BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. kerangka analisis morfologi. Semua data temuan dideskripsikan dan kemudian data

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. kerangka analisis morfologi. Semua data temuan dideskripsikan dan kemudian data"

Transkripsi

1 BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan disajikan deskripsi analisis dan pembahasan penelitian. Seperti yang telah dijelaskan dalam dua bab sebelumnya, penelitian ini menggunakan kerangka analisis morfologi. Semua data temuan dideskripsikan dan kemudian data tersebut dianalisis. Setelah itu, temuan dan analisis tersebut akan diikuti oleh pembahasan hasil analisis untuk menjawab pertanyaan penelitian. 4.1 Deskripsi Analisis Data Data yang dipergunakan untuk penelitian ini berupa kata dan frasa yang terdapat dalam wall (dinding halaman) para remaja. Adapun responden yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah para remaja yang berumur antara tahun sebanyak 30 orang. Seluruh data tersebut akan dianalisis berdasarkan proses morfologisnya, terutama yang berkaitan dengan proses afiksasi dan abreviasi. Selain itu, data juga akan dikelompokkan berdasarkan jenjang pendidikan agar bisa diketahui bagaimana ciri proses morfologisnya Analisis Afiksasi O Grady (1996:138) mengatakan penambahan sebuah afiks yang prosesnya dikenal dengan afiksasi merupakan proses morfologis yang sering terjadi dalam sebuah bahasa. Proses afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada bentuk dasar, baik dalam membentuk verba turunan, nomina turunan, maupun kategori turunan lainnya

2 (Chaer, 2003). Sedangkan afiks itu sendiri adalah morfem terikat yang dilekatkan pada morfem dasar atau akar (Fromkin dan Rodman, 1998:519). Pembahasan mengenai afiks dapat ditemukan dalam setiap buku linguistik umum dan morfologi. Para ahli linguistik membagi afiks dalam jenis yang berbeda-beda. Katamba (1993:44) menyebutkan tiga jenis afiks, yaitu: prefiks, sufiks, dan infiks. Fromkin dan Rodman (1998:71-73) berpendapat bahwa ada empat jenis afiks, yaitu: prefiks, sufiks, infiks, dan sirkumfiks. Sedangkan Alwi dll. (1988:31) menyebutkan ada empat jenis afiks dalam bahasa Indonesia, yaitu: prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks. Khusus untuk penelitian ini, analisis afiks ini akan dibatasi pada prefiks, sufiks, dan konfiks. Dalam menganalisis jenis afiks dari bahasa gaul remaja dalam ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Dalam hal ini, penulis mendeskripsikan jenisjenis afiks yang ada dalam bahasa gaul tersebut Prefiks Prefiks disebut juga awalan. Menurut Alwi dll. (1998) prefiks adalah afiks yang ditempatkan di bagian muka suatu kata dasar. Istilah ini berasal dari bahasa Latin praefixus yang berarti melekat (fixus, figere) sebelum sesuatu (prae). Berdasarkan data yang diperoleh, penulis menemukan ada empat macam prefiks (t-, nge-, ng-, dan ny-) yang sering digunakan para remaja dalam. Di bawah ini penulis mengutip 9 data dari 22 data yang ada (untuk lengkapnya ada pada lampiran 1).

3 Tabel 4.1 Proses Morfologis Bahasa Remaja yang Berkaitan dengan Prefiks Kata Dasar (a1) buka (a2) senyum Bahasa Baku terbuka tersenyum Bahasa Gaul Konteks Pola Perubahan Prefiks tbuka td tuh tas gw dah tbuka ter- t- tsenyum dia mah tsenyum aja, ga komentar (b1) rusak merusak ngerusak...tar disangkanya aq yg ngerusak men- nge- hub mrk (b2) jauh menjauh ngejauh ga ngerti, tbtb cowonya ngejauh (b3) bawa membawa ngebawa bsk km mau ngebawa apa aja? (b4) cat mengecat ngecat cape uyy, seharian aq ngecat kamar (c1) ambil mengambil ngambil aq ngambil tiketnya dimana? men- ng- (c2) injak menginjak nginjak sumpah, gw ga sengaja nginjak kakinya (d1) sapu menyapu nyapu dia mah cm bs nyapu doang men- ny- Data prefiks pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa terdapat 4 macam prefiks yang sering digunakan dalam bahasa gaul para remaja dalam. (1) Pola Perubahan Prefiks ter- t- Pada data (a1) dan (a2) terjadi perubahan prefiks ter- menjadi t-. Kata dasar buka dan senyum mendapat imbuhan prefiks ter- sehingga menjadi terbuka dan tersenyum. Kemudian kedua kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penghilangan fonem /e/ dan /r/ pada prefiks ter-. Dengan adanya penghilangan fonem-fonem tersebut maka

4 tersisalah fonem /t/ yang kemudian menjadi prefiks baru, yaitu t-. Kata-kata terbuka, tersenyum berubah menjadi tbuka, tsenyum. Perubahan prefiks di atas terjadi pula pada data (a3) dan (a4). Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: Data (a1) buka terbuka tbuka ter- + buka terbuka (-) /e/ dan /r/ tbuka Penjelasan yang sama berlaku juga untuk data (a2), (a3), dan (a4). Jika dilihat dari urutan fonemnya, penghilangan fonem pada prefiks ter- dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini: Pola: /t/ /e/ /r/ + f 1 f 2 f 3 f 4 f n /t/ /e/ /r/ + f 1 f 2 f 3 f 4 f n /t/ f 1 f 2 f 3 f 4 f n prefiks kata dasar bahasa baku bahasa gaul ( i ) ( ii ) keterangan: (i) proses morfologis bahasa baku prefiks ter- dilekatkan pada kata dasar (ii) proses morfologis bahasa gaul prefiks ter- mengalami penghilangan sebagian fonemnya, yaitu fonem /e/ dan /r/ Berdasarkan analisis di atas, perubahan yang terjadi pada prefiks ter- dengan adanya penghilangan fonem /e/ dan /r/ disebut dengan reduksi. Perubahan tersebut dapat disajikan dengan pola: ter- + KD = t- + KD

5 Pola ini tidak berlaku untuk semua kata dasar. Hanya kata dasar yang memiliki fonem awal tertentu yang bisa diterapkan dalam pola ini, yaitu: (a) kata dasar yang diawali fonem /p/, /b/, /d/, /k/, /g/ contoh: (a5) ter- + pengaruh terpengaruh tpengaruh (a6) ter- + balas terbalas tbalas (a7) ter- +dapat terdapat tdapat (a8) ter- + kait terkait tkait (a9) ter- + gantung tergantung tgantung Semua fonem diatas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi stop. Namun untuk bunyi [t] tidak termasuk kedalam pola ini. (b) kata dasar yang diawali fonem /m/, /ñ/ contoh: (a10) ter- + masuk termasuk tmasuk (a11) ter- + nyata ternyata tnyata Semua fonem diatas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi nasal. Namun untuk bunyi [n] tidak termasuk ke dalam pola ini. (c) kata dasar yang diawali fonem /l/ contoh: (a12) ter- + laksana terlaksana tlaksana Fonem ini apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi lateral.

6 (d) kata dasar yang diawali fonem /s/, /r/, /h/ contoh: (a13) ter- + serah terserah tserah (a14) ter- + rasa terasa trasa (a15) ter + hadap terhadap thadap Fonem diatas termasuk ke dalam bunyi frikatif. Namun tidak semua bunyi frikatif bisa diterapkan pada pola ini. Hanya bunyi frikatif yang termasuk pada alveolar, pos alveolar dan glotal. (e) kata dasar yang diawali fonem /w/, /j/ contoh: (a16) ter- + wujud terwujud twujud (a17) ter- + jadi terjadi tjadi Semua fonem diatas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam semi vokal. Jadi, prefiks t- akan terbentuk apabila kata-kata dasar yang dilekatkan prefiks teritu berada pada lingkungan bunyi stop, nasal, lateral, frikatif, atau semi vokal. Sebaliknya prefiks t- tidak akan muncul apabila kata dasarnya diawali dengan fonem vokal atau bunyi vokoid [a,i,u,e,o], dan fonem konsonan /f/, /v/, /x/, /y/, /z/, /q/, dan /t/.

7 (2) Pola Perubahan Prefiks men- nge- Perubahan prefiks lainnya terjadi pada prefiks men-. Dalam bahasa gaul, prefiks men- berubah menjadi nge-, ng-, dan ny-. Perubahan perfiks men- menjadi nge- dapat dilihat pada data (b1). Kata dasar rusak yang diberi imbuhan men- pada bahasa baku akan menjadi merusak dan pada bahasa gaul berubah menjadi ngerusak. Prefiks mendilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem /r/ akan berubah menjadi me-. Setelah itu dalam bahasa gaul fonem /m/ dan /e/ tersebut digantikan dengan fonem /n/ /g/ /e/. Maka terbentuklah prefiks baru, yaitu prefiks nge-. Selanjutnya pada data (b2), kata dasar jauh menjadi menjauh, dikarenakan prefiks men- dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem /j/ berubah menjadi men. Lalu, fonem /m/ /e/ /n/ tersebut digantikan dengan fonem /n/ /g/ /e/ sehingga kata menjauh berubah menjadi ngejauh. Pada data (b3) kata dasar bawa dilekatkan prefiks men- sehingga berubah menjadi membawa. Hal ini dikarenakan prefiks men- dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem /b/ berubah menjadi mem-. Sedangkan pada data (b4) kata dasar cat akan berubah menjadi mengecat setelah dilekatkan prefiks men-. Prefiks men- dilekatkan pada bentuk dasar satu suku akan berubah menjadi menge-. Seperti halnya data (b1) dan (b2), data (b3) dan (b4) juga mengalami penghilangan prefiks men- dan penggantian fonem /n/ /g/ /e/ yang selanjutnya membentuk sebuah prefiks baru, yaitu prefiks nge-. Sehingga kata membawa menjadi ngebawa, mengecat menjadi ngecat. Perubahan prefiks ini terjadi pula pada data (b5 b23).

8 Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (b1) rusak merusak ngerusak men- + rusak merusak (-) /m/ /e/ (+) /n/, /g/, /e/ ngerusak Penjelasan yang sama berlaku juga untuk data (b2 - b4). Jika dilihat dari urutan fonemnya, perubahan fonem pada prefiks men- dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini: Pola 1: /m/ /e/ /N/ + f 1 f 2 f 3 f 4 f n /m/ /e/ /N/ + f 1 f 2 f 3 f 4 f n /n/ /g/ /e/ + /t/ f 1 f 2 f 3 f 4 f n prefiks kata dasar bahasa baku bahasa gaul ( i ) ( ii ) keterangan: (i) proses morfologis bahasa baku prefiks men- dilekatkan pada kata dasar (ii) proses morfologis bahasa gaul fonem /m/ /e/ /N/ digantikan dengan fonem /n/ /g/ /e/ Berdasarkan bagan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa perubahan prefiks men- menjadi nge- diakibatkan adanya subtitusi fonem. Perubahan tersebut dapat disajikan dengan pola: men- + KD = nge- + KD Senada dengan penjelasan pola sebelumnya yaitu pola prefiks ter-, pola ini juga tidak berlaku untuk semua kata dasar. Hanya kata dasar yang memiliki fonem awal tertentu yang bisa diterapkan dalam pola ini, yaitu:

9 (a) kata dasar yang diawali fonem /b/, /d/, /g/ Contoh: (b9) men- + buang membuang ngebuang ( b10) men- + daftar mendaftar ngedaftar (b11) men- + gunting menggunting ngegunting Semua fonem di atas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi stop. Namun untuk bunyi [p], [t], [k] tidak termasuk ke dalam pola ini. (b) kata dasar yang diawali fonem /l/ Contoh: (b12) men- + lukis melukis ngelukis Fonem ini apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi lateral. (c) kata dasar yang diawali fonem /f/, /r/, /h/ Contoh: (b13) men- + fitnah memfitnah ngefitnah (b1) men- + rusak merusak ngerusak (b15) men- + hina menghina ngehina Semua fonem di atas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi frikatif. Namun untuk bunyi [v], [s], [z] tidak termasuk ke dalam pola ini.

10 (d) kata dasar yang diawali fonem /j/ Contoh: (b14) men- + jaga menjaga ngejaga Fonem ini apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi semi vokal. (e) kata dasar yang berupa ekasuku Contoh (b16) men- + bom mengebom ngebom (b17) men- + cat mengecat ngecat (b18) men- + rem mengerem ngerem Jadi prefiks nge- akan terbentuk apabila kata dasar yang dilekatkan itu berada pada lingkungan bunyi stop, lateral, frikatif, dan semivokal. Selain itu kata dasar yang berupa ekasuku pun termasuk ke dalam pola ini. Sebaliknya prefiks nge- tidak akan muncul apabila kata dasarnya diawali dengan fonem vokal atau bunyi vokoid [a,i,u,e,o], bunyi nasal, dan fonem konsonan /p/, /t/, /k/, /v/, /s/, /z/, dan /w/. (3) Pola Perubahan Prefiks men- ng- Dalam bahasa gaul ini terdapat pula perubahan penggunaan prefiks men- menjadi ng-. Data (c1) menunjukkan bahwa kata dasar ambil dilekatkan prefiks men- menjadi mengambil, setelah itu kata tersebut mengalami perubahan menjadi ngambil. Begitu pula yang terjadi pada data (c2), kata dasar injak mendapat imbuhan prefiks men- menjadi

11 menginjak dan akhirnya menjadi nginjak. Adapun perubahan yang dimaksud adalah prefiks men- mengalami penghilangan fonem /m/ /e/ /N/ dan menggantinya dengan fonem /n/ dan /g/. Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (c1) ambil mengambil ngambil men- + ambil mengambil (-) /m/ /e/ /N/ (+) /n/, /g/ ngambil Prefiks men- menjadi meng- karena dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali vokal /a,i, u, e, o/. Kemudian prefiks men- diganti dengan prefiks ng-. Jika dilihat dari urutan fonemnya, perubahan fonem pada prefiks men- dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini: Pola: /m/ /e/ /N/ + /a,i,u,e,o/f 2 f 3 f 4 f n /m/ /e/ /n/ /g/ + /a,i,u,e,o/f 2 f 3 f 4 f n /n/ /g/+ /a,i,u,e,o/f 2 f 3 f 4 f n prefiks kata dasar bahasa baku bahasa gaul (i) (ii) keterangan: (i): proses morfologis bahasa baku prefiks men- dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem vokal menjadi meng- (ii):proses morfologis bahasa gaul prefiks meng- mengalami penghilangan fonem /m/ /e/ sehingga fonem yang tersisa adalah /n/ /g/. Perubahan yang terjadi disebabkan adanya reduksi pada pefiks men- yaitu menghilangnya fonem /m/ /e/ sehingga yang tersisa hanyalah fonem /n/ /g/. Dalam

12 bahasa gaul kedua fonem yang tersisa tersebut menjadi sebuah prefiks baru yaitu prefiks ng-. Perubahan ini dapat disajikan dengan pola: men- + KD = ng- + KD Pola ini tidak berlaku untuk semua kata dasar. Hanya kata dasar yang diawali fonem vokal, yaitu /a/, /i/, /u/, /e/, /o/ yang bisa diterapkan pada pola ini. Contoh: (c1) men- + ambil mengambil ngambil (c2) men- + injak menginjak nginjak (c3) men- + ukur mengukur ngukur (c4) men- + edit mengedit ngedit (c5) men- + olah mengolah ngolah Jadi, prefiks ng- akan terbentuk apabila fonem awal kata dasar yang dilekatinya itu berada pada lingkungan bunyi vokoid [a,i,u,e,o]. Selain bunyi tersebut prefiks ngtidak akan muncul. (4) Pola Perubahan Prefiks men- ny- Terakhir, perubahan prefiks men- menjadi prefiks ny- dapat dilihat pada data (d1) kata dasar sapu apabila diberi imbuhan prefiks men- maka akan berubah menjadi menyapu. Prefiks men- apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /s/ akan berubah menjadi meny-. Fonem /s/ hilang. Setelah itu, prefiks meny- mengalami penghilangan fonem /m/ dan /e/ sehingga hanya menyisakan fonem /n/ dan /y/ yang akhirnya membentuk prefiks baru, yaitu ny-. Data (d1) kata menyapu menjadi nyapu, (d2) kata menyiram menjadi nyiram. Perubahan prefiks diatas terjadi pula pada data (d3-d7).

13 Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (d2) siram menyiram nyiram men- + siram menyiram (-) /m/ dan /e/ (+) /n/, /y/ nyiram Jika dilihat dari urutan fonemnya, perubahan fonem pada prefiks men- dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini: Pola: /m/ /e/ /N/ + /s/f 2 f 3 f 4 f n /m/ /e/ /n/ /y/ + /s/f 2 f 3 f 4 f n /n/ /y/ +/s/f 2 f 3 f 4 f n prefiks kata dasar bahasa baku bahasa gaul (i) (ii) keterangan: (i): proses morfologis bahasa baku prefiks men- dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem /s/ menjadi meny- (ii):proses morfologis bahasa gaul prefiks men- mengalami penghilangan fonem /m/ /e/ sehingga fonem yang tersisa adalah /n/ /y/. Perubahan yang terjadi pada prefiks men- di atas adalah reduksi fonem. Dalam bahasa gaul prefiks men- yang berubah menjadi meny- karena berhadapan dengan kata dasar yang diawali konsonan /s/, mengalami penghilangan sebagian fonemnya yaitu /m/ dan /e/.sehingga yang tersisa hanyalah fonem /n/ /y/. Kedua fonem yang tersisa tersebut menjadi sebuah prefiks baru yaitu prefiks ny-. Perubahan tersebut dapat disajikan dengan pola: men- + KD = ny- + KD

14 Pola ini hanya berlaku apabila kata dasar yang dilekatinya itu diawali dengan fonem /s/. Misalnya: (d3) men- + sobek menyobek nyobek (d4) men- + seberang menyeberang nyeberang Jadi prefiks ny- akan muncul apabila kata dasar yang dilekatkanya itu diawali fonem /s/. Sebaliknya prefiks ny- tidak akan muncul apabila kata dasarnya bukan diawali fonem /s/ Sufiks Sufiks atau akhiran adalah afiks yang digunakan di bagian belakang kata (Alwi dll.,1998). Istilah ini juga berasal dari bahasa Latin suffixus yang berarti melekat (fixus, figere) di bawah (sub). Dalam bahasa Indonesia terdapat empat macam sufiks, yaitu sufiks kan, -i, an, dan nya. Namun dalam bahasa gaul ini hanya ada satu sufiks yang kerap digunakan para remaja, yaitu sufiks in yang bisa dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2 Proses Morfologis Bahasa Remaja yang Berkaitan dengan Sufiks Kata Dasar Bahasa Baku Bahasa Gaul Konteks Pola Perubahan Sufiks (f1) cari carikan cariin loe bisa cariin bt gw kan? (g1) datang datangi datangin gampanglah, tinggal datangin aja ke rumahnya -kan -in -i -in

15 Data sufiks pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat 1 macam sufiks yang sering digunakan dalam bahasa gaul para remaja dalam. Pada data (f1) dan (g1) terjadi perubahan sufiks kan dan sufiks -i menjadi -in. Kata dasar cari (f1) mendapat imbuhan sufiks kan sehingga menjadi carikan. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penggantian fonem /k/ /a/ dan /n/ dengan fonem /i/ dan /n/ sehingga membentuk sufiks baru yaitu sufiks in. Oleh karena itu dalam bahasa gaul kata carikan berubah menjadi cariin Hal yang hampir serupa terjadi pula pada data (g1) kata dasar datang mendapat imbuhan sufiks -i sehingga menjadi datangi. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penambahan fonem /n/ pada akhir kata sehingga membentuk sufiks baru yaitu sufiks in. Oleh karena itu dalam bahasa gaul kata datangi berubah menjadi datangin. Perubahan prefiks diatas terjadi pula pada data (f 2-f6) dan (g2-g5). Jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia baku, tidak terdapat sufiks -in. Sehingga bisa dijadikan kaidah bahwa sufiks -in menampung sufiks -kan dan sufiks -i dalam ragam bahasa gaul remaja. Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (f1) cari carikan cariin cari + -kan carikan (-) /k/ /a/ /n/ (+) /i/ /n/ cariin Jika dilihat dari urutan fonemnya, perubahan fonem pada sufiks -kan dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:

16 Pola 4: f 1 f 2 f 3 f 4 f n + /k/ /a/ /n/ f 1 f 2 f 3 f 4 f n + /k/ /a/ /n/ f 1 f 2 f 3 f 4 f n + /i/ /n/ kata dasar sufiks bahasa baku bahasa gaul (i) (ii) keterangan: (i): proses morfologis bahasa baku sufiks -kan dilekatkan pada kata dasar (ii):proses morfologis bahasa gaul sufiks -kan mengalami penghilangan fonem /k/ /a/ /n/ dan penggantian dengan fonem /i/ /n/ sehingga membentuk prefiks baru, yaitu in. Perubahan yang terjadi pada sufiks -kan di atas adalah substitusi fonem. Dalam bahasa gaul, sufiks kan yang terdiri dari fonem /k/ /a/ /n/ diganti dengan fonem /i/ /n/. Kedua fonem /i/ /n/ ini yang akhirnya membentuk menjadi sebuah sufiks baru yaitu sufiks in. Sedangkan proses pembentukan sufiks i menjadi sufiks in adalah sebagai berikut: (g1) datang datangi datangin datang + - i datangi (+) /n/ datangin Jika dilihat dari urutan fonemnya, perubahan fonem pada sufiks -i dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:

17 Pola 5: f 1 f 2 f 3 f 4 f n + /i/ f 1 f 2 f 3 f 4 f n + /i/ f 1 f 2 f 3 f 4 f n + /i/ /n/ kata dasar sufiks bahasa baku bahasa gaul + /n/ (i) (ii) keterangan: (i): proses morfologis bahasa baku sufiks -i dilekatkan pada kata dasar (ii):proses morfologis bahasa gaul sufiks -i mengalami penambahan fonem /n/ sehingga membentuk prefiks baru, yaitu -in Perubahan yang terjadi pada sufiks i di atas adalah adisi fonem. Dalam bahasa gaul, sufiks i mengalami penambahan fonem /n/ sehingga membentuk sebuah sufiks baru yaitu sufiks in. Perubahan tersebut dapat disajikan dengan pola: KD + -kan / -i = KD + -in Pola ini berlaku untuk semua jenis kata dasar asalkan kata dasar tersebut dibubuhi sufiks kan atau in. Misalnya: (f2) tuang + -kan tuangkan tuangin (g2) basah + -i basahi basahin Jadi, sufiks in akan muncul ketika berhadapan dengan kata dasar yang sudah dibubuhi sufiks kan atau in. Diluar kedua sufiks tersebut, maka sufiks in tidak akan muncul.

18 Konfiks Konfiks disebut juga ambifiks atau sirkumfiks. Secara etimologis dari bahasa Latin, ketiga istilah ini memiliki kesamaan arti. Kon- berasal dari kata confero yang berarti secara bersamaan (bring together), ambi- berasal dari kata ambo yang berarti kedua-duanya (both), dan sirkum- berasal dari kata circumdo yang berarti ditaruh disekeliling (put around) (Gummere dan Horn, 1955). Menurut Alwi dll. (1198:32) konfiks adalah gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk suatu kesatuan dan secara serentak diimbuhkan. Berikut ini contoh data konfiks yang disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.3 Proses Morfologis Bahasa Remaja yang Berkaitan dengan Konfiks Kata Dasar Bahasa Baku Bahasa Gaul Konteks Pola Perubahan Konfiks (h1) akibat mengakibatkan ngakibatin bisa ngakibatin apa gt? men-kan ng-in (h2) izin mengizinkan ngizinin bapa aq ga ngizinin (i1) janji menjanjikan ngejanjiin dia sih ngejanjiin bsk men-kan nge- (i2) kerja mengerjakan ngerjain bro, kpn mau ngerjain in demo. (j1) sebal menyebalkan nyebelin...emang nyebelin tu org men-kan -in (j2) temu menemukan nemuin bnr, loe ga nemuin buku gw? (j3) pikir memikirkan mikirin cape dweh, idup ko cm mikirin dia doang (k1) nasehat menasehati nasehatin...ya, qta sih cm bs men-i -in nasehatin dia ajj (k2)musuh memusuhi musuhin siapa jg yg musuhin

19 km? (1) Pola Perubahan Konfiks men-kan ng-in Pada data (h1) dan (h2) terjadi perubahan konfiks men-kan menjadi ng-in. Kata dasar akibat (h1) dan izin (h2) mendapat imbuhan konfiks men-kan sehingga menjadi mengakibatkan dan mengizinkan. Kemudian kedua kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penghilangan fonem /m/ /e/ /n/ /g/ /k/ /a/ /n/. Fonem-fonem tersebut kemudian digantikan dengan fonem /n/ /g/ /i/ /n/ sehingga membentuk konfiks baru, yaitu ng-in. Kata-kata mengakibatkan, mengizinkan berubah menjadi ngakibatin, ngizinin. Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (h1) akibat mengakibatkan ngakibatin men-kan + akibat mengakibatkan (-) /m/ /e/ /n/ /g/ /k/ /a/ /n/ (+) /n/ /g/ /i/ /n/ ngakibatin Penjelasan yang sama berlaku juga untuk data (h2-h12). Perubahan tersebut dapat disajikan dengan pola: men-kan + KD = ng-in + KD Pola ini tidak berlaku untuk semua kata dasar. Hanya kata dasar yang diawali fonem /h/ dan fonem vokal, yaitu /a/, /i/, /u/, /e/, /o/ yang bisa diterapkan pada pola ini. Contoh: (h5) men-kan + habis menghabiskan ngabisin (h7) men-kan + iklan mengiklankan ngiklanin (h9) men-kan + anjur menganjurkan nganjurin (h10) men-kan + untung menguntungkan nguntungin

20 (h11) men-kan + efisien mengefisienkan ngefisienin (h12) men-kan + operasi mengoperasikan ngoprasiin Jadi, konfiks ng-in akan muncul bila dilekatkan pada kata dasar yang diawali fonem /h/ dan kata dasar yang dilekatinya itu berada pada lingkungan bunyi vokoid [a,i,u,e,o]. (2) Pola Perubahan Konfiks men-kan nge-in Perubahan konfiks men-kan lainnya dapat dilihat pada data (i1) dan (i2). Pada data ini terjadi perubahan konfiks men-kan menjadi nge-in. Kata dasar janji dan kerja mendapat imbuhan konfiks men-kan sehingga menjadi menjanjikan dan mengerjakan. Kemudian kedua kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penghilangan fonem /m/ /e/ /N/ /k/ /a/ /n/. Fonem-fonem tersebut kemudian digantikan dengan fonem /n/ /g/ /e/ /i/ /n/ sehingga membentuk konfiks baru, yaitu nge-in. Kata-kata menjanjikan, mengerjakan berubah menjadi ngejanjiin, ngerjain. Perubahan konfiks diatas terjadi pula pada data (i3-i6). Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (i1) janji menjanjikan ngejanjiin men-kan + janji menjanjikan (-) /m/ /e/ /N/ (+) /n/ /g/ /e/ /i/ /n/ ngejanjiin Perubahan tersebut dapat disajikan dengan pola: men-kan + KD= nge-in + KD

21 Pola ini juga tidak berlaku untuk semua kata dasar. Hanya kata dasar yang memiliki fonem awal tertentu yang bisa diterapkan dalam pola ini, yaitu: (a) kata dasar yang diawali fonem /p/, /b/, /t/, /d/, /g/, Contoh: (i5) men-kan + baca membacakan ngebacain (i7) men-kan + dapat mendapatkan ngedapetin (i8) men-kan + gempar menggemparkan ngegemparin (i9) men-kan + padam memadamkan (i10) men-kan + tumpah menumpahkan ngemadamin ngenumpahin (i11) men-kan + kerah mengerahkan ngerahin Semua fonem di atas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi stop. (b) kata dasar yang diawali fonem /l/ Contoh: (i12) men-kan + laksana melaksanakan ngelaksanain Fonem ini apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi lateral. (c) kata dasar yang diawali fonem /m/, /n/ (i13) men-kan + manfaat memanfaatkan ngemanfaatin (i14) men-kan + netral menetralkan ngenetralin

22 Kedua fonem tersebut apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi nasal. (d) kata dasar yang diawali fonem /s/, /r/, /h/, /v/, /f/, /z/ Contoh: (i15) men-kan + sah mengesahkan ngesahin (i3) men-kan + repot merepotkan ngerepotin (i16) men-kan + hubung menghubungkan ngehubungin (i17) men-kan + variasi memvariasikan ngevariasiin (i18) men-kan + film memfilmkan ngefilmin (i19) men-kan + zakat menzakatkan ngezakatin Semua fonem di atas apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi frikatif. (e) kata dasar yang diawali fonem /j/, /w/ Contoh: (i1) men-kan + janji menjanjikan ngejanjiin (i20) men-kan + wajib mewajibkan ngewajibin Fonem ini apabila dilihat dari kelompok bunyinya termasuk ke dalam bunyi semi vokal.

23 Jadi konfiks nge-in akan terbentuk apabila kata dasar yang dilekatkan itu berada pada lingkungan bunyi stop, lateral, nasal, frikatif, dan semivokal. (3) Pola Perubahan Konfiks men-kan -in Selanjutnya, pada data (j1), (j2), dan (j3) terjadi perubahan konfiks men-kan menjadi sufiks -in. Kata dasar sebal, temu, dan pikir mendapat imbuhan konfiks men-kan sehingga menjadi menyebalkan, menemukan, dan memikirkan. Kemudian ketiga kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penghilangan beberapa fonem pada prefiks men-kan, yaitu fonem /m/ /e/ /k/ /a/ /n/. Fonem-fonem tersebut kemudian digantikan dengan fonem /i/ /n/ sehingga membentuk sufiks baru, yaitu -in. Kata-kata menyebalkan, menemukan, dam memikirkan berubah menjadi nyebelin, nemuin, mikirin. Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (j1) sebal menyebalkan nyebelin men-kan + sebal menyebalkan (-) /m/ /e/ (+) /i/ /n/ nyebelin Prefiks men- apabila diikuti bentuk dasar yang diawali dengan fonem /s/ akan berubah menjadi meny-. Fonem /s/ mengalami peluluhan. (4) Pola Perubahan Konfiks men-i -in

24 Pada data (k1) terjadi perubahan konfiks men-i menjadi -in. Kata dasar nasehat mendapat imbuhan konfiks men-i sehingga menjadi menasehati. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan, yaitu adanya penghilangan fonem /m/ /e/ dan /i/. Fonem-fonem tersebut kemudian digantikan dengan fonem /i/ /n/ sehingga membentuk sufiks -in. Katakata (k1) menasehati, (k2) memusuhi berubah menjadi nasehatin, musuhin. Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (k1) nasehat menasehati nasehatin men-i + nasehati menasehati (-) /m/ /e/ (+) /n/ nasehatin Berdasarkan bagan di atas, maka dapat dibuatkan polanya sebagai berikut: men-kan / men-i + KD = KD + - in Berdasarkan analisis data di atas, maka pada pola ini konfiks men-kan dan men-i akan berubah menjadi sufiks in apabila kata dasarnya diawali fonem /s/, /t/, /p/, /m/, dan /n/ Analisis Abreviasi Menurut Arifin & Junaiyah (2009:13) abreviasi adalah proses morfologis yang mengubah leksem atau gabungan leksem menjadi kependekan. Istilah lain untuk abreviasi adalah pemendekan, sedang hasil prosesnya disebut kependekan. Abreviasi merupakan proses yang cukup produktif dan terdapat hampir pada semua bahasa. Produktifnya proses abreviasi ini karena keinginan untuk menghemat

25 tempat (tulisan) dan tentu juga ucapan. Pada analisis penelitian ini, abreviasi dibedakan menjadi singkatan, akronim, dan kontraksi Singkatan Singkatan yaitu proses pemendekkan yang terdiri atas pengambilan fonem-fonem depannya saja. Berikut ini merupakan contoh data singkatan yang penulis sajikan ke dalam tabel (untuk lengkapnya ada dalam lampiran 2 tabel 4). Tabel 4.4 Singkatan Bahasa Gaul Remaja dalam Frasa Asal (a1) Be Right Back (a2) For Your Information (a3) Get Well Soon (a4) Oh My God (a5)happy Birth Day (a6)wish You All The Best (a7) gede rasa (a8) problem lu (a9) suka sama suka (a10) God Bless You (a11) I Love You (a12) I Miss You (a13) I Need You (a61) padahal Bahasa Gaul BRB FYI GWS OMG HBD WUATB gr pl sms GBU ILU IMU INU pdhl

26 (a72) pulang plg Adapun proses pembentukannya sebagai berikut: (a1) be right back brb (a4) Oh My God OMG Dengan frasa asal (a1) be right back disingkat menjadi brb. Dengan demikian, singkatan brb hanya mengambil fonem awal dari be /b/, fonem awal dari right /r/ dan fonem awal dari back /b/. Sehingga pengambilan dari masing-masing ketiga fonem ini, maka jadilah singkatan brb. Jika dilihat dari urutan fonemnya, proses pengambilan fonem pada singkatan ini dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini: f 1a + f 2a + f na f 1b + f 2b + f nb f nn f 1a + f 2a +f nn Khusus untuk singkatan yang mengadung kata you tidak disingkat menjadi /y/, melainkan menjadi /u/. Hal ini disebabkan dalam bahasa Inggris bunyi [you] hampir sama dengan bunyi [u], sehingga dalam penulisan singkatannya you u. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh berikut ini. (a10) God Bless You GBU (a11) I Love You ILU (a12) I Miss You IMU (a13) I Need You INU Apabila dilihat dari urutan fonemnya, maka proses pembentukan singkatan di atas dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini:

27 f 1a + f 2a + f na f 1b + f 2b + f nb you f 1a + f 2b + /u/ Pola di atas berlaku jika singkatan tersebut terdiri dari dua kata atau lebih. Pada bahasa remaja ini, kata yang terdiri dari satu kata apabila disingkat akan mengalami penghilangan fonem vokal dan atau penggantian fonem /ŋ/ menjadi fonem /g/. Misalnya: (a61) padahal /p/ /a/ /d/ /a/ /h/ /a/ /l/ pdhl (a72) pulang /p/ /u/ /l/ /a/ /n/ /g/ plg Pola ini memiliki pola yang sederhana, hanya menghilangkan semua fonem vokal. Seperti data di atas kata di mana, fonem /i/ pada kata di menjadi hilang dan fonem /a/ pada kata mana juga hilang. Sehingga menyisakan fonem /d/, /m/, /n/ terbentuklah kontraksi dmn. Kemudian pada kata yang memiliki unsur fonem /ŋ/, fonem tersebut akan diwakili dengan fonem /g/. Misalnya pada kata (p15) pulang, kata ini mengalami penghilangan fonem vokal /u/ dan /a/ serta penggantian fonem /ŋ/ dengan fonem /g/. Setelah mengalami proses morfologis, kata pulang berubah menjadi plg Akronim Akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Di bawah ini penulis mengutip 15 data (untuk lengkapnya ada pada lampiran 2 tabel 5). Tabel 4.5 Akronim Bahasa Gaul Remaja dalam

28 Bahasa Asal Akronim Keterangan (b1) as soon as possible (b2) no action talk only (c1) beda tipis (c2) jalur pribadi asap nato beti japri pola 1 pola 2 (d1) ibu hamil bumil pola 3 (e1) heboh sendiri (e2) bego bloon (f1) bisa pakai (f2) kopi darat (g1) sama siapa (g2) makan siang (h1) biang gossip (h2) jaman dulu (i1) brondong manis (i2) loading lambat heri beon bispak kopdar samsi maksi bigos jadul brownis lola pola 4 pola 5 pola 6 pola7 pola 8 Berdasarkan data yang penulis dapatkan, akronim bahasa gaul yang para remaja gunakan dalam memiliki 8 kaidah pembentukan, yaitu: Pertama, pengambilan huruf-huruf (fonem-fonem) pertama dari kata-kata yang membentuk konsep itu. Misalnya: (b1) as soon as possible asap (b2) no action talk only nato Jika dilihat dari urutan fonemnya, pembentukan akronim berdasarkan fonemfonem dari setiap kata dapat digambarkan sebagai berikut: Pola 1: [f 1a + f 2a + f na ] [f 1b + f 2b + f nb ] [f 1c + f 2c+ f nc] [f 1n + f 2n+ f 3n] [f 1a + f 1b + f 1c + f 1n ]

29 frasa asal bahasa gaul Fonem awal pada kata pertama ditunjukkan dengan tanda /f 1a /, lalu pada kata kedua /f 1b /, kata ketiga /f 1c / begitu seterusnya sampai pada fonem awal kata terakhir yang ditandai dengan /f 1n /. Contoh data yang penulis peroleh untuk pola ini adalah (c2) as soon as possible yang diperpendek menjadi sebuah akronim asap. Bila diterapkan pada pola di atas, kata asap terdiri dari fonem /a/ /s/ /a/ /p/ yang kesemua fonem ini diambil dari fonem pertama dari setiap kata yang mewadahi konsep itu. Fonem /a/ berasal dari kata as, kemudian fonem /s/ berasal dari kata soon, fonem /a/ berasal dari kata as dan yang terakhir fonem /p/ diambil dari kata possible, maka akhirnya terbentuklah akronim asap. Kedua, pengambilan suku kata pertama dari semua kata yang membentuk konsep itu. Misalnya: (c1) beda tipis be da ti pis beti (c2) jalur pribadi ja lur pri ba di japri Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim berdasarkan suku kata pertama dari setiap kata dapat digambarkan sebagai berikut: Pola 2: [sk 1a + sk 2a ] [sk 1b + sk 2b ] sk 1a +sk 1b frasa asal bahasa gaul

30 Pada pola kedua ini, sebuah akronim terbentuk dari gabungan suku kata. Suku kata yang dimaksud adalah suku kata pertama dari semua kata yang mewadahi konsep itu yang ditandai dengan simbol [sk 1a + sk 1b ]. Simbol [sk 1a ] menunjukkan suku kata pertama dari kata pertama, sedangkan [sk 1b ] menunjukkan suku kata pertama dari kata kedua. Hal ini dapat dilihat pada data (b1) beti berasal dari kata beda tipis yang diambil suku kata pertamanya saja dari setiap kata. Kata beda diambil suku kata pertamanya, yaitu [be] dan kata tipis diambil suku kata pertamanya, yaitu [ti] sehingga apabila digabungkan kedua suku kata tersebut [be+ti] menjadi [beti]. Ketiga, pengambilan suku kata kedua dari semua kata yang membentuk konsep itu. Misalnya: (d1) ibu hamil i bu ha mil bumil Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim ini berdasarkan suku kata kedua atau terakhir dari setiap kata dapat digambarkan sebagai berikut: Pola 3: [sk 1a + sk 2a ] [sk 1b + sk 2b ] [sk 2a +sk 2b ] frasa asal bahasa gaul Pola ini kebalikannya dari pola yang kedua. Dalam pola ini, akronim yang dibentuk berasal dari gabungan suku kata kedua atau terakhir dari setiap kata yang mewadahi konsep itu. Simbol [sk 2a ] menunjukkan suku kata kedua dari kata pertama, sedangkan simbol [sk 2b ] menunjukkan suku kata kedua dari kata kedua. Jadi,

31 penggabungan kedua suku kata itu disimbolkan dengan [sk 2a + sk 2b ]. Apabila pola di atas diterapkan pada data (e1) ibu hamil, maka yang menjadi [sk 2a ] adalah suku kata [bu] dari kata ibu dan untuk [sk2 b ] adalah [mil] dari kata hamil. kemudian kedua suku kata tersebut digabungkan [bu + mil] menjadi [bumil]. Keempat, pengambilan suku kata pertama dan suku kata terakhir dari setiap kata yang membentuk konsep itu. Misalnya: (e1) heboh sendiri he boh sen di ri heri (e2) bego bloon be go blo on beon Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pola 4: [sk 1a + sk na ] [sk 1b +sk nb ] [sk 1a + sk nb ] frasa asal bahasa gaul Akronim yang dibentuk berdasarkan pola ini terdiri dari gabungan suku kata pertama dari kata pertama [sk 1a ] ditambah suku kata terakhir dari kata kedua [sk nb ]. Ketika pola ini diterapkan pada data kata (f1) heboh sendiri, maka analisanya sebagai berikut. Kata pertamanya yaitu heboh, apabila dipenggal menurut suku katanya akan menjadi [he + boh] maka didapatlah [sk 1a ]nya adalah [he]. Sedangkan untuk kata keduanya sendiri, apabila dipenggal berdasarkan suku katanya akan menjadi [sen + di + ri] dan didapatlah [sk nb ]nya adalah [ri]. Maka ketika digabung [sk 1a + sk nb ] menjadi heri.

32 Kelima, pengambilan suku kata pertama ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua dari setiap kata yang membentuk konsep itu. Misalnya: (f1) bisa pakai bi sa pa kai bispak (f2) kopi darat ko pi da rat kopdar Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim dapat digambarkan sebagai berikut: Pola 5: [sk 1a + sk 2a (f 1a + f 2a + f na) ] [sk 1b + sk 2b (f 1b + f 2b + f nb) ] [sk 1a + / f 1a (sk2a) / + sk 1b + / f 1b(sk2b) /] frase asal bahasa gaul Pada pola kelima ini, sebuah akronim terbentuk dari gabungan suku kata pertama [sk 1a ] ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua [f 1a (sk2a) ] dari setiap kata yang mewadahi konsep itu. Jika pola ini diterapkan pada data (g1) bisa pakai maka analisisnya sebagai berikut: kata pertama bisa bila dipenggal menjadi suku kata [bi + sa], kemudian kata kedua pakai menjadi [pa + kai]. Dari setiap kata diambil suku kata pertama ditambah fonem pertama dari suku kata keduanya. Kata pertama bisa diambil suku kata pertamanya [bi] ditambah fonem /s/ dari suku kata kedua [sa] maka terbentuklah [bi + /s/]. Lalu kata kedua pakai diambil suku kata pertamanya [pa] ditambah fonem pertama dari suku kata kedua [kai], yaitu fonem /k/ akan menjadi [pa + /k/]. Akhirnya, jika digabungkan [bi + /s/ + pa + /k/] akan menjadi sebuah akronim bispak.

33 Keenam, pengambilan suku kata pertama ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua dan suku kata pertama dari kata kedua. Misalnya: (g1) sama siapa sa ma si a pa samsi (g2) makan siang ma kan si ang maksi Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim berdasarkan suku kata dan fonem ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pola 6: [sk 1a + sk 2a (f 1a + f 2a + f na) ] [ sk 1b + sk 2b ] [sk 1a + f 1a(sk2a) + sk 1b ] frase asal bahasa gaul Hampir sama seperti pola kelima, akronim ini merupakan gabungan suku kata dan fonem. Hanya saja berbeda sedikit, pada pola ini tidak mengambil fonem pertama dari suku kata kedua. Jadi pola ini hanya menggabungkan suku kata pertama [sk 1a ] ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua [f 1a (sk2a) ] dan ditambah suku kata pertama dari kata kedua [sk 1b ] Jika pola ini diterapkan pada data (h1) sama siapa maka analisisnya sebagai berikut: kata pertama sama bila dipenggal menjadi suku kata [sa + ma], kemudian kata kedua siapa menjadi [si + a + pa]. Kata pertama sama diambil suku kata pertamanya [sa] ditambah fonem /m/ dari suku kata kedua [ma] maka terbentuklah [sa + /m/]. Lalu kata kedua siapa diambil suku kata pertamanya [si], digabungkan [sa + /m/ + si] akan menjadi sebuah akronim samsi. Ketujuh, pengambilan suku kata pertama dari kata pertama dan suku kata pertama dari kata kedua ditambah dengan fonem pertama dari suku kata kedua.

34 Misalnya: (h1) biang gosip (h2) jaman dulu bi ang go sip bigos ja man du lu jadul Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan akronim berdasarkan suku kata dan fonem dapat digambarkan sebagai berikut: Pola 7: [sk 1a + sk 2a ] [sk 1b + sk 2b (f 1b + f 2b + f nb )] [sk 1a + sk 1b + f 1b(sk2b) ] frase asal bahasa gaul Sama halnya seperti pola kelima dan keenam, akronim ini merupakan gabungan suku kata dan fonem. Hanya saja berbeda sedikit, yaitu pola ini tidak mengambil fonem pertama dari suku kata pertama. Jadi pola ini hanya menggabungkan suku kata pertama dari kata pertama [sk 1a ] ditambah suku kata pertama dari kata kedua [sk 1b ] dan fonem petama dari suku kata kedua /f 1b (sk2b) /. Jika pola ini diterapkan pada data (i2) jaman dulu maka analisisnya sebagai berikut: kata pertama jaman bila dipenggal menjadi suku kata [ja + man], kemudian kata kedua dulu menjadi [du + lu]. Kata pertama jaman diambil suku kata pertamanya [ja]. Lalu kata kedua dulu diambil suku kata pertamanya [du] dan ditambah fonem pertama dari suku kata kedua [lu] yaitu fonem /l/. Apabila digabungkan [ja + du + /l/] akan menjadi sebuah akronim jadul. Kedelapan, pengambilan suku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang tampaknya tidak beraturan; namun, masih dengan memperhatikan keindahan buyi. Misalnya:

35 (i1) brondong manis bron dong ma nis brownis (i2) loading lambat loading lam bat lola (i3) sok tahu sok ta-hu sotoy Pada pola kedelapan penulis tidak menemukan pola yang ajeg seperti halnya polapola sebelumnya. Pola ini manasuka dan cenderung menekankan pada keindahan bunyi. Seperti pada data (j1) brondong manis menjadi brownis. Jika menurutkan pola keempat yang mengambil suku kata pertama dari kata pertama dan suku kata terakhir dari kata kedua, seharusnya akronimnya menjadi [bronis]. Alih-alih menjadi bronis, akronim kata ini mendapat tambahan fonem /w/ yang disisipkan di tengah kata [bro + /w/ + nis] menjadi brownis Kontraksi Kontraksi ialah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang, ada perubahan atau penggantian fonem (Muslich,2008:109). Contohnya: tidak ada tiada. Di bawah ini penulis mengutip 19 data (untuk lengkapnya ada pada lampiran 2 tabel 6). Tabel 4.5 Kontraksi Bahasa Gaul Remaja dalam Bahasa Asal Kontraksi Keterangan (j1) munafik (j2) brother (k1) sudah (k) salam muna bro dah lam pola 1 pola 2

36 (l1) gua (l2) mau (m1) ya sudah (m2) ya habis (n1) mobil (n2) asyik (o1) cakep (o2) banget (o3) iya (o4) sudah (o2) saja (p1) di mana (p2) padahal (p15) pulang (p19) jangan gw mw yasud yabis boil saik caem beud ea sutra ajj dmn pdhl plg jgn pola 3 pola 4 pola 5 pola 6 pola 7 (1) penghilangan sebagian suku kata di akhir kata Misalnya: (j1) munafik mu na fik muna (j2) brother bro ther bro Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan kontraksi ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pola 1: [sk 1a + sk 2a ] [sk 1a + sk 2a ] sk 1a frase asal proses morfologis bahasa gaul Pola ini merupakan pola yang umum terjadi dalam pembentukan sebuah kontraksi. Sebuah kata mengalami penghilangans ebagian suku katanya di akhir kata.

37 Seperti yang terjadi pada data (k1) munafik apabila dipenggal berdasarkan suku katanya menjadi [mu - na - fik] dan suku kata yang terakhirnya [fik] dihilangkan maka akan menjadi [muna]. Penjelasan ini berlaku juga untuk data (k2) brother yang mengalami penghilangan suku kata terakhirnya [ther] sehingga menjadi bro. Begitu juga dengan data (k3) dan (k4), masing-masing kata cewek menjadi ce dan cowok menjadi co. (2) penghilangan sebagian suku kata di awal kata Misalnya: (k1) sudah (k2) salam su dah dah sa lam lam Jika dilihat dari urutan suku katanya, pembentukan kontraksi ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pola 2: [sk 1a + sk 2a ] [sk 1a + sk 2a ] sk 2a frase asal proses morfologis bahasa gaul Pola ini kebalikannya dari pola kesatu. Pada pola ini suku kata yang dihilangkannya berada di awal kata. Seperti pada data (l1) sudah menjadi dah, karena adanya penghilangan suku kata pertama [su] dan yang tersisa adalah [dah]. (3) penggantian gugus fonem /au/ atau /ua/ menjadi fonem /w/ Misalnya: (l1) gua (l2) mau (l2) atau gw mw atw

38 Jika dilihat dari urutan fonemnya, pembentukan akronim ini berdasarkan fonemnya dapat digambarkan sebagai berikut: Pola 3: f 1 f 2 f 3 (/u/ /a/ atau /a/ /u/) f 1 f 2 f 3 (/u/ /a/ atau /a/ /u/) f1f2f3 /w/ kata asal proses morfologis bahasa gaul Pada pola ketiga ini berlaku hanya pada kata-kata yang memiliki gugus fonem /au/ atau /ua/, seperti pada data (l1) gua, (l2) mau, dan (l3) atau. Kedua gugus fonem tersebut mengalami penggatian (substitusi) fonem /w/. Sehingga, kata-kata seperti gua, mau, dan atau berubah menjadi gw, mw, dan atw. (4) penggabungan dua kata menjadi satu kata dengan menghilangkan sebagian fonem Misalnya: (m1) ya sudah yasud (m2) ya habis yabis (m3) lagi dimana lagdim (m4) jam berapa jamber Berbeda dengan ketiga pola sebelumnya yang hanya terdiri satu kata, pada bagian ini pola kontraksinya berlaku untuk dua kata yang digabungkan menjadi satu kata dengan menghilangkan sebagian fonemnya. Seperti pada kata (n1) ya sudah menjadi yasud dan (n4) jam berapa menjadi jamber. Kedua contoh tersebut mengalami reduksi fonem pada suku kata terakhirnya. Data (n1) apabila dipenggal menjadi suku kata akan menjadi [ya]

39 [su + dah], lalu dalam bahasa gaul terjadi reduksi fonem pada suku kata [dah] dengan menghilangkan fonem /a/ dan /h/ sehingga yang tersisalah hanyalah fonem /d/ yang kemudian digabungkan pada suku kata sebelumnya. Akhirnya terbentuklah sebuah kontraksi [ya + su +/d/] menjadi yasud. (5) pembalikan fonem dan penghilangan sebagian fonem Misalnya: (n1) mobil (n2) asyik (n3) hancur mo bil boil a syik saik han cur caur Selain penghilangan suku kata, fonem dan penggabungan kata, kontraksi juga bisa dibentuk dari pembalikan fonem. Apabila dianalisis berdasarkan tiga contoh di atas, aturan yang sama untuk untuk ketiga contoh tersebut adalah terdiri dari dua suku kata dan suku kata keduanya diambil dari dua fonem terakhir pada setiap masing-masing suku kata kedua. Seperti pada suku kata [bil] diambil dua fonem terakhirnya saja /i/ /l/, begitu juga [syik] diambil fonem /i/ /k/, dan [cur] diambil fonem /u/ /r/. Aturan yang agak berbeda terletak pada suku kata pertama. (6) penghilangan sebagian fonem dan penambahan fonem lainnya (o1) cakep caem (o2) banget beud (o3) iya ea

40 (o4) sudah (o5) saja sutra ajj Pada pola keenam ini tidak ada aturan yang ajeg, bahkan cenderung mana suka. Fonem-fonem yang dihilangkan dan yang ditambahkan pada setiap contoh di atas tidak sama aturannya. Pola ini lebih menekankan pada keindahan bunyi Analisis Ciri Ragam Bahasa Remaja Kaitannya dengan Tingkat Pendidikan Formal Mereka Sekolah Menengah Pertama (SMP) Data yang diperoleh pada remaja tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) menunjukkan mereka tergolong masih jarang menggunakan afiksasi dan abreviasi. Bahasa yang mereka gunakan cenderung masih termasuk bahasa baku, belum banyak proses morfologis yang terjadi. Berdasarkan data yang penulis dapatkan, afiksasi yang sering mereka gunakan hanyalah sufiks in, seperti cariin, lupain, temenin, tungguin, dan lain-lain. Jarang mereka berkreasi dengan proses afiksasi yang lainnya. Proses morfologis yang sering mereka gunakan adalah abreviasi terutama dalam hal singkatan dan akronim, tetapi itu pun dalam pola yang sederhana. Data untuk singkatan penulis dapatkan seperti kata pr, gr, lol, hbd, dan lain sebagainya. Jika dianalisis singkatan diatas akan sebagai berikut: pr: pekerjaan rumah pr gr: gede rasa gr lol: laugh of loud lol

41 hbd: happy birth day hbd Keempat data di atas menunjukkan singkatan yang terjadi berasal dari pengambilan fonem awal setiap masing-masing kata. Contoh kata hbd terdiri dari tiga buah fonem, yaitu fonem /h/, /b/, dan /d/. Fonem /h/ berasal dari kata happy yang diambil fonem awalnya saja. Kemudian fonem /b/ berasal dari kata birth yang diambil fonem awalnya juga. Begitu pula yang terjadi dengan fonem /d/ yang berasal dari kata day yang diambil fonem awalnya. Maka setelah digabungkan ketiga fonem tersebut terciptalah singkatan hdb. Jika dilihat dari urutan fonemnya, proses pengambilan fonem pada singkatan ini dapat digambarkan ke dalam pola di bawah ini: f 1a + f 2a + f na f 1b + f 2b + f nb f nn f 1a + f 2a +f nn Pola singkatan ini berlaku jika kata asalnya terdiri dari dua kata atau lebih. Untuk singkatan yang berasal dari satu kata memiliki pola yang lain. Singkatan yang terdiri dari satu kata, biasanya para remaja SMP menghilangkan fonem vokal dan menyisakan fonem konsonannya untuk dijadikan singkatan. Seperti pada contoh berikut ini: besok bsk (dihilangkan fonem /e/ dan /o/) dapat dpt (dihilangkan fonem /a/) kamu km (dihilangkan fonem /a/ dan /u/) Jadi, proses morfologis singkatan bahasa gaul pada tingkat remaja SMP masih sangat sederhana hanya menghilangkan fonem-fonem vokal bila katanya hanya terdiri dari satu kata dan mengambil fonem-fonem awal pada setiap kata bila katanya terdiri dari dua atau lebih.

42 Selanjutnya proses morfologis yang terjadi pada bahasa gaul remaja SMP adalah akronim. Sama halnya seperti singkatan, penggunaan akronim para remaja ini sedikit. Kalaupun mereka menggunakan akronim dalam berkomunikasi, itu dikarenakan meeka mengikuti trend bahasa gaul yang sedang berkembang sekarang. Akronim yang sering mereka gunakan seperti harkos (harapan kosong), pulsek (pulang sekolah), jamber (jam berapa), bubar (buka bareng), nobar (nonton bareng), cupu (culun punya), jadul (jaman dulu), lola (loading lambat), dan lain sebagainya Sekolah Menengah Atas (SMA) Berdasarkan data yang diperoleh, penulis melihat penggunaan bahasa gaul banyak digunakan oleh para remaja di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Semua aspek seperti afiksasi dan abreviasi banyak terjadi. Penggunaan afiksasi baik itu prefiks, sufiks, maupun konfiks banyak digunakan mereka dalam berkomunikasi. Penjelasan untuk afiksasi para remaja SMA sama seperti penjelasan analisis afiksasi di awal bab. Kemudian proses morfologis singkatan pada remaja SMA terlihat sangat banyak digunakan. Mereka mulai berkreasi membuat pola yang lain, tidak hanya sekedar mengambil fonem diawal kalimat atau menghilangkan fonem vokal tapi menggabungkannya dengan redupilkasi. Seperti pada kata jbjb singkatan dari kata join bareng. Apabila dianalisis singkatan tersebut adalah sebagai berikut: join bareng /j/ /o/ /i/ /n/ /b/ /a/ /r/ /e/ /n/ /g/ jb (direduplikasi) jbjb Kata join diambil fonem awalnya /j/, kemudian kata bareng diambil fonem awalnya /b/. Setelah itu kedua fonem tersebut digabungkan menjadi jb kemudian diulang menjadi jbjb.

43 Selain adanya reduplikasi, proses morfologis singkatan pada tingkat SMA ini banyak menggunakan singkatan-singkatan yang berasal dari bahasa Inggris. Misalnya tgif (thanks god it s friday), brb (be right back), afk (away from keyboard), tfl (thaks for like). Pola singkatan yang digunakannya sama seperti halnya singkatan pada bahasa Indonesia, hanya mengambil fonem-fonem diawal kalimat. Selanjutnya proses morfologis akronim pada tingkat remaja SMA, mereka menggunakan kosa kata bahasa Inggris tetapi kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Seperti kata chek this out menjadi cekidot, hilang feeling menjadi ilfil. Sedangkan proses morfologis akronim dalam bahasa Indonesia, para remaja SMA ini banyak menggunakan pola percampuran antara suku kata dan fonem. Misalnya kopdar (kopi darat), maksi (makan siang), harkos (harapan kosong),bisa pakai (bispak), pulsek (pulang sekolah). Jika dilihat dari pola akronimnya, remaja SMA banyak menggunakan pola 5, pola 6, dan pola 7. Proses morfologis terakhir yaitu kontraksi. Pada remaja SMA proses kontraksi banyak digunakan. Mulai dari kontraksi yang berpola sederhana sampai yang mana suka. Seperti bro, sista, napa, pain, dah, lam, gw, boil, ajj Perguruan Tinggi Di kalangan mahasiswa, semua proses morfologis bahasa gaul baik itu afiksasi maupun abreviasi semua digunakan. Porsi penggunaan singkatan yang mereka gunakan cenderung lebih banyak menggunakan singkatan-singkatan dalam bahasa Inggris, seperti tfr (thanks for request), imo (in my opinion), brb (be right back), jk (just kidding), wtw (wall to wall), ldr (long distance relationship), tgif (thanks god it s Friday), tfl (thanks for

44 like). Kemudian semua pola pada afiksasi, akronim dan kontraksi pada tingkat mahasiswa digunakan hampir merata oleh semua responden mahasiswa Pembahasan Temuan Pembahasan Afiksasi Afiksasi adalah peristiwa pembentukan kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar. Sedangkan pengertian afiks itu sendiri menurut Muslich (2008:41) ialah bentuk kebahasaan terikat yang hanya mempunyai arti gramatikal, yang merupakan unsur langsung suatu kata, tetapi bukan merupakan bentuk dasar, yang memiliki kesanggupan untuk membentuk kata-kata baru. Berkenaan dengan jenis afiksnya, biasanya proses afiksasi itu dibedakan atas prefiksasi, yaitu proses pembubuhan prefiks, konfiksasi yakni proses pembubuhan konfiks, sufiksasi yaitu proses pembubuhan sufiks, dan infiksasi yakni proses pembubuhan infiks (Chaer, 2008:27). Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti prefiksasi, sufiksasi, dan konfiksasi yang terdapat pada bahasa gaul remaja di. Penulis menemukan ada empat macam prefiks yang kerap digunakan para remaja dalam tulisan mereka di wall. Keempat prefiks ini yaitu, prefiks t-, nge-, ng-, dan ny-. Prefiks tesebut berasal dari proses morfologis yang terjadi pada prefiks ter-, dan prefiks men-. Penggunaan prefiks ter- dalam bahasa gaul remaja di wall berubah menjadi t- sedangkan prefiks men- berubah menjadi nge-, ng-, dan ny-. Peristiwa perubahan ini disebabkan adanya penghilangan fonem (reduksi) dan perubahan fonem ke fonem lain (substitusi). Keduanya merupakan bagian dari proses morfofonemis.

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini menyajikan desain penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Sebagaimana telah dijelaskan dalam dua bab sebelumnya, penelitian ini menggunakan kerangka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Proses Komunikasi Remaja Menurut Wiryanto dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, ia mendefinisikan komunikasi sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

BAB II. Telaah Morfologis terhadap Ragam Bahasa Remaja. dalam Media Jejaring Sosial Facebook

BAB II. Telaah Morfologis terhadap Ragam Bahasa Remaja. dalam Media Jejaring Sosial Facebook BAB II Telaah Morfologis terhadap Ragam Bahasa Remaja dalam Media Jejaring Sosial Penelitian ini menelaah ihwal penggunaan bahasa remaja dalam ditinjau dari sisi morfologisnya. Oleh karena itu, bab ini

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Afiks dan Afiksasi Ramlan (1983 : 48) menyatakan bahwa afiks ialah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Setiap bahasa di dunia memiliki sistem kebahasaan yang berbeda. Perbedaan sistem bahasa itulah yang menyebabkan setiap bahasa memiliki ciri khas dan keunikan, baik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan

BAB II LANDASAN TEORI. Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Morfologis Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (Samsuri, 1983:25). Proses morfologis juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi sesama manusia. Dengan bahasa,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI Problem in Preparing Sentence Morphological Class of 10 High School Students Wahidiyah Kediri Oleh: FITRIANA HARIYANTI

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia Assalamu alaikum Wr. Wb Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA Bahasa yang terpenting di kawasan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dianalisis pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa persamaan dan perbedaan perubahan fonem yang terjadi pada proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan berbahasa meliputi mendengar, berbicara, membaca, menulis. Keempat kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang diterapkan dalam melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

PEMAKAIAN BAHASA GAUL PENYIAR RADIO JPI FM DALAM ACARA POPIKU PADA BULAN FEBRUARI MINGGU PERTAMA

PEMAKAIAN BAHASA GAUL PENYIAR RADIO JPI FM DALAM ACARA POPIKU PADA BULAN FEBRUARI MINGGU PERTAMA PEMAKAIAN BAHASA GAUL PENYIAR RADIO JPI FM DALAM ACARA POPIKU PADA BULAN FEBRUARI MINGGU PERTAMA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, beberapa bahasa di dunia, dalam penggunaannya pasti mempunyai kata dasar dan kata yang terbentuk melalui suatu proses. Kata dasar tersebut

Lebih terperinci

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif) Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif) Muhamad Romli, S.S. 1 M. Wildan, S.S., M.A. 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian tentang persamaan dan perbedaan afikasasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BERBAHASA TATARAN MORFOLOGI DALAM SKRIPSI MAHASISWA PBSI IKIP PGRI MADIUN TAHUN AKADEMIK 2013/2014.

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BERBAHASA TATARAN MORFOLOGI DALAM SKRIPSI MAHASISWA PBSI IKIP PGRI MADIUN TAHUN AKADEMIK 2013/2014. ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BERBAHASA TATARAN MORFOLOGI DALAM SKRIPSI MAHASISWA PBSI IKIP PGRI MADIUN TAHUN AKADEMIK 2013/2014 Nia Binti Qurota A yuni 1), Agus Budi Santoso 2), Dwi Rohman Soleh 3) 1,2,3)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI Disusun Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Disusun Oleh LISDA OKTAVIANTINA

Lebih terperinci

PENGGUNAAN VARIASI BAHASA REMAJA DALAM RUBRIK MISS GAUL PADA MAJALAH GADIS

PENGGUNAAN VARIASI BAHASA REMAJA DALAM RUBRIK MISS GAUL PADA MAJALAH GADIS 0 PENGGUNAAN VARIASI BAHASA REMAJA DALAM RUBRIK MISS GAUL PADA MAJALAH GADIS SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan pendidikan S1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Morfologi Morfologi merupakan suatu cabang linguistik yang mempelajari tentang susunan kata atau pembentukan kata. Menurut Ralibi (dalam Mulyana, 2007: 5), secara

Lebih terperinci

JURNAL LOGIKA, Vol XVIII, No 3, Desember 2016 p-issn: e-issn:

JURNAL LOGIKA, Vol XVIII, No 3, Desember 2016 p-issn: e-issn: PENGARUH BAHASA GAUL TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA MAHASISWA UNSWAGATI Ratna Prasasti Suminar (Universitas Swadaya Gunung Jati) Abstrak Bahasa adalah identitas dari suatu negara sebagai alat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA AFIKS PADA TAJUK RENCANA KOMPAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

ANALISIS MAKNA AFIKS PADA TAJUK RENCANA KOMPAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA ANALISIS MAKNA AFIKS PADA TAJUK RENCANA KOMPAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA Fitri Megawati, Tri Mahajani, Sandi Budiana ABSTRAK Fitri Megawati, Analisis Makna Afiks pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa akan selalu berhubungan dengan masyarakat penutur begitu pula sebaliknya, masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

BAB 3 SUFIKS IN DAN PERBANDINGANNYA DENGAN SUFIKS I DAN KAN. Dalam bab ini, penulis memaparkan bentuk-bentuk sufiks in yang terdapat

BAB 3 SUFIKS IN DAN PERBANDINGANNYA DENGAN SUFIKS I DAN KAN. Dalam bab ini, penulis memaparkan bentuk-bentuk sufiks in yang terdapat BAB 3 SUFIKS IN DAN PERBANDINGANNYA DENGAN SUFIKS I DAN KAN 3.1 Pengantar Dalam bab ini, penulis memaparkan bentuk-bentuk sufiks in yang terdapat dalam data (novel Cowok Nyebelin Banget). Bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran.

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran. BAB 4 PENUTUP Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya dan sebagai langkah akhir pada Bab 4 ini, dikemukakan simpulan hasil penelitian dan saran-saran. Berikut ini diuraikan secara

Lebih terperinci

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Chaer (2008:25) mengemukakan bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Chaer (2008:25) mengemukakan bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Morfologis Chaer (2008:25) mengemukakan bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses

Lebih terperinci

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu Eighty Risa Octarini 1, I Ketut Darma Laksana 2, Ni Putu N. Widarsini 3 123 Program Studi Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai interferensi BS pada pemelajaran berbicara BI, ditemukan beberapa interferensi sebagai berikut. (1) IF BS pada pemelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media cetak tergolong jenis media massa yang paling populer. Yeri & Handayani (2013:79), menyatakan bahwa media cetak merupakan media komunikasi yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu

Lebih terperinci

THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR

THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR 1 THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR Siti Andriana 1, Mangatur Sinaga 2, Hj. Hasnah Faizah 3. Sitiandriana94@gmail.com.

Lebih terperinci

INTERFERENSI MORFOLOGI BAHASA OGAN DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA MURID SEKOLAH DASAR. Oleh: Dewi Sri Rezki Cucu Sutarsyah Nurlaksana Eko Rusminto

INTERFERENSI MORFOLOGI BAHASA OGAN DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA MURID SEKOLAH DASAR. Oleh: Dewi Sri Rezki Cucu Sutarsyah Nurlaksana Eko Rusminto INTERFERENSI MORFOLOGI BAHASA OGAN DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA MURID SEKOLAH DASAR Oleh: Dewi Sri Rezki Cucu Sutarsyah Nurlaksana Eko Rusminto Email: dewisrirezki@ymail.com ABSTRACT This study aimed

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan bahasa untuk bekerjasama. Bahasa itu digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan bahasa untuk bekerjasama. Bahasa itu digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memerlukan bahasa untuk bekerjasama. Bahasa itu digunakan sebagai alat komunikasi untuk berbagai macam keperluan, seperti dalam beribadah, belajar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa dialek Cirebon di Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan leksikal dengan memanfaatkan tinjauan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kependekan kata dalam tindak komunikasi sehari-hari semakin sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Kependekan kata dalam tindak komunikasi sehari-hari semakin sering BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kependekan kata dalam tindak komunikasi sehari-hari semakin sering ditemukan. Menurut Harimurti Kridalaksana (2007: 159), kependekan merupakan hasil dari proses pemendekan

Lebih terperinci

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS Nuraeni, Shinta Yunita Tri. 2017. Abreviasi dalam Menu Makanan dan Minuman di Kota Semarang: Suatu Kajian Morfologis.

Lebih terperinci

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 Zuly Qurniawati, Santi Ratna Dewi S. Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Majalah merupakan bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk dapat berinteraksi dengan manusia lainnya, di samping itu bahasa dapat menjadi identitas bagi penuturnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Chaer (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Chaer (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama manusia. Chaer (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak

Lebih terperinci

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU Oleh: Ida Satriyani Kasran Ramsi ABSTRAK Masalah pokok dalam penelitian ini adalah apa sajakah afiks infleksi dalam bahasa Kulisusu, dalam hal ini meliputi pembagian afiks

Lebih terperinci

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum i BUKU AJAR Bahasa Indonesia Azwardi, S.Pd., M.Hum i ii Buku Ajar Morfologi Bahasa Indonesia Penulis: Azwardi ISBN: 978-602-72028-0-1 Editor: Azwardi Layouter Rahmad Nuthihar, S.Pd. Desain Sampul: Decky

Lebih terperinci

Analisa dan Evaluasi Afiks Stemming untuk Bahasa Indonesia

Analisa dan Evaluasi Afiks Stemming untuk Bahasa Indonesia ISSN : 088-9984 Seminar Nasional dan ExpoTeknik Elektro 0 Analisa dan Evaluasi Afiks Stemming untuk Bahasa Indonesia Jiwa Malem Marsya ) dan Taufik Fuadi Abidin ) ) Data Mining and IR Research Group FMIPA

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan Berbahasa Jawa dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ambal Tahun Pelajaran 2014/2015

Analisis Kesalahan Berbahasa Jawa dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ambal Tahun Pelajaran 2014/2015 Analisis Kesalahan Berbahasa Jawa dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ambal Tahun Pelajaran 2014/2015 Oleh : Mujilestari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa moedjilestari09@gmail.com

Lebih terperinci

PDF created with FinePrint pdffactory trial version YUK BELAJAR NIHONGO

PDF created with FinePrint pdffactory trial version  YUK BELAJAR NIHONGO 1 YUK BELAJAR NIHONGO PENGANTAR Saat ini sedang bekerja di sebuah perusahaan Jepang? Atau barangkali sedang kuliah jurusan Bahasa Jepang, atau suatu saat anda ingin pergi ke Jepang baik untuk belajar atau

Lebih terperinci

VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK

VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK Cut Poetri Keumala Sari Abstrak Skripsi ini berjudul Verba yang Berkaitan dengan Aktivitas Mulut: Kajian Morfosemantik. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kriya. (Nurhayati, 2001: 69) menyatakan bahwa verba atau tembung kriya

BAB I PENDAHULUAN. kriya. (Nurhayati, 2001: 69) menyatakan bahwa verba atau tembung kriya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata kerja (verba) dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah tembung kriya. (Nurhayati, 2001: 69) menyatakan bahwa verba atau tembung kriya merupakan kata yang

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG BAHASA ALAY

ARTIKEL TENTANG BAHASA ALAY ARTIKEL TENTANG BAHASA ALAY Nama : Rezha Eka Firmansyah Kelas : XII IPA 1 Absen : 08 1 eiring dengan majunya peradaban manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia, komunikasi menjadi salah satu penandanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

ANALISIS AFIKSASI BAHASA MELAYU SUB DIALEK MANTANG BESAR KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN ARTIKEL E-JOURNAL

ANALISIS AFIKSASI BAHASA MELAYU SUB DIALEK MANTANG BESAR KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN ARTIKEL E-JOURNAL ANALISIS AFIKSASI BAHASA MELAYU SUB DIALEK MANTANG BESAR KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN ARTIKEL E-JOURNAL Oleh ROSITA NIM 090388201278 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Dengan maksud merangkum seluruh uraian yang terdapat pada bagian pembahasan, pada bagian ini dirumuskan berbagai simpulan. Simpulan yang dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS DALAM BAHASA INDONESIA. (Analisis Bahasa Karya Samsuri) Oleh: Tatang Suparman

PROSES MORFOLOGIS DALAM BAHASA INDONESIA. (Analisis Bahasa Karya Samsuri) Oleh: Tatang Suparman PROSES MORFOLOGIS DALAM BAHASA INDONESIA (Analisis Bahasa Karya Samsuri) Oleh: Tatang Suparman FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2008 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : KOSAKATA BAHASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

Siti Zumrotul Maulida: Merubah, Mengobah atau...,

Siti Zumrotul Maulida: Merubah, Mengobah atau..., MERUBAH, MEROBAH ATAU MENGUBAH? Analisa terhadap Variasi Bentuk Awalan dalam Proses Morfologis Pembentukan Kata Bahasa Indonesia Siti Zumrotul Maulida IAIN Tulungagung, Jl. Mayor Soejadi No. 46 Tulungagung

Lebih terperinci

AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI

AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

KESALAHAN AFIKS DALAM CERPEN DI TABLOID GAUL

KESALAHAN AFIKS DALAM CERPEN DI TABLOID GAUL DEIKSIS Vol. 09 No.02, Mei 2017 p-issn: 2085-2274, e-issn 2502-227X hal. 273-282 KESALAHAN AFIKS DALAM CERPEN DI TABLOID GAUL Yulian Dinihari Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Teknik, Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retno Eko Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retno Eko Wulandari, 2013 BAB I PENDAHULUAN Pada bab I akan dipaparkan latar belakang, masalah penelitian yang meliputi identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

INTERFERENSI MORFOLOGIS BAHASA MELAYU BETAWI TERHADAP BAHASA MINANGKABAU REMAJA KOTA PADANG

INTERFERENSI MORFOLOGIS BAHASA MELAYU BETAWI TERHADAP BAHASA MINANGKABAU REMAJA KOTA PADANG INTERFERENSI MORFOLOGIS BAHASA MELAYU BETAWI TERHADAP BAHASA MINANGKABAU REMAJA KOTA PADANG Oleh: Abdurrahman 1, Ngusman 2, Nursaid 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985:

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pembahasan dalam bab V terbagi menjadi dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan dan saran berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV sebelumnya. 5.1 Simpulan Tujuan utama penelitian

Lebih terperinci

ABREVIASI, AFIKSASI, DAN REDUPLIKASI RAGAM BAHASA REMAJA DALAM MEDIA SOSIAL FACEBOOK

ABREVIASI, AFIKSASI, DAN REDUPLIKASI RAGAM BAHASA REMAJA DALAM MEDIA SOSIAL FACEBOOK ABREVIASI, AFIKSASI, DAN REDUPLIKASI RAGAM BAHASA REMAJA DALAM MEDIA SOSIAL FACEBOOK Permatasari, Nanda Putri. 2013. Abreviasi, Afiksasi, dan Reduplikasi Ragam Bahasa Remaja dalam Media Sosial Facebook.

Lebih terperinci