FASILITAS DISTANCE MEASURING EQUIPMENT (DME) AWA LDB 101 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FASILITAS DISTANCE MEASURING EQUIPMENT (DME) AWA LDB 101 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG"

Transkripsi

1 Makalah Seminar Kerja Praktek FASILITAS DISTANCE MEASURING EQUIPMENT (DME) AWA LDB 101 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG Rian Aditia (L2F006077) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstrak - DME (Distance Measuring Equipment) merupakan alat bantu navigasi udara yang berfungsi memberi informasi jarak kepada pesawat terhadap ground station, sehingga pilot akan mengetahui seberapa jauh jarak yang akan ditempuh ke tempat yang dituju. Fasilitas DME ini juga merupakan suatu sistem radar tambahan yang bekerja sebagai transceiver (transmiter/pemancar dan receiver/penerima) yang dipasang pada unit sistem darat (ground station). Fasilitas DME di pesawat terbang digunakan sebagai interogator (penanya/pemeriksa), sedangkan DME di darat dipergunakan sebagai transponder (penjawab). DME di darat dipasang dalam satu tempat dengan fasilitas VOR. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk perambatan sinyal dari pengiriman sinyal interogasi hingga diterimanya sinyal balasan digunakan sebagai sarana pengukuran jarak pesawat dengan ground station DME. Kata kunci : navigasi, DME LATAR BELAKANG Bandar udara sebagai fasilitas umum yang menyelenggarakan jasa angkutan udara, mempunyai tugas pokok dalam pelayanan dan keselamatan penerbangan. Hal itu harus didukung oleh sarana-sarana penunjang operasi penerbangan, diantaranya fasilitas navigasi udara dan fasilitas telekomunikasi. Mengingat pentingnya unsur keselamatan dalam jasa penerbangan, maka fasilitas navigasi harus selalu dalam keadaan siap pakai baik keadaaan peralatan maupun operator dari peralatan tersebut. Hal ini akan menjadi bagian terpenting apabila keadaan cuaca buruk dimana jarak pandang pilot terbatas terhadap kondisi sekitar. Pada keadaan ini pilot hanya dapat menggunakan rambu-rambu perlampuan landasan (visual aid navigation) dan komunikasi radio, pesawat akan dipandu untuk mencapai tempat yang sesuai untuk melakukan pendaratan dengan selamat. Mengingat pentingnya sarana komunikasi radio tersebut, maka harus didukung oleh peralatan transmisi yang handal dalam segala keadaan. Bandar Udara Ahmad Yani Semarang memiliki peralatan transceiver khusus untuk penunjang fasilitas navigasi, khususnya DME (Distance Measuring Equipment) guna menunjang fungsi bandara sebagai penyedia jasa penerbangan. PEMBATASAN MASALAH Mengingat adanya beberapa alat navigasi udara yang ada di Bandar udara Ahmad Yani Semarang, maka penulis membatasi pembahasan hanya pada alat navigasi pengukur jarak pesawat dengan stasiun pengontrol DME (Distance Measuring Equipment). Pembahasan mengenai DME (Distance Measuring Equipment) ini hanya meliputi deskripsi umum dan komponen sistem kerja dan fungsinya pada peralatan navigasi tanpa memfokuskan pada hal-hal teknis secara terperinci yang memerlukan ketrampilan khusus. Selain itu juga karena waktu pelaksanaan Kerja Praktik yang singkat. SISTEM NAVIGASI UDARA Sistem navigasi udara adalah rambu rambu udara yang membantu pilot pada saat melakukan penerbangan dari bandar udara satu ke bandar udara yang dituju. Sistem ini membantu pilot dan pengatur lalu lintas udara menentukan posisi pesawat terbang dengan bumi dan pesawat terbang lain. Pada ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau selama cuaca buruk, sistem navigasi sangat penting bagi keselamatan penerbangan pesawat terbang. Sistem navigasi sudah berkembang dari pemancar-pemancar radio berbasis bumi yang primitif menjadi sistem berbasis angkasa yang canggih. Secara umum fungsi dari navigasi adalah : Homing Yaitu untuk memandu penerbang dalam mengemudikan pesawat udara menuju lokasi bandar udara yang dituju. Untuk fungsi ini, rambu udara dipasang di dalam lingkungan bandar udara. En-route/Check Point Yaitu untuk memberikan panduan kepada pesawat udara yang melakukan penerbangan jelajah di jalur penerbangan yang terdapat blank spot. Rambu udara dipasang di luar lingkungan bandar udara pada suatu lokasi

2 tertentu, dengan tujuan sebagai check point bagi pesawat di dalam rute perjalanan. Holding Rambu udara dipasang di luar atau di dalam lingkungan bandar udara, digunakan untuk memandu penerbang yang sedang melakukan holding (dalam melakukan holding, pesawat berputar-putar), yaitu menunggu antrian dalam pendaratan yang diatur dan atas perintah pengatur Lalu Lintas Udara/controller. Locator Rambu udara dipasang pada perpanjangan garis tengah landasan pacu (center line runway) guna memberikan panduan arah pendaratan kepada penerbang pada saat posisi pesawatnya berada dikawasan pendekatan untuk melakukan pendaratan. jarak pesawat udara dengan stasiun DME dapat ditentukan.. Pasangan sinyal pulsa yang dipancarkan oleh DME pesawat terbang (Interogator) menuju ke penerima di darat (Transponder) disebut sinyal Interogator, sedangkan pasangan sinyal pulsa yang dipancarkan oleh DME di darat sebagai jawaban menuju ke penerima DME di pesawat terbang disebut sinyal balasan (reply). Penggunaan DME yang berpasangan dengan DVOR didasarkan pada sistem koordinat polar azimuth dan jarak. Dengan informasi azimuth dari DVOR dan jarak informasi jarak dari DME maka seorang pilot akan menerima ketepatan navigasi relatif secara terus menerus ke lokasi darat yang akan dituju. FASILITAS DISTANCE MEASURING EQUIPMENT (DME) AWA LDB 101 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA Pengertian Umum Fasilitas DME DME (Distance Measuring Equipment) merupakan alat bantu navigasi penerbangan yang berfungsi memberikan panduan/informasi jarak kepada pesawat terhadap Stasiun DME yang dituju (Slant Range Distance). Spesifikasi peralatan DME yang ditangani Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang adalah sebagai berikut : Nama Peralatan : DME (ANY) Merk/Type : AWA/LDB-101 No. Seri/Negara : 043/Australia Tahun : 1991 Frekuensi : 1186 MHz Channel : 99X Power Out : 1000 Watt Ident : ANY DME memancarkan sinyal sinyal gelombang radio yang akan diterima oleh pesawat terbang sehingga penerbang akan mengetahui berapa NM (1NM=1850 meter) jarak yang akan dituju. Penempatan DME pada umumnya berpasangan (colocated) dengan DVOR, dengan daya keluaran sebesar 1000 Watt (High Power). Di Bandar Udara Internasional Ahmad Yani, DME ditempatkan berpasangan dengan DVOR. Dalam operasinya, pesawat udara mengirim pulsa interrogator yang berbentuk sinyal acak (random) kepada transponder DME di darat. Kemudian transponder mengirim pulsa jawaban (reply) yang sinkron dengan pulsa interogasi. Dengan memperhitungkan interval waktu antara pulsa interogasi dengan penerimaan pulsa jawaban (termasuk waktu tunda) di pesawat udara, maka Gambar 1. Prinsip Kerja DME DME beroperasi pada frekuensi MHz. Band frekuensi ini terbagi menjadi 126 kanal, dengan frekuensi masing masing kanal adalah 1 MHz. Hal ini berlaku pada frekuensi interogasi dan balasan. Antara frekuensi interogasi dan balasan selalu berbeda 63 MHz. Tiap kanal frekuensi tersebut tersedia dalam dual channel mengunakan kanal X dan Y yang terbagi juga dalam pulsa interogasi dan pulsa balasan. DME di Bandar udara Ahmad Yani menggunakan frekuensi 1186 MHz pada channel 99X. Sehingga secara peraturan dan ketetapan yang ada, frekuensi sinyal interogasi pesawat berada pada frekuensi 1123 MHz. Sehingga, antara frekuensi Interogasi (interrogator di pesawat) dan frekuensi balasan (DME di darat) selalu selisih 63 MHz.

3 Prinsip Kerja DME Sepasang pulsa dengan panjang pulsa tertentu dipancarkan transmiter dari pesawat terbang, yang disebut sebagai sinyal pulsa penanya(sinyal Interogasi), menuju ke penerima DME di darat (transponder). Setelah sepasang pulsa tersebut diproses oleh stasiun DME di darat (transponder) sehingga menjadi sepasang sinyal pulsa jawaban, kemudian secara otomatis stasiun DME di darat (transponder) memancarkan kembali sepasang pulsa jawaban tersebut sebagai sinyal jawaban ke pesawat terbang. Dalam keadaan normal, DME di pesawat terbang (interogator) dapat memancarkan pasangan pulsa interogasi sebesar 27 pasang pulsa per detik yang memiliki arah tertentu. Sedangkan stasiun DME di darat (Transponder) dapat menerima pasangan pulsa sebanyak 2700 pasang apabila 100 pesawat terbang secara bersamaan menggunakan fasilitas DME-nya. Waktu yang diperlukan untuk perjalanan bolak balik pengiriman sepasang pulsa penanya (sinyal interogasi) dari pemancar DME pesawat terbang ke stasiun penerima DME di darat, yang kemudian penerima DME pesawat terbang mendapatkan kembali sepasang sinyal pulsa sebagai jawaban (sinyal reply) dari stasiun pemancar DME di darat, merupakan elemen penting dalam sistem kerja DME. Sebelum sinyal jawaban dikirimkan kembali oleh stasiun DME di darat (Transponder) menuju ke penerima DME pesawat terbang (Interogator), maka telah terjadi penundaan singkat pengiriman sinyal jawaban (reply signal delay) yang besarnya 50 s di stasiun DME darat guna proses pengolahan sinyal. Interogator pulsa (sinyal penanya) yang diterima dari pemancar DME pesawat terbang diubah menjadi bentuk sinyal jawaban (reply signal) oleh DME Transponder. Setelah waktu yang diperlukan untuk perjalanan bolak-balik pasangan sinyal pulsa (T) dikurangi dengan reply signal delay (t = 50 s) diketahui, kemudian dikalikan dengan cepat rambat pulsa radio (c = 3 x l0 m/s) maka jarak pesawat ke DME darat dapat diperoleh. Jarak dari pesawat terbang ke stasiun DME ditentukan dalam satuan Nautical Miles (1NM = 1850 meter). Rumus pengukuran jarak tersebut secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : R = ½ c (T-t) (1) Keterangan : R : jarak pesawat terbang ke stasiun DME darat (NM) 1 NM : 1850m c : cepat rambat pulsa radio ( 3 x l0 8 m/s) T : waktu yang diperlukan untuk peralanan bolak-balik antara sinyal Interogator (penanya/pemeriksa) dan sinyal reply (jawaban) t : reply signal delay/penundaan singkat pengiriman sinyal jawaban (50 s). Transmiter interrogator memancarkan pulsa interrogation dengan frekuensi rata-rata 120 pasangan pulsa per detik (120 Hz), dinamakan proses searching. Setelah interrogator menerima pulsa jawaban, interrogator unit mengunci (locks) pulsa jawaban dan mengurangi sinyal transmisinya menjadi pasang pulsa per detik (30 Hz), dinamakan proses tracking. DME bekerja pada bidang/range Ultra High Frequency (UHF) antara l3 Mhz sehingga pancaran pulsanya tidak terganggu oleh keadaan cuaca/static-free (tahan terhadap noise dan pengaruh medan listrik) serta merupakan pulsa line of sight sehingga radius pancaran pulsanya tidak jauh, sehingga dibutuhkan penguat dengan daya yang besar dan handal agar pancaran pulsanya maksimal. Tracking and Locks Peralatan pesawat diaturr untuk memperoleh frekuensi yang benar dengan frekuensi yang diinginkan oleh DME di darat. Pemancar interogator akan memancarkan pulsa interogasi dengan frekuensi frekuensi 120 pasangan pulsa per detik (ketika searching ). Transponder akan mengenali pulsa pulsa ini sebagai interogasi yang valid dan setelah menerima pasangan pulsa interogasi dari pesawat DME akan mengolah pulsa tersebut kira-kira 50-microsecond, kemudian memancarkan pasangan pulsa jawaban di frekuensi jawaban. Interrogator pada pesawat secara otomatis menjumlahkan waktu transmisi dan waktu diterimanya sinyal tersebut dikurangi delay 50 micro-second dan menampilkan jarak pesawat dengan transponder pada monitor interrogator. Setelah interrogator menerima pulsa jawaban, interogator akan mengunci (locks) pulsa jawaban dan mengurangi sinyal transmisinya menjadi pasang pulsa per detik (tracking). Dan secara terus menerus menampilkan jarak antara pesawat dengan DME bumi. Range dan Echo Jarak maksimum yang masih bisa didapat oleh interrogator pesawat ke DME di darat adalah 200 NM (370 km). Dengan catatan DME beroperasi pada kondisi normal atau pada kondisi yang baik. Jarak yang dimaksud adalah jarak slant

4 range, yaitu garis lurus antara pesawat dengan DME darat. Jarak jangkauan ini dapat menurun drastis dipengaruhi oleh banyaknya interogasi pesawat dan kondisi sekitar DME. Salah satu hal yang menyebabkan menurunnya akurasi adalah efek echo dari pulsa interogasi yang datang ke transponder. Pulsa interogasi yang diharapkan adalah yang langsung dari antena DME pesawat ke DME darat (slant range). Namun, pulsa interrogasi tersebut bisa saja dipantulkan oleh gedung, bangunan, atau apa saja yang menuju DME darat. Sehingga DME darat tidak akurat memberikan pulsa balasan. Blok Diagram DME Darat Gambar 2. Blok diagram DME Pulsa Interrogasi dari pesawat ditangkap oleh antena dan sinyal pulsa tersebut diteruskan ke tansponder melalui sebuah directional coupler, dan sebuah circulator ke preselector di RF panel. Selanjutnya masuk ke receiver, dan disinilah terjadinya reply pulsa yang akan ditransmisikan. Sebelum ditransmisi, akan dikuatkan beberapa tingkatan oleh modul 100 W RF Amplifier, dan 1 KW RF Amplifier. Pada prinsipnya, modul test interrogator seakan-akan bertindak sebagai pesawat yang mentransmisikan pulsa interrogator pada DME darat. Tujuan dari modul ini adalah untuk menguji parameter dari transmisi DME darat, apakah masih sesuai settingan atau sudah layak untuk dikalibrasi ulang. Selain itu, agar arus unit stabil. Dengan artian bila tidak ada interogasi, maka unit tetap bekerja (arus tidak naik turun). Monitor modul menerima sinyal yang diterima interrogator dan mengirim semua sinyal reply baik itu sinyal yang benar atau gagal ke control panel modul untuk dilakukan pengukuran/pembandingan dengan settingan. Control panel akan menampilkan indikator yang sesuai bila menerima sinyal kegagalan dari monitor modul. Parameter yang diukur adalah : Delay, Pulse Separation, Efficiency, Ident, Reply pulse, Power Out. Bila terjadi trouble pada salah satu perameter di atas, maka LED akan menyala dan alarm pada control panel akan berbunyi. Preselector Filter la69746 Preselector filter terletak pada jalur sinyal receiver antara antenna circulator dan Receiver RF amplifier. Filter tersebut terdiri dari tiga seperempat bagian celah gelombang Q yang tinggi dan menyebabkan hilangnya penyisipan yang mendekati 1 db pada frekuensi penerima. Preselector filter ini tidak ditempatkan secara alamiah dalam modul receiver/video, tetapi ditempatkan pada panel RF. Selain penolakan sinyal frekuensi image dan menengah, filter ini juga menolak beberapa pantulan dari pengirim yang mana dapat terjadi menuju ketidak seimbangan sistem antena. Dengan pass-band, filter ini memberikan beban 50 ohms pada circulator, dan pada frekuensi kirim besarnya pelemahan sedikitnya 70 db. Filter ini dengan teliti membatasi pada frekuensi operasi yang benar. Receiver/Video Module Receiver/Video Module merupakan otak utama dari peralatan DME, karena modul inilah yang menghasilkan pulsa balasan yang dikirimkan ke pesawat. Penerimaan sinyal pertama kali ditangkap melalui antena menuju panel RF dan unit preselector pada penerima. Circulator pada panel RF digunakan untuk melindungi receiver dari transmitter (pemancar) ketika diperbolehkan untuk menggunakan sebuah antena common. Cavity-tuned preselector menolak sinyal gambar(image signal) dan memberikan permulaan (initial) dengan selektif untuk receiver. Receiver mendeteksi kanal interogator dan memberikan pemicu pasangan pulsa untuk modulator transmitter Test Interrogator Module IA69735 Tes interrogator merupakan suatu unit independen yang mensimulasikan interrogation pulse pesawat terbang pada frekuensi 100 Hz. Oleh Transponder DME, Interrogation pulse pada frekuensi tersebut dianggap sebagai interrogasi normal sehingga test interrogator akan mengukur

5 dan memperlihatkan parameter-parameter pada monitor modul. Monitor Modul IA69731 Monitor modul menerima sinyal input dari tes interrogator module dan antena. Dalam modul monitor terdapat enam buah parameter yang dimonitor. Parameter tersebut dikelompokkan ke dalam parameter primer dan parameter sekunder. Pembagiannya yaitu: a. Parameter primer : 1. Transponder Delay 2. Transponder Pulse Separation b. Parameter sekunder : 1. Transponder Efficiency 2. Transponder minimum reply rate 3. Transponder power output effective radiated 4. Transponder indent. 100 W RF Amplifier Module IA69750 Hal ini dilakukannya dengan cara menghasilkan modulation pulse yang dikontrol secara akurat dalam bentuk, durasi dan waktu. Pulsa yang dihasilkan beserta waktunya dikontrol oleh receiver/video module, yang menghasilkan trigger pulse termodulasi. Trigger pulse tersebut digunakan untuk mengawali pembangkitan pulsa dan sinyal sebesar MHz yang digunakan sebagai Sinyal clock pulse shaper. RF Amplifier Chain Amplifier chain dalam 100 Watt RF Amplifier terdiri dari tiga amplifier terpisah, yaitu: a. 8 Watt Amplifier 8 Watt Amplifier menerima sinyal RF 10 mw secara berkesinambungan dari sumber RF. Kemudian menguatkannya hingga sekitar 4 Watt. Tahap output dari amplifier ini adalah getaran termodulasikan. b. 45 watt Amplifier 45 watt Amplifier menerima output pulsa dari 8 Watt RF Amplifier dan menghasilkan output sekitar 20 Watt. Dalam konfigurasi DME dengan output 100 Watt, tahapan output ini merupakan pulsa yang termodulasikan sedangkan dalam konfigurasi dengan output 1 W, tahapan output dikontrol oleh supply dc yang dapat diatur. c. 180 Watt Amplifier Pada 180 Wattt Amplifier,RF power yang berbentuk persegi sebesar 50 Watt diteruskan ke modulator level tinggi dalam 1 kw RF amplifier. 1 KW Amplifier Module Gambar 3. Blok 100 W RF Amplifier Module Dalam modul 100 W RF amplifier terdapat empat sub-unit; yaitu Amplifier RF 8 Watt, Amplifier RF 45 Watt, Amplifier RF 180Watt dan pulse shaper. Ketiga amplifier membentuk sebuah amplifier chain. Output RF dari sumber RF pada receiver/video module merupakan input untuk bagian Amplifier RF 8 Watt pada level sebesar 10 mw. Dimana akan diperkuat dan dimodulasi untuk meghasilkan ukuran pulsa yang dibutuhkan. Output akhir dari Amplifier ini terdiri dari RF pulse yang dihasilkan dalam merespon trigger pulse dari receiver/video module pada level 50 Watt. Pulse Shaper IA69754 Pulse shaper ini berfungsi mengkontrol karakteristik modulasi pada transmitter amplifier. Gambar 4. 1 KW RF Amplifier IA69833 Modul 1 KW RF Amplifier IA69833 terdiri dari dua buah bagian utama, yaitu modul 180 W Amplifier 2A69753 dan modul 250 W Amplifier IA RF power pulse yang berbentuk persegi sebesar 50 Watt memasuki 180 Watt amplifier dan memodulasi 180 Watt Amplifier untuk mengeluarkan pulsanya yang tediri dari bagian yang terbentuk atas pedestal persegi.

6 Penguatan tenaga pertama pulsa dilakukan oleh sepasang 250Watt amplifier A1, A2. Penguatan kedua pada masing-masing delapan bagian tenaga diperoleh dengan memasangkan amplifier A3, A4, A5, A6; A7, A8, dan A9, A10. Kemudian terjadi penggabungan kembali tenaga-tenaga tersebut dalam rangkaian power combiner. Tenaga yang digabungkan dilewatkan ke output melalui circulator. 20 kelompok capasitor bank memberikan cadangan untuk kebutuhan current pulse pada amplifier yang disupply. IV. PENUTUP 4.1. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat ditarik bebrapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Fasilitas Navigasi Udara merupakan rambu-rambu udara yang dipergunakan untuk membantu penerbang dalam mencapai tujuan penerbangan. 2. Fasilitas DME memiliki kegunaan untuk memberikan informasi kepada penerbang mengenai jarak (slant range). pesawat terbang terhadap stasiun DME di darat 3. DME mempunyai sistem kerja yang berkebalikan dengan SSR (Secondary Surveillance Radar). 4. DME beroperasi pada frekuensi MHz. 5. Peralatan DME yang ada di ground station disebut Transponder 6. Peralatan DME yang berada di pesawat disebut Interrogator 7. Transponder akan mengirim sinyal balasan (reply) terhadap sinyal interogasi yang dipancarkan oleh Interogator pesawat. 8. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk perambatan sinyal dari mulai dikirimnya sinyal interogasi hingga diterimanya sinyal balasan digunakan sebagai sarana pengukuran jarak pesawat dengan stasiun DME. 9. Informasi jarak ditampilkan dengan satuan Nautical Miles (1 NM=1850 meter). 10. DME biasanya dipasang secara bersamaan pada satu tempat dengan fasilitas navigasi udara VOR (Very High Frequency Omni Range). 4.2 Saran Berdasarkan hasil kerja praktek di PT. Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang, penyusun memberikan saran sebagai berikut: 1. DME sebaiknya mengunakan teknologi satelit, karena satelit dipandang lebih handal dalam sistem navigasi udara.. 2. Sebaiknya PT Angkasa Pura I (Persero) meregenerasi perangkat navigasi yang digunakan tiap 10 tahun sekali sehingga tidak mengalami penurunan kualitas. DAFTAR PUSTAKA AWA Technology Distance Measuring Equipment LDB 101 Type Series A Australia : Amalgated Wireless. Dinas Personalia dan Umum PT (Persero) Angkasa Pura I Selayang Pandang PT (Persero) Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang. ICAO Distance Measuring Equipment (DME) Basic DME Theory Toshiba Type TW1197G. ICAO Project INS/90/011 BIODATA Rian Aditia (L2F ). Lahir di Semarang, 1 Januari Menempuh pendidikan di TK Tarbiyatul Athfal III, SDN Pendrikan Utara 3 Semarang, SMPN 3 Kota Semarang, SMAN 3 Kota Semarang, dan sekarang tercatat sebagai Mahasiswa Teknik Elektro UNDIP, Angkatan 2006, Konsentrasi Elektronika dan Telekomunikasi. Telah melaksanakan Kerja Praktek di PT. Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang. Semarang, Januari 2010 Menyetujui Dosen Pembimbing Ir. SUDJADI, MT. NIP

PENGGUNAAN DISTANCE MEASURING EQUIPMENT ALCATEL FSD-45 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADI SOEMARMO SURAKARTA

PENGGUNAAN DISTANCE MEASURING EQUIPMENT ALCATEL FSD-45 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADI SOEMARMO SURAKARTA Makalah Seminar Kerja Praktek PENGGUNAAN DISTANCE MEASURING EQUIPMENT ALCATEL FSD-45 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADI SOEMARMO SURAKARTA M. Fuad Hasan (L2F006063) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek. Defriko Christian Dewandhika (L2F009106) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Makalah Seminar Kerja Praktek. Defriko Christian Dewandhika (L2F009106) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Makalah Seminar Kerja Praktek PENGGUNAAN DISTANCE MEASURING EQUIPMENT (DME) SEBAGAI SALAH SATU ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG Defriko Christian Dewandhika (L2F009106)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada setiap bandar udara terutama yang jalur penerbangannya padat, pendeteksian posisi pesawat baik yang sedang menuju maupun yang meninggalkan bandara sangat penting.

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Fakultas FIKOM Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON SHORT WAVE (SW) CARA KERJA PEMANCAR RADIO Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

Kawasan keselamatan operasi penerbangan

Kawasan keselamatan operasi penerbangan Standar Nasional Indonesia Kawasan keselamatan operasi penerbangan ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

DOPPLER VERY HIGH FREQUENCY OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) AWA VRB 51D SEBAGAI SALAH SATU ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDARA AHMAD YANI SEMARANG

DOPPLER VERY HIGH FREQUENCY OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) AWA VRB 51D SEBAGAI SALAH SATU ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDARA AHMAD YANI SEMARANG DOPPLER VERY HIGH FREQUENCY OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) AWA VRB 51D SEBAGAI SALAH SATU ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDARA AHMAD YANI SEMARANG Cahyo Utomo (L2F 005 524) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 RADAR ( RADIO DETECTION AND RANGING ) Sejarah perkembangan radar Diakhir tahun 1940-an, radar telah diintegrasikan ke dalam sistem pemanduan lalu lintas udara. Sejak itu telah

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON CARA KERJA PENERIMA RADIO Fakultas FIKOM Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan Template Modul

Lebih terperinci

Kriteria penempatan Distance Measuring Equipment (DME)

Kriteria penempatan Distance Measuring Equipment (DME) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan Distance Measuring Equipment (DME) ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup dan tujuan... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

ANALISIS LINK BUDGET ANTENA SIDEBAND DOPPLER VERY HIGH OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) PADA JALUR LINTASAN PENERBANGAN

ANALISIS LINK BUDGET ANTENA SIDEBAND DOPPLER VERY HIGH OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) PADA JALUR LINTASAN PENERBANGAN ANALISIS LINK BUDGET ANTENA SIDEBAND DOPPLER VERY HIGH OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) PADA JALUR LINTASAN PENERBANGAN Eka Wahyudi 1 Wahyu Pamungkas 2 Bayu Saputra 3 1,2,3 Program Studi Teknik Telekomunikasi,

Lebih terperinci

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Yogo Tri Saputro 17411549 Teknik Elektro Latar Belakang Pada dasarnya pemancar

Lebih terperinci

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT 4.1 Komunikasi Radio Komunikasi radio merupakan hubungan komunikasi yang mempergunakan media udara dan menggunakan gelombang

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek

Makalah Seminar Kerja Praktek Makalah Seminar Kerja Praktek PENGGUNAAN DOPPLER VHF OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) AWA VRB-51D SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADI SOEMARMO SURAKARTA Teguh Aryanto (L2F 006 087)

Lebih terperinci

Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR)

Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR) ICS 30.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...

Lebih terperinci

2). Persyaratan Batas Ketinggian Di Sekitar NDB. Antenna. ?cr A Tanah P* 70 M 100 M. 3). Persyaratan Bangunan Dan Benda Tumbuh

2). Persyaratan Batas Ketinggian Di Sekitar NDB. Antenna. ?cr A Tanah P* 70 M 100 M. 3). Persyaratan Bangunan Dan Benda Tumbuh 2). Persyaratan Batas Ketinggian Di Sekitar NDB 40 M Tiang Tiang Permukaan *. Kerucut i 1?cr--- Pagar 11 A Tanah P* 70 M 100 M 3). Persyaratan Bangunan Dan Benda Tumbuh - Didalam batas tanah 100 m x 100

Lebih terperinci

PEMANCAR&PENERIMA RADIO

PEMANCAR&PENERIMA RADIO PEMANCAR&PENERIMA RADIO Gelombang elektromagnetik gelombang yang dapat membawa pesan berupa sinyal gambar dan suara yang memiliki sifat, dapat mengarungi udara dengan kecepatan sangat tinggi sehingga gelombang

Lebih terperinci

Sinkronisasi Sinyal RADAR Sekunder Untuk Multi Stasiun Penerima Pada Sistem Tracking 3 Dimensi Roket

Sinkronisasi Sinyal RADAR Sekunder Untuk Multi Stasiun Penerima Pada Sistem Tracking 3 Dimensi Roket Sinkronisasi Sinyal RADAR Sekunder Untuk Multi Stasiun Penerima Pada Sistem Tracking 3 Dimensi Roket Wahyu Widada dan Sri Kliwati Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jln. Raya LAPAN Rumpin Bogor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yakni yang berasal dari darat (ground base) dan berasal dari satelit (satellite base).

BAB 1 PENDAHULUAN. yakni yang berasal dari darat (ground base) dan berasal dari satelit (satellite base). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Navigasi merupakan hal yang sangat penting dalam lalu lintas udara untuk mengarahkan pesawat dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam prakteknya pesawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Blok diagram sistem radar [2]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Blok diagram sistem radar [2] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi begitu pesat, dari generasi ke generasi lahir berbagai inovasi yang merupakan objek pembaharuan penunjang kehidupan manusia. Di bidang komunikasi

Lebih terperinci

TRAFFIC ALERT AND COLLISION AVOIDANCE SYSTEM CAS) SEBAGAI ALAT NAVIGASI PADA CN-235

TRAFFIC ALERT AND COLLISION AVOIDANCE SYSTEM CAS) SEBAGAI ALAT NAVIGASI PADA CN-235 Makalah Seminar Kerja Praktek TRAFFIC ALERT AND COLLISION AVOIDANCE SYSTEM (TCAS) SEBAGAI ALAT NAVIGASI PADA CN-235 Bramono Hanindito (L2F 008 019) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Point to Point Komunikasi point to point (titik ke titik ) adalah suatu sistem komunikasi antara dua perangkat untuk membentuk sebuah jaringan. Sehingga dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.3.4 Uji Panjang Pulsa Sinyal Pengujian dilakukan untuk melihat berapa panjang pulsa sinyal minimal yang dapat di respon oleh modul. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan astable free running, blok

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan secara umum perancangan sistem pengingat pada kartu antrian dengan memanfaatkan gelombang radio, yang terdiri dari beberapa bagian yaitu blok diagram

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG PROSEDUR PENGUJIAN DI DARAT ( GROUND INSPECTION) PERALATAN FASILITAS

Lebih terperinci

Makalah Peserta Pemakalah

Makalah Peserta Pemakalah Makalah Peserta Pemakalah ISBN : 978-979-17763-3-2 PERANCANGAN ANTENNA YAGI FREKUENSI 400-405 MHZDIGUNAKAN PADA TRACKING OBSERVASI METEO VERTIKAL DARI PAYLOAD RADIOSONDE RS II-80 VAISALA Lalu Husnan Wijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transmisi merupakan suatu pergerakan informasi melalui sebuah media jaringan telekomunikasi. Transmisi memperhatikan pembuatan saluran yang dipakai untuk mengirim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENELITIAN TERDAHULU Sebelumnya penelitian ini di kembangkan oleh mustofa, dkk. (2010). Penelitian terdahulu dilakukan untuk mencoba membuat alat komunikasi bawah air dengan

Lebih terperinci

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM 1 MATERI PEMBELAJARAN Perkembangan

Lebih terperinci

PEMBUATAN PERANGKAT APLIKASI PEMANFAATAN WIRELESS SEBAGAI MEDIA UNTUK PENGIRIMAN DATA SERIAL

PEMBUATAN PERANGKAT APLIKASI PEMANFAATAN WIRELESS SEBAGAI MEDIA UNTUK PENGIRIMAN DATA SERIAL PEMBUATAN PERANGKAT APLIKASI PEMANFAATAN WIRELESS SEBAGAI MEDIA UNTUK PENGIRIMAN DATA SERIAL Oleh : Zurnawita Dikky Chandra Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Padang ABSTRACT Serial data transmission

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Sistem Air Traffic Control (ATC)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Sistem Air Traffic Control (ATC) BAB I PENDAHULUAN I.1. Sistem Air Traffic Control (ATC) Sistem Air Traffic Control (ATC) merupakan sistem kompleks yang melibatkan sumber daya manusia, lembaga otoritas, manajemen, prosedur operasi dan

Lebih terperinci

Bagan Kerja Handphone Beserta cara kerjanya

Bagan Kerja Handphone Beserta cara kerjanya 2012 Bagan Kerja Handphone Beserta cara kerjanya Telepon seluler atau yang lebih dikenal dengan ponsel dari duiu sampai sekarang telah mengalami perubahan baik teknologinya yang dulu hanya dapat untuk

Lebih terperinci

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Materi II TEORI DASAR ANTENNA Materi II TEORI DASAR ANTENNA 2.1 Radiasi Gelombang Elektromagnetik Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek

Makalah Seminar Kerja Praktek Makalah Seminar Kerja Praktek FUNGSI PIM-PIE (PROGRAM INPUT MONITORING-PROGRAM INPUT EQUIPMENT) DALAM SISTEM TRANSMISI SIARAN PADA STASIUN RELAY TRANS TV SEMARANG Oleh : M. Azwar Abdul Ghaffar N. L2F008055

Lebih terperinci

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN Sejak awal mula penerbangan, pilot selalu memakai tanda-tanda di darat sebagai alat bantu navigasi ketika mengadakan approach ke sebuah lapangan terbang. Fasilitas bantu

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA SISTEM. Pada bab ini diterangkan tentang langkah dalam merancang cara kerja

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA SISTEM. Pada bab ini diterangkan tentang langkah dalam merancang cara kerja BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA SISTEM Pada bab ini diterangkan tentang langkah dalam merancang cara kerja sistem, baik secara keseluruhan ataupun kinerja dari bagian-bagian sistem pendukung. Perancangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sensor RF (Radio Frekuensi) Sensor RF (Radio Frekuensi) adalah komponen yang dapat mendeteksi sinyal gelombang elektromagnetik yang digunakan oleh sistem komunikasi untuk mengirim

Lebih terperinci

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) 802.11b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE Dontri Gerlin Manurung, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III DESKRIPSI DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III DESKRIPSI DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. DESKRIPSI KERJA SISTEM Gambar 3.1. Blok diagram sistem Satelit-satelit GPS akan mengirimkan sinyal-sinyal secara kontinyu setiap detiknya. GPS receiver akan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. MWARA dipakai dalam penerbangan saat ini adalah tipe JRS 753AS. Gambar 4.1 ; Bentuk MWARA JRS 753AS

BAB IV PEMBAHASAN. MWARA dipakai dalam penerbangan saat ini adalah tipe JRS 753AS. Gambar 4.1 ; Bentuk MWARA JRS 753AS BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pengertian MWARA MWARA ( Major World Air Route Area ), untuk pelayanan penerbangan International, dengan menggunakan pemancar sebesar 3-5 KW. Bagi setiap stasiun ditentukan suatu

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Peneliti Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti diantaranya: [1] Gifson, Albert,

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN 3.1. Blok Diagram Sistem Untuk mempermudah penjelasan dan cara kerja alat ini, maka dibuat blok diagram. Masing-masing blok diagram akan dijelaskan lebih rinci

Lebih terperinci

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL) Makalah Seminar Kerja Praktek ANALISIS KEKUATAN DAYA RECEIVE SIGNAL LEVEL(RSL) MENGGUNAKAN PIRANTI SAGEM LINK TERMINAL DI PT PERTAMINA EP REGION JAWA Oleh : Hanief Tegar Pambudhi L2F006045 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. JATSC ( Jakarta Air Traffic Service Center ) Bandara Soekarno-Hatta

BAB I PENDAHULUAN. JATSC ( Jakarta Air Traffic Service Center ) Bandara Soekarno-Hatta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah JATSC ( Jakarta Air Traffic Service Center ) Bandara Soekarno-Hatta merupakan kantor cabang utama Pusat Pengendali atau Pengatur lalu lintas Penerbangan yang

Lebih terperinci

Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04

Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04 Fandhi Nugraha K D411 13 313 Teknik Elektro Makalah Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04 Universitas Hasanuddin Makassar 2015/2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan teknologi saat ini sangat

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Didalam merancang sistem yang akan dibuat ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelumnya, pertama-tama mengetahui prinsip kerja secara umum dari sistem yang akan dibuat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 10 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi VSAT VSAT merupakan singkatan dari Very Small Aperture Terminal, awalnya merupakan suatu trademark untuk stasiun bumi kecil yang dipasarkan sekitar tahun 1980 oleh

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN ALAT DAN/ATAU PERANGKAT TELEKOMUNIKASI WIRELESS LOCAL AREA NETWORK

METODE PENGUJIAN ALAT DAN/ATAU PERANGKAT TELEKOMUNIKASI WIRELESS LOCAL AREA NETWORK LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2018 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN/ATAU PERANGKAT TELEKOMUNIKASI WIRELESS LOCAL AREA NETWORK METODE PENGUJIAN

Lebih terperinci

Aplikasi Modulasi pada Gelombang Radar

Aplikasi Modulasi pada Gelombang Radar Research Based Learning Wave 2015 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 Aplikasi Modulasi pada Gelombang Radar Wildan Syahrun Nahar 1,a,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 34 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab IV ini akan dibahas tentang analisis data dan pembahasan berdasarkan perencanaan dari sistem yang dibuat. Rancangan alat indikator alarm ini digunakan untuk

Lebih terperinci

melibatkan mesin atau perangkat elektronik, sehingga pekerjaan manusia dapat dikerjakan dengan mudah tanpa harus membuang tenaga dan mempersingkat wak

melibatkan mesin atau perangkat elektronik, sehingga pekerjaan manusia dapat dikerjakan dengan mudah tanpa harus membuang tenaga dan mempersingkat wak PINTU GERBANG OTOMATIS DENGAN REMOTE CONTROL BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA8535 Robby Nurmansyah Jurusan Sistem Komputer, Universitas Gunadarma Kalimalang Bekasi Email: robby_taal@yahoo.co.id ABSTRAK Berkembangnya

Lebih terperinci

BAB III INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR)

BAB III INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR) BAB III INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR) 3.1 Interferensi Radio FM Pada komunikasi satelit banyak ditemui gangguan-gangguan (interferensi) yang disebabkan oleh banyak faktor,

Lebih terperinci

Perancangan Prototipe Transmitter Beacon Black Box Locator Acoustic 37.5 khz Pingers

Perancangan Prototipe Transmitter Beacon Black Box Locator Acoustic 37.5 khz Pingers Jurnal ELKOMIKA Vol. 4 No. 2 Halaman 170-184 ISSN (p): 2338-8323 Juli - Desember 2016 ISSN (e): 2459-9638 Perancangan Prototipe Transmitter Beacon Black Box Locator Acoustic 37.5 khz Pingers RUSTAMAJI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau, hal yang terpenting adalah keselamatan, keamanan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau, hal yang terpenting adalah keselamatan, keamanan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia penerbangan tidak hanya bertumpu untuk melayani para penumpang pesawat agar dapat tiba di tempat tujuan dengan cepat dan efisien dengan harga yang terjangkau,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN KONTROL PANEL

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN KONTROL PANEL BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN KONTROL PANEL Dalam bab ini penulis akan mengungkapkan dan menguraikan mengenai persiapan komponen komponen dan peralatan yang dipergunakan serta langkahlangkah praktek,

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN III.1. Analisa Permasalahan Sistem Transmisi Data Sensor Untuk Peringatan Dini Pada Kebakaran Hutan Dalam perancangan sistem transmisi data sensor untuk peringatan dini

Lebih terperinci

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT Putri Kusuma Ningtyas 2206100144 1) 1) Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-6011

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, Telkom University sedang mengembangkan satelit mikro yang mengorbit pada ketinggian 600-700 km untuk wahana pembelajaran space engineering. Sebelum satelit

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DUA ARAH DENGAN SISTEM MODULASI FM

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DUA ARAH DENGAN SISTEM MODULASI FM ISSN: 1693-6930 81 PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DUA ARAH DENGAN SISTEM MODULASI FM Makmur 1, Tole Sutikno 2 1 PT. Semen Tonasa (Persero) Jl. Chairil Anwar No. 1, Makassar 09113, Telp. (0411) 321823 Fax.

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT. Teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT)

TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT. Teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT) TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT Teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT) Disusun Oleh : Tommy Hidayat 13101110 S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2017

Lebih terperinci

STRUKTUR DIAGRAM PONSEL FUNGSI DAN GEJALA KERUSAKAN KOMPONEN

STRUKTUR DIAGRAM PONSEL FUNGSI DAN GEJALA KERUSAKAN KOMPONEN STRUKTUR DIAGRAM PONSEL FUNGSI DAN GEJALA KERUSAKAN KOMPONEN Pada bab ini kami akan memberikan beberapa penjelasan mengenai struktur diagram ponsel beserta fungsi dan gejala kerusakan dari setiap komponen

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT 4.1 Uji coba dan Analisa Tujuan dari pengujian tugas akhir ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana kinerja sistem yang telah dibuat dan untuk mengetahui penyebab

Lebih terperinci

NAVIGASI MAKALAH. Disusun sebagai Tugas Besar pada Mata Kuliah Pengantar Teknologi Telematika. oleh: Yunila Rahmi

NAVIGASI MAKALAH. Disusun sebagai Tugas Besar pada Mata Kuliah Pengantar Teknologi Telematika. oleh: Yunila Rahmi NAVIGASI MAKALAH Disusun sebagai Tugas Besar pada Mata Kuliah Pengantar Teknologi Telematika oleh: Yunila Rahmi 15101097 PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 18 BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada pembahasan perancangan sistem ini akan menjelaskan cara kerja dari keseluruhan sistem kendali on/off dan intensitas lampu menggunakan frekuensi radio. Pengiriman data

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER 3 GANJIL 2017/2018 DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T Sinyal Digital Selain diwakili oleh sinyal analog, informasi juga dapat diwakili oleh sinyal digital.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM 52 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM Bab ini membahas pengujian alat yang dibuat, kemudian hasil pengujian tersebut dianalisa. 4.1 Pengujian Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO No Percobaan : 01 Judul Percobaan Nama Praktikan : Perambatan Gelombang Mikro : Arien Maharani NIM : TEKNIK TELEKOMUNIKASI D3 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM AUTOTRACKING UNTUK ANTENA UNIDIRECTIONAL FREKUENSI 2.4GHZ DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTOLER ARDUINO

RANCANG BANGUN SISTEM AUTOTRACKING UNTUK ANTENA UNIDIRECTIONAL FREKUENSI 2.4GHZ DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTOLER ARDUINO RANCANG BANGUN SISTEM AUTOTRACKING UNTUK ANTENA UNIDIRECTIONAL FREKUENSI 2.4GHZ DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTOLER ARDUINO Ryandika Afdila (1), Arman Sani (2) Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1814, 2017 BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN. Sistem Komunikasi Pencarian dan Pertolongan. PERATURAN BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN NOMOR 19 TAHUN 2017

Lebih terperinci

PENGENDALIAN ROBOT MENGGUNAKAN MODULASI DIGITAL FSK (Frequency Shift Keying )

PENGENDALIAN ROBOT MENGGUNAKAN MODULASI DIGITAL FSK (Frequency Shift Keying ) PENGENDALIAN ROBOT MENGGUNAKAN MODULASI DIGITAL FSK (Frequency Shit Keying ) JOHANES 1 - FX.HENDRA PRASETYA 2 - RISA FARRID CHRISTIANTI 3 anes_spook@yahoo.com ; Universitas Katolik Soegijapranata Jl.Pawiyatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi adalah suatu sistim yang di ciptakan dan dikembangkan untuk membantu atau mempermudah pekerjaan secara langsung atau pun secara tidak langsung baik kantor,

Lebih terperinci

ELECTROMAGNETIC WAVE AND ITS CHARACTERISTICS

ELECTROMAGNETIC WAVE AND ITS CHARACTERISTICS WIRELESS COMMUNICATION Oleh: Eko Marpanaji INTRODUCTION Seperti dijelaskan pada Chapter 1, bahwa komunikasi tanpa kabel menjadi pilihan utama dalam membangun sistem komunikasi dimasa datang. Ada beberapa

Lebih terperinci

Radio dan Medan Elektromagnetik

Radio dan Medan Elektromagnetik Radio dan Medan Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat, Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bandara sebagai transportasi udara memberikan kontribusi yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi karena setiap waktu terjadi pergerakan lalu-lintas

Lebih terperinci

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 21 BAB III IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 3. 1 Sejarah Singkat Wireless Fidelity Wireless fidelity (Wi-Fi) merupakan teknologi jaringan wireless yang sedang berkembang pesat dengan menggunakan standar

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Prinsip Kerja Sistem Yang Dirancang Pada dasarnya alat yang dibuat ini adalah untuk melakukan suatu transfer data karakter menggunakan gelombang radio serta melakukan pengecekan

Lebih terperinci

ELKAHFI 200 TELEMETRY SYSTEM

ELKAHFI 200 TELEMETRY SYSTEM ELKAHFI 200 TELEMETRY SYSTEM User Manual Edisi September 2006 ELKAHFI Design & Embedded System Solution Daftar Isi Pengenalan Elkahfi Telemetry System Pendahuluan 1 Kelengkapan Telemetry System 2 Spesifikasi

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 2. SISTEM MODULASI DALAM PEMANCAR GELOMBANG RADIO Modulasi merupakan metode untuk menumpangkan sinyal suara pada sinyal radio. Maksudnya, informasi yang akan disampaikan kepada

Lebih terperinci

TELEMETRI Abstrak I. Pendahuluan

TELEMETRI Abstrak I. Pendahuluan TELEMETRI Abstrak Telemetri (sejenis dengan telematika) adalah sebuah teknologi yang membolehkan pengukuran jarak jauh dan pelaporan informasi kepada perancang atau operator sistem. Kata telemetri berasal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebagai Unit Pelaksana Teknis dari PT. Angkasa Pura II (Persero), maka

BAB III METODE PENELITIAN. Sebagai Unit Pelaksana Teknis dari PT. Angkasa Pura II (Persero), maka BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Sebagai Unit Pelaksana Teknis dari PT. Angkasa Pura II (Persero), maka Bandara Soekarno-Hatta harus mengikuti dan memenuhi standar yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau 7 BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau komponen yang digunakan, antara lain teori tentang: 1. Sistem Monitoring Ruangan 2. Modulasi Digital

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerbangan dengan pesawat terdiri dari 3 (tiga) fasa, yaitu lepas landas (take-off), menempuh perjalanan ke tujuan (cruise to destination), dan melakukan pendaratan

Lebih terperinci

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G)

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata...

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DATA PADA MARITIM BUOY WEATHER UNTUK MENDUKUNG KESELAMATAN TRANSPORTASI LAUT

SEMINAR TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DATA PADA MARITIM BUOY WEATHER UNTUK MENDUKUNG KESELAMATAN TRANSPORTASI LAUT SEMINAR TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DATA PADA MARITIM BUOY WEATHER UNTUK MENDUKUNG KESELAMATAN TRANSPORTASI LAUT Muhammad Sa ad 2408100106 Dosen Pembimbing Ir. Syamsul Arifin, MT. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Bandung, Februari 2015 Penyusun. (Agung Rismawan)

Kata Pengantar. Bandung, Februari 2015 Penyusun. (Agung Rismawan) Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya

Lebih terperinci

STUDY TENTANG SECONDARY SURVEILLANCE RADAR (SSR) UNTUK MENENTUKAN BERBAGAI INFORMASI PESAWAT TERBANG DI PT. ANGKASA PURA II POLONIA MEDAN SKRIPSI

STUDY TENTANG SECONDARY SURVEILLANCE RADAR (SSR) UNTUK MENENTUKAN BERBAGAI INFORMASI PESAWAT TERBANG DI PT. ANGKASA PURA II POLONIA MEDAN SKRIPSI STUDY TENTANG SECONDARY SURVEILLANCE RADAR (SSR) UNTUK MENENTUKAN BERBAGAI INFORMASI PESAWAT TERBANG DI PT. ANGKASA PURA II POLONIA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan untuk memenuhi syarat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. memperlihatkan apakah telah layak sebagai user interface.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. memperlihatkan apakah telah layak sebagai user interface. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Software Visual Basic Pengujian software Visual Basic dilakukan dengan menguji kinerja dari program penjadwalan apakah telah berfungsi sesuai dengan harapan dan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada Bab III ini akan diuraikan mengenai perancangan perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membangun sistem keamanan rumah nirkabel berbasis mikrokontroler

Lebih terperinci

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Pendahuluan Telekomunikasi = Tele -- komunikasi Tele = jauh Komunikasi = proses pertukaran informasi Telekomunikasi = Proses pertukaran

Lebih terperinci

Jaringan VSat. Pertemuan X

Jaringan VSat. Pertemuan X Jaringan VSat Pertemuan X Pengertian VSat VSAT atau Very Small Aperture Terminal adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan terminalterminal stasiun bumi dengan diameter yang sangat kecil.

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI ANTENA BROADBAND WIRELESS ACCESS (BWA) NOMADIC PADA PITA FREKUENSI

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Dasar- dasar Penyiaran GELOMBANG ELEKTRO MAGNETIC SPEKTRUM FREKUENSI PENGATURAN FREKUENSI Fakultas FIKOM Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan Template Modul

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI AREA PARKIR BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 16

SISTEM INFORMASI AREA PARKIR BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 16 SISTEM INFORMASI AREA PARKIR BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 16 Alfa Anindita. [1], Sudjadi [2], Darjat [2] Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro Semarang Jl. Prof. Sudharto, SH, Kampus UNDIP Tembalang,

Lebih terperinci

Pengiriman Data Serial Tanpa Kabel Menggunakan Transceiver 2.4Ghz

Pengiriman Data Serial Tanpa Kabel Menggunakan Transceiver 2.4Ghz Pengiriman Data Serial Tanpa Kabel Menggunakan Transceiver 2.4Ghz Metode pengiriman data digital secara umum dibagi menjadi dua cara, yaitu secara pengiriman data secara pararel dan pengiriman data secara

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang BAB II TEORI DASAR 2.1. PROPAGASI GELOMBANG Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang didesain untuk memancarkan sinyal

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

Transmisi Signal Wireless. Pertemuan IV

Transmisi Signal Wireless. Pertemuan IV Transmisi Signal Wireless Pertemuan IV 1. Panjang Gelombang (Wavelength) Adalah jarak antar 1 ujung puncak gelombang dengan puncak lainnya secara horizontal. Gelombang adalah sinyal sinus. Sinyal ini awalnya

Lebih terperinci

Bidang Information Technology and Communication 336 PERANCANGAN DAN REALISASI AUTOMATIC TIME SWITCH BERBASIS REAL TIME CLOCK DS1307 UNTUK SAKLAR LAMPU

Bidang Information Technology and Communication 336 PERANCANGAN DAN REALISASI AUTOMATIC TIME SWITCH BERBASIS REAL TIME CLOCK DS1307 UNTUK SAKLAR LAMPU Bidang Information Technology and Communication 336 PERANCANGAN DAN REALISASI AUTOMATIC TIME SWITCH BERBASIS REAL TIME CLOCK DS1307 UNTUK SAKLAR LAMPU Adhe Ninu Indriawan, Hendi Handian Rachmat Subjurusan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN GROUND PENETRATING RADAR UNTUK MENDETEKSI SALURAN PIPA BAWAH TANAH

RANCANG BANGUN GROUND PENETRATING RADAR UNTUK MENDETEKSI SALURAN PIPA BAWAH TANAH RANCANG BANGUN GROUND PENETRATING RADAR UNTUK MENDETEKSI SALURAN PIPA BAWAH TANAH Amir D Program Studi Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln Banda Aceh-Medan Km

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM PENGENDALI PERALATAN LISTRIK RUMAH TANGGA DENGAN MENGGUNAKAN REMOTE KONTROL BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89C2051

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM PENGENDALI PERALATAN LISTRIK RUMAH TANGGA DENGAN MENGGUNAKAN REMOTE KONTROL BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89C2051 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM PENGENDALI PERALATAN LISTRIK RUMAH TANGGA DENGAN MENGGUNAKAN REMOTE KONTROL BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89C2051 LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Lebih terperinci