BENTUK HUTAN KOTA DALAM MEREDAM KEBISINGAN (STUDI KASUS: PT JAKARTA INDUSTRI ESTATE PULOGADUNG) Oleh. Kelompok 9. Dwitantian H Brillianti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BENTUK HUTAN KOTA DALAM MEREDAM KEBISINGAN (STUDI KASUS: PT JAKARTA INDUSTRI ESTATE PULOGADUNG) Oleh. Kelompok 9. Dwitantian H Brillianti"

Transkripsi

1 BENTUK HUTAN KOTA DALAM MEREDAM KEBISINGAN (STUDI KASUS: PT JAKARTA INDUSTRI ESTATE PULOGADUNG) Oleh Kelompok 9 Andi Handoko Saputro Rizki Kurnia Tohir Yanuar Sutrisno Dwitantian H Brillianti Dita Tryfani Putri Oktorina Prima Yunita Ai Nurlaela Hayati E E E E E E E E DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015

2 ABSTRAK Perkembangan kawasan industri di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an dengan kawasan industry pertama yaitu Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) dan sampai dengan tahun 1994 jumlah kawasan industri yang tercatat di Himpunan Kawasan Industri (HKI) adalah sebanyak 146 lokasi dengan total luas lahan sebesar Ha yang sebagian besar tersebar di propinsi Jawa Barat ( Ha) dan kota Jakarta. Tujuan pembangunan pada dasarnya adalah terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji lebih dalam perencanaan dan efektivitas hutan kota sebagai penyangga kawasan industry, serta melihat bagaimana contoh-contoh kasus penerapan hutan kota pada kawasan-kawasan industry di Indonesia. Data mengenai dikumpulkan dari data sekunder. Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif. Pada umumnya sumber kebisingan di sekitar kawasan industri yang berlokasi di PT Jakarta Industri Estate Pulogadung (JIEP), Pulogadung, Jakarta Timur merupakan aktivitas industri dan kendaraan bermotor. Pada sekitar PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur terdapat tiga bentuk hutan kota yaitu hutan kota strata dua bentuk jalur, hutan kota strata banyak bentuk bergerombol dan areal yang didominasi rumput. Kata kunci: Hutan kota, Industri, PT Jakarta Industri Estate Pulogadung (JIEP). 1

3 DAFTAR ISI DAFTAR ISI 2 DAFTAR GAMBAR 3 PENDAHULUAN 4 Latar Belakang 4 Tujuan 5 Manfaat 5 TINJAUAN PUSTAKA 6 Hutan Kota 6 Tipe, bentuk dan struktur hutan kota 6 Peranan hutan kota 7 Kebisingan 8 Sumber kebisingan 9 Dampak Kebisingan 10 Kemampuan vegetasi mereduksi kebisingan 10 METODE 12 Lokasi dan Waktu 12 Bahan dan Alat 12 Metode Pengumpulan Data 12 Analisi Data 12 HASIL DAN PEMBAHASAN 13 Peranan Hutan Kota 13 Kondisi umum lokasi 13 Penataan Hutan Kota 14 Rumput 15 Hutan Kota Strata Dua Bentuk Jalur 16 Hutan Kota Strata Banyak Bentuk Bergerombol 16 Efektivitas Hutan Kota Meredam Kebisingan 17 SIMPULAN DAN SARAN 20 Simpulan 20 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 21 2

4 DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1 Ilustrasi reduksi kebisingan lalulintas oleh vegetasi Gambar 2 Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan 17 3

5 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan fisik kawasan industri yang diharapkan dapat mensejahterakan kehidupan manusia, dalam perkembangannya telah menimbulkan permasalahan tersendiri akibat perencanaan yang kurang memadai. Pertumbuhan penduduk serta pembangunan infrastruktur untuk mendukung kegiatan ekonomi menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan seperti hilangnya ruang terbuka hijau, rusaknya fungsi resapan air, polusi air dan udara. Perkembangan kawasan industri di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an dengan kawasan industry pertama yaitu Jakarta Industrial Estate PuloGadung (JIEP) dan sampai dengan tahun 1994 jumlah kawasan industri yang tercatat di Himpunan Kawasan Industri (HKI) adalah sebanyak 146 lokasi dengan total luas lahan sebesar Ha yang sebagian besar tersebar di propinsi Jawa Barat ( Ha) dan kota Jakarta (3.064 Ha) (BLH 2012). Tujuan pembangunan pada dasarnya adalah terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun fakta yang kita lihat sekarang ini memperlihatkan kondisi lingkungan yang buruk berupa kerusakan hutan alam maupun hutan buatan termasuk rusaknya ekosistem di kawasan industi. Cita- cita untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai apabila didukung oleh kebijakan yang mumpuni yang juga memperhitungkan manfaat keberadaan sumberdaya alam termasuk plasma nutfah pepohonan dan jasa lingkungan khususnya ekosistem di perkotaan sebagai sumber ekonomi tidak langsung. Upaya merevitalisasi ekosistem di kawasan industri dapat dilakukan, antara lain, melalui pengembangan Hutan Kota/lanskap perkotaan (Ikron et al. 2005). Kawasan Industri di Indonesia berkembang di pusat-pusat kota hal ini telah menyebabkan dampak buruk terhadap lingkungan perkotaan karena telah menghasilkan limbah melebihi daya dukung lingkungan, sehingga ekosistem perkotaan tidak mampu lagi menampung dan mengolah limbah secara alami. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi untuk membuat kawasan industri yang memiliki kualitas lingkungan yang baik sehingga dapat mendukung kehidupan manusia maupun mahluk lainnya. Prinsip pengembangan dan pengelolaan hutan kota 4

6 sebagai penyangga kawasan Industri, diharapkan dapat mengelola faktor lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat. Upaya konservasi eksitu pada ruangruang hijau di kawasan industri dan refungsionalisasi kawasan hijau, situ, danau, bantaran sungai sebagai daerah resapan air perlu dilakukan melalui pembangunan hutan kota dan ruang terbuka hijau yang terencana secara baik dan benar. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji lebih tentang efektivitas hutan kota sebagai penyangga kawasan industri serta melihat bagaimana contoh-contoh kasus penerapan hutan kota pada kawasan-kawasan industri di Indonesia. Manfaat Makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang bagaimana tingkat pengelolaan kawasan hutan yang difungsikan sebagai penyangga kawasan indutri serta menyajikan contoh nyata pengelolaan hutan kota di kawasan industri. 5

7 TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kota Pengertian hutan kota menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Definisi atau rumusan hutan kota yang diungkapkan oleh Irwan (1994), adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol (mengelompok), strukturnya menyerupai hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan bagi kehidupan satwa liar dan menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman, sejuk dan estetis. Sedangkan menurut Dahlan (1992), hutan kota (urban forest) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya. Tipe, Bentuk Dan Struktur Hutan Kota Hutan kota dapat dibangun ke dalam beberapa tipe dan bentuk sesuai fungsi dan tujuan pembangunannya. Tipe hutan kota menurut Dahlan (1992) terdiri dari: a. Tipe permukiman; dibangun pada areal permukiman dapat berupa taman dan umumnya digunakan untuk olah raga dan bersantai. b. Tipe kawasan industri; fungsi utama untuk mereduksi berbagai polusi yang ditimbulkan dari aktivitas industri seperti menyerap dan menjerap debu dan pertikel serta gas berbahaya dari udara, meredam kebisingan, dan menapis bau. c. Tipe rekreasi dan keindahan; dibangun dengan penambahan sarana rekreasi dan unsur-unsur estetika agar dapat menyegarkan kembali kondisi tubuh yang menurun dan jenuh akibat rutinitas harian. d. Tipe pelestarian plasma nutfah; bertujuan memberikan perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam, bentuknya dapat berupa kebun raya, hutan raya dan kebun binatang. 6

8 e. Tipe perlindungan; fungsi perlindungan terhadap hidrologi dan bahaya erosi untuk perkotaan di wilayah bertopografi curam atau sebagai pelindung kota di daerah pesisir dari intrusi air laut. f. Tipe pengamanan; berupa jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Bentuk hutan kota seperti yang disebutkan dalam PP No.63 Tahun 2002, terdiri dari bentuk bergerombol atau mengelompok, bentuk menyebar, dan bentuk jalur. Dahlan (1992) menjelaskan bahwa bentuk hutan kota dapat berupa jalur hijau, taman kota, kebun dan halaman, kebun raya atau hutan raya dan kebun binatang, hutan lindung, dan kuburan atau taman makam pahlawan. Struktur hutan kota adalah komposisi dari jumlah dan keanekaragaman dari komunitas vegetasi yang menyusun hutan kota (Irwan 1994). Struktur hutan kota ditentukan oleh keanekaragaman vegetasi yang ditanam, sehingga terbangun hutan kota yang berlapis-lapis dan berstrata baik secara vertikal maupun horizontal yang meniru hutan alam. Struktur vegetasi hutan kota terbentuk oleh penataan terencana sesuai fungsi dan tujuan pembangunan hutan kota. Menurut Fachrul (2008), struktur vegetasi dibatasi oleh tiga komponen, yaitu susunan jenis tumbuhan secara vertikal atau stratifikasi vegetasi, susunan jenis tumbuhan secara horizontal atau sebaran individu, dan kelimpahan tiap jenis tumbuhan yang ada. Irwan (2008) mengklasifikasikan struktur hutan kota menjadi hutan kota yang: a. berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi hutan kota hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. b. berstrata banyak, yaitu komunitas vegetasi hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas vegetasi hutan alam. Peranan Hutan Kota Hutan kota merupakan unsur Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang secara ekologis melindungi kota dari masalah lingkungan, antara lain karena beberapa hal berikut: 7

9 1. Hutan kota mempunyai fungsi seperti menurunkan suhu, mengikat CO2, dan mengeluarkn O2, sebagai pelindung mata air atau peresapan air tanah, prlindungan terhadap debu, angin, kebisingan, dan memberi iklim mikro. 2. Hutan kota dapat menyerap hasil negatif dari kota dan memberi bahan baku kepada kota sehingga terjadi keseimbangan bahan antara kota dan hutan kota, meningkatkan kualitas lingkungan kota, serta menimbulkan udara yang sehat, nyaman, dan estetis. 3. Hutan kota dapat menjadi habitat satwa dan tempat pelestarian plasma nutfah. 4. Hutan kota dapat menjadi area interaksi sosial seperti sarana rekreasi dan pendidikan atau sebagai laboratorium hidup dan tempat interaksi sosial lainnya. 5. Hutan kota dapat mengendalikan erosi oleh angin maupun oleh air dan mengendalikan air tanah. 6. Hutan kota sebagai sumber ekonomi dan kesejahteraan manusia dan makhluk lainnya. Peran hutan kota menurut Dahlan (1992) antara lain sebagai identitas kota, pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara, penyerap dan penjerap partikel timbal, penyerap dan penjerap debu semen, peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbon-monoksida, penyerap karbon-dioksida dan penghasil oksigen, penahan angin, penyerap dan penapis bau. Selain itu, hutan kota juga memiliki peran dalam mengatasi penggenangan, mengatasi intrusi air laut, produksi terbatas, ameliorasi iklim, pengelolaan sampah, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau, meningkatkan keindahan, sebagai habitat burung, mengurangi stress, mengamankan pantai terhadap abrasi, meningkatkan industri pariwisata, dan sebagai tempat pengisi waktu luang. Kebisingan Kebisingan merupakan bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Warningsih 2006). Suratmo 8

10 (1995) menyebutkan bahwa kebisingan merupakan bentuk suara yang tidak diinginkan karena menimbulkan kerugian terhadap manusia dan lingkungan. Menurut Yahya (2002) selain ditentukan oleh parameter fisis terukur, bising juga sangat dipengaruhi oleh sikap masing-masing orang terhadap bunyi yang mereka terima. Dalam sudut pandang frekuensi, bising dapat terdiri superposisi (atau dalam bahasa sederhana dapat dipandang sebagai campuran) frekuensi. Bising seperti ini dikenal dengan sebutan broad band noise. Jenis bising yang lain adalah colored noise dan white noise yang secara berturut-turut merupakan bising dengan suatu frekuensi tertentu dan bising dengan kandungan frekuensi pada audible range (Yahya 2002). Sumber Kebisingan Sumber kebisingan dapat dikelompokkan dalam (Warningsih 2006): 1. Bising lalu lintas, bising ini ditimbulkan oleh suara transportasi, misalnya kereta api, pesawat terbang, bus dan lain-lain serta lebih banyak dirasakan oleh masyarakat yang ada di sekitar jalur lalu lintas. 2. Bising industri, berasal dari industri besar yang mengoperasikan mesin-mesin yang menghasilkan bunyi sampai sekitar 100 db. Bising industri ini dirasakan oleh karyawan maupun masyarakat pemukiman di sekitar industri. 3. Bising rumah tangga, biasanya berasal dari kegiatan rumah tangga Salah satu komponen dampak transportasi terhadap lingkungan adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh lalu-lintas baik jalan raya, jalan rel maupun bandar udara. Kebisingan yang ditimbulkan dari aktivitas lalu lintas jalan raya misalnya, bersumber dari suara-suara yang dihasilkan oleh kendaraan. Sumber suara kebisingan dari kendaraan, kebanyakan berasal dari (Hakim 2006): a. suara bising dari putaran ban mobil b. suara bising dari karoseri bodi mobil c. suara bising dari knalpot dan klakson d. suara bising getaran mesin e. suara bising putaran transmisi gardan f. suara bising kipas pendingin AC 9

11 Dampak kebisingan Kebisingan mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan dan kegiatan manusia. Pengaruh utama kebisingan terhadap manusia adalah kerusakan indera pendengaran secara sementara hingga permanen (Suratmo 1995). Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan pendengaran, gangguan komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, gangguan mental, kinerja, ketidaknyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari (Mansyur 2003). Kemampuan Vegetasi Mereduksi Kebisingan Vegetasi hutan kota mampu mereduksi kebisingan. Seberapa jauh tingkat kebisingan dapat dikontrol oleh vegetasi tergantung pada spesies tanaman, tinggi tanaman, kerapatan, dan jarak tumbuh, faktor iklim (angin, suhu, dan kelembaban udara), properti dari suara yaitu tipe, asal, tingkat desibel, dan intensitas suara (Irwan 2008). Penelitian Zulfahani et al. (2005) di Hutan Kota Sabilal Muhtadin Banjarmasin menunjukkan bahwa hutan kota dengan luas ± 2,5 ha cukup efektif menurunkan kebisingan. Hal ini ditunjukkan dengan reduksi sebesar 7,51 db antara titik ukur 1 (area luar bagian depan hutan kota) dengan titik ukur 2 (area dalam vegetasi hutan kota), sedangkan antara titik ukur 1 dengan titik ukur 3 (area luar bagaian belakang hutan kota) dapat mereduksi kebisingan sebesar 10,58 db. Setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi kebisingan, tergantung pada jenis, tinggi, bentuk dan ketebalan (Carpenter et al. 1975). Hasil penelitian Kim et al. (1989) yang dikutip oleh Widagdo (1998), menunjukkan bahwa tanaman Thuja orientalis (konifer) mereduksi kebisingan lebih efektif daripada tanaman Eunymus japonicus (berdaun lebar). Tingkat kebisingan yang dapat direduksi oleh tanaman juga dipengaruhi oleh intensitas, frekuensi dan arah bunyi (Carpenter et al diacu dalam Meilani 2002). Reduksi kebisingan oleh vegetasi juga sangat dipengaruhi oleh lebar atau ketebalan dan kerapatan vegetasi (Gambar 2). Fang dan Ling (2003) menyebutkan bahwa kerapatan, tinggi, panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk hijau merupakan faktor paling efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan dengan ukuran daun dan karakteristik percabangan. Kerapatan dan ketebalan vegetasi dapat menurunkan tingkat 10

12 kebisingan jalan raya, dan pada jarak sama tanpa kerapatan vegetasi tidak terjadi reduksi kebisingan yang akan menimbulkan dampak negatif terhadap psikologi penerima. Gambar 1 Ilustrasi reduksi kebisingan lalulintas oleh vegetasi Hutan kota berfungsi untuk mengurangi kebisingan, selain menghalangi gelombang suara juga menghalangi sumber suara. Gelombang suara diabsorpsi oleh daun-daun, cabang-cabang, ranting-ranting dari pohon dan semak (Irwan 2008). Penggunaan vegetasi untuk menyaring kebisingan tidak akan efektif apabila tidak memperhatikan ukuran dan kepadatannya. Akan lebih efektif lagi jika vegetasi mengguanakan kombinasi tofografi jalan. Hutan dapat menyerap sekitar 6-8 desibel per 30 meter. Kerapatan tanaman lebih penting daripada spesies tanaman untuk mengurangi kadar kebisingan (Irwan 1994). Hasil penelitian Irwan (1994) menunjukkan bahwa hutan kota dapat menurunkan kebisingan sebesar 18,94% di siang hari pada awal musim hujan. Hutan kota berstrata banyak lebih efektif menurunkan kebisingan sebesar 25,34% dibandingkan dengan hutan kota berstrata dua yang dapat menurunkan kebisingan sebesar 14,58%. Keefektifan barrrier kebisingan semakin meningkat dengan meningkatnya ketebalan, tinggi dan kerapatan tanaman (Grey & Deneke 1986). 11

13 METODE Lokasi dan waktu pengamatan Praktikum dilakukan pada tanggal 26 November 2015 sampai dengan tanggal 7 desember Lokasi pengambilan data dilaksanakan pada sumber bacaan dengan studi kasus yaitu PT Jakarta Industri Estate Pulogadung Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu sumber bacaan seperti jurnal, buku, laporan wilayah kota yogyakarta, sedangkan alat yang diganakan yaitu laptop, dan alat tulis. metode Pengambilan Data Pengambilan data, dilakukan dengan cara mengkaji studi literatur mengenai bentuk dan efektifitas hutan kota berdasarkan kumpulan dari data sekunder seperti buku, jurnal ilmiah, dan peraturan perundang-undangan. Analisis Data Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan bagaimana pengelolaan hutan kota di kawasan industry serta efektivitasnya dengan melihat pada contoh kasus. 12

14 HASIL DAN PEMBAHASAN Studi kasus yang diambil dalam pembuatan makalah ini yaitu hutan kota di sekitar kawasan industri yang berlokasi di PT Jakarta Industri Estate Pulogadung (JIEP), Pulogadung, Jakarta Timur. Berikut merupakan ulasan mengenai studi kasus tersebut. Peranan Hutan Kota Menurut Dahlan (2006) peranan hutan kota adalah sebagai identitas kota, pelestarian plasma nuthfah, peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbon monoksida, penyerap karbon dioksida dan penghasil oksigen, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi intrusi air laut, produksi terbatas, ameliorasi iklim, pengelolaan sampah, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau, meningkatkan keindahan dan sebagai habitat burung. Meningkatnya suhu udara diperkotaan mengakibatkan keresahan dan tidak nyaman bagi penduduk perkotaan. Sehingga, hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas dan bising, terutama pada wilayah perkotaan disekitar kawasan industri. Pada umumnya sumber kebisingan di sekitar kawasan industri yang berlokasi di PT Jakarta Industri Estate Pulogadung (JIEP), Pulogadung, Jakarta Timur merupakan aktivitas industri dan kendaraan bermotor. Kebisingan yang disebabkan aktivitas industri dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat disekitar. Kondisi Umum Lokasi Hutan kota PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur merupakan hutan kota tipeindustri yang dikelola oleh PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dan Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Wilayah Jakarta Timur, sebagai bagian ruang terbuka hijau dengan fungsi utama untuk penyangga kawasan industri dan sebagai daerah resapan air. Berdasarkan SK Gubernur No 870/2004, bahwa hutan kota tersebut memiliki luas 8.9 ha dan lokasi hutan kota ini memiliki titik koordinat LS BT, LS BT, 13

15 LS BT, dan LS BT. Secara administrasi kawasan ini termasuk wilayah kota Jakarta Timur, Kecamatan Cakung, Kelurahan Rawa Terate (BLH DKI Jakarta 2012). Keberadaan industri bila tidak dikendalikan sering kali menimbulkanpermasalahan lingkungan yang meliputi pencemaran udara, suara, dan air (Erawaty 2011). Permasalahan lingkungan yang sering ditimbulkan oleh aktivitas industri adalah kebisingan. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu. Kebisingan yang berlangsung dalam kurun waktu cukup lama dan terus-menerus, dapat mengakibatkan gangguan fisiologis dan psikologis pada manusia (Wardika et al. 2012). Dampak kesehatan akibat kebisingan bagi masyarakat diperkotaan, adalah menurunnya fungsi pendengaran, gangguan berkomunikasi, dan gangguan pola (Ikron et al. 2005). Pengendalian kebisingan di kawasan industri perlu dilakukan untuk mengurangi dampak negatif yang akan ditimbulkan dari kebisingan. DPU (2005) menyatakan bahwa pengendalian kebisingan dapat dilakukan berbagai macam bentuk, dalam lanskap kota dapat menggunakan fungsi tanaman sebagai bahan untuk meredam suara yang ditimbulkan dari kendaraan bermotor. Carpenter et al(1975) diacu dalam Sagitawaty (2001) Penanaman beberapa spesies vegetasi secara bersama-sama lebih efektif daripada penanaman vegetasi dari satu spesies. Maka dari itu penanaman pohon yang efektif dapat membangun hutan kota di kawasan industri. Penataan Hutan Kota Penataan ruang berlangsung dinamis dan terus menerus. Tujuannya adalah perubahan cara pandang dan pola tindak para pihak dalam memanfaatkan ruang secara berkelanjutan. Berdasarkan ungkapan-ungkapan dimuka, yaitu kenyataan adanya permintaan-permintaan nyata akan hutan-hutan kota, serta pemikiran pendekatan-pendekatan dan keadaan sikon fisik wilayah DKI Jakarta, pembangunan hutan-hutan kota harus bertolak (terliput) dalam kerangka lingkungan Masterplan berdasar-kan RTRW Hal ini dimaksudkan bahwa pembangunan hutan kota berpijak dan merupakan bagian dari subsistem dari ruang terbuka hijau (RTH). Untuk itu dalam pembangunannya harus bertolak dengan 14

16 terlebih dahulu mempersiapkan kerangka landasan kokoh yang merupakan arah dasar kebijakan pembangunan hutan kota, yang meliputi: (a) landasan hukum sebagai jaminan yuridis bagi pelaksanaan fungsinya, (b) penyediaan lahan, termasuk dalam alokasi penataannya serta informasi dasar kondisi fisik wilayahnya, (c) penyusunan aparatur yang sesuai dengan ketatalaksanaanya, dan didukung oleh tenaga-tenaga profesional yang memadai (Waryono 2008). Pada sekitar PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur terdapat tiga bentuk hutan kota yaitu hutan kota strata dua bentuk jalur, hutan kota strata banyak bentuk bergerombol dan areal yang didominasi rumput. Menurut Wahyudi 2015 areal yang didominasi hasil ujikorelasi antara jumlah kendaraan bermotor terhadap tingkat kebisingan di lokasihutan kota strata dua bentuk jalur memiliki nilai kuat, hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki nilai rendah, dan areal yang didominasi rumput memiliki nilai kuat. Berikut merupakan rincian dari ketiga bentuk hutan kota di sekitar PT JIEP, Pulogadung, Jakarta Timur. 1) Rumput DPU (2014) menyatakan bahwa rumput dan semak merupakan tanaman penutup tanah (cover crops) yang memiliki fungsi dalam meredam kebisingan, selain itu dalam kondisi pohon atau tegakan pohon yang memiliki tinggi bebas cabang tinggi, rumput dan semak merupakan tanaman kombinasi yang efektif agar peredaman kebisingan lebihoptimal.sagitawaty (2001) menyatakan tingkat kebisingan di areal yang terdapat rumput dan semak dengan kerapatan tinggi, walaupun ukuran daun dan tinggi tanaman tergolong kecil, namun suara yang dikeluarkan oleh sumber kebisingan dapat dipantulkan kembali dan hanya sedikit suara yang dapat masuk melalui ruang-ruang yang kosong. Terbukti bahwa jumlah kendaraan bermotor di lokasi rumput dan semak mempunyai hubungan yang kuat terhadap tingkat kebisingan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di lokasi rumput dan semak dipengaruhi oleh jumlah kendaraan bermotor yang melintas. 15

17 2) Hutan Kota Strata Dua Bentuk Jalur Struktur hutan kota yang berstrata dua dalam penelitian ini memiliki peranyang penting dalam meredam kebisingan di kawasan industri. Menurut Irwan (1994) hutan kota strata dua merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan yang hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. Sementara itu, strata dan bentuk hutan kota merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam lansekap hutan kota. Bentuk jalur hutan kota merupakan komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentuk sungai, jalan,pantai, saluran, dan sebagainya. 3) Hutan Kota Strata Banyak Bentuk Bergerombol Hutan kota strata banyak merupakan komuniitas tumbuh-tumbuhan hutankota selain terdiri dari pepohonan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh tumbuhan hutan alam. Sementara itu, bentuk hutan kota bergerombol merupakan hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal denganjumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan (Irwan 1994). BLH DKI Jakarta (2012) menyatakan bahwa kawasan hutan kota PT. JIEP terbentuk dalam satu kesatuan areal yang kompak, dengan berbagai macam jenis pepohonan. Kondisi hutannya mencerminkan bentuk hutan yang beranekaragam, dengan terlihat beberapa tajuk yang terbentuk, baik pada lapisantajuk dominan, tertekan dan tumbuhan bawah. Struktur hutan kota ditentukan oleh keanekaragaman vegetasi yang ditanam, sehingga terbangun hutan kota yang berlapis-lapis dan berstrata baik secara vertikal maupun horizontal yang meniru hutan alam. Struktur vegetasi hutan kota terbentuk oleh penataan terencana sesuai fungsi dan tujuan pembangunan hutan kota. Hal inisesuaidenganpendapat Keershaw (1973), diacu dalam Fachrul (2008), yang menyatakanbahwa struktur vegetasi dibatasi oleh tiga komponen, yaitu susunan jenis tumbuhan secara vertikal atau stratifikasi vegetasi, susunan jenis tumbuhan secara horizontal atau sebaran individu, dan kelimpahan tiap jenis tumbuhan yang ada. Irwan (2008) mengklasifikasikan struktur hutan kota menjadi 16

18 hutan kota yang 1) berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi hutan kota hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. 2) berstrata banyak, yaitu komunitas vegetasi hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas vegetasi hutan alam. Efektivitas Hutan Kota Meredam Kebisingan Setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi kebisingan, tergantung pada jenis, tinggi, bentuk dan ketebalan (Carpenter et al. 1975). Hasil penelitian Kim et al. (1989), menunjukkan bahwa tanaman Thuja orientalis (konifer atau daun jarum) mereduksi kebisingan lebih efektif daripada tanaman Eunymus japonicus (berdaun lebar). Tingkat kebisingan yang dapat direduksi oleh tanaman juga dipengaruhi oleh intensitas, frekuensi dan arah bunyi (Carpenter et al. 1975). Reduksi kebisingan oleh vegetasi juga sangat dipengaruhi oleh lebar atau ketebalan dan kerapatan vegetasi. Cook dan Haverbeke (1974) menyebutkan bahwa kerapatan, tinggi, panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk hijau merupakan faktor paling efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan dengan ukuran daun dan karakteristik percabangan. Kemampuan hutan kota dalam meredam kebisingan memiliki hasil yang berbeda-beda. Tingkat kebisingan yang dapat diredamkan oleh tanaman juga tergantung pada kepadatan tanaman, tinggi tanaman, lebar tanaman, lebar penanaman, intensitas bunyi, frekuensi, dan arah sumber kebisingan terhadap tanaman (Sagitawaty 2001). Berdasarkan hasil rata-rata tingkat kebisingan dalam satu hari dapat dilihat Tabel 5, menjelaskan tingkat kebisingan hasil rata-rata tersebut memiliki tingkat kebisingan pada jarak 0 m sebesar 70.2 db, jarak 0-25 m sebesar 60.1 db, dan jarak 0-50 m sebesar 55.4 db. Sementara itu, kemampuan rumput dan semak dalam meredam kebisingan dilihat dari hasil selisih antara jarak 0-25 m memiliki nilai 14.4%, 0-50 m memiliki nilai 21.1%, dan m memiliki nilai 7.8%. Kemampuan hutan kota strata dua bentuk jalur dapat dilihat pada Tabel 5. Tingkat kebisingan hasil rata-rata menunjukkan jarak 0 m sebesar 70.4 db, jarak 0-25 sebesar 61.1 db, dan jarak 0-50 m sebesar 56.8 db. Sementara itu, 17

19 kemampuan hutan kota strata dua bentuk jalur memiliki hasil selisih pada jarak 0-25 m sebesar 13.2%, jarak 0-50 m sebesar 19.3%, dan jarak m sebesar 7.0% Kemampuan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol dapat dilihat pada Tabel 5. Tingkat kebisingan hasil rata-rata menunjukkan jarak 0 m sebesar 66.6 db, jarak 0-25 sebesar 59.0 db, dan jarak 0-50 m sebesar 55.4 db. Sementara itu, kemampuan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki hasil selisih pada jarak 0-25 m sebesar 11.4%, jarak 0-50 m sebesar 16.8%, dan jarak m sebesar 6.1%. Disain hutan kota PT. JIEP dimana lokasi terdapat jalur hijau Setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi kebisingan, tergantung pada jenis, tinggi, bentuk dan ketebalan (Carpenter et al. 1975). Hasil penelitian Kim et al. (1989), menunjukkan bahwa tanaman Thuja orientalis (konifer atau daun jarum) mereduksi kebisingan lebih efektif daripada tanaman Eunymus japonicus (berdaun lebar). Tingkat kebisingan yang dapat direduksi oleh tanaman juga dipengaruhi oleh intensitas, frekuensi dan arah bunyi (Carpenter et al. 1975). Reduksi kebisingan oleh vegetasi juga sangat dipengaruhi oleh lebar atau ketebalan dan kerapatan vegetasi. Cook dan Haverbeke (1974) menyebutkan bahwa kerapatan, tinggi, panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk hijau merupakan faktor paling efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan dengan ukuran daun dan karakteristik percabangan. Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan, berdasarkan hasil penelitian bahwa pada lokasi pengukuran terdapat jalur hijau Yang ditanam pada median jalan (sumber kebisingan) memiliki kemampuan dalam meredam kebisingan dari arah samping, tanaman yang digunakan adalah jenis mahoni yang memiliki tinggi bebas cabang yang rendah dengan jarak tanam di atur. Jarak 0-20 (m) tanaman yang digunakan adalah tanaman penutup tanah (rumput dan semak) yang memiliki kerapatan daun yang padat agar kebisingan dapat dipantulkan kembali oleh rumput dan semak. Pada jarak (m) tanaman yang digunakan adalah tanaman yang memiliki tinggi bebas cabang rendah yang mencapai 1 m. Pada jarak > 25 m tanaman yang digunakan adalah tanaman yang memiliki tinggi bebas cabang > 2 m dengan kepadatan daun yang tinggi agar resiko kebisingan yang 18

20 diterima oleh penerima semakinrendah. Berikut merupakan disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan menurut Wahyudi Gambar 2 Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan Kerapatan tanaman lebih penting daripada spesies tanaman untuk mengurangi kadar kebisingan (Irwan 1994). Hasil penelitian Irwan (1994) menunjukkan bahwa hutan kota dapat menurunkan kebisingan sebesar 18,94% di siang hari pada awal musim hujan. Hutan kota berstrata banyak lebih efektif menurunkan kebisingan sebesar 25,34% dibandingkan dengan hutan kota berstrata dua yang dapat menurunkan kebisingan sebesar 14,58%. Keefektifan barrrier kebisingan semakin meningkat dengan meningkatnya ketebalan, tinggi dan kerapatan tanaman (Grey & Deneke 1986). Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang rindang. Pohon berdaun hijau dan berdaun lebat merupakan pohon yang sangat baik untuk meredam suara dan debu. Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Vegetasi pepohonan yang rapat dapat menyerap kebisingan sampai 95%. Jenis-jenis pohon yang dapat digunakan sebagai peredam kebisingan antara lain pohon mahoni, flamboyan, pohon ulin atau beringin. Pohon jenis ini bisa tumbuh sampai ketinggian sekitar 4 15 m 19

21 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang rindang. Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Kemampuan hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan berdasarkan struktur dan bentuk hutan kota memiliki kemampuan yang berbeda-beda sangat dipengaruhi oleh jarak, kerapatan dan keanekaragaman jenis vegetasi. Saran 1. Perlu dilakukan penambahan strata hutan kota PT. JIEP dengan menanam rumput dan semak dalam meredam kebisingan di kawasan industri. 2. Perlu dilakukan pemilihan jenis tanaman yang efektif meredam kebisingan berdasarkan tinggi bebas cabang pohon di kawasan industri. 20

22 DAFTAR PUSTAKA Badan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta (ID). Carpenter PL, Walker TD, Lanphear FO Plants in the landscape. W.H. Freeman and Co, San Fransisco Dahlan EN Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Bogor: APHI Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): APHI Fachrul MF Metode Sampling Bioekologi. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. Fang CF, dan Ling DL Investigation of the noise reduction provided by tree belt. Landscape and Urban Planning 63: Grey GW, dan Deneke FJ Urban Forestry. New York: John Wiley and Sons. Hadi, Setia Penataan Ruang Untuk Pemantapan Kawasan Hutan [internet]. Diaksespada 6 Desember 2015 Hakim R Rancangan Visual Lansekap Jalan; panduan estetika dinding penghalang kebisingan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Ikron, Made DI, Arminsih WR Pengaruh kebisingan lalu lintas jalan terhadap gangguan kesehatan psikologis anak SDN Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, kota Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta. Jakarta (ID) : Makara Kesehatan, Vol. 11. No. 1, Juni 2007 : Irwan ZD Peranan Bentuk dan Struktur Hutan Kota terhadap Kualitas Lingkungan Kota (Studi Kasus Lokasi Permukiman Kota Jakarta). [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Irwan Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. Sagitawaty LA Peranan vegetasi dalam mereduksi kebisingan jalan raya. [skirpsi]. Bogor (ID) : Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 21

23 Staff Pengajar Fakultas Teknik Jurusan Arsitekstur Pengembangan Kawasan Industri Indonesia. Jurnal Dimensi Teknik Arsitekstur Vol 28 No 1, Juli 2000, Suratmo FG Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Wahyudi M,S.2015.Perbedaan Struktur Dan Bentuk Hutan Kota Pt. Jakarta Industrial Estate Pulogadung Dalam Meredamkebisingan. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor Warningsih T Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat terhadap Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Waryono, Tarsoen Urgensi Mewujudkan Pembangunan Hutan Kota Melalui Menanam Dewasa Memanen. Kumpulan MakalahPeriode Widagdo S Studi tentang Reduksi Kebisingan Menggunakan Vegetasi dan Kualitas Lanskap Jalan Tol Jagorawi. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yahya I Dasar-dasar pengukuran bising. Makalah disampaikan pada Pelatihan Bunyi dan Getaran yang diselenggarakan oleh PT. Tamara Overseas Corp. Jkt, 9 12 Juli Zulfahani R, Hatta GM, Rusmayadi. dan Maharso Peran Hutan Kota dalam Menurunkan Tingkat Kebisingan. Enviro Scienteae. 1 (1):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Kota Pengertian hutan kota menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Leaf Index Area (LAI) Lokasi Sampel Kerapatan daun atau kerindangan, biasa diukur dengan nilai indeks luas daun atau Leaf Area Index (LAI) (Chen & Black 1992 diacu dalam

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43),

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43), BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kota berupa pembangunan infrastruktur, namun sayangnya terdapat hal penting yang kerap terlupakan, yaitu

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

Peran Hutan Kota dalam Menurunkan Tingkat Kebisingan. Riaharti Zulfahani, Gt.M.Hatta, Rusmayadi, Maharso

Peran Hutan Kota dalam Menurunkan Tingkat Kebisingan. Riaharti Zulfahani, Gt.M.Hatta, Rusmayadi, Maharso EnviroScieniteae 1 (1), 29-35, 2005 EnviroScienteae Peran Hutan Kota dalam Menurunkan Tingkat Kebisingan Riaharti Zulfahani, Gt.M.Hatta, Rusmayadi, Maharso Program Studi Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam Kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat

Lebih terperinci

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING LAPORAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA ( Taman Nostalgia Kupang ) NAMAA NIM KELAS MK : JONIGIUS DONUATA : 132 385 018 : A : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dengan terus meningkatnya pembangunan di

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BENTUK, STRUKTUR DAN PERANAN HUTAN KOTA MALABAR MALANG

IDENTIFIKASI BENTUK, STRUKTUR DAN PERANAN HUTAN KOTA MALABAR MALANG 195 Buana Sains Vol 10 No 2: 195-201, 2010 IDENTIFIKASI BENTUK, STRUKTUR DAN PERANAN HUTAN KOTA MALABAR MALANG Rizki Alfian dan Hendra Kurniawan PS. Agroteknologi, Fakultas IPSA, Universitas Tribhuwana

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki oleh manusia dan merupakan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan. [1-2] Berdasarkan Surat

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. RTH dalam Penataan Ruang Wilayah Perkotaan Perkembangan kota merepresentasikan kegiatan masyarakat yang berpengaruh pada suatu daerah. Suatu daerah akan tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian tentang Lingkungan Hidup dan Lingkungan Perkotaan Soemarwoto (1985) mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA Darul Dana

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK Mohhamad Kusyanto Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Diponegoro 1B Jogoloyo Demak Telpon (0291) 681024

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun MINGGU 4 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun Lingkungan Alamiah Dan Buatan Manusia Para dipahami

Lebih terperinci

Lampiran 1 Panduan Wawancara Kepada Pengelola Hutan Kota Universitas Riau

Lampiran 1 Panduan Wawancara Kepada Pengelola Hutan Kota Universitas Riau LAMPIRAN Lampiran 1 Panduan Wawancara Kepada Pengelola Hutan Kota Universitas Riau 1. Apa keuntungan bagi kampus Universitas Riau dengan status hutan kota tersebut? 2. Apa tujuan utama dan tujuan lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 63/2002, HUTAN KOTA *39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING LAPORAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DI TIPE HUTAN KOTA INDUSTRI ( PT. Semen Kupang ) NAMAA NIM KELAS MK : JONIGIUS DONUATA : 132 385 018 : A : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang 62 BAB VII PERENCANAAN 7.1 KONSEP PERENCANAAN 7.1.1 Konsep Dasar Perencanaan Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerahnya, kondisi fisik yang dimaksud yaitu topografi wilayah. Pengaruh kondisi fisik ini

Lebih terperinci

f. Nilai estetis (Aesthetic values)

f. Nilai estetis (Aesthetic values) 3. Fungsi Tanaman Tanaman tidak hanya mengandung/mempunyai nilai estetis saja, tapi juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas Iingkungan. Adapun fungsi 1anaman adalah: (baca, Carpenter, Phillip L., Theodore

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, bahwa hutan kota mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam menunjang

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri dan Kawasan Industri Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

Peranan Hutan Kota Dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup

Peranan Hutan Kota Dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Peranan Hutan Kota Dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Nurlaili Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Email. nurlaili_idris@yahoo.com Kota Lhokseumawe adalah daerah yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi.

Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi. Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi. Guntar Marolop S. Abstract Merujuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jambi Tahun 2013-2033, salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kota dan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR Oleh : Elfin Rusliansyah L2D000416 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA Suryo Tri Harjanto 1), Sigmawan Tri Pamungkas 2), Bambang Joko Wiji Utomo 3) 1),3 ) Teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana

TINJAUAN PUSTAKA. A. Evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Menurut Diana (2004), evaluasi adalah suatu tindakan yang digunakan atau dilakukan untuk menelaah atau menduga

Lebih terperinci