PENGENDALIAN MUTU DALAM PROSES PEMBUATAN MAKANAN ENTERAL DI RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI, JAWA BARAT HANNA TRIANA PUSPA HAPSARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGENDALIAN MUTU DALAM PROSES PEMBUATAN MAKANAN ENTERAL DI RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI, JAWA BARAT HANNA TRIANA PUSPA HAPSARI"

Transkripsi

1 PENGENDALIAN MUTU DALAM PROSES PEMBUATAN MAKANAN ENTERAL DI RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI, JAWA BARAT HANNA TRIANA PUSPA HAPSARI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i

2 PENGENDALIAN MUTU DALAM PROSES PEMBUATAN MAKANAN ENTERAL DI RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI, JAWA BARAT HANNA TRIANA PUSPA HAPSARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUASIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ii

3 Judul : Pengendalian Mutu dalam Proses Pembuatan Makanan Enteral di Rumah Sakit Dustira, Kota Cimahi, Jawa Barat Nama : Hanna Triana Puspa Hapsari NIM : I Menyetujui : Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Rimbawan Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc NIP NIP Mengetahui Ketua Departemen Gizi Masyarakat, Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP Tanggal Lulus : iii

4 ABSTRACT HANNA TRIANA PUSPA HAPSARI. Quality Control Process during Enteral Feeding Production in Dustira Hospital, Cimahi, West Java. Under direction of RIMBAWAN and CESILIA METI DWIRIANI. The goal of this research is to analyze the quality control process for each enteral feeding production step in Dustira Hospital. The design used in this research was cross sectional. This research was taken place from October until November 2011 in Dustira Hospital. The observation method use refered to Permenkes No.1096/Menkes/PER/V1/2011. The results showed that 90% food handler have good hygienic sanitation knowledge, but generally lacking in proper behavior. The result also showed that based on physical and sanitation facilities, the hospital is categorized as group B (total score 83.6%). Hygienic sanitation in the enteral nutrition production process does not meet the requirement (88.5%). Critical Control Point (CCP) was found in the processing step along with the risk which have to be controlled, that are physical (hair), biological (Salmonella, Shigella and Echericia colii), and cross contamination (food handler and utensil). Key words: enteral feeding, quality control, hygiene sanitation iv

5 RINGKASAN HANNA TRIANA PUSPA HAPSARI. Pengendalian Mutu dalam Proses Pembuatan Makanan Enteral di Rumah Sakit Dustira, Kota Cimahi, Jawa Barat. Di bawah bimbingan RIMBAWAN dan CESILIA METI DWIRIANI. Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis tindakan pengendalian mutu pada tahapan produksi makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Cimahi. Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu : 1) Mengetahui gambaran umum instalasi gizi dan rumah sakit, 2) Mengetahui karakteristik dan tingkat pengetahuan higiene sanitasi penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira, 3) Mengetahui perilaku higiene sanitasi penjamah makanan enteral, 4) Menganalisis kesesuaian fasilitas fisik dan sanitasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira berdasarkan ketentuan Permenkes, 5) Menganalisis pelaksanaan higiene dan sanitasi makanan enteral pada setiap tahapan produksi makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira, dan 6) Mempelajari aplikasi HACCP plan dalam proses produksi makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study. Pengambilan data dilakukan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira, Kota Cimahi, Jawa Barat. Penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah penjamah makanan enteral bahan pangan pembuat makanan enteral, dan makanan enteral yang disajikan. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekuder. Pengumpulan data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara menggunanakan alat bantu kuesioner. Data primer yang dikumpulkan meliputi data pengetahuan higiene sanitasi penjamah, perilaku higiene sanitasi penjamah, fasilitas fisik dan sanitasi, pelaksanaan higiene sanitasi pada tiap tahapan produksi, angka kuman patogen, dan penerapan HACCP plan. Sedangkan data sekunder meliputi gambaran umum Rumah Sakit Dustira dan hasil pemeriksaan air. Penjamah makanan enteral (70%) berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 80% memiliki umur sekitar tahun. Tingkat pendidikan penjamah makanan enteral sebagian besar (50%) tingkat pendidikannya yaitu SMA dan sederajat dengan lama bekerja selama 7-11 tahun sebesar 37%. Penjamah makanan enteral di instalasi gizi belum pernah diberikan pelatihan mengenai higiene sanitasi. Sebagian besar (90%) penjamah makanan enteral memiliki pengetahuan yang baik tentang higiene sanitasi. Penjamah makanan enteral (20%) menggunakan sarung tangan saat bekerja dan 70% menggunakan penutup kepala. Penjamah makanan enteral tidak ada yang menggunakan masker pada saat pengolahan. Seluruh penjamah menggunakan apron atau pakaian kerja khusus, dan sebanyak 40% penjamah makanan enteral terutama penjamah wanita masih menggunakan perhiasan pada saat mengolah makanan. Fasilitas fisik dan sanitasi di Instalasi Gizi sudah memenuhi laik fasilitas fisik dan sanitasi dan termasuk dalam tingkat mutu Golongan B berdasarkan persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/ PER/VI/2011 tentang persayaratan higiene sanitasi jasaboga yaitu sebesar 83.6%. Perencanaan menu makanan enteral bagi pasien di Rumah Sakit Dustira tidak dibedakan berdasarkan kelas perawatan, namun berdasarkan kondisi kesehatan masing-masing pasien. Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira melakukan pengadaan bahan pangan melalui rekanan. Rekanan memasok bahan pangan v

6 sesuai dengan kriteria mutu yang telah dibuat oleh instalasi gizi, baik jumlah, mutu maupun kualitas. Kriteria mutu yang ditetapkan oleh instalasi gizi Rumah Sakit Dustira adalah kategori umum yang biasa digunakan untuk ukuran rumah tangga dan belum menunjukkan kualitas bahan makanan yang sebenarnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/ VI/2011, pelaksanaan higiene sanitasi pada tahap penyimpanan (87.5%), tahap persiapan dan pengolahan (84%), tahap pewadahan (86.6%), belum memenuhi syarat dengan skor minimal yaitu 90.2%. Pada tahap penerimaan bahan pangan (93.3%), tahap pengangkutan (93.3%) sudah memenuhi syarat. Secara keseluruhan upaya higiene sanitasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira yaitu sebesar 88.5%. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan tidak terdapat mikroba patogen seperti Salmonella, Shigella dan Escherichia coli pada makanan enteral yang ditunjukkan dengan jumlah mikroba patogen <1 atau negatif. Penerapan HACCP di Rumah Sakit Dustira pada penyelenggaraan makanan enteral dilakukan mulai dari tahap pengadaan bahan makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, pengolahan, pewadahan dan pendistribusian makanan enteral ke pasien. Titik kendali kritis (CCP) pada proses produksi makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira yaitu pada tahap pengolahan dan resiko bahaya yang harus dikendalikan adalah kontaminasi fisik (rambut), biologi (Salmonella, Shigella, Escherichia coli) dan kontaminasi silang (penjamah makanan dan peralatan). Pengawasan sanitasi higiene pada penjamah yang terlibat dalam tahap produksi harus diperhatikan. Pencegahan kontaminasi silang di gudang penyimpanan harus lebih ditingkatkan. Selain itu, sistem FIFO yang diterapkan sebaiknya dilengkapi dengan pencatatan tanggal masuk dan tanggal keluar setiap bahan pangan. Sebaiknya penerapan HACCP dilakukan oleh Instalasi Gizi RS Dustira sebagai suatu alat pengawasan, pengendalian dan prosedur pengaturan untuk menjaga makanan tidak tercemar sebelum disajikan. vi

7 PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengendalian Mutu dalam Proses Pembuatan Makanan Enteral di Rumah Sakit Dustira Kota Cimahi, Jawa Barat. Penelitian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Rimbawan dan Ibu Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Eddy Setyo Mudjajanto selaku penguji dan Ibu Tiurma Sinaga B.Sc, M.FSA selaku dosen pemandu. 3. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen pembimbing akademik. 4. Kepala Rumah Sakit Dustira dan Kepala Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira yang telah memberikan izin penelitian. 5. Bapak dan Mama, serta keluargaku yang tercinta yang selalu memberikan dukungan, doa dan motivasinya. 6. Ahli gizi di Rumah Sakit Dustira, teh Iren, Icank, teh Dede, teh Ceria, teh Maretha, teh Efa, teh Elok, serta pegawai pengolahan yang telah membantu penulis dalam proses pengambilan data. 7. Teman-teman seperjuangan (Indang, Mira, Widya, Epin, Lesipha, Uni, Lina, dan Tata) terima kasih atas kebersamaannya dan rekan-rekan mahasiswa alih jenis angkatan III yang telah membantu dengan memberikan saran dan kritik dalam pembuatan skripsi ini. 8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai taraf sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua. Bogor, Maret 2012 vii Hanna T. P. Hapsari

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 September 1988 di Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Machfudin dan Ibu Ida Kania Rufaedah. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Pasirkaliki 139, Bandung, Jawa Barat pada tahun Kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Istiqomah, Bandung dan lulus pada tahun Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMA Negeri 2 Bandung, Jawa Barat dan lulus pada tahun Penulis diterima di program Diploma Poltekkes Depkes Bandung Jurusan Gizi pada tahun 2006 dan mendapatkan gelar Ahli Madya Gizi pada tahun Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Program Penyelenggaraan Khusus S1 Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, kegiatan yang dilakukan penulis antara lain melakukan kegiatan konsultasi gizi di Puskesmas Warung Jambu Bogor bulan April tahun 2011, menjadi panitia Seminar Nasional Gizi Lebih Sehat, Muda, dan Menarik dengan Minuman Antioksidan dan Susu pada bulan Juni tahun 2011, serta menjadi peserta Seminar Nasional Strategi Swasembada Garam pada bulan November 2011 dan Seminar Pangan dan Gizi Pangan dan Gizi Mewujudkan Generasi Sehat, Cerdas, dan Kuat Menuju Indonesia Prima pada bulan Januari viii

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...x DAFTAR LAMPIRAN...xi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Kegunaan Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA Penyelenggaraan Makanan... 4 Makanan Enteral... 4 Keamanan Pangan... 5 Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit... 6 HACCP...11 Higiene Sanitasi...12 Fasilitas Fisik dan Sanitasi...14 Pengetahuan...16 KERANGKA PEMIKIRAN...18 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian...20 Penarikan Sampel...20 Jenis dan Cara Pengumpulan Data...20 Pengolahan dan Analisis Data...22 Batasan Istilah...26 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah Sakit Dustira Gambaran Umum Pelayanan Gizi di Rumah Sakit Dustira...27 Karakteristik Sampel Penjamah Makanan Enteral...28 Pengetahuan Higiene Sanitasi Penjamah...30 Perilaku Higiene Sanitasi Penjamah...32 Fasilitas Fisik dan Sanitasi...35 Penyelenggaraan Makanan Enteral di Instalasi Gizi...40 Perencanaan Menu...40 Pengadaan Bahan Makanan...42 Penerimaan Bahan Makanan...43 Penyimpanan Bahan Makanan...45 Persiapan dan Pengolahan Makanan Enteral...48 Pewadahan dan Pengemasan...51 Pengangkutan (Distribusi)...52 Kualitas Makanan Enteral di Instalasi Gizi...52 HACCP plan pada proses produksi makanan enteral...54 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...59 Saran...60 DAFTAR PUSTAKA...61 LAMPIRAN...64 ix

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Variabel, data dan cara pengumpulan data Variabel dan kategori pengukuran Klasifikasi golongan berdasarkan pemeriksaan fasilitas fisik dan sanitasi Tingkat mutu pelaksanaan higiene sanitasi makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Sebaran sampel berdasarkan karakteristik penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Sebaran sampel penjamah makanan enteral berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan higiene sanitasi 30 7 Tingkat pengetahuan higiene sanitasi penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira 32 8 Fasilitas fisik dan sanitasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira 36 9 Formulasi menu makanan cair biasa Formulasi menu makanan cair diet khusus Spesifikasi mutu pada bahan pangan pembuat makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Kriteria mutu pada bahan pangan Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap penerimaan bahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap persiapan dan pengolahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Data pemeriksaan air di Instalasi Gizi pada bulan April Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap pewadahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap pendistribusian bahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Data pemeriksaan makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira HACCP pada proses produksi makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira. 55 x

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Struktur Organisasi Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Denah Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Dokumentasi Penelitian..67 xi

12 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) adalah salah satu komponen sistem pelayanan di rumah sakit dan merupakan kegiatan pelayanan gizi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap, pasien rawat jalan dan karyawan rumah sakit. Instalasi gizi sebagai unit PGRS melaksanakan empat kegiatan pokok terdiri dari asuhan gizi pasien rawat inap (pelayanan gizi di instalasi rawat inap), asuhan gizi pasien rawat jalan (konsultasi dan penyuluhan gizi), penyelenggaraan makanan, penelitian dan pengembangan gizi (Depkes 2003). Penyelenggaraan makanan di rumah sakit bertujuan agar penderita yang dirawat memperoleh makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizinya serta mempercepat proses penyembuhan, sehingga dalam proses persiapan, pengolahan hingga distribusi makanan harus berada dalam kondisi aman untuk dikonsumsi (Anom 2001). Selain itu, pasien juga berhak untuk mendapatkan diet yang bermutu, yaitu sesuai dengan saran dari dokter/konsultan gizi dan aman, tidak terkontaminasi bahaya yang dapat menyebabkan status kesehatan pasien menjadi semakin buruk. Salah satu kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah memproduksi makanan enteral. Makanan enteral merupakan metode pemenuhan zat gizi menggunakan saluran pencernaan, baik secara alami melalui mulut ataupun dengan bantuan alat (tube). Makanan enteral diberikan pada pasien di rumah sakit terutama penderita sakit berat seperti pasien pasca bedah, penderita kanker, malnutrisi, anoreksia, depresi berat, dan luka bakar, karena umumnya penderita tidak dapat atau tidak mungkin makan secara oral akibat kondisi penyakitnya. Apabila saluran cerna masih berfungsi, dukungan makanan enteral diperlukan untuk meningkatkan sistem imun saluran cerna dan dapat mencegah komplikasi yang timbul (Silberman & Eisenberg 1982). Klasifikasi makanan enteral salah satunya dibuat di rumah sakit (hospital made) (Tanra 1998). Makanan enteral yang dibuat di rumah sakit selain memiliki kelebihan seperti harga lebih ekonomis, juga memiliki kekurangan yaitu higienitas yang kurang terjamin, kurang praktis dan cara penyiapan serta cara penyajian harus menurut standar yang baku. Mikroorganisme serta tenaga pengolah menjadi salah satu faktor risiko yang membuat higienitas makanan enteral kurang terjamin. Kerusakan makanan enteral oleh mikroorganisme menyebabkan makanan tersebut kurang aman

13 2 untuk dikonsumsi terutama jika terkontaminasi oleh mikroba patogen. Bahan pangan yang digunakan dalam proses pembuatan makanan enteral umumnya merupakan makanan yang mudah rusak dan mudah tercemar bakteri. Selain itu, tenaga pengolah makanan juga dapat menjadi sumber kontaminan bakteri terbesar penyebab keracunan pada makanan dan carrier dari beberapa penyakit (Jenie 2000). Pengetahuan tenaga pengolah mengenai higiene dan sanitasi dapat mempengaruhi penerapan higiene dan sanitasi dalam pengolahan makanan untuk terjaminnya keamanan pangan. Higiene dan sanitasi yang tidak memadai dalam tahapan produksi dapat menimbulkan tumbuh dan berkembangnya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan. Menurut Afrienti (2002), pengawasan terhadap higiene dan sanitasi baru ditekankan pada industri makanan dan minuman serta industri jasa boga komersial, sedangkan pengawasan higiene dan sanitasi untuk penyelenggaraan makanan di rumah sakit belum dilakukan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pengawasan higiene dan sanitasi di rumah sakit harus lebih ditekankan karena konsumen yang dilayani adalah pasien yang relatif lebih rentan terhadap infeksi penyakit yang ditularkan melalui makanan. Selain itu, pasien tidak selalu dapat menentukan makanannya sendiri melainkan tergantung pada makanan yang diberikan di rumah sakit. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem pengendalian mutu yang dapat memberikan jaminan bahwa makanan yang dikonsumsi aman bagi pasien. Instalasi Gizi rumah sakit yang bertugas membuat makanan enteral harus memiliki kepedulian dan tanggung jawab di sepanjang rantai pengolahan makanan hingga akhirnya makanan disajikan kepada pasien. Konsep HACCP dapat dijadikan acuan agar bisa mewujudkan hal itu. Berdasarkan uraian diatas, sangatlah penting untuk dilakukan penelitian tentang sejauh mana tindakan pengendalian mutu dan higiene sanitasi, tingkat pengetahuan higiene sanitasi penjamah serta aplikasi Hazard Anaysis and Critical Control Point (HACCP) plan dalam penyelenggaraan makanan enteral di rumah sakit. Tindakan pengendalian mutu dan higiene sanitasi pada makanan enteral di Rumah Sakit Dustira belum pernah dikaji sebelumnya. Rumah Sakit Dustira merupakan salah satu rumah sakit yang menerapkan pembuatan makanan enteral secara hospital made, selain itu Rumah Sakit Dustira juga merupakan rumah sakit rujukan bagi anggota TNI. Makanan yang disajikan harus aman agar dapat membantu pemulihan

14 3 kesehatan pasien, agar mereka dapat melakukan aktifitas seperti semula sehingga diharapkan adanya peningkatan dan pencapaian status kesehatan pasien. Tujuan Tujuan umum. Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis tindakan pengendalian mutu pada setiap tahapan produksi makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Cimahi. Tujuan khusus. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui gambaran umum instalasi gizi dan Rumah Sakit Dustira. 2. Mengetahui karakteristik dan tingkat pengetahuan higiene sanitasi penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira. 3. Mengetahui perilaku higiene sanitasi penjamah makanan enteral. 4. Menganalisis kesesuaian fasilitas fisik dan sanitasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira berdasarkan ketentuan Permenkes. 5. Menganalisis pelaksanaan higiene dan sanitasi makanan enteral pada setiap tahapan produksi makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira. 6. Mempelajari aplikasi HACCP Plan dalam proses produksi makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira. Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi pelaksanaan upaya pengendalian mutu serta pelaksanaan sanitasi higiene dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit sebagai upaya mencegah adanya kontaminasi makanan yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam menentukan langkah-langkah atau kebijakan dalam pengawasan kualitas pangan di rumah sakit, khususnya makanan enteral dan dapat digunakan untuk perbaikan kualitas sehingga dapat memberikan jaminan keamanan dari makanan yang disajikan.

15 4 TINJAUAN PUSTAKA Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu kegiatan pokok yang ada di rumah sakit. Kegiatan ini meliputi kegiatan pengadaan makanan hingga penyalurannya kepada pasien dengan mutu, jenis, dan jumlah yang sesuai dengan rencana kebutuhan. Unit yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan tersebut adalah instalasi gizi (Depkes 2003). Kegiatan pelayanan gizi memiliki tujuan yaitu untuk memberi terapi diet yang sesuai dengan perubahan sikap dan untuk mencegah kambuhnya penyakit pasien (Depkes 2003). Pengaturan makanan bagi orang sakit bukan merupakan tindakan yang berdiri sendiri dan terpisah dari perawatan dan pengobatan. Pengobatan, perawatan dan pengaturan makanan merupakan suatu kesatuan dalam penyembuhan penyakit seperti juga dengan obat harus sesuai dengan ketentuan yang diberikan (Moehyi 1999). Makanan Enteral Makanan enteral merupakan salah satu teknik pemberian makanan di rumah sakit untuk pasien dengan sakit berat seperti pasien pasca bedah, penderita kanker, malnutrisi, anoreksia, depresi berat, luka bakar, yang tidak dapat makan secara oral dengan keadaan saluran gastrointestinal yang berfungsi dengan baik. Pemberiannya dengan cara menggunakan sonde (Hill 2000). Pemberian makanan enteral dini akan memberikan manfaat antara lain memperkecil respon katabolik, mengurangi komplikasi infeksi, memperbaiki toleransi pasien, mempertahankan respon imunologik, lebih fisiologis dan memberikan sumber energi yang tepat bagi usus pada waktu sakit (Hartono 2000). Menurut Tanra (1998), makanan enteral memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Memiliki kepadatan kalori tinggi. Kepadatan kalori yang ideal adalah 1kkal/ml cairan. 2. Kandungan makanannya seimbang. Makanan enteral harus mengandung semua komponen zat gizi esensial seperti protein, asam amino, lemak, vitamin, mineral, dan trace elements lain yang memenuhi jumlah kebutuhan.

16 5 3. Memiliki osmolalitas yang sama dengan osmolalitas cairan tubuh. Osmolalitas yang ideal untuk makanan enteral adalah m Osmol sesuai dengan osmolalitas cairan tubuh ekstraseluler. 4. Mudah diresorbsi. Bahan baku pembuat makanan enteral sebaiknya terdiri dari komponen-komponen yang siap diabsorpsi atau paling tidak hanya sedikit memerlukan kegiatan pencernaan untuk dapat diabsorpsi. 5. Tanpa atau kurang mengandung laktosa. Untuk menghindari intoleransi laktosa sering terjadi pada penderita malnutrisi sebaiknya suatu makanan enteral kurang atau tanpa mengandung laktosa atau paling tinggi kandungan laktosanya hanya 0,5% dari total hidrat arangnya. 6. Bebas dari bahan-bahan yang dapat mengembang purin dan kolesterol. Makanan enteral diklasifikasikan menjadi dua, yaitu makanan enteral formula rumah sakit (hospital made) dan makanan enteral formula komersial (commercial made). Rumah sakit yang membuat sendiri makanan enteral harus memperhatikan faktor higiene dan cara penyiapan serta cara penyajian harus menurut standar yang baku (Tanra 1998). Makanan enteral yang dibuat sendiri oleh rumah sakit umumnya hanya bisa disimpan selama empat jam dalam lemari es sehingga makanan tersebut harus segera diberikan setelah dibuat (Hartono 2000). Makanan enteral formula komersial terbuat dari bahan baku yang diformulasikan seimbang, telah distandarisasi dan dikontrol serta kandungan makanan yang seimbang antara protein, lemak, hidrat arang, vitamin dan mineral sesuai dengan standar tertentu. Makanan enteral formula komersial dapat disajikan setiap saat (Kurnia 2005). Menurut Depkes (2002), ruangan tempat diproduksinya makanan enteral hendaknya dalam ruangan khusus (ruangan berdinding kaca) yang bebas dari mikroorganisme patogen, dan tidak dipakai untuk kegiatan lain. Semua peralatan dan perlengkapan harus steril, dan tenaga penjamah makanan harus mempunyai baju dan atribut khusus yang steril (tutup kepala, masker dan sarung tangan). Keamanan Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman (UU RI No ).

17 6 Mengingat definisi pangan menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1996 yang mempunyai cakupan yang luas, maka upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan tercemar baik dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia merupakan suatu keharusan. FAO (1997) menjelaskan pengertian keamanan pangan sebagai jaminan bahwa makanan tidak akan mengakibatkan bahaya bagi konsumen ketika itu dipersiapkan atau dimakan menurut pemakaian yang dimaksudkan atau dikehendaki. Menurut Hariyadi (2007), keamanan pangan merupakan prasyarat bagi pangan yang bermutu dan bergizi baik. Tidak ada artinya berbicara citarasa dan nilai gizi, atau pun mutu dan sifat fungsional yang bagus, tetapi produk tersebut tidak aman dikonsumsi. Cemaran mikrobiologis sering terjadi pada makanan yang dibuat secara massal, dan setiap tahapan dalam proses tersebut memungkinkan mikroba berkembang biak dan memperbanyak diri. Cemaran mikrobiologis dapat terjadi akibat pemakaian alat untuk mengolah bahan pangan yang kurang bersih dan lingkungan yang kurang terjaga kebersihannya (Hartono & Palupi 2006). Terdapat kelompok yang lebih berisiko untuk terjangkit infeksi dan intoksikasi bawaan makanan, yaitu orang yang rentan dengan alasan fisiologis atau alasan lainnya lebih mudah terkena infeksi bawaan makanan. Kelompok tersebut mencakup bayi dan anak-anak, lansia, ibu hamil, pasien malnutrisi, pasien dengan penyakit utama (misalnya penyakit hati dan diabetes), dan pasien gangguan kekebalan akibat mengalami infeksi atau pasien yang sedang menjalani pengobatan (kanker) (Hartono & Palupi 2006). Beberapa ketentuan perlu diperhatikan untuk memenuhi syarat mutu keamanan pangan mulai dari penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan/pendistribusian sampai makanan tersebut siap disajikan, salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan menekan atau menghilangkan setiap mikroba yang tidak diharapkan kehadirannya dalam bahan makanan (Supardi & Sukamto 1998). Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit Penyelenggaraan makanan merupakan suatu sistem mencakup kegiatan atau sub sistem penyusunan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, pembuatan taksiran bahan makanan, penyediaan atau pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyaluran bahan makanan, persiapan, pemasakan

18 7 makanan, penilaian dan distribusi makanan, pencatatan laporan dan evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka penyediaan makanan bagi kelompok masyarakat di institusi (Depkes 2003). Manajemen makanan institusi adalah penyediaan makanan bagi konsumen dalam jumlah banyak, yang berada dalam kelompok masyarakat yang terorganisir di institusi seperti perkantoran, perusahaan, pabrik industri, asrama, rumah sakit, panti sosial, lembaga permasyarakatan (Depkes 2003). Tujuan penyelenggaraan makanan institusi yaitu untuk : 1) Menghasilkan makanan yang berkualitas baik, dipersiapkan dan dimasak dengan layak, 2) Pelayanan yang cepat dan menyenangkan, 3)Menu seimbang dan bervariasi, 4) Harga layak, serasi dengan pelayanan yang diberikan, 5) Standar kebersihan dan sanitasi yang tinggi (Mukrie et al 1990). Pengadaan Bahan Makanan. Pengadaan bahan makanan dapat dilakukan dengan cara membeli sendiri atau melalui pemasok bahan makanan. Pembelian bahan makanan adalah proses penyediaan bahan makanan melalui prosedur dan ketentuan yang berlaku, dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan makanan untuk penyelenggaraan makanan bagi banyak orang (Subandriyo 1993). Produksi makanan yang berkualitas tergantung pada bahan baku yang digunakan. Penggunaan bahan baku yang berkualitas rendah akan menghasilkan produk makanan yang berkualitas rendah pula, sedangkan makanan yang berkualitas tinggi berasal dari bahan baku yang berkualitas tinggi (Wirakusumah 1999). Cara untuk mendapatkan bahan baku yang berkualitas tinggi perlu memperhatikan mengenai jenis, jumlah, dan spesifikasinya (kualitas) bahan baku yang dibeli. Selain itu, perlu diketahui pula mengenai karakteristik pemasok, tempat pembelian, dan fungsi atau kegunaan bahan baku tersebut dalam proses produksi (Keister 1990). Standar kualitas bahan makanan merupakan daftar informasi mengenai deskripsi bahan makanan yang meliputi penampilan, kualitas atau mutu organoleptik, dan komposisi bahan makanan. Penentuan kualitas dapat berupa grade atau kelas mutu, penampakan luar, varietas, bentuk/ukuran, dan kemasan (Sambas 1991). Subandriyo (1993) menyatakan bahwa cara pembelian bahan makanan yang tepat akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana yang tersedia. Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman standar yang

19 8 dapat mengontrol proses pembelian sehingga mendapatkan kualitas bahan seperti yang diharapkan. Penerimaan. Penerimaan bahan makanan adalah suatu proses kegiatan yang meliputi pemeriksaan, penelitian, pencatatan, pengambilan keputusan dan pelaporan spesifikasi bahan makanan menurut permintaan (Subandriyo 1993). Metode pembelanjaan yang efisien membutuhkan prosedur penerimaan yang baik. Penerimaan makanan pada penyelenggaraan makanan di institusi dipusatkan pada suatu ruangan yang cukup besar dengan peralatan seperti timbangan dan peti kemas (container untuk menampung bahan makanan). Bahan makanan yang diterima ada yang segera digunakan tetapi ada juga yang disimpan terlebih dahulu. Penerimaan bahan makanan menurut Subandriyo (1993) harus memperhatikan beberapa prinsip, yaitu : 1. Jumlah bahan makanan yang diterima harus sama dengan jumlah bahan makanan yang tertulis dalam daftar permintaan dan fraktur pembelian. 2. Mutu bahan makanan harus sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang ada dalam pedoman standar pembelian. 3. Harga bahan makanan yang tercantum pada fraktur pembelian harus sama dengan harga yang tercantum pada saat penawaran. Penanganan bahan makanan saat kegiatan penerimaan harus memperharikan tindakan sanitasi dengan baik sehingga terjadinya kontaminasi dapat dihindari. Petugas harus melakukan pemeriksaan dengan teliti terhadap spesifikasi mutu, deskripsi bahan makanan, penimbangan dan pengukuran bahan makanan (Sambas 1991). Penyimpanan. Penyimpanan bahan makanan adalah proses kegiatan yang menyangkut pemasukan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan serta penyaluran bahan makanan sesuai dengan permintaan untuk persiapan pemasukan bahan makanan. Menurut Subandriyo (1993), tujuan penyimpanan bahan makanan yaitu untuk : 1) Menjaga agar persediaan stok tidak kurang, 2) Dapat digunakan sewaktu-waktu bila dipelukan, 3) Menjaga agar kondisi bahan makanan tidak rusak atau hilang, dan 4) Menjaga kondisi bahan makanan tetap baik, tidak ada perubahan tekstur, bau, warna, maupun rasa, dan terhindar dari hewan perusak.

20 9 Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain (Depkes 2002). Menurut Sambas (1991) prinsip pengaturan penyimpanan adalah setiap jenis makanan harus disimpan secara terpisah satu dengan yang lainnya. Moehyi (1992) menambahkan bahwa bahan makanan yang disimpan sebaiknya disusun dengan teratur, tidak bertumpuk-tumpuk agar suhu penyimpanan tersebar merata pada seluruh bagian makanan. Semakin luas permukaan bahan makanan, semakin merata temperature. Suhu gudang penyimpanan harus dijaga tetap stabil untuk mempertahankan kualitas bahan makanan. Sistematika penyimpanan dan penyusunan bahan makanan menggunakan prinsip first in first out (FIFO), artinya bahan makanan yang terlebih dahulu masuk harus keluar lebih dulu dengan penyusunan menurut jenis dan frekuensi pemakaian (Fardiaz 1999). Gudang penyimpanan harus memiliki konstruksi yang baik dan kokoh untuk mencegah masuknya hama perusak, kering, dan mempunyai ventilasi yang baik untuk menjaga sirkulasi udara. Sirkulasi udara yang cukup dapat mengurangi kelembaban, menurunkan temperatur, dan mengurangi bau yang tidak sedap. Penempatan wadah seperti kantong dan karton makanan dalam ruang penyimpanan disusun bertumpuk di rak. Tinggi rak sebaiknya minimal 15 cm dari atas lantai dan berjarak lebih dari 5 cm dari dinding sehingga sirkulasi udara dapat berjalan baik (Moehyi 1992). Persiapan. Persiapan merupakan kegiatan mempersiapkan bahan makanan dan bumbu-bumbu sebelum dilakukan kegiatan pemasakan (Sambas 1991). Menurut Subandriyo (1993), tujuan persiapan yaitu tersedianya bahan makanan serta bumbu-bumbu yang sesuai dengan teknik persiapan bahan makanan dan standar resep. Sebelum persiapan, bahan makanan dicuci bersih dengan air mengalir. Pencucian dapat melarutkan kotoran yang mungkin masih ada. Pengolahan. Pengolahan makanan adalah proses membentuk dari bahan bahan mentah menjadi makanan siap saji. Tujuan pengolahan adalah mengurangi atau menghilangkan bahaya sampai ke titik aman, mencegah pertumbuhan mikroba patogen, dan pembentukan bahan kimia beracun serta menjaga agar tidak terjadi kontaminasi silang (Marriot 1999). Menurut Subandriyo (1993), tujuan dari pengolahan makanan adalah untuk mempertahankan nilai gizi, meningkatkan

21 10 nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, bau, rasa, keempukan, dan penampakan makanan, serta bebas dari organisme yang berbahaya bagi kesehatan. Dalam pengolahan termasuk proses penyiapan bahan makanan dan alat yang akan digunakan. Penyiapan makanan merupakan prosedur yang melibatkan berbagai aktifitas dan diantaranya dipengaruhi oleh kebiasaan kultural. Bukan hanya aktifitas itu sendiri yang mungkin membahayakan, seperti memasak makanan setengah matang, memegang makanan pada suhu kamar dan memegang makanan dengan tangan yang terkontaminasi tetapi urutan penyiapan juga dapat menjadi faktor risiko yang dapat menyebabkan masuknya kembali patogen ke dalam makanan (Hartono & Palupi 2006). Permenkes (2011) menetapkan bahwa semua peralatan yang digunakan untuk penanganan dan pengolahan produk pangan harus selalu diperhatikan kebersihannya. Selain itu harus selalu berada pada keadaan bersih, bebas dari karat, jamur, minyak/oli, cat yang terkelupas dan kotoran-kotoran yang lain (sisasisa pengolahan sebelumnya). Penyajian dan Pengemasan. Pengemasan bahan pangan memegang peranan penting dalam pengendalian dari kemungkinan kerusakan dan infeksi mikroorganisme terhadap produk pangan. Bahaya terbesar dalam makanan masak adalah adanya mikroorganisme patogen dalam makanan akibat terkontaminasi silang melalui wadah maupun penjamah makanan. Setiap makanan masak harus mempunyai wadah dan tempat yang terpisah untuk menekan kontaminasi silang. Pemisahan didasarkan pada saat makanan diolah dan sesuai jenis makanan, selain itu setiap wadah mempunyai tutup berventilasi yang dapat mengeluarkan uap (Depkes 1996). Kondisi pengemasan harus sedemikian rupa sehingga dapat menekan kemungkinan kontaminasi bahaya mikroorganisme serendah mungkin. Pengemasan yang baik dapat mencegah penularan bahan pangan oleh mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan konsumen (Supardi 1998). Distribusi atau Pengangkutan. Pengangkutan makanan merupakan salah satu titik rawan terhadap kontaminasi sehingga diperlukan pengangkutan dan perlakuan yang hati-hati. Prinsip makanan siap santap yang perlu diperhatikan adalah setiap makanan mempunyai wadah yang berbeda dan harus mempunyai tutup serta ventilasi.

22 11 Menurut Anwar et al (1986), syarat-syarat pengangkutan makanan adalah yang memenuhi aturan sanitasi sebagai berikut : 1) alat atau tempat pengangkut harus bersih, 2) cara pengangkutan makanan harus benar dan tidak terjadi pengotoran saat di angkut, 3) pengangkutan makanan yang langsung dapat dimakan harus ditempatkan dalam suatu wadah yang tertutup, 4) pengangkutan makanan yang yang melewati daerah atau tempat yang mudah terkontaminasi harus dihindari, dan 5) cara pengangkutan makanan harus dilakukan dengan mengambil jalan paling singkat. HACCP Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) menurut Food and Drug Administration (1997), merupakan sistem manajemen untuk mengurangi risiko bahaya pada makanan pada setiap prosesnya sejak tahap produksi, distribusi, pengolahan, penyajian, hingga konsumsi. Fardiaz (1994) mengemukakan bahwa HACCP adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan yang ketat untuk menjamin bahwa produk pangan yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Menurut Thaheer (2008), HACCP dapat diterapkan pada rantai produksi makanan yang dapat dilakukan mulai dari pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, pengolahan, sampai penyajian. Selain itu, HACCP dapat memberikan komponen penting dalam sistem manajemen keamanan pangan maupun Good Manufacturing Practices (GMP) dengan cara yang sistematis dan mudah diterapkan sehingga HACCP dapat diterapkan dalam berbagai industri pangan dan seluruh rantai produksi. Terdapat tujuh prinsip dalam sistem HACCP yang diungkapkan oleh Winarno dan Surono (2002) yaitu : Prinsip 1 :Analisis bahaya dan penetapan risiko yang berhubungan dengan produk bahan mentah, pengolahan, distribusi, penjualan, persiapan, dan konsumsi. Prinsip 2 :Penetapan Critical Control Point (CCP) untuk mengendalikan bahaya yang mungkin terjadi. Prinsip 3 :Penetapan batas kritis yang harus dipenuhi untuk menjamin bahwa setiap CCP terjamin. Prinsip 4 :Penetapan prosedur untuk memantau CCP dengan cara pengujian dan pengamatan.

23 12 Prinsip 5 :Penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan selama pemantauan. Prinsip 6 :Penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah berhasil. Prinsip 7 :Pengembangan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya. Tahapan keenam dan ketujuh dalam prinsip sistem HACCP tidak perlu dilakukan bagi penyelenggaraan makanan berskala kecil atau menengah, sedangkan tahap pertama sampai tahap kelima dapat dilakukan dengan cara sederhana dan mudah dilakukan (Fardiaz 1994). Higiene dan Sanitasi Penjamah Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. Sanitasi adalah pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan jasmani, rohani, dan sosial termasuk pengawasan terhadap makanan (Purnawijayanti 2001). Proses produksi makanan dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang meliputi persiapan, pengolahan dan penyajian makanan. Sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan makanan mentah, penyimpanan bahan, suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari lingkungan, peralatan dan pekerja pada semua tahapan proses (Purnawijayanti 2001). Pegawai yang terlibat dalam penyelenggaraan makanan menjadi salah satu penyebab terjadinya kontaminasi silang pada makanan. Selain itu, pegawai dapat terjangkit penyakit melalui bagian tubuhnya, seperti kulit, mulut, rambut, kuku dan lainnya. Bagian-bagian tersebut jika tidak terawat dengan baik dapat menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba. Mikroba jika sudah berkembang biak di dalam tubuh akan mengancam kesehatan tubuh. Tubuh yang tidak kuat memerangi mikroba, akan menjadi lemah dan akhirnya menjadi sakit. Para pegawai yang terinfeksi mikroba dapat mengkontaminasi makanan. Kontaminasi ini dapat dihindari bila pegawai dilatih untuk menjaga higiene dan sanitasi personalia dengan baik (Jenie 2000). Penggunaan Sarung Tangan. Makanan dapat terkontaminasi oleh pekerja yang terinfeksi mikroba patogen dengan cara memegangnya. Tangan pegawai yang telah tercemar mikroorganisme patogen akan memindahkan mikroba tersebut ke pakaian atau

24 13 serbet yang bersentuhan dengan makanan atau tangan tersebut (Jennie 2000). Sarung tangan dapat melindungi kontak makanan dengan bakteri pada tangan, tetapi bakteri akan terakumulasi ketika tangan berkeringat dan berkembang biak di tangan tertutup oleh sarung tangan untuk periode yang lama. Penggunaan sarung tangan tidaklah penting dan tidak dianjurkan karena mudah robek, mahal, dan mudah kotor. Sarung tangan yang robek menyebabkan risiko kontaminasi yang lebih besar. Cara yang mudah untuk menghindari kontaminasi dari tangan pegawai adalah dengan tidak memegang makanan langsung dengan tangan, tetapi menggunakan sendok garpu atau alat pengambil makanan lainnya (Moehyi 1992). Kebiasaan Mencuci Tangan. Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari dengan menggunakan air ataupun cairan lainnya oleh penjamah dengan tujuan untuk menjadi bersih. Mencuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum dan setelah bekerja, setelah melepas sarung tangan, sesudah menangani bahan makanan mentah/kotor atau terkontaminasi, setelah dari kamar kecil, setelah tangan digunakan untuk menggaruk, batuk atau bersin dan setelah makan atau merokok. Karyawan yang menangani bahan makanan harus mencuci tangan sebelum menangani makanan masak, sehingga tidak ada organisme patogen atau toksin yang dapat hidup didalamnya. Menurut Jenie (2000), metode mencuci tangan yang baik adalah menggunakan air hangat yang mengalir, diberi sabun dan digosok selama 15 detik. Selanjutnya dibilas dan dikeringkan dengan handuk kertas. Efektivitas pencucian tangan dapat ditingkatkan dengan menggunakan antiseptik yang tepat setelah pencucian. Penutup Kepala. Pegawai yang terlibat dalam tahap pengolahan harus menggunakan penutup kepala. Rambut yang berasal dari kepala kadang-kadang terkontaminasi oleh bakteri, tetapi bukan merupakan sumber kontaminasi utama mikroba pada makanan. Kontaminasi dapat terjadi akibat kebiasaan pegawai yang menyisir dan memegang rambut saat bekerja, sehingga mikroba pada rambut berpindah ke tangan dan ke makanan yang sedang diolah (Jenie 2000). Penutup Muka (Masker). Penutup muka efektif dalam menahan kontaminasi yang berasal dari udara, namun tidak nyaman dipakai. Mulut dan hidung yang terlalu lama ditutup

25 14 akan mengakumulasi mikroba pada keringat sekitar mulut dan hidung, sehingga risiko kontaminasi makanan lebih besar pada pemakaian masker (Jenie 2000). Apron dan Perhiasan. Menurut Jenie (2000), pakaian khusus (apron) pegawai sebaiknya terbuat dari bahan yang bersifat tidak mudah menyerap keringat. Pakaian yang bersifat menyerap seperti kain wol dapat menimbun mikroorganisme dan bahan makanan. Penggantian dan pencucian pakaian secara periodik akan mengurangi risiko kontaminasi. Pakaian kerja yang bersih akan menjamin sanitasi dan higiene pengolahan makanan, karena tidak terdapat debu atau kotoran yang melekat pada pakaian yang secara tidak langsung dapat mencemari makanan (Moehyi 1992). Sebelum memasuki daerah pengolahan, pegawai harus melepaskan perhiasan, seperti cincin, kalung, jam tangan atau anting. Sisa-sisa makanan dapat menempel pada perhiasan sehingga mikroba dapat tumbuh dan berpindah ke makanan (Sambas 1991). Tangan yang dilengkapi perhiasan akan sulit dicuci sampai bersih karena adanya lekukan perhiasan dan permukaan kulit disekitar perhiasan. Kebiasaan Pegawai. Kebiasaan pegawai seperti makan, merokok dan mengunyah selama penanganan makanan akan memberikan peluang perpindahan organisme dengan tangan dari bibir dan mulut pada makanan. Selain itu, mengunyah tembakau dan merokok akan mendorong keluarnya ludah yang dapat mengkontaminasi makanan (Jenie 2000). Fasilitas Fisik dan Sanitasi Fasilitas fisik merupakan sarana yang dapat membantu kelancaran proses produksi bahan makanan menjadi makanan yang siap disajikan, mencakup bangunan, ruangan, dan perabotan/peralatan yang ada dalam ruangan. Fardiaz (1999) mengungkapkan fasilitas fisik dalam penyelenggaraan makanan harus sesuai dengan fungsinya dan memerlukan desain khusus untuk mencegah kontaminasi makanan, memudahkan pemeliharaan, pembersihan, desinfektan, dan mencegah kontaminasi udara. Konstruksi. Bangunan untuk kegiatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan teknis konstruksi bangunan yang berlaku (Depkes 2002). Bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan makanan harus berlangsung pada lantai

26 15 yang sama, sehingga dapat meminimalkan jarak antara tempat produksi hingga tempat penyajian makanan. Desain bangunan berorientasi pada sanitasi, keselamatan kerja, dan memperhatikan alur lalu lintas barang dan manusia, serta harus menyesuaikan dengan fungsi alat yang digunakan (Wirakusumah 1999). Lantai dan dinding. Menurut Depkes (2002), lantai bangunan untuk penyelenggaraan makanan permukaannya harus rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin, dan mudah dibersihkan. Bahan bangunan yang dianjurkan untuk lantai dapur antara lain bata keras, teraso ataupun tegel (Subandriyo 1993). Dinding dapur hendaknya halus, mudah dibersihkan, tahan terhadap cairan dan dapat memantulkan cahaya yang cukup bagi ruangan (Subandriyo 1993). Dinding sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, kering, tidak menyerap air, dipasang rata tanpa celah atau retak. Permukaan dinding yang sering terkena percikan air hendaknya diberi lapisan porselin agar tidak mudah ditumbuhi jamur atau kapang. Tinggi porselin menurut Depkes (2002) minimal 2 m dari lantai sebagai batas jangkauan tangan dalam posisi berdiri dan berwarna terang. Langit-langit. Langit-langit harus menutup seluruh atap bangunan dan dilengkapi dengan peredam suara untuk bagian-bagian tertentu. Langit-langit dibuat dari bahan asbes, triplek, ataupun bahan kayu lainnya. Warna langit-langit sebaiknya memberikan pantulan cahaya. Tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,4 m diatas lantai. Kontruksi langit-langit harus dapat mencegah akumulasi debu dan kondensat, tidak mudah terkelupas yang dapat menimbulkan partikel halus (Depkes 2002). Pencahayaan dan ventilasi. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif. Intensitas pencahayaan sedikitnya 200 lux pada bidang kerja. Ventilasi bertujuan untuk menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban dalam ruangan, mencegah udara dalam ruangan terlalu panas, mencegah kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, membuang bau, asap dan pencemaran lainnya (Depkes 2002). Tinggi ventilasi sekurang-kurangnya 1 m dari lantai. Ventilasi pada bangunan tidak boleh terakumulasi debu dan dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah masuknya serangga (Subandriyo 1993). Kontrol suhu udara

27 16 juga dapat dilakukan dengan menggunakan sistem aliran udara (exhauster fan). Mekanisme kerja exhauster fan harus diatur sehingga udara tidak mengalir dari tempat kotor ke tempat bersih (Fardiaz 1999). Pintu dan Jendela. Seluruh pintu dan jendela pada bangunan yang dipergunakan untuk pengolahan harus membuka ke arah luar. Pintu ruangan pengolahan harus dapat menutup sendiri. Hal ini untuk memudahkan penyelamatan diri pada waktu keadaan darurat (Depkes 2002). Tempat Pencucian Peralatan dan cuci tangan. Tempat pencucian terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, dan mudah dibersihkan. Bak pencucian peralatan sedikitnya terdiri dari 3 bak pencuci yaitu bak untuk merendam, bak menyabuni, dan bak untuk membilas (Depkes 2002). Tempat cuci tangan terpisah dari tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan. Sebuah tempat cuci tangan dipergunakan maksimal 10 orang, dan terletak sedekat mungkin dengan tempat kerja (Depkes 2002). Tempat Sampah. Tempat sampah dibbuat dari bahan yang kuat, kedap air, dan tidak mudah berkarat. Mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk. Sampah yang telah penuh segera dibuang dalam waktu 1x24 jam (Depkes 2002). Pengetahuan Higiene Sanitasi Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dimana sebagian besar dari pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga. Pengetahuan sangat penting bagi terbentuknya suatu tindakan. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari pengetahuan (Notoatmodjo 1993). Menurut Soekanto (1981), pengetahuan merupakan kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan mengenai objek tertentu. Pengetahuan higiene sanitasi yang memadai dapat

28 17 menimbulkan kecenderungan untuk menyetujui praktek-praktek yang menunjang keamanan pangan. Pengetahuan diperoleh oleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan non formal (Gaston 1999). Pengetahuan higiene sanitasi yang diatur oleh Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 bagi penjamah makanan terdiri dari enam pokok bahasan, yaitu 1) bahan pencemar terhadap makanan yang meliputi rantai perjalanan makanan, perkembangan bakteri pada makanan, cara bakteri menyebabkan penyakit pada manusia, mengenal pencemar lain; 2) penyakit bawaan makanan meliputi penyebab oleh mikroba, bahan kimia, zat toksin dan zat alergi; 3) prinsip higiene sanitasi makanan yang meliputi sumber dan penyebaran pencemar makanan, pemilihan, penyimpanan, pengolahan, pengangkutan, penyajian, dan konsumsi, aspek higiene sanitasi makanan, pegendalian waktu dan suhu makanan; 4) pencucian dan penyimpanan peralatan pengolahan makanan yang meliputi peralatan masak memasak, peralatan makan dan minum, sarana dan cara pencucian, bahan pencuci, penyimpanan peralatan; 5) pemeliharaan kebersihan lingkungan meliputi air bersih, pembuangan limbah dan sampah, pengendalian serangga dan tikus, pemeliharaan dan pembersihan ruangan, fasilitas sanitasi; 6) higiene perorangan yang meliputi sumber pencemar dari tubuh, pengamatan kesehatan, pengetahuan, sikap dan perilaku sehat, serta alat pelindung diri/alat pelindung pencemaran.

29 18 KERANGKA PEMIKIRAN Kegiatan PGRS dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit yaitu pasien rawat inap, pasien rawat jalan dan karyawan rumah sakit. Peranan penyelenggaraan makanan di rumah sakit sangat penting. Makanan enteral merupakan salah satu teknik pemberian makanan yang diselenggarakan instalasi gizi di rumah sakit untuk pasien yang tidak dapat makan secara oral dengan keadaan saluran gastrointestinal yang berfungsi dengan baik. Makanan enteral diklasifikasikan menjadi dua yaitu hospital made dan commercial made. Makanan enteral hospital made yang karakteristiknya dibuat sendiri umumnya merupakan makanan yang mudah rusak. Kerusakan oleh mikroorganisme menyebabkan makanan tersebut kurang aman untuk dikonsumsi terutama jika terkontaminasi oleh mikroba patogen. Oleh karena itu, pengendalian mutu makanan sangat penting dilakukan karena konsumen yang dilayani adalah pasien yang relative lebih rentan terhadap penyakit yang ditularkan melalui makanan. Pelaksanaan pengendalian mutu pada penyelenggaraan makanan dirumah sakit terutama dilakukan berdasarkan alur penyelenggaraan makanan mulai dari pengadaan makanan, pengolahan, pewadahan hingga distribusi. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah fasilitas fisik dan sanitasi serta perilaku higiene sanitasi penjamah. Perilaku higiene dan sanitasi penjamah dipengaruhi oleh pengetahuan. Pengetahuan merupakan kesan yang ada dalam pikiran manusia, dimana kesan tersebut merupakan hasil dari penggunaan pancainderanya (Soekanto 2002). Pada proses penanganan bahan, pengolahan dan penyajian makanan, penjamah makanan memiliki peranan yang penting. Oleh karena itu, penjamah makanan seharusnya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam praktek sanitasi yang baik dalam pengolahan dan penyajian makanan hingga makanan yang disajikan dapat terjamin keamanannya. Dengan dipenuhinya syarat-syarat tersebut diharapkan akan menghasilkan makanan enteral yang berkualitas dan menjamin keamanan pangan.

30 19 Penyelenggaraan Makanan Makanan Enteral Hospital made Commercial made Pengadaan Bahan Makanan Penerimaan Bahan Makanan Penyimpanan Bahan Makanan Persiapan dan Pengolahan Pewadahan dan Distribusi Fasilitas Fisik dan Sanitasi Pengendalian Mutu (HACCP) Perilaku Sanitasi Higiene Penjamah Pengetahuan Sanitasi Higiene Penjamah Keamanan Pangan Keterangan : Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti

31 20 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2011 yang berlokasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Kota Cimahi. Rumah Sakit Dustira adalah salah satu rumah sakit yang menerapkan pembuatan makanan enteral secara hospital made dan merupakan rumah sakit rujukan bagi anggota TNI yang sakit. Penarikan Sampel Sampel dalam penelitian ini terdiri dari tiga, yaitu penjamah makanan enteral, bahan pangan untuk membuat makanan enteral, dan jenis makanan enteral terpilih. Penarikan contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria inklusi sebagai berikut : 1) Sampel penjamah makanan enteral yaitu penjamah makanan yang terlibat dalam penyelenggaraan makanan enteral pada tahap pengadaan bahan makanan hingga pendistribusian di Instalasi Gizi, meliputi petugas di tahap pengadaan bahan makanan, petugas penerimaan bahan makanan, petugas penyimpanan bahan makanan (gudang), petugas persiapan, petugas pengolahan, petugas pewadahan dan petugas pendistribusian. 2) Sampel bahan pangan diambil dengan kriteria inklusi yaitu bahan pangan yang biasa digunakan untuk membuat makanan enteral meliputi tepung beras, tepung susu, wortel, labu siam, bayam, melon, pepaya, semangka, gula, telur, dan minyak atau margarin. 3) Sampel makanan enteral dipilih menggunakan kriteria makanan enteral yang paling sering dan paling banyak disajikan kepada pasien serta makanan enteral yang terbuat dari bahan yang berisiko tinggi terkontaminasi mikroba seperti makanan enteral yang mengandung bahan makanan telur dan susu. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan observasi langsung. Data primer meliputi: 1) data karakteristik umum sampel penjamah yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, lama bekerja dan pengalaman pelatihan sanitasi higiene, 2) data pengetahuan sampel penjamah makanan enteral mengenai higiene sanitasi, 3) data perilaku higiene sanitasi penjamah makanan enteral, 4) data fasilitas fisik dan sanitasi ruang penyelenggaraan

32 21 makanan enteral, 5) data pelaksanaan higiene sanitasi yang meliputi data pelaksanaan higiene sanitasi pada tiap tahapan produksi, 6) hasil pemeriksaan angka kuman patogen pada sampel makanan enteral, dan 7) data penerapan HACCP pada tahapan produksi pembuatan makanan enteral. Data karakteristik umum sampel penjamah makanan enteral meliputi nama, jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, lama bekerja, dan pengalaman mengikuti pelatihan sanitasi higiene diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Pengetahuan sampel penjamah, yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011, diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner, dengan pertanyaan mengenai bahan pencemar makanan, penyakit bawaan makanan, prinsip higiene sanitasi makanan, pencucian dan penyimpanan peralatan pengolahan makanan, pemeliharaan kebersihan lingkungan, dan higiene perorangan. Perilaku sanitasi higiene penjamah yang diteliti meliputi penggunaan sarung tangan, kebiasaan mencuci tangan, penggunaan penutup kepala dan mulut, penggunaan apron, serta kebiasaan penjamah saat mengolah seperti mengobrol, menggunakan kosmetik dan menggunakan perhiasan diperoleh dengan metode observasi langsung. Data fasilitas fisik dan sanitasi ruangan penyelenggaraan makanan enteral diperoleh melalui metode observasi langsung yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/ PER/VI/2011. Fasilitas fisik dan sanitasi yang diamati adalah kondisi konstruksi bangunan, lantai, dinding, langit-langit, pencahayaan, ventilasi, pintu dan jendela, tempat pencucian peralatan, tempat cuci tangan, dan tempat sampah. Data pelaksanaan higiene sanitasi makanan enteral pada tiap tahapan produksi, meliputi : 1) pengadaan bahan makanan, 2) penerimaan bahan makanan, 3) penyimpanan bahan makanan, 4) pengolahan yang terdiri dari persiapan dan pemasakan, dan 5) penyajian yang terdiri dari pewadahan dan pendistribusian. Data tersebut dikumpulkan melalui observasi menggunakan kuesioner yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/ PER/VI/2011. Data hasil pemeriksaan mikroba pada makanan enteral diperoleh dengan menghitung angka kuman patogen pada cawan yang mengandung makanan enteral. Data penerapan HACCP diperoleh dengan cara observasi langsung tahapan produksi pembuatan makanan enteral. Data tersebut dikumpulkan

33 22 dengan membuat HACCP plan yang meliputi CCP, risiko bahaya, cara pengendalian, target, batas kritis, tindakan pemantauan, dan tindakan koreksi. Data sekunder meliputi data hasil pemeriksaan kualitas air dan profil umum Rumah Sakit Dustira yang diperoleh dari buku laporan tahunan Rumah Sakit tahun Variabel, data dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Variabel, data dan cara pengumpulan data No. Variabel Data Cara Pengumpulan 1. Gambaran umum lokasi 2. Pengetahuan higiene sanitasi 3. Perilaku higiene sanitasi penjamah 4. Fasilitas fisik dan sanitasi 5. Pelaksanaan higiene sanitasi pada tiap tahapan produksi 6. Angka kuman patogen pada makanan enteral Sejarah, struktur organisasi, jenis pelayanan Pengertian tentang bahan pencemar makanan, penyakit bawaan makanan, prinsip higiene sanitasi makanan, pencucian dan penyimpanan peralatan pengolahan makanan, pemeliharaan kebersihan lingkungan, higiene perorangan Penggunaan sarung tangan, kebiasaan mencuci tangan, penggunaan penutup kepala dan mulut, penggunaan apron, dan kebiasaan penjamah saat pengolahan seperti mengobrol, menggunakan kosmetik dan penggunaan perhiasan. Keadaan konstruksi, lantai, dinding, langit-langit, pencahayaan, ventilasi, pintu dan jendela, tempat pencucian peralatan, tempat cuci tangan, dan tempat sampah. Pelaksanaan higiene sanitasi pada tahap pengadaan bahan makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan yang terdiri dari persiapan dan pemasakan, serta penyajian yang terdiri dari pewadahan dan pendistribusian. Jumlah koloni mikroba pada cawan 7. Penerapan HACCP CCP, risiko bahaya, cara pengendalian, target, batas kritis, tindakan pemantauan, dan tindakan koreksi. 8. Pemeriksaan air Mikrobiologi (total coliform), fisik (bau, kekeruhan, warna, zat terlarut), kimiawi (Fe, F, CaCo3, Cl, Mn, Nitrat, nitrit, ph, S, Deterjen, KMnO4, sisa klor) Pengolahan dan Analisis Data Data Sekunder dan observasi Wawancara menggunakan kuesioner yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 Observasi langsung Observasi menggunakan kuesioner yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 Observasi menggunakan kuesioner yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 Standard plate count (SPC) Observasi langsung Data Sekunder Data yang diperoleh dari proses wawancara menggunakan kuesioner dan observasi diolah dan dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel Variabel dan kategori pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.

34 23 Tabel 2 Variabel dan kategori pengukuran Data Kategori Pengukuran Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan Umur (Hardinsyah & Tambunan 2004) tahun tahun tahun Tingkat pendidikan 1. SD 2. SMP 3. SMA & sederajat 4. PT Lama bekerja tahun (Sugiono 2003) tahun tahun tahun Pengalaman pelatihan sanitasi higiene 1. Belum pernah 2. Pernah Pengetahuan higiene sanitasi 1. Kurang (<60%) (Khomsan 2000) 2. Sedang (60% - 80%) 3. Tinggi (>80%) Perilaku higiene sanitasi 1. Tidak melakukan Fasilitas fisik dan sanitasi (Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011) Pelaksanaan higiene sanitasi pada tiap tahapan produksi (Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011) Angka kuman patogen pada makanan entera (Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011) HACCP (Codex Alimentarius Commision) 2. Melakukan 1. Golongan A1 jika 65-70% 2. Golongan A2 jika 70-74% 3. Golongan A3 jika 74-83% 4. Golongan B jika 83-92% 5. Golongan C jika % 1. Kurang memenuhi syarat (<90,2%) 2. Memenuhi syarat ( 90,2%) 1. Tidak aman jika jumlah koloni positif (+) 2. Aman jika jumlah koloni negatif (-) 1. CCP 2. Risiko bahaya 3. Cara pengendalian 4. Batas kritis 5. Tindakan pemantauan 6. Tindakan koreksi. Data tingkat pengetahuan penjamah terdiri dari enam materi pokok yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 yang kemudian dikembangkan menjadi 24 pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner. Setiap pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Selanjutnya dihitung jumlah skor setiap contoh dan skor rata-rata serta dilihat persentase masing-masing aspek dari pengetahuan yang paling tinggi dijawab dengan benar. Skor pengetahuan kemudian dikategorikan berdasarkan kategori Khomsan (2000) yaitu baik jika skor >80%, sedang jika skor 60-80%, dan kurang jika skor <60%.

35 24 Data perilaku sanitasi higiene penjamah yang meliputi penggunaan sarung tangan, kebiasaan mencuci tangan, penggunaan penutup kepala dan mulut, penggunaan sepatu khusus, penggunaan pakaian dan perhiasan, serta kebiasaan penjamah dianalisis secara deskriptif kualitatif dan dilihat distribusi frekuensinya. Data fasilitas fisik dan sanitasi ruangan penyelenggaraan makanan enteral diolah secara deskriptif kualitatif yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011. Penilaian dilakukan menggunakan variabel-variabel pengamatan yang diberi bobot. Tingkat mutu pelaksanaan higiene dan sanitasi dihitung berdasarkan presentase dengan menggunakan rumus: Tingkat Mutu Pelaksanaan = Jumlah bobot nilai yang diperoleh X 100% Sanitasi dan Higiene Jumlah bobot nilai tertinggi Presentase yang diperoleh akan dinilai berdasarkan kategori. Data yang telah dikategorikan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Klasifikasi golongan berdasarkan pemeriksaan fasilitas fisik dan sanitasi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi golongan berdasarkan pemeriksaan fasilitas fisik dan sanitasi Golongan Skor A1 65% - 70% A2 70% - 74% A3 74% - 83% B 83% - 92% C 92% - 100% Data higiene sanitasi makanan pada tiap tahapan produksi diolah berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga dengan memberikan skor penilaian. Penilaian dilakukan dengan menggunakan variabelvariabel pengamatan yang diberi bobot. Tingkat mutu pelaksanaan sanitasi dan higiene dihitung berdasarkan presentase dengan menggunakan rumus: Tingkat Mutu Pelaksanaan = Jumlah bobot nilai yang diperoleh X 100% Sanitasi dan Higiene Jumlah bobot nilai tertinggi Presentase yang diperoleh akan dinilai berdasarkan kategori. Data yang telah dikategorikan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Penilaian higiene sanitasi untuk golongan rumah sakit termasuk kedalam golongan B, dimana nilai minimum untuk memenuhi syarat adalah 90.2%. Kategori tingkat mutu pelaksanaan higiene sanitasi disajikan pada Tabel 4.

36 25 Tabel 4 Tingkat mutu pelaksanaan higiene sanitasi makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Persentase Tingkat Mutu <90.2% Belum memenuhi syarat 90.2% Memenuhi syarat Pemberian bobot didasarkan pada titik rawan (kritis) dalam menimbulkan kemungkinan kerusakan makanan yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011, sebagai berikut : 1. Nilai 0 dalam kisaran nilai 0-1 diberikan jika terdapat <50% persyaratan yang dipenuhi, nilai 1 dari kisaran nilai 0-1 jika terdapat 50% variabel memenuhi persyaratan. 2. Nilai 0 dalam kisaran nilai 0-2 diberikan jika tidak terdapat satu pun persyaratan yang dipenuhi, nilai 1 dari kisaran nilai 0-2 diberikan jika persyaratan yang dipenuhi adalah 50%, nilai 2 dari r kisaran nilai 0-2 diberikan jika keseluruhan variabel memenuhi persyaratan. 3. Nilai 0 dalam kisaran nilai 0-3 diberikan jika tidak terdapat satu pun persyaratan yang dipenuhi, nilai 1 dari kisaran nilai 0-3 diberikan jika persyaratan yang dipenuhi adalah 33.3%, nilai 2 dari kisaran nilai 0-3 diberikan jika persyaratan yang dipenuhi adalah 66.6%, nilai 3 dari kisaran nilai 0-3 diberikan jika keseluruhan variabel memenuhi persyaratan. 4. Nilai 0 dalam kisaran nilai 0-4 diberikan jika tidak terdapat satu pun persyaratan yang dipenuhi, nilai 1 dari kisaran nilai 0-4 diberikan jika persyaratan yang dipenuhi adalah 25%, nilai 2 dari kisaran nilai 0-4 diberikan jika persyaratan yang dipenuhi adalah 50%, nilai 3 dari kisaran nilai 0-4 diberikan jika persyaratan yang dipenuhi adalah 75%, nilai 4 dari kisaran nilai 0-4 diberikan jika keseluruhan variabel memenuhi persyaratan. 5. Nilai 0 dalam kisaran nilai 0-5 diberikan jika tidak terdapat satu pun persyaratan yang dipenuhi, nilai 1 dari kisaran nilai 0-5 diberikan jika persyaratan yang dipenuhi adalah 20%, nilai 2 dari kisaran nilai 0-5 diberikan jika persyaratan yang dipenuhi adalah 40%, nilai 3 dari kisaran nilai 0-5 diberikan jika persyaratan yang dipenuhi adalah 60%, nilai 4 dari kisaran nilai 0-5 diberikan jika persyaratan yang dipenuhi adalah 80%, nilai 5 dari kisaran nilai 0-5 diberikan jika keseluruhan variabel memenuhi persyaratan. Data angka kuman patogen dalam penelitian ini diolah secara manual dengan menghitung jumlah koloni yang terdapat dalam cawan petri. Dari data tersebut lalu dipersentasekan dengan kategori aman dan tidak aman yang

37 26 dikategorikan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/ PER/VI/2011 dan diolah secara deskriptif kualitatif. Kategori memenuhi syarat bila jumlah Salmonella, Shigella dan Escherichia coli negative (-) sedangkan kategori tidak memenuhi syarat bila Salmonella, Shigella dan Escherichia coli positif (+). Hasil data diaplikasikan dalam konsep HACCP Plan. HACCP Plan yang disusun terdiri dari CCP, risiko bahaya, tindakan pencegahan, batas kritis, tindakan pemantauan, dan tindakan koreksi. Batasan Istilah Makanan enteral adalah makanan cair yang diberikan kepada pasien yang saluran pencernaannya masih berfungsi dengan baik melalui jalur hidunglambung (nasogastric route) atau hidung-usus (nasoduodenal route). HACCP adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. Pengendalian mutu adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga bahan pangan hingga menjadi makanan enteral tetap baik pada setiap tahapan produksi meliputi tahap pengadaan bahan pangan, penerimaan bahan pangan, penyimpanan bahan pangan, persiapan dan pengolahan bahan pangan, pewadahan serta pendistribusian. Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang yang mengolah, tempat pengolahan dan peralatan yang digunakan untuk mengolah agar aman dikonsumsi.

38 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah Sakit Rumah Sakit Dustira merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di wilayah Kodam III Siliwangi. Rumah sakit menempati areal tanah seluas 14 Ha dengan luas bangunan m 2. Rumah Sakit Dustira termasuk ke dalam tipe pelayanan rumah sakit kelas B yang memiliki 17 ruang rawat inap dan 502 tempat tidur dengan kelas perawatan VIP, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Selain itu, Rumah Sakit Dustira menyediakan pelayanan rawat jalan yang terdiri dari 17 poliklinik yang dibuka umum setiap hari. Pelayanan rawat inap ditujukan bagi pasien rujukan dari gawat darurat maupun unit rawat jalan. Rumah Sakit Dustira juga dilengkapi ruang UGD, ICU, kamar bedah, unit hemodialisa dan endoscopy. Pelayanan yang diberikan Rumah Sakit Dustira didukung oleh beberapa instalasi meliputi 1) Instalasi Rehab Medik, 2) Instalasi Radiologi, 3) Instalasi Farmasi/Apotek, 4) Instalasi Penunjang Perawatan (Gizi), 5) Instalasi Laboratorium Patologi Klinik, 6) Instalasi Pendidikan, dan 7) Instalasi Laboratorium Forensik dan Kedokteran Kehakiman Gambaran Umum Pelayanan Gizi di Rumah Sakit Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) adalah salah satu komponen sistem pelayanan di rumah sakit dan merupakan kegiatan pelayanan gizi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit yaitu pasien rawat inap, pasien rawat jalan dan karyawan rumah sakit. Pelayanan gizi bagi pasien rawat inap merupakan terapi diit, sehingga makanan yang disajikan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi dan membantu proses penyembuhan pasien. Sedangkan pelayanan gizi bagi pegawai berupa pemberian makanan yang dapat memberikan tambahan zat gizi untuk meningkatkan kesehatan pegawai sehingga pegawai dapat bekerja dengan baik. Instalasi Gizi di Rumah Sakit Dustira merupakan instalasi penunjang perawatan (Jangwat). Struktur Organisasi Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira dikepalai oleh seorang kepala instalasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Rumah Sakit. Kepala Instalasi Gizi dibantu oleh lima orang penanggungjawab yang membawahi unit produksi dan distribusi makanan, unit rawat inap, unit rawat jalan, unit penelitian dan pengembangan (Litbang) dan bagian administrasi. Setiap penanggungjawab

39 28 membawahi pegawai yang bertugas di sub unit gizi. Struktur organisai sub unit gizi dapat dilihat pada Lampiran 1. Ketenagakerjaan Pola ketenagaan Instalasi Gizi dalam melaksanakan tugasnya dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi Gizi. Tenaga kerja di Instalasi Gizi sebanyak 42 orang dengan perincian sebagai berikut : 3 orang petugas gudang, 2 orang petugas buah, 4 orang pemasak snack, 13 orang pemasak menu utama, 5 orang pemasak makanan diet dan makanan enteral, 5 orang pemasak makanan pegawai, 9 orang ahli gizi, dan 1 orang petugas administrasi. Sarana dan Prasarana Instalasi Gizi terletak di bagian belakang gedung Rumah Sakit Dustira. Pemilihan lokasi ini memudahkan proses produksi terutama saat penerimaan dan pendistribusian makanan ke pasien. Selain itu, tidak mengganggu pasien dan unit lainnya dengan suara-suara dan aroma makanan saat proses produksi (Keitser, 1990). Ruang Instalasi Gizi terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu ruang penerimaan, gudang, ruang persiapan, ruang pengolahan, ruang penyajian, ruang administrasi, ruang karyawan, dan toilet. Denah Instalasi Gizi dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambaran Umum Jenis Makanan Secara umum jenis makanan yang dilayani di Instalasi Gizi terdiri dari makanan pegawai dan makanan pasien yaitu makanan makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair, dan makanan diit. Menu diit yang diberikan berupa menu diit Rendah Garam (RG), Diabetes Mellitus (DM), Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP), Rendah Purin (RP) dan Rendah Protein. Karakteristik Sampel Penjamah Makanan Enteral Sampel penjamah dalam penelitian ini adalah penjamah yang menangani proses pembuatan makanan enteral mulai dari tahap pengadaan bahan makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan, pengolahan makanan enteral, pewadahan dan pengemasan serta distribusi. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira dapat dilihat pada Tabel 5. Sampel penjamah makanan terdiri dari tiga orang laki-laki (30.0%) dan tujuh orang perempuan (70.0%). Berdasarkan Tabel 5, lebih dari separuh sampel penjamah (80.0%) berada pada usia tahun dan sisanya (20.0%) berada

40 29 Tabel 5 Sebaran sampel berdasarkan karakteristik penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira No Karakteristik Penjamah Jumlah n % 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 2 Umur (tahun) a b c Pendidikan Terakhir a. SD b. SMP c. SMA/SMK 4 Lama bekerja (tahun) a. 2-6 b c d tahun 5 Pelatihan Sanitasi Higiene a. Pernah b. Belum pernah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah pada usia tahun. Usia termuda sampel penjamah adalah 26 tahun dan tertua yaitu 47 tahun dengan rata-rata umur sekitar 35 tahun. Tingkat pendidikan sampel penjamah makanan enteral dibagi menjadi SD, SMP, SMA/SMK dan akademi/pt. Separuh sampel penjamah makanan enteral (50.0%) memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK, dan sebagian lainnya adalah SD (10.0%) dan SMP (40.0%). Penjamah makanan seharusnya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar mampu menangani pangan secara higienis (Hartono 2006). Lama bekerja dikategorikan menurut Sugiyono (2009) menjadi empat berdasarkan interval kelas, yaitu 2-6 tahun, 7-11 tahun, tahun, dan tahun. Berdasarkan Tabel 5, sebanyak 25% penjamah makanan enteral bekerja selama antara rentang 2-6 tahun dan tahun. Sebanyak 37.0% bekerja selama 7-11 tahun dan sisanya (13.0%) bekerja selama tahun. Lama bekerja tersingkat sampel penjamah adalah dua tahun dan terlama adalah 18 tahun. Penjamah makanan enteral di instalasi gizi belum pernah diberikan pelatihan mengenai higiene sanitasi. Pelatihan higiene sanitasi hanya diberikan

41 30 pada ahli gizi saja. Namun, ahli gizi memberikan pengetahuan yang mereka dapat dari pelatihan kepada para penjamah makanan enteral sehingga secara tidak langsung hal tersebut dapat meningkatkan pengetahuan mengenai higiene sanitasi penjamah makanan enteral. Gunarsa S dan Gunarsa YS (2008) menyatakan bahwa keterlibatan seseorang dalam proses pendidikan atau tingkat pendidikan yang dicapainya akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola, kerangka berpikir, persepsi dan pemahaman seseorang akan sesuatu. Selain itu, Hartono (2006) menambahkan pendidikan bagi penjamah makanan mengenai cara-cara penanganan makanan yang higienis merupakan unsur yang sangat menentukan di dalam mencegah penyakit bawaan makanan. Pengetahuan penjamah Menurut Soekanto (2002), pengetahuan merupakan kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera. Pengetahuan diperoleh oleh seseorang melalui pendidikan formal dan informal. Pengetahuan higiene sanitasi penjamah berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan higiene sanitasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran sampel penjamah makanan enteral berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan higiene sanitasi No. Materi Pengetahuan Persentase (%) Kategori 1. Bahan pencemar makanan 75.0 Sedang 2. Penyakit bawaan makanan 95.0 Tinggi 3. Prinsip higiene sanitasi makanan 77.5 Sedang 4. Pencucian dan penyimpanan peralatan 90.0 Tinggi pengolahan makanan 5. Pemeliharaan kebersihan lingkungan 92.5 Tinggi 6. Higiene perorangan 90.0 Tinggi Berdasarkan Tabel 6, sebanyak 75.0% penjamah makanan enteral mampu menjawab dengan benar pertanyaan mengenai bahan pencemar makanan. Makanan dapat menjadi tidak aman bila terdapat kontaminasi pada makanan tersebut. Menurut Gaman dan Sherrington (1993), terdapat tiga penyebab pangan menjadi tidak aman yaitu keracunan karena kimiawi (pestisida), fisik (rambut dan batu), dan biologi (bakteri, virus, jamur). Pentingnya penjamah mengetahui bahan pencemar makanan dengan tujuan untuk meminimalisasi kontaminasi makanan. Pada pertanyaan-pertanyaan mengenai penyakit bawaan makanan, penjamah makanan enteral sebanyak 95.0% mampu menjawab dengan benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penjamah makanan enteral

42 31 telah memahami tentang penyakit bawaan makanan. Bahan makanan yang telah terkontaminasi akan menyebabkan perubahan rasa, warna, aroma, dan tekstur. Penjamah makanan enteral harus mengetahui keadaan bahan makanan yang baik dan terkontaminasi untuk meningkatkan kualitas mutu makanan, karena konsumen yang dilayani adalah pasien yang tergolong dalam kelompok rentan dan lebih berisiko untuk terjangkit infeksi dan intoksikasi bawaan makanan. Penjamah makanan enteral sebanyak 77.5% mampu menjawab dengan benar dan memahami pertanyaan mengenai prinsip higiene sanitasi makanan. Prinsip sanitasi dan higiene makanan sangat penting untuk diterapkan dengan tujuan untuk menghindari makanan menjadi tidak aman. Menurut Depkes (2004), prinsip higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat factor yaitu, tempat, peralatan, orang dan bahan makanan. Selain itu terdapat empat prinsip sanitasi makanan yaitu : 1) pemilihan bahan makanan, 2) penyimpanan bahan makanan, 3) pengolahan makanan, dan 4) penyimpanan makanan masak. Berdasarkan Tabel 6, sebanyak 90.0% penjamah makanan enteral mampu menjawab dengan benar pertanyaan mengenai pencucian dan penyimpanan peralatan pengolahan makanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penjamah makanan enteral mampu memahami pencucian dan penyimpanan peralatan pengolahan makanan yang baik dan benar. Bila penjamah tidak melakukan pencucian dan penyimpanan peralatan dengan benar, peralatan tersebut dapat menjadi sumber pencemar makanan. Penyimpanan peralatan yang telah dibersihkan sebaiknya disimpan di tempat yang tepat untuk menghindari pencemaran, karena peralatan yang dipakai untuk mengolah makanan bila penanganannya tidak sesuai dapat menjadi sumber pencemaran makanan (Moehyi 1992). Sebanyak 92.5% penjamah makanan enteral dapat menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan mengenai pemeliharaan kebersihan lingkungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penjamah memahami pentingnya pemeliharaan kebersihan lingkungan. Pemeliharaan kebersihan lingkungan meliputi frekuensi pembuangan sampah, fasilitas sanitasi yang harus dimiliki tempat penyelnggaraan makanan, upaya pengendalian hama, dan keadaan air bersih. Pentingnya mengetahui tentang pemeliharaan kebersihan lingkungan yaitu untuk mendukung terciptanya lingkungan yang bersih dan aman dalam penyelenggaraan produksi makanan.

43 32 Pada pertanyaan-pertanyaan mengenai higiene perorangan, sebanyak 90.0% penjamah makanan enteral mampu menjawab dengan benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa penjamah makanan enteral memahami pentingnya kebersihan diri, penggunaan baju khusus, penutup kepala dan tidak memakai perhiasan, serta kebiasaan yang tidak boleh dilakukan saat sedang mengolah makanan. Pentingnya personal higiene adalah untuk menghindari penularan penyakit yang berasal dari tubuh penjamah. Menurut Jennie (2000), penjamah yang terlibat dalam penyelenggaraan makanan menjadi salah satu penyebab terjadinya kontaminasi silang pada makanan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada penjamah makanan enteral kemudian diberi skor dan dikelompokkan menjadi ketegori rendah, sedang dan tinggi. Pengkategorian pengetahuan ini didasarkan pada Khomsan (2000), yakni baik atau tinggi dengan skor >80.0%, sedang dengan skor 60.0% hingga 80.0%, dan kurang dengan skor <60.0%. Tingkat pengetahuan higiene sanitasi penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Tingkat pengetahuan higiene sanitasi penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira Tingkat pengetahuan Jumlah n % Kurang (<60.0%) Sedang (60.0%-80.0%) Baik (>80.0%) Total Berdasarkan Tabel 7, sebagian besar (90.0%) sampel penjamah makanan enteral sudah memiliki pengetahuan yang baik dan hanya 10.0% yang memiliki tingkat pengetahuan sedang. Menurut Soekanto (2002) tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang kerana berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan mengenai objek tertentu. Perilaku Higiene Sanitasi Penjamah Pegawai yang terlibat dalam penyelenggaraan makanan dapat menjadi salah satu faktor risiko penyebab terjadinya kontaminasi silang pada makanan. Pegawai dapat terjangkit penyakit melalui bagian tubuhnya, seperti: kulit, mulut, rambut, kuku dan lainnya. Bagian-bagian tersebut jika tidak terawat dengan baik dan kotor merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba. Mikroba jika sudah berkembang biak di dalam tubuh

44 33 akan mengancam kesehatan tubuh. Tubuh yang tidak kuat memerangi mikroba, akan menjadi lemah dan akhirnya menjadi sakit. Penularan penyakit juga dapat terjadi melalui bagian-bagian tubuh tersebut. Para pegawai yang terinfeksi patogen dapat mengkontaminasi makanan. Kontaminasi ini dapat dihindari bila pegawai dilatih untuk menjaga higiene dan sanitasi personalia dengan baik (Jenie 2000). Penggunaan apron. Berdasarkan hasil pengamatan, seluruh penjamah menggunakan apron atau pakaian kerja khusus. Apron yang digunakan penjamah terbuat dari bahan katun dan berbentuk celemek. Apron hanya dipakai di Instalasi Gizi sehingga dapat mencegah kontaminasi debu dari luar Instalasi Gizi. Pencucian apron tidak dilakukan secara periodik. Apron tersebut dicuci bila sudah terlihat kotor. Menurut Moehyi (1992), penggantian dan pencucian apron secara periodik akan mengurangi risiko kontaminasi. Selain itu, apron yang bersih akan menjamin higiene dan sanitasi pengolahan makanan, karena tidak terdapat debu atau kotoran yang melekat pada pakaian yang secara tidak langsung dapat mencemari makanan. Penggunaan penutup rambut Penjamah yang menggunakan penutup rambut sebanyak 70.0%. Penutup kepala yang digunakan adalah jilbab dan topi (hair net) yang tidak menutupi rambut secara keseluruhan, sehingga masih memungkinkan jatuhnya rambut ke makanan. Rambut yang berasal dari kepala terkadang terkontaminasi oleh bakteri seperti Staphylococcus aureus dan bakteri lainnya, tetapi bukan merupakan sumber kontaminasi utama mikroba pada makanan (Jennie 2000). Rambut yang jatuh dalam makanan enteral merupakan jenis kontaminan fisik yang akan menurunkan kualitas makanan dan citra Instalasi Gizi. Penggunaan sepatu kedap air Penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi tidak menggunakan sepatu kedap air, mereka lebih memilih menggunakan sandal karet dengan alasan lebih nyaman dan lebih memudahkan untuk bergerak pada saat bekerja. Sandal yang mereka gunakan khusus untuk digunakan di Instalasi Gizi. Tempat penyimpanannya di loker khusus karyawan. Hal tersebut tidak sejalan dengan peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (2011), bahwa atribut yang sebaiknya digunakan saat mengolah makanan adalah penutup kepala, apron

45 34 dan sepatu karet. Atribut tersebut sebaiknya digunakan untuk melindungi pencemaran terhadap makanan. Penggunaan sarung tangan Sebanyak 80.0% penjamah makanan enteral tidak menggunakan sarung tangan saat bekerja. Penjamah yang menggunakan sarung tangan adalah penjamah di bagian persiapan terutama penjamah yang menangani persiapan buah. Hal ini menunjukkan masih kurangnya kesadaran penjamah akan pentingnya menghindari kontaminasi dari tangan ke makanan. Tangan pegawai yang telah tercemar mikroorganisme patogen akan memindahkan mikroba tersebut ke pakaian atau serbet yang bersentuhan dengan makanan atau tangan tersebut (Jennie 2000). Kontaminasi dari tangan penjamah dapat dicegah dengan penggunaan sarung tangan. Instalasi Gizi menyediakan sarung tangan dispossable dalam jumlah yang cukup untuk seluruh pegawai, tetapi sarung tangan ini tidak digunakan dengan baik oleh penjamah. Menurut Moehyi (1992), cara lain untuk menghindari kontaminasi dari tangan pegawai adalah dengan tidak memegang makanan langsung dengan tangan, tetapi menggunakan sendok garpu atau alat pengambil makanan lainnya. Kebiasaan mencuci tangan Seluruh penjamah selalu mencuci tangan setiap akan melakukan pekerjaan, setelah keluar dari toilet, pada saat tangan kotor, dan setelah menangani bahan makanan. Namun, penjamah tidak mencuci tangan ketika beralih menangani bahan makanan lain seperti pada saat persiapan dan pengolahan. Keenganan untuk mencuci tangan karena dirasakan memakan waktu dan merasa bahwa tangan sudah besih. Pegawai yang menangani bahan makanan harus mencuci tangan sebelum menangani makanan masak, sehingga tidak ada organisme patogen yang dapat hidup didalamnya (Jennie 2000). Selain itu menurut Arisman (2009) tangan perlu dicuci karena ribuan jasad renik, baik flora normal maupun cemaran, menempel di tempat tersebut dan mudah sekali berpindah ke makanan yang tersentuh. Kendala yang dihadapi untuk menghindari kontaminasi dari tangan pegawai adalah tidak disediakannya fasilitas cuci tangan yang memadai terutama sabun dan lap pengering, sehingga tangan pegawai yang sudah dicuci masih berisiko mengandung mikroba dan akan mengkontaminasi makanan.

46 35 Pencucian yang baik menurut Fardiaz (1999) adalah dengan membasahi tangan di bawah air hangat yang mengalir, tangan diberi sabun dan digosok selama 15 detik, kemudian dibilas dan dikeringkan dengan handuk kertas. Penggunaan penutup muka (masker) Masker dapat menahan kontaminasi dari mulut dan hidung. Berdasarkan hasil pengamatan, tidak ada pegawai yang menggunakan masker pada saat pengolahan makanan enteral. Hal tersebut dikarenakan pihak Instalasi Gizi tidak menyediakan masker untuk digunakan penjamah pada saat proses produksi. Menurut Jennie (2000), mulut dan hidung merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba terutama pada saat berkeringat. Mikroba ini dapat mengkontaminasi makanan melalui udara. Penggunaan masker dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba. Udara akan menjadi lebih pengap atau panas saat penggunaan masker, sehingga terjadi pengeluaran keringat yang lebih banyak. Hal tersebut dapat diantisipasi dengan mengurangi kebiasaan berbicara, tertawa dan memegang muka saat bekerja (Marriot 1997). Perilaku saat bekerja Perilaku saat bekerja yang sering dilakukan penjamah adalah berbicara saat bekerja. Berbicara saat bekerja memungkinkan jatuhnya air liur dan kotoran lain dari mulut ke bahan makanan yang dipersiapkan (Jennie 2000). Selain itu penggunaan perhiasan dan kosmetik pada pegawai wanita masih dilakukan. Sebanyak 40.0% penjamah makanan enteral terutama penjamah wanita masih menggunakan perhiasan pada saat mengolah makanan. Perhiasan yang sering dipergunakan adalah cincin. Tangan yang dilengkapi perhiasan akan sulit dicuci sampai bersih karena adanya lekukan perhiasan dan permukaan kulit disekitar perhiasan. Sisa-sisa makanan dapat menempel pada perhiasan sehingga mikroba dapat tumbuh dan berpindah ke makanan (Sambas 1991). Perhiasan tidak boleh digunakan saat menangani makanan karena dikawatirkan masuk dan jatuh dalam makanan tanpa dapat dicegah dan disadari, hal tersebut dapat mencemari makanan (Depkes 2002). Fasilitas Fisik dan Sanitasi Fasilitas fisik dan sanitasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira diobservasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/ PER/VI/2011 yang diukur berdasarkan jumlah skor dan kategori. Hasil observasi terhadap fasilitas fisik dan sanitasi Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira dapat dilihat pada Tabel 8.

47 36 Tabel 8 Fasilitas Fisik dan Sanitasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira No. Fasilitas Fisik dan Sanitasi Bobot Nilai Skor (%) 1 Halaman bersih, rapi, kering, dan berjarak sedikitnya meter dari sarang lalat/tempat pembuangan sampah, serta tidak tercium bau busuk atau tidak sedap yang berasal dari sumber pencemaran 2 Konstruksi bangunan kuat, aman, terpelihara, bersih dan bebas dari barang-barang yang tidak berguna atau barang sisa 3 Lantai kedap air, rata, tidak licin, tidak retak, terpelihara, dan mudah dibersihkan 4 Dinding dan langit-langit dibuat dengan baik, terpelihara dan bebas dari debu 5 Bagian dinding yang kena percikan air dilapisi bahan kedap air setinggi 2 meter dari lantai 6 Pintu dan jendela dibuat dengan baik dan kuat. Pintu dibuat menutup sendiri, membuka kedua arah, dan dipasang alat penahan lalat dan bau. Pintu dapur membuka kearah luar 7 Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak menimbulkan bayangan. Kuat cahaya sedikitnya 10 fc pada bidang kerja. 8 Ruang pengolahan maupun peralatan dilengkapi ventilasi yang baik sehingga terjadi sirkulasi udara dan tidak pengap 9 Sumber air bersih aman, jumlah cukup dan bertekanan Pembuangan air limbah dari dapur, kamar mandi, WC dan saluran air hujan lancer, baik dan tidak menggenang 11 Jumlah fasilitas cuci tangan dan toilet cukup, tersedia sabun, nyaman dipakai dan mudah dibersihkan 12 Tersedia tempat sampah yang cukup, bertutup, anti lalat, kecoa, tikus dan dilapisi kantong plastic yang selalu diangka setiap kali penuh 13 Tersedia luas lantai yang cukup untuk pekerja pada bangunan, dan terpisah dengan tempat tidur atau tempat mencuci pakaian 14 Perlindungan terhadap serangga, tikus, hewan peliharaan, dan hewan pengganggu lainnya 15 Ruangan bersih dari barang yang tidak berguna. Barang tersebut disimpan rapi di gudang 16 Pertemuan sudut lantai dan dinding lengkung (konus) Ruang pengolahan tidak dipakai sebagai ruang tidur Alat pembuangan asap dilengkapi filter (penyaring) Jumlah ,6 Berdasarkan Tabel 8, setelah dilakukan penilaian, skor yang didapat adalah 83.6%. Total skor sebesar 83.6% berada dalam kisaran 83%-92%. Artinya, rumah sakit secara umum laik fasilitas fisik dan sanitasi dengan tingkat mutu golongan B berdasarkan Permenkes no. 1096/Menkes/PER/VI/2011.

48 37 Lokasi. Bangunan Instalasi Gizi tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, dan sumber pencemaran lainnya sehingga tidak tercium bau busuk. Selain itu, halaman Instalasi Gizi terlihat bersih, tidak bersemak, dan tidak banyak lalat. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (2011). Keadaan konstruksi. Bangunan Instalasi Gizi terletak di bagian belakang gedung Rumah Sakit Dustira. Pemilihan lokasi di belakang gedung Rumah Sakit akan memudahkan proses penerimaan bahan makanan maupun distribusi makanan ke pasien. Bangunan dibagi menjadi beberapa ruangan yang didesain sedemikian rupa sehingga arus kerja dan lalu lintas pegawai lancar dan teratur. Di beberapa ruangan terdapat barang-barang yang tidak berguna seperti tumpukan kardus dan plastik bekas. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (2011), ruangan harus bersih dari barang yang tidak berguna, karena dapat mengundang serangga atau hewan pengerat. Lantai dan dinding Lantai ruang instalasi gizi tidak licin dan mudah dibersihkan, namun ada beberapa lantai yang retak dan bolong sehingga memungkinkan adanya timbunan kotoran di sela-sela lantai yang retak tersebut. Seharusnya lantai dibuat kuat, tidak mudah rusak, permukaan lantai harus dibuat kedap air dan tidak ada retakan dan sambungan, tidak licin dan tahan terhadap pembersihan, jika terdapat retakan dan sambungan harus segera diperbaiki (Depkes 2002). Jadwal pembersihan lantai selalu dilakukan setiap hari dan setiap lantai kotor. Kegiatan pembersihan yang biasa dilakukan yaitu menyapu sampah-sampah yang berserakan dan mengepel genangan air atau kotoran yang menempel. Dinding pengolahan makanan enteral yang selalu terkena percikan air menggunakan porselen dengan tinggi 2 m dan warnanya memantulkan cahaya. Lapisan porselen tidak mudah kotor bila terkena asap atau debu dan mudah dibersihkan. Sudut antara dinding dengan lantai tidak berbentuk lengkung (conus). Hal tersebut dapat menimbulkan risiko tertimbunnya debu diantara sudut-sudut tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (2011) sudut dinding dengan lantai berbentuk lengkung dimaksudkan untuk memudahkan dalam pembersihan dan agar tidak menyimpan debu atau kotoran.

49 38 Langit-langit. Bidang langit-langit di Instalasi Gizi menutupi seluruh atap bangunan dan terbuat dari bahan yang permukaannya rata serta mudah dibersihkan. Tinggi langit-langit >2,4m di atas lantai, kondisi langit-langit tidak mudah mengelupas namun agak sedikit kotor. Pembersihan langit-langit dilakukan setiap 1 bulan sekali. Menurut Permenkes (2011), langit-langit harus menutup seluruh atap bangunan, serta tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di atas lantai. Pintu dan jendela. Pintu di Instalasi Gizi mengarah ke luar. Pada saat proses pengolahan berlangsung, pintu selalu terbuka lebar dan tidak pernah ditutup. Hal ini bertujuan agar cahaya matahari dapat masuk ke dalam ruangan pengolahan. Namun, hal tersebut dapat meningkatkan risiko debu yang berada di luar ruangan dan serangga (lalat) atau hewan lain dapat masuk dengan bebas ke ruang pengolahan. Jendela di bangunan Instalasi Gizi tidak dilengkapi dengan kawat kasa (anti serangga). Jadwal pembersihan jendela dilakukan setiap hari pada saat pengolahan berlangsung. Depkes (2002) menyatakan bahwa seluruh pintu dan jendela pada bangunan yang dipergunakan untuk pengolahan harus membuka ke arah luar. Pintu ruangan pengolahan harus dapat menutup sendiri. Hal ini untuk memudahkan penyelamatan diri pada waktu keadaan darurat. Pencahayaan dan ventilasi. Pencahayaan di ruang pengolahan cukup terang dan tidak menimbulkan bayangan. Pencahayaan di ruang pengolahan lebih mengutamakan cahaya yang berasal dari luar ruangan (cahaya matahari) karena pintu yang terbuka lebar. Sedangkan pencahayaan di ruangan lain cukup terang karena dibantu oleh lampu. Ruangan Instalasi Gizi memiliki ventilasi yang menjamin peredaran udara dengan baik. Terdapat exhausher fan di ruang pengolahan yang berfungsi untuk menjaga alur udara tetap baik dan menghilangkan asap atau debu yang masuk ke ruangan. Menurut Subandriyo (1993), tinggi ventilasi sekurang-kurangnya 1 m dari lantai. Ventilasi pada bangunan tidak boleh terakumulasi debu dan dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah masuknya serangga. Selain itu Fardiaz (1999) menambahkan, kontrol suhu udara juga dapat dilakukan dengan menggunakan sistem aliran udara (exhauster fan). Mekanisme kerja exhauster fan harus diatur sehingga udara tidak mengalir dari tempat kotor ke tempat bersih.

50 39 Tempat pencucian. Tempat pencucian alat kadang suka digabung dengan pencucian bahan makanan, begitu juga sebaliknya. Tempat pencucian alat berbentuk wastafel dan keadaannya agak berkarat. Tempat pencucian alat ada di ruang persiapan dan di ruang pengolahan. Menurut Jennie (2000) dalam pengolahan pangan, wadah dan alat pengolahan yang kotor serta mengandung mikroba merupakan salah satu sumber kontaminasi. Mencuci peralatan menjadi bersih dapat menghindari peluang terjadinya kontaminan. Instalasi gizi memiliki tempat cuci tangan bagi pegawai, namun fasilitas cuci tangan tersebut rusak sehingga pegawai mencuci tangan dimana saja, terutama ditempat pencucian bahan makanan atau tempat pencucian alat. Di tempat pencucian alat atau bahan makanan tidak ditemukan fasilitas cuci tangan seperti lap kering untuk mengeringkan tangan. Tidak adanya lap pengering akan menghambat pegawai untuk mencuci tangan dengan baik, maka tangan yang digunakan untuk mengolah tidak terjamin bersih dan bebas dari mikroba dan kotoran yang menempel. Tempat pencucian di Instalasi Gizi tidak dilengkapi dengan saluran air panas. Idealnya tempat cuci tangan terpisah dari tempat cuci peralatan maupun bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran pembuangannya tertutup, bak penampung air dan alat pengering. Sumber air bersih. Sistem penyediaan air bersih di Instalasi Gizi berasal dari sumur, sehingga dilakukan pemeriksaan kualitas air bersih setiap enam bulan sekali untuk mengetahui kualitas air yang digunakan dan kemungkinan terjadinya kontaminasi dari air. Air bersih di Instalasi Gizi cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan. Kualitas air bersih berdasarkan kategori uji fisik dan kimia sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun belum memenuhi syarat untuk kategori mikrobiologi. Pemasakan atau perebusan air yang akan digunakan untuk pengolahan dapat meminimalisasi atau menghilangkan mikroba yang ada pada air tersebut. Tempat sampah. Sarana tempat sampah yang digunakan di Instalasi Gizi kurang memenuhi syarat. Tempat sampah yang ada di instalasi gizi berjumlah tiga buah. Berdasarkan hasil pengamatan tempat sampah tidak dipisahkan antara sampah basah (organic) dan sampah kering (anorganic). Tempat sampah terlihat agak kotor dan kondisinya tidak tertutup. Kondisi tempat sampah yang terbuka

51 40 akan mengkontaminasi makanan melalui debu dan kotoran dari tempat sampah yang terbawa udara. Debu dan kotoran tersebut mengandung mikroba dari sampah di dalamnya. Menurut Depkes (2000), seharusnya tempat sampah mempunyai tutup dan dilapisi plastik sehingga mudah dibersihkan dan tidak mengkontaminasi makanan serta terlindung dari serangga serta hewan lainnya. Jadwal pembuangan sampah dilakukan setiap hari dan saat tempat sampah sudah penuh. Penyelenggaraan Makanan Enteral di Instalasi Gizi RS Dustira Makanan enteral diproduksi oleh Instalasi Gizi Rumah Sakit diberikan untuk pasien rawat inap yang tidak dapat mengkonsumsi makanan secara oral dengan optimal. Penyelenggaraan makanan enteral di instalasi gizi melalui beberapa tahapan produksi yang meliputi tahap-tahap sebagai berikut : 1) Perencanaan menu, 2) Pengadaan bahan makanan, 3) Penerimaan bahan makanan, 4) Penyimpanan bahan makanan, 5) Persiapan dan pengolahan, 6) Pewadahan, dan 7) Distribusi. Perencanaan menu. Perencanaan menu makanan enteral bagi pasien di Rumah Sakit Dustira tidak dibedakan berdasarkan kelas perawatan, namun berdasarkan kondisi kesehatan masing-masing pasien. Tatalaksana makanan enteral disesuaikan dengan kondisi kesehatan dan status gizi pasien. Standar porsi yang diberikan kepada pasien sesuai dengan kebutuhan gizi dan kondisi kesehatan tiap pasien. Jenis menu makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira yaitu untuk pasien dengan penyakit DM dan komplikasinya, ginjal dan komplikasinya, jantung dan komplikasinya, hati, ODHA, gastritis, pasca operasi, dan stroke. Perencanaan formulasi menu makanan enteral bagi pasien yang memerlukan terapi diit khusus, seperti salah satunya diit diabetes mellitus (DM) yang membedakan hanya penggunaan bahan pangan seperti gula dan susu. Pasien DM akan diberikan bahan makanan khusus seperti susu dan gula khusus untuk penyakit DM. Menu makanan enteral terbagi menjadi dua, meliputi makanan enteral diet khusus yaitu makanan enteral untuk pasien yang diberikan terapi diit khusus seperti DM, ginjal, jantung dan lain-lain, serta makanan enteral biasa yaitu makanan enteral untuk pasien yang tidak diberikan terapi diit khusus seperti pasien luka bakar dan pasca operasi. Beberapa formulasi makanan cair biasa dan makanan cair diet khusus disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10.

52 41 Tabel 9 Formulasi Menu Makanan Cair Biasa Bahan Pangan URT Perkiraan Berat Kandungan Zat Gizi (kal) Tepung beras 12 sdm 75 gr 263 Telur ayam 1 btr 55 gr 75 Putih telur 2 btr 70 gr 100 Susu full cream 9 sdm 45 gr 225 Gula 7 sdm 90 gr 350 Margarine 1.5 sdt 7.5 gr 75 Air 1000 ml 1000 ml - Sumber : Resep makanan cair biasa Instalasi Gizi RS Dustira Tabel 10 Formulasi Menu Makanan Cair Diet Khusus Bahan Pangan Jantung (2100 kkal) ml (10x) 1 ml = 1.5 kal URT Perkiraan Kandungan Berat Energi (kkal) URT Ginjal (1250 kkal) ml (6x) 1 ml = 1 kal Perkiraan Kandungan Berat Energi (kkal) DM (1400 kkal) ml (6x) 1 ml = 1 kal URT Perkiraan Kandungan Berat Energi (kkal) Tepung beras 24 sdm 150 gr sdm gr sdm 175 gr 613 Telur ayam 3 btr 165 gr btr 110 gr btr 110 gr 150 Putih telur 2 btr 70 gr btr 70 gr btr 105 gr 150 Susu 9 sdm 45 gr sdm 45 gr sdm 60 gr 300 Buah 4 ptg bsr ptg bsr 150 gr Sayur 2 gls gls 100 gr 25 Gula 7.5 sdm 100 gr sdm 26 gr Margarine 5 sdt 25 gr sdt 10 gr sdt 15 gr 150 Air 1400 ml 1400 ml ml 1250 ml ml 1400 ml - Sumber : Resep makanan cair diet khusus Instalasi Gizi RS Dustira 41

53 42 Tabel 9 dan 10 menunjukkan bahwa formulasi menu makanan enteral yang ditetapkan oleh Instalasi Gizi disesuaikan dengan kebutuhan gizi masingmasing pasien. Contohnya pasien dengan diit ginjal yang kebutuhan gizinya sekitar 1250 kkal, maka pasien akan diberikan makanan enteral dengan volume ± 1250 ml untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Tanra (1998) menyatakan bahwa salah satu syarat makanan enteral yang harus dipenuhi adalah memiliki kepadatan kalori yang tinggi. Kepadatan kalori yang ideal adalah 1 kkal/ml cairan dan Hartono (2000) menambahkan, 1 ml makanan enteral umumnya dibuat setara dengan 1 kalori. Selain itu, ahli gizi juga mempertimbangkan jika asupan cairan pasien harus dibatasi maka formula 1,5 atau 2 kkal/ml akan diberikan. Contohnya pada pasien dengan penyakit jantung yang asupan cairannya harus dibatasi, maka ahli gizi membuat formula sesuai dengan kebutuhan gizi pasien yaitu 2100 kkal dengan volume cairan sebanyak 1400 ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap 1 ml makanan enteral mengandung 1.5 kkal. Thaha (1998) mengemukakan bahwa formula standar untuk kebanyakan pasien adalah 1 kkal/ml, namun jika cairan harus dibatasi maka lebih cocok diberikan formula 1.5 atau 2 kkal/ml. Pengadaan bahan pangan. Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira melakukan pengadaan bahan pangan melalui rekanan. Rekanan memasok bahan pangan sesuai dengan kriteria mutu yang telah dibuat oleh instalasi gizi, baik jumlah, mutu maupun kualitas. Umumnya setiap penyelenggaraan makanan di rumah sakit selalu menetapkan kriteria mutu bahan makanan yang dibuat oleh instalasi gizi. Hal ini bertujuan untuk memperoleh mutu yang baik. Kriteria mutu antara lain segar, utuh, tidak rusak, wadah/kemasan asli, terdaftar, dan tidak kadaluarsa. Bahan pangan pembuat makanan enteral seperti sayur dan buah dipasok setiap hari, telur dipasok setiap tiga hari sekali, sedangkan susu, margarin dan gula dipasok setiap 15 hari sekali. Kriteria mutu yang ditetapkan oleh instalasi gizi Rumah Sakit Dustira adalah kategori umum yang biasa digunakan untuk ukuran rumah tangga dan belum menunjukkan kualitas bahan makanan yang sebenarnya. Menurut Keister (1990), spesifikasi tersebut kurang tepat bila digunakan untuk penyelenggaraan makanan institusi karena tidak mendefinisikan secara lengkap kriteria mutu tiap bahan makanan, terutama mengenai mutu organoleptik dan ciri fisik. Kriteria

54 43 mutu yang ditetapkan Instalasi Gizi untuk kelompok bahan makanan pembuat makanan enteral dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Spesifikasi mutu pada bahan pangan pembuat makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Bahan makanan Spesifikasi Satuan Beras Tidak berkutu, bersih, tidak ada kerikil Kg Telur ayam Segar, kulit bersih, ±15-16 btr/kg, tidak busuk, warna Kg coklat muda. Susu gram, tidak kadaluarsa, tidak penyok, Dus tidak apek Gula Kering, putih, bersih, dalam negeri. kg per Kg karung, karung bukan bekas pupuk atau bahan kimia lainnya, local, halus. Margarine Berasal dari tumbuhan, murni berkualitas baik, izin Kg depkes, kemasan 200 gr/kemasan Papaya Segar, tua, manis, warna merah jingga, tidak busuk, Kg tidak bonyok, bentuk beraturan, minimal 2 kg/buah Melon Masak, manis, tua harum, min 2 kg/buah, tidak busuk, Kg tidak bonyok, utuh Wortel Segar, muda, bersih, tanpa batang, daun dan akar ±8- Kg 10 bh/kg Bayam Segar, muda, bersih tidak berakar, batang ± 5 cm, Kg tidak berbulu. Labu siam Segar, muda, bersih, tidak berulat Kg Sumber : Spesifikasi bahan makanan Instalasi Gizi RS Dustira Tabel 11 menunjukkan kriteria mutu untuk sayur dan buah tidak mendefinisikan secara lengkap mengenai aspek mutu. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) sayuran yang baik dapat diketahui dengan memperhatikan mutu organoleptik seperti warna aroma tekstur. Sayuran yang segar akan berwarna hijau atau orange cerah, tidak ada luka, cacat, atau noda, dan tidak berair. Instalasi gizi tidak menetapkan spesifikasi untuk tepung beras karena tidak memesan dari rekanan. Tepung beras yang digunakan oleh Instalasi gizi adalah tepung beras hasil gilingan dari butiran beras yang dibuat menjadi tepung. Kriteria umum mutu yang baik untuk bahan pangan disajikan pada Tabel 12. Penerimaan Bahan Pangan. Tahap penerimaan bahan pangan adalah suatu proses kegiatan yang meliputi pemeriksaan, penelitian, pencatatan, pengambilan keputusan dan pelaporan spesifikasi bahan makanan menurut permintaan (Subandriyo 1993). Kegiatan penerimaan bahan pangan dilakukan di ruangan penerimaan oleh petugas penerimaan yang merangkap sebagai petugas gudang, tidak ada tim atau bagian khusus yang menangani proses penerimaan. Kondisi yang ideal adalah menempatkan orang yang memiliki pengetahuan mengenai kualitas bahan pangan karena kegiatan ini berkaian dengan pemeriksaan kesesuaian

55 44 Tabel 12 Kriteria umum mutu pada bahan pangan Bahan makanan Kriteria mutu Beras Warna agak putih dan sedikit mengkilat, butiran-butiran biji beras tampak utuh dan tidak banyak yang patah, tidak mengeluarkan bau yang tidak wajar, bersih dari berbagai kotoran, seperti debu, ulat atau kutu beras, dan pasir. Tepung beras Butiran kering, tidak lembab/basah, bersih dari berbagai kotoran seperti kutu/serangga dan kerikil. Telur ayam Kulit telur masih utuh dan tidak retak, jika dilihat di sinar terang, telur tampak jernih, tenggelam jika dimasukkan ke dalam air, tidak berbunyi jika digoyang-goyang, kuning telur masih bulat dan terletak di tengah-tengah, tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap. Tepung susu Butiran kering, tidak lembab/basah, aroma khas, tidak ada kutu (komersial) atau serangga, tidak kadaluarsa, memiliki label dan merk, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak. Gula pasir Kering, putih, tidak lembab, tidak ada serangga, warna mengkilap, rasa manis Margarine Kemasan utuh, berisi penuh, tidak ada bagian yang dimakan serangga, tidak kadaluarsa, warna kuning mengkilap, memiliki label dan merk, terdaftar dan mempunyai nomor daftar. Papaya Warna sesuai warna bawaan, tidak ada warna tambahan, kulit utuh, tidak rusak/busuk, bersih, warna daging merah jingga, beraroma khas, tekstur lunak. Melon Bentuk bulat, kulit utuh, tidak rusak/cacat, bersih, matang, manis Wortel Warna orange cerah, tidak ada noda hitam, bersih, tekstur agak keras/tidak lunak, tidak berair Bayam Warna hijau cerah, tidak ada bagian yang terpotong yang berwarna coklat, tidak ada yang busuk atau rusak, utuh, tidak layu, tidak berair, bersih, tidak berulat. Labu siam Warna hijau, tidak ada bagian yang luka/berlubang, bersih, tidak lunak, tidak berulat, tidak berair, segar Sumber : Muchtadi & Sugiyono (1992), Permenkes (2011) bahan pangan yang diterima dengan yang dipesan. Kegiatan penerimaan yang dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan yang berisi jenis dan jumlah bahan yang dipesan, jenis dan jumlah bahan yang dikirim, serta spesifikasi mutu setiap bahan yang harus dipenuhi. Peralatan yang tersedia di ruang penerimaan yaitu timbangan. Timbangan digunakan untuk memeriksa kesesuaian berat bahan makanan yang dipesan dengan berat bahan makanan yang diterima. Telur yang diterima, diperiksa secara seksama oleh petugas penerima bahan pangan dengan aspek yang di lihat yaitu keutuhan telur, kesegaran telur, dan jumlah yang dipesan. Pengendalian mutu yang dilakukan oleh petugas penerima untuk bahan pangan telur yaitu dengan memeriksa secara seksama kesegaran telur, bila ada telur yang busuk akan segera di buang dan segera meminta ganti kepada rekanan. Penerimaan bahan makanan kemasan seperti susu, gula, dan margarine diterima setiap 15 hari sekali, dan pemeriksaan

56 45 dilakukan dengan memeriksa label atau kemasan yang digunakan, tanggal kadaluarsa, keutuhan serta jumlah yang dipesan. Pengendalian mutu yang dilakukan adalah meminta bahan pangan pengganti bila ditemukan bahan pangan yang tidak layak pakai. Penerimaan sayuran dan buah-buahan dilakukan dengan cara ditimbang dan dicatat terlebih dahulu, namun karena tidak ada meja penerimaan sehingga sayuran dan buah yang telah ditimbang diletakkan di lantai begitu saja. Pemeriksaan sayur dan buah yang diperhatikan adalah kesesuaian jenis, jumlah dan berat yang telah dipesan. Kesegaran dan keutuhan sayur dan buah kurang diperhatikan. Pemasok bahan makanan tidak memperhatikan suhu dalam alat angkut maupun wadah yang digunakan saat pengiriman dari tempat pemasok ke Instalasi Gizi, sehingga mengakibatkan perubahan struktur dan fisiologis yang ditunjukkan dengan beberapa sayuran yang layu. Sayuran yang layu tidak dikembalikan kepada pemasok, namun pengendalian mutu yang dilakukan oleh petugas pada sayuran dilakukan pada saat tahap persiapan yaitu dengan cara memilih bagian sayuran yang masih segar dan dapat dimakan. Wadah yang digunakan oleh pemasok hanya berupa plastik. Sebaiknya wadah yang digunakan dapat menjaga suhu dan keutuhan bahan pangan yang akan digunakan serta dapat mencegah kontaminasi dari bahan pangan lain ataupun dari hewan seperti serangga, maupun hama. Tabel 13 menunjukkan hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap penerimaan bahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira. Berdasarkan Tabel 13, higiene sanitasi pada tahap penerimaan bahan pangan sudah memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011, yaitu 93.3%. Tabel 13 Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap penerimaan bahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira No. Penerimaan Kisaran Nilai Skor (%) Nilai* Pengamatan 1. Bahan dan keutuhannya Tenaga penanggung jawab Peralatan Jumlah *) Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 Penyimpanan bahan pangan. Menurut Mukrie (1990), tujuan penyimpanan adalah mempertahankan mutu, melindungi bahan makanan, melayani kebutuhan bahan makanan dalam macam dan jumlah dengan mutu dan waktu yang tepat serta untuk menyediakan

57 46 persediaan bahan makanan dalam macam, jumlah, dan mutu yang memadai. Menurut Moehyi (1992), penyimpanan bahan makanan harus dipisahkan menurut jenisnya. Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira, penyimpanan bahan makanan untuk membuat makanan enteral tersimpan dalam tiga gudang, yaitu gudang kering, gudang basah dan gudang harian. Gudang kering. Beras, tepung beras, gula pasir dan mentega disimpan di gudang kering. Di gudang kering bahan pangan diletakkan dilantai dan tidak terdapat rak penyimpanan. Gudang kering juga sering digunakan untuk menyimpan bahan pangan seperti pisang. Pisang adalah buah yang mudah busuk karena kadar airnya yang cukup tinggi. Penempatan buah pisang di gudang kering dapat menimbulkan kontaminasi silang pada bahan pangan kering lain, seperti tepung-tepungan. Penempatan buah pisang di gudang kering akan membuat tekstur tepung menjadi lembab. Tepung yang lembab akan mudah untuk ditumbuhi oleh jamur dan kapang. Selain itu, terdapat banyak karduskardus kosong serta plastik bekas berserakan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (2011), ruangan harus bersih dari barang yang tidak berguna, karena dapat mengundang serangga atau hewan pengerat. Pemasukan bahan makanan dicatat dan dilaporkan setiap bulan. Gudang selalu dikunci pada saat tidak ada kegiatan dan dibuka pada waktu-waktu tertentu. Pegawai yang keluar masuk gudang hanya pegawai yang telah ditentukan. Pencahayaan di gudang bahan makanan kering cukup terang. Keadaan lantai cukup bersih, namun terdapat banyak kardus-kardus kosong serta plastik bekas berserakan. Gudang basah. Gudang basah digunakan untuk menyimpan bahan pangan yang tidak tahan lama serta mudah busuk seperti hewani, sayur dan buah. Gudang basah memiliki tiga jenis tempat penyimpanan yaitu freezer, chiler dan rak terbuka. Namun untuk bahan pangan pembuat makanan enteral yang digunakan hanya chiller dan rak terbuka. Sayur dan buah disimpan di chiller dengan suhu 12 0 C, adapula beberapa buah yang disimpan di rak terbuka. Buah yang telah dipotong dan disimpan di rak terbuka dikemas dengan menggunakan plastik wrapping. Selain itu, telur juga disimpan di rak terbuka. Telur disimpan digudang penyimpanan paling lama 2 hari. Telur akan mengalami kerusakan jika tidak disimpan pada suhu rendah atau refrigerator, tetapi Syarief dan Halid (1992) menyatakan bahwa telur yang disimpan pada suhu kamar ( C)

58 47 masih berada dalam kondisi yang baik dan aman dikonsumsi dalam jangka waktu satu hari. Gudang harian. Gudang harian merupakan gudang untuk menyimpan bahan kemasan atau alat makan disposable, makanan diet khusus, dan bahan makanan kering yang tidak habis pakai seperti susu, agar-agar, tepung maizena, dan lainnya. Gudang harian berupa lemari kaca tertutup yang terdapat dalam ruangan komputer. Pengeluaran bahan pangan di gudang harian sudah menggunakan sistem first in fist out (FIFO). Sistematika penyimpanan dan penyusunan bahan makanan menggunakan prinsip FIFO, artinya bahan makanan yang terlebih dahulu masuk dan yang mendekati masa kadaluarsa harus keluar lebih dulu dengan penyusunan menurut jenis dan frekuensi pemakaian (Fardiaz 1999). Hasil pengamatan menunjukkan tidak adanya kode, tanggal masuk, maupun tanggal kadaluarsa pada bahan yang disimpan, sistem yang digunakan hanya memindahkan bahan makanan yang lama ke depan dan menyimpanan bahan makanan yang baru di belakang. Penyimpanan bahan makanan di lemari penyimpanan gudang harian sudah perjenis bahan makanan, namun dikarenakan terlalu banyak bahan makanan yang disimpan dalam lemari sehingga terdapat bahan makanan yang tertutup atau terhalangi oleh bahan makanan lain yang berbeda jenis, seperti penempatan susu komersial terhalangi oleh bahan pangan kemasan (tepung maizena atau coklat bubuk). Hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan dalam sistem FIFO yang mereka gunakan. Lemari penyimpanan berjarak kurang dari 2 cm dari dinding, dan berjarak kurang dari 15 cm dari lantai. Menurut Moehyi (1992), tinggi rak sebaiknya berjarak 5 cm dari dinding dan minimal 15 cm dari atas lantai sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik. Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan pangan belum memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011, yaitu 85.0%. Berdasarkan pengamatan di gudang harian banyak terdapat kardus yang tidak terpakai dan disimpan di bawah meja. Hal ini dapat menjadi peluang bagi hewan seperti serangga atau hewan pengerat untuk berkembang biak. Berdasarkan pengamatan terdapat serangga seperti kecoa dan laba-laba di gudang harian. Menurut Depkes (2002), tempat

59 48 penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain. Tabel 14 Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira No. Penyimpanan Kisaran Nilai Skor (%) Nilai* Pengamatan 1. Suhu dan waktu penyimpanan Tempat untuk menyimpan makanan Pencegahan kontaminasi silang Fasilitas fisik dan sanitasi Jumlah *) Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 Persiapan dan pengolahan makanan. Proses pengolahan makanan enteral terdiri dari proses persiapan dan pemasakan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan yaitu mencuci alat yang akan digunakan dengan sabun cuci. Menurut Subandriyo (1993), pencucian dapat melarutkan kotoran yang mungkin masih ada. Tahap persiapan lainnya yaitu menggiling beras dengan alat penggilingan untuk menghasilkan tepung beras, pencucian dan pemotongan sayur dan buah. Pengamatan menunjukkan bahwa beberapa sayur tidak dicuci terlebih dahulu sebelum dipotong. Pencucian sayur dilakukan setelah dipotong dengan menggunakan air mengalir. Hal ini akan menyebabkan kehilangan sejumlah zat gizi. Pengamatan pada proses persiapan menunjukkan kemungkinan terjadinya kontaminasi silang yang berasal dari alat persiapan dan penjamah. Alat persiapan yang akan digunakan tidak dibersihkan terlebih dahulu, selain itu alat digunakan secara bergantian untuk berbagai jenis bahan pangan tanpa dicuci kembali. Kontaminasi silang yang berasal dari penjamah adalah penjamah tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum persiapan serta tidak menggunakan sarung tangan. Hal ini akan memungkinkan berpindahnya kotoran maupun mikroba yang menempel pada tangan berpindah ke bahan pangan atau timbulnya kontaminasi silang antar bahan makanan dengan perantara tangan penjamah. Pembuatan makanan enteral dilakukan satu kali untuk memenuhi frekuensi pemberian makanan enteral setiap hari, dan dilaksanakan oleh penjamah makanan cair yang bertugas pada pagi hari. Tahap pengolahan makanan enteral terdiri dari beberapa tahapan. Pembuatan makanan enteral biasa di instalasi gizi yaitu dengan telur direbus hingga matang ± 7 menit pada suhu 100ºC, setelah itu tepung beras di rebus

60 49 menggunakan air hingga mengental dan menjadi bubur tepung beras. Selanjutnya semua bahan seperti telur rebus yang telah dikupas, bubur tepung beras, susu bubuk, gula pasir, dan margarine dimasukkan kedalam blender kemudian ditambahkan air panas selanjutnya diblender hingga halus. Berbeda dengan makanan enteral biasa, makanan enteral diet khusus dibuat dengan beberapa tahapan. Pertama mengukus sayuran ±10 menit kemudian sayuran yang telah dikukus diblender dengan buah yang telah dipotong selanjutnya disaring. Kemudian dicampur dengan bahan pangan lainnya seperti telur, susu, gula, margarine dan tepung beras hingga homogen. Setelah tercampur rata, dimasak dengan api kecil hingga mendidih. Pemasakan sayuran secara berulang-ulang dapat menghilangkan kandungan gizinya, terutama vitamin dan mineral. Berdasarkan hasil pengamatan, penjamah menakar bahan pangan dengan ukuran yang tidak standar atau hanya menggunakan estimasi. Tidak adanya standar porsi dapat mempengaruhi pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi pasien. Menurut Hardjodisastro, Syam dan Sukrisman (2006), prinsip yang harus diperhatikan dalam pemberian makan enteral adalah kebutuhan gizinya harus tercukupi dan sesuai. Hal ini dikarenakan kurangnya pengawasan terhadap petugas yang melakukan pemasakan makanan enteral. Higiene sanitasi penjamah menunjukkan hasil yang belum sesuai dengan yang dianjurkan, yaitu pada kategori perilaku berbicara atau mengobrol saat bekerja tanpa menggunakan masker, penggunaan sarung tangan dan periode pencucian apron. Berbicara saat bekerja memungkinkan jatuhnya air liur dan kotoran lain dari mulut ke bahan makanan yang dipersiapkan (Jenie 2000). Alasan pejamah tidak menggunakan sarung tangan saat pengolahan adalah tidak nyaman. Tangan pegawai yang telah tercemar mikroorganisme patogen akan memindahkan mikroba tersebut ke pakaian atau serbet yang bersentuhan dengan makanan atau tangan tersebut (Jennie 2000). Tabel 15 menunjukkan hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap persiapan dan pengolahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira. Berdasarkan Tabel 15, higiene sanitasi pada tahap persiapan dan pengolahan belum memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011, yaitu 84.0%.

61 50 Tabel 15 Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap persiapan dan pengolahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira No. Persiapan dan Pengolahan Kisaran Nilai Skor (%) makanan Nilai* Pengamatan 1. Peralatan yang digunakan Pencucian Pengaturan suhu dan waktu Tenaga pengolah Fasilitas fisik dan sanitasi Jumlah *) Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 Sistem penyediaan air bersih pada Instalasi Gizi berasal dari sumur, sehingga dilakukan pemeriksaan kualitas air bersih setiap enam bulan sekali untuk mengetahui kualitas air yang digunakan dan kemungkinan terjadinya kontaminasi dari air. Data pemeriksaan air di Instalasi Gizi pada April 2011 disajikan pada Tabel 16. Tabel16 Data pemeriksaan air di Instalasi Gizi pada April 2011 N o Parameter Metode Satuan Hasil Pemeriksaan Batas Maksimum Fisik 1 Bau Organoleptis mg/l Tidak berbau Tidak berbau 2 Zat Padat Terlarut (TDS) Elektrometri FAU Kekeruhan Tubidimetri skala TCU 6, Warna spektrofotometri Kimia Anorganik 5 Besi AAS mg/l 0,50 1,0 6 Fluorida spektrofotometri mg/l 0,04 1,5 7 Kesadahan CaCo3 Titrimetri mg/l 63, Klorida Titrimetri mg/l 2, Mangan AAS mg/l <LD (0,0046) 0,5 10 Nitrat, sebagai N spektrofotometri mg/l 0, Nitrit, sebagai N spektrofotometri mg/l 0,00 1,0 12 ph Elektrometri - 7,71 6,5-9,0 13 Sulfat spektrofotometri mg/l 6, Kimia Organik 14 Detergent spektrofotometri mg/l 0,00 0,5 15 Zat Organik (KMnO4) Titrimetri mg/l 0, Sisa klor spektrofotometri mm 0,00 0,2-0,5 Mikrobiologi 17 Total coliform Tabung ganda MPN/100 ml 350 Air pipaan : 10 Bukan air pipaan : 50 Hasil pemeriksaan mutu air pada bulan April 2011 di Instalasi Gizi RS Dustira menunjukkan bahwa air telah memenuhi baku mutu air bersih dari uji fisik dan kimia sesuai dengan peraturan Depkes, sedangkan hasil uji mikrobiologi tidak memenuhi baku mutu air bersih Depkes. Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan adanya mikroba coliform pada air. Pengendalian mutu yang

62 51 mereka lakukan pada hasil pemeriksaan mikrobiologi adalah dengan merebus air yang akan digunakan untuk pengolahan hingga dapat meminimalisasi total coliform yang terkandung dalam air tersebut. Pewadahan makanan enteral. Makanan enteral yang telah diolah segera diporsi dan disajikan dalam wadah yang berupa gelas plastik disposable yang berukuran 200 ml. Pemorsian makanan enteral biasa dilakukan dengan cara menuangkan langsung kedalam gelas saji. Sedangkan pemorsian bahan makanan enteral diet khusus diporsi dengan menggunakan spuit. Berdasarkan pengamatan, makanan enteral yang sudah diporsi tidak segera di tutup, namun dibiarkan dahulu hingga beberapa menit untuk menghilangkan uap panas. Setelah uap panasnya hilang, makanan enteral di bungkus dengan plastik wrap (wrapping). Berdasarkan hasil pengamatan, higiene sanitasi penjamah menunjukkan hasil yang belum sesuai dengan yang dianjurkan, yaitu pada kategori kebiasaan, mengobrol tanpa menggunakan masker dan menggunakan penutup kepala yang tidak menutup rambut secara keseluruhan. Menurut Jenie (2000), pada saat berbicara memungkinkan jatuhnya air liur dan kotoran lain dari mulut ke makanan yang telah siap disajikan, padahal makanan masak merupakan titik rawan, karena makanan sudah bebas bakteri patogen dan tidak lagi dipanaskan. Tabel 17 menunjukkan hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap pewadahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira. Tabel 17 Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap pewadahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira No. Pewadahan Kisaran Nilai Skor (%) Nilai* Pengamatan 1. Keadaan makanan saat penyajian Peralatan penyajian Tenaga penyaji makanan Jumlah *) Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 Penggunaan penutup kepala yang tidak menutupi rambut secara keseluruhan dapat memungkinkan jatuhnya rambut ke makanan. Rambut dapat membawa mikroorganisme Staphylococcus aureus. Jika rambut rontok atau jatuh akan mengkontaminasi makanan dan merusak penampilan makanan. Berdasarkan Tabel 17, higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan pangan belum memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011, yaitu 86.7%.

63 52 Pengangkutan (distribusi) Makanan enteral yang siap disajikan diletakkan dalam baki dan diantar ke pasien dengan menggunakan trolley tertutup. Keadaan trolley cukup baik, kuat dan bersih. Jadwal pembersihan trolley dilakukan seminggu sekali. Depkes (2000) menyatakan pendistribusian dengan menggunakan trolley tertutup serta peralatan yang dipakai selalu terjaga dapat menghindari pencemaran terhadap makanan yang disajikan. Tenaga pendistribusian makanan bekerjasama dengan petugas yang ada pada masing-masing ruangan. Berdasarkan hasil pengamatan, penjamah di bagian pendistribusian berbicara dan mengobrol saat mendistribusikan makanan enteral ke trolley. Tabel 18 menunjukkan hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap pengangkutan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira. Berdasarkan Tabel 18, higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan pangan sudah memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011, yaitu 93.3%. Tabel 18 Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap pengangkutan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira No. Pengangkutan Kisaran Nilai Skor (%) Nilai* Pengamatan 1. Wadah atau alat pembawa Kendaraan yang digunakan Tenaga yang membawa makanan Jumlah *) Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 Kualitas Makanan Enteral di Instalasi Gizi RS Dustira Makanan enteral diproduksi satu kali untuk memenuhi frekuensi pemberian makanan enteral setiap hari. Makanan enteral yang telah diproduksi pada pagi hari, sebagian akan diporsi dan disajikan kepada pasien dan sisanya dimasukkan ke dalam refrigerator untuk digunakan pada periode makan berikutnya. Pada periode makan berikutnya, makanan enteral dipanaskan terlebih dahulu sebelum disajikan. Menurut Hartono (2000), makanan enteral yang disimpan dilemari es harus dibiarkan pada suhu ruangan dahulu sebelum diberikan kepada pasien. Suhu makanan enteral hanya sedikit pengaruhnya atas molalitas lambung dan tidak mempengaruhi waktu transit. Pemanasan makanan enteral hingga mencapai suhu tubuh dapat mempermudah pertumbuhan bakteri mengingat makanan enteral merupakan media kultur yang baik.

64 53 Salah satu syarat mutu makanan enteral yaitu memiliki kepadatan kalori yang tinggi. Instalasi gizi membuat formula makanan enteral sesuai dengan kondisi pasien. Hal tersebut dapat dilihat dari setiap 1 ml makanan enteral setara dengan 1 kkal, atau bila ada pembatasan cairan maka setiap 1 ml makanan enteral setara dengan 1.5 atau 2 kkal. Makanan enteral yang diproduksi oleh Instalasi Gizi RS Dustira mengandung komponen zat gizi esensial seperti protein, asam amino, lemak, vitamin, mineral dan trace elements. Hal tersebut dapat dilihat dari bahan pangan pembuat makanan enteral, antara lain tepung beras, telur, susu, margarin, sayur, buah. Bahan baku makanan enteral terdiri dari komponen yang siap diabsorpsi atau paling tidak hanya sedikit memerlukan kegiatan pencernaan untuk dapat diabsorpsi seperti tepung beras, telur, gula, margarine, dan susu. Selain itu bahan baku makanan enteral di Instalasi Gizi tidak ada yang mengandung purin. Pemeriksaan mutu makanan enteral dilihat dari segi fisik dan mikrobiologi. Makanan enteral yang diamati adalah makanan enteral biasa dan makanan enteral diet khusus yang sudah siap disajikan kepada pasien. Pemeriksaan sampel makanan enteral secara fisik dilakukan dengan cara menuangkan sampel makanan cair ke tempat yang datar untuk melihat teksturnya, sedangkan untuk melihat konsistensinya, makanan enteral dimasukkan melalui sonde dan dilihat kelancaran alirannya. Pemeriksaan sampel makanan enteral untuk melihat jumlah mikroba dilakukan di salah satu perusahaan farmasi di Bandung. Selama perjalanan makanan enteral dari rumah sakit ke laboratorium, sampel makanan enteral yang diambil kemudian disimpan dalam box yang berisi es batu, menurut FDA (Food and Drug Admistration) makanan yang akan dianalisa dapat disimpan pada suhu C tidak lebih dari 36 jam. Pemeriksaan mikroba Salmonella dan Shigella menggunakan media agar Salmonella Shigella (SSA), sedangkan untuk mikroba Escherichia coli menggunakan media agar darah. Data pemeriksaan makanan enteral di Instalasi Gizi dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Data pemeriksaan makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira Parameter Fisik Mikroba patogen - Salmonella - Shigella - Eschericia coli Hasil pemeriksaan Konsistensi encer, tidak terdapat gumpalan. Negative (-) Negative (-) Negative (-)

65 54 Hasil pemeriksaan fisik makanan enteral menunjukkan konsistensi encer, dan tidak terdapat gumpalan. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan tidak terdapat mikroba patogen seperti Salmonella, Shigella dan Escherichia coli pada kedua sampel makanan enteral yang ditunjukkan dengan jumlah mikroba patogen <1 atau negatif. HACCP Plan pada Proses Produksi Makanan enteral HACCP pada penyelenggaraan makanan enteral di Rumah Sakit Dustira belum dilaksanakan pada setiap pengendalian mutunya. Namun, pengendalian mutu yang selama ini dilakukan dapat dikatakan secara tidak langsung telah menerapkan prinsip-prinsip HACCP, namun penanganannya belum maksimal, belum secara benar dan tepat menerapkan HACCP sesuai dengan kondisi yang disyaratkan. Pada penelitian ini akan dicoba untuk menerapkan konsep HACCP terhadap keseluruhan tahapan produksi secara umum. HACCP plan dibentuk dalam tabel yang terdiri dari Critical Control Point (CCP), risiko bahaya, tindakan pencegahan, batas kritis, prosedur pemantauan, dan tindakan koreksi. Penerapan HACCP di Rumah Sakit Dustira pada penyelenggaraan makanan enteral dilakukan mulai dari tahap pengadaan bahan makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, pengolahan, pewadahan dan pendistribusian makanan enteral ke pasien. HACCP plan dapat dilihat pada Tabel 20. Berdasarkan Tabel 20, dapat diketahui bahwa CCP pada proses produksi makanan di Instalasi Gizi ada pada tahap pengolahan. Pada tahap pengolahan, titik kritis yang harus dikendalikan adalah suhu dan waktu pemasakan. Suhu dan waktu pemasakan yang tidak tepat dapat memungkinkan pertumbuhan mikroba thermotrof (mikroba tahan panas). Selain itu, pengendalian juga perlu dilakukan berkaitan dengan prosedur kerja dan higiene penjamah, terutama tenaga pengolah. Prosedur kerja yang tidak sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) dan higiene penjamah yang kurang baik dapat menimbulkan kontaminasi silang ke dalam makanan yang diolah.

66 55 CCP Pengadaan bahan makanan Penerimaan bahan makanan Penyimpanan bahan makanan Tabel 20 HACCP pada proses produksi makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira Hasil Pengamatan Spsesifikasi mutu bahan pangan yang ditetapkan merupakan kategori umum yang biasa digunakan untuk ukuran rumah tangga Sebagian bahan pangan seperti sayuran yang sudah agak layu tetap diterima Bahan pangan yang telah diterima langsung di simpan Bahan pangan tidak ditempatkan sesuai dengan jenisnya, seperti buah pisang ditempatkan di gudang kering bersama dengan tepung-tepungan dan beras. Rak penyimpanan berjarak <5 cm dari dinding dan <15 cm dari lantai Sistem FIFO tidak menggunakan pencatatan Risiko Bahaya Mutu bahan pangan yang dipesan rendah Bahan pangan yang diterima bermutu rendah Kontaminasi fisik (kotoran/ jerami, debu, hama) Kontaminasi silang Menghambat aliran udara dan membuat udara dalam makanan menjadi lembab. Kegagalan dalam sistem FIFO Cara Pengendalian Spesifikasi mutu bahan pangan lebih lengkap Pemilihan lebih teliti terhadap pemasok yang dapat memberikan jaminan mutu pangan Pemantauan mutu bahan pangan sesuai standar yang telah ditetapkan Sortasi Pencucian bahan pangan sebelum disimpan Penyimpanan bahan pangan perjenis bahan pangan (gudang basah, kering/harian) Kondisi gudang penyimpanan harus tertutup, berventilasi baik, sirkulasi udara lancar Dilakukan pencatatan seperti tanggal masuk, tanggal keluar, tanggal kadaluarsa Batas Kritis Spesifikasi mutu setiap bahan pangan kurang jelas Bahan pangan yang diterima kadaluarsa, rusak atau busuk Masih terdapat kotoran pada bahan pangan Penyimpanan bahan pangan tidak disimpan sesuai dengan jenis bahan makanannya sendiri Rak penyimpanan kurang dari 5 cm dari dinding dan kurang 15 cm dari lantai, SOP penyimpanan Pencatatan tidak dilakukan Prosedur Pemantauan Membuat daftar rekanan yang dapat memberikan jaminan mutu Inspeksi proses penerimaan bahan pangan dan inspeksi label bahan pangan Inspeksi hasil pencucian Pemantauan sistem penyimpanan bahan pangan Pemantauan jarak rak ke dindig maupun ke lantai Pemantauan pencatatan setiap hari Tindakan Koreksi menolak bahan pangan yang tidak sesuai standar Memilih pemasok yang dapat memberikan jaminan mutu Dibuang atau tidak digunakan serta meminta penggantian bahan yang sama atau bahan yang bernilai sama Dicuci ulang Sistem penyimpanannya ditata ulang dengan memberikan tempat terpisah untuk masingmasing jenis pangan Menggeser rak hingga sesuai dengan standar yang berlaku Mencatat ulang barang yang masuk atau keluar gudang penyimpanan

67 56 Tabel 20 (lanjutan) CCP Hasil Pengamatan Risiko Bahaya Cara Pengendalian Batas Kritis Prosedur Pemantauan Tindakan Koreksi Penyimpanan bahan pangan Persiapan bahan makanan Di gudang terdapat barangbarang yang tidak digunakan, seperti dus-dus bekas, dan plastik yang sudah tidak digunakan Bahan pangan disusun secara bertumpuk dan beberapa bahan pangan kemasan tidak ditutup dengan baik Masih terdapat kotoran yang berasal dari bahan baku (bahan pangan) Alat persiapan yang digunakan tidak dibersihkan terlebih dahulu dan alat persiapan yang digunakan secara bergantian untuk berbagai jenis bahan pangan tanpa dicuci terlebih dahulu Kontaminasi fisik (hama) Kontaminasi silang Kontaminasi fisik (kotoran/ jerami, bagian tanaman yang rusak/busuk, hama) Kontaminasi silang (alat persiapan dan penjamah) Sanitasi gudang penyimpanan secara berkala (setiap hari) Kondisi penyimpanan bahan pangan dikemas tertutup, tidak bertumpuktumpuk, bebas hama Pencucian, pengupasan, pemotongan bahan pangan Sanitasi alat sebelum dan setelah digunakan Gudang masih terlihat kotor Kemasan tidak tertutup rapat Masih terdapat kotoran/jera mi, bagian tanaman yang rusak atau busuk serta hama setelah pencucian Pencucian alat persiapan dengan air <82⁰C dan tidak menggunaka n bahan sanitazer Inspeksi kebersihan gudang Pemantauan kondisi kemasan Inspeksi hasil pencucian Inspeksi suhu air dan hasil pencucian Tempat penyimpanan segera dibersihkan ulang Menutup ulang Dicuci ulang serta bahan pangan tidak digunakan bila masih ada bagian yang terkontaminasi Dicuci ulang Penjamah tidak mencuci tangan saat akan berpindah menangani bahan pangan lain, Higiene penjamah Penjamah tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah persiapan serta saat berganti menangani bahan lain, penjamah sakit Inspeksi cara kerja penjamah Penjamah tidak diijinkan bekerja jika sakit

68 57 Tabel 20 (Lanjutan) CCP Pengolahan bahan makanan Pewadahan Pewadahan Hasil Pengamatan 30% penjamah menggunakan penutup kepala namun tidak menutupi rambut secara keseluruhan Pengolahan bahan pangan tidak dimasak sempurna Beberapa alat yang akan digunakan tidak dicuci terlebih dahulu 80% penjamah tidak menggunakan sarung tangan saat memegang bahan pangan seperti buah, penjamah tidak mencuci tangan saat akan berpindah menangani bahan pangan lain, Makanan enteral yang telah diporsi bersuhu ±80⁰C 70% penjamah berbicara saat proses pewadahan Risiko Bahaya Kontaminasi fisik (rambut) Kontaminasi biologi (E. coli, Salmonella, Shigella, Staphylococc us aureus) Kontaminasi silang (alat persiapan dan penjamah) Kontaminasi ulang dari uap air Kontaminasi silang (penjamah) Cara Pengendalian Penjamah menggunakan atribut kerja Pemasakan Sanitasi alat pengolahan dan ruang pengolahan Higiene penjamah Makanan enteral didinginkan dahulu sebelum di tutup Higiene penjamah Batas Kritis penjamah tidak menggunakan penutup kepala hingga menutupi rambut secara keseluruhan Suhu pemasakan <85⁰C waktu proses kurang dari 30 menit Alat tidak dicuci dan tidak didesinfeksi sebelum digunakan Penjamah tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah persiapan serta saat berganti menangani bahan lain Makanan enteral di tutup sebelum uap panasnya hilang Penjamah mengobrol saat pewadahan, penjamah sakit Prosedur Pemantauan Inspeksi cara kerja penjamah Pemantauan suhu dan waktu pemasakan Inspeksi pencucian alat Pemeriksaan kesehatan dan kebersihan penjamah Pemantauan proses dan cara kerja Inspeksi cara kerja penjamah Tindakan Koreksi Penjamah dianjurkan menggunakan penutup kepala hingga menutupi rambut secara keseluruhan Diproses ulang Dicuci ulang Penjamah dianjurkan menggunakan sarung tangan Di proses ulang Pengawasan pada saat proses pewadahan dan pengemasan 30% penjamah menggunakan penutup kepala namun tidak menutupi rambut secara keseluruhan Kontaminasi fisik (rambut) Penjamah menggunakan atribut kerja penjamah tidak menggunakan penutup kepala hingga menutupi rambut secara keseluruhan Inspeksi cara kerja penjamah Penjamah dianjurkan menggunakan penutup kepala hingga menutupi rambut secara keseluruhan

69 58 Tabel 20 (Lanjutan) CCP Hasil Pengamatan Risiko Bahaya Cara Pengendalian Batas Kritis Prosedur Pemantauan Tindakan Koreksi Trolley dibersihkan satu minggu sekali Kontaminasi fisik (debu dan kotoran yang menempel) Sanitasi alat angkut sebelum digunakan Alat angkut yang digunakan kotor Pengontrolan alat angkut Pendistribusian Pembersihan ulang alat angkut

70 59 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penjamah makanan enteral di instalasi gizi belum pernah diberikan pelatihan mengenai higiene sanitasi. Sebagian besar (90%) penjamah makanan enteral memiliki pengetahuan yang baik tentang higiene sanitasi. Perilaku higiene sanitasi penjamah makanan enteral secara umum kurang baik, hal tersebut dikarenakan masih terdapatnya perilaku-perilaku penjamah makanan enteral yang tidak higienis. Fasilitas fisik dan sanitasi di Instalasi Gizi sudah memenuhi laik fasilitas fisik dan sanitasi dan termasuk dalam tingkat mutu Golongan B berdasarkan persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/ PER/VI/2011 tentang persayaratan higiene sanitasi jasaboga yaitu sebesar 83.6%. Tahap pengadaan bahan pangan di Instalasi Gizi masih kurang dalam penetapan spesifikasi mutu. Spesifikasi yang ditetapkan oleh pihak Instalasi gizi masih merupakan kategori umum yang biasa digunakan untuk ukuran rumah tangga dan belum menunjukkan kualitas bahan pangan yang sebenarnya. Tahap penerimaan sudah memenuhi syarat upaya higiene sanitasi (93.3%) berdasarkan Permenkes no.1096/menkes/per/vi/2011. Hasil pengamatan pada tahap penyimpanan secara keseluruhan pada tiap tempat masih belum memenuhi syarat (85.0%) terutama pada upaya pencegahan kontaminasi silang dan sistem FIFO. Hasil pengamatan saat persiapan dan pengolahan makanan enteral menunjukkan belum memenuhi syarat higiene sanitasi (84%) berdasarkan Permenkes no. 1096/Menkes/PER/VI/2011, terutama pada higiene personal penjamah yang terlibat, begitu pula upaya higiene sanitasi pada tahap pewadahan belum memenuhi syarat higiene sanitasi (86.7%). Tahap pendistribusian sudah memenuhi syarat upaya higiene sanitasi (93.3%). Secara keseluruhan upaya higiene sanitasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira yaitu sebesar 88.5%. Berdasarkan Permenkes no. 1096/Menkes/ PER/VI/2011 tentang persyaratan higiene sanitasi jasaboga golongan B (pelayanan kesehatan) termasuk kategori kurang memenuhi syarat. Titik kendali kritis (CCP) pada proses produksi makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira yaitu pada tahap pengolahan dan risiko bahaya yang harus dikendalikan adalah kontaminasi fisik (rambut), biologi (salmonella, shigella, e.coli) dan kontaminasi silang (alat dan penjamah).

71 60 Saran Pengawasan personal higiene pada penjamah yang terlibat dalam tahap produksi harus diperhatikan. Pengawasan dapat dilakukan dengan cara koordinator setiap unit mendampingi dan memberikan arahan pada penjamah makanan saat produksi berlangsung. Pencegahan kontaminasi silang di gudang penyimpanan harus lebih ditingkatkan. Selain itu, sistem FIFO yang diterapkan sebaiknya dilengkapi dengan pencatatan tanggal masuk dan tanggal keluar setiap bahan pangan. Sebaiknya penerapan HACCP dilakukan oleh Instalasi Gizi RS Dustira sebagai suatu alat pengawasan, pengendalian dan prosedur pengaturan untuk menjaga makanan tidak tercemar sebelum disajikan.

72 61 DAFTAR PUSTAKA Afrienti Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Jiwa Pekanbaru dan Rumah Sakit Jiwa Ibnu Sina Pekanbaru [skripsi]. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB, Bogor. Anom A Penerapan Sistem HACCP pada Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit, Buletin Bina Dinkes edisi no 40. Anwar H., et al Sanitasi Makanan dan Minuman pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi. Jakarta : Depkes RI. Ariesman Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Undang- Undang No 7 tahun 1996 tentang pangan. BPOM. Jakarta. Depkes RI Modul Pelatihan Penyehatan Makanan dan Minuman bagi Petugas Puskesmas. Jakarta : Depkes RI Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. [FAO] Food and Drug Admistration Basic Texts on Food Hygiene. Rome, Italy. Fardiaz S Mikrobiologi Makanan Jilid 1. Jakarta : Gramedia Pengendalian Keamanan dan Penerapan HACCP dalam Perusahaan Jasa Boga. Bulletin Teknologi dan Industri Pangan. 5(3) Fardiaz D Praktek Pengolahan Pangan yang Baik. Di dalam : Hardinsyah dan Rimbawan, editor. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Jakarta : PAPTI, PERGIZI Pangan, PDGMI, Persagi, dan proyek CHN III komponen dikti. Gaman P.,& Sherrington Pengantar Ilmu Pangan, Makanan dan Mikrobiologi. Yogyakarta : Gajah Mada Universy Press. Gaston G Cleaning And Disinfecting System. Di dalam N. Chesworth, editor. Food Hygiene Auditing. Maryland : Aspen Publication. Gunarsa S. & Y.S. Gunarsa Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga. Bpk Gunung Mulia, Jakarta. Hardjodisastro, D., Syam AF, Sukrisman L Dukungan Nutrisi pada Kasus Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI.

73 62 Hardinsyah & Tambunan V Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Serat Makanan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, Mei Jakarta: LIPI. Hariyadi P Pangan dan Daya Saing Bangsa. Di dalam: Purwiyatno Hariyadi, editor. Upaya Peningkatan Kemanan, Mutu, dan Gizi Pangan Melalui Ilmu dan Teknologi. Seafast Center IPB. Bogor. Hartono Asuhan Makanan Rumah Sakit. Yogyakarta : Buku Kedokteran EGC. Hartono A., & W. Palupi Penyakit Bawaan Makanan: Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC, Hill G.L, Makanan Enteral. Di dalam Darmawan, editor. Makanan Bedah. Jakarta : Gramedia. Buku Ajar Jenie B.S.L Sanitasi dalam Industri Jasa Boga. Laporan Akhir Kursus Mikrobiologi Makanan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB Sanitasi dan Higiene pada Pengolahan Pangan. Di dalam Hardinsyah dan Rimbawan, editor. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan. Jakarta : PAPTI, PERGIZI Pangan, PDGMI, Persagi, dan proyek CHN III komponen dikti. Keitser D.C Food and Beverage Control (2 nd ed). USA : Prentice hall. Khomsan A Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Diktat Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Kurnia N Nutrisi. [9 September 2011] Marriot N.G Principle of Food Sanitation : 4 th edition. Maryland : Aspen Publication. Moehyi S Penyelenggaraan Makanan Institusi Jasa Boga. Jakarta : Bharatara Pengaruh Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : Gramedia. Muchtadi T.R dan Sugiyono Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Mukrie N.A., A.B. Ginting, I. Ngadiarti, A. Hendrorini, N. Budiarti, & Tugiman Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama dengan Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Notoatmodjo S Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rieka cipta.

74 63 [Permenkes] Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga. Purnawijayanti H.A Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Yogyakarta : Kanisius. Sambas E. S Manajemen Makanan dan Gizi Institusi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Siagian C. M Dukungan Nutrisi Enteral dan Sistem Imun Saluran Cerna, dalam Daldiyono dan Thaha A.R., Kapita Selekta Makanan Klinik, Perhimpunan Makanan Enteral dan Parentral Indonesia (PERNEPARI), Jakarta. Silberman H & D. Eisenberg Parenteral and Enteral Nutrition for The Hospitalized Patient. USA : Prentice Hall. Inc. Soekanto Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : UI press. Subandriyo V.U Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit [Diktat]. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. IPB. Bogor Sanitasi dan Keselamatan Kerja pada Usaha Jasa Boga. [Diktat]. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. IPB. Bogor. Sugiyono Statistika untuk penelitian. Bandung : CV. Alfabeta Supardi I. & Sukamto Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Cimahi : Alumni. Syarief R & H. Halid Teknologi Penyimpanan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Tanra A. H Dasar-dasar Makanan Enteral, dalam Daldiyono dan Thaha A.R., Kapita Selekta Makanan Klinik, Perhimpunan Makanan Enteral dan Parentral Indonesia (PERNEPARI), Jakarta. Thaha, A. R Aspek Gizi Nutrisi Enteral, dalam Daldiyono dan Thaha A.R., Kapita Selekta Makanan Klinik, Perhimpunan Makanan Enteral dan Parentral Indonesia (PERNEPARI), Jakarta. Thaheer, H Sistem Manajemen HACCP. Bogor : Bumi Aksara. Winarno, F.G. & Surono HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor : M-Brio. Wirakusumah, E.S Pengendalian Mutu dan Keamanan Makanan Massal. Makalah Disajikan dalam Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan bagi Staf pengajar, Bogor.

75 LAMPIRAN 64

76 Lampiran 1 Struktur Organisasi Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira KARUMKIT WAKARUMKIT KA INSTALASI GIZI PELAKSANA ADMINISTRASI KEPALA UNIT PRODUKSI DAN DISTRIBUSI MAKANAN KEPALA UNIT GIZI WATNAP KEPALA UNIT GIZI WATLAN KEPALA UNIT LITBANG KABAG PRODUKSI DAN DISTRIBUSI MAKANAN KABAG GUDANG MAKANAN KABAG GIZI WATNAP PELAKSANA PENGOLAH MAKANAN PELAKSANA GUDANG PENYAJI 65

77 66 Lampiran 2 Denah Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Keterangan : A = R. Penerimaan G = Gudang harian N = Loker karyawan B = Gudang basah H = Dapur susu O = R. Kepala Instalasi Gizi C = R. Pengolahan I = R. Pengolahan makanan cair P = R. Pengolahan makanan karyawan D = R. Distribusi J = Toilet Q = R. Pengolahan nasi E = Tempat pencucian K = Tempat sampah R = R. Peralatan F = R. Persiapan M = Gudang kering

78 67 Lampiran 3 Dokumentasi penelitian Proses Penerimaan Gudang Basah Gudang Kering Proses Penyimpanan Proses Persiapan Gudang Harian

79 Lampiran 3 (Lanjutan) 68 Proses Pengolahan Proses Pewadahan Proses Pendistribusian Makanan Enteral

TINJAUAN PUSTAKA Penyelenggaraan Makanan Makanan Enteral

TINJAUAN PUSTAKA Penyelenggaraan Makanan Makanan Enteral 4 TINJAUAN PUSTAKA Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu kegiatan pokok yang ada di rumah sakit. Kegiatan ini meliputi kegiatan pengadaan makanan hingga penyalurannya kepada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rumah Sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rumah Sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting dalam melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna, dan berhasil guna dengan mengutamakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING

PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING Penerimaan bahan makanan kering adalah suatu kegiatan yang meliputi pemeriksaan/penelitian, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas, dan kuantitas bahan makanan

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Persentase Analisis Univariat Masing-masing Variabel Berdasarkan Kepmenkes No.715 Tahun 2008 Penelitian di Universitas X (n=100)... 38 Tabel 5.2.1 Hubungan Sanitasi Kantin Dengan

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1. Organisasi Penelitian ORGANISASI PENELITIAN Pembimbing Peneliti Objek Penelitian Keterangan: 1. Pembimbing Pembimbing dalam penelitian ini adalah dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Rancangan sistem..., Putih Sujatmiko, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Rancangan sistem..., Putih Sujatmiko, FKM UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan modal pokok dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa dan negara. Pemerintah telah telah merencanakan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan

Lebih terperinci

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Febriyani Bobihu, 811408025 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS MENCUCI INSTRUMEN BEDAH L KEPERAWATA N Agar instrumen bedah yang dipakai dapat dibersihkan dari bahan berbahaya pasien 1. Siapkan larutan chlorine 0.5% secukupnya. 2. Selesai melakukan operasi, prosedur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1096/MENKES /PER/VI tahun 2011 menyebutkan bahwa higiene sanitasi adalah upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan badan. Makanan yang dikonsumsi harus aman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor

BAB I PENDAHULUAN. Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin akan menimbulkan penyakit atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu kualitas makanan yang baik

Lebih terperinci

PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI

PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI 38 PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI Chairunnisa 1, Sri Subekti 2, Ai Nurhayati 2 Abstrak: Penelitian ini di latar belakangi oleh pentingnya

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK

GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK Eka Septiarini, Nurul Amaliyah dan Yulia Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Pontianak E-mail: septiarinieka@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN - 18 - BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN A. PENYELENGGARAAN 1. Peserta, Penyelenggara, Penanggung Jawab dan Pembina Teknis a. Peserta pelatihan adalah setiap orang dan/atau pengusaha/pemilik/penanggung

Lebih terperinci

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No. LAMPIRAN Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Di Kota Medan Tahun 2011 Nama : No.Sampel : Lokasi : Jenis Kelamin : Umur : Lama Berjualan : No Pertanyaan

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL Jl.Arjuna Utara 9, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 0 Indonesia Telp. (02) 674223 Fax. (02) 674248 Saya yang bertanda tangan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Blum yang dikutip oleh Notoadmodjo (2007), bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan

Lebih terperinci

ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA

ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA Yessica Febriani Sutanto, Erni Lucyana Kuntani Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR 53 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR Nomor : Nama : Alamat : Tanggal wawancara : DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya (Santoso & Anne, 1999). Warung makan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Desa Kaliyoso terdapat di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah barat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga IRTP semakin banyak bermunculan di Indonesia sebagai salah satu dampak dari krisis moneter yang terjadi saat

Lebih terperinci

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.006.01 MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. HIGIENE SANITASI 1. Pengertian Higiene dan Sanitasi a. Higiene Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu, seperti mencuci tangan

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makanan adalah bahan yang biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh mahluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar

Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO, yang dimaksud makanan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada Bab IV penulis akan menguraikan hasil penelitian berupa pengolahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada Bab IV penulis akan menguraikan hasil penelitian berupa pengolahan 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada Bab IV penulis akan menguraikan hasil penelitian berupa pengolahan data, dan pembahasan hasil penelitian mengenai Manfaat Hasil Belajar Manajemen Sistem Penyelenggaraan

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Persyaratan Karyawan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL Pemberian makanan yang tepat pada pasien akan meningkatkan kualitas hidup, mencegah malnutrisi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Ditinjau dari teksturnya

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda ( ) pada jawaban yang

terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda ( ) pada jawaban yang PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER 1. Sebelum Ibu/Bapak/Saudara menjawab daftar pertanyaan yang telah disiapkan, terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan,

Lebih terperinci

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN Jur. Tek. Industri Pertanian FTP-UB Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE DAN SANITASI DAN DAYA TERIMA MAKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

KARAKTERISTIK PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE DAN SANITASI DAN DAYA TERIMA MAKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN KARAKTERISTIK PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE DAN SANITASI DAN DAYA TERIMA MAKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

1. Pengertian Makanan

1. Pengertian Makanan PENYEHATAN MAKANAN 1. Pengertian Makanan Makanan merupakan satu hal yang sangat penting di dalam kehidupan manusia, makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi gizi dan mempunyai bentuk yang menarik,

Lebih terperinci

HIGIENE PEKERJA DALAM PENENGANAN PANGAN

HIGIENE PEKERJA DALAM PENENGANAN PANGAN HIGIENE PEKERJA DALAM PENENGANAN PANGAN Mengapa higiene pekerja itu penting: 1. Pekerja yang sakit tidak seharusnya kontak dengan pangan dan alat yang digunakan selama pengolahan, penyiapan dan penyajian

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP 90 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP Checklist Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP) (Lampiran 4) menunjukkan nilai akhir 83. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Higiene Sanitasi Makanan Higiene adalah suatu usaha yang dilakukan untuk melindungi, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik.. Karakteristik Food Handler Umumnya responden berumur sampai tahun (77.%) dengan rentang umur antara - tahun dan memiliki pengalaman berdagang sampai tahun (7.%). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas mendukung upaya penyembuhan penderita dalam waktu sesingkat mungkin dan

BAB I PENDAHULUAN. tugas mendukung upaya penyembuhan penderita dalam waktu sesingkat mungkin dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan penunjang yang mempunyai tugas mendukung upaya penyembuhan penderita dalam waktu sesingkat mungkin dan makanan

Lebih terperinci

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Pendahuluan Sanitasi : pencegahan penyakit dengan menghilangkan/mengatur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL 2.1 Pengawasan 2.2.1 Pengertian Pengawasan Pengawasan secara umum merupakan serangkaian kegiatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan.

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara bahan makanan kering dan basah serta mencatat serta pelaporannya. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima harus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan pelaku industri Sanitasi Hygiene Hasil monitoring keamanan produk industri rumah tangga (PIRT) pada makanan dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN dr. Tutiek Rahayu,M.Kes tutik_rahayu@uny.ac.id TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN 1 syarat LOKASI KONSTRUKSI Terhindar dari Bahan Pencemar (Banjir, Udara) Bahan

Lebih terperinci

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011 GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES Manajemen Mutu Definisi: Prosedur dalam perusahaan yang menggaransi keamanan produksi Presenter: Nur Hidayat Manajer Mutu Lab Sentral Ilmu Hayati

Lebih terperinci

GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013

GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013 Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 10-17 10 GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013 Siti Yuliani

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyelenggaraan kantin, faktor higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap penyajian makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization atau WHO (2006), mendefinisikan foodborne disease sebagai istilah umum untuk menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara lain melalui kegiatan pengamanan makanan dan minuman, kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. antara lain melalui kegiatan pengamanan makanan dan minuman, kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dinyatakan bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan dilaksanakan antara lain melalui

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga memiliki keterbatasan dalam pengambilan variabel-variabelnya. Laik fisik penilaiannya berdasarkan ketentuan Kepmenkes No. 715 tahun

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, yang luas wilayahnya 64,79 KM atau sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan berfungsi untuk

Lebih terperinci