JUMLAH SEL DARAH MERAH, KADAR HEMOGLOBIN, DAN NILAI HEMATOKRIT LUAK JAWA (Paradoxurus hemaphroditus) PURNOMO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JUMLAH SEL DARAH MERAH, KADAR HEMOGLOBIN, DAN NILAI HEMATOKRIT LUAK JAWA (Paradoxurus hemaphroditus) PURNOMO"

Transkripsi

1 JUMLAH SEL DARAH MERAH, KADAR HEMOGLOBIN, DAN NILAI HEMATOKRIT LUAK JAWA (Paradoxurus hemaphroditus) PURNOMO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 xii

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Jumlah Sel Darah Merah, Kadar Hemoglobin, dan Nilai Hematokrit Luak Jawa (Paradoxurus hemaphroditus) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2012 Purnomo B xii

3 ABSTRAK PURNOMO. Jumlah Sel Darah Merah, Kadar Hemoglobin, dan Nilai Hematokrit Luak Jawa (Paradoxurus hemaphroditus) Di bawah bimbingan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan NASTITI KUSUMORINI Luak (Paradoxurus hemaphroditus) adalah hewan liar yang dimanfaatkan dalam produksi kopi termahal di dunia yaitu Kopi Luak dan digunakan juga sebagai hewan percobaan di laboratorium. Luak yang sehat dibutuhkan untuk memperoleh pemanfaatan yang optimal. Status kesehatan hewan dapat dilihat dari gambaran fisiologi darahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran darah pada 8 ekor luak Jawa, masing-masing 4 ekor jantan dan 4 ekor betina. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor selama 7 minggu dari tanggal 2 September 2010 sampai dengan 15 Oktober Gambaran darah 8 ekor luak Jawa pada saat penangkapan sampai dengan proses adaptasi berfluktuasi. Rataan jumlah butir darah merah luak jantan dan betina adalah (9.28±1.83)x10 6 /ml dan (8.47±1.8)x10 6 /ml, kadar hemoglobin (10.69±2.10)g/dL dan (9.64±2.15)g/dL dan nilai hematokritnya adalah (36.45±4.74)% dan (30.05±7.95)%. Secara umum gambaran darah luak Jawa jantan memiliki rataan yang lebih besar dari pada luak Jawa betina. Rataan gambaran darah luak Jawa berada di bawah rataan gambaran darah luak Thailand. Berdasarkan pengamatan visual dan hasil gambaran darah luak Jawa ini, menunjukan bahwa luak Jawa yang digunakan dalam penelitian ini berumur di bawah 1 tahun. Keywords: Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit, Paradoxurus hemaphroditus xii

4 ABSTRACT PURNOMO. Erytrocyte, Haemoglobin, and Hematocrit of Java Common Palm Civets (Paradoxurus hemaphroditus) Under direction of ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and NASTITI KUSUMORINI Common palm civet (Paradoxurus hemaphroditus) is wild animal that is used to produce the most expensive coffee in the world namely Luak Coffee, experimental animal in laboratorium, and many purposes. Therefore, they need to maintain their healthiness. Physiological status of healthiness can be performed from blood imaging. This study was purposed to know blood imaging from eight Java common palm civets, four males and females. The experiment had done at laboratory of Physiology, Departement Anatomy, Physiology, and Pharmacology, faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University during 7 weeks starting from 2 nd September 2010 to 15 th October Blood imaging of eight common palm civets at time they were captured and being adaptated at cage environmental were fluctuated. The erytrocyte count of male and female common palm civets was (9.28±1.83)x10 6 /ml and (8.47±1.8)x10 6 /ml, respectively. Meanwhile haemoglobin concentration and hematocrit value of male and female common palm civets was (10.69±2.10)g/dL and (9.64±2.15)g/dL, (36.45±4.74)% and (30.05±7.95)% respectively. Generally blood imaging of male common palm civet have higher value than female. Java common palm civet blood imaged was under average of blood imaged of Thailand common palm civet. This result is correlated with their visual anatomy convincing that the Java common palm civet might be still under one year old. Keywords : Erytrocyte, Haemoglobin, Hematocrit, Paradoxurus hemaphroditus xii

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB xii

6 JUMLAH SEL DARAH MERAH, KADAR HEMOGLOBIN, DAN NILAI HEMATOKRIT LUAK JAWA (Paradoxurus hemaphroditus) PURNOMO Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 xii

7 Judul Skripsi Penyusun NRP : Jumlah Sel Darah Merah, Kadar Hemoglobin, dan Nilai Hematokrit Luak Jawa (Paradoxurus hemaphroditus) : Purnomo : B Disetujui, Dr.drh. Aryani Sismin.S, M.Sc., AIF. Pembimbing I Dr. Nastiti Kusumorini, AIF. Pembimbing II Diketahui drh. Agus Setiyono, MS, PhD., APVet. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus: xii

8 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga skripi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2010 ini adalah Jumlah Sel Darah Merah, Kadar Hemoglobin, dan Nilai Hemtokrit Luak Jawa (Paradoxurus hemaphroditus). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc., AIF. dan Dr. Nastiti Kusumorini, AIF. selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada ibu Sri dan ibu Ida dari laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan-Institut Pertanian Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, Moh. Mursyid Fachrudin, Rico Syahputra, dan seluruh keluarga Avenzoar, atas segala doa dan bantuan semangatnya. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2012 Purnomo xii

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 9 Juni 1990 dari ayah Rusman dan ibu Dasimah. Penulis merupakan Putra ke tiga dari enam bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purwokerto dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih program studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi yaitu Sebagai anggota LDK Alhurriyyah tahun 2009/2010, Ketua Omda IKAMAHAMAS tahun 2009/2010, Ketua tim pelaksana Pendidikan Informal Learning Center Desa Carang Pulang 2009/2010.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Biologi Luak Pemanfaatan Luak Gambaran Darah Luak Dari Hasil Penelitian Terdahulu Darah Hematopoiesis Eritrosit atau Sel Darah Merah Hemoglobin Hematokrit atau PCV (Packed Cell Volume) Indeks Eritrosit BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Tahap Persiapan dan Adaptasi Bahan dan Peralatan Parameter yang Diamati Metode Penelitian xii

11 3.5.1 Jumlah Butir Darah Merah Hemoglobin Hematokrit Protokol Penelitian BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Butir Darah Merah (BDM) Luak Jawa Saat Datang dan Selama Proses Adaptasi Gambaran Preparat Ulas Darah Luak Jawa Jumlah Butir Darah Merah (BDM) Luak Jawa Kadar Hemoglobin Luak Jawa Saat Datang dan Selama Proses Adaptasi Nilai Hematokrit Luak Jawa Saat Datang dan Selama Proses Adaptasi Indeks Eritrosit Luak Jawa Saat Datang dan Selama Proses Adaptasi Mean Corpuscular Volume (MCV) Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) 29 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 33

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Data hematologi empat ekor luak di Thailand Protokol Penelitian Rataan jumlah butir darah merah ( x 10 6 /ml) luak Jawa jantan dan luak Jawa betina saat datang dan selama proses adaptasi Rataan kadar hemoglobin (g/dl) luak Jawa jantan dan luak Jawa betina saat datang dan selama proses adaptasi Rataan nilai hematokrit (%) luak Jawa jantan dan betina saat datang dan selama proses adaptasi Rataan nilai indeks eritrosit luak Jawa jantan dan luak Jawa betina saat datang dan selama proses adaptasi

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Luak Jawa Hasil ulas darah luak Jawa pada pengambilan darah ke Preparat natif sel darah kuda dan kucing... 18

14 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Luak atau musang yang dalam bahasa latin Paradoxurus hemaphroditus, adalah hewan mamalia yang masuk ke dalam famili Veveridae. Di berbagai wilayah penyebarannya, luak memiliki nama panggilan yang berbeda-beda, seperti careuh bulan di Sunda, luak pandan di Jawa, dan common palm civet atau toddy cat dalam bahasa Inggris (Dewi 2010). Luak memiliki mata berwarna coklat, warna dasar tubuh keabu-abuan dengan warna hitam di bagian muka, telinga, kaki dan ekor, serta corak garis dan spot hitam di bagian punggungnya (Dewi 2010). Kemampuan adaptasi luak yang tinggi menjadikannya sebagai hewan kosmopolitan. Hewan kosmopolitan adalah hewan yang mampu hidup di berbagai daerah mulai dari dataran rendah, hingga dataran tinggi dengan kondisi lingkungan yang beraneka ragam. Luak dapat ditemukan di daerah kota, pinggiran kota, pedesaan, perkebunan serta dataran tinggi yaitu meter di atas permukaan laut (Azlan 2003, Perkin 2004). Berdasarkan ordonya, luak termasuk hewan karnivora yang mau memakan buah dan sisa makanan manusia, sehingga luak dapat beradaptasi dengan baik dalam hal pemilihan makanannya. Pada tahun 1900-an luak masih dianggap sebagai hama di daerah perkebunan dan daerah pemukiman pinggir hutan, karena luak biasa memakan hasil perkebunan berupa buah-buahan dan kopi, serta memakan ternak unggas milik warga pinggiran hutan. Tahun 1945-an pandangan negatif terhadap luak sebagai hama perkebunan mulai hilang, karena luak mulai dimanfaatkan sebagai penghasil parfum dan kopi termahal di dunia yaitu kopi luak (Mudappa et al. 2010). Kopi luak adalah kopi hasil fermentasi dalam saluran pencernaan luak, sehingga memiliki citarasa yang khas. Kopi luak memiliki kualitas kopi yang istimewa karena luak hanya memilih buah kopi terbaik yang difermentasi oleh mikroba dari saluran pencernaan luak. Kopi luak memiliki harga yang sangat mahal yaitu satu juta rupiah per 500 gram, oleh karena itu kini banyak dibuka perusahaan dan perkebunan kopi luak di daerah Indonesia, khususnya di daerah Sumatra dan Jawa Timur. Selain dimanfaatkan sebagai penghasil kopi luak yang

15 2 mahal, luak juga dimanfaatkan sebagai hewan penelitian di laboratorium untuk beberapa penyakit zoonosis, seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Rabies. Beberapa penelitian di Philipina dan Singapura menyatakan bahwa luak merupakan hewan yang potensial untuk menyebarkan kedua penyakit zoonosis ini (Pristiyanto 2003). Meskipun pemanfaatan luak yang cukup banyak di bidang pertanian, kesehatan, dan ekologi (Colon 2002, Jeannings et al. 2006), ternyata hingga saat ini belum banyak data-data biologis tentang luak yang diketahui, terutama gambaran fisiologis darah normal dari luak (Paradoxurus hemaphroditus) yang ada di Jawa. Gambaran darah dapat digunakan sebagai prosedur laboratorium untuk memperkirakan jumlah dan jenis sel darah yang bersirkulasi pada kondisi tertentu (Frandson 1992). Indeks butir darah merah adalah suatu nilai yang digunakan untuk mendefinisikan ukuran dan kandungan hemogloin dalam darah. Indeks butir darah merah terdiri dari MCV, MCH, dan MCHC yang sangat membantu untuk mengetahui kondisi dan jenis anemia pada luak. Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting dilakukan agar diperoleh data fisiologis darah normal pada luak Paradoxurus hemaphroditus di Jawa. Data tersebut dapat digunakan sebagai data dasar pada pemeriksaan kesehatan luak Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran fisiologis darah luak Paradoxurus hemaphroditus di Jawa, yang meliputi jumlah butir darah merah (BDM), kadar hemoglobin (Hb), nilai hematokrit atau Packed Cell Volume (PCV), dan indeks butir darah merah yang meliputi Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar fisiologis darah luak normal, untuk penegakan diagnosa terhadap pemeriksaan kesehatan, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan produksi kopi luak.

16 Taksonomi dan Biologi Luak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Luak atau Paradoxurus hemaphroditus yang berada di daerah pulau Jawa menurut Shiroff (2002) memiliki susunan taksonomi sebagai berikut: Kingdom Filum Subfilum Class Ordo Subordo Family Subfamily Genus Species : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Carnivora : Feliformia : Viverridae : Paradoxurinae : Paradoxurus : Paradoxurus hermaphroditus Gambar 1. Luak Jawa Sumber: koleksi pribadi Luak di pulau Jawa memiliki ciri-ciri corak warna yang khas, luak memiliki mata berwarna coklat, warna dasar keabu-abuan dengan warna hitam di bagian muka, telinga, kaki dan ekor, serta serta corak tiga garis memanjang dan bintik-bintik hitam di sekitar punggungnya (Gambar 1) (Dewi 2010). Luak adalah hewan nokturnal dengan kebiasaan hidup yang unik dalam proses adaptasinya (Borah dan Deka 2011). Luak pandai dalam memanjat untuk memperoleh buah tapi luak juga mampu berburu di dataran dan perairan untuk memperoleh sumber makanan lainnya (Vaughan et al. 2000). Menurut Lunde dan Musser (2003) luak memiliki status konservasi less concern atau tidak dilindungi. Secara umum luak memiliki gambaran biologis yang hampir sama dengan anjing dan kucing. Menurut Shiroff (2002), luak dapat hidup lebih dari 22 tahun. Luak dikatakan dewasa kelamin ketika berumur bulan. Luak dewasa memiliki bobot tubuh kg. Panjang tubuh luak dewasa mencapai cm dan panjang ekor mencapai cm. Siklus reproduksi luak belum banyak

17 4 diketahui, namun luak mampu bereproduksi sepanjang tahun dengan kecenderungan memiliki anak pada pada bulan Oktober Desember dengan jumlah anak 2-5 ekor. Penyebaran luak di dunia menyebar dari India, Pakistan, Srilanka, Bangladesh, Burma, Tiongkok Selatan, Semenanjung Malaysia, dan Indonesia (Borah dan Deka 2011). Di Indonesia sendiri luak dapat ditemui di daerah Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, Laliabu, dan Seram di Maluku (Dewi 2010) Pemanfaatan Luak Luak termasuk hewan yang sangat rakus dalam mencari makan untuk kebutuhan hidupnya. Di daerah perkebunan kopi, luak dianggap sebagai hama karena dalam satu hari luak mampu memakan buah kopi sebanyak kg/ekor. Kemampuan luak dalam memakan buah kopi dipengaruhi oleh usia luak dan status biologisnya. Kopi yang disukai oleh luak adalah buah kopi robusta, yang rasanya lebih pahit dari pada kopi arabika. Dipertengahan abad ke-19, seorang buruh perkebunan kopi, memanfaatkan kopi dari feses luak untuk diolah dan dikonsumsi karena tidak mampu membeli kopi di pasaran. Ternyata rasa kopi dari feses luak memiliki citarasa yang istimewa sehingga banyak orang yang menyukainya (Kurnia dan Yulvianus 2011). Meningkatnya permintaan akan kopi luak mengakibatkan mulai berkembangnya produksi kopi luak baik secara intensif maupun ekstensif. Produksi kopi luak secara intensif dilakukan dengan mengandangkan luak dalam kandang yang cukup luas, kemudian pada periode panen kopi, luak diberi makan buah kopi yang matang hasil dari perkebunan. Sedangkan produksi kopi luak secara ekstensif dilakukan dengan membiarkan luak liar untuk memakan buah kopi yang masih di pohon, kemudian setiap pagi harinya para buruh perkebunan mengumpulkan feses luak untuk diproses lebih lanjut menjadi kopi luak yang siap untuk dikonsumsi. Selain dimanfaatkan sebagai penghasil kopi luak, Paradoxurus hemaphroditus juga digunakan sebagai hewan coba dalam penelitian dibidang kesehatan. Luak telah digunakan dalam penelitian penyebaran penyakit zoonosis melalui satwa liar, yaitu : pada kasus SARS dan rabies. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) pertama kali ditemukan di propinsi Guangdong ( China )

18 5 pada bulan November Penelitian luak pertama untuk mengungkapkan kasus SARS dilakukan oleh seorang ilmuan ternama dari Hong Kong dan Cina. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa SARS diakibatkan oleh kelompok corona virus, yang dapat ditemukan pada selaput lendir saluran pernafasan dan feses luak. Dalam kasus SARS luak berperan sebagai hewan carier yang mampu menularkan virus ke hewan lain, maupun kepada manusia (Pristiyanto 2003). Sedangkan pada kasus rabies, luak diduga sebagai vektor penghubung antara rabies pada satwa liar dan hewan domestik. Luak yang hidup di perbatasan antara wilayah hutan dan pemukiman diduga telah menyebarkan virus rabies yang berasal dari kelelawar vampir dan kemudian menularkannya melalui gigitan pada anjing dan kucing yang berada di pemukiman. Begitu juga sebaliknya, luak dapat menularkan rabies dari hewan domestik di permukiman kepada hewan liar yang ada di hutan. Di lingkungan hutan, luak memiliki peran sebagai hewan carier seperti halnya kelelawar yang mampu menularkan virus namun tidak mengalami kematian karena rabies. Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat hewan berdarah panas dan manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia dengan Case Fatality Rate 100% (Pristiyanto 2003 ) Gambaran Darah Luak Dari Hasil Penelitian Terdahulu Luak sudah banyak dimanfaatkan baik dalam bidang pertanian dan kesehatan, namun hingga saat ini penelitian mengenai fisiologi normal luak masih sangat sedikit. Penelitian tentang gambaran darah luak Paradoxurus hemaphroditus yang sudah dilakukan adalah penelitian luak dari kebun binatang Khawkeaw di Thailand. Penelitian tersebut dilakukan terhadap dua pasang luak dewasa yang ada di kebun binatang. Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa sel darah merah luak sama dengan bentuk sel darah merah hewan mamalia lainnya yaitu berbentuk bikonkaf dan tidak memiliki inti. Ukuran diameter sel darah merah luak relatif lebih kecil dari diameter anjing dan kucing yaitu sekitar 4.3±0.4 µm. Data mengenai gambaran darah luak tersaji secara lengkap pada Tabel 1.

19 6 Table 1. Data hematologi empat ekor luak di Thailand Parameter Jantan (N=2) Betina (N=2) Semua Luak PCV (%) , ,7 ± 4,4 hemoglobin (g/dl) 14,7 15,4 13,7 11,7 13,9 ± 1,6 RBC (x 10 6 /ml) ,64 11,1 9,9 13,3 ± 3,2 MCV (fl) ,9 36,3 32,3 ± 5,0 MCH (pg) 9.5 9,3 12,3 11,8 10,7 ± 1,5 MCHC (g/dl) 34 33,1 33,4 32,5 33,3 ± 0,6 Sumber: (Salakij et al. 2007) Hasil interpretasi penelitian tersebut menyatakan bahwa besarnya nilai parameter hematologi ( PCV, Hb, dan RBC ) dari luak betina lebih rendah dari pada parameter hematologi luak jantan Darah Darah adalah cairan yang bersirkulasi dalam sistem kardiovaskular dan sangat penting untuk mengetahui kondisi kesehatan (Silverthorn 2006). Darah terdiri dari cairan darah atau plasma dan sel-sel darah atau benda-benda darah, yang menjadi suspensi satu sama lain. Benda-benda darah tersebut adalah eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan platelet yaitu sel yang tidak lengkap dalam bentuk fragmen-fragmen. Lebih dari 99% sel darah adalah eritrosit (Vander 2001). Sel darah merah menjadi kunci dalam membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Platelet berperan dalam proses pembekuan darah, yaitu proses yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehilangan darah karena rusaknya pembuluh darah. Sel darah putih berperan dalam proses pertahanan tubuh dan respon kekebalan terhadap agen infeksi seperti parasit, bakteri, dan virus. Hanya sel darah putih yang mampu keluar dari pembuluh darah ke jaringan terinfeksi untuk melakukan pertahanan tubuh (Silverthorn 2006). Secara umum darah memiliki fungsi sebagai media transportasi nutrien, oksigen, sisa metabolisme, dan hormon. Fungsi darah yang lain adalah sebagai pengatur suhu tubuh, pengatur cairan, dan elektrolit serta berperan sebagai buffer (Frandson 1992). Volume total darah mamalia umumnya sekitar 7-8% dari berat badan, sedangkan plasma darah sekitar 50-65% dari total volume darah. Sel darah

20 7 merah matang pada mamalia tidak memiliki nukleus ketika beredar dalam pembuluh darah, tujuannya adalah untuk memperluas permukaan sehingga memperbesar volume oksigen yang diangkut (Brown dan Dellmann 1992) Hematopoiesis Hematopoiesis berasal dari kata haima yang berarti darah dan poiesis yang berarti pembentukan. Hematopoiesis adalah mekanisme sintesis sel darah yang dimulai dari awal perkembangan embrio hingga selama hewan hidup. Hematopoiesis terjadi pertama kali pada tiga minggu pertama pembentukan fetus. Pembentukan darah ini terjadi di kantong kuning telur embrio. Beberapa sel akan mengelompok menjadi sel endotel membentuk pembuluh darah, dan yang lain akan membentuk sel darah (Silverthorn 2006). Hematopoiesis pada masa embrio juga terjadi di hati, limpa, dan sumsum tulang (Vander 2001). Salah satu proses hematopoiesis adalah pembentukan sel darah merah atau eritropoiesis. Pada hewan dewasa sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang. Sesuai fungsinya sumsum tulang dapat dibagi dalam beberapa kelompok sel yaitu kelompok sel induk pluripoten, kelompok sel induk unipoten dan sistem pengatur pertumbuhan yang menstimulasi proliferasi sel. Dalam sumsum tulang yang aktif memproduksi sel darah terdapat dua sistem yaitu sistem stroma sumsum tulang dan sinusoid. Sel yang berperan dalam hemopoiesis mengambil tempat pada stroma sumsum tulang dan hanya sel-sel yang sudah matang yang akan masuk ke dalam sinusoid lalu masuk kedalam aliran buluh darah. Pada prinsipnya sel-sel darah yang belum matang akan tetap berada di dalam stroma sumsum tulang, kecuali dalam keadaan sakit (Reksudiputro 1994). Eritropoiesis adalah proses pembentukan sel darah merah. Proses eritropoiesis dimulai dengan pembelahan sel-sel multipoten menjadi sel-sel unipoten kemudian setiap sel unipoten akan menjadi satu sel darah merah. Pada proses eritropoesis ini sel-sel bermitosis dan berdiferensiasi secara bersamaan setelah memperoleh rangsangan dari eritropoetin (Reksudiputro 1994). Eritropoietin adalah hormon yang sebagian besar dihasilkan oleh ginjal dengan target organ utamanya adalah sumsum tulang. Eritropoietin dibentuk juga di hati pada masa janin sampai dengan neonatus oleh sel-sel intertisial jaringan kapiler peritubulus ginjal dan oleh hepatosit di hati hewan dewasa (Meyer et al. 1992).

21 8 Adanya eritropoetin pada sumsum tulang akan memicu terjadinya proliferasi sel unipoten dan terjadinya mitosis lebih lanjut dari sel pronormoblas, normoblas basofilik dan normoblas polikromatofil (Reksudiputro 1994). Sel pronormoblas merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Sel pronormoblas memiliki inti berwarna biru kemerahan dan sitoplasmanya berwarna biru. Normoblas basofilik memiliki kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang. Sitoplasmanya mengandung sedikit hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerahan. Normoblas polikromatofil memiliki kromatin yang kasar dan menebal. Inti sel normoblas polikromatofil lebih kecil daripada inti sel dari normoblas basofilik, tetapi sitoplasmanya lebih banyak mengandung warna biru karena kandungan Asam ribonukleat (RNA) dan merah karena kandungan hemoglobin (Silverthorn 2006). Waktu yang dibutuhkan oleh pronormoblas untuk menjadi normoblas polikromatofil sekitar 2-4 hari. Hasilnya adalah sel darah merah muda yang inti selnya sudah mengalami piknotis dan sudah siap dikeluarkan dari sel. Sel darah merah termuda ini disebut retikulosit. Waktu yang dibutuhkan oleh retikulosit untuk berubah menjadi eritrosit sekitar 2-3 hari (Reksudiputro 1994). Eritropoiesis akan meningkat bila terjadi pendarahan yang mengakibatkan anemia dan atau hipoksia, dimana penurunan oksigen akan merangsang ginjal untuk melepaskan enzim eritrogenin yang akan mengaktifkan eritropoietinogen sebagai prekursor pembentukan eritropoietin. Produksi eritropoietin akan menurun ketika individu memperoleh transfusi darah (Ganong 2001) Eritrosit atau Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrosit berperan dalam sistem transportasi sel untuk mengantarkan nutrien dan oksigen. Sel darah merah memiliki bentuk bikonkaf dan berwarna kepucatan di daerah tengahnya. Bentuknya yang bikonkaf memungkinkan volume oksigen yang diangkut lebih banyak dalam setiap sel darah merah. Sel darah merah mamalia kehilangan inti selama proses pematangan yang berlangsung sebelum memasuki peredaran darah (Ganong 2001). Selain itu sel darah merah mamalia dewasa tidak memiliki mitokondria sebagai penghasil energi, oleh karena itu sebagai penggantinya sel darah merah mamalia memiliki

22 9 membran berbentuk kantong yang berisi enzime dan hemoglobin. Tidak adanya mitokondria ini menyebabkan sel darah merah tidak dapat melakukan metabolisme secara aerobik. Sel darah merah hanya mengandalkan glykolisis untuk memperoleh energi utama berupa ATP. Tanpa nukleus dan retikulum endoplasma sel darah merah tidak dapat memproduksi enzime baru atau memperbaiki komponen dari membrannya. Oleh sebab itu semakin tua umur sel darah, maka fleksibilitas membran sel darah merah akan semakin berkurang sehingga semakin tua sel darah merah, semakin kaku, dan mudah rusak (Silverthorn 2006). Secara morfologi sel darah merah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya penyakit dalam tubuh. Pada keadaan tertentu sel darah merah dapat berubah bentuk, sel darah yang seharusnya pipih akan berubah menjadi membulat atau kembung. Perubahan morfologi sel darah merah ini disebut poikilositosis. Perubahan morfologi dari sel darah merah dapat mengurangi afinitas hemoglobin dalam mengikat oksigen. Pada penyakit tertentu, ukuran sel darah merah dapat di tentukan dengan indeks eritrosit yaitu MCV (Mean Corpuscular Volume) untuk mengetahui keabnormalan ukuran baik mengecil maupun membesar pada sel darah merah, seperti pada kasus defisiensi besi maka sel darah merah akan berukuran kecil (Silverthorn 2006). Menurut Rebar (2000), jumlah butir darah merah normal anjing sekitar x 10 6 /µl sedangkan jumlah butir darah merah kucing sekitar x 10 6 /µl Hemoglobin Hemoglobin adalah kompleks protein pigmen yang mengandung zat besi. Kompleks protein tersebut berwarna merah dan terdapat dalam eritrosit. Sebuah molekul hemoglobin memiliki empat gugus haima yang mengandung besi fero dan empat rantai globin (Brooker 2001). Hemoglobin merupakan komponen dari sel darah merah yang terdiri dari protein terkonjugasi yang mampu mengangkut oksigen dan karbondioksida. Dalam aliran darah, setiap gram hemoglobin mampu mengikat sekitar 1.34 ml oksigen. Hemoglobin dalam darah berfungsi sebagai pembawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan membawa kembali karbondioksida dari jaringan ke dalam paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh.

23 10 Mioglobin adalah protein yang berukuran kecil (sekitar dalton) yang terdapat di otot jantung dan otot rangka, berfungsi menyimpan dan memindahkan oksigen dari hemoglobin dalam sirkulasi ke enzim-enzim respirasi di dalam sel kontraktil. Ketika terjadi kerusakan pada otot, mioglobin dilepas ke dalam sirkulasi darah (Riswanto 2010). Mioglobin berfungsi sebagai pengatur oksigen, yaitu menerima, menyimpan dan melepaskan oksigen dari dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh berada dalam hemoglobin (Almatsier 2001). Sintesis hemoglobin membutuhkan suplai zat besi yang cukup dari makanan. Zat besi akan diserap di usus halus dengan transport aktif. Zat besi dibawa beredar dalam pembuluh darah oleh protein carier yaitu transferrin. Pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang menggunakan zat besi untuk membentuk heme dari hemoglobin. Kelebihan dari zat besi akan disimpan di hati dalam bentuk protein ferritin dan turunan-turunannya (Silverthorn 2006). Secara fisiologis hemoglobin di dalam tubuh memiliki dua bentuk. Oksihemoglobin yaitu bentuk hemoglobin yang mampu mengikat oksigen, dimana setiap molekul oksigen akan berikatan dengan bentuk ferro (fe ++ ). Deoksihemoglobin yaitu hemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen. Di dalam tubuh bentuk hemoglobin yang lain adalah Carboxyhemoglobin (COHb), yaitu hemoglobin yang terikat dengan Carbonmonoksida (CO) sehingga afinitas hemoglobin terhadap oksigen menurun (Light A et al. 2007). Afinitas atau kemampuan hemoglobin dalam mengikat oksigen dipengaruhi oleh ph, suhu, dan konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) dalam butir darah merah (Colville dan Joanna 2002). Pada tekanan oksigen yang tinggi, suhu rendah dan ph yang tinggi mengakibatkan meningkatnya afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Sebaliknya pada tekanan oksigen yang rendah, suhu yang tinggi dan ph yang rendah menyebabkan turunnya afinitas hemoglobin. Peningkatan 2,3-DPG dalam butir darah merah akan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Meningkatnya 2,3-DPG dalam darah akan mengakibatkan anemia dan pada beberapa penyakit dapat menyebabkan hipoksia kronis (Ganong 2001). Menurut Rebar (2000), kisaran kadar hemoglobin normal pada anjing sekitar g/dl,

24 11 sedangkan pada kucing memiliki kisaran kadar hemoglobin normal sekitar 8-15 g/dl Hematokrit atau PCV ( Packed Cell Volume) Hematokrit adalah presentase volume eritrosit dari volume total sampel darah yang dikoleksi dalam mikrokapiler. Hematokrit dari darah vena yang diperoleh dari pengambilan darah langsung dari vena, nilainya sama dengan total hematokrit dalam tubuh (Silverthorn 2006). Untuk menghindari penggumpalan, darah yang dikoleksi, dicampur dengan anti koogulan berupa heparin, oxalate dan EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid). Sampel darah disentrifugasi dengan kecepatan tinggi untuk memisahkan komponen darah berdasarkan berat jenisnya. Eritrosit berada pada bagian paling dasar tabung, kemudian leukosit dan platelet (bufing coat), serta pada lapisan paling atas adalah plasma darah (Vander 2001). Menurut Rebar (2000), nilai hematokrit normal pada anjing sekitar %, sedangkan pada kucing sekitar % Indeks Eritrosit Indeks eritrosit dapat digunakan untuk menentukan jenis anemia secara morfologinya. Indeks eritrosit sangat membantu untuk menentukan pendekatan diagnostik yang tepat untuk pasien penderita anemia. Bentuk eritrosit dalam gambaran darah dapat dibandingkan dengan nilai standar yang sudah ada untuk memperoleh ketepatan dalam mendeteksi variasi ukuran dan bentuk dari kelompok sel darah merah (Vander 2001). Indeks eritrosit dapat diperoleh dari hasil pengukuran dan perhitungan dari sel darah merah. Nilai dasar eritrosit yang harus diketahui adalah perhitungan sel darah merah, hemoglobin, dan hematocrit. Dari nilai dasar eritrosit tersebut dapat diperoleh indeks eritrosit yaitu Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) (Silverthorn 2006). MCV adalah rataan volume dari setiap sel darah merah dalam mikro kubik (µ 3 ) atau femtoliter (fl). 1 fl = liter. Nilai MCV normal pada anjing sekitar fl, sedangkan nilai MCV kucing memiliki kisaran normal fl (Rebar 2000).

25 12 Persamaan dari MCV adalah MCV = MCH adalah konsentrasi atau kandungan hemoglobin rataan dari setiap sel darah merah dalam picograms (pg). Persamaan dari MCH adalah MCH = MCHC adalah rataan konsentrasi hemoglobin dalam 100 ml hematokrit atau PCV (packed cell volume) dalam persen. Nilai MCHC normal pada anjing sekitar g/dl, sedangkan pada kucing nilai normal MCHCnya adalah g/dl (Rebar 2000). Persamaan dari MCHC adalah MCHC =

26 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Bagian Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, dari tanggal 2 September 2010 sampai dengan 15 Oktober Tahap Persiapan dan Adaptasi Penelitian ini dilakukan terhadap luak dari Jawa yang diperoleh dari pasar Pramuka dan Jatinegara di Jakarta. Jumlah luak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 ekor yaitu 4 ekor adalah jantan dan 4 ekor lagi adalah betina. Luak yang digunakan memiliki kisaran bobot badan kg. Selama penelitian ini dilakukan, luak dikandangkan di kandang penelitian FKH IPB. Masing-masing luak dikandangkan terpisah dalam kandang berukuran 50cm x 75cm x 75cm. Kandang luak selalu dijaga kebersihannya dengan melakukan pembersihan kotoran setiap hari. Luak diberi makanan buah pisang sebanyak 5-7 buah per ekor/hari, dengan selingan kepala ayam 3-4 potong per ekor/2 hari. Buah pisang yang digunakan sebagai pakan luak adalah buah pisang jenis ambon, siam, dan kepok Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan Hayem, larutan HCl 0.1 N, NaCl fisiologis 0.95%, alkohol 70%, silol, dan aquades. Peralatan yang digunakan adalah syringe 3 ml, parafilm, tabung koleksi dengan antikoagulan EDTA, pipet eritrosit dengan aspiratornya, kamar hitung Neo bauer, mikroskop, cover glass, mikrokapiler, alat pemusing (microcentrifus), mikrokapiler hematokrit (microcapillary hematocrit reader), tabung Sahli, pipet Sahli dengan aspiratornya, dan hemoglobinometer.

27 Parameter Yang Diamati Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah butir darah merah (BDM), kadar hemoglobin (Hb), nilai hematokrit (PCV), dan nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) Metode Penelitian Pengambilan darah dilakukan dengan syringe 3 ml, sebanyak ± 1 ml darah dari vena femoralis luak. Kemudian darah dimasukan ke dalam tabung koleksi dengan antikoagulan EDTA. Kemudian dibawa ke Laboratorium Fisiologi dengan menggunakan termos box berisi es di dalamnya untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap sel darah merah Jumlah Butir Darah Merah ( BDM ) Darah dihisap dengan pipet eritrosit dan aspiratornya sampai batas garis 0.5 kemudian dilanjutkan dengan penambahan larutan NaCl fisiologis sampai garis batas 101. Campuran tersebut dihomogenkan dengan memutar pipet membentuk angka 8. Campuran yang berada di ujung pipet dan tidak ikut terhomogenkan, dibuang. Dengan hati-hati campuran yang sudah homogen dimasukan ke dalam kamar hitung. Penghitungan butir darah merah dilakukan pada 5 kotak yang terletak diagonal pada 5 bujur sangkar besar ditengah kamar hitung. Dengan konversi BDM tiap unit x 10 4 ml (Sastradipradja 1989) Hemoglobin Darah diambil dengan menggunakan pipet Sahli sampai batas angka 20 (0.02 ml). Darah kemudian dimasukan ke dalam tabung Sahli yang sudah diisi dengan HCL 0.1 N sampai angka 10 (garis paling bawah pada tabung). Tabung Sahli diletakan diantara kedua bagian standar warna dalam alat hemoglobinometer dan dibiarkan selama 3 menit sampai terbentuk heparin yang berwana coklat. Dengan menggunakan pipet tetes ditambahkan aquades tetes demi tetes sambil diaduk sampai warna campuran sama dengan warna standar yang ada pada tabung sahli. Hasil diperoleh dari tinggi permukaan cairan pada tabung sahli dengan melihat skala kolom gr % (Sastradipradja 1989).

28 Hematokrit Darah diambil dengan menggunakan mikrokapiler dengan bagian ujung yang berwarna merah ditempelkan pada darah dan biarkan darah mengalir masuk mengisi 4/5 bagian mikrokapiler. Ujung kapiler yang bertanda merah disumbat dengan menggunakan crestoseal. Selanjutnya mikrokapiler disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 5 menit. Volume % eritrosit diukur dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit reader. Nilai hematokrit merupakan ratarata dari pengukuran kedua sampel (duplo) Protokol Penelitian Tabel 2. Protokol Penelitian Aktifitas Bulan 1 Bulan Proses Adaptasi x X X x Pengambilan Darah x x x x Pengukuran Parameter x x x x Penimbangan Bobot Badan x

29 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Luak yang digunakan dalam penelitian ini, adalah luak yang berasal dari hasil tangkapan liar yang diperoleh dari pengepul satwa di pasar hewan Jatinegara dan pasar hewan Pramuka di daerah Jakarta. Hasil pengukuran bobot luak yang digunakan adalah memiliki kisaran kg. Secara visual testis pada luak jantan sudah terlihat dengan jelas, memiliki bentuk yang mirip dengan testis kucing, namun belum tercium bau khas luak yaitu bau khas daun pandan. Secara alamiah luak jantan dewasa akan mensekresikan minyak beraroma daun pandan yang berasal dari kelenjar sekretori di sekitar testis dan penisnya. Sekreta tersebut berguna untuk menarik luak betina ketika masa kawin, dan juga sebagai penanda wilayah teritorial luak jantan karena luak termasuk hewan yang soliter atau hidup menyendiri. Menurut Rodriguez et al. (2000) penandaan wilayah dilakukan karena adanya dominasi suatu individu atau kelompok hewan tertentu dalam suatu wilayah. Luak yang digunakan dalam penelitian ini memiliki gigi runcing dan berukuran kecil. Menurut Patau et al. (2010) luak dewasa memiliki empat buah gigi premolar atas dan gigi molar atas. Berdasarkan hasil pengamatan visual tersebut luak yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam kisaran umur yang masih muda atau masa menjelang dewasa yaitu umur dibawah 12 bulan. Menurut Shiroff (2002), luak dapat hidup lebih dari 22 tahun. Luak dikatakan dewasa kelamin ketika berumur bulan. Luak dewasa memiliki bobot tubuh kg. Panjang tubuh luak dewasa mencapai cm dan panjang ekor mencapai cm. Selama penelitian berlangsung, dilakukan pengamatan terhadap adaptasi luak pada lingkungan yang baru. Pada saat luak datang dan dikandangkan dalam kandang besi, pola tingkah laku luak terlihat sangat agresif dengan manifestasi luak tersebut selalu ingin menyerang. Nafsu makan luak sangat rendah ditandai dengan banyak terdapat sisa makanan yang tidak dimakan oleh luak. Setiap harinya luak selalu berada dipojok kandang, tidur meringkuk menjauh dari pintu kandang. Ketika kandang luak dibersihkan dan waktu pemberian pakan, luak lari ketakutan menabrak-nabrak kandang dan berusaha menggigit tangan, keadaan

30 17 tersebut berlangsung kurang lebih 3 minggu. Pada minggu ke 5 dan seterusnya luak sudah mulai beradaptasi dengan baik terhadap kondisi kandang dan lingkungan kandang. Nafsu makan luak menjadi baik dengan sisa pakan yang sangat sedikit. Ketika dilakukan pemberian pakan dan pembersihan kandang, luak berusaha menghampiri ke arah pintu atau tetap tidur tanpa ada rasa terganggu Gambaran Butir Darah Merah ( BDM ) Luak Jawa Saat Datang dan Selama Proses Adaptasi Pengamatan terhadap gambaran butir darah merah luak mulai dilakukan secara berkelanjutan dari awal ketika luak baru datang hingga pengambilan darah ke 4 dengan selang waktu pengambilan darah selama 1 minggu. Gambaran butir darah merah luak diamati dengan melihat preparat ulas darah merah dan menghitung jumlah butir darah merah luak Gambaran Preparat Ulas Darah Merah Luak Jawa Gambar 2. Hasil pengamatan preparat ulas darah luak Jawa dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil ulas darah luak Jawa pada pengambilan darah ke 3, dengan perbesaran mikoskop 1000x. Tanda panah menunjukan bentuk rouleaux. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa sel darah merah luak mirip dengan sel darah merah mamalia lainnya, yaitu berbentuk bikonkaf dan tidak memiliki inti sel. Sel darah merah mamalia tidak memiliki inti sel, sedangkan pada bangsa burung, ikan, reptil, dan amfibi memiliki inti sel (Guyton 1997). Sel darah mamalia jika dilihat dari atas terlihat bulat, akan tetapi akan terlihat bikonkaf ketika dilihat dari samping, sehingga bagian tengah akan terlihat lebih cerah

31 18 (Silverthorn 2006). Sel darah merah luak memiliki kemiripan stuktur dengan sel darah merah kuda dan kucing, yaitu membentuk susunan tumpukan uang logam atau disebut juga rouleaux. Fenomena tersebut dapat dilihat pada sebagian besar preparat ulas darah luak, dari 40 hasil preparat ulas darah 5 di antaranya tidak menunjukan fenomena rouleaux. Hal tersebut terjadi karena hasil ulas darah yang terlalu padat. Pada sediaan natif sel darah merah sering terlihat seperti tumpukan uang logam (Rouleaux) yang disebabkan adanya daya tarik permukaan sel (surface traction) (Hartono 1995). Fenomena bentukan rouleux pada sel darah merah dapat terjadi karena adanya daya tarik permukaan antar sel darah merah dan jumlah sel darah merah yang padat dalam suatu bidang pandang. Menurut Stain (2012), fenomena rouleaux merupakan suatu keadaan fisiologis dari ikatan protein plasma yang dapat ditemukan pada ulas darah kuda dan kucing. Rouleaux terjadi akibat adanya ikatan anti bodi yang terdapat pada permukaan eritrosit satu sama lainnya sehingga membentuk tumpukan sel darah merah. Fenomena rouleaux juga dimungkinkan terjadi akibat penyakit immune-mediated hemolytic anemia, dan juga cryoglobulinemia (jarang terjadi). Fenomena rouleaux pada kuda dan kucing dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Preparat natif sel darah kuda 500x (sebelah kiri) (Sumber : Stain 2012) dan kucing 1000x (sebelah kanan) (Sumber: Rinnie 2011) Jumlah Butir Darah Merah (BDM) Luak Jawa Pada saat penghitungan jumlah BDM, pengencer yang digunakan adalah larutan NaCl fisiologis 0.9%. Karena pada saat dilalukan pengenceran dengan menggunakan Hayem, ternyata sel darah merah tidak dapat terencerkan dengan

32 19 baik. NaCl fisiologis 0.9% dapat digunakan sebagai pengencer karena tidak merusak darah dan dianggap lebih dapat menguraikan tumpukan butir darah merah sehingga butir darah merah dapat diamati dengan baik. Kasus penggunaan pengencer NaCl fisiologis ini dilaporkan terkadang terjadi pada darah kucing dan domba. Nilai jumlah butir darah luak Jawa jantan dan luak Jawa betina pada saat datang dan selama proses adaptasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan jumlah butir darah merah ( x 10 6 /ml) luak Jawa jantan dan luak Jawa betina pada saat datang dan selama proses adaptasi. Pengambilan Darah ke- Jenis kelamin Jantan 11.69±1.92 b 8.46±1.15 a 9.63±1.81 ab 8.81±2.16 ab Betina 9.01±1.13 a 7.81±1.42 a 8.88±1.67 a 8.40±2.40 a Keterangan: - Superskip dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p<0,05). - Data disajikan : rataan ± standar deviasi Seperti yang terlihat pada Tabel 3, jumlah butir darah luak Jawa jantan dan luak Jawa betina memiliki pola fluktuasi yang hampir sama. pada pengambilan darah ke 1 jumlah BDM luak relatif tinggi, kemudian mengalami penurunan pada pengambilan darah ke 2. Pada pengambilan darah ke 3 jumlah BDM luak mulai naik sedangkan pada pengambilan darah ke 4 mengalami penuruanan jumlah BDM, namun jumlahnya masih dalam kisaran yang sama. Pada luak jantan terlihat penurunan secara draktis dan terlihat berbeda nyata pada pengambilan darah ke 1 menuju pengambilan darah ke 2. Pada pengambilan darah ke 3 dan ke 4 ternyata luak jantan menunjukan peningkatan jumlah butir darah merah sehingga kisarannya kembali sama dengan kisaran butir darah merah pada pengambilan darah ke 1. Pada pengambilan darah ke 1 terlihat jumlah BDM luak Jawa hampir sama dengan jumlah BDM luak dari Thailand. Pengambilan darah ke 1 dilakukan pada saat luak baru saja sampai di kandang penelitian. Jumlah BDM pada pengambilan darah tersebut dapat diduga sebagai keadaan darah luak pada saat di alam liar atau justru dalam keadaan stres karena proses penangkapan

33 20 seperti yang terlihat pada pola tingkah lakunya. Teknik penangkapan dan imobilisasi atau handling hewan sangat mempengaruhi tingkat stres hewan (Mudappa dan Chellam 2001). Stres dilaporkan dapat meningkatkan jumlah butir darah merah karena adanya pelepasan epinefrine. Pada pengambilan darah yang ke 2 yaitu pada minggu ke 5 setelah luak dikandangkan dalam kandang penelitian, luak dinilai telah melalui proses adaptasi. Jumlah BDM pada pengambilan darah ke 2 tersebut mengalami penurunan, dari 8 ekor luak yang digunakan 7 ekor diantaranya mengalami penurunan jumlah BDM. Pada pengambilan darah ke 2 ini kemungkinan luak mulai dapat beradaptasi. Hal tersebut juga terlihat pada pengamatan visual bahwa pada minggu ke 5 luak sudah mulai merasa tenang ketika dilakukan pembersihan kandang dan pemberian pakan. Secara umum pengambilan darah ke 3 dan ke 4 jumlah BDM terlihat lebih stabil kemungkinan pada saat inilah luak sudah mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan barunya. Pada pengambilan darah ke 4 ternyata jumlah BDM mengalami penurunan namun masih dalam kisaran yang sama dengan pengambilan darah yang ke 3 sehingga jumlah darah merah yang diperoleh dapat dianggap sebagai jumlah BDM normal luak Jawa pada perawatan dalam kandang. Jumlah BDM tersebut sebanding dengan nilai rata-rata jumlah BDM keseluruhan luak. Jika dibandingkan dengan jumlah BDM luak yang berasal dari Thailand ternyata jumlah butir darah merah luak Jawa ini berada pada kisaran bawah dari kisaran jumlah BDM luak dari Thailand yaitu x 10 6 /ml (Salakij et al. 2007). Hal tersebut mungkin terjadi karena luak Jawa yang digunakan dalam penelitian ini masih muda. Jika dilihat dari bobot badan dan kondisi visual luak Jawa yang digunakan dalam penelitian ini, maka luak Jawa ini masih tergolong dalam umur yang masih muda atau menjelang dewasa sehingga jumlah butir darah merah yang diperoleh belum optimal. Keadaan tersebut dapat diangggap sebagai kondisi yang fisiologis. Menurut Shiroff (2002), luak dikatakan dewasa kelamin ketika berumur bulan. Luak dewasa memiliki bobot tubuh kg. Panjang tubuh luak dewasa mencapai cm dan panjang ekor mencapai cm. Jumlah BDM luak Jawa jantan terlihat lebih tinggi dari pada rata-rata jumlah BDM luak Jawa betina, namun keduanya masih dalam kisaran yang sama. Luak Jawa jantan memiliki kisaran jumlah BDM x 10 6 /ml, sedangkan

34 21 luak Jawa betina memiliki kisaran jumlah BDM x 10 6 /ml. Kisaran jumlah BDM luak Jawa tersebut ternyata memiliki kemiripan dengan kisaran jumlah BDM anjing ( x 10 6 /ml) dan kucing ( x 10 6 /ml) (Rebar 2000). Menurut Swenson (1997) jumlah sel darah merah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah umur, jenis kelamin, latihan, keadaan gizi, laktasi, kebuntingan, pelepasan epineprin, siklus estrus, ras, volume darah, waktu harian, lingkungan, dan ketinggian. Secara fisiologis peningkatan jumlah butir darah merah dapat diakibatkan pengaruh dari peningkatan jumlah pembuluh darah kecil pada jaringan yang sedang tumbuh seiring peningkatan bobot badan hewan (Lawrence dan Fowler 2002). Menurut Brown dan Dellmann (1992) pertambahan umur berbanding lurus dengan peningkatan jumlah butir darah merah. Peningkatan jumlah butir darah merah memiliki pola yang sama dengan kadar hemoglobin dan hematokrit (Evans et al. 2006). Peningkatan jumlah sel darah merah yang lebih dari kisaran normal disebut polisitemia. Polisitemia dipicu oleh eritropoiesis yang berlebihan. Eritropoiesis adalah proses pembentukan sel darah merah. Peningkatan proses eritropoiesis dipicu oleh peningkatan hormon eritropoietin yang dihasilkan oleh ginjal sebagai kompensasi dari keadaan deoksigenasi jaringan. Menurut Rebar (2000) polisitemia terdiri dari polisitemia relatif dan absolut. Polisitemia relatif terjadi akibat dehidrasi pada hewan, sedangkan polisitemia absolut terjadi akibat adanya peningkatan produksi erithropoetin sebagai kompensasi dari berkurangnya suplai oksigen ke jaringan. Penurunan jumlah BDM dan hematokrit yang menyebabkan terjadinya penurunan hemoglobin disebut anemia (Hoffbrand 2005). Anemia dapat terjadi karena pembentukan darah yang kurang memadai akibat dari kurangnya nutrien tertentu. Anemia juga disebabkan oleh hilangnya darah akibat pendarahan karena luka maupun investasi parasit (Aroon at al. 2009). Selain itu anemia juga disebabkan karena laju hemolisis sel darah merah lebih cepat dari pada pembentukan sel darah merah yang baru sehingga dilepaskan sel darah merah yang belum masak atau reticulosit dalam jumlah besar ( Frandson 1992).

35 Kadar Hemoglobin Luak Jawa Saat Datang dan Selama Proses Adaptasi Tabel 4. Rataan kadar hemoglobin (g/dl) luak Jawa jantan dan luak Jawa betina pada saat datang dan selama proses adaptasi. Pengambilan Darah ke- Jenis kelamin Jantan 12.87±4.02 a 10.03±1.42 a 11.42±2.75 a 10.99±2.73 a Betina 11.05±2.62 a 11.16±4.67 a 9.47±1.71 a 8.78±0.85 a Keterangan: - Superskip dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p<0,05). - Data disajikan : rataan ± standar deviasi. Pada Tabel 4 terlihat kadar hemoglobin pada luak Jawa jantan lebih fluktuatif dibandingkan dengan kadar hemoglobin luak Jawa betina. Rataan kadar hemoglobin pada semua pengambilan darah baik pada luak jantan maupun luak betina tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Pada pengambilan darah ke 1 yaitu pada saat luak baru sampai di kandang penelitian, ternyata kadar hemoglobin yang diperoleh memiliki kisaran yang sama dengan kadar hemoglobin luak dari Thailand. Rataan kadar hemoglobin luak Jawa ini berada pada batas bawah dari kisaran kadar hemoglobin luak Thailand. Kadar hemoglobin tersebut kemungkinan masih dalam keadaan normal, tergantung hasil perhitungan indeks eritrosit yaitu MCHC. Nilai MCHC tersebut dapat digunakan untuk menentukan kadar hemoglobin luak Jawa yang sebenarnya yaitu dalam keadaan normal atau termasuk ke dalam keadaan anemia. Menurut Nugraha (2007) dalam hasil penelitiannya terhadap gambaran darah anjing umur 3-7 bulan mengatakan bahwa jumlah BDM, hemoglobin dan PCV akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Menurut Ganong (2001) butir darah merah membawa hemoglobin dalam sirkulasi menuju organ, sehingga kadar hemoglobin sebanding dengan jumlah butir darah merah matang yang bersirkulasi dan nilai hematokritnya (Evans et al. 2006). Pada penelitian ini kadar hemoglobin sebanding dengan jumlah butir darah merah, yaitu tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Taksonomi dan Biologi Luak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Luak atau Paradoxurus hemaphroditus yang berada di daerah pulau Jawa menurut Shiroff (2002) memiliki susunan taksonomi sebagai berikut: Kingdom

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA 1 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di Desa Kedu Temanggung dan pada bulan April 2016 di kandang unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

BAB VII DARAH A. SEDIAAN NATIF DARAH.

BAB VII DARAH A. SEDIAAN NATIF DARAH. BAB VII DARAH A. SEDIAAN NATIF DARAH. Tujuan Praktikum Mengamati darah tanpa diproses lebih lanjut. 1. Memperhatikan bentuk-bentuk sel-sel darah ada tidaknya sel eritrosit yang mengalami krenasi (pengerutan),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan April sampai dengan Desember 2011. Lokasi pemeliharaan pada penelitian ini bertempat di Laboratorium Lapang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Karakteristik Kucing

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Karakteristik Kucing 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Kucing kampung (Felis domestica) termasuk dalam ordo karnivora (pemakan daging). Fowler (1993) mengklasifikasikan kucing kampung (Felis domestica) sebagai berikut: kingdom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5. 50 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Data hasil pengamatan kadar hemoglobin itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Adaptasi (kelompok AP,AIS,AIP) H H + 2 H - 14 Pengambilan darah simpan (kelompok AP) pre post Perdarahan 30% via splenektomi + autotransfusi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 7 Panen (kelompok AP,AIS,AIP) Gambar

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan 19 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010 di Kandang Unit Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH Dosen Pengampu: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes Disusun Oleh : Nama: Sofyan Dwi Nugroho NIM : 16708251021 Prodi : Pendidikana IPA PRODI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS HEMATOLOGI Darah Tempat produksi darah (sumsum tulang dan nodus limpa) DARAH Merupakan medium transport tubuh 7-10% BB normal Pada orang dewasa + 5 liter Keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah dalam tubuh berfungsi untuk mensuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi (sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Sel Darah Merah Pemeriksaan darah dilakukan selama tiga puluh hari dari awal kebuntingan, yaitu hari ke-1, 3, 6, 9, 12, 15, dan 30. Pemilihan waktu pemeriksaan dilakukan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kapang Rhizopus oryzae

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kapang Rhizopus oryzae 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kapang Rhizopus oryzae dan Chrysonilia crassa dalam Ransum terhadap Profil Darah Merah Ayam Broiler yang Dipelihara Pada Kondisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara 11 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara yang diberi ransum dengan tambahan urea yang berbeda ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA 1 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen pada umur sekitar 4-5 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016, pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan selama 28 hari di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Pertemuan : Minggu ke 3 Waktu : 50 menit Pokok Bahasan : 1. Evaluasi Eritrosit dan Interpretasinya (Lanjutan) Subpokok Bahasan : a. Fase fase proses pembentukan eritrosit.

Lebih terperinci

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemoglobin 1. Pengertian Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi terdapat dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam pengangkutan oksigen dari paru- paru

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di era globalisasi menuntut penyedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Pengertian darah Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam transport oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa

Lebih terperinci

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 RINGKASAN GITA WIDARTI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang HASIL DAN PEMBAHASAN Hemoglobin Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN HEMATOLOGI DOMBA SELAMA TRANSPORTASI : PERAN MULTIVITAMIN DAN MENIRAN

GAMBARAN HEMATOLOGI DOMBA SELAMA TRANSPORTASI : PERAN MULTIVITAMIN DAN MENIRAN Jurnal llmu Pertanian Indonesia, Desember 2010, hlm. 172-177 ISSN 0853-421 7 GAMBARAN HEMATOLOGI DOMBA SELAMA TRANSPORTASI : PERAN MULTIVITAMIN DAN MENIRAN (HEMATOLOGICAL CONDITION OF SHEEP DURING TRANSPORTATION

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV. III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV. Acum Jaya Abadi dengan jumlah objek penelitian sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6-8 % dari berat badan total. Pada pria prosentase ini sedikit lebih besar daripada wanita. 45-60 % darah

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Kecubung Kecubung termasuk tumbuhan perdu yang tersebar luas di daerah yang beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang tidak begitu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran Nama : Cokhy Indira Fasha NIM : 10699044 Kelompok : 4 Tanggal Praktikum : 11 September 2001 Tanggal Laporan : 19 September 2001 Asisten : Astania Departemen Biologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerbau Lumpur Kerbau domestik di Asia memiliki nama ilmiah Bubalus bubalis. Menurut Roth (2004) susunan taksonomi kerbau domestik adalah kerajaan animalia, filum chordata, kelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sapi di Indonesia terus berkembang seiring meningkatkan pengetahuan dan teknologi dibidang peternakan. Sapi Bali adalah jenis sapi lokal yang memiliki kemampuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Parasitemia Menurut Ndungu et al. (2005), tingkat parasitemia diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat ringan (mild reaction), tingkat sedang (severe reaction),

Lebih terperinci

Bila Darah Disentifus

Bila Darah Disentifus Judul Fungsi Darah Bila Darah Disentifus Terdiri dari 3 lapisan yaitu : Darah di sentrifuse q Lapis paling bawah (merah) 45% adalah Eritrosit atau hematokrit q Lapis tengah (abu-abu putih) 1 % adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1Tujuan A. Pungsi Darah Vena (Flebotomi) Untuk pemeriksaan hematologi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan darah dan komponen-komponennya. B. Pemeriksaan Laju

Lebih terperinci

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC) Indek (MCV, MCH, & MCHC) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae. Kambing PE merupakan kambing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Viskositas Darah Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap resistensi aliran darah. Viskositas darah tergantung beberapa faktor, dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Darah Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran pencernaan ke jaringan tubuh, membawa kembali produk sisa metabolisme sel ke organ eksternal,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. DARAH Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga mensuplai jaringan tubuh dengan

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak penelitian yang digunakan adalah Ayam Lokal yang diperoleh dari Jimmy Farm Cianjur. Ayam berumur 1 hari (DOC) yang

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian 2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ialah untuk memperolehgambaran darah merah anak domba yang dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan, yaitu jumlahrbc, nilai PCV, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Pengertian darah Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam transport oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel yang paling sederhana yang ada di dalam tubuh. Eritrosit tidak memiliki nukleus dan merupakan sel terbanyak dalam darah.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor dan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

Kata kunci: Fascioliosis, total eritrosit, kadar hemoglobin,pakced cell voleme, Sapi Bali

Kata kunci: Fascioliosis, total eritrosit, kadar hemoglobin,pakced cell voleme, Sapi Bali ABSTRAK Fascioliosis pada sapi di Indonesia disebabkan oleh cacing Fasciola gigantica yang berpredileksi di saluran empedu dan hati. Infeksi cacing ini menyebabkan gangguan fungsi hati dan kerusakan saluran

Lebih terperinci

Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan

Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan SISTEM PERNAFASAN Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan 1. Pernafasan Eksternal 2. Pernafasan Internal EXIT Mengapa harus bernafas? Butuh energi Butuh Oksigen C 6 H 12 O

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH

STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH Mata Kuliah : Pengembangan Media Pembelajaran Pokok Bahasan : Sistem Peredaran Darah Sasaran : Pemahaman siswa akan materi sistem peredaran darah menjadi lebih baik. Kompetensi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu pada bulan November 2009 sampai dengan Maret 2010, bertempat di kandang A, kandang sapi perah Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. 19 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. Penginduksian zat karsinogen dan pemberian taurin kepada hewan uji dilaksanakan di

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA ACARA III MENGHITUNG JUMLAH SEL DARAH MERAH

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA ACARA III MENGHITUNG JUMLAH SEL DARAH MERAH LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA ACARA III MENGHITUNG JUMLAH SEL DARAH MERAH DISUSUN OLEH: DEWI RIMPANG ANJANI PUTRI E1A 012 008 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2015

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indeks Eritrosit Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata yang dapat memberi keterangan mengenai rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci