BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Attention-deficit/hyperactive disorders (ADHD) sesungguhnya bukanlah
|
|
- Yanti Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention-deficit/hyperactive disorders (ADHD) sesungguhnya bukanlah diagnosis baru dalam bidang ilmu kedokteran jiwa. Gangguan ini sudah diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Inggris, Prof. George F. Still, pada Dalam penelitiannya, analisis studi kasus pada dua puluh anak, Still menemukan adanya gangguan dalam memusatkan perhatian. Anak-anak yang mengalami gangguan tersebut juga menunjukkan perilaku gelisah dan resah. Menurut Still, gangguan tersebut berasal dari bawaan biologis atau dari dalam diri anak, bukan karena faktor lingkungan. Penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Mannuzza dan kawan-kawan di New York, Amerika Serikat, pada 104 anak laki-laki dengan ADHD mengungkapkan, 11 persen berlanjut menjadi ADHD pada masa dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh Spencer, Cumyn, Barkley, dan Bierderman dalam penelitian yang berbeda juga melaporkan, sebanyak 60 persen anak-anak dengan ADHD akan menunjukkan gejala-gejala subklinis ADHD pada masa dewasa. ADHD paling baik dipahami sebagai sebuah gangguan perkembangan saraf awal pada masa kanak-kanak yang dapat berlanjut hingga dewasa (McIntosh D. et al., 2009). Perjalanan gangguan ADHD sangat bervariasi dengan gejala yang kurang dapat menetap sampai remaja atau dewasa. Kurang lebih persen anak ADHD tetap akan memiliki gejala ADHD atau beberapa gejala sisa sampai dewasa (Sadrock B.J, 2003).
2 2 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Limoa et al. (2005), didapatkan hasil, pasien yang mengalami ADHD paling banyak pada golongan umur 0 5 tahun sebanyak 37 orang (56,06 persen), berumur 6 10 tahun sebanyak 26 orang (39,39 persen), berumur tahun sebanyak 2 pasien (3,03 persen), dan berumur tahun sebanyak 1 pasien (1,52 persen). Sementara itu, prevalensi ADHD pada orang dewasa di seluruh dunia adalah 2 7 persen dan cenderung menurun sesuai usia. Beberapa studi pada orang dewasa dengan perilaku penyalahgunaan zat menunjukkan, persen di antaranya mempunyai ciri ADHD. Sebuah penelitian menyatakan, terdapat predisposisi genetik yang tinggi. Selain itu, terdapat penelitian yang mengungkapkan adanya abnormalitas struktur dan fungsi otak yang kongruen dengan data neuropsikologi (Simon et al., 2009). Saat ini, para ahli kesehatan belum mengetahui secara pasti penyebab ADHD pada orang dewasa. Penelitian-penelitian menunjukkan banyak faktor yang memengaruhi, di antaranya genetik, struktur anatomi, dan neurokimiawi otak (Simon et al., 2009 ). ADHD sebenarnya bukan semata-mata gangguan yang ditandai dengan inatensi, hiperaktivitas, atau kombinasi keduanya. Dari berbagai penelitian ditemukan, ADHD terkait dengan gangguan fungsi eksekutif. Pada ADHD dewasa, gangguan ini sangat berperan (Martel et al., 2007). Sebuah penelitian meta-analisis melaporkan bahwa penderita ADHD memiliki gangguan pada domain fungsi eksekutif. ADHD dewasa menunjukkan penurunan yang signifikan pada neuropsikologi, respons inhibisi, kewaspadaan,
3 3 working memory, dan perencanaan. Fungsi eksekutif secara signifikan berhubungan dengan ADHD, tetapi tidak sebagai gejala tunggal dan cukup untuk mendiagnosis ADHD (Willcut et al., 2005; Murphy & Adler, 2005). Masih banyak klinisi yang tidak mengenali gangguan fungsi eksekutif pada ADHD dewasa. Gangguan fungsi eksekutif sebenarnya mudah dikenali dan diperiksa dengan menggunakan inventori yang tepat (Murphy & Adler, 2005). Dalam perkembangan selanjutnya, ADHD sering komorbid dengan gangguan depresif berat (major depressive disorder-mdd). Sejumlah penelitian berhasil membuktikan mengenai komorbiditas depresi dan ADHD, tetapi hanya sedikit alat yang dapat digunakan untuk mendiagnosis dan mengobati gangguangangguan yang muncul. Depresi komorbid sering terjadi pada ADHD dewasa. Menurut penelitian Replikasi Survei Komorbiditas Nasional (the National Comorbidity Survey Replication-NCSR), prevalensi MDD pada orang dewasa dengan ADHD adalah 18,6 persen dibandingkan 7,8 persen pada responden tanpa ADHD. Hubungan yang lebih impresif, meskipun lebih jarang, ditemukan untuk dysthymia (12,8 persen dibandingkan 1,9 persen). Kebalikannya juga benar, ADHD sering ditemukan pada orang dewasa dengan gangguan depresi. Angka yang dilaporkan berkisar dari 9 16 persen (McIntosh D. et al, 2009). Orang ADHD komorbid dengan gangguan depresi, berisiko lebih besar untuk mempunyai prognosis lebih buruk dan risiko bunuh diri yang lebih tinggi pada anak-anak dan remaja. Kondisi tersebut menyebabkan timbulnya biaya yang lebih besar pada masyarakat dan individu ADHD komorbid dengan depresi. Sebagai contoh, pasien dengan ADHD komorbiditas dengan gangguan kejiwaan
4 4 lain terbukti lebih sering menganggur daripada pasien dengan ADHD saja (34,5 persen berbanding 6,7 persen). Namun, penemuan ini bukan merupakan sebuah temuan yang signifikan karena ukuran sampel yang kecil (McIntosh D. et al, 2009). Biederman et al. (2005) menerbitkan sebuah artikel yang mengambil 123 perempuan muda dengan ADHD dan 122 perempuan sebagai kelompok kontrol selama lima tahun menjadi remaja/dewasa awal. Sebanyak 40,7 persen perempuan dengan ADHD pada awal memiliki MDD dengan derajat sedang hingga berat. Sementara itu, hanya 11 persen dari kelompok kontrol yang mengalami MDD. Pada tindak lanjut titik waktu lima tahun, sebanyak 65 persen (80/123) dari perempuan dengan ADHD mengalami MDD dibandingkan 20,5 persen dari kelompok kontrol. Bahkan, setelah penyesuaian untuk kondisi komorbiditas, hubungan antara ADHD dan MDD masih signifikan (95 persen interval kepercayaan 1,5 4,2; p < 0,01). Depresi yang muncul pada pasien penyalahguna zat yang komorbid ADHD berakibat meningkatnya angka kejadian bunuh diri. Komorbiditas dengan gangguan penggunaan zat (substance use disorder-suds) layak mendapat perhatian khusus karena tingginya tingkat ADHD dalam populasi SUD. Pada penelitian ini sering ditemukan keterkaitan ADHD dengan penyalahgunaan zat, termasuk adanya ketergantungan zat. Yang dimaksud dengan penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat yang bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung selama satu bulan sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Disebut sebagai ketergantungan jika penggunaan telah menyebabkan
5 5 terjadinya toleransi dan bila berhenti atau mengurangi jumlah zat psikoaktif yang digunakan, akan menimbulkan gejala putus zat. Sebuah hubungan dua arah antara ADHD dan SUD dilaporkan dengan gejala ADHD lebih terwakili dalam populasi SUD dan SUD pada populasi ADHD (Kooji et al., 2010). Penelitian case control yang dilakukan oleh Wilens et al. tahun 2005, menunjukkan hasil bahwa pasien penyalahguna zat komorbid dengan ADHD sebanyak 32 persen% mengalami depresi (Wilens et al., 2005). Penelitian protokol yang dilakukan di The Louis Mourier University Hospital in Colombo, Prancis, pada 2012, menyatakan bahwa angka kejadian depresi pada pasien dengan gangguan adiksi (penyalahguna zat, bulimia nervosa, anoreksia, kompulsif, dan judi patologis) komorbid ADHD sebanyak 25 persen. Sementara angka kejadian bunuh diri pada pasien rawai inap maupun rawat jalan dengan gangguan adiksi komorbid ADHD sebesar 2,5 persen (Romo L, et al., 2012). Sebuah studi prospektif longitudinal yang dilakukan oleh Kooji (2003 ) dan Kooji (2009) menunjukkan, diagnosis ADHD pada masa kanak-kakak atau remaja meningkatkan risiko terjadinya SUDs di masa yang akan datang. Sebanyak 25 penelitian yang telah dilakukan kepada penyalahguna zat dalam sampel prevalensi ADHD diperkirakan sekitar 45 persen sampai 55 persen. Pada dewasa muda dengan ADHD persisten, tingkat komorbiditas dengan SUDs mencapai persen. Pada situasi yang lain, sebanyak 34 persen remaja yang mendapat penanganan karena kasus SUDs ternyata juga mengalami ADHD. Hal tersebut dikaitkan dengan beberapa faktor. Pertama, ADHD mempunyai beberapa faktor
6 6 risiko biologis yang sama dengan SUDs, diperkirakan keduanya mempunyai kesamaan genetik atau faktor risiko familial lainnya. Kedua, faktor komorbiditas berupa gangguan perilaku komorbid, seperti oppositional defiant disorder dan conduct disorder, dan gangguan bipolar komorbid juga berperan meningkatkan risiko SUDs. Self-medication terhadap gejala kecemasan, depresi, dan agresi merupakan salah satu penyebab terjadinya SUDs. Ketiga gangguan tersebut sering terjadi pada pasien ADHD. Namun, gejala ADHD itu sendiri ternyata dapat secara langsung meningkatkan risiko SUDs. Dengan adanya impulsivitas dan judgement yang kurang baik, anak dengan ADHD sering mencoba obat-obatan terlarang tanpa berpikir panjang. Kasus lainnya, pada ADHD kronis dengan kegagalan di sekolah dan lingkungan sosial dapat terjadi demoralisasi, yang kemudian mengarah ke penyalahgunaan zat. Ketiga, secara garis besar penatalaksaan pasien ADHD melibatkan peran farmakoterapi dan psikoterapi. Dalam hal ini terapi medikasi atau farmakologi masih dianggap sebagai terapi lini pertama untuk ADHD. Terapi medikasi dibedakan menjadi dua golongan, yaitu dan nonstimulan. Dibandingkan obat-obat nonstimulan, obat-obat stimulan telah terbukti menjadi pilihan utama. Meskipun ada banyak tantangan dalam mengidentifikasi ADHD tidak terdiagnosis pada pasien SUD, skrining sistematis perlu dilakukan oleh psikiater. Hal ini sangat penting karena pasien SUD dengan ADHD komorbid sering hadir dengan bentuk SUD yang sudah parah ditandai dengan onset dini, durasi SUD lebih lama, penurunan yang lebih besar, dan transisi pendek dari penggunaan zat ketergantungan. Penelitian mengatakan bahwa ADHD telah meningkatkan risiko
7 7 bunuh diri pada remaja SUD. Hasil pengobatan SUD pasien pada program terapi rumatan metadon (PTRM) di Amerika Serikat signifikan memiliki gejala ADHD (Kooji et al., 2010). Dari sejumlah uraian di atas, komorbiditas antara ADHD, depresi, dan penyalahgunaan zat mempunyai efek negatif yang merugikan pasien, keluarga, lingkungan, serta negara. Kondisi tersebut tentu membutuhkan intervensi dari para klinisi dan keluarga pasien secara komprehensif untuk menentukan dan melakukan penatalaksanaan yang tepat. B. Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan depresi pada pasien penyalahguna zat komorbid ADHD dewasa dengan tanpa ADHD dewasa? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian tentang latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi depresi pada pasien penyalahguna zat komorbiditas ADHD dewasa. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan bisa memperkaya kajian atau pembelajaran dalam pengembangan ilmu kedokteran jiwa. Selain itu, memberikan tambahan pengetahuan tentang depresi pada pasien penyalahguna zat komorbid ADHD dewasa di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Manfaat ini dapat diarahkan untuk membantu mempermudah aspek promosi dan edukasi kesehatan mental.
8 8 2. Manfaat Praktis 2.1 Bagi Masyarakat Jika kelak hasil penelitian ini disadur ke dalam bentuk bacaan populer, diharapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya keluarga yang merawat pasien ADHD dewasa dengan gangguan depresi dan penyalahgunaan zat atau obat-obatan. Dengan demikian, penatalaksanaan pasien tersebut dapat berjalan efektif dan efisien. 2.2 Bagi Penyedia Layanan Kesehatan Mental Memahami tingkat depresi yang dialami pasien penyalahgunaan zat dan mendeteksi adanya gejala ADHD dewasa akan meringankan kegiatan penyedia layanan kesehatan mental. Kegiatan tersebut bisa berupa upaya promotif dan preventif dalam penatalaksanaan gangguan mental. Dengan demikian, penyedia layanan kesehatan mental dapat memperkaya literaturnya untuk membangun sistem pendukung bagi pasien dengan lebih baik. 2.3 Bagi penyusunan kebijakan kesehatan kejiwaan Penelitian ini diharapkan membawa hasil penting sebagai pertimbangan perancangan kebijakan kesehatan jiwa yang disusun oleh otoritas negara. Kebijakan tersebut nantinya akan menjadi panduan para penyelenggara layanan kesehatan jiwa baik formal ataupun informal, komunitas, maupun organisasi swadaya kesehatan mental yang akan mendukung dan memberi bantuan memadai bagi keluarga yang memiliki individu dengan masalah kejiwaan pada umumnya. Terutama keluarga yang merawat pasien yang mengalami depresi dan penyalahgunaan zat, serta mempunyai gejala ADHD dewasa. Hasil penelitian ini
9 9 juga diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan untuk mengetahui adanya depresi yang pernah maupun sedang menyalahgunakan zat dan mendeteksi adanya gejala ADHD dewasa. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Komorbiditas Perilaku ADHD dewasa pada pasien penyalahguna zat yang mengalami depresi ini bukan yang pertama kali dilakukan. Sebelumnya telah ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan pengetahuan guru tentang ADHD. 1. Kim J. H. et al. (2013) dengan judul penelitian The WHO Adult ADHD Self-Report Scale: Reliability and Validity of the Korean Version di Seoul, Korea Selatan. Rancangan penelitian menggunakan cross sectional study. Penelitian ini menggunakan analisis Pearson untuk memeriksa faktor struktur, konsistensi internal, dan validitas konvergen dari ASRS dalam sampel Korea. Hasil akhir dari penelitian tersebut, ASRS menunjukkan konsistensi internal yang baik dan keandalan tes-tes ulang. Korelasi antara ASRS dan tindakan ADHD dewasa lainnya yang tinggi memberikan bukti validitas konvergen. Tidak ada perbedaan jenis kelamin dalam ASRS, BDI, dan STAI-S. Perbedaan berdasarkan jenis kelamin ditemukan hanya pada STAI-T dan Hiperaktif subskala dari CAARS. Perbedaan penelitian dengan penulis adalah penentuan validitas dan reliabilitas instrumen untuk mengukur ada atau tidaknya gejala ADHD. 2. Diagre C. et al. (2009) dengan judul penelitian Adult ADHD Self-Report Scale (ASRS-v1.1) symptom checklist in Patients with Substance Use Disorders di Barcelona, Spanyol. Rancangan penelitian menggunakan deskriptif, prospektif,
10 10 dan psikometri. Hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis faktorial dilakukan dengan rotasi varimax. Untuk menentukan penyesuaian struktur antarkorelasi, didapatkan bahwa ASRS-v1.1 adalah alat skrining sederhana yang berguna dan memiliki validitas untuk mengidentifikasi ADHD di antara pasien kecanduan. Perbedaan dengan penelitian penulis adalah lokasi penelitian dan tujuan penelitian. 3. Wilens T. E. et al.(2005) dengan judul penelitian Characteristics of Adults with Attention DeficitHyperactivity Disorder Plus Substance Use Disorder: The Role of Psychiatric Comorbidity di Boston, Amerika Serikat. Rancangan penelitian menggunakan case control study. Analisis data menggunakan regresi logistik menemukan tingginya komorbiditas psikiatri, terutama gangguan mood dan kecemasan pada populasi penyalahguna zat komorbid ADHD relatif terhadap subjek dengan atau kelompok kontrol (penyalahguna zat yang tidak komorbid ADHD). Perbedaan dengan penelitian penulis adalah lokasi penelitian, instrumen dan tujuan penelitian. 4. Romo L. et al. (2012) dengan judul Attention Deficit/ Hyperactive Disorder (ADHD) in a Group of Patients with Addictive Problems: Exploratory Study in France. Penelitian protokol atau awal ini dilakukan pada pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan dengan masalah adiksi yang komorbid ADHD. ADHD dewasa dinilai dengan Webder Utah Rating Scale (WURS) dan Brown ADD Scale. Penilaian impulsivitas dengan menggunakan Barrat s Impulsiveness scale (BIS-10), sedangkan penilaian depresi dan cemas menggunakan the Hospital Anxiety dan Depression Scale (HAD) dan the Montgomery and Asberg
11 11 Depression Rating Scale (MADRS). Perbedaan dengan penelitian penulis adalah subjek penelitian, lokasi penelitian, instrumen yang digunakan, dan tujuan penelitian. 5. Hines J. L. et al.(2012) dengan judul The Adult ADHD Self-Report Scale for Screening for Adult Attention Deficit-Hyperactivity Disorder (ADHD). Penelitian ini memvalidasi instrumen untuk menilai ADHD dewasa, dilakukan di delapan pelayanan kesehatan primer Pensylvania, Amerika Serikat. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu ASRS-v1.1 dan Corner s Adult ADHD Rating Scale (CAARS-S). Hasil dari penelitian adalah sensitivitas 1,0 dan spesifisitas 0,71. Data penelitian diolah dengan SAS 9.1 dan analisis data menggunakan fisher exact test. Perbedaan dengan penelitian penulis adalah tempat penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, pengolahan, dan analisis statistik. 6. Kessler R. C. et al. (2006) dengan judul The Prevalence and Correlates of Adult ADHD in the United States: Result From the National Comorbidity Survey Replication di Amerika Serikat. Penelitian dilakukan di seluruh negara bagian Amerika Serikat. Pelaksananya adalah staf dari Michigan University dan Harvard University. Jenis penelitian retrospektif dan prospektif kohort, dengan melakukan kunjungan rumah untuk melihat gejala ADHD pada riwayat sebelumnya dan diikuti selama satu tahun ke depan. Data dianalisis menggunakan regresi logistik dan diolah dengan SUDAAN. Perbedaan dengan penelitian penulis adalah tempat penelitian, subjek, instrumen penelitian, jenis penelitian, tujuan, pengolahan, dan analisis statistik.
12 12 7. Huh Y. et al.(2011) dengan judul A Comparison of Comorbidity and psychological Outcomes in Children and Adolescent with Attention- Deficit/Hyperactivity Disorder di Seoul, Korea Selatan. Subjek penelitian adalah anak dan remaja pasien rawat inap maupun rawat jalan di Samsung Medical Center pada Maret 2004 Januari Subjek penelitian didiagnosis ADHD sesuai kriteria DSM IV oleh psikiater anak. Instrumen yang digunakan, yaitu Kiddie-Schedule for Affective Disorders and Schizophrenia Present and Lifetime (K-SADS-PL) versi Korea. Analisis data menggunakan statistical analysis system version 9.0. Variabel jenis kelamin dan subtipe ADHD dianalisis dengan chisquare tes atau Fisher s exact test, sedangkan analisis variabel usia dan IQ dengan two-sample t-test atau Mann Whotney test. Hasilnya, anak dengan ADHD komorbid depresi sebanyak 12 persen, sedangkan remaja dengan ADHD komorbid depresi sebanyak 22 persen. Perbedaan dengan penelitian penulis adalah tempat penelitian, subjek, metode penelitian, instrumen, dan tujuan penelitian.
BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling sering terjadi pada
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic
Lebih terperinciEARLY-ONSET BIPOLAR DISORDERS. Dr. Ika Widyawati, SpKJ(K)
EARLY-ONSET BIPOLAR DISORDERS Dr. Ika Widyawati, SpKJ(K) EPIDEMIOLOGI NCS (National Comorbidity Survey): ggn bipolar-i menurut DSM-III-R ± 0,4% pd usia 15-54 thn. Peter M.Lewinsohn dkk 1% (terutama ggn
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciPedologi. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi
Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Pedologi Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id ADHD (Attention Deficit Hyperactive
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator kesejahteraan rakyat pada suatu negara. Angka harapan hidup penduduk Indonesia naik dari 70,45
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh ketidakmampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ADHD merupakan istilah berbahasa Inggris kependekan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder (Attention = perhatian, Deficit = kekurangan, Hiperactivity
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sebagian besar penelitian telah menggunakan. istilah psikosis episode awal sebagai nama lain untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagian besar penelitian telah menggunakan istilah psikosis episode awal sebagai nama lain untuk skizofrenia dan biasanya menerapkan definisi operasional yang diakui
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Bipolar I Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Text Revision edisi yang ke empat (DSM IV-TR) ialah gangguan gangguan mood
Lebih terperinciJOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001
JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPPH) merupakan satu di antara beberapa kondisi kesehatan kronis yang
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. Mood disorders atau gangguan emosional merupakan. salah satu gangguan mental yang umum terjadi. Sekitar 3
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mood disorders atau gangguan emosional merupakan salah satu gangguan mental yang umum terjadi. Sekitar 3-5% populasi pada suatu saat dalam kehidupannya pernah megalami
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian cross sectional digunakan pendekatan transversal, dimana observasi terhadap variabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional memberikan dampak perubahan pada sistem kesehatan Indonesia ke dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Layanan kesehatan tingkat
Lebih terperinciIPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.
IPAP PTSD Tambahan Prinsip Umum I. Evaluasi Awal dan berkala A. PTSD merupakan gejala umum dan sering kali tidak terdiagnosis. Bukti adanya prevalensi paparan trauma yang tinggi, (termasuk kekerasan dalam
Lebih terperinciPROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 PSIKIATRI DEPARTEMEN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA FK UNAIR - RSU dr.soetomo SURABAYA 2015
LAPORAN PENELITIAN PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI TERSTRUKTUR PADA PENGASUH UTAMA ANAK ADHD TERHADAP PENURUNAN DERAJAT KEPARAHAN ADHD DI UNIT RAWAT JALAN PSIKIATRI ANAK RSUD dr SOETOMO SURABAYA Oleh: Saiful
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut World Health Organization (WHO, 2005). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Depkes,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk usia lanjut tumbuh lebih cepat daripada kelompok umur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proporsi penduduk usia lanjut tumbuh lebih cepat daripada kelompok umur lainya. Pada tahun 2014, tingkat pertumbuhan tahunan untuk penduduk berumur 60 tahun atau lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai di masyarakat, baik anak-anak, remaja, dewasa. maupun lanjut usia. Cedera kepala dapat dikaitkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan kasus yang cukup banyak dijumpai di masyarakat, baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Cedera kepala dapat dikaitkan dengan begitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Banyak tugas yang harus dicapai seorang remaja pada fase ini yang seringkali menjadi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa kedokteran merupakan golongan dewasa muda yang unik, yang memiliki komitmen akademik dan gaya hidup yang dapat berimbas pada kebiasaan tidurnya dan mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak dengan penyakit kronis lebih rentan mengalami gangguan psikososial dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit neurologi seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di dalam kandungan. Pertumbuhan serta perkembangan anak yang normal menjadi impian setiap
Lebih terperinciGangguan Mood/Suasana Perasaan
Gangguan Mood/Suasana Perasaan Definisi: Merupakan kelompok gangguan yang melibatkan gangguan berat dan berlangsung lama dalam emosionalitas, yang berkisar dari kegirangan sampai depresi berat Major depressive
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan penyakit dengan angka kematian tinggi. Data Global
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit dengan angka kematian tinggi. Data Global Action Againts Cancer (2006) dari WHO menyatakan bahwa angka kematian akibat kanker dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada usia dewasa. Insidens SN pada salah satu jurnal yang dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu penyakit ginjal serta kelainan glomerular pada anak yang paling sering ditemukan. Prevalensi sindrom nefrotik pada anak lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdiagnosis pada masa kanak-kanak dengan bangkitan awal sebelum 18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Epilepsi merupakan gangguan neurologis yang paling sering diderita oleh anak dan menjadi beban terbesar bagi anak (Novriska, 2013). Epilepsi sering terdiagnosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Osteoartritis (OA) lutut adalah suatu kondisi inflamasi, keadaan reumatik kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan. Osteoartritis
Lebih terperinciKarakteristik Demografi Pasien Depresi di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali Periode
Karakteristik Demografi Pasien Depresi di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali Periode 2011-2013 Nyoman Ari Yoga Wirawan Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2013, WHO, (2013) memperkirakan terdapat 235 juta orang yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003 berdasarkan hasil survei
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada sejak sekitar abad 18, namun titik kritis dalam sejarah keilmuan gangguan autisme adalah pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal penting yang diinginkan. setiap manusia. Menurut World Health Organization (WHO)
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal penting yang diinginkan setiap manusia. Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan yang baik adalah suatu keadaan sehat yang utuh secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014). Di dunia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan spektrum autis adalah gangguan perkembangan komplek disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American Psychiatric Association,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO) di Kabupaten Gunungkidul DIY tercatat 1262 orang terhitung dari bulan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes melitus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan manusia merupakan perubahan. yang bersifat progresif dan berlangsung secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan manusia merupakan perubahan yang bersifat progresif dan berlangsung secara berkelanjutan. Keberhasilan dalam mencapai satu tahap perkembangan akan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa. 3.2 Tempat dan waktu penelitian 1) Tempat penelitian : Poli Rawat Jalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam
Lebih terperinciBAB IV METODE PENILITIAN. Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Saraf, dan Ilmu Penyakit Jiwa.
BAB IV METODE PENILITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Saraf, dan Ilmu Penyakit Jiwa. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Klinik VCT RSUP dr. Kariadi Semarang pada bulan Maret-Juni2015.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah depresi kini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat karena dapat menyerang seluruh usia dan lapisan masyarakat. Depresi merupakan gangguan suasana perasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPP/H) atau attention
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPP/H) atau attention deficit/ hyperactivity disorder (ADHD) adalah salah satu gangguan neurobehavioral yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari 237.641.326 jiwa total penduduk Indonesia, 10% diantaranya yaitu sebesar + 22.960.000 berusia
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SIMTOM ANSIETAS Ansietas dialami oleh setiap orang pada suatu waktu dalam kehidupannya. Ansietas adalah suatu keadaan psikologis dan fisiologis yang dicirikan dengan komponen
Lebih terperinciSISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A
SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A Do Penyusunan gejala Memberi nama atau label Membedakan dengan penyakit lain For Prognosis Terapi (Farmakoterapi / psikoterapi)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal bagi tubuh, sehingga tubuh tidak mampu untuk mempertahankan keseimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nyeri merupakan pengalaman sensoris atau emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. (affective atau mood disorder) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Berbagai macam tekanan sering dirasakan oleh individu. Tekanan-tekanan tersebut antara lain adalah tingginya tingkat persaingan dalam memperoleh pekerjaan,
Lebih terperinciGANGGUAN BIPOLAR PENDAHULUAN
GANGGUAN BIPOLAR I. PENDAHULUAN Gangguan bipolar merupakan suatu gangguan yang ditandai dengan perubahan mood antara rasa girang yang ekstrem dan depresi yang parah. Pera penderita gangguan bipolar tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. fisik, mental, sosial dan ekonomi bagi penderitanya (Satyanegara et al, 2009)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang cukup besar di dunia. Stroke adalah gangguan fungsi otak fokal maupun secara menyeluruh yang terjadi
Lebih terperinciEPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS
DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam. memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun dari tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan / tidur singkat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer saat ini telah berkembang dengan pesat, oleh karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di perusahaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejala negatif merupakan suatu gambaran defisit dari pikiran, perasaan atau perilaku normal yang berkurang akibat adanya gangguan otak dan gangguan mental (Kring et
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang, khususnya bidang perekonomian, kesehatan, dan teknologi menyebabkan peningkatan usia harapan hidup. Meningkatnya usia harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang berusia 10 19 tahun. Dua puluh sembilan persen penduduk dunia adalah remaja, dan sebanyak 80% di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup.dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan salah satu masalah psikologi yang banyak dialami oleh seorang pasien di rumah sakit. Kecemasan adalah pengalaman umum manusia dan merupakan emosi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi. 1 Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi. 1 Menurut Ismed Yusuf pada tahun 2012, seorang mahasiswa dikategorikan dalam tahap perkembangan yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan
36 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa peneliti melaporkan kasus gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia. Menurut capai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
xv 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tidur 2.1.1. Definisi Tidur Tidur adalah suatu keadaan reversible dimana terjadi perceptual disengagement dan unresponsiveness terhadap lingkungan. Tidur juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Medication error merupakan masalah yang cukup pelik dalam pelayanan kesehatan. Di Amerika Serikat, medication error diperkirakan membahayakan 1,5 juta pasien
Lebih terperinciA. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang
A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang mengalami kondisi atau episode dari depresi dan/atau manik,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia yaitu sebesar 8%.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glaukoma merupakan suatu keadaan klinis dimana tekanan bola mata seseorang sangat tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan syaraf optik mata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang memiliki karakteristik khusus ditandai oleh adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingginya prevalensi malnutrisi pada pasien di rumah sakit masih menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya prevalensi malnutrisi pada pasien di rumah sakit masih menjadi perhatian, baik di negara maju maupun negara berkembang. Menurut Barker (2011), malnutrisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang besar dan tetap stabil selama beberapa dekade terakhir, yaitu >650.000 kasus baru didiagnosis setiap
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai,
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Skizofrenia Skizofrenia didefinisikan sebagai abnormalitas pada satu atau lebih dari lima domain berikut: waham, halusinasi, pikiran yang kacau (berbicara), perilaku yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa untuk meningkatkan kesadaran,
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. dunia menderita skizofrenia selama hidupnya, biasanya bermula dibawah usia 25 tahun, berlangsung
1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering dijumpai. Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidupnya, biasanya bermula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. neuron dopaminergik ganglia basalis terutama pada substansia nigra pars kompakta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif yang progresif dengan gejala motorik dan non motorik yang bervariasi (Thenganatt & Jankovic, 2014). Penyakit Parkinson
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, meningkat dari sekitar 6.5 milyar di tahun 2006. Peningkatan jumlah penduduk tersebut diikuti dengan
Lebih terperinciSAMPUL LUAR... i SAMPUL DALAM...ii. PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL LUAR... i SAMPUL DALAM....ii PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT...
Lebih terperinciGangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ
Gangguan Bipolar Febrilla Dejaneira Adi Nugraha Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ Epidemiologi Gangguan Bipolar I Mulai dikenali masa remaja atau dewasa muda Ditandai oleh satu atau lebih episode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi merupakan masalah psikologis yang banyak terjadi pada lanjut usia. Masalah tersebut ditandai dengan perasaan sedih mendalam yang berdampak pada gangguan interaksi
Lebih terperinciSISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A
SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A DIAGNOSIS? Do Penyusunan gejala Memberi nama atau label Membedakan dengan penyakit lain For prognosis Terapi (Farmakoterapi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional study. Dalam arti kata luas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau dikenal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau dikenal dengan Narkoba telah ada sejak peradaban Mesir kuno dan penggunaannya ditujukan untuk pengobatan,
Lebih terperinciKEHIDUPAN ACARA KHUSUS: GANGGUAN BIPOLAR DIBANDINGKAN DENGAN DEPRESI UNIPOLAR
KEHIDUPAN ACARA KHUSUS: GANGGUAN BIPOLAR DIBANDINGKAN DENGAN DEPRESI UNIPOLAR PENDAHULUAN Peristiwa kehidupan yang penuh stres telah dikaitkan dengan depresi unipolar dan gangguan bipolar. Peristiwa stres
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional. Sastroasmoro dan Ismael (2011) menjelaskan bahwa
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI GANGGUAN CEMAS PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 1 DENPASAR
ABSTRAK PREVALENSI GANGGUAN CEMAS PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 1 DENPASAR Cemas adalah perasaan tidak pasti atau tidak menentu terhadap ancaman atau ketakutan yang akan terjadi yang muncul tanpa alasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. global. Prevalensi FA meningkat seiring dengan pertumbuhan kelompok
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fibrilasi atrium (FA) telah menjadi masalah kesehatan utama pada skala global. Prevalensi FA meningkat seiring dengan pertumbuhan kelompok penduduk lanjut usia, terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dari 72 tahun di tahun 2000 (Papalia et al., 2005). Menurut data Biro Pusat Statistik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang, khususnya bidang perekonomian, kesehatan, dan teknologi menyebabkan meningkatnya usia harapan hidup. Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diperkirakan bahwa 2-3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Gangguan psikiatri pada masa muda dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang termasuk ke dalam kelompok mood disorder. Pada sebagian besar survey, major depressive disorder memiliki
Lebih terperinci