BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi merupakan pencapaian akan usaha seseorang yang diperoleh
|
|
- Sudirman Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prestasi Belajar Definisi Prestasi merupakan pencapaian akan usaha seseorang yang diperoleh melalui perbuatan belajar dapat berupa tingkah laku nyata dan perbuatan tingkah laku baru. Sedangkan belajar merupakan proses aktivitas mental atau psikis melalui interaksi aktif lingkungan berupa pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap. Setiap perubahan akan berjalan sebanding garis lurus dan menetap. Pada kesimpulannya belajar dikaitkan dengan suatu proses pengalaman. 1,2 Kaitan antara parameter untuk keberhasilan sering dipakai dalam bahasa sehari-hari sebagai prestasi belajar. Prestasi belajar dibutuhkan suatu bukti nyata akan usaha yang dilakukannya melalui evaluasi atau penilaian. Semakin tinggi nilai dari suatu kebiasaan atau standar yang ada pada umumnya dianggap itu merupakan penilaian yang lebih baik dan sebaliknya nilai rendah tidak dianggap sebagai prestasi pada khalayak umum. Padahal keberhasilan indivisu berubah dari satu jenjang ke jenjang yang lebih baik seharusnya dianggap sesuatu yang disebut sebagai prestasi juga. 2,3
2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Kenyataan menunjukkan bahwa prestasi belajar seseorang tidaklah sama, tetapi sangat variatif dan berbeda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi faktor dari dalam diri seseorang (intrinsik) dan faktor dari luar seseorang (ekstrinsik). 4,13 Beberapa faktor dari dalam (intrinsik) 4,13 A. Faktor psikologis 1. Inteligensi Inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak dengan mendapatkan suatu tujuan untuk berfikir secara rasional, dan untuk berhubungan dengan lingkungan disekitarnya secara memuaskan. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa faktor inteligensi menjadi penting dalam proses belajar seseorang guna mencapai prestasi belajarnya. 4,13 2. Motivasi Motivasi adalah motor penggerak yang mengaktifkan anak untuk melibatkan diri. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri anak yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin keberlangsungan dari kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai. Jadi jelaslah bahwa motivasi mempunyai peranan penting dalam mencapai prestasi belajar, sehingga perlu upaya untuk menghidupkan motivasi dari seseorang. 4,12,13
3 8 3. Sikap Sikap adalah kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Seseorang memiliki sikap tertentu terhadap berbagai hal secara baik positif maupun negatif. Sikap positif menjadi pilihan untuk dikembangkan atau ditanamkan kepada seseorang sehingga dapat bersikap positif dan beberapa pakar yang mengatakan bahwa minat adalah kecenderungan yang tepat untuk memperhatikan dan memegang beberapa kegiatan yang diamati anak diperhatikan terus menerus disertai dengan rasa senang dan diperoleh suatu kepuasan. 4,13 Seseorang yang didorong oleh minat dan merasa senang dalam belajar dapat memperoleh prestasi belajar yang optimal. Oleh karena itu yang dapat diupayakan agar anak dapat berprestasi dengan baik perlu dibangkitkan minat belajarnya Bakat Bakat menurut Tabrina Rusyan dkk adalah kapasitas seseorang atau potensi hipotesis untuk dapat melakukan suatu tugas dimana sebelumnya sedikit mengalami latihan atau sama sekali tidak memperoleh latihan lebih dahulu. Jadi bakat merupakan potensi dan kecakapan pada suatu lapangan pekerjaan. Apabila kapasitas mendapat latihan yang memadai maka potensi akan berkembang menjadi kecakapan yang nyata. 13
4 9 5. Konsentrasi Konsentrasi adalah pemusatan pemikiran dengan segala kekuatan perhatian yang ada pada suatu situasi. Pemusatan pikiran ini dapat dikembangkan melalui latihan. 4,13 B. Faktor fisiologis Fisiologis segala sesuatu yang berhubungan dengan fungsi tubuh meliputi fungsi sel bagian terkecil dari makhluk hidup sampai fungsi organ. Gangguan dari aspek fisiologis menunjukkan suatu gejala penyakit atau gangguan secara aspek fisik. 14 Beberapa faktor dari luar (ekstrinsik) Faktor keluarga Faktor keluarga turut mempengaruhi perkembangan prestasi belajar anak. Pendidikan yang pertama dan utama yang diperoleh ada dalam keluarga. Jadi keluarga merupakan salah satu sumber bagi anak untuk belajar. Kalau pelajaran yang diperoleh anak dari rumah tidak baik, kemungkinan diluar lingkungan keluarga anak menjadi nakal dan begitu juga sebaliknya. 3 Pendidikan informal dan formal memerlukan kerjasama antara orang tua dengan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai usaha-usahanya. Orang tua juga harus menunjukkan kerjasamanya dalam cara anak
5 10 belajar di rumah. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. 2,3 2. Faktor Sekolah Faktor ini menyangkut proses pembelajaran yang diterima seseorang dengan bantuan guru. Metode pembelajaran yang diberikan sekolah sangat menentukan bagaimana anak dapat belajar mandiri dengan baik. Guru yang baik adalah guru yang menguasai kelas memiliki kemampuan dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat, yaitu kemampuan membelajarkan dan kemampuan memilih alat bantu pembelajaran yang sesuai serta kemampuan menciptakan situasi dan kondisi belajar. 2 Dengan metode pembelajaran yang baik dan tepat akan dapat menarik minat anak, perhatian anak akan tertuju pada bahan pelajaran, sehingga diharapkan anak akan dapat mencapai prestasi belajar Faktor Masyarakat Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah, yang mempengaruhi anak dalam mencapai prestasi belajar yang baik. Anak haruslah dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya, karena dari pengalaman yang dialami anak di masyarat banyak diperoleh ilmu yang berguna bagi anak didik. 3
6 11 Manusia normal adalah seorang manusia yang berfungsi secara efektif, yang sampai pada taraf tertentu merasa bahagia dan menunjukkan prestasi di bidang yang dianggapnya perlu, ia harus pula dapat bertingkah laku dengan mempertimbangkan norma dan batasan yang ada dilingkungan setempat ia tinggal dan hidup Dispepsia Fungsional Definisi Dispepsia fungsional merupakan gejala nyeri dominan di perut bagian atas. Gejala tersebut harus terjadi tanpa adanya kelainan struktural dan lesi pada mukosa saluran cerna bagian atas. 8 Definisi tersebut dirasakan terlalu sulit untuk ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis saja. Oleh karena itu, beberapa klinisi lebih memilih definisi dispepsia fungsional pada anak-anak yang lebih sederhana. Mereka mendefinisikan dispepsia fungsional pada anak-anak sebagai nyeri atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas yang menetap atau berulang tanpa adanya bukti penyakit organik sebagai penyebab gejala tersebut. 9,11,15 Pendapat lain menyatakan bahwa dispepsia fungsional didefinisikan sebagai nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut yang menetap atau berulang, terlokalisasi di perut bagian atas selama paling sedikit 3 bulan dengan uji biokimia, pencitraan dan temuan histologi yang normal. 9
7 Etiologi Dispepsia fungsional merupakan akibat dari kombinasi beberapa faktor seperti faktor biologi atau fisiologi (seperti inflamasi, gangguan mekanik dan sensorik), psikologikal (seperti kecemasan, depresi, somatisasi) dan sosial (interaksi dengan orang tua, guru atau teman sebaya). 15 Pada anak dengan dispepsia fungsional, hanya sedikit dijumpai kolonisasi Helicobacter pylori di mukosa lambungnya. Penelitian bahkan menunjukkan tidak ada hubungan sebab akibat antara infeksi bakteri tersebut dengan kejadian dispepsia Epidemiologi Meskipun prevalensi dispepsia pada orang dewasa cukup tinggi, data mengenai prevalensinya pada anak-anak masih jarang sekali. Hyams, dkk. melaporkan insiden dispepsia fungsional pada anak-anak sebesar 62,5% dan Boey, dkk. melaporkan angka sebesar 65,3%. Penelitian yang terbaru melaporkan angka yang lebih besar, yaitu 70,7% berdasarkan anamnesis terinci, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. 9 Literatur internasional lainnya melaporkan prevalensi dispepsia berkisar antara 5%-20%. Prevalensi tersebut bervariasi berdasarkan jenis kelamin dan negara tempat tinggal anak. 7 Hal ini meyakinkan para klinisi bahwa kelainan ini sebenarnya tersebar luas namun kurang diperhatikan. 5
8 Klasifikasi Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan gejala yang paling menonjol. Pada dispepsia ulcer-like, gejala yang paling menonjol adalah nyeri pada perut bagian atas. Nyeri biasanya berkurang dengan mengkonsumsi makanan atau antasida dan dapat membangunkan anak dari tidurnya. Dispepsia dysmotility-like ditandai dengan sensasi atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas yang sangat mengganggu tetapi bukan rasa sakit. Sensasi ini menyerupai rasa menyesak di perut bagian atas, rasa cepat kenyang, kembung atau mual. Dikatakan dispepsia nonspesifik apabila tidak terpenuhinya atau memenuhi kriteria untuk kedua kelompok sebelumnya. 6,10, Patogenesis Patogenesis dispepsia fungsional masih belum diketahui secara pasti. Gangguan motilitas diduga menjadi salah satu penyebab berdasarkan penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya bukti ritme elektris lambung yang tidak teratur dan perlambatan waktu pengosongan lambung dan duodenum atau motilitas abnormal yang ditandai dengan gerak mundur dari lambung dan duodenum. Penelitian yang dilakukan oleh Hyman, dkk. menunjukkan adanya kelainan motilitas tersebut pada 39 dari 44 anak yang memiliki gejala saluran cerna bagian atas yang fungsional. Penelitian yang dilakukan oleh Pineiro Cerrero, dkk. juga menunjukkan bahwa pasien dengan nyeri perut fungsional memiliki kelainan aktivitas elektrik lambung dengan
9 14 gerakan lambung yang lebih lamban dibandingkan dengan kelompok yang sehat. Sebagai tambahan, pasien tersebut juga memiliki tekanan kontraksi duodenum yang tinggi. 6 Pada penelitian yang dilakukan oleh Friesen, dkk. dijumpai bahwa 52% anak yang diteliti dan menderita dispepsia fungsional memiliki abnormalitas elektrogastrografi. Mereka menunjukkan adanya disritmia berupa bradigastria pada saat puasa dan takigastria setelah makan. Abnormalitas ini berhubungan dengan perlambatan waktu pengosongan lambung dan memberatnya keluhan nyeri perut setelah makan. 16 Gangguan motilitas lambung diduga terkait dengan aktivasi eosinofil. Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dispepsia fungsional terjadi pengaktifan eosinofil dengan tingkat sedang sampai ekstensif pada mukosa lambung. 19 Fokus penelitian lainnya adalah sel mast dan kaitannya dengan faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis dan psikologis dapat berhubungan dengan inflamasi pada pasien dengan dispepsia fungsional. Sel mast menjadi fokus penelitian karena hubungannya yang erat dengan saraf enterik. Sel mast mengalami peningkatan jumlah pada bagian antrum, korpus dan duodenum pasien dengan dispepsia fungsional. Peningkatan tersebut berhubungan dengan hipersensitivitas akan distensi dan sel mast tersebut akan mengalami degranulasi apabila lambung mengalami distensi. 15 Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa aktivasi sel mast akan menghasilkan mediator yang mengeksitasi sistem saraf enterik dan menyebabkan abnormalitas fungsi sensorik dan motorik saluran cerna. Mediator yang dihasilkan berupa triptase yang akan berikatan dengan
10 15 reseptor PAR-2 yang dalam waktu cepat akan menghasilkan perubahan mioelektrikal pada elektrogastrografi. 11 Faktor psikologis seperti kecemasan dapat berperan dalam respon inflamasi. Stres akan mengaktivasi hipotalamus untuk melepaskan corticotrophin-releasing factor (CRF). CRF juga diproduksi oleh sel inflamasi di susunan saraf perifer sampai sentral. Sel mast mengekspresikan reseptor CRF dan jika terstimulasi akan melepaskan sitokin dan mediator proinflamasi lainnya. Telah diketahui pula bahwa hubungan faktor psikologi dengan inflamasi bersifat dua arah, dimana faktor psikologi dapat menimbulkan inflamasi dan inflamasi dapat mencetuskan kecemasan dan depresi. Berbagai mediator yang dilepaskan sel inflamasi akan mempengaruhi emosi dan perilaku seseorang. Sel mast dan dan histamin neuronal memainkan peranan penting dalam mencetuskan kecemasan, terutama lewat reseptor H1 postsinaps. Hal ini menjelaskan mengapa gejala dispepsia fungsional berkurang dengan pemberian penyekat reseptor H1 atau H2 dan stabilisator sel mast. Mediator lain seperti tumor necrosis factor-α juga dapat mengaktifkan sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal atau berpengaruh langsung pada sistem saraf pusat. 10 Pengurangan gejala setelah pemberian obat antisekretorik melahirkan pendapat bahwa penyakit ini berkaitan dengan tingginya kadar asam lambung. Pada kenyataannya, tidak ada penelitian yang menunjukkan adanya hipersekresi asam pada pasien dispepsia fungsional. Respon terhadap obat antisekretorik tersebut cenderung bersifat plasebo. 5
11 Manifestasi Klinis Gejala yang paling sering dilaporkan oleh pasien yang menderita dispepsia fungsional adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. 10 Nyeri sering digambarkan timbul saat makan, setelah makan dan pada malam hari yang dapat membangunkan anak dari tidur. Rasa tidak nyaman yang dilaporkan berupa rasa menyesak setelah makan, perasaan cepat kenyang, kembung, sendawa, mual, muntah dan kurang selera makan. 6,7,9-11,16 Pada penelitian yang dilakukan oleh Spiroglou, dkk. gejala yang dijumpai tidak berbeda dengan gejala pada orang dewasa, namun keparahan dispepsia lebih ringan pada anak-anak. Dari 348 anak yang diteliti, dispepsia berat dijumpai hanya pada 49 (14,1%) anak. Nyeri perut, terutama di epigastrium adalah gejala yang utama, disertai dengan sendawa, mual, muntah dan kembung setelah makan. Mual, muntah dan sendawa lebih sering dijumpai pada kasus sedang dan berat, sedangkan kembung dan rasa cepat kenyang lebih sering dijumpai pada kasus ringan. Nyeri epigastrium lebih sering dijumpai pada dispepsia fungsional sedangkan pucat lebih sering pada dispepsia organik. Sulit untuk membedakan klasifikasi dispepsia fungsional oleh karena kemampuan anak kurang, terutama anak di bawah 6-7 tahun sulit menyatakan gejala dispepsia dan terbatasnya pengalaman dokter anak untuk mengevaluasi gejala ini. 9
12 17 Penilaian keparahan dispepsia fungsional dilakukan berdasarkan sistem skoring. Skor terendah 0 dan tertinggi 16. Ada 3 kelompok, yaitu kelompok dispepsia ringan (<6), sedang (7-10) dan berat (>11). Tabel 2.1. Sistem Skoring untuk Menentukan Keparahan Dispepsia. 5 Intensitas nyeri Durasi nyeri Insidensi nyeri Terbangun saat tidur malam Absensi di sekolah Muntah Ringan Sedang Berat Di bawah 15 menit menit Di atas 60 menit Sekali setiap 10 hari 2-5 kali seminggu Setiap hari Tidak pernah Jarang* Sering Kurang dari 1 hari dalam seminggu 1 hari dalam seminggu Lebih dari 1 hari dalam seminggu Tidak pernah Jarang** Sering Keterangan: *Paling sedikit dua kali dalam 3 bulan terakhir **2-4 kali dalam 3 bulan terakhir Skor Diagnosis Berdasarkan definisi dari dispepsia fungsional yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis digali manifestasi klinis dari dispepsia fungsional, diet, psikologi dan faktor sosial. Hal tersebut dapat membantu mencari hubungan atara gejala yang terjadi dengan makanan, aktivitas dan stresor. Penting juga untuk melakukan anamnesis terhadap orang tua untuk memperoleh informasi
13 18 mengenai pola makan, lokasi nyeri, intensitas serta karakteristiknya, kegiatan sehari-hari dan pola defekasi. Selain itu perlu ditelaah lamanya gejala, keterlibatan inflamasi saluran cerna bagian atas, gangguan motilitas, penyakit pankreas, empedu atau saluran kemih dan kelainan psikiatri. 6 Dari hasil pemeriksaan, dilakukan penegakan diagnosis berdasarkan kriteria Roma yang telah diadaptasikan untuk anak-anak. Kriteria diagnosisnya adalah: 6 1. Nyeri atau ketidaknyamanan yang menetap atau berulang pada perut bagian atas 2. Tidak ada bukti penyakit organik yang menyebabkan gejala tersebut 3. Tidak ada bukti bahwa dispepsia berkurang dengan defekasi atau berkaitan dengan perubahan frekuensi defekasi atau bentuk feses. Nyeri atau ketidaknyamanan tersebut menetap selama setidaknya 12 minggu yang terjadi dalam kurun waktu 12 bulan. 6,7 Masih terdapat kontroversi mengenai modalitas diagnostik yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis dispepsia fungsional pada anakanak. 6,7 Pemeriksaan urin dan darah dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. Endoskopi dilakukan untuk memeriksa adanya inflamasi pada saluran cerna bagian atas. Jika endoskopi menunjukkan hasil normal, dilakukan pemantauan refluks asam lambung. 2 Penggunaan endoskopi sebagai modalitas diagnosis pertama untuk dispepsia fungsional masih diragukan. Nyeri perut berulang menjadi indikasi endoskopi disamping tandatanda penyakit organik seperti hematemesis, muntah yang berkepanjangan,
14 19 disfagia, odinofagia, nyeri yang menetap dan penurunan berat badan atau jika gejala yang ada menetap setelah pengobatan empiris. 7-9 Di lain pihak ada pendapat yang menyatakan endoskopi tidak perlu dilakukan karena prosedurnya yang tidak menyenangkan dan nilai diagnosisnya yang terbatas. 7,9 Berdasarkan konsensus Maastricht dan fakta dimana keganasan pada saluran cerna anak dan angka kejadian tukak peptik sangat kecil, penggunaan endoskopi kurang dianjurkan. 9 Ultrasonografi perut kurang membantu dalam mendiagnosis dispepsia fungsional pada anak-anak. Foto polos abdomen dengan kontras penting untuk menyingkirkan penyebab fisikal seperti malrotasi, penyakit Crohn dan lesi obstruktif atau inflamasi yang lain. Manometri gastroduodenal mudah dilakukan dan berguna dalam pemeriksaan gangguan fungsi saluran cerna bagian atas dan memberikan dasar pendekatan pengobatan yang bekerja memodifikasi motilitas lambung dan usus halus. 5, Diagnosis Banding Terdapat banyak kelainan yang memiliki manifestasi klinis seperti dispepsia fungsional. 6,7 Salah satu kelainan yang paling mirip adalah dispepsia sekunder akibat penyakit organik. Dispepsia sekunder karena penyakit organik harus dibedakan dari dispepsia fungsional karena penatalaksanaannya jelas berbeda. Dispepsia sekunder akibat penyakit organik dicurigai pada anak-anak dengan manifestasi klinis sebagai berikut: 6 1. Usia muda (kurang dari 5 tahun)
15 20 2. Demam, penurunan berat badan atau gagal tumbuh 3. Muntah berwarna seperti empedu atau berdarah 4. Nyeri yang dapat membangunkan anak dari tidurnya 5. Nyeri alih ke punggung, bahu atau lengan atas 6. Nyeri saat berkemih 7. Dijumpai darah pada urin 8. Nyeri pada pinggang 9. Inflamasi atau luka pada daerah anus 10. Dijumpai darah pada feses 11. Dijumpai hasil laboratorium abnormal 12. Adanya riwayat inflammatory bowel disease atau tukak peptik pada keluarga 2 Adapun penyebab dispepsia sekunder akibat penyakit organik dipaparkan dalam tabel berikut ini. Tabel 2.2. Penyebab Dispepsia Sekunder akibat Penyakit Organik. 5 Kelainan Organik Penyebab Dispepsia Infeksi parasit Penyakit saluran empedu dan hepatic Pankreatitis Penyakit Chron s Penyakit Celiac Intoleransi laktosa Pertumbuhan berlebih bakteri Refluks gastroesofageal Ulkus peptikum Gastritis Helicobacter pylori Inflamasi Saluran cerna atas yang diinduksi obat Gastroenteritis eosinofilik Abnormalitas anatomikal
16 21 Penyakit lain yang menyerupai dispepsia fungsional adalah gastroenteritis eosinofilik. Friessen, dkk. melaporkan kasus anak dengan nyeri perut bagian atas yang tidak remisi dengan pengobatan empiris selama 12 minggu. Dari pemeriksaan endoskopi dijumpai peningkatan jumlah eosinofil yang menandai gastroenteritis eosinofilik Penatalaksanaan Penatalaksanaan dispepsia bergantung pada penyebabnya, apakah organik atau fungsional. Jika penyebab organik ditemukan, penatalaksanaan yang dilakukan spesifik terhadap penyebabnya. Untuk dispepsia fungsional, penatalaksanaannya bersifat simtomatis saja. 6 Pada pelayanan kesehatan primer pemberian terapi empiris cukup aman setelah menyingkirkan tanda refluks gastrointestinal. Pengobatan empiris yang dianjurkan adalah antisekretorik dan prokinetik. 5,8 Pengaturan pola makan penting dalam penatalaksanaan dispepsia fungsional. Menghindari makanan berbumbu kuat, berlemak dan yang mengandung kafein dapat meringankan gejala. Obat-obatan golongan prokinetik, penyekat reseptor H2, penghambat pompa proton dan antidepresan trisiklik dosis rendah berguna dalam mengurangi gejala. Dispepsia ulcer-like berespon positif terhadap obat prokinetik, yang menunjukkan dasar patogenesisnya berupa perubahan motilitas saluran cerna. Penyekat reseptor H2 dan agen prokinetik digunakan untuk anak-anak dengan gejala dispepsia yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan
17 22 sekolah. 6 Pada anak dengan dispepsia fungsional dan Helicobacter pylori negatif, dianjurkan untuk mendapatkan obat penetralisir asam lambung terlebih dahulu seperti penyekat reseptor H2, antasida dan penghambat pompa proton atau obat prokinetik seperti cisaprid dan metoklopramid. Apabila gejala tetap bertahan, terapi diganti menjadi obat prokinetik apabila sebelumnya dipakai obat penetralisir asam lambung dan sebaliknya. Apabila setelah 8 minggu gejalanya tetap bertahan atau kambuh apabila pengobatan dihentikan, dianjurkan untuk dilakukan endoskopi. 9 Penelitian awal menyatakan bahwa obat antisekretorik merupakan terapi empiris yang paling tepat. Seiring berjalannya waktu, peneliti melakukan pemeriksaan manometri antroduodenum, elektrogastrografi dan ultrasonografi pada anak dengan dispepsia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat gangguan motilitas lambung disertai inflamasi tanpa adanya lesi mukosa spesifik. Hal ini memunculkan ide bahwa obat prokinetik lebih superior daripada obat antisekretorik. 8,9 Pendekatan biopsikososial pada dispepsia fungsional berfokus pada penanganan gejala dengan menilai faktor psikososial yang memperberat gejala. Penilaian dilakukan tidak hanya pada anak tetapi juga keluarganya. Obat yang digunakan sama seperti pengobatan empiris ditambah antidepresan trisiklik. 8 Meskipun dengan pengobatan, masih ada anak yang tetap menunjukkan gejala. Bagi mereka, penatalaksanaan yang dilakukan meliputi modifikasi lingkungan, relaksasi, psikoterapi, hipnoterapi atau biofeedback. 6
18 Komplikasi dan Prognosis Terlepas dari kontroversi keterlibatan Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional pada anak-anak, infeksi tersebut dapat menyebabkan penurunan ambilan nutrisi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan. Penelitian yang dilakukan oleh Sood, dkk. membuktikan bahwa anak dengan dispepsia fungsional dan infeksi Helicobacter pylori menunjukkan indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan anak dengan dispepsia fungsional tanpa infeksi Helicobacter pylori. 17
19 Kerangka Konseptual Gangguan Motilitas Adanya Ritme Elektris Lambung yang Tidak Teratur Adanya gerak Mundur dari Lambung dan duodenum Perlambatan Waktu Pengosongan Lambung dan Duodenum Kelainan Motilitas Adanya Kelainan Aktivitas Elektrik Lambung Yang Lambat Tekanan Kontraksi Duodenum Yang Tinggi Dispepsia Fungsional mengganggu aktivitas sekolah : konsentrasi belajar, prestasi belajar Nilai rapor dan Test IQ Binet Gambar 2.1.Kerangka Konseptual
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ansietas 2.1.1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. DEFINISI DISPEPSIA Istilah dispepsia berkaitan dengan makanan dan menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah adanya perasaan nyeri dan tidak nyaman yang terjadi di bagian perut atas ditandai dengan rasa penuh, kembung, nyeri, beberapa gangguan mual-mual, perut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perubahan dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan stress. Stress yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan yang erat kaitannya dengan pola hidup. Akibat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia didefinisikan sebagai kumpulan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah istilah yang dipakai untuk
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi. Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi 2.1.1.Gangguan Ansietas Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada anak dan remaja. Ansietas adalah suatu keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya suatu penyakit berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah satunya gangguan pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran bahan yang digunakan semua makhluk hidup untuk bagian dalam maupun bagian luar dalam menetapkan diagnosis, mencegah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia kronis didefinisikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang tidak baik.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dispepsia Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang tidak baik. Dispepsia mengacu pada nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. Rasa tidak nyaman secara spesifik meliputi rasa cepat
Lebih terperinciSINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD
SINDROMA DISPEPSIA Dr.Hermadia SpPD Pendahuluan Dispepsia merupakan keluhan klinis yg sering dijumpai Menurut studi berbasis populasi tahun 2007 peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dr 1,9% pd th
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).
BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden (51 orang) adalah perempuan. Perempuan lebih mudah merasakan adanya serangan
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Teori Dispepsia Organik Dispesia Non Organik Dispesia Diagnosa Penunjang Pengobatan H. pylori Tes CLO Biopsi Triple therapy Infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh (begah) atau cepat kenyang, sendawa, rasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang belum terselesaikan, dan terjadi peningkatan
Lebih terperinciABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN
ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN Deisy Octaviani 1 ;Ratih Pratiwi Sari 2 ;Soraya 3 Gastritis merupakan
Lebih terperinciSatuan Acara penyuluhan (SAP)
Lampiran Satuan Acara penyuluhan (SAP) A. Pelaksanaan Kegiatan a. Topik :Gastritis b. Sasaran : Pasien kelolaan (Ny.N) c. Metode : Ceramah dan Tanya jawab d. Media :Leaflet e. Waktu dan tempat : 1. Hari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya sebagai generasi penerus bangsa tidak luput dari aktifitas yang tinggi. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN. memperlihatkan iregularitas mukosa. gastritis dibagi menjadi 2 macam : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya :
LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP MEDIK 1. DEFINISI Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yg ditemukan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.
Lebih terperinciHIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:
HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma dispepsia merupakan keluhan/kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut WHO merupakan masa transisi dalam pertumbuhan dan perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada periode
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM A.PENGERTIAN Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Penelitian. histopatologi. Gastritis yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan didapatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik, karena
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Dispepsia Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Kata dispepsia berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu banyak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah kumpulan gejala penyakit saluran cerna bagian atas yang mengenai lebih dari 29% individu dalam suatu komunitas dan gejalanya bervariasi pada setiap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak,
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang paling sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak, cepat dan makan makanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,
Lebih terperinciKeluhan dan Gejala. Bagaimana Solusinya?
Faktor psikis atau kejiwaan seseorang bisa pula meningkatkan produksi asam lambung. Selain itu penyakit maag juga bisa disebabkan insfeksi bakteri tertentu, misalnya helicobacter pylori yang merupakan
Lebih terperinciKanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari
Lebih terperinciGANGGUAN ELIMINASI. Dr. Noorhana, SpKJ(K)
GANGGUAN ELIMINASI Dr. Noorhana, SpKJ(K) ENURESIS Definisi: BAK involunter atau yang disengaja. Keparahan ditentukan oleh frekuensi BAK; kuantitasnya tidak menentukan diagnosis. Lamanya waktu sebelum kontinensia:
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-sectional.
37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-sectional. Menurut Notoadmojo (2010) dalam penelitian cross sectional variabel sebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penyakit lambung/maag sudah banyak timbul di masyarakat dengan keluhan perut yang sakit, perih, atau kembung. Namun penyakit maag tidak seperti yang diketahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan
Lebih terperincihiperacidity. Adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Dispepsia a. Definisi Dispepsia Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (buruk) dan peptein (pencernaan) (Bonner, 2006). Dispepsia menggambarkan keluhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia merupakan gangguan nyeri dan rasa tidak nyaman pada saluran pencernaan yang berpusat di abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut berupa nyeri epigastrium,
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sukarmin (2012) gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai terlepasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tergantung dimana kanker tersebut tumbuh dan tipe dari sel kanker tersebut.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel, akibat adanya onkogen yang menyebabkan sel normal menjadi sel kanker (Karsono, 2006). Kanker merupakan salah satu jenis
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang adalah serangan sakit perut yang timbul sekurang-kurangnya
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sakit perut berulang adalah serangan sakit perut yang timbul sekurang-kurangnya tiga kali dalam jangka waktu tiga bulan berturut-turut dan mengakibatkan gangguan aktifitas
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,
I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, ransangan, atau kombinasi halhal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS
ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS Konsep Medik : 1. Pengertian Gastritis berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Secara umum Gastritis
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA PENGERTIAN Suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. (Mizieviez). ETIOLOGI 1. Faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dihadapkan pada dua masalah dalam pembangunan kesehatan, yaitu penyakit menular yang masih belum banyak tertangani dan penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia yang mengarah modern ditandai gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang peningkatan asam lambung, seperti:
Lebih terperinciPenatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :
1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk
Lebih terperinciBAB I1 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Dispepsia Menurut Tarigan (2003), dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal maupun tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau
Lebih terperinciPengertian Irritable Bowel Syndrome (IBS)
Pengertian Irritable Bowel Syndrome (IBS) Apakah IBS itu? Irritable bowel syndrome (IBS), juga dikenal sebagai "kejang usus besar," adalah gangguan umum. Sementara kebanyakan orang mengalami masalah pencernaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, pada bidang kedokteran saat ini juga telah memanfatkan teknologi untuk membantu peningkatan pelayanan yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dispepsia Fungsional 2.1.1 Defenisi Dispepsia Fungsional Dalam konsensus Roma III (tahun 2006 dikutip dari Djojoningrat, 2009) yang khusus membicarakan tentang kelainan gastrointestinal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan konsentrasi obat yang efektif selama periode yang diperlukan, terutama untuk obat-obat yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum sangat luas dan kompleks. Penyakit ini dimulai dari neoplasma ganas yang paling jinak sampai neoplasma
Lebih terperinciPENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI
PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI Muhammad Mudzakkir, M.Kep. Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UN PGRI Kediri muhammadmudzakkir@yahoo.co.id ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lambung merupakan organ yang vital bagi tubuh yang cukup rentan cidera atau terluka. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja lambung adalah asupan makanan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geriatri adalah pelayanan kesehatan untuk lanjut usia (lansia) yang mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). Menurut UU RI No.
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA
1 LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA I Deskripsi Perdarahan pada saluran cerna terutama disebabkan oleh tukak lambung atau gastritis. Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan salah satu penyakit yang mulai mendapat perhatian dari penduduk dunia. NAFLD adalah istilah yang digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengertian (Newman, 2006). Pengertian pensiun tidak hanya terbatas pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun merupakan salah satu konsep sosial yang memiliki beragam pengertian (Newman, 2006). Pengertian pensiun tidak hanya terbatas pada berhenti bekerja karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar 500.000 orang di Amerika Serikat setiap tahunnya terkena penyakit tukak peptik, dan 70% terjadi pada usia 25 sampai 64 tahun. Biaya yang dikeluarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat mencapai suatu keseimbangan atau suatu keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di
Lebih terperinciKanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat menstruasi sebagian besar perempuan sering mengalami keluhan sensasi yang tidak nyaman seperti nyeri pada perut bagian bawah sebelum dan selama menstruasi
Lebih terperinciHIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.
1. Hipokalsemia HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA Hipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mgr/dl darah. PENYEBAB Konsentrasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Harapan Ibu Purbalingga yang merupakan salah satu Rumah Sakit Swasta kelas D milik Yayasan Islam Bani Shobari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu masalah kesehatan yang kita hadapi sekarang ini adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu masalah kesehatan yang kita hadapi sekarang ini adalah penyakit saluran pencernaan seperti gastritis. Masyarakat pada umumnya mengenal gastritis dengan sebutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,
Lebih terperinci