoda menyimpan glikogen di jaringan sebagai cadangan energi. Pada cacing Ascaridia galli akan terjadi penurunan jumlah glikogen jika 9

22 inangnya (unggas) tidak mau makan. Cacing Ascaridia galli lebih banyak membutuhkan karbohidrat daripada protein karena jumlah enzim pencerna proteinnya lebih sedikit daripada cacing yang lain (Zalizar, 2006). Cacing A. galli dewasa bertelur di usus halus(l5) Telur keluar bersama feses ayam (L1) Kembali usus halus menjadi cacing dewasa (L4) Telur infektif pada hari ke-10 atau lebih (L2) Berpenetrasi dalam mukosa usus (moulting,l3) Telur menetas dalam usus halus (L2) Telur tertelan inang definitif (L2) Gambar 3. Siklus Hidup Cacing Ascaridia galli (Soulsby, 1986). Performa Ayam Kampung Ayam kampung berasal dari domestikasi ayam hutan yang telah sekian lama mengalami perkembangan pada kondisi lingkungan yang berbeda, maka terbentuklah berbagai jenis ayam kampung (Cahyono, 1997). Ayam kampung mempunyai berbagai keunggulan dibandingkan ayam ras. Keunggulan tersebut seperti harga jual daging dan telur yang lebih tinggi, kemampuan adaptasinya terhadap beberapa penyakit dan lebih toleran terhadap ransum berkualitas rendah (He et al., 1991). Ayam kampung memiliki bentuk badan yang kompak dan susunan ototnya baik. Pejantan memiliki ciri kejantanan yang jelas, baik dari bentuk tubuhnya yang berukuran besar, cara berjalan yang gagah dan tingkah laku lainnya. Ayam betina mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dan selama setahun mampu bertelur sebanyak 3 10

23 periode. Dalam satu masa bertelur ayam ini mampu menghasilkan butir (Sarwono, 1997). Ciri ayam kampung menurut Mansjoer (1985) adalah ukuran tubuh kecil dan laju pertumbuhannya lambat dibandingkan dengan ayam ras. Perbedaan lain antara ayam kampung dan ayam ras adalah ayam kampung belum ditingkatkan mutu genetiknya, sedangkan asal-usulnya sama yaitu berasal dari ayam hutan. Mansjoer (1985) menyatakan bahwa ayam kampung yang dipelihara di pedesaan secara trdisional mencapai dewasa kelamin pada umur 6-7 bulan, dengan bobot badan dewasa berkisar 1,4-1,6 kg, produksi telur 10 butir per periode bertelur dan produksi setahun butir. Ransum dan Konsumsi Ransum Konsumsi ransum pada ayam merupakan aktivitas memasukkan sejumlah makanan ke dalam tubuhnya melalui paruh. Menurut Rasyaf (1999) ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum diantaranya usia ayam, kegiatan ayam dan kegiatan fisiologi ayam. Menurut Ensminger (1992), strain ayam, musim, manajemen, dosis keparahan penyakit dan pakan yang digunakan mempengaruhi konsumsi ransum. Selain itu jenis kelamin, umur, temperatur lingkungan, luas tempat pakan, kedalaman tempat pakan, dipotong tidaknya paruh, kepadatan kandang, konsumsi air minum dan kandungan energi dan protein ransum (Anggorodi, 1994). Hasil penelitian Utami (1999) menunjukkan bahwa pemberian getah pepaya sebagai antelmintika berpengaruh sangat nyata pada konsumsi pakan. Semakin tinggi tingkat pemberian getah pepaya sampai level 0,75 g/kg bobot badan menyebabkan penurunan konsumsi pakan yang diikuti dengan pertambahan bobot badan ayam kampung. Konversi Ransum Anggorodi (1994) menyatakan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi daya cerna yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan ransum adalah suhu, laju perjalanan ransum melalui saluran pencernaan, bentuk fisik ransum, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat-zat makanan lainnya. Perbedaan sifat pertumbuhan antara ayam kampung dengan ayam ras adalah pertumbuhan ayam kampung mulai meningkat pada umur 4 minggu dan 11

24 pertumbuhan tertinggi dicapai pada selang umur minggu (Mansjoer, 1985). Pada ayam ras, pertumbuhan tercepat dicapai pada periode starter ( umur 0-4 minggu). Nilai konversi ransum pada ayam ras cenderung naik dengan bertambahnya umur ayam. Semakin tinggi tingkat pemberian getah pepaya sampai level 0,75g/kg bobot badan menyebabkan semakin menurunnya konversi pakan ayam kampung ( Utami, 1999). Suharti (2005) menyatakan bahwa pemberian bawang putih sampai 2,5% dalam ransum dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan pada ayam yang terinfeksi S. typhimurium. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan salah satu peubah yang digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan. Ensminger (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan adalah suatu proses peningkatan dalam ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian tubuh lainnya yang terjadi sebelum lahir dan sesudah lahir sampai mencapai tubuh dewasa. Rose (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh dan peningkatan ukuran sel-sel individual. Faktor pendukung pertumbuhan ayam adalah kualitas dan kuantitas makanan, temperatur dan pemeliharaan (Rasyaf, 1999). Penambahan bahan antibakteri seperti bawang putih sebesar 2,5% atau tetrasiklin mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ayam yang terinfeksi S. typhimurium (Suharti, 2005). Mortalitas Mortalitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengukur keberhasilan ternak. Mortalitas adalah perbandingan antara jumlah seluruh ternak yang mati dengan jumlah total ternak yang dipelihara. Permin et al. (1998) mengatakan bahwa sifat penyakit parasitik cacing A. galli biasanya berjalan kronis sehingga menimbulkan gejala sakit yang perlahan atau subklinis. Kecacingan tidak menyebabkan mortalitas tetapi menghasilkan morbiditas. Beberapa dampak akibat infeksi cacing yaitu kerusakan jaringan oleh parasit dalam bentuk larva dan cacing dewasa sehingga penyerapan menjadi terganggu dan ayam menjadi kurus dan lemah. Hasil penelitian Bagus (2003) menyebutkan bahwa pemberian bubuk bawang putih per oral dengan dosis pemberian 2-6 g mampu mengurangi infeksi telur cacing A.galli. 12

25 13

26 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari sampai Mei 2006 di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengkoleksian telur cacing Ascaridia galli dilaksanakan di Laboratorium Helmintologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 100 ekor DOC (Day Old Chick) ayam kampung yang diinfeksi cacing Ascaridia galli dengan dosis telur pada umur 6 minggu, ayam dipelihara selama 11 minggu. Kandang dan Peralatan Penelitian ini menggunakan kandang sistem litter yang disekat dengan pen berukuran 60 x 60 x 60 cm sebanyak 20 buah. Kandang dilengkapi dengan tempat makan, tempat air minum, dan lampu pijar 60 watt. Bahan litter yang digunakan adalah sekam padi setebal 1 cm untuk menampung ekskreta ayam. Peralatan lain yang dipakai adalah timbangan untuk menimbang bobot badan ayam, tirai plastik, termometer untuk mengukur suhu lingkungan, sapu, kawat untuk menggantungkan tempat minum, plastik untuk ransum. Ransum Ransum yang digunakan adalah ransum ayam kampung umur 0-4 minggu dengan kandungan protein 20% dan energi metabolis kkal/kg serta umur 5-12 minggu dengan kandungan protein 18% dan energi metabolis kkal/kg (Cahyono, 2002). Ransum perlakuan (mengandung bawang putih) selama dua minggu (umur 9-11 minggu). Tahapan pemberian ransum dapat dilihat dalam Tabel 4. Susunan ransum ayam kampung dan hasil analisis ransum ayam kampung umur 0-4 minggu dan 5-12 minggu dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. 13

27 Tabel 4. Tahapan Pemberian Perlakuan Ransum Selama Pemeliharaan Umur Ayam Ransum Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 0-4 minggu Starter Starter Starter Starter Starter 4-9 minggu Grower Grower Grower Grower Grower 9-11 minggu Grower Grower + 2% piperazine Grower + 2,5% bawang putih Grower + 5% bawang putih Grower + 7,5% bawang putih Tabel 5. Susunan dan Kandungan Zat Makanan Ransum Ayam Kampung Umur 0-4 Minggu (Starter) dan 5-12 Minggu (Grower) Bahan Makanan 0-4 Minggu 5-12 Minggu (%) Jagung Kuning (%) 55,42 58,55 Dedak Padi (%) 5 6 Pollard (%) 6 6 Tepung Ikan (%)* 6,7 5 Bungkil Kedele (%) Minyak Kelapa (%) DCP (%) 0,19 0,55 CaCO 3 (%) 1,39 1,4 Premix (%) 0,5 0,5 Total (%) Kandungan Zat Makanan Ransum (Menurut Perhitungan) : Energi Metabolis (kkal/kg) 2.948, ,73 Protein Kasar (%) 20,06 18,64 Kalsium (%) 1,00 0,99 Phospor tersedia (%) 0,45 0,46 Serat Kasar (%) 3,90 3,92 *) Protein tepung ikan 55 % 14

28 Tabel 6. Kandungan Zat Nutrisi Ransum Ayam Kampung *) Zat Makanan Jumlah 0 4 minggu 5 12 minggu Bahan Kering (%) 86,80 85,66 Abu (%) 6,68 6,31 Protein Kasar (%) 22,33 20,87 Serat Kasar (%) 3,96 4,26 Lemak Kasar (%) 5,66 4,64 Beta-N (%) 48,17 49,58 Ca (%) 1,61 1,44 P tersedia (%) 0,64 0,68 Na (%) 0,25 0,08 Energi Bruto (kal/g) 3.990, ,00 *Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2006) Pembuatan Bubuk Bawang Putih Proses pembuatan bubuk bawang putih dimulai dari pemisahan siung menjadi siung tunggal, bawang putih tunggal dikupas kulitnya. Setelah itu bawang putih diiris tipis (2-3 mm) kemudian diangin-anginkan sebentar. Bawang putih yang telah diiris tipis, dikeringkan dalam oven pada suhu 60 0 C selama 10 jam. Kemudian bawang putih ditimbang dan dihaluskan. Bawang putih yang telah dihaluskan diayak dengan menggunakan ayakan 40 mash. Proses pembuatan bubuk bawang putih bisa dilihat dalam Gambar 4. 15

29 Bawang putih Pemisahan siung menjadi siung tunggal Pengupasan kulit Pengirisan tipis (2-3 mm) Pengovenan pada suhu 60 0 C selama 10 jam Penghalusan Pengayakan (40 mash) Bubuk bawang putih Gambar 4. Proses Pembuatan Bubuk Bawang Putih Obat-obatan dan Vaksinasi Obat-obatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vita Stress, Vita Chick, Vaksin ND untuk mencegah penyakit tetelo dan Vaksin Gumboro. Vita Chick dan Vita Stress digunakan sebagai suplemen vitamin. Vaksin ND I diberikan pada ayam berumur tiga hari melalui tetes mata dan vaksin ND II diberikan pada waktu ayam berumur tiga minggu melalui air minum. Vaksin gumboro diberikan pada ayam berumur 10 hari. Ayam dipuasakan terlebih dahulu dari air minum selama 2 jam, kemudian diberikan vaksin yang telah dilarutkan dalam air minum. Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematik dalam rancangan percobaan ini adalah : Yij = μ + αi + εij 16

30 Keterangan : Yij : nilai respon dari perlakuan ke j µ : nilai rataan umum αi : pengaruh perlakuan ke -i εij : galat percobaan pada perlakuan ke j i : perlakuaan terhadap bubuk bawang putih (1, 2, 3, 4, 5) j : ulangan (1, 2, 3, 4) Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan Uji Jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Ransum Perlakuan Perlakuan pada penelitian ini yaitu penambahan piperazine sitrat dan bawang putih ke dalam ransum grower untuk diberikan pada ayam umur 9-11 minggu setelah ayam diinfeksi cacing Ascaridia galli mulai umur 6-9 minggu. Perlakuan tersebut yaitu : P1 = Ransum grower tanpa bubuk bawang putih (kontrol) P2 = P1+ 2% Piperazine (sesuai dosis pemakaian) P3 = P1+ 2,5% Bubuk bawang putih P4 = P1 + 5% Bubuk bawang putih P5 = P1 +7,5% Bubuk bawang putih Peubah yang Diamati 1. Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu) Selisih jumlah ransum yang diberikan pada awal minggu dengan sisa ransum pada akhir minggu 2. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu) Selisih bobot badan akhir minggu dengan bobot badan awal minggu 3. Konversi Ransum Jumlah ransum yang dikonsumsi dibagi pertambahan bobot badan per minggu 4. Bobot Badan Akhir (g/ekor) Penimbangan bobot badan dilakukan pada akhir minggu pemeliharaan 5. Mortalitas (%) Jumlah kematian selama penelitian dibagi jumlah ayam pada awal penelitian 17

31 Prosedur Persiapan Kandang Persiapan kandang dilakukan tiga minggu sebelum pemeliharaan. Persiapan kandang meliputi pemasangan kawat penyekat antar pen, lampu, serta tirai plastik. Setelah pemasangan selesai dilakukan pengapuran, didiamkan selama dua hari, kemudian dilaksanakan fumigasi untuk menanggulangi terserangnya penyakit bagi ayam. Penambahan sekam ke dalam tiap pen dilakukan dua hari setelah fumigasi. Tempat pakan dan minum digantung di atas sekam agar tidak cepat kotor. Pemeliharaan Ayam yang digunakan adalah DOC ayam kampung sebanyak 100 ekor. Pada awal penelitian dilakukan penimbangan bobot badan. Setelah selesai ditimbang, ayam diberi air minum yang telah dilarutkan gula untuk mengembalikan kondisi tubuh ayam seperti semula. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Perhitungan konsumsi pakan serta penimbangan bobot badan dilakukan setiap minggu. Vaksinasi ND dan gumboro dilakukan melalui air minum, sebelum dan sesudah vaksinasi diberikan vitamin anti stress. Penginfeksian telur infektif cacing Ascaridia galli dilakukan satu kali pada saat ayam berumur 6 minggu. Penambahan bubuk bawang putih ke dalam ransum dilakukan 3 minggu setelah penginfeksian yaitu selama 2 minggu atau pada saat ayam berumur 9-11 minggu untuk melihat pengaruh antelmintika. Penyediaan Telur Infektif Telur infektif yang digunakan untuk menginfeksi hewan percobaan pada penelitian ini diperoleh dari hasil pupukan telur cacing Ascaridia galli yang diisolasi dari uterus cacing betina dewasa. Cacing dewasa diperoleh dari usus ayam yang terinfeksi cacing Ascaridia galli. Telur infektif yang diperoleh kemudian diinkubasi dalam cawan petri berisi aquabidest steril selama 15 hari sampai terbentuk telur infektif. Penggunaan telur infektif yang diperoleh dari hasil pupukan, sebelumnya dihitung terlebih dahulu untuk menentukan dosis yang akan diinfeksikan. Dosis telur infektif yang digunakan adalah telur/ekor. Telur cacing yang telah siap diinfeksikan pada ayam disimpan pada tabung ependouf sesuai dengan dosis. 18

32 Pemeriksaan Kecacingan Prainfeksi Pemeriksaan kecacingan pada ternak dilakukan 1-2 hari sebelum penginfeksian untuk memastikan bahwa ternak tersebut tidak terinfeksi cacing. Feses ayam diambil sebagai sampel kecacingan pada ternak yang kemudian diperiksa pada larutan pengapung. Larutan pengapung terdiri dari campuran 400 g garam dan 500 g gula yang dilarutkan pada 1 L air. Campuran garam, gula dan air dimasak sampai mendidih dan semua tercampur dan menjadi larutan jenuh dengan berat jenis 1,280. Dua gram tinja dilarutkan ke dalam 58 ml larutan pengapung yang kemudian disaring dan dihomogenkan kembali. Larutan tersebut diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat telur cacing. Telur cacing Ascaridia galli bisa dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Telur Cacing Ascaridia galli (Perbesaran 10x) Penginfeksian Telur Infektif Penginfeksian dilakukan pada saat ayam berumur 6 minggu, selama 3 minggu. Telur infektif diberikan melalui oral atau mulut dengan menggunakan spoit yang dihubungkan dengan sonde. Dosis yang digunakan untuk menginfeksi hewan percobaan adalah telur dalam 1 ml aquadest. Untuk menjamin semua telur masuk ke dalam oesophagus kemudian dilakukan pembilasan dengan aquadest sebanyak 1 ml. Pemberian Bubuk Bawang Putih Pemberian bubuk bawang putih dilakukan saat ayam berumur 9 minggu hingga berumur 11 minggu. Bubuk bawang putih diberikan pada ternak selama 2 minggu untuk melihat pengaruh antelmintikanya. Penambahan bubuk bawang putih ke dalam ransum ayam kampung disesuaikan dengan dosis perlakuan. 19

33 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Ayam Kampung Rataan konsumsi ayam kampung pra infeksi A. galli (umur 0-6 minggu), saat infeksi A. galli (umur 6-9 minggu) dan pasca infeksi A. galli dengan pemberiaan bubuk bawang putih dan piperazine sitrat disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Kampung Selama Pemeliharaan (g/ekor/minggu) Umur Perlakuan (Minggu) P1 P2 P3 P4 P5 0-6 minggu (pra infeksi) 163,19±10,07 161,32±5,22 163,47±5,86 161,51±10,45 170,70±10, minggu (infeksi) 345,88±9,65 340,75±8,54 346,00±6,26 332,13±8,66 340,25±10, minggu (perlakuan) 320±0,00 A 327,50±10,67 AB 354,50±4,34 C 327,33±8,45 AB 336±5,34 B Keterangan : P1, P2, P3, P4 dan P5 menggunakan ransum starter pada umur 1-4 minggu dan ransum grower pada umur 4-6 minggu P1 = ransum kontrol ( Ransum grower), P2 = P1+2% piperazine, P3 = P1+2,5 % bubuk bawang putih, P4 = P1+5,0 % bubuk bawang putih, dan P5 = P1+7,5 % bubuk bawang putih. Superskrip yang berbeda pada garis yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01) Ayam kampung dipelihara selama 0-6 minggu sebelum diinfeksi cacing Ascaridia galli dan diberi ransum ayam kampung periode starter (umur 0-4 minggu) dan grower (umur 4-6 minggu). Pemberian ransum selama periode 6 minggu pertama (sebelum diinfeksi A.galli) berkisar antara 161,32 sampai dengan 170,70 g/ekor. Rataan konsumsi ransum pada penelitian ini rendah. Ayam mengkonsumsi ransum bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan untuk hidup pokok, pertumbuhan maupun produksi. Tilman et al. (1998) menyatakan bahwa konsumsi ransum yang rendah bisa menyebabkan berkurangnya bobot badan ternak. Konsumsi ransum oleh hewan dipengaruhi oleh selera makan dan bentuk fisik ransum. Selera makan berhubungan dengan suhu lingkungan, laju sekresi tirosin, kadar gula darah, lemak tubuh dan konsentrasi asam amino darah (Sutardi, 20

34 1981). Bentuk fisik ransum yang berbentuk tepung (mash) menyebabkan ransum banyak yang terbuang karena sifatnya berdebu dan dipilih-pilih oleh ayam. Rataan konsumsi ayam kampung pasca infeksi cacing A. galli (umur 6-9 minggu) dapat dilihat pada Tabel 7. Selama penelitian berlangsung semua kelompok mengalami peningkatan konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum saat ayam diinfeksi cacing A galli dengan dosis telur/ekor berkisar antara 332,13 sampai dengan 345,88 gram/ekor. Status nutrisi ayam mempengaruhi pembentukan kekebalan terhadap cacing A. galli. Pada penelitian ini ayam diberi pakan standar ayam kampung. Selain itu secara teratur ayam diberi juga suplemen vitamin dan mineral terutama sebelum dan sesudah vaksinasi, pada saat pindah kandang dan setelah penimbangan berat badan. Ayam umur dibawah tiga bulan sangat rentan terhadap serangan cacing. Berbeda dengan ayam dewasa yang lebih tahan terhadap serangan cacing dimana sel-sel goblet pada usus mengalami peningkatan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian piperazine dan bubuk bawang putih pasca infeksi cacing A. galli (umur 9-11 minggu) sangat nyata (P<0,01) meningkatkan konsumsi ransum. Peningkatan konsumsi ransum disebabkan pemberian bubuk bawang putih dalam ransum meningkatkan palatabilitas ransum sehingga konsumsi ayam meningkat. Selain itu, konsistensi ransum juga lebih lengket, hal ini disebabkan bawang putih bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga menyulitkan ransum untuk dikonsumsi ayam kampung. Bawang putih merupakan bahan tanaman antibakteri yang mempunyai spektrum sangat luas bahkan terhadap bakteri-bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik. Pertambahan Bobot Badan Ayam Kampung Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Rataan pertambahan bobot badan ayam kampung pra infeksi A. galli (umur 0-6 minggu), saat infeksi A. galli (umur 6-9 minggu) dan pertambahan bobot badan ayam kampung pasca infeksi A. galli (umur 9-11 minggu) disajikan pada Tabel 8 dan pola pertumbuhan ayam kampung selama pemeliharaan 0-11 minggu dapat dilihat pada Gambar 6. Pertambahan bobot badan yang dihasilkan pada penelitian ini berbeda dengan pertambahan bobot badan ayam kampung umur 1-4 minggu yang dihasilkan pada penelitian Choerulloh (2000) yaitu sebesar 90,05 g/ekor dengan ransum yang 21

35 digunakan mengandung protein kasar sebesar 20,42% dan energi bruto sebesar kkal/kg. Rataan konsumsi ransum tinggi dan pertambahan bobot badan yang rendah, sedangkan rataan konversi ransum tinggi. Hal ini disebabkan energi dan protein pada ransum penelitian kurang dapat dimanfaatkan oleh ayam sehingga terjadi inefisiensi penggunaan ransum serta keadaan mutu genetik ayam yang digunakan karena ayam kampung mempunyai keragaman genetik yang sangat besar (Mansjoer, 1985). Tabel 8. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Kampung Selama Pemeliharaan (gram/ekor/minggu) Umur Perlakuan (Minggu) P1 P2 P3 P4 P5 0-6 minggu (pra infeksi) 51,65±11,88 49,58±2,64 44,96±5,89 47,26±5,07 50,47±2, minggu (infeksi) 63,43±9,05 61,83±4,52 73,17±9,29 59,90±13,57 76,81±12, minggu (perlakuan) 63,8±6,9 64,67±6,74 72,79±6,79 62,17±5,08 66,69±4,18 Keterangan : P1, P2, P3, P4 dan P5 menggunakan ransum starter pada umur 1-4 minggu dan ransum grower pada umur 4-6 minggu P1 = ransum kontrol (Ransum grower), P2 = P1+2% piperazine,p3 = P1+2,5 % bubuk bawang putih, P4 = P1+5,0 % bubuk bawang putih, P5 = P1+7,5 % bubuk bawang putih. Dilihat dari kurva pertumbuhan (Gambar 6) selama (umur 0-6 minggu) pemeliharaan, rataan pertambahan bobot badan tertinggi dicapai pada umur 5 minggu yaitu sebesar 81,13 g/ekor (P1), 72,20 g/ekor (P2), 67,17 g/ekor (P3), 58,93 g/ekor (P4) dan 76,84 g/ekor (P5). Hal ini disebabkan adanya perbedaan sifat pertumbuhan antara ayam kampung dengan ayam ras, pertumbuhan ayam kampung mulai meningkat pada umur 4 minggu dan pertumbuhan tertinggi dicapai pada selang umur minggu (Mansjoer,1985). Rataan pertambahan bobot badan ayam kampung saat diinfeksi cacing A. galli (umur 6-9 minggu) berkisar antara 59,90 sampai dengan 76,81 gram/ekor. Selama penelitian berlangsung semua kelompok mengalami peningkatan bobot badan. Hal ini berbeda dengan penelitian Tiuria et al. (2000) yang menyatakan bahwa ayam yang diinfeksi A. galli dengan dosis telur/ekor mengalami penurunan bobot badan sebesar 30%. Kehilangan bobot badan erat kaitannya dengan 22

36 keterbatasan kemampuan absorpsi nutrisi oleh vili saluran pencernaan yang mengalami kerusakan Rataan PBB (g/ekor) P1 P2 P3 P4 P Umur (minggu) Gambar 6. Kurva Pertumbuhan Ayam Kampung Selama 0-11 Minggu Pemeliharaan Dosis infeksi yang berat diduga akan merangsang kekebalan inang yang menyebabkan fertilitas telur cacing menurun (Tiuria et al., 2000). Kekebalan ayam pada penelitian ini terhadap cacing cukup baik, terlihat dari pertambahan bobot badan ayam pasca infeksi telur infektif A.galli yang meningkat dibandingkan sebelum ayam diinfeksi A. galli. Dilihat dari kurva pertumbuhan (Gambar 6) pada minggu ke-7 diperoleh pertambahan bobot badan, yaitu sebesar 83,41 g/ekor (P1), 73,20 g/ekor (P2), 96,74 g/ekor (P3), 71,10 g/ekor (P4) dan 95,52 g/ekor (P5), tetapi pada minggu ke-8 mengalami penurunan sebesar 47,90% (P1), 31,08% (P2), 48,73% (P3), 31,50% (P4) dan 39,18% (P5). Diduga telur infektif cacing Ascaridia galli sudah masuk ke dalam tubuh ayam kampung yang menyebabkan terganggunya proses absorpsi nutrisi oleh vili saluran pencernaan ayam, sehingga terjadi penurunan pertambahan bobot badan pada minggu ke-8. Kerusakan pada vili menimbulkan pengurangan luas permukaan pada mukosa usus halus sehingga mengurangi penyerapan zat-zat makanan. Berdasarkan hasil histopatologi usus, secara deskriptif tingkat kerusakan usus setelah ayam terinfeksi (tanpa pemberian obat) sebesar 75% (Nurjanah, 2007). Tingkat kerusakan terkecil yaitu sebesar 25% didapatkan pada perlakuan pemberian bubuk 23

37 bawang putih dengan dosis 7,5% dengan ditemukannya proliferasi dan deskuamasi epitel usus yang sangat ringan. Penggunaan bubuk bawang putih dengan taraf 2,5%, 5% dan 7,5% memiliki tingkat kerusakan yang berbeda-beda sesuai dengan taraf pemberian bubuk bawang putih, semakin tinggi taraf yang diberikan maka semakin rendah tingkat kerusakan. Infeksi parasit pada saluran pencernaan dapat menyebabkan berbagai perubahan patologis (Castro,1990). Perubahan tersebut terjadi karena kerusakan jaringan akibat kehadiran parasit secara langsung, atau akibat proliferasi jaringan inang yang dirangsang adanya parasit. Pada minggu ke-9 pertambahan bobot badan meningkat lagi, yaitu sebesar g/ekor (P1), 65,20 g/ekor (P2), 75,32 g/ekor (P3), 70,55 g/ekor (P4) dan 73,50 g/ekor (P5). Diduga lama penginfeksian dan jenis (strain) ayam mempengaruhi kerentanan ayam terhadap infeksi cacing A.galli. Penginfeksian telur infektif A. galli dilakukan selama tiga minggu belum memberikan pengaruh terhadap performa ayam kampung. Hal ini disebabkan cacing muda atau L5 memasuki lumen duodenum pada hari ke-17 atau 18 dan menetap sampai menjadi dewasa lebih kurang hari setelah inang menelan telur berembrio (Soulsby, 1986). Jenis (strain) ayam yang digunakan juga mempengaruhi tingkat kerentanan infeksi A. galli. Laju pertumbuhan ayam kampung tergolong lambat, meskipun demikian ayam kampung memiliki kelebihan yaitu mudah dipelihara, pakan sederhana dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat sehingga tidak mudah terserang penyakit (Sujionohadi dan Setiawan, 2003). Fase perkembangan cacing A.galli pada penelitian ini hanya mencapai tahap larva, sehingga penambahan piperazine ke dalam ransum belum efektif membunuh kuman cacing. Piperazine sangat efektif untuk mengeluarkan cacing A.galli dewasa tapi kurang efektif untuk mengeluarkan fase larva dari jaringan (Zalizar, 2006). Rataan pertambahan bobot badan ayam kampung setelah pemberian perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8. Rataan pertambahan bobot badan berkisar antara 62,17 gram/ekor sampai dengan 72,79 gram/ekor. Dilihat dari kurva pertumbuhan, rataan pertambahan bobot badan pada minggu ke-10 mengalami peningkatan, yaitu 18,31% (P1), 27,84% (P2), 1,08% (P3), 4,39% (P4) sedangkan untuk (P5) mengalami penurunan sebesar 20,88%. Hal ini disebabkan pemberian 24

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli SKRIPSI PUTRI MULYA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Materi

MATERI DAN METODA. Materi MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Biokimia Fisiologi Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2015 sampai dengan 22 November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di kandang penelitian Fakultas Peternakan Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman GUPPI (UNDARIS) Ungaran,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh pemberian pakan dengan bahan pakan sumber protein yang berbeda terhadap performans ayam lokal persilangan pada umur 2 10 minggu dilaksanakan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai subtitusi jagung dalam ransum terhadap kecernaan PK, SK dan laju digesta ayam broiler dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC ayam Sentul sebanyak 100 ekor yang diperoleh dari Peternakan Warso Unggul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan 21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae Dalam Ransum Terhadap Populasi Mikroba, Panjang serta Bobot Relatif Seka Ayam Kampung dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh lama periode brooding dan level protein ransum periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian terapan dengan metode eksperimen. Penelitian eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai 21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian sebanyak 125 ekor ayam kampung jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan tepung buah pare dan rumput laut dalam ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan 23 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Pasak bumi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari toko obat tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru.

Lebih terperinci

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) The Effect of Continued Substitution of Tofu on Basal Feed (BR-2) on The

Lebih terperinci

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N. EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM S.N. Rumerung* Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian menggunakan 30 ekor Itik Rambon dengan jumlah ternak yang hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli SKRIPSI PUTRI MULYA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN

Lebih terperinci

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN. PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN Wa Ode Rosmiati 1, Natsir Sandiah 2, dan Rahim Aka 2 1 Mahasiswa Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan puyuh dilaksanakan di Kandang C, Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas dan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemberian Tepung Daun Ubi Jalar Fermentasi dalam Ransum terhadap Massa Kalsium dan Protein Daging pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela Terfermentasi) dalam Ransum terhadap Kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Limba B Kecamatan Kota selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan November

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Percobaan Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta di Desa Jatikuwung,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya di panen pada umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi pemberian pakan dan periode pemberian pakan terhadap performa ayam buras super dilaksanakan pada September 2016 sampai dengan November

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh jumlah penduduk yang pesat, pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume 4 Nomor 1 Maret 2015

SURYA AGRITAMA Volume 4 Nomor 1 Maret 2015 PENGARUH PENAMBAHAN SARI KUNYIT (Curcuma Domestica Val) DAN JAHE (Zingeber Officinal Rocs) PADA AIR MINUM TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN PERSENTASE BERAT KARKAS AYAM BROILER Hendri Trinanto, Hanung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami proses persilangan, ayam ini dapat dipanen lebih cepat yaitu 2 bulan (Munandar dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang telah berhasil dijinakkan. Berawal dari proses evolusi dan domestikasi, maka

Lebih terperinci

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI SKRIPSI RATIH PUSPA HAPSARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik sebagai pakan tambahan berupa mikroorganisme yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui peningkatan keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan di kandang Mutiara Robani Jalan Sekuntum Gang

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan di kandang Mutiara Robani Jalan Sekuntum Gang III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di kandang Mutiara Robani Jalan Sekuntum Gang Plamboyan No. 4 RT. 3 RW. 10 Perumahan Rajawali pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci