BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsia Definisi Dispepsia berasal dari Bahasa Yunani yaitu (Dys-) dan (Pepse) yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai pencernaan yang buruk (bad digestion) (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011). Dispepsia adalah gejala dan bukan diagnosis. Hal ini dapat didefinisikan secara luas sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. "Berpusat" mengacu pada gejala utama berada di dalam atau sekitar garis tengah dan bukan terletak di kuadran atas kiri atau kanan. "Ketidaknyamanan" mengacu pada perasaan tidak menyenangkan yang singkat dan menyakitkan, termasuk rasa penuh di perut bagian atas, cepat kenyang, kembung, mual, dan muntah (Jones, 2005). Dispepsia juga dikaitkan dengan berbagai faktor risiko pribadi dan lingkungan seperti alkohol, tembakau, dan penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid dan dapat memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas hidup Klasifikasi Dispepsia adalah gejala yang umum dengan diagnosis banding yang luas dan patofisiologi yang beragam. Prevalensinya sendiri menyiratkan masalah kesehatan yang besar, meskipun sebagian besar penderita tidak mencari perawatan medis (Tepeš, 2011). Dispepsia sendiri dapat digolongkan menjadi dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Kategorisasi dispepsia ini diperkenalkan dengan tujuan target pengobatan yang lebih baik sesuai gejala (Talley dan Holtmann, 2007). Pada pasien dengan dispepsia organik atau struktural, ada tiga penyebab utama dispepsia: penyakit refluks gastroesofageal

2 6 (dengan atau tanpa esofagitis), penyakit ulkus peptikum kronis, dan keganasan (Tepeš, 2011). Talley dan Holtmann (2007) menyatakan bahwa Konsensus Roma III telah merumuskan dispepsia fungsional menjadi dua kategori untuk tujuan penelitian, yaitu postprandial distress syndrome (PDS, ditandai dengan cepat kenyang atau rasa penuh setelah makan dalam jumlah besar) dan epigastric pain syndrome (EPS, didefinisikan sebagai nyeri yang sering terjadi atau rasa terbakar di epigastrium). Gambar 2.1 Klasifikasi Dispepsia menurut Konsensus Roma III Dikutip sesuai aslinya dari: Dyspepsia in Clinical Practice (2011) Etiologi Penyebab dispepsia cukup beragam dan bergantung pada klasifikasinya, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Untuk penyebab organik dispepsia sangat banyak seperti yang dijelaskan dalam Tabel 2.1, namun sebagian besar kasus disebabkan oleh penyakit ulkus peptikum, refluks gastroesofageal dan keganasan (Talley dan Segal, 2008). Lain halnya dengan dispepsia fungsional yang memiliki penyebab tersendiri, ditampilkan dalam Tabel 2.2 (Jones, 2005).

3 7 Tabel 2.1 Penyebab Dispepsia secara Struktural atau Biokimia Dikutip sesuai aslinya dari: Dyspepsia in Clinical Practice (2011) Tabel 2.2 Etiologi Potensial dalam Dispepsia Fungsional Visceral hypersensitivity Impaired gastric emptying Impaired postprandial fundic relaxation Antral hypomotility Gastric dysrhythmias Small bowel dysmotility Vagal neuropathy Duodenal acid hypersensitivity Psychosocial disturbances Dikutip sesuai aslinya dari: Advanced Therapy in Gastroenterology and Liver Disease (2005) Patofisiologi Karena gejala-gejalanya yang kompleks, baik sistem saraf pusat (stres, kecemasan, dll) maupun gangguan pada lambung (infeksi atau motorik) seharusnya terlibat, tetapi kepentingan relatif mereka

4 8 kontroversial. Banyak pasien yang berkonsultasi dengan dokter untuk dispepsia memiliki masalah psikologis yang cukup besar, dan kecemasan sering menjadi alasan utama untuk konsultasi. Sementara itu beberapa orang berpikir bahwa sindroma dispepsia terutama berhubungan dengan gangguan psikologis, yang lain berpikir bahwa yang terpenting adalah gangguan sensorik-motorik lambung (Berstad dan Gilja, 2005). Bagaimanapun, faktor psikologis dianggap penting dalam membangkitkan suatu gejala. Dalam sebuah penelitian multi-faktorial, faktor psikologis dan mekanisme perifer (lambung) tampaknya saling terlibat dalam membangkitkan gejala, menyiratkan interaksi antara saraf pusat dan sistem saraf enterik. Konsep kami untuk patogenesis sindroma dispepsia diilustrasikan pada Gambar 2.2 (Berstad dan Gilja, 2005). Gambar 2.2 Patogenesis Sindroma Dispepsia Dikutip sesuai aslinya dari: Basic and New Aspects of Gastrointestinal Ultrasonography (2005) Gangguan di suatu tempat sepanjang sumbu otak-pencernaan dianggap penting dalam patogenesis sindroma dispepsia. Interaksi antara sistem saraf pusat (CNS) dan sistem saraf enterik (ENS) melibatkan kedua sinyal eferen viseral dan aferen, beberapa di antaranya diperantarai oleh nervus vagus. Normalnya, sinyal eferen dan aferen seimbang. Ketika ketidakseimbangan diinduksi, seperti yang terjadi pada sindroma

5 9 dispepsia, mustahil untuk mengetahui di mana penyakit dimulai atau di mana ia berada, sentral atau perifer. Akibatnya, kita tidak tahu di mana harus memutus lingkaran setan tersebut dengan pengobatan. Namun, hal yang baik dengan ilustrasi seperti di atas adalah bahwa tidak peduli di mana penyakit dimulai atau di mana kita menerapkan pengobatan. Seluruh mekanisme patogenesis terhubung dalam jaringan sebab-akibat, yang berarti bahwa mengoreksi satu abnormalitas, pusat atau perifer, dapat memutus lingkaran setan dan memberikan hasil akhir yang menguntungkan (Berstad dan Gilja, 2005) Diagnosis Semua pasien dengan dispepsia yang persisten memerlukan pengambilan riwayat pasien menyeluruh (anamnesis) dan pemeriksaan fisik untuk menentukan penyebabnya. Bagi banyak pasien, diet, gaya hidup, atau pengubahan dalam hal pengobatan dapat meringankan gejala mereka. Karena penyebab yang mendasari keluhan dispepsia berkisar dari kelebihan gas sampai ulkus peptikum atau pun keganasan, gejala alarm harus dicari dan diselidiki ketika muncul. Anemia, penurunan berat badan, tanda-tanda perdarahan gastrointestinal, cepat kenyang, atau disfagia harus dievaluasi. Keluhan awal, terutama pada pasien yang lebih tua dari usia 45 tahun, atau dengan keluhan kronis yang jelas memburuk harus dievaluasi. Tes paling akurat untuk dispepsia adalah upper endoscopy yang memvisualisasi mukosa untuk ulkus, radang yang lain, esofagitis erosif, atau keganasan dan pada saat yang sama juga memungkinkan dilakukan biopsi untuk diagnosis histologis dan/ dokumentasi dari infeksi Helicobacter pylori. Radiografi dengan pewarnaan kontras (barium) kurang sensitif dan spesifik dibandingkan dengan upper endoscopy tetapi dapat digunakan sebagai alternatif. Ultrasonografi pada kuadran kanan atas dapat dilakukan jika ada kecurigaan penyakit di daerah pankreas atau empedu sebagaimana dibuktikan oleh riwayat pasien atau melalui enzim hati yang abnormal (Leppert dan Peipert, 2004).

6 10 Komite Roma III telah merumuskan sindroma dispepsia dan membatasi istilah untuk merujuk pada empat gejala berikut: rasa penuh yang mengganggu setelah makan, cepat kenyang, nyeri epigastrium, atau rasa terbakar di epigastrium. Selain itu, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3, ada dua kategori diagnostik baru dalam sindroma dispepsia; disebut postprandial distress syndrome (PDS) dan epigastric pain syndrome (EPS) (Talley dan Segal, 2008). Tabel 2.3 Kriteria Diagnostik Sindroma Dispepsia Dikutip sesuai aslinya dari: Gastroenterology and Hepatology: A Clinical Handbook (2008)

7 Penatalaksanaan Gambar 2.3 menunjukkan suatu algoritma untuk pendekatan pada pasien dengan dispepsia uninvestigated (UD). Pengambilan riwayat menyeluruh dengan pemeriksaan fisik yang tepat dilakukan untuk mengklarifikasi apakah gejala berasal dari pankreas, empedu atau kolon. Setelah diagnosis spesifik telah dibuat, pengobatan harus diarahkan pada kondisi tertentu. Jika pertimbangannya adalah dispepsia yang sederhana, penggunaan aspirin/ NSAIDs dihentikan, jika ada, dan pengobatan gejala Gastro-oesophageal Reflux Disease (GORD) dengan pompa proton inhibitor (PPI) harus diberikan. Sangat penting untuk membuat penilaian dari hadirnya gejala alarm yang mengindikasikan kebutuhan endoskopi dini, sedangkan selebihnya dapat dikelola dengan strategi test and treat (mengacu untuk menetapkan ada/ tidaknya H.pylori) (Talley dan Segal, 2008). Pemeriksaan non-invasif untuk H.pylori baik menggunakan urea breath test atau immunoassay antigen pada tinja adalah pemeriksaan yang tepat untuk kebanyakan pasien. Pemeriksaan serologi kurang akurat dan umumnya tidak dianjurkan kecuali tidak ada alternatif lain. Bagi mereka yang sudah menjalani endoskopi harus melakukan biopsi rutin yang direkomendasikan oleh pedoman saat ini. Pada pasien ini, pengujian rapid urease dengan atau tanpa pemeriksaan histologi biasanya dilakukan (Talley dan Segal, 2008). Pengobatan lini pertama untuk H.pylori adalah terapi triple dengan kombinasi dua antibiotik dan satu agen adjuvan selama 7-14 hari; Penelitian secara meta-analisis telah menunjukkan sedikit keunggulan dengan masa pengobatan selama dua minggu. Regimen yang paling umum termasuk PPI (misalnya omeprazole 20 mg dua kali sehari) dengan amoxicillin 1 g dua kali sehari dan clarithromycin 500 mg dua kali sehari. Amoxicillin dapat diganti dengan metronidazole pada pasien yang sensitif terhadap penisilin, meskipun tingkat resistensi metronidazole semakin

8 12 meningkat secara signifikan. Tingkat keberhasilan lebih dari 80% telah dicapai di sebagian besar uji coba (Talley dan Segal, 2008). Gambar 2.3 Penatalaksanaan Dispepsia Dikutip sesuai aslinya dari: Gastroenterology and Hepatology: A Clinical Handbook (2008)

9 13 Respon terhadap terapi dapat dinilai paling efektif dengan urea breath test yang dilakukan minimal empat minggu setelah terapi antibiotik, dan setidaknya satu minggu setelah menghentikan terapi PPI. Kegagalan pengobatan paling sering diatasi dengan rejimen lini kedua yaitu PPI dan antibiotik alternatif seperti metronidazole dan tetrasiklin selama dua minggu. Terapi penyelamatan untuk kegagalan pengobatan selanjutnya melibatkan penggantian antibiotik dengan levofloxacin atau rifabutin bersama dengan PPI. Diagnosis alternatif harus dipertimbangkan jika ada kekurangan respon lanjutan dan pertimbangkan juga studi pengosongan lambung dan penilaian psikologis pasien (Gambar 2.3) (Talley dan Segal, 2008). 2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Sindroma Dispepsia Usia Semua survei yang dilakukan telah memeriksa orang dewasa dengan usia 18 tahun atau lebih. Sementara sebagian besar survei menunjukkan bahwa dispepsia tampaknya tidak terkait dengan kelompok usia tertentu, beberapa studi telah mencatat beberapa kecenderungan. Dalam studi terakhir, sub-tipe dispepsia tampaknya dikaitkan dengan kelompok usia yang berbeda: reflux-like lebih umum pada orang dewasa paruh baya, dysmotility-like lebih sering pada mereka yang berusia di bawah 59 tahun dan gejala ulcer-like predominant lebih sering pada orang dewasa dengan usia kurang dari 39 tahun (Mahadeva dan Goh, 2006). Berbeda dengan Li et al. (2014), menurutnya prevalensi dispepsia yang tertinggi ada pada siswa perempuan dan mahasiswa senior pada tahun ke-empat program sarjana. Pengamatan klinis umum mengenai gejala gastrointestinal yang meningkat seiring dengan usia telah

10 14 dikonfirmasi oleh studi berbasis populasi dan terkait pula dengan berkurangnya respon sensorik dari jaringan usus. Gejala refluks juga sangat terkait dengan usia. Hasil penelitian menunjukkan risiko yang lebih tinggi pada kelompok usia menengah dan risiko menurun setelah itu. Risiko gejala sedang atau berat tapi bukan dari gejala ringan nyata terlihat lebih tinggi pada subyek dengan usia antara 50 dan 69 tahun. Karena kebanyakan orang hanya melaporkan gejala ringan, efek usia ini dapat diabaikan jika keparahan gejala tidak diperhitungkan (Nocon et al, 2006) Jenis Kelamin Kebanyakan studi populasi telah mampu memperoleh rasio relatif antara laki-laki berbanding perempuan dan mayoritas dari mereka telah menunjukkan tidak ada perbedaan dalam prevalensi dispepsia antara jenis kelamin. Beberapa studi dalam populasi yang berbeda telah mencatat dominansi konsisten terletak pada perempuan dengan dispepsia. Jenis kelamin perempuan ditemukan menjadi satu-satunya faktor risiko independen untuk dispepsia fungsional antara orang Taiwan yang menjadi peserta pemeriksaan kesehatan (Mahadeva dan Goh, 2006). Yu et al. (2013) dalam penelitiannya juga menunjukkan hubungan antara jenis kelamin dengan sindroma dispepsia. Diperlihatkan bahwa perempuan memiliki skor gejala dispepsia yang lebih tinggi pada tahun pertama follow-up dibandingkan laki-laki, konsisten dengan hasil studi cross-sectional di Taiwan. Pada penelitian Lydiard (2005) dalam Li et al. (2014) dikatakan bahwa secara umum, gangguan pencernaan fungsional memiliki prevalensi lebih tinggi pada wanita. Drossman et al. (1993) dalam Li et al. (2014) juga mengatakan hal tersebut dikarenakan perempuan lebih mampu untuk menyampaikan keluhannya dan memperlihatkan gangguan fungsional

11 15 tersebut secara klinis. Namun, dalam penelitian yang sama ditunjukkan kalau tidak ada perbedaan dalam prevalensi sindroma dispepsia antara pria dan wanita Suku Peran suku dalam dispepsia belum diteliti oleh sebagian besar studi populasi. Sebagian besar survei telah dilakukan pada populasi tunggal/ serupa dari kelompok suku, kebanyakan berasal dari latar belakang Kaukasia atau Oriental. Namun, dalam salah satu penelitian yang melibatkan subyek dengan beberapa latar belakang suku dari sebuah institusi tunggal di Amerika Serikat, ras Afrika-Amerika ditemukan menjadi salah satu dari beberapa faktor risiko epidemiologi untuk dispepsia. Dalam sebuah survei terhadap populasi multi-rasial di Singapura, Asia Tenggara, prevalensi dispepsia dari suku yang sesuai ditunjukkan sebagai berikut: Cina 8,1%, Melayu 7,3%, dan India 7,5%. Meskipun kelompok suku mayoritas di Singapura adalah Cina, penulis dapat memperoleh prevalensi berdasarkan representasi yang sama dari tiga kelompok etnis yang berbeda (Mahadeva dan Goh, 2006). Dalam sebuah survei door to door pada subyek dari populasi multi-etnis Malaysia yang terdiri dari Cina, India, dan Melayu, 14,6% memiliki dispepsia (kriteria Roma II). Frekuensi dispepsia adalah 14,6%, 19,7%, dan 11,2% untuk masing-masing kelompok suku Melayu, Cina, dan India. Dispepsia lebih umum di kalangan Cina daripada non-cina (Ghoshal et al, 2011) Gangguan Pola Makan Sangat menarik untuk melihat bahwa banyak jenis makanan atau minuman telah dikaitkan dengan pembentukan gejala gastrointestinal pada studi sebelumnya yang menilai pasien dengan sindroma dispepsia, sindroma iritasi usus, atau gangguan motilitas lainnya. Mekanisme

12 16 mengenai faktor makanan yang menginduksi gejala dispepsia masih memerlukan klarifikasi. Dalam sebuah tinjauan terbaru, Feinle-Bisset dkk. membahas peran potensial dari beberapa faktor dalam hubungannya antara diet dan dispepsia, termasuk kelainan pada pengosongan lambung dan distribusi makanan intragastrik, hipersensitivitas lambung atau usus kecil, hipersekresi asam lambung, dan perubahan sekresi hormon gastrointestinal (Carvalho et al, 2009). Lebih dari sepertiga pasien sindroma dispepsia melaporkan mengalami gejala dispepsia setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung gandum, seperti roti, kue, dan pasta (makaroni dan lasagna). 44% dari keseluruhan pasien juga melaporkan gejala dispepsia dengan konsumsi susu. Satu penjelasan yang mungkin untuk asosiasi ini ialah adanya malabsorpsi laktosa pada pasien ini. Dalam studi tersebut peneliti tidak menyelidiki adanya malabsorpsi laktosa untuk menilai kemungkinan perubahan ini dalam menginduksi gejala yang berhubungan dengan susu. Namun, harus diperhatikan bahwa gejala yang berhubungan dengan konsumsi susu pada pasien ini adalah rasa penuh dan terbakar di epigastrium, berbeda dari gejala klasik malabsorpsi laktosa, yaitu nyeri perut, perut kembung, dan diare. Ada kemungkinan bahwa keluhan dispepsia pasien tersebut terkait dengan komponen lain dari susu, seperti lemak (Carvalho et al, 2009). Carvalho et al. (2009) juga menyampaikan temuannya yang berkaitan dengan hubungan dispepsia dan nyeri ulu hati yang dapat dipicu oleh konsumsi kopi. DiBaise dkk. menunjukkan bahwa 43% dari pasien dispepsia merasakan gejala rasa terbakar di epigastrium dan 90% melaporkan nyeri ulu hati setelah minum kopi. Mekanisme yang terlibat dalam perangsangan kopi terhadap gejala dispepsia tidak sepenuhnya dipahami. Ada sangkaan bahwa kopi dapat memicu refluks gastroesofageal dan merangsang sekresi asam lambung serta pelepasan gastrin.

13 Kebiasaan Merokok Merokok tidak hanya memiliki efek merusak yang sangat besar pada organ kardiovaskular, otak, dan bronkus tetapi juga secara mendalam mengubah fungsi semua bagian dari saluran pencernaan melalui berbagai mekanisme. Salah satu efeknya berhubungan dengan mekanisme pada sindroma dispepsia. Pentingnya peran rokok dalam mempotensiasi efek dari NSAID mungkin muncul, tetapi hasil studi epidemiologi ini masih kontroversial. Dalam salah satu studi berbasis populasi epidemiologi, perokok dengan konsumsi harian lebih dari dua puluh batang memiliki risiko 1,55 kali dari bukan perokok untuk mengembangkan dispepsia (Massarrat, 2008). Menurut Nandurkar (1998) dalam Massarrat (2008), dua penelitian berbasis masyarakat sebelumnya gagal untuk menunjukkan hubungan antara merokok dengan dispepsia, meskipun merokok telah terbukti menyebabkan efek berbahaya pada mukosa lambung. Nikotin, komponen beracun yang utama dalam tembakau, mempotensiasi cedera mukosa dengan menambah asam dan sekresi pepsin, duodenogastric reflux, dan produksi radikal bebas. Merokok juga merusak pertahanan mukosa dengan mengurangi sintesis prostaglandin, sekresi lendir, dan sekresi faktor pertumbuhan epidermal. Guslandi dkk. mempelajari aliran darah mukosa lambung dan produksi mukosa bikarbonat dalam tiga kelompok pasien dengan dispepsia: bukan perokok, perokok ringan (<10 batang per hari), dan perokok berat ( 10 batang per hari). Mereka menunjukkan bahwa terjadi penurunan secara statistik yang cukup signifikan pada aliran darah mukosa lambung dan sekresi alkali pada perokok berat, tapi tidak terjadi di kelompok lain. Oleh karena itu, masuk akal bahwa merokok dapat menyebabkan dispepsia melalui dampaknya pada mukosa lambung.

14 Riwayat Penggunaan NSAID Pada periode , artikel mengenai reaksi obat yang merugikan diterbitkan. Sebuah pencarian di PubMed dengan judul 'dispepsia' dan 'perangasangan kimiawi' menghasilkan sekitar 272 kutipan. 128 dari hasil tersebut diterbitkan dalam 10 tahun terakhir dan lebih dari setengah (66/128) yang berkaitan dengan NSAID atau penggunaan aspirin (Bytzer, 2009). NSAID digunakan lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat dan prevalensi penggunaan resep untuk NSAID adalah sekitar 10-15% pada orang tua dengan usia lebih dari 65 tahun. Kerusakan mukosa lambung karena NSAID merupakan masalah kesehatan utama. Rata-rata satu sampai dua dari seratus pasien yang memakai NSAID selama satu tahun, dirawat di rumah sakit karena masalah saluran cerna, paling sering ulkus. Ofman dan rekan kerja melakukan meta-analisis dari dispepsia dan NSAID. Pada kelompok yang diobati dengan NSAID 4,8% dari pasien mengalami dispepsia sedangkan pada pasien yang mengkonsumsi plasebo hanya 2,3%. Penggunaan dosis tinggi NSAID dan obat-obatan seperti indometasin, meclofenamate, dan piroksikam dikaitkan dengan peningkatan risiko dispepsia (Bytzer, 2009). Mekanisme NSAID itu sendiri yaitu dengan menghambat enzim cyclooxygenase (COX), yang pada gilirannya mengurangi sintesis endogen sitoprotektif dari prostaglandin dan membuat mukosa rentan terhadap agen berbahaya. Cedera mukosa saluran cerna yang disebabkan oleh NSAID bervariasi dari mikroskopik halus sampai cedera makroskopik. Perubahan halus terjadi dalam bentuk disfungsi permeabilitas dengan difusi ion hidrogen dan pergeseran ion natrium intraluminal. Komplikasi makroskopik, khususnya erosi dan ulkus, dapat mempersulit gangguan mukosa yang tidak diobati. Luka mukosa lambung akut yang diinduksi

15 19 aspirin dapat terjadi dalam waktu satu jam paparan (Mofleh dan Rashed, 2007) Stress Patofisiologi dari sindroma dispepsia tidak sepenuhnya jelas. Ada beberapa hipotesis yang berusaha menjelaskan patogenesis sindroma dispepsia, salah satunya adalah hipotesis psikologis. Hal tersebut menunjukkan bahwa depresi, kecemasan, atau pun gangguan somatisasi dapat menyebabkan gejala dispepsia. Model biopsychological mendalilkan bahwa dispepsia dihasilkan dari interaksi timbal balik yang kompleks antara faktor biologis, psikologis, dan sosial. Ada komorbiditas dua arah antara dispepsia dan gangguan psikiatris, terutama mood dan gangguan kecemasan. Penelitian secara patofisiologi menunjukkan hubungan antara proses psikologis dengan gejala dan fungsi sensori-motor gastrointestinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala kejiwaan (depresi, kecemasan, gangguan obsesif, sensitivitas interpersonal, psychoticism, dan permusuhan) lebih tinggi pada kelompok sindroma dispepsia daripada kontrol, dan hasil-hasil ini kompatibel dengan penelitian sebelumnya. Levy (2006) melaporkan bahwa kecemasan, depresi, serangan panik, dan gangguan somatisasi sering terdeteksi sebelum atau bersamaan dengan terjadinya gangguan fungsional gastrointestinal (Faramarzi et al, 2012). Dispepsia, GERD, dan IBS adalah kondisi gastrointestinal yang umum baik di Cina maupun di seluruh dunia. Tingkat prevalensi yang berbeda dari ketiga gangguan ini diamati pada populasi mahasiswa yang dapat mencerminkan potensi berbeda dari asosiasi dengan faktor-faktor terkait stres. Mahasiswa berada pada risiko yang lebih tinggi untuk gangguan psikologis (Li et al, 2014). Ujian, sebagai contoh dari stressor kehidupan nyata, menginduksi gejala dispepsia pada mahasiswa kedokteran yang terkait dengan sifat-sifat psikologis tertentu, termasuk kecemasan (Talley dan Holtmann, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ansietas 2.1.1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya sebagai generasi penerus bangsa tidak luput dari aktifitas yang tinggi. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah istilah yang dipakai untuk

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah kumpulan gejala penyakit saluran cerna bagian atas yang mengenai lebih dari 29% individu dalam suatu komunitas dan gejalanya bervariasi pada setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. DEFINISI DISPEPSIA Istilah dispepsia berkaitan dengan makanan dan menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya suatu penyakit berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah satunya gangguan pada

Lebih terperinci

SINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD

SINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD SINDROMA DISPEPSIA Dr.Hermadia SpPD Pendahuluan Dispepsia merupakan keluhan klinis yg sering dijumpai Menurut studi berbasis populasi tahun 2007 peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dr 1,9% pd th

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang tidak baik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang tidak baik. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dispepsia Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang tidak baik. Dispepsia mengacu pada nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk,

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah adanya perasaan nyeri dan tidak nyaman yang terjadi di bagian perut atas ditandai dengan rasa penuh, kembung, nyeri, beberapa gangguan mual-mual, perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang belum terselesaikan, dan terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Dispepsia merupakan salah satu gangguan yang diderita oleh hampir seperempat populasi umum di negara industri dan merupakan salah satu alasan orang melakukan konsultasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dihadapkan pada dua masalah dalam pembangunan kesehatan, yaitu penyakit menular yang masih belum banyak tertangani dan penyakit

Lebih terperinci

Pengertian Irritable Bowel Syndrome (IBS)

Pengertian Irritable Bowel Syndrome (IBS) Pengertian Irritable Bowel Syndrome (IBS) Apakah IBS itu? Irritable bowel syndrome (IBS), juga dikenal sebagai "kejang usus besar," adalah gangguan umum. Sementara kebanyakan orang mengalami masalah pencernaan

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh (begah) atau cepat kenyang, sendawa, rasa

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA PENGERTIAN Suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. (Mizieviez). ETIOLOGI 1. Faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia didefinisikan sebagai kumpulan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012). BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden (51 orang) adalah perempuan. Perempuan lebih mudah merasakan adanya serangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi merupakan pencapaian akan usaha seseorang yang diperoleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi merupakan pencapaian akan usaha seseorang yang diperoleh 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prestasi Belajar 2.1.1 Definisi Prestasi merupakan pencapaian akan usaha seseorang yang diperoleh melalui perbuatan belajar dapat berupa tingkah laku nyata dan perbuatan tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia kronis didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung. Banyak hal yang dapat menyebabkan gastritis. Penyebabnya paling sering adalah infeksi bakteri Helicobacter pylori

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Dispepsia Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Kata dispepsia berasal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI Muhammad Mudzakkir, M.Kep. Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UN PGRI Kediri muhammadmudzakkir@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut WHO merupakan masa transisi dalam pertumbuhan dan perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada periode

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia yang mengarah modern ditandai gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang peningkatan asam lambung, seperti:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda

Lebih terperinci

hiperacidity. Adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu

hiperacidity. Adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Dispepsia a. Definisi Dispepsia Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (buruk) dan peptein (pencernaan) (Bonner, 2006). Dispepsia menggambarkan keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan konsentrasi obat yang efektif selama periode yang diperlukan, terutama untuk obat-obat yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan salah satu penyakit yang mulai mendapat perhatian dari penduduk dunia. NAFLD adalah istilah yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

Satuan Acara penyuluhan (SAP)

Satuan Acara penyuluhan (SAP) Lampiran Satuan Acara penyuluhan (SAP) A. Pelaksanaan Kegiatan a. Topik :Gastritis b. Sasaran : Pasien kelolaan (Ny.N) c. Metode : Ceramah dan Tanya jawab d. Media :Leaflet e. Waktu dan tempat : 1. Hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma dispepsia merupakan keluhan/kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. Rasa tidak nyaman secara spesifik meliputi rasa cepat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ

FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ GASTROINTESTINAL Maria Inez Devina Siregar 11.2013.158 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS

Lebih terperinci

Hasil. Kesimpulan. Kata kunci : Obat-obatan kausatif, kortikosteroid, India, SCORTEN Skor, Stevens - Johnson sindrom, Nekrolisis epidermal

Hasil. Kesimpulan. Kata kunci : Obat-obatan kausatif, kortikosteroid, India, SCORTEN Skor, Stevens - Johnson sindrom, Nekrolisis epidermal LATAR BELAKANG Stevens - Johnson sindrom (SJS) dan Nekrolisis epidermal (TEN) adalah reaksi obat kulit parah yang langka. Tidak ada data epidemiologi skala besar tersedia untuk penyakit ini di India. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lambung merupakan organ yang vital bagi tubuh yang cukup rentan cidera atau terluka. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja lambung adalah asupan makanan yang

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Teori Dispepsia Organik Dispesia Non Organik Dispesia Diagnosa Penunjang Pengobatan H. pylori Tes CLO Biopsi Triple therapy Infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran bahan yang digunakan semua makhluk hidup untuk bagian dalam maupun bagian luar dalam menetapkan diagnosis, mencegah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak peptik merupakan penyakit akibat gangguan pada saluran gastrointestinal atas yang disebabkan sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat mencapai suatu keseimbangan atau suatu keadaan

Lebih terperinci

Dewi Karwati 1) Nur lina, SKM, M.Kes dan Kiki Korneliani, SKM, M.Kes 2)

Dewi Karwati 1) Nur lina, SKM, M.Kes dan Kiki Korneliani, SKM, M.Kes 2) HUBUNGAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN BERISIKO GASTRITIS DAN STRESS DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA WANITA USIA 20-44 TAHUN YANG BEROBAT DI PUSKESMAS CILEMBANG TAHUN 2012 Dewi Karwati 1) Nur lina, SKM, M.Kes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa wanita biasanya mengalami rasa tidak nyaman sebelum menstruasi. Mereka sering merasakan satu bahkan lebih gejala yang disebut dengan kumpulan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perubahan dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan stress. Stress yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan yang erat kaitannya dengan pola hidup. Akibat

Lebih terperinci

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh V. PEMBAHASAN UMUM Lesi mukosa akut lambung akibat efek samping OAINS/Aspirin merupakan kelainan yang sering ditemukan. Prevalensi kelainan ini sekitar 70 persen sedangkan pada 30 persen kasus tidak didapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI I KARYA PENGGAWA KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN 2013

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI I KARYA PENGGAWA KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN 2013 JURNAL KESEHATAN HOLISTIK Vol 8, No 2, April 2014 : 94-98 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI I KARYA PENGGAWA KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN 2013 Rohani 1, M. Ricko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia merupakan gangguan nyeri dan rasa tidak nyaman pada saluran pencernaan yang berpusat di abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut berupa nyeri epigastrium,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada. usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada. usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah penyakit jantung pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal Disease (SRMD) pada pasien kritis pertama kali muncul lebih dari empat dekade lalu. Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini berkembang semakin cepat. Di dunia ini, diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, pada bidang kedokteran saat ini juga telah memanfatkan teknologi untuk membantu peningkatan pelayanan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar sekitar 1,8-2,1 juta

BAB I PENDAHULUAN. 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar sekitar 1,8-2,1 juta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) mengadakan tinjauan terhadap beberapa Negara dunia dan mendapatkan hasil presentase dari angka kejadian diseluruh dunia, diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Menurut WHO pada tahun 2007 proporsi kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai dengan hilangnya sirkulasi darah ke otak secara tiba-tiba, sehingga dapat mengakibatkan terganggunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, tukak lambung menjadi suatu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dan dalam kondisi yang parah dapat menjadi penyebab kematian. Tukak lambung merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengertian (Newman, 2006). Pengertian pensiun tidak hanya terbatas pada

BAB I PENDAHULUAN. pengertian (Newman, 2006). Pengertian pensiun tidak hanya terbatas pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun merupakan salah satu konsep sosial yang memiliki beragam pengertian (Newman, 2006). Pengertian pensiun tidak hanya terbatas pada berhenti bekerja karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN Deisy Octaviani 1 ;Ratih Pratiwi Sari 2 ;Soraya 3 Gastritis merupakan

Lebih terperinci

1.2. Etiologi Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang. bersifat organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara

1.2. Etiologi Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang. bersifat organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara 1. DISPEPSIA 1.1. Definisi Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa. Gastritis atau dikenal dengan sakit maag merupakan. oleh faktor iritasi dan infeksi (Rahma, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa. Gastritis atau dikenal dengan sakit maag merupakan. oleh faktor iritasi dan infeksi (Rahma, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai pentingnya menjaga kesehatan lambung karena gastritis atau sakit maag akan sangat mengganggu aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO)

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) 1 Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) Sakit : pola respon yang diberikan oleh organisme hidup thd

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit HIV & AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Indonesia merupakan negara di ASEAN yang paling tinggi

Lebih terperinci

Hubungan Ansietas dan Depresi dengan Derajat Dispepsia Fungsional di RSUP Dr M Djamil Padang Periode Agustus 2013 hingga Januari 2014

Hubungan Ansietas dan Depresi dengan Derajat Dispepsia Fungsional di RSUP Dr M Djamil Padang Periode Agustus 2013 hingga Januari 2014 117 Artikel Penelitian Hubungan Ansietas dan Depresi dengan Derajat Dispepsia Fungsional di RSUP Dr M Djamil Padang Periode Agustus 2013 hingga Januari 2014 Dita Nelvita Sari 1, Arina Widya Murni 2, Edison

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulkus didefinisikan sebagai defek pada mukosa saluran pencernaan yang mengenai lapisan mukosa hingga submukosa atau lebih. Ulkus mungkin terjadi pada seluruh saluran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-sectional.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-sectional. 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-sectional. Menurut Notoadmojo (2010) dalam penelitian cross sectional variabel sebab

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi. Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi. Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi 2.1.1.Gangguan Ansietas Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada anak dan remaja. Ansietas adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS Konsep Medik : 1. Pengertian Gastritis berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Secara umum Gastritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit gastritis pada manusia dan merupakan faktor etiologi gastric ulcer,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit gastritis pada manusia dan merupakan faktor etiologi gastric ulcer, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Helicobacter pylori (H. pylori) merupakan kuman penyebab utama penyakit gastritis pada manusia dan merupakan faktor etiologi gastric ulcer, duodenal ulcer, gastric carcinoma

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom?

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Neuropati otonom Neuropati otonom mempengaruhi saraf otonom, yang mengendalikan kandung kemih,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak,

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak, BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang paling sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak, cepat dan makan makanan

Lebih terperinci